DOCRPIJM d42ed382ec BAB VIIBAB 7 RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG CK KABUPATEN WAJO

BAB VII
RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
BIDANG CIPTA KARYA
7.1

Pengembangan Permukiman

7.1.1

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Pengembangan pemukiman di Kabupaten Wajo terdiri atas 2 (dua)
bagian yaitu pengembangan permukiman perkotaan dan pengembangan
permukiman perdesaan.
a.

Pengembangan Permukiman Perkotaan
Pembangunan dan pengembangan kawasan perkotaan di
Kabupaten Wajo dilakukan dengan mempertimbangkan rencana
struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi rencana sistem
pusat-pusat permukiman dan rencana sistem prasarana wilayah
Kabupaten Wajo


setiap kecamatan akan dikembangkan minimal

satu pusat kawasan permukiman (dijadikan sebagai kawasan
perkotaan walaupun belum memenuhi kriteria sebagai kawasan
perkotaan).
Pembangunan permukiman perkotaan di Kabupaten Wajo lebih
cepat

dibanding

permukiman

perdesaan

karena

perkotaan

merupakan konsentrasi penduduk suatu wilayah yang berperan

sebagai pusat pelayanaan yang diemban dan diharapkan sebagai
motor penggerak bagi pertumbuhan wilayah hinterlandnya.
Pengembangan permukiman di Kabupaten Wajo diusahakan
baik oleh masyarakat sendiri maupun dari pihak pemerintah
Pusat/Daerah maupun dari pihak swasta (developer). Permukiman
yang diusahakan oleh masyarakat terutama masyarakat yang
berpenghasilan rendah

dengan kecenderungan bermukim secara

berkelompok dipesisir sungai/danau seringkali menimbulkan masalah

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

184

permukiman kumuh dengan kondisi prasarana dan sarana yang
minim, dan telah mendapat perhatian khusus untuk penanganannya
melalui Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan
Permukiman/Strategi Pembangunan Pengembangan Infrastruktur

Permukiman (RP2KP/SPPIP) Tahun 2014.
Di samping itu, usaha pemerintah yang bersifat fisik dalam
pengembangan

permukiman

saat

ini

yang

diusahakan

oleh

Pemerintah Pusat berupa Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS) yang dilaksanakan sejak tahun 2011 melalui Program
Peningkatan Kualitas
rendah


(bedah rumah) masyarakat berpenghasilan

dan penyediaan prasarana dan sarana Umum yang

dilaksanakan sejak tahun 2011 sampai sekarang dan kegiatan yang
sama pula dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan

yang dilaksanakan sejak

tahun 2009 sampai sekarang. Namun demikian program pemerintah
ini

masih

merupakan

langkah


awal

dalam

pengembangan

permukiman.
Keterlibatan pihak swasta (developer) dalam pembangunan
perumahan

di perkotaan

permukiman

perkotaan

sangat
dalam

besar


bagi pengembangan

penyediaan

perumahan

bagi

masyarakat yang cenderung berkembang ke arah utara, timur dan
selatan Kota Sengkang dan pusat-pusat ibukota kecamatan, dan
sepanjang

ruas

jalan

yang

menghubungkan


antar

kawasan

permukiman dan ruas jalan yang menghubungkan antar daerah.
b.

Pengembangan Pemukiman Pedesaan
Pengembangan pemukiman penduduk pedesaan cenderung
mengikuti jaringan jalan primer, kolektor yang terdiri dari satuansatuan permukiman dengan bentuk linear, hal tersebut sangat
terpengaruh dengan tingkat ketersediaan aksesibilitas yang mudah
dijangkau oleh masyarakat.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

185

Dengan adanya bantuan Pemerintah Pusat melalui APBN
melalui Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP)

dilaksanakan sejak tahun 2012 khususnya pada desa tertinggal/
desa terpencil di seluruh kecamatan di Kabupaten Wajo kecuali
Kecamatan Tempe
7.1.2

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
Secara fisik, permukiman cenderung berkembang ke daerah
pinggiran kota dan pinggiran sungai/danau dan pesisir pantai. Dalam
perkembangannya diperhadapkan berbagai masalah seperti timbulnya
kawasan kumuh yang dihuni oleh sebagian masyarakat berpenghasilan
rendah dengan menempati rumah yang tidak layak huni dengan kondisi
prasarana dan sarana Infrastruktur lingkungan yang minim dan
kurangnya fasilitas MCK dan air bersih yang tidak memadai serta
sampah

berserakan

sehingga

lingkungan


permukiman

banyak

mengalami degradasi.
Masalah kawasan kumuh perkotaan (kota Sengkang) sebagian
telah ditangani melalui program peningkatan kualitas permukiman
melalui pembangunan dan perbaikan rumah sejak tahun 2009 sampai
sekarang meliputi Ibu Kota Kabupaten (Kota Sengkang ) Kec. Tempe,
Kecamatan Majauleng, Kecamatan Takkalalla, dan Kecamatan Penrang
dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Utilitas (PSU BSPS) melalui
Bantuan Stimulan Perumahahan Swadaya (BSPS) yang dilaksanakan
sejak

tahun

2011

sampai


sekarang

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

dan

Program

Mandiri Perkotaan

Nasional
yang

dilaksanakan sejak tahun 2009 sampai sekarang pada 16 kelurahan.
Pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman tentu tidak
lepas dari berbagai kendala, yang antara lain :

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO


186

Terbatasnya Lahan
Perkembangan jumlah penduduk di perkotaan maupun perdesaan,
yang tidak dibarengi dengan ketersediaan lahan mengakibatkan
adanya

ketimpangan

antara

kebutuhan

dengan

penawaran.

Ketimpangan ini memacu meningkatnya nilai lahan yang digunakan
untuk mengembangkan perumahan dan permukiman sehingga untuk
mendapatkan lahan, menjadi semakin sulit.
Rendahnya Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan
rendah, juga merupakan kendala bagi pembangunan perumahan
dan permukiman yang sehat dan layak. Kondisi perumahan dan
permukiman yang kurang layak huni merupakan dampak langsung
dari kemiskinan, disamping itu juga karena kekurang pahaman
masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih
dan sehat bagi kesehatan masyarakat.
Terbatasnya Informasi
Faktor lain yang menjadi kendala dalam pembangunan perumahan
dan permukiman adalah keterbatasan informasi tentang segala hal
yang

berkaitan

dengan

pengadaan

teknologi

pembangunan

perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat yang
berpenghasilan dan daya beli rendah.
Terbatasnya Kemampuan Pemerintah Daerah
Kendala yang berkaitan dengan kemampuan pemerintah daerah
adalah

terbatasnya

kemampuan

pemerintah

daerah

untuk

memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman itu, disamping
keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarananya.
Permasalahan pembangunan permukiman di Kabupaten Wajo adalah
meliputi berbagai aspek seperti aspek kelembagaan dan SDM aparatur,
aspek pendanaan dan aspek peran serta masyarakat.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

187

a. Aspek kelembagaan dan SDM Aparat
Masih terbatasnya SDM sebagai unsur pelaksana kegaiatan, baik
dalam instansi pemerintah maupun dalam Organisasi Masyarakat
sebagai pelaku kunci utama pada penyelenggaraan pengembangan
permukiman, srtra institusi dan penyediaan prasarana dan sarana
pendukung lainnya.
b.

Aspek Pendanaan
Terbatasnya dana dari berbagai sumber dana yang dapat digunakan
untuk pembangunan prasarana dan sarana permukiman dari APBD
Kabupaten, APBD Provinsi, APBN, swasta dan Swadaya Masyarakat.

c. Aspek Peran Serta Masyarakat
Masih

kurangnya

partisipasi

kesadaran

sebagai

masyarakat

pendampingan

tentang

dalam

pentingnya

pengembangan

permukiman baik secara individual maupun organisasi masyarakat
yang ada.
Melihat tingkat permasalahan pengembangan permukiman di Kabupaten
Wajo ditinjau dari

berbagai aspek, seperti aspek kelembagaan dan

SDM aparatur pelaksana, aspek pendanaan dan aspek peran serta
masyarakat,

dapat

di

selesaikan

melalui

beberapa

alternative

pemecahan masalah, selanjutnya direkomendasikan sebagai berikut
a. Perlu adanya peningkatan SDM apatur yang menangani Bidang
Permukiman
penyebaran

khusunya
uraian

pengembangan

tugas

dan

permukiman,

fungsi (tupoksi)

yang

serta
jelas,

penempatan tenaga pelaksana sesuai dengan latar belakang
pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki.
b. Adanya pengorganisasian pendanaan dari berbagai sumber (APBD
Kabupaten,

APBD

Provinsi,

APBN

dan

Swadaya)

yang

pelaksanaannya ditangani oleh suatu satuan kerja berada dalam
SKPD, dan meningkatkan koordinasi antar instansi.
Peningkatan

peran

serta

masyarakat

dalam

menangani

program/kegiatan pengembangan permukiman baik individu maupun
Organisasi Masyarakat.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

188

7.1.3

Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Sistem Infrastruktur permukiman yang diusulkan dalam rencana
pembangunan

adalah

pembangunan

infrastruktur

perdesaan

diharapkan

adanya

keserasian

permukiman

mengacu

kepada

dan

sektor

keseimbangan
perkotaan

konsep

dan

pembangunan

prasarana kota terpadu antar sektor sesuai dengan rencana induk
sistem prasarana dan sarana yang ada seperti peningkatan kualitas
permukiman kumuh dan pengembangan pemukiman baru, yang
ditunjang dengan pembangunan sector lainnya seperti pembangunan
drainase, persampahan, pengelolaan air limbah dan pembangunan jalan
kota. Sedangkan sistem infrastruktur perdesaan adalah mengacu pada
konsep TRIBINA melalui program pemberdayaan masyarakat setempat
meliputi program/kegiatan peningkatan kualitas permukiman kumuh tani
dan nelayan, peningkatan prasarana dan sarana KTP2D/DPP, dan
pembangunan infrastruktur pemukiman desa tertinggal yang ditunjang
dengan pembangunan sector jaringan jalan kolektor dalam rangka
meningkatkan aksebilitas kehidupan dan penghidupan masyarakat
menuju terwujudnya masyarakat damai dan sejahtera dan yang
terlanyanai dengan baik.
7.1.4

Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan
permukiman

kawasan

perkotaan

dan

kawasan

perdesaan.

Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:
a. pengembangan

kawasan

permukiman

baru

dalam

bentuk

pembangunan Rusunawa; serta
b. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
a. pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan
potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta
perbatasan dan pulau kecil,

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

189

b. pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program
PISEW (RISE),
c. desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain

kegiatan

fisik

di

atas

program/kegiatan

pengembangan

permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan
RP2KP/SPPIP dan RPKPP ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan


Infrastruktur kawasan permukiman kumuh



Infrastruktur permukiman RSH



Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan


Infrastruktur

kawasan

permukiman

perdesaan

potensial

(Agropolitan/Minapolitan)


Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana



Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil



Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)



Infrastruktur perdesaan PPIP



Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

7.2

Penataan Bangunan dan Lingkungan

7.2.1

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penanganan tata bangunan dan lingkungan

di Kabupaten Wajo

dilakukan melalui kebijaksanaan pemberian surat izin mendirikan
bangunan (IMB) dan Pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan. Namun dalam hal ini belum banyak memberi dampak positif
terhadap keserasian bangunan dan lingkungan masih bercampur baur
kawasan

perumahan,

perdagangan

dan

pergudangan

di

daerah

perkotaan, demikian pula dengan tidak tertibnya garis-garis sempadan
bangunan menurut peruntukannya serta pemanfaatan ruang yang tidak
terkendali baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan terlihat
pembangunan dan pemanfaatan lahan dilakukan pada kawasan non
budidaya seperti pada kemiringan lahan >40%, dikawasan pantai dan

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

190

pinggiran sungai sehingga sering terjadi bencana banjir, tanah longsor
dan bencana lainnya.
Dengan

tujuan

agar

dapat

diperoleh

peningkatan

dalam

pembangunan sektor perumahan dan permukiman yang jelas dan
terarah, maka kemudian ditetapkan berbagai undang-undang oleh
Pemerintah Pusat antara lain dengan disahkannya Undang-undang
Nomor 16 pada tahun 1985 (Pelita IV) tentang rumah susun, Undangundang ini dimaksudkan untukmengatur tatacara perolehan dan
pembangunan rumah susun.
Pada Pelita V ditetapkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1992
tentang perumahan dan permukiman, mengatur mengenai penataan
rumah dan permukiman. Untuk hal yang berkaitan dengan tata ruang
dan pemanfaatannya juga ditetapkan Undang-undang Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang (sekarang Undang-undang No. 26 Tahun
2007)

yang

menjelaskan

tentang

perencanaan,

pemanfaatan,

pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukan dan daya
dukung lingkungan.
Selain berbagai kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan dalam
bentuk Undang-undang tersebut, untuk mengupayakan desentralisasi
penanganan

prasarana

dan

sarana,

ditetapkan

juga

Peraturan

Pemerintah tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dibidang
Pekerjaan Umum kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Untuk
menjamin kepastian hukum dan pemanfaatan rumah susun juga sudah
ditetapkan peraturan pemerintah.
Guna menciptakan pemerataan pembangunan sektor perumahan,
pemerintah juga telah menetapkan peraturan tentang pemantapan
sistem pembiayaan pengadaan rumah sederhana, yang pada pokoknya
menegaskan bahwa pembangunan perumahan harus selalu mengacu
pada keseimbangan sosial dengan pertimbangan komposisi penghuni
perumahan antara kelompok berpenghasilan rendah, menengah dan
tinggi.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

191

Selain berbagai kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan dalam
bentuk Undang-undang tersebut, untuk mengupayakan desentralisasi
penanganan

prasarana

dan

sarana,

ditetapkan

juga

Peraturan

Pemerintah tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dibidang
Pekerjaan Umum kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Untuk
menjamin kepastian hukum dan pemanfaatan rumah susun juga sudah
ditetapkan peraturan pemerintah.
Guna menciptakan pemerataan pembangunan sektor perumahan,
pemerintah juga telah menetapkan peraturan tentang pemantapan
sistem pembiayaan pengadaan rumah sederhana, yang pada pokoknya
menegaskan bahwa pembangunan perumahan harus selalu mengacu
pada keseimbangan sosial dengan pertimbangan komposisi penghuni
perumahan antara kelompok berpenghasilan rendah, menengah dan
tinggi.
Kebijakan

penataan

bangunan

gedung

dan

lingkungan

di

Kabupaten Wajo dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
masyarakat dalam menjalankan roda pemerintahan,
Penataan bangunan gedung dan lingkungan masih terbatas pada
kegiatan rehabilitasi bangunan gedung yang mengalami kerusakan
seperti bangunan perkantoran dan rumah dinas. Sedangkan penataan
lingkungan belum sepenuhnya dilakukan seperti yang diharapkan.
7.2.2

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
Penyelenggaraan bangunan di Kabupaten Wajo sesuai dengan
aturan yang dipersyaratkan oleh peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Direktur Jendral Cipta Karya, maupun peraturan dan perundangundangan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan
gedung, secara fisik permasalahan penyelenggaraan bangunan gedung
pada umumnya telah memenuhi syarat teknis maupun keserasian antar
bangunan dan lingkungannya seperti yang terjadi di kawasan perumahan,
Perkantoran, perdagangan dan pada kawasan khusus seperti kawasan
Wisata dan kawasan bersejarah. Dilain pihak masih ada bangunan yang

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

192

melanggar peruntukan khusunya pada kawasan hijau/bukit yang berada
di tengah kota sengkang,

garis sempadan jalan, sungai, pantai, dan

kawasan non budi daya lainnya.
Permasalahan penataan gedung dan lingkungan yang dihadapi di
Kabupaten Wajo :


Pekembangan bangunan perkantoran yang diarahkan kebagian
utara kota dan pembangunan fasiltas olah raga telah sesuai, tetapi
memperlihatkan adaya pengalian dan penebangan pohon yang tidak
teratur pada tapak bangunan secara keseluruhan.



Bangunan kantor bupati dan DPRD kabupaten Wajo

mengalami

keretakan.


Bangunan rumah penduduk di daerah sekitar perbukitan dan daerah
bantaran sungai Cenranae - Walennae umumnya tidak memenuhi
kriteria teknis suatu bangunan, dari hal jarak antara rumah, penataan
dan

elevasi sehingga sering terjadi kebakaran, menimbulkan

lingkungan kumuh karena tidak teratur dan rutin dilanda banjir yang
disebabkan luapan danau Tempe di musim hujan, genangan
sampai berbulan-bulan dan berpotensi menimbulkan bau dan
berbagai macam penyakit.


Penataan bangunan di kecamatan masih dalam koridor yang
ditetapkan sehingga tidak menimbulkan masalah.

7.2.3

Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Masih banyaknya kabupaten yang saat sekarang ini tidak memiliki
atau belum menyelesaikan perda bangunan gedung untuk disesuaikan
dengan UUBG. Selain itu, masih tidak dilibatkannya Tim ahli bangunan
gedung yang berfungsi dalam pembinaan penataan bangunan dan
lingkungan.
Pemda belum menerbitkan sertifikasi layak Fungsi (SLF) bagi seluruh
bangunan

gedung

yang

ada

terutama

bangunan

baru

hasil

pembangunan.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

193

7.2.4

Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:


Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;



Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;



Kegiatan

Pemberdayaan

Komunitas

dalam

Penanggulangan

Kemiskinan.
Kriteria

Kesiapan

untuk sektor Penataan

Bangunan dan

Lingkungan adalah:
1. Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:


Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda
Bangunan Gedung;



Komitmen

Pemda

untuk

menindaklanjuti hasil fasilitasi

Ranperda BG.
2. Penyusunan

Rencana

Penataan

Lingkungan

Permukiman

Berbasis Komunitas
Kriteria Khusus


Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan



Permukiman Berbasis Komunitas:



Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri
Perkotaan;



Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang
sudah ada PJM



Pronangkis-nya;



Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;



Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,
dan masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

3. Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi :


Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

194



Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;



Kawasan yang dilestarikan/heritage;



Kawasan rawan bencana;



Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi
usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi
khusus, kawasan sentra niaga (central business district);



Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;



Komitmen

Pemda

dalam

rencana

pengembangan

dan

investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang
terintegrasi

dengan

rencana

tata

ruang

dan/atau

pengembangan wilayahnya;


Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;



Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

4. Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang
Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan
termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan
pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.
Kriteria Umum:
 Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi
perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
Turunan

dari

Tata

Ruang

atau

masuk

dlm

skenario

pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);


Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi
Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi
dengan

Rencana

Tata

Ruang

dan/atau

pengembangan

wilayahnya;


Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan
dan Revitalisasi Kawasan:


Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

195



Terjadi penurunan

fungsi,

ekonomi dan/atau

penurunan

kualitas;


Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;



Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan
masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang
Terbuka Hijau:


Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia
dengan taman (RTH Publik);



Area

memanjang/jalur

dan/atau

mengelompok,

yang

penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik
alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007 tentang Tata ruang);


Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik
minimal 20% dari luas wilayah kota;



Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,
masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria

Khusus

Fasilitasi

Penyusunan

Rencana

Tindak

Permukiman Tradisional Bersejarah:


Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat
(kota/kabupaten);



Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan
yang khas dan estetis;



Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;



Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,
dan masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi
Kebakaran (RISPK):


Ada Perda Bangunan Gedung;

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

196



Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;



Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi
resiko tinggi;



Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP
No.26/2008 ttg Tata Ruang;



Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,
dan masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan
Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:


Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman
Tradisional-Bersejarah;



Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;



Ada DDUB;



Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun
anggaran;



Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman
tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang
publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh
unsur tradisionalnya;



Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,
dan masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi
Kebakaran:


Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala
Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);



Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap
pembahasan dengan DPRD);



Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;



Ada lahan yg disediakan Pemda;

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

197



Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,
dan masyarakat;



Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan
Lingkungan:


Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;



Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat
peribadatan, terminal, stasiun, bandara);



Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas
sosial masyarakat (taman, alun-alun);



Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

7.3

Sistem Penyediaan Air Minum

7.3.1

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Sub bidang air minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan
meningkatkan pelayanan air minum di perdesaan maupun perkotaan,
khususnya bagi masyarakat miskin di kawasan rawan air. Selain itu
meningkatkan

keikutsertaan

swasta

dalam

investasi

dalam

pembangunan sarana air minum di perkotaan.
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam pengembangan sistem
pengadaan air minum antara lain :
1. Peran kabupaten/kota dalam pengembangan wilayah
2. Rencana pembangunan kabupaen/kota
3. Memperhatikan

kondisi

alamiah

dan

tipologi

kabupaten/kota

bersangkutan, seperti struktur dan marfologi tanah, tipoografi dan
sebaginya.
4. Pembangunan

dilakukan

dengan

pendekatan

pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
5. Dalam penyusunan RPJIM harus memperhatikan Rencana Induk
Sistem Pengembangan air minum.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

198

6. Logical Frework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi
pengelolaan air minum.
7. Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada setiap tahapan
penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan
pada setiap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk
maupun dalam perencanaan teknik.
Memperhatikan perundangan dan peraturan serta pedoman dan
petunjuk yang tersedia. Kabupaten Wajo merupakan salah satu
Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang pada saat ini berkembang
cukup pesat, baik jumlah penduduk maupun pembangunan sarana kota.
Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan air bersih tidak lagi sematamata digunakan untuk minum, masak dan mencuci, namun juga untuk
kepentingan pembangunan sarana dan prasarana lain, antara lain adalah
pertamanan kota, pemadam kebakaran fan peternakan, disamping itu
juga merupakan penunjang dalam mencapai target kesehatan.
Secara umum kondisi eksisting sistem penyediaan air minum di
Kabupaten Wajo yang dikelola langsung oleh Perusahaan Daerah Air
Minum adalah sbb:


Kapasitas sistem terpasang

: 40,5 ltr/detik



Total kapasitas produksi

: 43,8 ltr/detik



Total kapasitas distribusi

: 22,9 ltr/detik



Tingkat kebocoran

: 47 %



Jumlah penduduk terlayani

: 26,970

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

199

7.3.2

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,dan Tantangan
Tabel 7.1. Data Eksisting Air Minum Kabupaten Wajo

NO
1

2

3

PERKOTAAN
(SENGKANG)

JENIS

IKK

PERDESAAN

Tingkat Pelayanan
-

Total Kapasitas Produksi

118,5 ltr/dtk

-

-

-

SR/HU

7,123

-

-

-

PresentasePelayanan

9,69

-

-

-

Total (unit)

-

14

176

-

Ada Sistem Pipa

-

13

32

-

IKK yang rawan pipa

-

13

151

Distribusi

-

Pipa ACP

-

Pipa PVC 4,3,2 inci

-

Pipa GIP

-

Pipa GIP

-

Pipa Transmisi GIP

-

Pipa PC

-

Pipa PVC

Sumber Air Baku

Sungai

4 inci
-

Sumur dalam

-

Air Tanah dalam

-

Cekdam

-

Mata Air

-

Mata Air

-

Cekdam

-

Sungai

-

Air Tanah

-

Air
Permukaan

dalam

Sumber : PDAM Kab. Wajo

7.3.3

Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
 Area Pelayanan
Pada saat ini PDAM Kabupaten Wajo telah mempunyai instalasi
pengelolaan air minum dengan menggunakan sistem perpompaan air
dari Intake kemudian didistribusikan kepengguna secara grafitasi,
mulai didistribusikan dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana
pendukung. Ada beberapa faktor membuat PDAM terbatas dalam
melayani pelanggan yaitu :

1. Terbatasnya dana investasi
Peralatan-peralatan yang digunakan PDAM kabupaten wajo
seperti mesin pompa, water meter, pipa transmisi/distribusi
sudah berumur sangat tua yaitu dari sejak tahun 1939 hingga
sekarang, dengan kondisi seperti itu pengelolaan air baku

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

200

sebagai air minum tidak maksimal sehingga kualitas serta
kuantitas air masih sangat rendah dan ini mejadi kendala bagi
PDAM

dalam

meningkatkan

pelayanan

air

minum

bagi

pelanggan.

2. SDM yang masih terbatas
PDAM kabupaten wajo belum memiliki staf ahli yang membidangi
ilmu tentang keairan dan lingkungan atau tidak ada pegawai
PDAM kabupaten yang bergelar sarjana teknik.

3. Rendah minat masyarakat terhadap pemakaian air PDAM
Sebagian

besar

masyarakat

mengutamakan sumber mata

di

kabupaten

wajo

air tanah dalam

lebih

untuk di

manfaatkan sebagai air minum, hal ini di karenakan air yang
mereka manfaatkan selama ini sebagai air minum, lebih jernih
dibanding dengan air dari PDAM.
 Tingkat pelayanan total
Cakupan pelayanan PDAM baru pada daerah perkotaan yaitu
Ibukota Kabupaten Wajo (Kota Sengkang) yakni Kecamatan Tempe
dan Tanasitolo, atau cakupan pelayan air minum baru mencapai
48,80%. Layanan sambungan terpasang (SL) 5.450 dan diperkiraan
masih banyak masyarakat yang belum terlayani terutama di daerah
pedesaan. Cakupan pelayanan air minum di Daerah pedesaan baru
mencapai 71,15% dari seluruh penduduk pedesaan, yang meliputi
sisitem perpipaan 9,20% dan sisitem non perpipaan 90,8%. Semua
pelayanan air minum dipedesaan tidak dikelola oleh PDAM akan
tetapi swadaya masyarakat maupun inverstasi swasta.
Analisis Kebutuhan Air
Analisa Kebutuhan air
Proyeksi jumlah penduduk domestik yang terlayani PDAM
Kabupaten Wajo sampai tahun 2014 penduduk + 62.626 jiwa atau
sekitar 71 % dari jumlah penduduk daerah pelayanan.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

201

Pemakaian rata-rata sambungan rumah (SR) meningkat dari
0,0057 lt/dt menjadi 0,0081 lt/dt pada tahun 2014.
Proyeksi kebocoran PDAM akan ditekan dari 39,10 % tahun 2008
menjadi 25,60 % pada akhir tahun 2014.
Kebutuhan air rata-rata meningkat dari 33,923 lt/dt pada tahun
2009 menjadi 0,057 lt/dt pada tahun 2013. atau Total kebutuhan air
maksimum (produksi) tahun 2013 adalah 63,914 lt/dt.
Konsumsi Air
Komsumsi air rata-rata SR masih kecil, jauh dibawah yang
diharapkan yaitu 13,8 m3/pel/bulan pada tahun 2007. indikasi ini
terjadi

antara lain; jam layanan 1 kali dalam 2 hari, kondisi/usia

watermeter rata-rata diatas 5 tahun dan kontrol dan pengawasan
pembacaan water meter pelanggan.
7.3.4

Program dan Kriteria Kesiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan
Pengembangan SPAM
Program-Program Pengembangan SPAM
Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat sebagai
berikut:
Program SPAM IKK
Kriteria Program SPAM IKK adalah:
Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM
Kegiatan:


Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi
utama)



Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah
(SR) total

Indikator:


Peningkatan kapasitas (liter/detik)



Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

202

Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah:
Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK
Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total
SR untuk MBR
Indikator:


Peningkatan kapasitas (liter/detik)



Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM

Program Perdesaan Pola Pamsimas
Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah:
Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM
Kegiatan:


Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi
utama)



Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah
(SR) total

Indikator:


Peningkatan kapasitas (liter/detik)



Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

Program Desa Rawan Air/Terpencil
Kriteria Program SPAM IKK adalah:
Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air
baku relatif sulit)
Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi
utama
Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM
Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)
yang disusun berdasarkan:

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

203

1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air;
3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;
4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat;
5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.
7.4

Penyehatan Lingkungan Permukiman

7.4,1

Air Limbah

7.4.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penanganan masalah pengelolaan air limbah dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah kabupaten Wajo sifatnya mutlak, tetapi bisa secara
berkala

dikembangkan/disediakan

untuk

penduduk.

Prioritas

pengembangan pada daerah-daerah yang belum terjangkau.
7.4.1.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
Tabel 7.2. Kondisi Eksisting Prasarana Dan Sarana Air Limbah
Kota Sengkang Kabupaten Wajo
No

Jenis Sarana Dan
Jumlah (Unit Tahun 2010 - 2014)
Prasarana
2010
2011
2012
2013
2014
1
2
3
4
5
6
7
I
Sarana Air
Limbah
1
Truk Tinja
1
1
1
1
1
2
IPLT
3
IPAL
Sumber : BLHD dan Tarkim Kab. Wajo

Kondisi
8

Baik

Prasarana pengelolaan limbah di Kabupaten Wajo perlu perhatian
yang lebih. Hal ini karena terkait langsung dengan derajat kesehatan
masyarakat. Sistem pembuangan limbah yang terdapat di Kabupaten
Wajo dapat dibedakan menjadi dua yaitu; sistem buangan rumah tangga
biasanya langsung dibuang atau dialirkan ke sungai atau saluran
pematsan. Sedangkan untuk pemukiman yang terdapat di pusat kota
sebagian sudah menggunakan sistem septick tank.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

204

Kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran di Kabupaten
Wajo adalah kegiatan yang berasal dari rumah tangga inilah yang
berkonstribusi membuang limbah paling banyak yaitu berkisar ± 70%.
Jika dibandingkan kegiatan-kegiatan lain yang hanya sekitar ± 15-20 %
saja. Untuk mengolah limbah cair rumah tangga, Pemerintah Kabupaten
Wajo telah mengupayakan bantuan dan fasilitas berupa pembangunan
IPAL komunal bagi industri skala kecil dan rumah tangga.
Sebagian

besar

masyarakat

Kabupaten

Wajo

masih

menggunakan sistem pengelolaan air limbah on site berupa jamban
keluarga. Sarana sanitasi di rumah tangga hanya 0,06 % keluarga
memiliki jamban, dan yang tergolong jamban sehat sebesar 58 SR
sebesar 0,01 % dari jumlah jamban yang ada. Selebihnya penduduk
yang tinggal di tepi sungai dan danau memiliki jamban terapung yang
langsung terbuang ke sungai.
Pengelolaan limbah cair rumah tangga yang dilakukan masyarakat
Kabupaten Wajo sebagai berikut
a.

Membuang air limbah rumah tangga ke got/parit/saluran drainase
dekat rumahnya dengan atau tanpa melalui pipa.

b.

Membuang ke sungai/danau dengan atau melalui pipa.

c.

Menampung/meresapkan air limbah rumah tangga ke dalam
lubang/kubangan terbuka yang dibuat dekat kamar mandi.

d.

Memakai air limbah rumah tangga untuk menyiram jalan.
Permasalahan Mendesak berdasarkan KKL untuk sektor Air

Limbah di Kabupaten Wajo antara lain:
a.

20% penduduk masih melakukan perilaku buang air besar
sembarangan (BABS);

b.

Masih terdapat pembuangan black water

secara langsung ke

sepanjang sungai dan Danau Tempe tanpa pengolahan
c.

IPLT (Instalasi Pengolahan Limbah Tinja) yang ada di Kabupaten
Wajo kondisinya tidak berfungsi secara optimal.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

205

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan
Sistem Air Limbah adalah menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi
sistem pengelolaan air limbah kota. Melakukan analisis atas dasar
besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan
kota (development need).
Pada bagian ini Kab./Kota harus menguraikan kebutuhan komponen
pengelolaan air limbah secara teknis dan non teknis baik sistem setempat
individual, komunal maupun terpusat skala kota, serta memperlihatkan
arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.
Analisis yang terkait dengan kebutuhan air limbah adalah analisis sistem
pengelolaan air limbah (on site dan off site), analisis jaringan perpipan air
limbah untuk sistem terpusat, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta
analisis ekonomi.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

206

Aspek Teknis
1. Aspek
Pengembangan
Sarana dan
Prasarana

PERSENTASE TEMPAT BUANG AIR BESAR
DI KABUPATEN WAJO

User Interface
3% 1%
4% 7%

Jamban pribadi
4% 1%

MCK/WC Umum

0%

Ke WC helikopter

3%

Ke sungai/pantai/laut
Ke kebun/pekarangan
77%

Ke selokan/parit/got
Ke lubang galian
Lainnya,
Tidak tahu

Keterangan :
- Jumlah Penduduk Kabupaten Wajo Tahun 2014 : 39.044 Jiwa
- Jumlah Penduduk Perkotaan Tahun 2014 : 64.812 Jiwa
- Akses Jamban Pribadi : 77%
- Akses MCK : 3%
- WC Gantung (Cubluk) : 4%

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

207

Pengumpulan &
Penampungan /
Pengolahan Awal

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

61
78

82

74

Tangki septik suspek
aman
Tangki septik suspek
tidak aman

39
23
Strata 1

18
Strata 2

Strata 3

26
Strata 4

Keterangan :
- Akses Jamban Pribadi dengan Tangki Septik Aman : 76%
- Akses Jamban Pribadi dengan Tangki Septik Tidak Aman : 24%
Pengangkutan /
Pengaliran:

- Penyedotan tinja hanya berdasarkan kebutuhan masyarakat
- Kurangnya mobil penyedot tinja yang ada

Pengolahan Akhir
Terpusat

- Tidak berfungsinya dengan baik IPLT

Daur Ulang /
Pembuangan

- Tidak adanya proses pengolahan limbah

Akhir:

Perencanaan
Teknis dll.

- Belum adanya Master Plan Air Limbah

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

208

Aspek Non Teknis
2. Aspek

Keterbatasan anggaran APBD sehingga pembangunan ataupun

Pendanaan

rehabilitasi menjadi terhambat

3. Aspek

Terbatasnya Pengelola di bidang Limbah, sehingga menghambat

Kelembagaan

tersosialisasinya di lingkungan masyarakat

4. Aspek
Peraturan
Belum adanya peraturan daerah mengenai pengelolaan limbah di
Perundangan dan
tingkat Kabupaten
Penegakan
Hukum

5. Aspek Peran
Serta Masyarakat

Tingkat kesadaran masyarakat untuk menggunakan jamban yang

dan Dunia Usaha

layak termasuk pengelolaan air limbah masih rendah

/ Swasta
Masyarakat belum terbiasa untuk menjalankan pemeliharaan
sarana pengolahan air limbah domestik yang telah dibangun
Ketergantungan kepada pemerintah masih tinggi
6. Aspek
Komunikasi, PMJK Penyuluhan atau semacamnya untuk Limbah masih rendah
dll

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

209

7.4.1.3 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah
Program Pembangunan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (onsite) dan Komunal
Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem setempat dan komunal
Kriteria Lokasi


Kawasan rawan sanitasi (padat, kumuh, dan miskin) di perkotaan
yang

memungkinkan

penerapan

kegiatan

Sanitasi

berbasis

masyarakat (Sanimas);


Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

Lingkup Kegiatan:


Rekruitmen dan pembiayaan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL)
untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat;



pelatihan TFL secara regional termasuk refreshing/coaching;



pengadaan material dan upah kerja untuk pembangunan prasarana
air limbah (septic tank komunal, MCK++, IPAL komunal);



TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan
pelatihan KSM/mandor/tukang dan pemberdayaan masyarakat;



pembangunan jaringan pipa air limbah dan IPAL untuk kawasan
RSH;



membangun/rehabilitasi unit IPLT dan peralatannya dalam rangka
membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan;



sosialisasi/diseminasi

NSPM

pengelolaan

Sanitasi

Berbasis

Masyarakat dan pengelolaan Septic Tank;


produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;



penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan
masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Kriteria Kesiapan:


Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah
mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;



tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah
dibebaskan);

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

210



sudah terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk
dokumen lelang (non Sanitasi Berbasis Masyarakat), termasuk draft
dokumen RKM untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat ;



sudah ada MoU antara Pengembang dan pemerintah kab./kota (IPAL
RSH);



sudah terdapat institusi yang nantinya menerima dan mengelola
prasarana yang dibangun;



pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya
operasi dan pemeliharaan.

7.4.2

Persampahan

7.4.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun
pemerintah kabupaten/kota memiliki tugas yang sama yaitu menjamin
terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan
lingkungan sesuai dengan tujuan pengaturan dalam undang-undang.
Berdasarkan

PP

No

pengelolaan

sampah

81

Tahun

atau

2012

kebersihan

tentang

penyelenggaraan

merupakan

urusan

yang

diserahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah
Daerah melalui Dinas Tata Ruang dan Permukiman serta Dinas terkait
lainnya menyelenggarakan pengelolaan kebersihan kota sesuai dengan
norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang di tetapkan
pemerintah.

Penyelenggaraan

pengelolaan

sampah

yang

menjadi

wewenang pemerintah kabupaten/kota tersebut antara lain : penyediaan
tempat

penampungan

sampah,

alat

angkut

sampah,

tempat

penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan atau
tempat pemrosesan akhir sampah.
Beban kerja pengelolaan sampah dan kebersihan kota semakin hari
semakin bertambah banyak dan kompleks. Kompleksitas masalah tidak
hanya dalam teknis, tetapi juga dalam hal sosial kemasyarakatan,
ekonomi, lingkungan dan bahkan politik dan keamanan.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

211

7.4.2.2

Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
Tabel 7.3. Eksisting Persampahan Kabupaten Wajo Tahun 2014

No
1
I

II

Jenis Sarana Dan
Prasarana
2
Sarana Persampahan
TPA Cempalagi
TPS

2010
3

Jumlah (Unit Tahun 2010 - 2014)
2011
2012
2013
2014
4
5
6
7

1
513

1
513

1
513

1
513

1
513

Prasarana
Persampahan
Wheel Loader
Dump Truck
Excavator
Buldozer
Arm Roll Truck
Truck

6
1
1
4
2

6
1
1
4
2

6
1
1
4
2

6
1
1
4
2

6
1
1
4
2

Container

10

10

10

10

10

Roda Tiga Pick Up

3

3

3

3

3

Motor Sampah

10

10

10

10

10

Gerobak Sampah
Mesin Babat Rumput

3
16

3
16

3
16

3
16

3
16

Kondisi
8
TPA Cempalagi
TPS

3 Baik, 3 Rusak Ringan
Rusak berat
2 Baik, 2 Rusak Ringan
1 Baik, 1 Rusak Berat
5 Baik, 3 Rusak Ringan,
2 Rusak Berat
3 Baik
7 Rusak Ringan 3
Rusak Berat
8 Baik, 8 Rusak Ringan

Sumber : TRKP Kab. Wajo Tahun 2014

Pengelolaan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani penduduk
terhadap sampah yang dihasilkannya, yang secara tidak langsung turut
memelihara kesehatan mayarakat serta menciptakan suatu lingkungan
bersih, baik, dan sehat dengan perkembangan penduduk yang diiringi
dengan aktivitas manusia yang lebih lua serta adanya jenis sampah
akibat dari kemajuan teknologi yang sulit terurai, maka sampah
menimbulkan masalah bagi lingkungan, permasalahan ini menuntut
perlunya dikelola secara profesional.
Sampah di Kota Sengkang yang terangkut adalah 336.498 m 3
atau 90 % dari 373.887 m 3 total timbulan sampah. Kawasan di Kota
Sengkang yang berpotensi memiliki permasalahan pengelolaan sampah
antara lain di pertokoan dan pasar, Sedangkan pengelolaan sampah
domestik pada umumnya dilakukan oleh masyarakat sendiri dangan
cara penimbunan dan pembakaran.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

212

Pengelolaan sampah rumah tangga berdasarkan hasil Studi
EHRA hanya 9% yang dinilai cukup baik antara lain : Dikumpulkan dan
dibuang ke TPS; sebagian besar belum mengelola sampahnya dengan
baik antara lain : dibakar (43%0, dibuang ke dalam lubang tetapi tidak
ditutup dengan tanah (7%), dibuang ke sungai/kali/laut/danau (14%),
dibiarkan

saja

sampai

membusuk

(1%),

dibuang

ke

lahan

kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk (25%), dll (1%).
Permasalahan Mendesak pada Sektor Persampahan yang ada di
Kabupaten Wajo yakni :
a. Hanya 9% penduduk yang terlayani pengangkutan sampah
b. Terdapat beberapa titik penumpukan dan pembakaran sampah liar
c. Sistem open dumping sudah tidak sesuai lagi sebagai sarana
pengelolaan sampah di Kota Sengkang.

Aspek Teknis
1. Aspek Pengembangan
Sarana dan Prasarana

Pengelolaan Sampah pada Rumah Tangga berdasarkan hasil
survei EHRA :
%

User Interface

PENGELOLAAN
SAMPAH
BERDASARKAN
STRATA DI
KABUPATEN
WAJO

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Strata 0
0

Strata 1
6,25

Stara 2
0

Strata 3
0

Strata 4
0

Dibuang ke lahan kosong

5

12,5

30,65326633

32,5

15

Dibiarkan saja sampai membusuk

0

1,25

3,015075377

1

0

12,5

10

6,532663317

17,5

30

0

5

6,030150754

10,5

2,5

Lain-lain

Dibuang ke sungai
Dibuang ke dalam lubang tetapi
tidak ditutup dgn tanah
Dibakar

82,5

32,5

52,26130653

27

52,5

Dikumpulkan dan dibuang ke TPS

0

32,5

1,507537688

11

0

Dikumpulkan oleh kolektor
informal yang mendaur ulang

0

0

0

0,5

0

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

213

Keterangan :
- Pengangkutan Sampah dilakukan sebesar : 45%
- Produksi Sampah Kabupaten Wajo per hari = 40 Ton/Hari
Prakterk Pemilahan Sampah
PRAKTIK PEMILAHAN SAMPAH OLEH RUMAH TANGGA DI
KABUPATEN WAJO
100%
90%
80%

33,33333333

70%
60%
100 94,44444444

50% 96,42857143

Tidak
dipilah/dipisahkan
Dipilah/Dipisahkan

40%
30%

66,66666667

20%
10%
0% 3,571428571
1

2

0
3

5,555555556
Total

Strata

Keterangan :
Pemilahan sampah yang sudah dilakukan oleh RT : 5,5%

Pengumpulan setempat

Penampungan
Sementara (TPS):
Pengangkutan:

- Sampai saat ini Gerobak Sampah yang ada di Kab. Wajo
sebanyak 3 Unit
- Sampai saat ini Gerobak Motor Sampah yang ada di Kab. Wajo
sebanyak 10 Unit
Belum efektifnya penerapan Peraturan Daerah tentang
Persampahan di Kabupaten
- Jumlah Dump Truck yang ada di Kab. Wajo saat ini sebanyak 6
Unit
- Jumlah Arm Roll Truck yang ada di Kab. Wajo sampai saat ini
sebanyak 4 Unit

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

214

(Semi) Pengolahan Akhir
Terpusat
Daur Ulang / Tempat
Pemrosesan Akhir:

- 94,4% masih belum melakukan pemilahan.
- TPA Cempalagi (Lama) dengan sistem Open Dumping masih di
fungsikan
- TPA yang sementara dalam tahap pembangunan dengan
rencana Sistem Sanitary Lanfill Tahun 2015

7.4.2.3

Analisis Kebutuhan Persampahan
Uraian faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan
persampahan kota, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat
(basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development
need).
Pada bagian ini Kabupaten/Kota harus menguraikan kebutuhan
komponen pengelolaan persampahan yang meliputi aspek teknis
operasional (sejak dari sumber sampai dengan pengolahan akhir
sampah), aspek kelembagaan, aspek pendanaan, aspek peraturan
perundangan

dan

aspek

peran

serta

masyarakat,

serta

memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang
telah disepakati.
Analisis yang terkait dengan kebutuhan persampahan adalah
analisis sistem pengelolaan persampahan, analisis kualitas dan
tingkat pelayanan serta analisis ekonomi.
7.4.2.4

Program dan Kriteria Kesiapan Pengelolaan Persampahan
Pembangunan Prasarana TPA
Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pemrosesan akhir sampah (TPA)
Lingkup Kegiatan :
Peningkatan Kinerja TPA


Pembuatan tanggul keliling TPA, infrastruktur jalan , perbaikan
saluran gas dan saluran drainase serta pembuatan sel dan lapisan
bawah yang kedap sesuai persyaratan sanitary landfill;

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

215



Pengadaan alat berat (excavator dan dan setelah TPA selesai
dibangun dan pemerintah kab./kota bersedia mengoperasikan
TPA secara sanitary landfill;



Pembuatan jalan akses, pagar hijau (buffer zone) di sekeliling
TPA, pembangunan pos pengendali, sumur pemantau,

kantor

operasional oleh pemerintah kab./kota ;


Pemerintah

kab./kota

bersedia

menyediakan

dana

untuk

pengolahan sampah di TPA serta pengadaan alat angkut sampah
(melalui MoU Pemda dan Dit. PPLP);


TOT

kepada

Tim

Pelatih

Kabupaten/Kota

untuk

dapat

melaksanakan pelatihan operator Instalasi Pengolahan Leachate
(IPL);


Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPL;



Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;



Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan
layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Pengembangan TPA Regional


Penyiapan MOU antara 2 (dua) atau lebih kab./kota untuk
pengelolaan TPA bersama secara regional;



Penetapan daerah yang akan memanfaatkan TPA, serta yang
bersedia menyediakan lahan sebagai lokasi TPA regional;



Penyerahan urusan pengelolaan teknis TPA regional kepada
Provinsi,

selanjutnya

Pemerintah

Provinsi membentuk

unit

pelaksana teknis pengelolaan TPA regional;


Fasilitasi pembentukan unit pelaksana teknis pengelolaan TPA
regional.

Pemanfaatan Prasarana dan Sarana yang ada


Rehabilitasi Prasarana Sarana;



Melengkapi Prasarana Sarana yang telah ada;



Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan.

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

216

Penyediaan Prasarana dan Sarana Persampahan atau Pembinaan
Sistem Modul Persampahan:


Pengadaan dan penambahan peralatan;



Pembangunan Prasarana dan sarana;



Pilot Project TPA.

Piranti Lunak


Peningkatan kelembagaan;



Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta;



Penyiapan hukum dan kelembagaan.

Kriteria Kesiapan
Kondisi dan persyaratan perolehan program tersebut di atas adalah:
a. Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau
sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;
b. Adanya minat/permohonan dari Pemerintah Kabupaten/Kota untuk
prasarana yang direncanakan;
c. Adanya dokumen Master Plan Persampahan/Studi/DED;
d. Adanya kesiapan lahan;
e. Adanya kesiapan institusi pengelola.
Pembangunan Prasarana Persampahan 4R
Prinsip 4R yaitu : Reduce (Mengurangi) , sebisa mungkin lakukan
minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak
kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Reuse
( Memakai kembali) , sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa
dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali
pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang
sebelum menjadi sampah. Recycle ( Mendaur Ulang), yaitu sebisa mungkin,
barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa di daur ulang. Replace
(Mengganti), teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang yang
hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama, pakai
barang yang ramah lingkungan , gantilah kantong kresek dengan keranjang

SATGAS RPIJM KABUPATEN WAJO

217

dan jangan menggunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa
didegradasi secara alami.
Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pengolahan sampah terpadu 4R
Lokasi:


Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan penerapan
kegiatan berbasis masyarakat;



Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

Lingkup Kegiatan:


Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai pengelola),
penyusunan rencana kegiatan;



Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah, alat
komposting;



Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 4R dapat difungsikan sebagai pusat
pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang atau penanganan
sampah lainnya dari kawasan yang bersangkutan;



TOT kepada Tim