Efek Larvisid Infusa Kulit Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth) Terhadap Culex sp.

(1)

iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

EFEK LARVISID INFUSA KULIT JENGKOL (Pithecollobium lobatum Benth)TERHADAP Culex sp

Pengendalian nyamuk sebagai vektor suatu penyakit dapat dilakukan secara kimiawi, antara lain menggunakan temefos yang telah menimbulkan resistensi. Sebagai alternatif, digunakan larvisida nabati salah satunya kulit jengkol yang mempunyai keuntungan daya urai cepat sehingga tidak ada residu yang tertinggal dan penggunaannya aman. Berdasarkan penelitian pada tahun 2007, kulit jengkol memiliki efek sebagai larvisida terhadap larva Aedes aegypti. Pemanfaatan kulit jengkol sebagai larvisida dapat mengurangi limbah organik. Tujuan penelitian untuk mengetahui efek larvisid infusa kulit jengkol (IKJ) terhadap Culex sp. Larva yang digunakan sebanyak 720 ekor yang dibagi dalam enam kelompok perlakuan dengan empat kali pengulangan. Desain penelitian eksperimental sungguhan dengan rancangan acak lengkap (RAL) bersifat komparatif. Data yang diukur adalah jumlah larva mati setelah pengamatan 24 jam. Analisis data persentase jumlah larva mati menggunakan ANAVA satu arah dan dilanjutkan uji Tukey

HSD dengan α= 0,05. Hasil penelitian menunjukkan rerata larva mati kelompok I (IKJ 10%), II (IKJ 20%), III (IKJ 40%), IV (IKJ 80%) setelah 24 jam berturut-turut sebesar 1.98%, 3.56%, 3.77%, dan 4.41% berbeda sangat bermakna (p<0.01) dengan kelompok V (akuades) sebesar 0.00%. LD50 larvisida infusa kulit jengkol 24 jam berkisar pada dosis 45.95%. Kesimpulan : Infusa kulit jengkol memiliki efek larvisid terhadap Culex sp.

Kata kunci : Pithecollobium lobatum Benth, kulit jengkol, larvisida, Culex Amanda Caesaria, 2010, Pembimbing I : Dr. Susy Tjahjani, dr.M.Kes


(2)

v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

THE LARVICIDE EFFECT OF JENGKOL RIND INFUSION (Pithecollobium lobatum Benth) AGAINST CULEX sp

Control of mosquito as vector of disease can be carried out chemically by using temephos which already causes resistance. Alternatively we can use jengkol rind as natural larvicide which is biodegradable and safe. Based on research that was done in 2007, jengkol rind has the larvicide effect against Aedes aegypti larvae. Utilizing jengkol rind as larvicide can reduce organic waste. The objective of this research is to know the larvicide effect of jengkol rind infusion (JRI) against Culex sp. larvae. This research using 720 larvae which divided into six group with four times replication. Experimental comparative with Randomize Trial Design (RAL) was done. Total dead larvae was measured after 24 hours. The dead larvae percentage was analyzed using one way ANOVA and then continued with Tukey with a=0,05. The result of this research showed that the average dead larvae of group I (JRI 10%), II (JRI 20%), III (JRI 40%), and IV (JRI 80%) was 1.98%, 3.56%, 3.77%, 4.41% higher than aquadest (p<0.01). LD50 jengkol rind infusion larvacide in 24 hours is around 45.95%. The conclusion : Jengkol rind infusion has the larvicide against Culex sp.

Keyword: Pithecollobium lobatum Benth, jengkol rind, larvicidal, Culex.

Amanda Caesaria, 2010, Tutor I : Dr. Susy Tjahjani, dr.M.Kes Tutor II : Dra. Rosnaeni, Apt.


(3)

viii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ………...... ii

SURAT PERNYATAAN ………. iii

ABSTRAK ………...... iv

ABSTRACT ………... v

KATA PENGANTAR ………...... vi

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ………...... xi

DAFTAR GAMBAR ………....... xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……… 2

1.3 Maksud dan Tujuan ………... 3

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ………. 3

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ………... 3

1.5.1 Kerangka Pemikiran ……….. 3

1.5.2 Hipotesis ……… 4

1.6 Metodologi Penelitian ……….. 4

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nyamuk…..………... 5

2.2 Culex sp. ………...………... 6


(4)

ix

2.2.2 Siklus Hidup Nyamuk Culex ………. 6

2.2.3 Culex Sebagai Vektor Penyakit ………...……….. 8

2.2.3.1 Filariasis ……….…………...……… 8

2.2.3.1.1 Patogenesis ……… 10

2.2.3.1.2 Gejala dan Tanda Filariasis ………... 11

2.2.3.1.3 Diagnosis ...………. 12

2.2.3.1.4 Terapi dan Pencegahan .………. 12

2.2.3.2 Japanese Encephalitis ……... 13

2.3 Larvisida... 15

2.3.1 Larvisida sintetis ………... 15

2.3.2 Larvisida nabati ……….… 15

2.4 Temefos ………... 15

2.5 Jengkol ……...………... 16

2.5.1 Taksonomi dan Botani Jengkol …...... 16

2.5.2 Kulit Jengkol ... 18

BAB III ALAT, BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan / Subjek Penelitian ... 20

3.1.1 Bahan dan Alat Penelitian ... 20

3.1.2 Subjek Penelitian ... 3.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20 21 3.2 Metodologi Penelitian ... 21

3.2.1 Desain Penelitian ... 21

3.2.2 Variabel Penelitian ... 21

3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 21

3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 22

3.2.3 Besar Sampel Penelitian ... 22


(5)

x

3.2.4.1 Persiapan Bahan Uji ... 23

3.2.4.2 Persiapan Hewan Coba ... 23

3.2.4.3 Cara Kerja ... 23

3.2.5 Cara Pemeriksaan ... 24

3.2.6 Metode Analisis ... 24

3.2.6.1 Hipotesis Statistik ... 24

3.2.6.2 Kriteria Uji ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan ... 25

4.2 Pengujian Hipotesis …... 27

4.3 Kesimpulan ... 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 29

5.1.1 Kesimpulan Utama ……… 29

5.1.2 Kesimpulan Tambahan ……….. 29

5.2 Saran ... 29

Daftar Pustaka... 30

Lampiran... 34


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi Gizi per 100 gram Biji Jengkol... 18 Tabel 4.1 Jumlah larva yang mati pada pengamatan 24 jam sebelum

transformasi... 25 Tabel 4.2 Tabel uji ANAVA setelah perlakuan 24 Jam... 26 Tabel 4.3 Uji Tukey HSD hasil transformasi fungsi Ln(y+1)... 26


(7)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Siklus hidup nyamuk... 7

Gambar 2.2 Larval comparisons... 8

Gambar 2.3 Siklus hidup Wuchereria bancrofti…..... 10

Gambar 2.4 Daun jengkol…... 15


(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Perhitungan Dosis ... 34

Lampiran 2 Pembuatan Infusa Kulit Jengkol ... 35

Lampiran 3 Oneway ... 36

Lampiran 4 Tabel Post Hoc Test ... 37

Lampiran 5 Tabel Homogenous Subsets ... 38

Lampiran 6 Probit analisis ... 39


(9)

34 Universitas Kristen Maranatha

Lampiran 1 : Perhitungan Dosis

Perhitungan dosis infusa kulit jengkol (IKJ)

Penelitian yang dilakukan menggunakan variabel dosis IKJ 10%, 20%, 40% dan 80%. Pembuatan dosis IKJ 10% dibuat dengan prosedur Farmakope Indonesia ed IV tahun 1995 sebagai berikut :

Untuk membuat 400 ml IKJ 10% diperlukan pengenceran dari IKJ 80% . IKJ 80% yang dibutuhkan = 80 x 400 ml = 320 ml

100

kemudian + akuades hingga 400 ml

Untuk dosis 40%, 20% dan 10% dihitung dengan menggunakan cara yang sama.

Perhitungan dosis Temephos

Dosis Temephos 1 ppm yang digunakan dalam penelitian adalah 0,1 mg Temephos didalam 100 ml air, didapat dari :

1 ppm = 1 mg Temephos didalam 1.000 ml air. Berarti didalam 100 ml dilarutkan 0,1 mg Temephos

= 0,1 mg Temephos didalam 100 ml air = 0.0001 g Temephos didalam 1 L air. = 0.0001%


(10)

35

Lampiran 2 : Pembuatan Infusa Kulit Jengkol

1. Untuk membuat IKJ dosis 10% dilakukan penimbangan kulit jengkol yang telah dihaluskan sebanyak 40 g (berat kering)

2. Kulit jengkol tersebut dimasukkan ke dalam panci infusa, ditambahkan akuades sebanyak 400 ml dan dipanaskan selama 15 menit dengan suhu 90°C. Setelah itu dilakukan penyaringan dengan kain flanel untul memisahkan ampas.

3. Dengan menggunakan ketentuan seperti ad.1 & 2 selanjutnya dilakukan sebagai berikut:

Dibuat infusa sebanyak 800 ml untuk IKJ dosis 20% Dibuat infusa sebanyak 1600 ml untuk IKJ dosis 40% Dibuat infusa sebanyak 3200 ml untuk IKJ dosis 80% Kemudian masing-masing dilakukan penguapan sampai 400 ml.

Ket: kapasitas panci infusa 1500 ml


(11)

36

Lampiran 3 : One way

Descriptives

Transformasi Ln (y+1)

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

IKJ 10 % 4 1.9845 .38509 .19254 1.3717 2.5973 1.47 2.40

IKJ 20 % 4 3.5593 .04633 .02316 3.4856 3.6330 3.54 3.63

IKJ 40 % 4 3.7730 .22471 .11236 3.4154 4.1305 3.54 4.00

IKJ 80 % 4 4.4122 .08426 .04213 4.2781 4.5462 4.31 4.51

Kontrol 4 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00

Pembanding 4 4.4627 .05796 .02898 4.3705 4.5550 4.39 4.51

Total 24 3.0319 1.62736 .33218 2.3448 3.7191 .00 4.51

ANOVA

Transformasi Ln (y+1)

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 60.277 5 12.055 342.170 .000

Within Groups .634 18 .035


(12)

37

Lampiran 4 : Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Dependent Variable: Transformasi Ln (y+1)

Tukey HSD (I) Kelompok perlakuan (J) Kelompok perlakuan Mean Difference (I-J) Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

IKJ 10 % IKJ 20 % -1.57478(*) .13273 .000 -1.9966 -1.1530

IKJ 40 % -1.78846(*) .13273 .000 -2.2103 -1.3667

IKJ 80 % -2.42766(*) .13273 .000 -2.8495 -2.0059

Kontrol 1.98450(*) .13273 .000 1.5627 2.4063

Pembanding -2.47824(*) .13273 .000 -2.9000 -2.0564

IKJ 20 % IKJ 10 % 1.57478(*) .13273 .000 1.1530 1.9966

IKJ 40 % -.21368 .13273 .603 -.6355 .2081

IKJ 80 % -.85288(*) .13273 .000 -1.2747 -.4311

Kontrol 3.55928(*) .13273 .000 3.1375 3.9811

Pembanding -.90345(*) .13273 .000 -1.3253 -.4816

IKJ 40 % IKJ 10 % 1.78846(*) .13273 .000 1.3667 2.2103

IKJ 20 % .21368 .13273 .603 -.2081 .6355

IKJ 80 % -.63920(*) .13273 .002 -1.0610 -.2174

Kontrol 3.77296(*) .13273 .000 3.3512 4.1948

Pembanding -.68977(*) .13273 .001 -1.1116 -.2680

IKJ 80 % IKJ 10 % 2.42766(*) .13273 .000 2.0059 2.8495

IKJ 20 % .85288(*) .13273 .000 .4311 1.2747

IKJ 40 % .63920(*) .13273 .002 .2174 1.0610

Kontrol 4.41216(*) .13273 .000 3.9904 4.8340

Pembanding -.05058 .13273 .999 -.4724 .3712

Kontrol IKJ 10 % -1.98450(*) .13273 .000 -2.4063 -1.5627

IKJ 20 % -3.55928(*) .13273 .000 -3.9811 -3.1375

IKJ 40 % -3.77296(*) .13273 .000 -4.1948 -3.3512

IKJ 80 % -4.41216(*) .13273 .000 -4.8340 -3.9904

Pembanding -4.46274(*) .13273 .000 -4.8845 -4.0409

Pembanding IKJ 10 % 2.47824(*) .13273 .000 2.0564 2.9000

IKJ 20 % .90345(*) .13273 .000 .4816 1.3253

IKJ 40 % .68977(*) .13273 .001 .2680 1.1116

IKJ 80 % .05058 .13273 .999 -.3712 .4724

Kontrol 4.46274(*) .13273 .000 4.0409 4.8845


(13)

38

Lampiran 5 : Homogeneous Subsets

Transformasi Ln (y+1)

Tukey HSD

Kelompok perlakuan N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4

Kontrol 4 .0000

IKJ 10 % 4 1.9845

IKJ 20 % 4 3.5593

IKJ 40 % 4 3.7730

IKJ 80 % 4 4.4122

Pembanding 4 4.4627

Sig. 1.000 1.000 .603 .999

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.


(14)

39

Lampiran 6 : PROBIT ANALISIS

* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *

DATA Information

16 unweighted cases accepted.

0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group.

MODEL Information

ONLY Normal Sigmoid is requested.

- - - - - -

* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *

Parameter estimates converged after 10 iterations. Optimal solution found.

Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):

Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.

ikj .02821 .00253 11.14597

Intercept Standard Error Intercept/S.E.

-1.29659 .11486 -11.28820

Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = 22.737 DF = 14 P = .065

Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity

factor is used in the calculation of confidence limits.

- - - - - -


(15)

40

* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *

Observed and Expected Frequencies

Number of Observed Expected

ikj Subjects Responses Responses Residual Prob

10.00 30.0 1.0 4.656 -3.656 .15519

10.00 30.0 2.0 4.656 -2.656 .15519

10.00 30.0 2.0 4.656 -2.656 .15519

10.00 30.0 3.0 4.656 -1.656 .15519

20.00 30.0 10.0 6.960 3.040 .23199

20.00 30.0 10.0 6.960 3.040 .23199

20.00 30.0 11.0 6.960 4.040 .23199

20.00 30.0 10.0 6.960 3.040 .23199

40.00 30.0 10.0 12.999 -2.999 .43329

40.00 30.0 16.0 12.999 3.001 .43329

40.00 30.0 15.0 12.999 2.001 .43329

40.00 30.0 11.0 12.999 -1.999 .43329

80.00 30.0 22.0 24.949 -2.949 .83162

80.00 30.0 24.0 24.949 -.949 .83162

80.00 30.0 25.0 24.949 .051 .83162

80.00 30.0 27.0 24.949 2.051 .83162


(16)

41

* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *

Confidence Limits for Effective ikj

95% Confidence Limits Prob ikj Lower Upper

.01 -36.49733 -53.06471 -24.66538 .02 -26.83573 -41.44475 -16.34556 .03 -20.70576 -34.08807 -11.05109 .04 -16.09442 -28.56460 -7.05759 .05 -12.34345 -24.08005 -3.80082 .06 -9.15079 -20.27007 -1.02171 .07 -6.35145 -16.93574 1.42129 .08 -3.84497 -13.95599 3.61444 .09 -1.56543 -11.25139 5.61441 .10 .53289 -8.76693 7.46050 .15 9.22050 1.45223 15.17098 .20 16.12513 9.46419 21.40894 .25 22.04870 16.21935 26.87894 .30 27.36824 22.15436 31.92250 .35 32.29759 27.50999 36.74015 .40 36.97505 32.44025 41.46333 .45 41.50056 37.05978 46.18362

.50 45.95432 41.46597 50.96918

.55 50.40807 45.74879 55.87811 .60 54.93358 49.99599 60.97073 .65 59.61105 54.29851 66.32165 .70 64.54040 58.75966 72.03378 .75 69.85994 63.51149 78.26053 .80 75.78350 68.74735 85.24982 .85 82.68813 74.79790 93.44919 .90 91.37574 82.35575 103.82099 .91 93.47406 84.17435 106.33294 .92 95.75360 86.14756 109.06429 .93 98.26008 88.31455 112.07021 .94 101.05942 90.73178 115.43031 .95 104.25208 93.48525 119.26592 .96 108.00305 96.71618 123.77631 .97 112.61439 100.68303 129.32644 .98 118.74437 105.94885 136.71176 .99 128.40596 114.23486 148.36554


(17)

42

80.00 70.00

60.00 50.00

40.00 30.00

20.00 10.00

% infusa kulit jengkol 1

0

-1

-2 Probit


(18)

43

Lampiran 7 : Foto Penelitian

Larva Culex sp.


(19)

44

Panci infusa


(20)

45 Universitas Kristen Maranatha

RIWAYAT HIDUP

Nama : Amanda Caesaria NRP : 0510086

Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 4 Januari 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Jati Blok A2 no.1 RT 02 / RW 09 Ciputat Tangerang 15413

Riwayat Pendidikan : Lulus TK Kutilang Jakarta, tahun 1992. Lulus SD Yapenka Jakarta, tahun 1998. Lulus SLTPN 68 Jakarta, tahun 2001. Lulus SMUN 6 Jakarta, tahun 2004.

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung


(21)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit tropis yang disebarkan melalui cucukan nyamuk merupakan masalah yang sering timbul di wilayah Indonesia. Jenis-jenis agen penyakit yang dapat ditularkan melalui nyamuk antara lain filariasis limfatik, malaria, demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, dan Japanese encephalitis. Oleh karena itu, penyebarannya harus dikendalikan dengan cara menekan populasi jumlah nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit (Hari Purnomo, 2005).

Culex sp. sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit Japanese encephalitis

dan filariasis limfatik, merupakan nyamuk yang distribusinya paling luas. Sampai saat ini filariasis limfatik atau yang disebut sebagai penyakit kaki gajah masih banyak ditemukan di beberapa daerah di Indonesia karena penyebarannya yang bersifat endemik. Cacing filaria penyebab penyakit ini akan masuk dan berkembang biak di dalam tubuh Culex setelah nyamuk mengisap darah penderita filariasis. Dengan cara ini penyakit filariasis akan semakin banyak menyebar dari satu penderita ke penderita lainnya (Maria, 2008).

Upaya untuk mengendalikan berbagai penyakit yang ditularkan melalui nyamuk dilakukan dengan mencegah cucukan dan atau memutus rantai hidup nyamuk secara fisik, kimiawi, dan alami. Berbagai cara untuk mencegah cucukan nyamuk secara fisik yaitu dengan melaksanakan program 3M (menguras, menutup, dan mengubur), memasang kasa pada jendela, ataupun menggunakan kelambu. Cara kimiawi yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan repelen, obat nyamuk bakar ataupun semprot. Sedangkan cara alami dengan menggunakan tanaman pengusir nyamuk seperti zodia (Evodia suaveolens), lavender (Lavandula latifolia), serai wangi

(Cymbopogon nardus), dan geranium (Geranium homeanum) (Salam, 2007;


(22)

2

Universitas Kristen Maranatha

Pemutusan rantai hidup nyamuk dapat dilakukan pada fase nyamuk dewasa dengan menggunakan insektisida kimiawi berupa fogging. Sedangkan pada fase larva dilakukan dengan cara kimiawi maupun alami, salah satunya adalah menggunakan temefos sebagai larvisida kimia. Tetapi penggunaan temefos dalam waktu lama telah memicu resistensi terhadap larva akibat seleksi genetik. Selain menimbulkan resistensi, insektisida kimia juga dapat menimbulkan keracunan pada manusia, resurgensi, serta menurunkan kualitas lingkungan (Fattah Rinjani, 2007; Daniel, 2008).

Salah satu insektisida alternatif yang berpotensi dalam mengendalikan populasi vektor yaitu dengan menggunakan larvisida nabati dari senyawa aktif yang terkandung dalam tumbuhan, contohnya seperti sirsak (Annona muricata Linn), srikaya (Annona squamosa Linn), sereh (Cymbopogan nardus L), pare (Momordica

charantia L), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb). Keuntungan dari

larvisida nabati yaitu mempunyai daya urai yang cepat sehingga tidak ada residu yang tertinggal dan penggunaannya aman Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diah Prastiwi Tanjung (2007), kulit jengkol pun dapat berefek sebagai larvisida terhadap larva Aedes aegypti karena kandungan senyawa-senyawanya yang bersifat insektisida. Pemanfaatan kulit jengkol yang tidak mempunyai nilai ekonomi merupakan salah satu upaya dalam menangani dan memanfaatkan limbah organik (Arda Dinata, 2008).

Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan penelitian apakah infusa kulit jengkol dapat berefek sebagai larvisida terhadap Culex sp.

1.2Identifikasi Masalah

Apakah infusa kulit jengkol (Pithecollobium lobatum Benth) berefek larvasid terhadap Culex sp


(23)

3

Universitas Kristen Maranatha 1.3Maksud dan Tujuan

Maksud penelitian ini untuk mencari larvisida alami sebagai alternatif yang lebih aman dan efektif.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek infusa kulit jengkol sebagai larvisida terhadap Culex sp.

1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah

Manfaat Akademis : Menambah wawasan pengetahuan mengenai efek

larvisida alami khususnya infusa kulit jengkol.

Manfaat Praktis : Menekan populasi jumlah nyamuk Culex sp

khususnya untuk daerah endemik filariasis dengan menggunakan infusa kulit jengkol sehingga penyakit filariasis dapat diberantas.

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Kulit jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) mengandung senyawa kimia asam fenolat, alkaloid, terpenoid, dan saponin. Tanin yang termasuk dalam kelompok senyawa fenol mempunyai kemampuan untuk menurunkan aktivitas enzim perncernaan dan mengganggu aktivitas protein pada dinding usus sehingga dapat menghambat pencernaan. Oleh karena itu, serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin yang tinggi akan memperoleh sedikit makanan sehingga akan terjadi penurunan pertumbuhan. Sedangkan senyawa saponin dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat anti-feedant dan toksik dengan bekerja merangsang kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon ekdison yang peningkatannya dapat menyebabkan kegagalan


(24)

4

Universitas Kristen Maranatha

metamorfosis. Senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai toksin tersebut akan masuk ke dalam tubuh larva bersama dengan makanan dan air yang masuk melalui mulut. Selanjutnya akan terjadi penetrasi racun di daerah usus tengah di mana daerah tersebut terdapat aktivitas absorpsi makanan. Adapun mekanisme racunnya berupa kerusakan pada jaringan epithelium usus tengah yang mengabsorpsi makanan. Kegagalan absorpsi tersebut mengakibatkan malnutrisi, sehingga pertumbuhan larva terhambat dan akhirnya terjadi kematian larva (Nunik St. Aminah, dkk, 2001; Arda Dinata, 2008).

1.5.2Hipotesis

Infusa kulit jengkol memiliki efek larvisid terhadap Culex sp.

1.6Metodologi Penelitian

Desain penelitian eksperimental sungguhan dengan Rancangan acak lengkap (RAL) bersifat komparatif. Efek larvisid infusa kulit jengkol diuji terhadap larva

Culex.

Data yang diukur adalah jumlah larva mati dari berbagai perlakuan setelah pengamatan 24 jam. Analisis data persentase jumlah larva yang mati menggunakan ANAVA satu arah dan bila bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan α= 0,05. LD50 dihitung dengan menggunakan Probit Analysis.

1.7 Lokasi dan Waktu

Lokasi : Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha


(25)

29 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Kesimpulan Utama

Infusa kulit jengkol (IKJ) mempunyai efek larvisid terhadap Culex sp.

5.1.2 Kesimpulan Tambahan

LD50 Infusa Kulit Jengkol berada pada kisaran dosis 45.95%.

5.2 Saran

Penelitian ini merupakan pendahuluan, perlu dilanjutkan dengan: 1. Menggunakan sediaan ekstrak kulit jengkol terhadap Culex sp. 2. Uji toksisitas IKJ pada hewan coba


(26)

30 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

ACMA. 2009. Biological Notes on Mosquitoes.

http://www.mosquitoes.org/LifeCycle.html. 1 November 2009. Anonim. 2010. History of Discovery: A Timeline.

http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2006/Lymphatic_filariasis/ Discovery.htm. 11 Januari 2010.

Arda Dinata. 2008. Ekstra Kulit Jengkol Atasi Jentik DBD.

http://artikel.prianganonline.com/index.php?act=artikel&aksi=lihat&id=274. 1 Maret 2009.

Asim A Jani. 2009. Japanese Encephalitis.

http://emedicine.medscape.com/article/233802-overview. 15 Januari 2010 .

CBN. 2007. Protein Jengkol Kalahkan Tempe.

http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cyberm ed|0|0|6|398. 10 Januari 2010.

CDC. 2008. Lymphatic Filariasis Fact Sheet.

http://www.cdc.gov/ncidod/dpd/parasites/lymphaticfilariasis/factsht_lymphatic_ filar.htm. 18 November 2009.

Colorado Mosquito Control. 2009. The Mosquito Life Cycle.

www.comosquitocontrol.com/images/Life%20Cycle.gif. 20 Januari 2010. Daniel. 2008. Ketika Larva dan Nyamuk Sudah Kebal Terhadap Insektisida.

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=643. 1 April 2009.

Dadang dan Djoko Prijono. 2008. Insektisida Nabati : Prinsip, Pemanfaatan, dan


(27)

31

Universitas Kristen Maranatha

Department of Environmental Protection. 2007. Mosquito Facts.

http://www.montgomerycountymd.gov/deptmpl.asp?url=/content/dep/mosquito/ facts.asp. 1 November 2009.

Depkes. 2001. Pithecellobium lobatum Benth.

http://free.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku3/3-110.pdf. 9 Januari 2010.

Dyah Haryuningtyas S dan Didik T Subekti. 2005. Dinamika Filariasis di Indonesia. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkzo05-38.pdf. 29 Desember 2009.

Entomology and Plant Pathology. 2009. General Mosquito Biology.

http://entoplp.okstate.edu/mosquito/lifecycle.html. 1 November 2009. Fattah Rinjani. 2007. Ekstrak Serai, Pengusir Nyamuk Alamiah.

http://fattahrinjani.blogspot.com/2008/05/ekstrak-serai-pengusir-nyamuk-alamiah.html. 30 April 2009.

Fischer, M., Griggs, A., Staples, J.E. 2008. Japanese Encephalitis (JE). http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2010/chapter-2/japanese-encephalitis.aspx. 18 November 2009.

Florakita. 2009. Tanaman Anti Nyamuk dan Penggunaannya.

http://www.duniaflora.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=2& artid=43. 10 Januari 2010.

GBIF. 2007. Culex pipiens (Northern House Mosquito). http://www.gbif.net/species/13452448. 11 Januari 2010

Hari Purnomo. 2005. Konsep Dasar Perjalanan Penyakit Secara Umum. http://chpss.org/publikasi/other/other3.htm. 13 Maret 2009.

Halalguide. 2009. Jengkol yang Berbahaya.


(28)

32

Universitas Kristen Maranatha

Hazardous Substances Databank (HSDB). 2007. Temephos. National Library of

Medicine, National Toxicology Program.

http://www.toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/htmlgen?HSDB. 19 Januari 2010.

IDAI. 2009. Filariasis Limfatik. http://www.idai.or.id/kesehatananak.asp. 11 Januari 2010.

Ismail Yusuf. 2008. Filariasis.

http://drismailyusuf.blogspot.com/2008/06/filariasis.html. 11Januari 2010. James, M.T. and Harwood, R.F. 1969. Herm’s Medical Entomology. New York :

Macmillan Publisher. p. 167-221.

Kaufmann C, Briegel H. 2004. Flight performance of the malaria vectors Anopheles

gambiae and Anopheles atroparvus.

http://www.sove.org/Journal%20PDF/June%202004/Kaufmann.pdf. 11 Januari 2010.

Kemas Ali Hanafiah. 2005. Rancangan Percobaan Aplikatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. h.12

Maria. 2008. Culex Quinquefasciatus , Penyebar Penyakit Kaki Gajah.

http://kesehatankeluarga.wordpress.com/2008/09/23/culex-quinquefasciatus-penyebar-penyakit-kaki-gajah/. 3 Agustus 2009.

Nemose. 2009. Culex pipiens, House Mosquito.

http://www.metapathogen.com/mosquito/culex/. 1 Maret 2009.

Niken Jumita Septerina. 2002. Pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona

muricata L) sebagai insektisida rasional terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman paprika varietas bell boy. http://www.ums.com/jtptums.html. 19

Januari 2010.

Nunik St. Aminah, Singgih H. Sigit, Soetiyono Partosoedjono, Chairul. 2001. S.

rarak, D. metel dan E. prostata sebagai Larvisida Aedes aegypti.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_SrarakDmeteldanEprostata.pdf/06_Sra rakDmeteldanEprostata.html. 15 Januari 2010.


(29)

33

Universitas Kristen Maranatha

NSW. 2009. Larval Comparisons.

http://www.arbovirus.health.nsw.gov.au/areas/arbovirus/mosquit/photos/various _larvae.jpg. 20 Januari 2010

Oklahoma State University. 2009. General Mosquito Biology.

http://entoplp.okstate.edu/mosquito/lifecycle.html. 1 November 2009.

Salam. 2007. Demam Berdarah Dengue. http://salam-online.web.id/page/24?s=atnya. 19 September 2009.

Siddarth Wayagankar. 2009. Filariasis.

http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview. 18 November 2009. Soedarto. 1995. Entomologi Kedokteran. Jakarta : EGC. h.58-65.

Sugeng. 2007. Rahasia Dibalik Jengkol.imageshack

img120.us/img120/3307/q2546b10bxm3.jpg. 20 Januari 2010. WHO. 2009. Lymphatic Filariasis.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/. 18 November 2009. _____. 2009. Water-Related Disease.

http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/encephalitis/en/. 18 November 2009.


(1)

Universitas Kristen Maranatha

metamorfosis. Senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai toksin tersebut akan masuk ke dalam tubuh larva bersama dengan makanan dan air yang masuk melalui mulut. Selanjutnya akan terjadi penetrasi racun di daerah usus tengah di mana daerah tersebut terdapat aktivitas absorpsi makanan. Adapun mekanisme racunnya berupa kerusakan pada jaringan epithelium usus tengah yang mengabsorpsi makanan. Kegagalan absorpsi tersebut mengakibatkan malnutrisi, sehingga pertumbuhan larva terhambat dan akhirnya terjadi kematian larva (Nunik St. Aminah, dkk, 2001; Arda Dinata, 2008).

1.5.2Hipotesis

Infusa kulit jengkol memiliki efek larvisid terhadap Culex sp.

1.6Metodologi Penelitian

Desain penelitian eksperimental sungguhan dengan Rancangan acak lengkap (RAL) bersifat komparatif. Efek larvisid infusa kulit jengkol diuji terhadap larva Culex.

Data yang diukur adalah jumlah larva mati dari berbagai perlakuan setelah pengamatan 24 jam. Analisis data persentase jumlah larva yang mati menggunakan ANAVA satu arah dan bila bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan α= 0,05. LD50 dihitung dengan menggunakan Probit Analysis.

1.7 Lokasi dan Waktu

Lokasi : Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Kesimpulan Utama

Infusa kulit jengkol (IKJ) mempunyai efek larvisid terhadap Culex sp.

5.1.2 Kesimpulan Tambahan

LD50 Infusa Kulit Jengkol berada pada kisaran dosis 45.95%.

5.2 Saran

Penelitian ini merupakan pendahuluan, perlu dilanjutkan dengan: 1. Menggunakan sediaan ekstrak kulit jengkol terhadap Culex sp. 2. Uji toksisitas IKJ pada hewan coba


(3)

30 Universitas Kristen Maranatha

ACMA. 2009. Biological Notes on Mosquitoes.

http://www.mosquitoes.org/LifeCycle.html. 1 November 2009.

Anonim. 2010. History of Discovery: A Timeline.

http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2006/Lymphatic_filariasis/ Discovery.htm. 11 Januari 2010.

Arda Dinata. 2008. Ekstra Kulit Jengkol Atasi Jentik DBD.

http://artikel.prianganonline.com/index.php?act=artikel&aksi=lihat&id=274. 1 Maret 2009.

Asim A Jani. 2009. Japanese Encephalitis.

http://emedicine.medscape.com/article/233802-overview. 15 Januari 2010 .

CBN. 2007. Protein Jengkol Kalahkan Tempe.

http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cyberm ed|0|0|6|398. 10 Januari 2010.

CDC. 2008. Lymphatic Filariasis Fact Sheet.

http://www.cdc.gov/ncidod/dpd/parasites/lymphaticfilariasis/factsht_lymphatic_ filar.htm. 18 November 2009.

Colorado Mosquito Control. 2009. The Mosquito Life Cycle.

www.comosquitocontrol.com/images/Life%20Cycle.gif. 20 Januari 2010.

Daniel. 2008. Ketika Larva dan Nyamuk Sudah Kebal Terhadap Insektisida.

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=643. 1 April 2009.

Dadang dan Djoko Prijono. 2008. Insektisida Nabati : Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(4)

31

Department of Environmental Protection. 2007. Mosquito Facts.

http://www.montgomerycountymd.gov/deptmpl.asp?url=/content/dep/mosquito/ facts.asp. 1 November 2009.

Depkes. 2001. Pithecellobium lobatum Benth.

http://free.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku3/3-110.pdf. 9 Januari 2010.

Dyah Haryuningtyas S dan Didik T Subekti. 2005. Dinamika Filariasis di Indonesia. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkzo05-38.pdf. 29 Desember 2009.

Entomology and Plant Pathology. 2009. General Mosquito Biology.

http://entoplp.okstate.edu/mosquito/lifecycle.html. 1 November 2009.

Fattah Rinjani. 2007. Ekstrak Serai, Pengusir Nyamuk Alamiah.

http://fattahrinjani.blogspot.com/2008/05/ekstrak-serai-pengusir-nyamuk-alamiah.html. 30 April 2009.

Fischer, M., Griggs, A., Staples, J.E. 2008. Japanese Encephalitis (JE). http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2010/chapter-2/japanese-encephalitis.aspx. 18 November 2009.

Florakita. 2009. Tanaman Anti Nyamuk dan Penggunaannya.

http://www.duniaflora.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=2& artid=43. 10 Januari 2010.

GBIF. 2007. Culex pipiens (Northern House Mosquito). http://www.gbif.net/species/13452448. 11 Januari 2010

Hari Purnomo. 2005. Konsep Dasar Perjalanan Penyakit Secara Umum. http://chpss.org/publikasi/other/other3.htm. 13 Maret 2009.

Halalguide. 2009. Jengkol yang Berbahaya.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

Hazardous Substances Databank (HSDB). 2007. Temephos. National Library of Medicine, National Toxicology Program. http://www.toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/htmlgen?HSDB. 19 Januari 2010.

IDAI. 2009. Filariasis Limfatik. http://www.idai.or.id/kesehatananak.asp. 11 Januari 2010.

Ismail Yusuf. 2008. Filariasis.

http://drismailyusuf.blogspot.com/2008/06/filariasis.html. 11Januari 2010.

James, M.T. and Harwood, R.F. 1969. Herm’s Medical Entomology. New York : Macmillan Publisher. p. 167-221.

Kaufmann C, Briegel H. 2004. Flight performance of the malaria vectors Anopheles gambiae and Anopheles atroparvus.

http://www.sove.org/Journal%20PDF/June%202004/Kaufmann.pdf. 11 Januari 2010.

Kemas Ali Hanafiah. 2005. Rancangan Percobaan Aplikatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. h.12

Maria. 2008. Culex Quinquefasciatus , Penyebar Penyakit Kaki Gajah.

http://kesehatankeluarga.wordpress.com/2008/09/23/culex-quinquefasciatus-penyebar-penyakit-kaki-gajah/. 3 Agustus 2009.

Nemose. 2009. Culex pipiens, House Mosquito.

http://www.metapathogen.com/mosquito/culex/. 1 Maret 2009.

Niken Jumita Septerina. 2002. Pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L) sebagai insektisida rasional terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman paprika varietas bell boy. http://www.ums.com/jtptums.html. 19 Januari 2010.

Nunik St. Aminah, Singgih H. Sigit, Soetiyono Partosoedjono, Chairul. 2001. S. rarak, D. metel dan E. prostata sebagai Larvisida Aedes aegypti.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_SrarakDmeteldanEprostata.pdf/06_Sra rakDmeteldanEprostata.html. 15 Januari 2010.


(6)

33

NSW. 2009. Larval Comparisons.

http://www.arbovirus.health.nsw.gov.au/areas/arbovirus/mosquit/photos/various _larvae.jpg. 20 Januari 2010

Oklahoma State University. 2009. General Mosquito Biology.

http://entoplp.okstate.edu/mosquito/lifecycle.html. 1 November 2009.

Salam. 2007. Demam Berdarah Dengue. http://salam-online.web.id/page/24?s=atnya. 19 September 2009.

Siddarth Wayagankar. 2009. Filariasis.

http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview. 18 November 2009.

Soedarto. 1995. Entomologi Kedokteran. Jakarta : EGC. h.58-65.

Sugeng. 2007. Rahasia Dibalik Jengkol.imageshack

img120.us/img120/3307/q2546b10bxm3.jpg. 20 Januari 2010.

WHO. 2009. Lymphatic Filariasis.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/. 18 November 2009.

_____. 2009. Water-Related Disease.

http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/encephalitis/en/. 18 November 2009.