Hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir.

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

Sesilia Widaningtyas

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun. Jumlah subjek adalah 125 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan dua skala Likert yaitu skala persepsi terhadap penerimaan orang tua dan skala asertivitas. Reliabilitas Skala persepsi terhadap penerimaan orang tua adalah 0,940 dan reliabilitas Skala asertivitas adalah 0,822. Reliabilitas diperoleh menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman dan diperoleh nilai korelasi sebesar 0,449 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir.


(2)

THE RELATIONSHIPBETWEEN PERCEPTION OF PARENTAL ACCEPTANCE AND ASSERTIVE OF LATE ADOLESCENCE

Sesilia Widaningtyas

ABSTRACT

This study was conducted to determine the relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence. In this research, the participants were the late adolescence who has aged 16 to 18 years old. There were 125 participants. The hypothesis of this research was that there was a positive relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence. The data in this research were obtained by using two Likert scales. They were perception of parental acceptance scale and assertiveness scale. Reliability of the perception of parental acceptance scale was 0.940 and reliability of the assertiveness scale was 0.822. Reliability were obtained by using technique of Cronbach Alpha. The data in this research was analyzed by using the Spearman correlation. The correlation value was 0.449 with a significant value of 0.000 (p < 0,05). This result means that there was a positive and significant relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence.


(3)

i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Sesilia Widaningtyas NIM : 109114070

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN

ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

Oleh:

Sesilia Widaningtyas NIM: 109114070

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

HUBIINGAI\ ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAIY ORANG TUA DENGAN ASERTIVTTAS REMAJA AKHIR

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Sesilia Widaningffas

Yoryakarta,. fl .5. ..MAY..?ntq Sanata Dharma

l1l

i 109114070

-S';

oinyata$\arr

**1dftt

ry

gffis

g ffigoil-T

q

/i

1-o

i

11::

\\"

"

b

e

&ffi.9

ffi'{h

Fr

t?

Sylvia carolirp M.Y.M, tr,t.

si.;


(6)

iv

Hidupmu itu tergantung

seberapa besar kamu

mau mengusahakannya

“Jadilah

manusia

yang penuh dengan pertanyaan,

terus mengolah diri

Monica E. M.

“Whatever

you ask for in prayer,

Believe that you have received it,

And it will be yours"

(Mark 11 : 24 )

“MAU

>

BISA”

Stefanus R.


(7)

v

Karya ini ku persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Dan Bunda Maria

Bapak dan Ibu yang tercinta

Adik dan My Brothers

Keluarga besarku

Sahabat - sahabatku


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta. 5 Mci 2015

Penulis"

Sesilia Widaningtyas


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

Sesilia Widaningtyas

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun. Jumlah subjek adalah 125 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan dua skala Likert yaitu skala persepsi terhadap penerimaan orang tua dan skala asertivitas. Reliabilitas Skala persepsi terhadap penerimaan orang tua adalah 0,940 dan reliabilitas Skala asertivitas adalah 0,822. Reliabilitas diperoleh menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman dan diperoleh nilai korelasi sebesar 0,449 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir.


(10)

THE RELATIONSHIPBETWEEN PERCEPTION OF PARENTAL ACCEPTANCE AND ASSERTIVE OF LATE ADOLESCENCE

Sesilia Widaningtyas

ABSTRACT

This study was conducted to determine the relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence. In this research, the participants were the late adolescence who has aged 16 to 18 years old. There were 125 participants. The hypothesis of this research was that there was a positive relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence. The data in this research were obtained by using two Likert scales. They were perception of parental acceptance scale and assertiveness scale. Reliability of the perception of parental acceptance scale was 0.940 and reliability of the assertiveness scale was 0.822. Reliability were obtained by using technique of Cronbach Alpha. The data in this research was analyzed by using the Spearman correlation. The correlation value was 0.449 with a significant value of 0.000 (p < 0,05). This result means that there was a positive and significant relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence.


(11)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA

ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama

:

Sesilia Widaningtyas Nomor

Mahasiswa

:

109114070

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN

ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak

untuk

menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

rjin

dari

saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Padatanggal:5 Mei 2015

Yang menyatakan,

IX


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaan dan tuntunanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua dengan Asertivitas Remaja Akhir”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan banyak pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. selaku dekan Fakultas Psikologi. Terima kasih atas pelajaran yang diberikan selama kuliah di psikologi.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M, Si. selaku kepala program studi. Terima kasih atas bantuan dan pelajaran yang diberikan dalam kelancaran proses pembuatan skripsi ini.

3. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas waktu, tenaga, pelajaran dan dorongannya dalam proses bimbingan pembuatan skripsi sehingga dapat terselesaikan.

4. Ibu Debri Pristinella, M. Si. dan bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si selaku dosen penguji. Terima kasih atas bantuannya dalam perbaikan skripsi agar menjadi lebih baik.

5. Ibu Lusia Pratidarmanastiti, M. Psi. selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih untuk bimbingannya selama kuliah di psikologi, khususnya ketika bimbingan KRS, terima kasih atas saran dan pelajarannya selama ini.


(13)

xi

6. Ibu C. Sundharning dan bapak M. Widjojoseno yang senantiasa memberi dukungan, nasehat dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu adalah orang-orang yang selalu memberikan keyakinan dan ketenangan sehingga skripsi ini bisa selesai.

7. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi yang telah membagikan ilmu dan pelajaran hidup yang sangat berarti untuk saya.

8. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi, Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi’, Mas Muji, dan Mas Donny yang senantiasa membantu dan mendukung saya, terima kasih atas bantuannya.

9. Keluarga besarku, terutama My Brothers, Danu, Rio, Wahyu, Agung, Ivan, yang selalu kompak dan menjadi teman bermusik dari dulu sampai sekarang. Terima kasih selalu mau menghibur dan menemaniku ketika merasa lelah dalam mengerjakan skripsi.

10. Sahabat-sahabatku, Ghea, Lucia Anin, Fiona, Pudji, Vienna, Tista, Pino, Esti

“ntong”, Lola. Terima kasih untuk semua pengalaman & kebersamaannya

selama ini, sedih, senang, konyol & masih banyak cerita lainnya. Terima kasih sudah mau saling menguatkan selama pengerjaan skripsi ini. Aku bersyukur bisa mengenal dan bersama kalian.

11. Teman-teman yang membantuku dalam kelancaran pengambilan data skripsi, Wahyu, Regina, Vienna, Lucia Anin, Pino, Tista, Ghea, Uli, Sandi, Ika, Yohana, Cicil, Luna, Rika, Ninda, Tari, Tutut, Tyas, Deo, Keke, Agung, Ica. Terima kasih sudah mau membantuku.


(14)

xii

12. Teman-teman bimbingan Bu Sylvi, Fiona “Simbah”, Yovi Koleta, Hoyi, Tutut, Tyas, Riska, Maya, Iwan, Ninda, Sondra, Melati, Sr. Marcel, Yutti, Keket. Terima kasih sudah selalu menyemangati, berbagi informasi tentang bimbingan dan skripsi.

13. Semua subjek penelitian yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi skala penelitian ini.

14. Teman-teman Psikologi angkatan 2010 yang juga sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi. Terima kasih sudah saling menyemangati kalau bertemu di manapun.

15. Orang-orang yang pernah memberikan inspirasi, semangat dan motivasi kepada saya walaupun jauh di sana dan dimanapun kalian berada.

16. Orang-orang yang mungkin saya lupa atau tidak sempat saya sebutkan. Terimakasih atas bantuannya baik itu langsung maupun tidak langsung sehingga saya dapat mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala masukkan yang membangun demi perbaikan penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi banyak orang dan kiranya Tuhan senantiasa memberkati kita semua.

Yogyakarta, 22 Februari 2015

Penulis, Sesilia Widaningtyas


(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II: LANDASAN TEORI ... 11


(16)

xiv

1. Pengertian Asertivitas ... 11

2. Aspek Asertivitas ... 12

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asertivitas ... 13

4. Pentingnya Asertivitas ... 17

B. Penerimaan Orang Tua ... 18

1. Pengertian Penerimaan Orang Tua ... 18

2. Aspek Penerimaan Orang Tua ... 19

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua ... 21

C. Remaja Akhir ... 22

1. Definisi ... 22

2. Perkembangan Remaja Akhir ... 23

a. Perkembangan Fisik/Biologis ... 23

b. Perkembangan Kognitif ... 24

c. Perkembangan Sosial ... 25

D. Persepsi Remaja Akhir Terhadap Penerimaan Orang Tua ... 27

E. Hubungan antara Penerimaan Orang Tua dengan Asertivitas Remaja ... 28

F. Skema ... 34

G. Hipotesis ... 35

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 36


(17)

xv

D. Subjek Penelitian ... 38

E. Metode Pengumpulan Data ... 39

F. Validitas dan Reliabilitas ... 43

1. Validitas ... 43

2. Reliabilitas ... 43

3. Seleksi Aitem ... 45

G. Metode Analisis Data ... 48

1. Uji Normalitas ... 48

2. Uji Linearitas ... 49

3. Uji Hipotesis ... 49

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Pelaksanaan Penelitian ... 50

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 50

C. Deskripsi Data Penelitian ... 52

D. Analisis Data Penelitian ... 53

1. Uji Normalitas ... 53

2. Uji Linearitas ... 54

3. Uji Hipotesis ... 55

E. Pembahasan ... 56

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62


(18)

xvi

2. Bagi Subjek Penelitian ... 63

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Blue Print Skala Asertivitas Sebelum Uji Coba ... 40

Tabel 3.2. Distribusi Item Skala Asertivitas Sebelum Uji Coba ... 41

Tabel 3.3. Blue Print Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Sebelum Uji Coba ... 41

Tabel 3.4. Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Sebelum Uji Coba ... 42

Tabel 3.5. Distribusi Item Skala Asertivitas Setelah Uji Coba ... 45

Tabel 3.6. Blue Print Skala Asertivitas Setelah Uji Coba ... 46

Tabel 3.7. Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Setelah Uji Coba ... 47

Tabel 3.8. Blue Print Skala Penerimaan Orang Tua Setelah Uji Coba ... 48

Tabel 4.1. Deskripsi Subjek Penelitin ... 51

Tabel 4.2. Deskripsi Data Penelitian ... 52

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas (Tes of Normality) ... 53

Tabel 4.4. Hasil Uji Linearitas (ANOVA Table) ... 54


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Tryout ... 70

Lampiran 2. Reliabilitas ... 85

Lampiran 3. Skala Penelitian ... 94

Lampiran 4. Mean Empirik ... 106

Lampiran 5. Uji Normalitas ... 108

Lampiran 6. Uji Linearitas ... 110


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang, semakin banyak remaja yang terlibat dalam perilaku kriminal. Salah satu kasus yang terjadi adalah kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh lima orang remaja usia 14-17 tahun di Yogyakarta. Pembunuhan tersebut dilakukan karena pelaku YS (17 tahun) merasa tersinggung dengan pesan singkat dari korban NAS (15 tahun). Oleh karena itu, YS bersama teman-temannya berencana untuk memberi pelajaran kepada korban dan berakhir pada tewasnya korban (www.tempo.co).

Permasalahan lain yang juga terjadi pada remaja yaitu narkoba, merokok di kalangan remaja, dll. BNN menyatakan jumlah pengguna narkotika di Indonesia saat ini sudah mencapai angka 4,5 juta orang dan angka ini meningkat selama 2 tahun terakhir (news.detik.com). Kalangan pelajar masih mendominasi kasus penggunaan narkoba di DIY selama januari-april 2014 dengan 110 kasus pada anak SMA (www.jogja.solopos.com). Perokok di kalangan remaja usia 15 – 19 tahun di Yogyakarta meningkat dari 7,1 persen menjadi 43,3 persen (news.metronews.com). Selain itu, Psikolog forensik Lia Sutisna Latief menyatakan bahwa sebelum tahun 2010, remaja di bawah 18 tahun belum mampu melakukan kejahatan berat ganda, apalagi merancang pembunuhan. Namun,


(23)

mungkin karena mudahnya mendapat informasi di abad informasi ini, remaja semakin dini meniru kejahatan orang dewasa (megapolitan.kompas.com). Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi, permasalahan terjadi pada rentang usia remaja akhir.

Salah satu penyebab munculnya permasalahan remaja akhir tersebut adalah pengaruh teman sebaya. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kasi Media Tradisional Diseminfo Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa penyalahgunaan narkoba awalnya adalah coba-coba karena pengaruh teman atau lingkungan (news.okezone.com). Selain itu, kasus pembunuhan yang terjadi di Yogyakarta memaparkan bahwa pembunuhan tersebut sudah direncanakan oleh YS dan teman-temannya. Dalam hal ini, tindakan kriminal tersebut dilakukan oleh sekelompok remaja. Hal ini menunjukkan adanya konformitas di kalangan remaja. Konformitas adalah sebuah pengaruh sosial dimana seseorang mengubah sikap dan perilaku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada (Baron & Byrne, 2005). Remaja merasa ingin diterima oleh kelompoknya sehingga berusaha mengikuti perilaku kelompoknya untuk menggunakan narkoba. Penelitian yang dilakukan oleh Komasari dan Helmi (2000) menemukan bahwa lingkungan teman sebaya memberikan pengaruh terhadap perilaku merokok pada remaja. Selain itu, hasil penelitian Adhityawan (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara konformitas dan kenakalan remaja. Semakin tinggi tingkat konformitas remaja,


(24)

maka semakin tinggi pula kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Cynthia (2007) menemukan bahwa subjek yang memiliki tingkat konformitas kelompok yang tinggi cenderung sering melakukan perilaku seks bebas.

Konformitas di kalangan remaja tersebut menunjukkan bahwa remaja tidak asertif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hawari (Anindyajati & Karima, 2004) menyebutkan bahwa 97% penyalahguna narkoba adalah remaja. Pada penelitian tersebut juga memaparkan bahwa 81,3% remaja mengaku mulai mencoba narkoba karena pengaruh atau bujukan teman.

Remaja yang cenderung untuk mengikuti temannya biasanya memiliki kesulitan untuk menampilkan dirinya, mengungkapkan keinginan, perasaan serta pikirannya. Hal tersebut membuat remaja menjadi sulit untuk mengekspresikan penolakan terhadap pengaruh negatif dari temannya dan cenderung untuk tidak menjadi diri sendiri melainkan mengikuti orang lain (Anindyajati & Karima, 2004).

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Family and Consumer dalam Marini & Andriani (2005) memaparkan bahwa kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, napza serta hubungan seksual berkaitan dengan ketidakmampuan remaja untuk bersikap asertif. Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja di Yogyakarta di atas juga menunjukkan bahwa remaja tidak menyelesaikan masalahnya dengan asertif melainkan dengan perilaku agresif.


(25)

Menurut Alberti dan Emmons (1986), kedudukan perilaku asertif berada di antara perilaku agresif dan pasif sehingga perilaku asertif itu lebih adaptif. Menurut Rathus dan Nevid (Rosita, 2007) asertif adalah perilaku yang berani untuk jujur dan terbuka dalam mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya secara apa adanya serta berani untuk menolak hal yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar yang berlaku di masyarakat. Di samping mampu mengkomunikasikan segala kebutuhan, pikiran dan perasaannya, hal lain yang juga ada yaitu tetap menghargai hak-hak orang lain (Alberti dan Emmons, 1986).

Terdapat beberapa masalah yang ditimbulkan akibat tidak asertif. Penelitian Husetiya (2010) menyatakan bahwa asertivitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik. Individu yang kurang asertif, kurang mau untuk mencari bantuan sehingga kesulitan untuk menyelesaikan pekerjaan dan menundanya. Penundaan yang dilakukan individu berdampak pada kurang optimalnya hasil pekerjaan. Selain itu, ketidakmampuan seseorang untuk mengungkapkan kebutuhan, perasaan dan pikirannya tersebut juga dapat berdampak pada kepercayaan diri seseorang (Rosita, 2007). Orang yang tidak mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya akan merasa ditolak oleh orang lain sehingga dapat berdampak pada kepercayaan dirinya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki asertivitas yang rendah atau tidak asertif akan memiliki kepercayaan diri yang rendah pula. Prokrastinasi akademik


(26)

dan rendahnya kepercayaan dri pada akhirnya dapat berdampak pada terhambatnya perkembangan diri seseorang.

Asertivitas menjadi suatu hal yang penting dalam kehidupan remaja akhir. Asertivitas dibutuhkan remaja akhir agar terhindar dari perilaku yang negatif. Selain itu, kemampuan remaja akhir untuk berperilaku asertif diperlukan untuk keberhasilan remaja akhir dalam melewati tahap perkembangannya. Terdapat dua nilai yang penting bagi remaja pada tahap perkembangannya, yaitu pemenuhan diri dan mengekspresikan diri (Santrock, 2003).

Kemampuan untuk berperilaku asertif ini penting bagi remaja akhir dalam usaha untuk mengekspresikan dirinya karena dengan asertif, remaja akhir bisa mengekspresikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya tanpa rasa takut sehingga kebutuhannya terpenuhi. Muhammad dalam Rosita (2007), berpendapat bahwa ada beberapa keuntungan yang didapat bila berperilaku asertif yaitu keinginan, kebutuhan dan perasaan seseorang untuk dimengerti oleh orang lain dapat terpenuhi.

Menurut Rathus dan Nevid (dalam Rosita, 2007), asertivitas muncul pada diri remaja akhir karena terdapat penghargaan diri (self-esteem) terhadap dirinya. Remaja akhir merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya sangat berharga sehingga harapannya dapat dipenuhi dengan cara mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Keterkaitan ini didukung oleh hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa semakin tinggi harga diri, semakin tinggi pula asertivitas remaja (Anindyajati & Karima, 2004). Adanya perasaan dihargai dan diterima


(27)

tersebut membuat seseorang lebih lebih nyaman untuk mengekspresikan dirinya. Di dalam situasi yang aman dan nyaman tersebut, seseorang akan lebih tergerak untuk mengkomunikasikan pikiran, perasaan dan kebutuhannya tanpa rasa takut dan tertekan.

Menurut Coopersmith (Subowo dan Martiarini, 2009), salah satu hal penting dalam pembentukan penghargaan dalam diri seseorang adalah penerimaan. Penerimaan tersebut diperoleh remaja akhir dari lingkungan sekitarnya, salah satunya keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan paling berpengaruh bagi seseorang (Ngahu, 2006). Keluarga merupakan salah satu tempat seseorang untuk bertumbuh dan berkembang. Di dalam keluarga, anak memperoleh kemampuan dasar baik intelektual maupun sosialnya. Keluarga juga merupakan tempat dimana seseorang pertama kali belajar berinteraksi dengan orang tua, kakak atau adik. Hal ini kemudian dapat berpengaruh kepada interaksi seseorang di dalam masyarakat. Di dalam keluarga, orang tua berperan besar pada perkembangan seorang anak. Pengalaman anak dengan orang tua di masa kecil juga penting dalam menentukan kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial anak di masa mendatang (Santrock, 2012). Menurut Rohner (dalam Kuterovac-Jagodic & Kerestes, 1996), penerimaan orang tua didefinisikan sebagai sikap orang tua yang menunjukkan rasa cinta dan afeksi kepada anak secara fisik maupun verbal. Suasana yang hangat dan penuh penerimaan dari orang tua akan membuat seseorang merasa dihargai dan diterima. Hal ini dapat


(28)

membuat anak memiliki harga diri yang tinggi sehingga dapat memunculkan perilaku yang asertif.

Terdapat beberapa dampak negatif akibat kurangnya penerimaan dari orang tua. Hasil penelitian yang dilakukan Akse, Hale III, Engels, Raaijmakers & Meeus (2004) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara penolakan dari orang tua dengan agresi dan depresi pada remaja. Semakin tinggi penolakan, maka semakin tinggi pula agresi dan depresi pada remaja. Selain itu, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ada hubungan antara penolakan dari orang tua dengan depresi. Semakin tinggi penolakan dari orang tua, maka semakin tinggi pula tingkat depresi (Crook, Raskin & Elliot, 1981). Orang dewasa yang mengalami penolakan pada waktu masih anak-anak cenderung untuk menilai dirinya rendah atau memiliki self-esteem dan self-adequacy yang rendah. Mereka cenderung dependen, kurang tanggap secara emosi dan memandang dunia sebagai suatu hal yang negatif (Rohner dalam Robert, 1979). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kurangnya penerimaan dari orang tua akan memberi pengaruh negatif bagi remaja seperti agresi, depresi, rendahnya harga diri. Oleh karena itu, penerimaan dari orang tua menjadi faktor yang penting bagi perkembangan remaja akhir menuju ke arah yang positif.

Di masa remaja akhir, mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, tempat bagi sebuah eksperimen dan pengaturan untuk mencapai kemandirian dari orang tua (Papalia, Feldman & Martorell, 2014).


(29)

Remaja akhir adalah tahap dimana seseorang ingin menuju pada kemandirian. Namun, meskipun remaja akhir beranjak ke arah kemandirian, mereka masih perlu menjalin relasi dengan keluarganya (Hair dalam Santrock, 2012). Jika seseorang tidak mendapatkan pengakuan dan dukungan dari keluarga, maka ia akan mencari hal tersebut di luar keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa peran orang tua menjadi penting bagi remaja akhir. Namun, seringkali para orang tua yang sudah terbiasa dengan peralihan kehidupan dewasa merasa sulit untuk menelaah kembali dan mengubah hubungan mereka dengan anak yang remaja (Budyatna & Ganiem, 2011). Konflik orang tua dan remaja juga semakin meningkat pada masa remaja dibanding masa anak-anak (Montremayor & Steinberg dalam Santrock, 2003).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi terhadap penerimaan orang tua dapat mempengaruhi asertivitas seseorang. Remaja akhir yang merasa diterima oleh orang tua akan membuat dirinya merasa berharga sehingga memiliki harga diri yang tinggi. Harga diri yang tinggi tersebut akan mendorong remaja akhir untuk bersikap asertif. Asertivitas muncul disebabkan dalam situasi yang penuh penghargaan tersebut, remaja akhir akan lebih merasa nyaman untuk asertif. Sejauh pengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang meneliti hubungan antara kedua variabel. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir.


(30)

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas pada remaja akhir?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Psikologi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi perkembangan.

2. Bagi Orang Tua

Melalui penelitian ini, orang tua dapat mengetahui apakah persepsi remaja akhir terhadap penerimaan orang tua membuat asertivitas tinggi, sehingga para orang tua dapat berusaha memberikan sikap yang penuh penerimaan, kasih sayang dan kehangatan terhadap anak.


(31)

3. Bagi Remaja

Melalui penelitian ini, diharapkan para remaja akhir menyadari pentingnya asertivitas dalam kehidupan remaja. Asertivitas merupakan hal yang penting bagi remaja akhir. Asertivitas dibutuhkan remaja akhir agar terhindar dari hal-hal yang negatif dan dibutuhkan remaja akhir untuk membantu memenuhi kebutuhan pada tahap perkembangannya. Selain itu, persepsi remaja akhir terhadap penerimaan orang tua juga dapat berkaitan dengan asertivitas remaja akhir.


(32)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. ASERTIVITAS

1. Pengertian Asertivitas

Asertivitas didefinisikan sebagai praktek dari perilaku yang memungkinkan seseorang untuk bertindak sesuai dengan ketertarikan mereka atau mampu menunjukkan dirinya tanpa merasa cemas atau mampu mengekspresikan hak-haknya tanpa menyangkal hak-hak orang lain (Alberti dan Emmons, 1986).

Asertif adalah perilaku yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, keyakinan, serta kebutuhan-kebutuhan individu yang diungkapkan secara jujur, terbuka, wajar dan tidak melanggar hak orang lain (Utamadi dalam Anindyajati & Karima, 2004).

Menurut Rathus dan Nevid (dalam Rosita, 2007) asertif adalah perilaku yang berani untuk jujur dan terbuka dalam mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya secara apa adanya serta berani untuk menolak hal yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar yang berlaku di masyarakat.


(33)

Jadi, asertivitas adalah kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan pikiran, perasaan dan keinginannya kepada orang lain secara terbuka dan jujur, berani untuk menolak dan mempertahankan diri tanpa rasa cemas, namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak orang lain.

2. Aspek Asertivitas

Menurut Alberti dan Emmons (1986), aspek dari asertivitas yaitu : a. Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain

Aspek ini meliputi menempatkan kedua belah pihak dalam kedudukan yang sama atau setara, dapat memulihkan keseimbangan kekuatan dengan cara memberikan kekuatan pribadi serta menjadikannya mungkin bagi setiap orang untuk menang dan tidak seorangpun yang merugi.

b. Bertindak sesuai dengan minatnya sendiri

Aspek ini meliputi kemampuan untuk membuat keputusan sendiri, untuk berinisiatif memulai pembicaraan dan mengorganisasikan kegiatan, mempercayai penilaian diri sendiri, untuk menetapkan tujuan dan berusaha meraih tujuan tersebut, untuk meminta bantuan dari orang lain, dapat berpartisipasi di dalam pergaulan.


(34)

c. Mampu mempertahankan diri sendiri

Aspek ini meliputi kemampuan untuk berkata “tidak”, menentukan batas-batas bagi waktu dan energi untuk menanggapi kritikan atau celaan atau kemarahan dari orang lain, untuk mengekspresikan atau mendukung atau mempertahankan pendapat.

d. Mampu mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman

Aspek ini meliputi kemampuan untuk menyatakan ketidaksetujuan, menunjukkan kemarahan, menunjukkan afeksi atau persahabatan, mengakui rasa takut atau kecemasan, mengekspresikan persetujuan atau dukungan, bersikap spontan tanpa rasa cemas yang menyakitkan.

e. Tidak menyangkal hak-hak orang lain

Untuk memenuhi ekspresi personal di atas individu melakukannya tanpa kritikan yang tidak adil kepada orang lain, tanpa perilaku yang menyakiti orang lain, tanpa menjuluki, tanpa intimidasi, tanpa manipulasi, tanpa mengendalikan orang lain.

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Asertivitas

Menurut Rathus dan Nevid (dalam Rosita, 2007), terdapat enam faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif yaitu:


(35)

a. Jenis Kelamin

Pada umumnya wanita lebih sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki-laki. Di Indonesia, budaya patriarki masih terasa kental. Dalam budaya patriarki, laki-laki dipandang lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan perempuan dan peran pria lebih dominan daripada wanita (Retnowulandari,

2010; Laura & Syifa’ar, 2006). Perbedaan kedudukan tersebut membuat wanita menjadi terbatas dalam mengekspresikan dirinya sehingga perkembangan asertivitas menjadi terhambat.

b. Self esteem

Keyakinan yang ada dalam diri seseorang juga mempengaruhi kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang yang memiliki harga diri yang tinggi akan memiliki kecemasan sosial yang rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri.

c. Kebudayaan

Tuntutan lingkungan menentukan batas perilaku, dimana batas-batas perilaku itu sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan status sosial seseorang. Penelitian yang dilakukan Singhal dan Nagao (1993) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan asertivitas antara budaya


(36)

individualistik (barat) dan kolektif (timur). Orang yang berpegang pada budaya kolektif cenderung untuk menjaga keharmonisan sehingga agak sulit untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya terlebih pada orang yang lebih tua. Sedangkan pada budaya individualistik lebih mengutamakan pada saling bertukar pendapat sehingga lebih terbuka dalam mengungkapkan pikiran dan pendapatnya. Pada masyarakat Jawa, terdapat

dua nilai dalam kehidupan keluarga Jawa yaitu “penghormatan” dan “penampilan sosial yang harmonis (rukun)” (Geertz,1983). Selain itu, dalam budaya timur, orang dididik untuk tidak memperlihatkan isyarat-isyarat perilaku emosional (Budyatna dan Ganiem, 2011). Hal tersebut membuat seseorang untuk memilih lebih baik diam daripada bertindak sehinggga cenderung pasif.

d. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin luas wawasan berpikirnya sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka. Pengetahuan dan wawasan yang dimiliki seseorang dapat membantu untuk melancarkan komunikasi dan hubungan interpersonal. Selain itu, pengetahuan dan wawasan yang luas dapat menambah rasa percaya diri sehingga lebih berani untuk megungkapkan pendapat, pikiran dan ide-ide yang dimiliki (Frith & Synder dalam Laura & Syifa’ar, 2006)


(37)

e. Tipe Kepribadian

Dalam situasi yang sama tidak semua individu memberikan respon yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang. Seseorang akan bertingkah laku berbeda dengan individu dengan tipe kepribadian lain. Orang yang dengan tipe kepribadian introvert memiliki ciri-ciri ketenangan, kepasifan, tidak berjiwa sosial, berhati-hati, penuh pemeliharaan, berpikir mendalam, pesimistik, kedamaian, kelembutan, kontrol diri, pasif. Orang yang dengan tipe kepribadian ekstraversi memiliki ciri-ciri aktif, perasaan sosial, kegairahan hidup, optimisme, penghargaan terhadap hubungan dengan sesama, keimpulsifan, rasa humor (Eysenck dalam Feist & Feist, 2006). Orang yang asertif mampu dalam mengungkapkan dan mengkomunikasikan pikiran, perasaan dan keinginannya kepada orang lain. Orang dengan tipe kepribadian ekstraversi akan lebih mudah untuk berperilaku asertif.

f. Situasi tertentu lingkungan sekitarnya

Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam arti luas, misalnya posisi kerja antara atasan dan bawahan. Situasi dalam kehidupan tertentu akan dikhawatirkan menggangu. Dalam hal ini, atasan memiliki kedudukan yang tinggi daripada bawahan. Hal ini dapat membuat bawahan menjadi enggan untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap atasan sehingga tidak asertif.


(38)

4. Pentingnya Asertivitas

Tedapat beberapa manfaat dari asertivitas. Muhammad dalam Rosita (2007), berpendapat bahwa ada beberapa keuntungan yang didapat bila berperilaku asertif yaitu keinginan, kebutuhan dan perasaan seseorang untuk dimengerti oleh orang lain dapat terpenuhi. Manfaat asertivitas yang lain yaitu kepercayaan diri meningkat dan berkurangnya rasa takut dengan orang lain, dapat memberikan energi positif kepada orang lain, dapat mengijinkan dirinya dan orang lain untuk bebas memilih sesuai dengan kehendaknya, mengetahui apa yang mereka butuhan dan rasakan, mampu untuk menjaga hubungan yang baik dengan orang lain (Napoli, Kilbride & Tebbs, 1988).

Asertivitas merupakan hal yang penting bagi remaja akhir. Asertivitas dibutuhkan remaja akhir agar terhindar dari hal-hal yang negatif. Remaja akhir yang asertif mampu mengekspresikan penolakan teradap pengaruh negatif dari lingkungannya tanpa rasa cemas sehingga membuatnya terhindar dari perilaku negatif. Selain itu, kemampuan remaja akhir untuk berperilaku asertif diperlukan untuk keberhasilan remaja akhir dalam melewati tahap perkembangannya. Terdapat dua nilai yang penting bagi remaja akhir pada tahap perkembangannya, yaitu pemenuhan diri dan mengekspresikan diri (Santrock, 2003).

Asertivitas penting ditanamkan pada remaja akhir karena asertivitas bukan merupakan kemampuan yang lahiriah melainkan kemampuan yang


(39)

dipelajari sebagai reaksi terhadap berbagai situasi sosial yang ada di lingkungannya (Mauboy, 2011).

B. PENERIMAAN ORANG TUA

1. Pengertian Penerimaan Orang Tua

Menurut Rohner (dalam Kuterovac-Jagodic & Kerestes, 1996), penerimaan orang tua didefinisikan sebagai sikap orang tua yang menunjukkan rasa cinta dan afeksi kepada anak secara fisik maupun verbal.

Penerimaan orang tua mengacu kepada kehangatan, afeksi, kepedulian, kenyamanan, perhatian, dukungan atau cinta yang diterima anak dari orang tua atau pengasuh (caregiver) lainnya (Rohner, Khaleque & Cournoyer, 2005).

Menurut Lestari (dalam Mayangsari, 2013), penerimaan orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam memperlakukan anak yang ditandai dengan adanya komunikasi orang tua dengan anak, perhatian dan kasih sayang, menghargai anak, memberi kepercayaan serta memperlakukan anak sesuai dengan kemampuannya.

Menurut Hurlock (Mayangsari, 2013), penerimaan orang tua adalah sikap dan cara orang tua yang tercermin dari bentuk ketertarikan, kegembiraan dan rasa cinta terhadap anak.

Jadi, penerimaan orang tua adalah sikap orang tua atau pengasuh kepada anak yang menunjukkan kehangatan, rasa kasih sayang, penghargaan


(40)

dan dukungan, kepercayaan, adanya komunikasi dan ketertarikan bersama dengan anak.

2. Aspek Penerimaan Orang tua

PARTheory (Parental Acceptance-Rejection Theory) adalah teori dari sosialisasi dan perkembangan masa hidup yang mencoba untuk memprediksi dan menjelaskan penyebab utama, konsekuensi dan hal lain yang berkaitan penerimaan dan penolakan dari orang tua (parental acceptance and rejection) (Rohner, 1986, 2004; Rohner & Rohner, 1980 dalam Khaleque, Rohner & Cournoyer, 2005). Penerimaan dan penolakan orang tua membentuk dimensi kehangatan (warmth dimension) dalam pengasuhan, yaitu suatu kualitas ikatan afeksi antara orang tua dan anak (Rohner, Khaleque & Cournoyer dalam Lestari, 2012). Kehangatan (warmth/affection) dari orang tua ditunjukkan secara fisik dan verbal. Contoh dari aspek fisik terdiri dari ciuman, pelukan, membelai, dll. Contoh dari aspek verbal terdiri dari memberikan pujian, mengatakan hal-hal yang baik, dll (Rohner, Khaleque & Cournoyer, 2005).

Menurut Lestari (Mayangsari, 2013), terdapat empat aspek sikap penerimaan orang tua, yaitu:

a. Aspek komunikasi

Aspek komunikasi merupakan kemampuan dari orang tua yang dirasakan oleh anak untuk dapat bertutur manis, bersikap terbuka,


(41)

mendengarkan cerita dan tidak mencela kesalahan yang dilakukan anak. Aspek ini juga bentuk perilaku dari orang tua yang mampu membangun komunikasi yang terbuka dan mendengarkan dengan pikiran yang tenang terhadap konflik yang dialami anak.

b. Aspek perhatian dan kasih sayang

Aspek perhatian dan kasih sayang merupakan kemampuan orang tua yang dirasakan oleh anak dalam hal memberi perlindungan dan kasih sayang, memperhatikan kemajuan prestasi belajar, memberikan nasehat yang bijaksana dan memberikan dorongan pada anak. Aspek ini juga berbentuk perilaku dari orang tua yang mencintai anak tanpa syarat, mampu menghargai anak sebagai individu yang memiliki perasaan, mengakui hak-hak anak dan kebutuhan untuk mengekspresikannya, menerima dan mengarahkan anak pada perasaan positif, serta senantiasa mendorong anak untuk bebas mengekspresikan emosinya.

c. Aspek keterlibatan orang tua

Pada aspek ini, orang tua senantiasa dapat ikut serta berpartisipasi dalam hal-hal yang disukai anak, berminat terhadap rencana dan ambisi anak, melakukan perjalanan bersama-sama, melibatkan anak dalam pekerjaan orang tua. Aspek ini juga dianggap sebagai kemampuan orang tua untuk mengenal segala kebutuhan anak.


(42)

d. Aspek kepercayaan pada anak

Aspek kepercayaan pada anak merupakan kemampuan orang tua dalam melatih bertanggung jawab, melatih mandiri, memberikan kepercayaan dan tidak berharap terlalu banyak terhadap anak. Aspek ini juga sebagai kesediaan orang tua untuk mempercayai dan menilai suatu keputusan anak yang unik dan berusaha menjaganya dalam batasan kepribadian yang sehat dan penyesuaian sosial yang baik.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua

Menurut Rohner, Khaleque dan Cournoyer (2005), faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan orang tua adalah :

a. Lingkungan sosial

Sistem sosial budaya yang berlaku di masyarakat memiliki pengaruh terhadap penerimaan orang tua terhadap anak. Hal tersebut berkaitan dengan ekspresi kasih sayang dari orang tua kepada anak. Budaya yang kaku akan membuat orang tua bersikap dingin terhadap anak.


(43)

b. Faktor spiritual

Kepercayaan dan religiusitas seseorang mempengaruhi penerimaan orang tua terhadap anak. Orang tua yang religius dan memiliki nilai agama yang kuat akan memberikan penerimaan yang lebih besar terhadap anak dibandingkan yang kurang religius.

C. REMAJA AKHIR 1. Definisi

Remaja adalah individu yang sedang berada pada periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2007). Menurut WHO (Sarwono, 2011), remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, mengalami peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar 18 hingga 22 tahun. Masa remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan (Santrock, 2007). Menurut Berk (2012), masa remaja dibagi


(44)

menjadi tiga tahap, yaitu masa remaja awal (11-12 hingga 14 tahun), masa remaja pertengahan (14 hingga 16 tahun), masa remaja akhir (16 hingga 18 tahun).

2. Perkembangan Remaja Akhir

Perkembangan individu merupakan pola perubahan yang terus berlangsung selama masa hidup. Tugas-tugas perkembangan remaja akhir yaitu memperluas hubungan antarpribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya, memperoleh peran sosial, menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif, memperoleh kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, mencari kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan, mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga, membentuk sistem nilai moral dan falsafah hidup (Havingrust dalam Gunarsa & Gunarsa, 2009). Perkembangan pada masa remaja akhir dapat dilihat dari tiga hal yaitu perkembangan fisik/biologis, kognitif dan sosial.

a. Perkembangan Fisik/Biologis

Masa pubertas merupakan awal penting yang menandai masa remaja. Pubertas adalah sebuah periode dimana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh. Perubahan yang paling terlihat jelas pada masa pubertas adalah adanya tanda-tanda


(45)

kematangan seksual, pertambahan tinggi dan berat tubuh (Santrock, 2012). Perubahan pada masa remaja tersebut dapat meningkatkan rasa ingin tahu remaja. Remaja merupakan masa eksplorasi dan eksperimen seksual. Remaja memiliki rasa ingin tahu dan seksualitas yang hampir tidak dapat dipuaskan (Santrock, 2012). Dampak dari hal tersebut yaitu remaja akan mencoba mencari informasi tentang seksualitas sehingga remaja rentan untuk mencoba melakukan seks bebas.

b. Perkembangan Kognitif

Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, remaja berada pada tahap perkembangan kognitif yang terakhir yaitu tahap operasional formal. Pemahaman remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman yang konkret, namun remaja sudah mampu untuk berpikir abstrak, lebih idealis dan logis (Santrock, 2012). Selain itu, pengambilan perspektif (perspective taking) merupakan hal yang penting terkait perkembangan remaja. Pengambilan perspektif (perspective taking) adalah kemampuan untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain serta memahami pikiran dan perasaannya (Santrock, 2007). Pengambilan perspektif dapat meningkatkan pemahaman diri remaja dan kualitas persahabatan di antara teman sebaya (Selman & Adalbjarnardottir, 2000; Selman & Schultz, 1999 dalam Santrock, 2007).


(46)

Remaja yang kompeten dalam pengambilan perspektif juga lebih dapat memahami kebutuhan dan kebersamaan mereka dengan orang lain sehingga mereka juga dapat berkomunikasi secara lebih efektif. Kemampuan mengambil perspektif tersebut dapat membantu seseorang untuk dapat asertif. Selain itu, terdapat pula egosentrisme remaja. Menurut Piaget (Berk, 2012), pada remaja muncul egosentrisme baru dimana remaja sulit membedakan antara perspektif sendiri dan perspektif orang lain. Menurut David Elkind (Santrock, 2012), egosentrisme remaja mengandung dua komponen utama yaitu imaginary audience dan personal fable. Imaginary audience adalah keyakinan remaja bahwa orang lain berminat pada dirinya sebagaimana ia berminat pada dirinya sendiri, termasuk juga tingkah laku menarik perhatian (berusaha untuk diperhatikan) dan terlihat. Personal fable adalah bagian dari egosentrisme remaja yang menganggap bahwa dirinya unik dan tak terkalahkan. Remaja juga beranggapan bahwa tidak seorangpun yang dapat memahami mereka.

c. Perkembangan Sosial

Pada perkembangan sosial, hubungan remaja dengan orang lain merupakan hal yang penting. Jersild, Brook dan Brook (dalam Ali dan Asrori, 2009) mengatakan bahwa pada masa anak-anak, mereka masih memiliki ketergantungan kepada orang tua dan masih sangat dipengaruhi


(47)

orang tua. Namun, remaja sudah mulai menyadari keberadaan dirinya sebagai pribadi. Hal ini mendorong remaja untuk membebaskan diri dari ketergantungan dengan orang tua. Hal tersebut juga sesuai dengan tugas perkembangan remaja, dimana remaja memiliki dorongan untuk otonomi. Remaja tidak hanya sekedar terdorong untuk berpisah atau bebas dari orang tuanya, namun kelekatan pada orang tua juga meningkatkan kemungkinan bahwa remaja akan kompeten secara sosial (Santrock, 2012). Selain itu, teman sebaya juga memiliki peran yang penting dalam kehidupan remaja. Sullivan (dalam Santrock 2012) berpendapat bahwa sahabat menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sosial remaja. Di masa remaja, tekanan untuk sesuai dengan teman sebaya menjadi lebih kuat (Santrock, 2012).

Terdapat enam kebutuhan remaja akhir terkait hubungan sosial (Rice dalam Nisfiannor, Rostiana & Puspasari, 2004), yaitu (1) Kebutuhan terkait pemahaman, perhatian, dan membina hubungan yang memuaskan; (2) Kebutuhan untuk memperluas persahabatan dengan cara berhubungan dengan orang-orang baru yang memiliki latar belakang, pengalaman, dan ide yang berbeda; (3) Kebutuhan untuk dapat diterima, dimiliki, diakui statusnya dalam satu kelompok; (4) Kebutuhan untuk lepas dari lingkungan bermain yang homogen (terjadi pada masa kanak-kanak) ke lingkungan bermain yang lebih heterogen; (5) Kebutuhan untuk belajar,


(48)

mengasuh, berlatih kemampuan-kemampuan yang dapat mengembangkan diri dan sesama, memilih teman yang sesuai, dan kebutuhan untuk menggapai kesuksesannya dalam perkawinan; (6) Kebutuhan untuk menemukan peran seksualnya dan mempelajari perilaku seksual yang tepat. Terkait dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut, peran asertivitas menjadi penting bagi remaja akhir karena dapat membantu memenuhi kebutuhan tersebut.

D. Persepsi Remaja Akhir Terhadap Penerimaan Orang Tua

Persepsi adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali, mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima dari stimuli lingkungan (Sternberg, 2008). Sebagai bidang kajian, persepsi sosial adalah studi terhadap bagaimana orang membentuk kesan dan membuat kesimpulan tentang orang lain (Teiford dalam Sarwono, 2009). Secara umum, persepsi merupakan proses perolehan, penafsiran, pemilihan dan pengaturan informasi indrawi. Persepsi sosial dapat diartikan sebagai proses perolehan, penafsiran, pemilihan dan pengaturan informasi indrawi tentang orang lain (Sarwono, 2009). Dalam penelitian ini ingin melihat persepsi remaja akhir terhadap penerimaan orang tua. Jadi, persepsi terhadap penerimaan orang tua adalah proses perolehan, penafsiran, pemilihan dan pengaturan informasi indrawi yang diterima sehingga membentuk kesan dan kesimpulan tentang penerimaan orang tua.


(49)

Proses persepsi dimulai dari pengenalan terhadap tingkah laku nonverbal yang ditampilkan orang lain. Tanda-tanda nonverbal ini merupakan informasi yang dijadikan bahan untuk mengenali dan mengerti orang lain secara lebih jauh. Berdasarkan informasi-informasi nonverbal tersebut, seseorang membuat kesimpulan tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Selanjutnya ungkapan-ungkapan verbal melengkapi pembuatan kesimpulan dari tanda-tanda nonverbal. Dengan menggunakan informasi-informasi tingkah laku nonverbal dan verbal, seseorang membentuk kesan-kesan tentang orang lain. Dalam hal ini kesan yang dibentuk remaja akhir terhadap penerimaan orang tua sehingga bagaimana remaja mempersepsi penerimaan orang tua terhadap dirinya sangat tergantung pada bagaimana remaja tersebut melihatnya.

Menurut Rohner (Lestari, 2012), persepsi terhadap penerimaan dan penolakan orang tua akan mempengaruhi perkembangan individu dan cara yang dikembangkan dalam menghadapi masalah.

E. Hubungan Antara Penerimaan Orang Tua dengan Asertivitas Remaja Akhir Asertivitas merupakan hal yang penting bagi remaja akhir. Asertivitas dibutuhkan remaja akhir agar terhindar dari hal-hal yang negatif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosita (2007) menyebutkan bahwa asertivitas memiliki hubungan yang signifikan dengan kepercayaan diri. Dampak dari individu yang berperilaku asertif yaitu keinginan, kebutuhan dan perasaan seseorang untuk dimengerti oleh orang lain dapat terpenuhi (Muhammad dalam Rosita, 2007).


(50)

Individu akan merasa dapat mengendalikan hidupnya sendiri dan kemudian akan berdampak pada meningkatnya kepercayaan diri individu tersebut. Selain itu, manfaat dari asertif adalah seseorang dapat mempertahankan haknya tanpa menyakiti dan merugikan orang lain, dapat mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang memuaskan dan melegakan hati semua orang, dapat memiliki penyesuaian diri yang baik dan dapat membangun hubungan interpersonal yang positif (Alberti dan Emmons dalam Al’ain & Mulyana, 2013).

Menurut Rathus dan Nevid (Rosita, 2007), asertivitas muncul pada diri remaja akhir karena terdapat penghargaan diri (self-esteem) terhadap dirinya. Remaja akhir merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya sangat berharga sehingga harapannya dapat dipenuhi dengan cara mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Hasil dari penelitian lain juga menunjukkan bahwa semakin tinggi harga diri, semakin tinggi pula asertivitas remaja (Anindyajati & Karima, 2004). Adanya perasaan dihargai dan diterima tersebut membuat seseorang lebih nyaman untuk mengekspresikan dirinya. Di dalam situasi yang aman dan nyaman tersebut, seseorang akan lebih tergerak untuk mengkomunikasikan pikiran, perasaan dan kebutuhannya tanpa rasa takut dan tertekan.

Menurut Coopersmith (Subowo dan Martiarini, 2009), salah satu hal yang berperan dalam pembentukan penghargaan dalam diri seseorang adalah penerimaan. Penerimaan tersebut diperoleh remaja akhir dari lingkungan sekitarnya, salah satunya keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan paling berpengaruh bagi seseorang (Ngahu, 2006). Keluarga merupakan salah


(51)

satu tempat bagi seseorang untuk bertumbuh dan berkembang. Di dalam keluarga, anak memperoleh kemampuan dasar baik intelektual maupun sosialnya. Keluarga juga merupakan tempat dimana seseorang pertama kali belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang tua, kakak atau adik. Hal ini kemudian dapat berpengaruh kepada interaksi seseorang di dalam masyarakat. Selain itu, orang tua dapat mempengaruhi hubungan anak dengan teman sebayanya (Berk, 2006). Di dalam keluarga, orang tua berperan besar pada perkembangan seorang anak. Pengalaman anak dengan orang tua di masa kecil juga penting dalam menentukan kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial anak di masa mendatang (Santrock, 2012). Penerimaan orang tua adalah sikap orang tua atau pengasuh kepada anak yang menunjukkan kehangatan, rasa kasih sayang, penghargaan dan dukungan, kepercayaan, adanya komunikasi dan ketertarikan bersama dengan anak. Menurut Rohner (dalam Lestari, 2012), persepsi anak terhadap penerimaan dan penolakan orang tua akan mempengaruhi perkembangan individu dan cara yang dikembangkan dalam menghadapi masalah. Suasana yang hangat dan penuh penerimaan dari orang tua akan membuat seseorang merasa dihargai dan diterima. Hal ini dapat membuat anak memiliki harga diri yang tinggi sehingga dapat memunculkan perilaku yang asertif.

Penolakan orang tua (parental rejection) akan memberi pengaruh negatif bagi remaja seperti agresi, depresi, rendahnya harga diri, rasa tidak aman, kecemasan (Akse dkk, 2004; Crook, Raskin & Elliot, 1981; Rohner dalam Robert 1979; Khaleque, 2002). Jika orang tua yang mencela dan menolak tingkah laku anak,


(52)

maka anak akan mengamati suatu celaan dan penolakan sebagai suatu celaan yang luas dan tersebar dalam setiap perilaku. Anak menjadi peka terhadap setiap penolakan dan segera mulai merencanakan tingkah lakunya menurut reaksi yang diharapkan akan diberikan (Rogers dalam Schultz, 1991). Ketika remaja akhir merencanakan tingkah lakunya menurut reaksi yang diharapkan akan diberikan, dia tidak menjadi diri sendiri dan sulit mengekspresikan dirinya. Berdasarkan penjelasan tersebut, menunjukkan bahwa remaja akhir yang mengalami penolakan orang tua akan menjadi tidak asertif. Ketika seseorang tidak mendapatkan pengakuan dan dukungan dari keluarga maka ia akan mencari hal tersebut di luar keluarga (Budyatna & Ganiem, 2011). Oleh karena itu, penerimaan dari orang tua menjadi suatu hal yang penting bagi perkembangan remaja akhir menuju ke arah yang positif.

Pada masa remaja akhir, terdapat beberapa ciri khas yang muncul pada tahap perkembangannya. Di masa remaja akhir, mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, tempat bagi sebuah eksperimen dan pengaturan untuk mencapai kemandirian dari orang tua (Papalia, Feldman & Martorell, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa teman sebaya merupakan hal yang penting dalam perkembangan remaja akhir. Jika remaja akhir tidak mendapatkan pengakuan dan dukungan dari keluarga maka ia akan mencari hal tersebut di luar keluarga, salah satunya teman sebaya. Ketika tidak mendapatkan


(53)

penerimaan dari orang tuanya, remaja akhir akan berusaha melakukan apapun agar diterima oleh teman sebaya. Di sisi lain, pengaruh teman sebaya juga bisa mengarahkan perilaku remaja akhir ke hal yang positif maupun negatif. Salah satu penyebab terjdinya permasalahan dan kenakalan remaja akhir adalah adanya pengaruh dari teman sebaya. Hal tersebut juga didukung oleh adanya egosentrisme remaja yaitu imaginary audience dan personal fable. Pada personal fable, remaja akhir memandang dirinya unik dan istimewa. Ketika bergabung dengan kepribadian yang gemar mencari sensasi, dongeng pribadi berperan pada pengambilan keputusan yang beresiko karena remaja akhir merasa unik dan istimewa sehingga merasa tidak rentan terhadap bahaya. Remaja akhir dengan dongeng pribadi dan pencarian sensasi yang tinggi cenderung lebih sering melakukan kenakalan remaja (Greene dkk. dalam Berk, 2012). Pada imaginary audience, remaja akhir merasa bahwa dirinya menjadi pusat perhatian orang lain sehingga pandangan orang lain menjadi sangat penting bagi remaja akhir. Hal tersebut terkadang membuat remaja akhir berusaha untuk memenuhi dan mengikuti harapan orang lain. Remaja akhir merasa ingin diterima oleh kelompoknya sehingga berusaha mengikuti perilaku kelompoknya. Remaja akhir yang cenderung untuk mengikuti temannya biasanya memiliki kesulitan untuk menampilkan dirinya, mengungkapkan keinginan, perasaan serta pikirannya. Hal tersebut membuat remaja akhir menjadi sulit untuk mengekspresikan penolakan terhadap pengaruh negatif dari temannya dan cenderung untuk tidak menjadi diri sendiri melainkan mengikuti orang lain (Anindyajati & Karima, 2004). Selain itu,


(54)

remaja akhir yang memiliki asertivitas yang rendah akan mengalami kesulitan mengutarakan perasaan dan pikirannya kepada orang lain dan cenderung untuk memenuhi tuntutan lingkungannya dengan menekan kebutuhannya (Kusumawati, Lilik & Agustin, 2011).

Selain itu, pada masa remaja akhir berkembang juga kemampuan untuk pengambilan perspektif (perspective taking). Remaja akhir yang kompeten dalam pengambilan perspektif juga lebih dapat memahami kebutuhan dan kebersamaan mereka dengan orang lain sehingga mereka juga dapat berkomunikasi secara lebih efektif. Hal ini juga berkaitan dengan salah satu aspek asertivitas yaitu tidak menyangkal hak-hak orang lain, dimana kemampuan mengambil perspektif menurut sudut pandang orang lain dibutuhkan.


(55)

F. Skema

Gambar 2.1 Skema

Asertivitas Tinggi

- Remaja akhir merasa dihargai dan diterima - Menentukan

kompetensi sosial remaja akhir Keluarga Persepsi Penerimaan Orang Tua Persepsi Penolakan Orang Tua

Relasi dengan teman sebaya: remaja akhir berusaha memenuhi harapan dan

mengikuti teman sebaya

- Agresi - Rendah-nya

harga diri - Kecemasan - Rasa tidak

aman

Asertivitas Rendah


(56)

G. HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Semakin tinggi persepsi terhadap penerimaan orang tua maka semakin tinggi pula asertivitas remaja akhir.


(57)

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional. Tujuan dari penelitian korelasional adalah untuk menyelidiki sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Narbuko dan Achmadi, 2007).

B. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu persepsi terhadap penerimaan orang tua.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu asertivitas.


(58)

C. Definisi Operasional

1. Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua

Persepsi terhadap penerimaan orang tua adalah proses perolehan, penafsiran, pemilihan dan pengaturan informasi indrawi yang diterima sehingga membentuk kesan dan kesimpulan tentang penerimaan orang tua. Penerimaan orang tua adalah sikap orang tua atau pengasuh kepada anak yang menunjukkan kehangatan, rasa kasih sayang, penghargaan dan dukungan, kepercayaan, adanya komunikasi dan ketertarikan bersama dengan anak. Penerimaan orang tua dilihat dari lima aspek, yaitu aspek komunikasi, aspek perhatian dan kasih sayang, aspek keterlibatan orang tua, aspek kepercayaan pada anak, aspek kehangatan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh dalam skala penerimaan orang tua menunjukkan semakin tinggi penerimaan orang tua yang dimililiki subjek penelitian. Semakin rendah skor total dalam skala penerimaan orang tua, maka semakin rendah pula penerimaan orang tua yang dimiliki oleh subjek penelitian.

2. Asertivitas

Asertivitas adalah kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan pikiran, perasaan dan keinginannya kepada orang lain secara terbuka dan jujur, berani untuk menolak dan mempertahankan diri tanpa rasa cemas, namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak orang lain. Menurut Alberti & Emmons (1986), aspek dari asertivitas, yaitu mempromosikan


(59)

kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain, bertindak sesuai dengan minatnya sendiri, mampu mempertahankan diri sendiri, mampu mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, tidak menyangkal hak-hak orang lain. Semakin tinggi skor total yang diperoleh dalam skala asertivitas menunjukkan semakin tinggi asertivitas yang dimililiki subjek penelitian. Semakin rendah skor total dalam skala asertivitas, maka semakin rendah pula asertivitas yang dimiliki oleh subjek penelitian.

D. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun di Yogyakarta. Sampelnya adalah 125 remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun di Yogyakarta Subjek penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 16 tahun hingga 18 tahun. Alasan pemilihan subjek dengan usia tersebut adalah karena permasalahan yang menunjukkan remaja tidak asertif terjadi pada usia remaja akhir (16-18 tahun). Teknik pemilihan subjek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu simple random sampling. Teknik simple random sampling

adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2013).


(60)

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala yang diberikan kepada subjek penelitian. Terdapat dua skala yang digunakan dalam penelitian ini sebagai alat pengumpulan data, yaitu skala asertivitas dan skala persepsi terhadap penerimaan orang tua. Jenis skala yang digunakan dalam penyusunan skala ini adalah skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2013).

Pada setiap pernyataan dalam skala ini, subjek diminta menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuannya dalam sebuah kontinum yang terdiri atas empat

respon: “Sangat Sesuai (SS)”, “Sesuai (S)”, “Tidak Sesuai (TS)”, dan “Sangat Tidak Sesuai (STS)”. Alasan peneliti memilih skala Likert dengan empat respon adalah untuk menghilangkan jawaban ragu-ragu karena jawaban tersebut dapat memberikan makna yang ganda dan tidak menjelaskan jawaban responden yang sebenarnya secara pasti. Selain itu, penggunaan jumlah pilihan jawaban yang genap memaksa subjek memilih jawaban favorable dan unfavorable sehingga tidak memberi kesempatan kepada subjek untuk memilih jawaban netral (Anderson dalam Supratiknya, 2014). Dalam skala Likert, isi pernyataan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :


(61)

1. Aitem-aitem pernyataan favorable, dengan pilihan jawaban dan skor yaitu : (a) Sangat Sesuai (SS) : skor 4

(b) Sesuai (S) : skor 3 (c) Tidak Sesuai (TS) : skor 2 (d) Sangat Tidak Sesuai (STS) : skor 1

2. Aitem-aitem pernyataan unfavorable, dengan pilihan jawaban dan skor yaitu : (a) Sangat Sesuai (SS) : skor 1

(b) Sesuai (S) : skor 2 (c) Tidak Sesuai (TS) : skor 3 (d) Sangat Tidak Sesuai (STS) : skor 4

1. Skala Asertivitas

Tabel 3.1

Blue Print Skala Asertivitas Sebelum Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Mempromosikan

kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain

6 item 6 item 12 item

2. Bertindak sesuai dengan minatnya sendiri

6 item 6 item 12 item 3. Mampu mempertahankan

diri sendiri

6 item 6 item 12 item 4. Mampu mengekspresikan

perasaan dengan jujur dan nyaman


(62)

5. Tidak menyangkal hak-hak orang lain

6 item 6 item 12 item

TOTAL 32 item 32 item 64 item

Tabel 3.2

Distribusi Item Skala Asertivitas Sebelum Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Mempromosikan

kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain

1, 48, 17, 49, 3, 46

16, 50, 2, 47, 18, 51

12 item

2. Bertindak sesuai dengan minatnya sendiri

19, 53, 5, 44, 21, 54

4, 45, 20, 52, 6, 43

12 item 3. Mampu mempertahankan

diri sendiri

7, 42, 23, 55, 9, 40

22, 64, 8, 41, 24, 56

12 item 4. Mampu mengekspresikan

perasaan dengan jujur dan nyaman

25, 57, 11, 38, 29, 59, 28, 36

10, 39, 26, 58, 27, 37, 12, 60

16 item

5. Tidak menyangkal hak-hak orang lain

13, 61, 31, 34, 15, 63

30, 35, 14, 62, 32, 33

12 item

TOTAL 32 item 32 item 64 item

2. Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Tabel 3.3

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Sebelum

Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Komunikasi 6 item 6 item 12 item 2. perhatian dan kasih

sayang

6 item 6 item 12 item


(63)

4. kepercayaan pada anak 6 item 6 item 12 item 5. Kehangatan 4 item 4 item 8 item

TOTAL 28 item 28 item 56 item

Tabel 3.4

Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Sebelum Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Komunikasi 1, 55, 30, 27, 3, 54

29, 28, 2, 56, 31, 26

12 item 2. perhatian dan kasih

sayang

32, 25, 5, 52, 34, 23

4, 53, 33, 24, 6, 51

12 item

3. keterlibatan orang tua 7, 50, 36, 21, 9, 48

35, 22, 8, 49, 37, 20

12 item 4. kepercayaan pada anak 38, 19, 11,

46, 40, 17

10, 47, 39, 18, 12, 45

12 item 5. Kehangatan 13, 43, 42,

44

41, 16, 14, 15 8 item

TOTAL 28 item 28 item 56 item

3. Uji Coba Alat Ukur

Pengambilan data untuk uji coba dilaksanakan pada tanggal 17 November 2014 sampai dengan tanggal 28 November 2014 melalui booklet dan media sosial kepada remaja yang berusia 16 hingga 18 tahun. Jumlah subjek pada uji coba item adalah 52 orang.


(64)

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menujukkan alat ukur tersebut benar-benar mengukur apa yang diukur (Noor, 2011). Suatu alat ukut dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut mampu mengukur atribut psikologis yang ingin diukur. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan validitas isi (content validity). Validitas isi memastikan bahwa skala item-item telah cukup memasukkan sejumlah item yang representatif dalam mencerminkan domain konsep (Noor, 2011). Validitas isi dilakukan dengan cara professional judgement atau analisis rasional yaitu validitas isi dikoreksi oleh orang yang sudah ahli yaitu dosen pembimbing (Azwar, 2003).

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan (Noor, 2012). Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran jika prosedur pengetesannya dilakukan secara berulangkali terhadap suatu populasi individu atau kelompok (AERA, APA & NCME dalam Supratiknya, 2014). Dalam penelitian ini, reliabilitas diukur dengan menggunakan Alpha Cronbach dari program SPSS versi 16.00. Jika nilai Alpha > 0,70 skala dikatakan memiliki reliabilitas yang memuaskan (Supratiknya, 2014).


(65)

a. Reliabilitas Skala Asertivitas

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .822 64

Nilai Alpha Cronbach pada skala Asertivitas adalah 0.822. Hal ini menunjukkan bahwa skala Asertivitas dapat dikatakan reliabel.

b. Reliabilitas Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .940 56

Nilai Alpha Cronbach pada skala Persepsi terhadap Penerimaan Orang Tua adalah 0.940. Hal ini menunjukkan bahwa skala Persepsi terhadap Penerimaan Orang Tua dapat dikatakan reliabel.


(66)

3. Seleksi Item

Kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item-total, biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2003).

a. Skala Asertivitas

Setelah dilakukan uji coba dengan 64 item pernyataan, 33 item pernyataan dinyatakan gugur dan 31 item dinyatakan lolos seleksi item.

Tabel 3.5

Distribusi Item Skala Asertivitas Setelah Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Mempromosikan

kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain

1, 3, 17, 46, 48, 49

2, 16, 18, 47, 50, 51

12 item

2. Bertindak sesuai dengan minatnya sendiri

5, 19, 21, 44, 53, 54

4, 6, 20, 43, 45, 52

12 item 3. Mampu mempertahankan

diri sendiri

7, 9, 23, 40, 42, 55

8, 22, 24, 41, 56, 64

12 item 4. Mampu mengekspresikan

perasaan dengan jujur dan nyaman

11, 25, 28, 29, 36, 38, 57, 59

10, 12, 26, 27, 37, 39, 58, 60

16 item

5. Tidak menyangkal hak-hak orang lain

13, 15, 31, 34, 61, 63

14, 30, 32, 33, 35, 62

12 item

TOTAL 32 item 32 item 64 item


(67)

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah 1. Mempromosikan

kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain

46, 48, 49 2, 18, 47, 50 7 item

2. Bertindak sesuai dengan minatnya sendiri

44, 54 20, 43, 52 5 item 3. Mampu mempertahankan

diri sendiri

9, 40, 42, 24, 56 5 item 4. Mampu mengekspresikan

perasaan dengan jujur dan nyaman

25, 36, 38, 57

26, 39, 58, 60

8 item

5. Tidak menyangkal hak-hak orang lain

13, 61, 34, 15, 63

14 6 item

TOTAL 17 item 14 item 31 item

Tabel 3.6

Blue Print Skala Asertivitas Setelah Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Mempromosikan

kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain

3 item 4 item 7 item

2. Bertindak sesuai dengan minatnya sendiri

2 item 3 item 5 item 3. Mampu mempertahankan

diri sendiri

3 item 2 item 5 item 4. Mampu mengekspresikan

perasaan dengan jujur dan nyaman

4 item 4 item 8 item

5. Tidak menyangkal hak-hak orang lain

5 item 1 item 6 item


(68)

b. Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua

Setelah dilakukan uji coba dengan 56 item pernyataan, 11 item pernyataan dinyatakan gugur dan 45 item dinyatakan lolos seleksi item.

Tabel 3.7

Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Setelah Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Komunikasi 1, 3, 27, 30, 54, 55

2, 26, 28, 29, 31, 56

12 item 2. perhatian dan kasih sayang 5, 23, 25,

32, 34, 52

4, 6, 24, 33, 51, 53

12 item 3. keterlibatan orang tua 7, 9, 21,

36, 48, 50

8, 20, 22, 35, 37, 49

12 item 4. kepercayaan pada anak 11, 17, 19,

38, 40, 46

10, 12, 18, 39, 45, 47

12 item 5. Kehangatan 13, 42, 43,

44

14, 15, 16, 41

8 item

TOTAL 28 item 28 item 56 item

*item yang gugur adalah item yang di-bold

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Komunikasi 1, 3, 27, 30, 54, 55

2, 28, 29, 56 10 item 2. perhatian dan kasih sayang 5, 23, 25,

32, 34, 52

4, 6, 24, 33, 51, 53

12 item 3. keterlibatan orang tua 7, 9, 21,

50

22, 35, 37, 49

8 item 4. kepercayaan pada anak 11, 40, 46 12, 18, 39,

45, 47

8 item 5. Kehangatan 13, 43, 44 14, 15, 16,

41

7 item


(69)

Tabel 3.8

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua

Setelah Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Komunikasi 6 item 4 item 10 item 2. perhatian dan kasih sayang 6 item 6 item 12 item 3. keterlibatan orang tua 4 item 4 item 8 item 4. kepercayaan pada anak 3 item 5 item 8 item 5. Kehangatan 3 item 4 item 7 item

TOTAL 22 item 23 item 45 item

G. Metode Analisis Data 1. Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal. Jika nilai p > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data memiliki sebaran data yang normal, sedangkan jika nilai p < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data memiliki sebaran data yang tidak normal (Santoso, 2010). Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16.00.


(70)

2. Uji Linearitas

Uji Linearitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antarvariabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus. Jika pola hubungannya linear atau mengikuti garis lurus, maka dapat dikatakan terdapat korelasi linear antara dua variabel tersebut. Hubungan antara dua variabel dinyatakan linear apabila nilai p < 0,05 (Priyatno, 2010). Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16.00.

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan positif antara penerimaan orang tua dengan asertivitas pada remaja akhir. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan analisis korelasimelalui program SPSS for windows versi 16.00.


(71)

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini melibatkan 125 subjek. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 Desember 2014 sampai 22 Desember 2014. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan membagikan skala asertivitas dan skala penerimaan orang tua kepada remaja yang berusia 16 sampai 18 tahun. Alat ukur disebarkan kepada 133 orang remaja yang berada di Yogyakarta. Penyebaran dilakukan dengan mendatangi subjek yang memenuhi kriteria, menitipkan kuesioner pada siswa SMA. Kuesioner yang dinyatakan gugur berjumlah 8. Alasan 8 kuesioner tersebut dinyatakan gugur karena terdapat kuesioner yang datanya tidak lengkap.

B. Deskripsi Subjek Penilitian

Usia subjek dalam penelitian ini adalah 16 sampai 18 tahun. Total subjek dalam penelitian ini berjumlah 125. Hasil deskripsi subjek dapat dilihat pada tabel berikut :


(72)

Tabel 4.1

Deskripsi Subjek Penelitian

No. Data Keterangan Jumlah

1. Usia 16 tahun : 52 (41,6 %) 125 (100%) 17 tahun : 40 (32 %)

18 tahun : 33 (26,4 %)

2. Jenis Kelamin Laki-laki : 54 (43,2 %) 125 (100 %) Perempuan : 71 (56,8 %)

3. Suku Bali : 2 (1,6 %) 125 (100 %)

Batak : 10 (8 %) Betawi : 1 (0,8 %) Dayak : 3 (2,4 %) Flores : 2 (1,6 %) Jawa : 84 (67,2 %) Muna : 1 (0,8 %) Nias : 1 (0,8 %) Papua : 2 (1,6 %) Sunda :1 (0,8 %) Tionghoa : 15 (12 %) Toraja : 3 (2,4 %)


(73)

Tidak dengan orang tua : 55 (44 %) 5. Aktif

kegiatan/organisasi

Tidak : 48 (38,4 %) Iya : 77 (61,6 %)

125 (100%)

C. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 4.2

Perbandingan nilai mean teoritik dan empirik

Variabel Data Teoritik Data Empirik

Min Max Mean Min Max Mean Persepsi

Penerimaan Orang Tua

45 180 112,5 99 174 144,1

Asertivitas 31 124 77,5 76 124 95,58

Berdasarkan tabel di atas, skala persepsi terhadap penerimaan orang tua memiliki nilai mean teoritik sebesar 112,5 dan mean empiriknya sebesar 144,1. Hasil ini menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean teoritik. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa rata-rata persepsi terhadap penerimaan orang tua pada subjek penelitian cenderung tinggi. Skala asertivitas memiliki mean teoritik sebesar 77,5, sedangkan mean empiriknya sebesar 95,58. Hasil tersebut menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean


(74)

teoritik. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa rata-rata asertivitas pada subjek penelitian cenderung tinggi.

D. Analisis Data Penelitian 1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan SPSS 16.0 for windows. Asumsi uji normalitas adalah jika nilai p > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data memiliki sebaran data yang normal, sedangkan jika nilai p < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data memiliki sebaran data yang tidak normal (Santoso, 2010).

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnov

Sig. Persepsi Penerimaan

Orang Tua

0,037

Asertivitas 0,198

Hasil uji normalitas untuk variabel asertivitas menunjukkan bahwa nilai p 0,198. Hal ini berarti data pada skala asertivitas memiliki sebaran data yang normal. Hasil uji normalitas untuk variabel persepsi terhadap penerimaan


(75)

orang tua menunjukkan bahwa nilai p 0,037. Hal ini berarti data pada skala penerimaan orang tua memiliki sebaran data yang tidak normal.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows

versi 16.0. Hubungan antara dua variabel dinyatakan linear apabila nilai p < 0,05 (Priyatno, 2010). Hasil perhitungan uji linearitas dua variabel penelitian menunjukkan bahwa nilai p = 0,000. Hal ini berarti hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas bersifat linear karena nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4 Hasil Uji Linearitas Asertivitas*

Persepsi Penerimaan Orang Tua

F Sig.

Combined 1,877 0,07

Linearity 36,238 0,000 Deviation from

Linearity


(76)

3. Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji normalitas dan uji linearitas pada data yang diperoleh, kemudian peneliti melakukan uji hipotesis menggunakan teknik analisis koefisien korelasi Spearman. Jika signifikansi < 0,05 maka terjadi hubungan yang signifikan. Uji hipotesis ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for windows versi 16.0. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Hasil Uji Hipotesis

Asertivitas Penerimaan Orang Tua

Asertivitas Spearman Correlation

1 0,449

Sig. (1-tailed) 0,000

N 125 125

Persepsi Penerimaan OrangTua

Spearman Correlation

0,449 1

Sig. (1-tailed) 0,000

N 125 125

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,449, dengan signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05


(1)

LAMPIRAN 5

UJI NORMALITAS


(2)

Asertivitas 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%

PenerimaanOrangTua 125 100.0% 0 .0% 125 100.0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Asertivitas .071 125 .198 .985 125 .177

PenerimaanOrangTua .082 125 .037 .975 125 .022


(3)

LAMPIRAN 6

UJI LINEARITAS


(4)

OrangTua Linearity 2102.468 1 2102.468 36.238 .000

Deviation from

Linearity 3668.600 52 70.550 1.216 .220

Within Groups 4119.300 71 58.018


(5)

LAMPIRAN 7

UJI HIPOTESIS


(6)

Correlations

Asertivitas

PenerimaanOrang Tua

Spearman's rho Asertivitas Correlation Coefficient 1.000 .449**

Sig. (1-tailed) . .000

N 125 125

PenerimaanOrangTua Correlation Coefficient .449** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 125 125