Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Buah Tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.)

(1)

Bahan Seminar Hasil

Bidang Studi Kimia Bahan Alam

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT

BUAH TUMBUHAN JENGKOL

(Pithecollobium lobatum Benth.)

OLEH :

JOKO ELIAS HUTAURUK

060802026

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT

BUAH TUMBUHAN JENGKOL

(Pithecollobium lobatum Benth.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JOKO ELIAS HUTAURUK

060802026

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

PERSETUJUAN

JuduL

: ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA

DARI KULIT BUAH TUMBUHAN

JENGKOL

(Pithecollobium lobatum Benth.)

Kategori

: SKRIPSI

Nama

: JOKO ELIAS HUTAURUK

Nomor Induk Mahasiswa : 060802026

Program Studi

: SARJANA (S1) KIMIA

Departemen

: KIMIA

Fakultas

: MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

UNIVERSITAS SUMATERAUTARA

Diluluskan di

Medan, Mei 2010

Komisi pembimbing

:

Pembimbing 2

Pembimbing 1

Drs. Phillipus Siregar, M.Si.

Lamek Marpaung,M.Phil, Ph.D.

NIP 131 572 345

NIP 131 126 697

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS

NIP 131 459 466


(4)

PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT

BUAH TUMBUHAN JENGKOL

(Pithecollobium lobatum Benth.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Mei 2010

JOKO ELIAS HUTAURUK

060802026


(5)

PENGHARGAAN

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas kasih dan anugerah-Nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan.

Selanjutnya penulis menyampaikan penghargaan dan cinta kasih yang tulus kepada Ibunda tersayang yang lebih dahulu dipanggil Tuhan untuk selama-lamnaya, dan juga kepada Bapakku yang sangat kukasihi yang sampai saat ini selalu memberikan suggesti dan motivasi yang membuat saya tetap kuat menjalani perkuliahaan. Begitu banyak pengorbanan yang kedua orangtua saya berikan kepada saya secara pribadi, buat ibuku tercinta engkau akan tetap selamanya dihatiku. Hal yang sama juga saya ucapkan kepada abangku tercinta Harapan Hutauruk, Hermanto Hutauruk, Saut Hutauruk, Julianto Hutauruk, dan kepada kakak-kakakku tercinta Herlina Hutauruk, Mesta Hutauruk, Herawati Hutauruk, Rossa Hutauruk yang memberikan dukungan kepada penulis. Juga ucapan terimakasih saya ucapkan kepada Abang Ipar yang saya sayangi M. Tampubolon, J. Hutahaean, S. Silaban, S. Aritonang. Dan tak lupa juga saya ucapkan terimakasih banyak kepada Kakak Ipar yang saya cintai S br Hutabarat, H br Simare-mare. Kepada keponakan saya yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi dalam hidup saya Theresia Hutauruk, Debby Tampubolon, Della Tampubolon, Mikael Hutahaean, Steven Joshua Hutauruk, Josh Fabio Hutauruk, Christian Rafael Hutauruk semoga Tuhan Kita Yesus Sang Juru Slamat yang hidup akan senantiasa memberkati kita semua.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D. selaku dosen pembimbing I dan

Bapak Drs. Phillipus Siregar, M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS.

Selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Ibu Dra. Sudestry Manik, M.Si. selaku dosen wali penulis yang telah banyak

memberikan masukan selama penulis menjalani perkuliahan.

4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan waktu dan motivasi selama masa

studi penulis di FMIPA USU.

5. Kepala, Staf dan seluruh asisten Laboratorium Kimia Bahan Alam

(K’Whendy, K’Eva, K’Evi, K’Beldina, B’Albinur, Saulina, Rony, Ika, Nicholas, Burton, Tria dan Lisbet) yang telah memberikan segala fasilitas terbaik selama penulis melakukan penelitian.

6. Teman-teman tercinta kimia’06 dan adik stambuk yang telah memeberikan


(6)

7. Teman dekat saya Junita Manalu yang penulis sayangi senantiasa memberikan semangat positif dalam penyelesaian tugas akhir ini.

8. Kepada Bapak Rusmana dan Achmad Darmawan selaku staf administrasi dan

analis di Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong-Tangerang, penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak yang membantu penulis dalam menganalisis sampel

9. B’Maniur S.Si yang merupakan teman sekaligus abang yang banyak mengajari

penulis saat penelitian.

10.Kak Dewi yang membantu penulis dalam mencari referensi buat tugas akhir

ini.

11.Seluruh pegawai di lingkungan FMIPA USU terutama di Departemen Kimia

yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan segala urusan administrasi perkuliahan sampai penyelesaian tugas akhir.

12.Kak Dewi yang membantu penulis dalam mencari referensi buat tugas akhir

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca.

Medan, Mei 2010 Penulis


(7)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT

BUAH TUMBUHAN JENGKOL

(Pithecollobium lobatum Benth.)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoid yang terkandung di dalam Kulit Buah Tumbuhan Jengkol-

(Pithecollobium lobatum Benth.) telah dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi

dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dan diekstraksi partisi dengan n-heksan. Fraksi metanol yang diperoleh dilarutkan dengan aseton secara berulang-ulang. Larutan aseton dipekatkan dan dikromatografi

kolom menggunakan fasa gerak CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v dan fasa diam Silika gel

40 (70-230 mesh ASTM). Senyawa yang telah dimurnikan diperoleh dalam bentuk gum berwarna cokelat 185 mg. Senyawa ini diidentifikasi dengan menggunakan spektroskopi Ultraungu-Tampak (UV-Vis). Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) dan

Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton(1H-NMR). Dari data hasil spektrum


(8)

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUND FROM

THE SKIN OF FRUIT JENGKOL CROP

(Pithecollobium lobatum Benth.)

ABSTRACT

Flavonoid compound was isolated from the skin of fruit Jengkol crop (Pithecollobium

lobatum Benth.) by using maceration technique with solvent of methanol. Methanol

extract that gained from the maceration was concentrated and partition extracted with n-hexane. Methanol fraction was dissolved with acetone repeteadly. Acetone solution was concentrated and put into column chromatography, elucidated with mobile phase

CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v and stationary phase is Silica gel 40 (70-230 mesh)

ASTM. The Compound was purified like gum form and gained about 185 mg . The Compound was analised by using Spectroscopy Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Infra

Red (FT-IR), and Nuclear Magnetic Resonance Proton (1H-NMR). Data from the

spectrum showed that the compound could be considered one of the flavonoid compound.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Lampiran vii

Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2 1.3. Tujuan Penelitian 2 1.4. Manfaat Penelitian 2 1.5. Lokasi Penelitian 3 1.6. Metodologi Penelitian 3 Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Tumbuhan Jengkol 4 2.1.1. Morfologi Tumbuhan Jengko 4

2.1.2. Klasifikasi Ilmiah Jengkol 4 2.1.3. Manfaat Kulit Buah Tumbuhan Jengkol 5 2.2. Senyawa Flavonoida 2.2.1. Pendahuluan 5 2.2.2. Struktur Dasar Senyawa Flavonoida 7

2.2.3. Klasifikasi Senyawa Flavonoida 8 2.2.4. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida 16

2.2.5. Sifat Kelarutan Flavonoida 16 2.3. Teknik Pemisahan 17 2.4. Kromatografi 17 2.4.1. Kromatografi Lapis Tipis 18 2.4.1.1. Pembuatan Lapis Tipis 18 2.4.2. Kromatografi Kolom 20

2.4.2.1. Pengisian Kolom 21

2.4.2.2. Memilih Kemasan Kolom 21

2.4.3. Kromatografi Preparatif 22

2.4.4. Harga Rf (Retension factor) 23

2.4.5. Ekstraksi 24


(10)

2.5.1. Spektroskopi UV-Visible 25

2.5.2. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) 29

2.5.3. Spektroskopi 1H-NMR 30

Bab 3. Metoda Penelitian

3.1. Alat-alat 32

3.2. Bahan Penelitian 33

3.3. Prosedur Penelitian 33

3.3.1. Penyediaan Sampel 33

3.3.2. Uji Pendahuluan terhadap Ekstrak Kulit Buah Jengkol 33

3.3.2.1. Uji Busa 34

3.3.2.2. Skrining Fitokimia 34

3.3.3. Prosedur untuk memperoleh Senyawa Kimia dari Ekstrak

Kulit Buah Jengkol 35

3.3.4. Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom 35

3.3.5. Pemurnian 36

3.3.6. Uji Kemurnian Hasil Kromatografi dengan KLT 37

3.3.7. Analisis Spektroskopi Senyawa Hasil Isolasi 37

3.3.7.1. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan

Spektroskopi UV-Visible 37

3.3.7.2. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan

Spektroskopi FT-IR 37

3.3.7.3. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan

Spektroskopi 1H-NMR 37

3.4. Bagan Skrining Fitokimia 38

3.5. Bagan Penelitian 39

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil Penelitian 40

4.2. Pembahasan 42

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 44

5.2. Saran 44


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Foto Kulit Buah Tumbuhan Jengkol Lampiran B. Determinasi Tumbuhan Jengkol

Lampiran C. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Metanol Kulit Buah Tumbuhan Jengkol

Lampiran D. Kromatogram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi melalui penampakan noda dengan penambahan pereaksi Lampiran E. Spektrum Ultraviolet-Tampak (UV-Vis) Senyawa hasil isolasi Lampiran F. Spektrum Ultraviolet-Tampak (UV-Vis) Senyawa pembanding Lampiran G. Spektrum Inframerah (FT-IR) senyawa hasil isolasi

Lampiran H. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa

hasil isolasi

Lampiran I. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa

pembanding untuk proton pada cincin A

Lampiran J. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa

pembanding untuk proton metoksi, -OCH3

Lampiran K. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa

pembanding untuk proton pada cincin B

Lampiran L. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa

pembanding untuk proton pada cincin C


(12)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT

BUAH TUMBUHAN JENGKOL

(Pithecollobium lobatum Benth.)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoid yang terkandung di dalam Kulit Buah Tumbuhan Jengkol-

(Pithecollobium lobatum Benth.) telah dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi

dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dan diekstraksi partisi dengan n-heksan. Fraksi metanol yang diperoleh dilarutkan dengan aseton secara berulang-ulang. Larutan aseton dipekatkan dan dikromatografi

kolom menggunakan fasa gerak CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v dan fasa diam Silika gel

40 (70-230 mesh ASTM). Senyawa yang telah dimurnikan diperoleh dalam bentuk gum berwarna cokelat 185 mg. Senyawa ini diidentifikasi dengan menggunakan spektroskopi Ultraungu-Tampak (UV-Vis). Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) dan

Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton(1H-NMR). Dari data hasil spektrum


(13)

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUND FROM

THE SKIN OF FRUIT JENGKOL CROP

(Pithecollobium lobatum Benth.)

ABSTRACT

Flavonoid compound was isolated from the skin of fruit Jengkol crop (Pithecollobium

lobatum Benth.) by using maceration technique with solvent of methanol. Methanol

extract that gained from the maceration was concentrated and partition extracted with n-hexane. Methanol fraction was dissolved with acetone repeteadly. Acetone solution was concentrated and put into column chromatography, elucidated with mobile phase

CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v and stationary phase is Silica gel 40 (70-230 mesh)

ASTM. The Compound was purified like gum form and gained about 185 mg . The Compound was analised by using Spectroscopy Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Infra

Red (FT-IR), and Nuclear Magnetic Resonance Proton (1H-NMR). Data from the

spectrum showed that the compound could be considered one of the flavonoid compound.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan tumbuhan baik sebagai obat, bahan makanan, bumbu, kosmetik, maupun sebagai bahan ramuan untuk upacara ritual keagamaan telah dikenal sejak zaman kuno seperti yang telah ditemukan di dalam berbagai catatan bangsa Cina, Mesir, Mesopotamia, Yunani, dan Roma. Bahkan penemuan terbaru di Pakistan membuktikan bahwa penggunaanya telah berlangsung selama 5000 tahun. (Wiryowidagdo, 2007)

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tumbuh-tumbuhan termasuk salah satu sumber , yang terdapat di alam. Kimia bahan alam selalau menarik perhatian para ahli kimia dan ahli biologi. Struktur dari alkaloida, flavonoida, terpena, poliketida, pigmen dari tumbuhan sangatlah bervariasi. Ahli kimia organic berpendapat bahwa metabolit sekunder adalah bahan alam yang penting.

Hampir seluruh daerah Indonesia mengenal beberapa jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan obat-obatan secara tradisional, bahkan tumbuh-tumbuhan ini dibudidayakan oleh sebagian masyarakat tertentu sebagai apotek hidup dan merupakan sumber bahan obat-obatan secara tradisional. Penggunaan obat-obatan tradisional ini merupakan warisan nenek moyang yang secara turun-temurun bagi masyarakat tertentu dan saat ini masih digunakan sebagian masyarakat sebagai jamu. (Rismunandar, 1986).

Salah satu tumbuhan yang digunkan sebagai tumbuhan obat adalah tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) Bagian yang digunakan adalah kulit buah dari tumbuhan Jengkol yang digunakan sebagai obat untuk mencegah diabetes dan bersifat diuretik serta baik untuk kesehatan ( id.wikipedia.org/wiki/Jering). Selain digunakan sebagai obat diabetes atau anti gula darah ternyata kulit jengkol dapat juga

dimanfaatkan sebagai (salep) obat borok.(http://jepretanhape.wordpress.com/2009/07/05/foto-buah-jengkol-muda) dan


(15)

juga telah dilakukan penelitian terhadap kulit buah jengkol dimana dimanfaatkan sebagai herbisida alami untuk menekan pertumbuhan gulma

1.2. Permasalahan

Jenis flavonoida apa yang terkandung dalam kulit buah tumbuhan Jengkol

(Pithecollobium lobatum Benth.)

(http://bdpunib.org/bdp/abstrak/2005/budinur.html).

Tumbuhan ini sudah pernah diteliti pada bagian kulitnya sebelumnya dimana mengandung beberapa senyawa kimia metabolit sekunder antara lain flavonoida, saponin, tannin, kalsium, steroid, glikosida, fosfor,(Puspita,H. 1988). Dalam hal ini kami melakukan penelitian untuk mengetahui jenis flavonoida yang terkandung di dalamnya karena belum pernah kami jumpai jurnal yang membahas penelitian ini. Menurut perkiraan, kira-kira 2 % dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah ,menjadi flavonoida. Jadi flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Sebenarnya flavonoida terdapat pada semua tumbuhan hijau sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap ekstrak tumbuhan. (Markham, 1988).

Dari hasil fitokimia yang dilakukan terhadap kulit buah tumbuhan Jengkol dengan menggunkan pereaksi-pereaksi flavonoida memeberikan hasil yang positif terhadap flavonoida. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengisolasi senyawa kimia bahan alam hayati dari golongan flavonoida yang terkandung di dalam kulit buah tumbuhan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari kulit buah tumbuhan Jengkol

(Pithecollobium lobatum Benth.)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari peneltian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada bidang kimia bahan alam hayati dan farmasi dalam pengembangan ilmu kimia flavonoida di dalam kulit buah tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) .


(16)

Serta memberikan sumber referensi baru buat para peneliti lainnya dalam mengembangbangkan dan memanfaatkan kulit buah tumbuhan jengkol sebagai sumber produk baru yang bernilai ekonomis dan tidak hanya dianggap sebagai sumber polusi sampah (bulky waste).

1.5. Lokasi Penelitian

1. Tempat Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan diperoleh dari hasil pembuangan kulit jengkol di Pasar Central, Medan.

2. Tempat Melakukan Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, FMIPA-USU, Medan.

1.6. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida menggunakan kulit buah tumbuhan Jengkol, berupa serbuk halus kering sebanyak 1900 gram. Tahap awal dilakukan uji skrining fitokimia dengan menggunakan pereaksi-pereaksi untuk senyawa flavonoida yaitu dengan pereaksi FeCl3 1 %(aq), NaOH 10 %(aq), MgHCl(aq), H2SO4(p).

Tahap Isolasi yang dilakukan : 1. Ekstraksi Maserasi 2. Ekstraksi Partisi

3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 4. Analisis Kromatografi Kolom 5. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Tahapan analisis hasil isolasi yang dilakukan adalah : 1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

2. Identifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Visible,

Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR), dan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR).


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Jengkol

2.1.1. Morfologi Tumbuhan Jengkol

Tumbuhan Jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam Famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan kulit buah jengkol atau Jering dengan nama latinnya yaitu (Pithecellobium lobatum Benth.) dengan sinonimya yaitu A.

Jiringa, Pithecollobioum jiringa dan Archindendron pauciflorum adalah tumbuhan

khas di wilayah Asia Tenggara. Jengkol merupakan salah satu tumbuhan dengan ukuran pohon yang tinggi yaitu ± 20 m , tegak bulat berkayu, licin, percabangan simpodial, cokelat kotor. Bentuk majemuk, lonjong, berhadapan , panjang 10 - 20 cm, lebar 5 - 15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5 – 1 cm, warna hijau tua. Struktur majemuk, berbentuk seperti tandan, diujung dan ketiak daun, tangkai bulat, panjang ± 3 cm , berwarna ungu kulitnya, bentuk buah menyerupai kelopak mangkok, benang sari kuning, putik silindris, kuning mahkota lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih berwarna cokleat kehitaman, berkeping dua dan berakar tunggang. Pohon Jengkol sangat bermanfaat dalam konservasi air disuatu tempat hal ini dikarenakan ukuran pohonnya yang sangat tinggi.

2.1.2. Klasifikasi Ilmiah Jengkol adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (dikotil)

Ordo : Fabales

Famili : Mimosaceae (polong-polongan)

Genus : Pithecollobium


(18)

2.1.3. Manfaat kulit buah tumbuhan Jengkol

Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat adalah kulit buah tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.). Bagian dari Jengkol yang digunakan adalah kulit buahnya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat diabetes (gula darah).(id.wikipedia.org/wiki/Jering) dan dapat digunakan sebagai herbisida alami untuk menekan pertumbuhan gulma yang mengganggu pertanian.

2.2. Senyawa Flavonoida

2.2.1. Pendahuluan

Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih (pengganti) hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat vakuola sel (membran sel).

Beberapa ribu senyawa fenol alam telah diketahui strukturnya. Flavonoida merupakan golongan terbesar, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoida, dan kuinon fenolik juga tertdapat dalam jumlah besar. Beberapa golongan bahan polimer penting alam tumbuhan lignin, melanin, dan tanin adalah senyawa polifenol dan kadang-kadang satuan fenolik dijumpai pada protein, alkaloida, dan diantara terpenoida. Peranan beberapa golongan senyawa fenol sudah diketahui (misalnya lignin sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen bunga), sedangkan peranan senyawa yang termasuk golongan lain masih merupakan hasil dugaan belaka. Flavonol. Misalnya, tampaknya penting pada pengaturan pengendalian tumbuh pada tanaman kacang, Pisum sativum. Pengaruhnya yang merugikan terhadap kebiasaan makan serangga telah menunjukkan bahawa flavonoida mungkin merupakan faktor pertahanan alam.


(19)

Bagi biokimiawan tumbuhan, senyawa fenol tumbuhan dapat menimbulkan gangguan besar karena kemampuannya membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen. Bila kandungan sel tumbuhan bercampur dan membran menjadi rusak selama proses isolasi, senyawa fenol cepat sekali membentuk kompleks dengan protein. Akibatnya, sering terjadi hambatan terhadap kerja enzim pada ekstrak tumbuhan kasar. Sebaliknya, fenol sendiri sangat peka terhadap oksidasi enzim dan mungkin hilang pada proses isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat dalam tumbuhan. Ekstraksi senyawa fenol-tumbuhan dengan etanol mendidih biasanya mencegah terjadinya oksidasi enzim, dan prosedur ini seharusnya dilakukan secara rutin.

Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana ialah dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau etanol kepada larutan cuplikan, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat. Cara ini, yang dimodifikasi dengan menggunakan campuran segar larutan besi (III) klorida 1% dalam air dan kalium heksasianoferat (III) 1%, masih tetap digunakan secara umum untuk mendeteksi senyawa fenol pada kromatogram kertas. Tetapi, kebanyakan senyawa fenol (terutama flavonoida) dapat dideteksi pada kromatogram berdasarkan warnanya atau fluoresensinya dibawah lampu UV, warnanya diperkuat atau berubah bila diuapi amonia. Pigmen fenolik berwarna dan warnanya ini dapat terlihat jadi, mudah disimak (dipantau) selama proses isolasi dan pemurnian.(Harborne, 1987)

Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah 1,1 diaril propana. Istilah flavonoida deiberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosiklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk


(20)

yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981)

Semua varian falvonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yang memasukkan substrat dari alur ‘sikimat’ dan alur ‘asetat-malonat’ (Hahlbrock & Grisebach, 1975; Wong, 1976), flavonoida pertama dihasilkan segera setelah kedua alur itu bertemu. Sekarang, flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis ialah khalkon (Hahlbrock, 1980), dan semua bentuk lain diturunkan darinya melalui berbagai alur. Modifikasi flavonoida pengurangan) hidroksilasi; metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoida; isoprenilasi gugus hidroksil atau inti

flavonoida; metilenasi gugus orto- dihidroksil; dimerisasi (pembentukan

biflavonoida); pembentukan bisulfate; dan

O 7 O A C B 8 6 5 6' 5' 4' 3' 2' 1' 2 1 9 10 4 3 (8a) (4a)

yang terpenting, glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan flavonoida O-glikosida)

atau inti flavonoida (pembentukan flavonoida C-glikosida).(Markham, 1988)

2.2.2. Struktur dasar Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan sebagai berikut :


(21)

C

C C

A B

Kerangka dasar senyawa flavonoida

Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk rosorsinol tersubstitusi.

HO

O

C

3

A

C

6

(B)

Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :

OCH3

O

C3

OCH3

H3CO

H3CO

C6 (B)

A

Cincin B adalah karakteristik 4-,3,4-,3,4,5- terhidroksilasi

R

R

R C3

C6

(A) B R = R' =H, R' = OH

R = H, R' = R" = OH R = R' = R" = OH

(juga, R = R' = R"= H) (Sastrohamidjojo, 1996)

2.2.3. Klasifikasi Senyawa Flavonoid

Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan yang kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida. (Harborne, 1996). Pada flavonoida O-glikosida, suatu gugus hidroksil flavonoida (atau

HO O

C3

OH A

C6 (B)

HO O

C3

A

C6(B)

HO


(22)

lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperlukan untuk memutuskan suatu gula dari suatu flavonoida O-glikosida dengan hidrolisis asam ditentukan oleh sifat gula tersebut.

Pada flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoida, misalnya pada orientin. (Markham, 1988).

Flavonoid memiliki dua cincin benzene yang dipisahkan oleh sebuah unit propane dan diturunkan dari senyawa flavone. Secara umum merupakan golongan senyawa yang mudah larut dalam air. Kebanyakan senyawa terkonjugasi yang pada umumnya berwarna cerah. Secara umum dapat dijumpai pada tumbuhan sebagai glikosidanya yang meiliki struktur yang rumit. Perbedaan kelas antara golongan senyawa flavonoida ini adalah adanya tambahan oksigen yang terikat pada cincin heterosiklik dan gugus hidroksil. Senyawa yang termasuk dalam golongan tersebut adalah katekin, leukoantosianidin, flavanone, flavanonol, flavone, antosianidin, flavonol, khalkone, aurone, dan isoflavone. Struktur antara katekin dan leukoantoasianidin memiliki struktur yang mirip dan jarang dijumpai bentuk glikosidanya. Dan akan mengalami polimerisasi membentuk tanin yang terkandung pada daun teh.

Flavanon dan flavanonol jarang dijumpai dalam bentuk glikosidanya. Flavon dan flavonol secara luas terdistribusi sebagai senyawa fenolik. Antosianin adalah pigmen tumbuhan yang secara umum berwarna merah dan jarang dijumpai berwarna biru pada suatu bunga. Dan dapat dihasilkan sebanyak 30% dari bunga kering. Dapat dijumpai sebagai glikosida. Khalkone termasuk butein, dengan cincin furan ditemukan dalam senyawa flavonoid, meskipun hal ini sering digunakan sebagai titik pengkontrol


(23)

untuk pH. Auron merupakan pigmen berwarna kuning emas yang secara umum dijumpai pada bunga. (Kaufman,P. 1999).

Isoflavone yang lebih dikenal sebagai 3- phenylkromon Dapat diketahui ada sekitar 35 jenis isoflavone yang dikenal, yang mana contoh umumnya sebagai berikut :Daidzein, Genistein, Tianlancuayin. Isoflavone dapat mengalami degradasi dengan danya penambahan basa sehingga menghasilkan Desoxybenzoin dan asam formiat selanjutnya Desoxybenzoin terpisah dan mengalami fusi (penggabungan dua inti ringan menjadi inti yang lebih berat molekulnya) basa dan metilasi. Isoflavone banyak digunakan sebagai estrogenic, insectidal, dan sebagai anti jamur, beberapa dari senyawa itu adalah berpotensi dihasilkan dari racun ikan. (Raphael,I. 1991)

Menurut Robinson (1955), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu :

1. Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

O

O

OH H

H


(24)

2. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnaya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah epigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glikosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.

7

8 O

O

6 5

10 9

1 2

1'

2'

6' 5'

4' 3'

4 3

Struktur Flavon 3. Isoflavon

Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi ammonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan ammonia berubah menjadi cokelat.


(25)

O

O

Struktur Isoflavon 4. Flavanon

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

O

O

Struktur Flavanon

5. Flavanonol

Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

O

O

OH


(26)

6. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir

dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.

OH

OH

O

OH HO

HO

Struktur Katekin

7. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tidak berwarna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.

O

OH OH HO

Struktur Leukoantosianidin

8. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu,. dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tingkat tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari


(27)

pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

O

OH

Struktur Antosianin

9. Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna cokelat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flvon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air. (Harborne, 1996).

O

Struktur Khalkon

10. Auron

Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)

O

O

HC


(28)

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni :

Golongan

Flavonoida Penyebaran Ciri Khas Antosianin Proantosianidin Flavonol Flavon Glikoflavon Biflavonil

Khalkon dan Auron

Flavanon Isoflavon

Pigmen bunga merah marak, dan biru juga dalam daun dan jaringan lain.

Terutama tidak berwarna dalam tumbuhan berkayu.

Terutama ko-pigmen tidak berwarna dalam bunga sianik dan asianik; tersebar luas dalam daun.

Seperti flavonol

Seperti flavonol

Tidak berwarna; hampir seluruhnya terbatas pada gimnospermae(tumb.berbiji

terbuka) -

Kadang-kadang terdapat juga dalam jaringan lain.

Tidak berwarna; dalam daun dan buah (terutama dalam Citrus) tidak berwarna; sering kali akar; hanya terdapat dalam satu suku, Leguminosae(tumb. Kacang-kacangan).

Larut dalam air, λ maks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.

Menghasilkan antosianidin (warna dapat diekstraksi dengan amil alkohol) bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam.

Setelah hidrolisis, berupa bercak kuning murup pada kromatogram Forestal bila disinari dengan sinar UV; maksimal spektrum pada 330-350.

Setelah hidrolisis, berupa bercak cokelat redup pada kromatogram Forestal maksimal spektrum pada 330-350 nm.

Mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa.

Pada kromatogram BAA berupa bercak redup dengan Rf tinggi. Dengan ammonia berwarna merah; maksimal spektrum 370-410 nm.

Berwarna merah kuat dengan MgHCl kadang-kadang sangat pahit.

Bergerak pada kertas dengan pengembang air, tak ada uji warna yang khas.


(29)

2.2.4. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida

Isolasi konstituen flavonoida dari tumbuhan akar serabut Glyccyrrhiza glabra pada isolasi ini yang diisolasi adalah senyawa licoagrodin dan turunannya. Pada dasarnya ekstrak methanol akar serabut tumbuhan G. glabra yang dipartisi antara air dan etil asetat.Ekstrak etil asetat diteruskan untuk dipisahkan dengan menggunkan kromatografi kolom dengan menggunakan silika gel dan selanjutkan dimurnikan dengan menggunakan Fase-Normal HPLC untuk menghasilkan 5 jenis flavonoida baru, licoagrodin, licoagrokalkone B, licoagrokalkone C, licoagrokalkone D , licoagroaurone dan 4 flavonoid yang dikenal lainnya ialah licoakalkone C. Lapisan air dilanjutkan untuk dianalisa dengan kromatografi kolom Daion HP-20, yang dielusi dengan menggunakan methanol. Eluate methanol dievaporasi vakum untuk menghasilkan sebuah fraksi glikosida. Fraksi tersebut akan dianalisa dengan kromatografi kolom ODS. (Yoshikawa,T.2000).

2.2.5. Sifat Kelarutan Flavonoida

Aglikon Flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan di samping itu terdapat oksigen, banyak yang terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih(terganti), atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar, dan seperti kata pepatah lama mengatakan ‘suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri’ maka umumnya flavonoida larut cukupan dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), methanol(MeOH), butanol(BuOH), aseton, dimetilsulfoksida(DMSO), dimetilformamida(DMF), air, dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.


(30)

2.3. Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berad dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan :

1. Pemisahan Kimia

Pemisahan ini berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika

komponen dalam campuran yang akan dipisahkan. 2. Pemisahan Fisika

Pemisahan ini berdasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan.

(Muldja, 1995).

2.4. Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara 2 fase, satu dari fase-fase ini membentuk lapisan stasioner dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat.

Fase stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fase yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu fase gas. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair atau gas maka ada empat macam system kromatografi yaitu :

1. Fase gerak cair-fase diam padat (kromatografi serapan) a. Kromatografi Lapis Tipis

b. Kromatografi Penukar Ion

2. Fase gerak gas-fase diam padat, yakni kromatografi gas padat

3. Fase gerak cair-fase diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas

4. Fase gerak gas-fase diam zat cair, yakni : a. Kromatografi Gas-Cair


(31)

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari suatu senyawa terhadap senyawa yang lain. (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.1. Kromatografi Lapis Tipis

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu, analisis cepat dan daya pisah cukup baik. (Sudjadi, 1986)

2.4.1.1 Pembuatan Lapisan Tipis

Dalam pembuatan lapisan tipis digunkan plat-plat kaca yang memiliki ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dan ukuran ini dianggap “standart”. Plat ini dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergen kemudian dikeringkan dengan aseton. Selanjutnya membuat penyerap menjadi bubur dengan air, biasanya dalam perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk dengan baik dan dibentangkan di atas plat kaca dengan berbagai cara. Tebal “standart” adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal (0,5 – 2,0 mm) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu keukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering.(Sastrohamidjojo, 1985)

Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :


(32)

1. Silika gel

Ada beberapa jenis silika gel, yaitu : a. Silika gel G

Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 % kalsium sulfat sebagai

perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi. Kandungan ion besi dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat TLC silika gel G dengan sstem pelarut metanol : asam HCl pekat 9 : 1.

b. Silika gel H

Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak

menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida netral.

c. Silika gel PF

Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa

sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat mengadakan fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang bergelombang pendek.

2. Alumina

Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh peneliti dari Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena, alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat perekat alumina tidak mengandung zat perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi.


(33)

3. Kieselguhr

Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar. (Adnan, M., 1997)

Nilai utama KLT pada penelitian flavonoid ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, KLT memiliki peranan penting dalam metoda pemisahan dan isolasi yaitu :

a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom

c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi

e. Isolasi flavonoida murni skala kecil.

2.4.2. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom atau tabung merupakan salah satu jenis pemisahan dengan menggunakan prinsip aliran zat cair (pelarut) yang dipengaruhi oleh gaya tarik bumi (gravitasi bumi) atau dikenal dengan sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.(Gritter, 1991) . Pada isolasi flavonoida sebaiknya digunakan kolom skala besar karena hal ini dapat meningkatkan proses pemisahan yang baik. Pada dasarnya cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) di atas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika, atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom yang digunakan umumnya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung, dan ukurannya sedemikian rupa sehingga nisbah garis tengah terhadap panjang kolom dalam rentang 1:10 sampai 1:30. Kemasan kolom harus dipilih dari jenis yang dipasarkan khusus untuk kromatografi kolom karena ukuran partikel penting. Jika ukuran partikel terlalu kecil, laju aliran pengelusi mungkin terlalu lambat, sedangkan bila terlalu besar, mungkin pemisahan komponen secara


(34)

kromatografi tidak baik. Kemasan niaga biasanya dalam ukuran 100-300mesh.

 Selulosa

(Markham, 1988)

2.4.2.1. Pengisian Kolom

Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam.Setelah adsorben dimasukkan dapat diseragamkan kepadatannya dalam kolom dengan menggunakan vibrator atau dengan plunger (pemadat). Selain itu dapat juga dikerjakan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan (slurry) dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pengisian kolom yang tidak seragam akan menghasilkan rongga-rongga di tengah-tengah kolom. Cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengadakan back fushing , sehingga terjadi pengadukan, yang seterusnya dibiarkan lagi mengendap. Pada bagian bawah (dasar) dan atas dari isian kolom diberi wol kaca

(glass wool) atau sintered glass disc untuk menyangga isian. Bila kolom telah diberi

bahan isian, permukaan cairan tidak boleh dibiarkan turun dibawah permukaan bahan isian bagian atas, karena akan memberikan peluang masuknya gelembung udara masuk ke kolom. (Adnan,M., 1997)

2.4.2.2. Memilih Kemasan Kolom

Kemasan kolom yang tersedia sangatlah banyak dan senarai di bawah memberikan pedoman mengenai pemakaian dan cirri sejumlah jenis kemasan yang berguna.

Pemakaian selulosa serupa dengan kertas, yaitu ideal untuk memisahkan glikosida yang satu dengan yang lain, atau memisahkan glikosida dari aglikon, serta untuk memisahkan aglikon yang kurang polar. Kapasitasnya rendah.

 Silika

Bahan ini paling berguna untuk memisahkan aglikon yang kurang polar, misalnya isoflavon, flavanon, metal flavon, dan flavanol. Kapasitas pertengahan.


(35)

 Poliamida

Bahan ini cocok untuk memisahkan semua flavonoid, meski juga ideal untuk memisahkan glikosida. Merupakan pelengkap untuk KKt karena melibatkan penyerap dan pengembang yang berlainan. Sebelum dipakai harus dicuci

dengan MeOH dan H2O agar poliamida yang larut tidak mencemari semua

fraksi. Kapasitas tinggi.

 Gel sephadex (deret G)

Bahan ini dirancang untuk memisahkan campuran, terutama berdasarkan pada ukuran molekul (bila digunkan pelarut air); molekul besar terlebih dahulu. Sephadex berguna untuk memisahkan poliglikosida yang berbeda bobot molekulnya. Kapasitasnya lebih besar karena ukurannya lebih teratur.

2.4.3. Kromatografi Preparatif

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan yang paling murah dan memakai peralatan yang paling dasar ialah kromatografi lapis titpis preparatif (KLTP). Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan alam dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam, terutama dari laboratorium yang tidak dilengkapi dengan cara pemisahan modern. Akan tetapi, seperti yang akan diterangkan kemudian, tertdapat banyak masalah pada KLTP.

Penyerap

Dalam KLTP digunakan ketebalan adsorbent yang paling sering dipakai yaitu 0,5-2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Peneyerap yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil.


(36)

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLTP. Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri/organik (heksana, diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%.

Pemilihan Fase Gerak

Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik. Karena ukuran partikel penyerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai pada plat KLT dapat dipakai langsung pada KLTP. Pengembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat.

Isolasi senyawa yang sudah terpisah

Kebanyakan penyerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indikator menimbulkan masalah yaitu bereaksi dengan asam kadang-kadang bahakan dengan asam asetat.

Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan : a). Menyemprot dengan air (misalnya saponin)

b). Menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot

c). Menambahkan senyawa pembanding. (Hostettman,K.,1995)

2.4.4. Harga Rf ( Retension factor)

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Lazimnya identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas.


(37)

Dapat didefenisikan sbb : Harga Rf =

Faktor-faktor yang memepengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf :

1). Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2). Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya 3). Tebal keraataan dari lapisan penyerap

4). Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak 5). Derajat kejenuhan dari uap

6). Jumlah cuplikan yang digunakan 7). Suhu

8). Kesetimbangan

9). Teknik percobaan (Sastrohamidjojo, 1985)

2.4.5. Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan pada bahan tumbuhan yang akan diisolasi. Umumnya kita perlu ‘membunuh’ jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis. Mencelupkan jaringan daun segar atau bunga, bila perlu dipotong-potong,. Kedalam etanol mendidih adalah salah satu cara yang baik untuk mencapai tujuan. Selanjutnya, bahan dapat dimaserasi dalam suatu pelumat, lalu disaring. Bila mengisolasi senyawa dari jaringan hijau, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol berkaitan langsung dengan seberapa jauh klorofil tertarik oleh pelarut itu. Bila ampas jaringan, pada ekstraksi ulang, sama sekali tak berwarna hijau lagi, dapat dianggap semua senyawa berbobot molekul rendah telah terekstraksi. (Harborne, 1987)


(38)

2.5. Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai\ spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. (Muldja, 1955)

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus fungsi dalam suatu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang-kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekulnya yang tidak diketahui. (Pavia, 1979)

2.5.1. Spektroskopi Ultra Violet-Visible

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan electron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm. (Dachriyanus, 2004)

Spektrum flavonoida bisanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut methanol (MeOH, AR atau yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan. Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada rentang 240 – 285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksimal tersebut memebrikan informasi


(39)

yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron, dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi.

Tabel Rentangan serapan spektrum UV-tampak flavonoida

Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis flavonoida

250-280 250-280 250-280 245-275 275-295 230-270 (kekuatan rendah) 230-270 (kekuatan rendah) 270-280 310-350 330-360 350-385

310-330 bahu kira-kira 320 puncak 300-330 bahu 340-390 380-430 465-560 Flavon

Flavonol (3-OH tersubstitusi) Flavonol(3-OH bebas)

Isoflavon

Isoflavon (5-deoksi-6,7-deoksigenasi) Flavanon dan dihidroflavanol

Khalkon Auron

Antosianidin dan antosianin

(Markham, 1988)

Dibawah ini daftar beberapa pengaruh substituent untuk senyawa aromatik. Hal ini dapat menjadi catatan bahwa ion phenoxide (-O-), yang dapat dijunpai dalam larutan basa senyawa fenol, dimana dapat menyerap panjang gelombang yang lebih panjang dari pada senyawa induk fenol (-OH). Secara umum menyumbangkan elektron dan substituent pasangan sunyi (lone pair) yang dapat menyebabkan pergeseran kimia berwarna merah dan penyerapan yang lebih tinggi. Senyawa kompleks memiliki pergeseran kimia yang meningkat saat ada sejumlah lebih substituent yang terikat.


(40)

Tabel. Absorbsi max untuk beberapa monosubstitusi benzene Ph-R (methanol : air)

R λ maksimum (nm)

-H 204 – 254

-CH3 207 – 261

-Cl 210 – 264

-OH 211 – 270

-OCH3 217 – 269

-CO2- 224 – 271

-COOH 230 – 280

-NH2 230 – 280

-O- 235 – 287

(Kealey,D. 2002) Absorbsi radiasi UV oleh senyawa aromatik yang terdiri dari cincin benzene terpadu bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang dengan bertambah banyaknya cincin itu karena bertambahnya konjugasi dan membesarnya stabilisasi-resonansi dari keadaan eksitasi. Daerah yang paling berguna dari spektrum UV adalah daerah dengan panjang gelombang di atas 200 nm. Dalam absorbsi yang ditimbulkan oleh senyawa aromatik dihasilkan warna dalam spektrum tampak. Warna merupakan hasil dari suatu perangkat kompleks (dari) respons faali maupun psikologis terhadap panjang gelombang cahaya antara 400-750 nm, yang jatuh pada selaput jala.

Tabel. Warna dalam spektrum tampak

λ maks (nm) Warna Warna komplementer(substraksi)

400-424 Ungu Hijau-kuning

424-491 Biru Kuning

491-570 Hijau Merah

570-585 Kuning Biru

585-647 Jingga Hijau-biru

647-700 Merah Hijau


(41)

Tabel Pita absorbsi UV dari flavonoida

No. Jenis Flavonoida Struktur Umum Pita II Pita I

1. Flavon

7 8 O O 6 5 10 9 1 2 1' 2' 6' 5' 4' 3' 4 3

240-285 304-350

2. Flavonol

O

O OH

240-285 352-390

3. Flavanon

O

O 270-295 300-350

4. Dihidroflavonol

O

O OH R2

R1 270-295 300-320

5. Khalkon O 220-270 340-390

6. Auron

O

O HC

220-270 370-430

7. Antosianidin

O

OH 270-280 465-550


(42)

2.5.2. Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)

Radiasi infra merah ditemukan oleh Sir William Hercshel pada tahun 1880, yang melaporkan penemuannya kepada Royal Society. Pada waktu itu para saintis belum memahami secara jelas keadaan transisi. Daerah inframerah terletak antara spektrum

electromagnetic cahaya tampak dan spektrum radio; yakni antara 4.000-400 cm-1.

Mulai tahun 1903 William dan N. Coblentz mahasiswa di Cornel University memperbaiki teknik-teknik percobaan dan menyusun sederetan spectra serapan zat murni.

a. Ada beberapa daerah penyerapan terpenting dalam Spektrum Infra Merah :

1. Daerah vibrasi regang hidrogen : 3.700-2.700 cm-1.

• 3.700 – 3.100 cm-1, serapan oleh vibrasi regang O-H dan N-H. Serapan

oleh vibrasi lentur O-H biasanya terdapat pada bilangan gelombang

lebih besar dan pita serapannya dalam spektrum sering lebih lebar dari pita serapan N-H.

• 3.200 – 2.850 cm-1, daerah vibrasi regang C-H alifatik.

2. Daerah vibrasi regang ikatan ganda tiga, 2.700 – 1.850 cm-1

Gugus fungsional yang menyerap di daerah ini terbatas, karena itu ada atau tidaknya serapan tersebut dalam suatu molekul dapat dilihat.

3. Daerah ikatan ganda dua, 1.950 – 1.550 cm-1 Vibrasi regang untuk ikatan ganda dua, yaitu :

• - C = C , - C = N -, 1690 – 1600 cm-1

• 1.650 – 1.450 cm-1, puncak serapan dalam daerah ini memberi keterangan yang penting mengenai cincin aromatik.


(43)

4. Daerah sidik jari “finger print”, 1.500 – 700 cm-1

Beberapa frekuensi gugusan (group frequency) juga bisa ditemukan di daerah sidik jari ini : C-O-C (vibrasi regang) dalam eter, ester kira-kira 1.200 cm-1 dan vibrasi

regang C-Cl pada 700 – 800 cm-1 . Pada bilangan gelombang dibawah 1.200 cm-1

terdapat puncak-puncak serapan beberapa gugusan anorganik seperti : sulfat, fosfat, nitrat dan karbonat.

b. Vibrasi kerangka suatu molekul (skeletal vibrations)

Vibrasi kerangka terletak di derah spektrum lebih dari 1.500 cm-1.

Kelompik-kelompok vibrasi di daerah spektrum kecil dari 1.500 cm-1 adalah :

a. Vibrasi regang (stretching) ikatan ganda yang tidak mengandung atom C b. Vibrasi regang ikatan tunggal

c. Vibrasi-vibrasi lentur (bending) (Noerdin, 1985)

2.5.3. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Spektrometri Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hydrogen.(Cresswell,1982)

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR.(Bernasconi,1995)

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban secara


(44)

kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik; TMS meberikan puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi daripada semua proton organik. (Silverstein, 1974).

Si

CH3

CH

3

CH

3

H

3

C

Pada spektormetri NMR integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap-tiap proton. Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. (Muldja, 1955)

Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilingnya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan. Akibat secara keseluruhan adalah inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. (Sastrohamdijojo, 1991)


(45)

BAB 3

METODA PENELITIAN

3.1. Alat – alat

1. Gelas ukur 50 ml Pyrex

2. Gelas beaker 250 ml Pyrex

3. Gelas beaker 1000 ml Pyrex

4. Corong saring

5. Corong pisah 1000 ml Pyrex

6. Kolom kromatografi d = 5 cm/p = ±87 cm Pyrex

7. Tabung reaksi Pyrex

8. Plat skrining

9. Neraca analitis Mettler PM 480

10.Hair Dryer Miyako

11.Rotari evaporator Buchi B-480

12.Labu alas 500 ml Pyrex

13.Plat KLT

14.Plat KLTP (Preparatif) d = 0,25 mm p.a E.merck

15.Statif dan klem

16.Lampu UV 254 nm

17.Spatula

18.Batang pengaduk 19.Pipet tetes 20.Botol vial

21.Bejana (Chamber) 22.Pipa Kapiler

23.Spektrofotometer FT-IR Jasco

24.Spektrofotometer NMR-H1 500 MHz

25.Spektrofotometer UV-Vis

26.Botol Perendaman 5000 ml Pyrex

27.Water Bath 28.Kapas


(46)

3.2. Bahan Penelitian

1. Serbuk kering kulit Buah Jengkol

2. Metanol Destilasi

3. n-Heksana Teknis

4. Kloroform p.a Merck

5. Aseton p.a Merck

6. Etanol Teknis

7. Silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM

8. Reagent Feri Klorida 1%

9. Reagent Natrium Hidroksida 10% 10. Reagent Mg-HCl

11. Reagent H2SO4(p)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyedian Sampel

Sampel yang diteliti adalah kulit buah Tumbuhan Jengkol yang diperoleh dari Pasar Central,Medan. Kulit Buah Tumbuhan Jengkol dikeringkan di udara terbuka, lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk sebanyak 1900 gram.

3.3.2. Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Kulit Buah Tumbuhan Jengkol

Serbuk kulit buah Tumbuhan Jengkol diidentifikasi dengan menggunakan cara : 1. Uji busa

2. Skrining Fitokimia


(47)

3.3.2.1. Uji Busa

Serbuk kulit buah tumbuhan Jengkol sebanyak 5 g dimasukkan kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambah 10 ml akuades dan dipanaskan pada penangas air. Lalu dikocok-kocok dengan kuat hingga terbentuk busa dan didiamkan selama 10 menit. Ternyata busa hilang yang membuktikan bahwa didalam kulit buah tumbuhan Jengkol tidak terdapat senyawa glikosida.

3.3.2.2. Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui adanya senyawa flavonoida pada kulit buah tumbuhan Jengkol maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif. Serbuk kulit diekstraksi maserasi dengan metanol, lalui disaring. Filtrat yang diperoleh ditampung dan diteteskan pada plat skrining untuk diuji dengan pereaksi H2SO4(P), NaOH 10%, FeCl3 1% dan MgHCl kemudian diperhatikan perubahan warna yang terjadi terhadap ekstrak sampel.

3.3.2.3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak aseton dengan

menggunakan fasa diam silika gel 60F254. Fasa gerak yang digunakan adalah

campuran CHCl3 : MeOH dengan perbandingan (90 : 10)v/v ; (80 : 20)v/v ; (70 : 30)v/v .

Prosedur analisis kromatografi lapis tipis :

Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak CHCl3 : MeOH dengan perbandingan (90 :

10)v/v kedalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat methanol pada plat KLT. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari dalam bejana, lalu dikeringkan. Diamati warna bercak yang dihasilkan dibawah sinar

Ultra Violet dengan λ = 254 nm dan dihitung harga Rf-nya, selanjutnya dimasukkan

kedalam botol pereaksi FeCl3 1%. Perlakuan yang sama dilakukan untuk


(48)

menunjukkan bahwa di dalam kulit buah tumbuhan Jengkol terkandung senyawa flavonoida. Hasil pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak CHCl3 : MeOH (80 :

20) v/v. Harga Rf dapat dilihat pada kromaatogram (Lampiran C)

3.3.3. Prosedur untuk memperoleh senyawa kimia dari Ekstrak Kulit Buah Tumbuhan Jengkol

Serbuk kulit buah tumbuhan Jengkol ditimbang sebanyak 1900 g, dimasukkan kedalam botol perendaman dan ditambahkan pelarut methanol yang telah didestilasi sampai semua serbuk terendam oleh pelarut dan dibiarkan selama ± 72 jam dan sesekali diaduk. Maserat ditampung dan diperoleh ekstrak berwarna hijau. Maserasi dilakukan berulang kali dengan menggunakan pelarut methanol sampai ekstrak methanol yang diperoleh memberikan hasil uji yang negative pada pereaksi untuk identifikasi senyawa flavonoid. Ekstrak methanol yang diperoleh dikumpulkan dan

dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator pada suhu ± 63oC sehingga

diperoleh ekstrak pekat methanol, kemudian diekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-heksana sebanyak ± 7 kali, sehingga terbentuk lapisan n-heksana dan lapisan methanol. Fraksi metanol ditampung dan dipekatkan, dan dilakukan kemudian dilarutkan dengan aseton. Dilakukan skrining fitokimia dengan pereaksi yang menghasilkan uji positif dengan peraksi. Selanjutnya dipekatkan sampai diperoleh ekstrak pekat aseton sebanyak ± 8,3 gram.

3.3.4. Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa flavonoida secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat aseton kulit buah Tumbuhan Jengkol yang tealh diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah

silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dan fase gerak adalah campuran pelarut CHCl3 :

MeOH dengan perbandingan (80 : 20) v/v.


(49)

Dirangkai alat kromatografi kolom. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel dicampur dengan ekstrak pekat aseton dengan menggunakan pelarut n-heksana, diaduk-aduk hingga homogen lalu dimasukkan kedalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan kloroform 100% hingga silika gel padat dan tidak menghasilkan

gelembung(bubble)/patahan. Lalu ditambahkan fase gerak CHCl3 : MeOH mulai dari

(90 : 10)v/v ; (80 : 20)v/v ; (70 : 30)v/v. secara perlahan-lahan dan diatur aliran fase gerak yang keluar dari kolom sama banyaknya denga setiap penambahan fase gerak dengan ratio yang berbeda dari atas kolom. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap 25 ml, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama. Setelah itu diuji flavonoida dan diuapkan sampai pelarutnya habis sehingga terbentuk kristal.

3.3.5. Pemurnian

Senyawa yang diperoleh dari fraksi yaitu pada fraksi 30 – 51 dilakukan pemurnian senyawa atau pemurnian untuk memastikan kemurniannya.

Prosedur :

Senyawa pada fraksi 30 – 51 dipreparatif dengan menggunakan KLT Preparatif. Senyawa tersebut ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler ke plat preparatif pada batas bawah dengan jarak 2 cm, kemudian dimasukkan kedalam chamber untuk di elusi dengan menggunakan perbandingan campuran eluent n-heksan dan aseton (120 : 80 )v/v. Dielusi selama ± 2 jam selanjutnya dikeringkan plat dan dilihat kenaikan noda dibawah lampu UV dengan panjang gelombang lampu yang berbeda, dilakukan penggerusan dan diambil senyawa dengan jarak noda yang sama, dilakukan pelarutan dengan menggunakan campuran eluent CHCl3 : MeOH (120 : 180) v/v. ditampung dan dilakukan rekristlalisasi dengan menggunakan campuran eluent etanol : n-heksan sebanyak ± 6 kali.


(50)

3.3.6. Uji Kemurnian Hasil Kromatografi dengan KLT

Uji kemurnian senyawa dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis dengan

menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dengan fase gerak CHCl3 : MeOH (80 :

20)v/v.

Prosedur :

Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak kedalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan. Ditotolkan kristal yang sebelumnya dilarutkan pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut kedalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fase gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi Feri Klorida 1 % menghasilkan bercak hitam yang menunjukkan uji positif adanya senyawa flavonoida. Perlakuan yang sama dilakukan, dan difiksasi dengan Natrium Hidroksida 10 % yang menghasilkan bercak berwarna biru violet. (Lampiran D)

3.3.7. Analisis spektroskopi Senyawa Hasil Isolasi

3.3.7.1. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer UV-Vis

Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia-LIPI, Serpong-Tangerang (Lampiran E)

3.3.7.2. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer FT-IR

Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia-LIPI, Serpong-Tangerang (Lampiran F)

3.3.7.3. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Resonansi

Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong – Tangerang dengan

menggunakan DMSO-d6 sebagai pelarut dan TMS sebagai standart dalam spektrum


(51)

3.4. Bagan Skrining Fitokimia

diekstraksi maserasi dengan methanol

disaring

dipekatkan

ditambahkan ditambahkan ditambahkan ditambahkan pereaksi FeCl3 1% pereaksi NaOH 10% pereaksi Mg-HCl pereaksi H2SO4(p)

diamati perubahan diamati perubahan diamati perubahan diamati perubahan

warna warna warna warna

10 g serbuk Kulit Buah Jengkol

Hasil Hasil

Hasil Hasil


(52)

3.5. Bagan Penelitian

← diskrining fitokimia

←dimaserasi dengan metanol selama ±72 jam

←disaring

← dipekatkan dengan rotarievaporator

←di ekstraksi partisi dengan n-heksan sebanyak ±7 kali

←dirotarievaporator ekstrak metanol

← dilarutkan dengan aseton(untuk memblok senyawa tanin) ← di-KLT dengan eluent CHCl3 : MeOH( 90:10, 80:20, 70:30)v/v

←dikromatografi kolom dengan campuran eluent CHCl3 MeOH

(80 : 20)v/v

←ditampung setiap fraksi sebanyak 25 ml dalam botol vial

←di-KLT

←digabung fraksi dengan Rf yang sama

← dirotavapor ←dirotavapor ←dirotavapor ←diuji KLT ←diuji KLT ←diuji KLT ←di-KLT untuk mencari eluent pada preparatif ←dipreparatif dengan eluent n-heksana: Aseton

(120:80)v/v

←dikeringkan

←dilarutkan dengan CHCl3 : MeOH (120 : 180)v/v

←direkristalisasi dengan menggunakan (etanol + n- heksan)

←dianalisis KLT

←dianalisis dengan Spektrofotometer UV-Visible,

Spektrofotometer FT-IR, Spektrofotometer 1 H-NMR

1900 g serbuk kulit buah jengkol

Ampas Ekstrakkasar metanol

Ekstrak pekat metanol

Lapisan n-heksana Lapisan metanol

Ekstrak methanol pekat

Fraksi 1 - 32 Fraksi 33 - 65 Fraksi 66 - 98

Hasil negatif Hasil positif

Hasil negatif

Senyawa Murni


(53)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak metanol dari kulit buah tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) dengan adanya penambahan pereaksi – pereaksi warna untuk menentukan golongan senyawa kimia yang dikandung dengan menggunakan pereaksi flavonoia yakni :

 Pereaksi FeCl3 1% memberikan warna hitam

 Pereaksi NaOH 10% memberikan warna biru violet

 Pereaksi Mg-HCl memberikan warna merah muda

 Pereaksi H2SO4(p) memberikan warna orange kekuningan

Dari hasil kromatografi lapis tipis dengan menggunakan absorben silika gel 60 F254, dapat diketahui bahwa pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari

kulit buah tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) adalah CHCl3 :

MeOH pada perbandingan (80 : 20)v/v.

Dari hasil isolasi kulit buah tumbuhan Jengkol (Pithecollobium

lobatum Benth.) diperoleh senyawa berwarna cokelat berbentuk gum sebanyak 185

mg.

Dari hasil analisis Spektrofotometer Ultra Violet-Visible (UV-Visible) dengan

pelarut methanol memberikan panjang gelombang maksimum (λ maks) 379,5 nm

sebagai Band I dan 287,0 nm sebagai Band II.

Hasil analisis Spektrofotometer FT-IR dari senyawa hasil isolasi menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai berikut :

1. Pada bilangan gelombang 3230,77 – 3585,67 cm-1 puncak melebar, (menunjukkan adanya vibrasi dari atom C yang mengikat gugus –OH).

2. Pada bilangan gelombang 2924,09 – 2939,52 cm-1 puncak tajam, (menunjukkan adanya vibrasi C-H alifatis).

3. Pada bilangan gelombang 1759,08 cm-1 puncak sedang, (menunjukkan adanya vibrasi C=O dari keton siklik).

4. Pada bilangan gelombang 1641,42 cm-1 puncak tajam, (menunjukkan adanya vibrasi C=C aromatik).


(54)

5. Pada bilangan gelombang 1456,26 cm-1 puncak sedang (menunjukkan adanya vibrasi CH2)

6. Pada bilangan gelombang 1365,60 cm-1 puncak melebar, (menunjukkan adanya

vibrasi gugus – CH3,-COCH3).

7. Pada bilangan gelombang 1255,66 – 1313,52 cm-1 puncak melebar, (menunjukkan adanya vibrasi O-H pengibasan dan C-O uluran).

8. Pada bilangan gelombang 1002,98 – 1166,93 cm-1 puncak tajam, (menunjukkan adanya vibrasi C-O uluran).

9. Pada bilangan gelombang 858,32 – 910,40 cm-1 puncak tajam, (menunjukkan adanya vibrasi C-H dari benzene)

Hasil analisis Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

memberikan pergeseran kimia pada daerah (δ/ppm) sebagai berikut :

1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 0,762 ppm merupakan puncak triplet

menunjukkan pergeseran kimia proton dari –CH3

2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 0.984 ppm merupakan puncak triplet

menunjukkan pergeseran kimia proton dari –CH3

3. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1.215 ppm merupakan puncak doblet

menunjukkan pergeseran kimia proton dari –CH2

4. Pergeseran kimia pada daerah δ = 2,515 ppm merupakan puncak singlet yang tajam

menunjukkan pergeseran kimia dari solvent (pelarut) DMSO

5. Pergeseran kimia pada daerah δ = 4,256 ppm merupakan puncak singlet yang

tajam menunjukkan pergeseran kimia proton dari H-C=C-H

6. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,475 ppm merupakan puncak doblet

menunjukkan pergeseran kimia proton dari –OCH3

7. Pergeseran kimia pada daerah δ = 5,835 – 7,785 ppm merupakan puncak multiplet


(55)

4.2. Pembahasan

Kulit buah tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) dinyatakan mengandung senyawa flavonoida berdasarkan hasil skrining fitokimia yang dilakukan dengan pereaksi FeCl3 1%, NaOH 10%, Mg-HCl, dan H2SO4(p). Terhadap kulit buah tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) dilakukan ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut metanol (pelarut polar) dan selanjutnya dilakukan ekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-heksan (non polar) dengan tujuan untuk memisahkan senyawa yang bersifat non polar misalnya lemak (lipid), steroid. Setelah dilakukan ekstraksi partisi dengan pelarut non polar selanjutnya ekstrak methanol dari hasil partisi dilarutkan dengan aseton(untuk memblok senyawa tannin yang tidak diinginkan). Kemudian dilakukan KLT untuk mencari perbandingan pelarut yang sesuai di kromatografi kolom, senyawa yang diperoleh dari hasil kolom di preparatif dan dilihat hasil pemisahannya di bawah lampu UV pada short wave dan long wave.

Berdasarkan Spektrum UV-Visible dari senyawa flavonoida yang diisolasi,

memberikan panjang gelombang maksimum (λ maks) 379,5 nm (Lampiran E) dengan

pelarut methanol sedangkan menurut literatur panjang gelombang maksimum 352-390 nm yaitu senyawa flavonoida dengan jenis Flavonol (Lampiran F) dan juga data ini dapat didukung dengan referensi yang say abaca dimana Flavonol muncul dengan 2 puncak absorbs pada daerah 240-400 nm. Kedua puncak ini lebih dikenal secara umum dengan istilah Band I (pita absorbsi I) biasanya pada daerah 300-380 nm dan Band II (pita absorbs II) biasanya pada daerah 200-280 nm. (Markham,K.R. 1970). Dari spektrum FT-IR (Lampiran G) menunjukkan adanya gugus –OH aromatik, gugus C=C, gugus C=O, gugus C-O.

Menurut K.R. Markham (1970) (hal. 260 – 268), cara menentukan jenis struktur flavonoid dari spektrum 1H-NMR adalah sebagai berikut :

1. Proton cincin A : 6,0 – 6,5 ppm (down field) 2. Proton cincin B : 6,7 – 7,9 ppm (lebih down field)

3. Proton cincin C : H-2 : 4,8 – 5,9 ppm; H-3 (aksial-ekuatorial) : 4,1 – 4,3ppm


(56)

Dari data 1H-NMR (Lampiran H) dapat disimpulkan :

1. Pergeseran kimia proton pada daerah δ = 0,762 ppm – 0,984 ppm (lampiran

H) adalah proton dari substituen.

Ada beberapa kemungkinan dari jenis substituen tersebut yaitu : a. Dari data spektrum pada lampiran H yang telah dieksplan pada

daerah δ = 0,762 ppm – 0,984 ppm terdapat 6 puncak multiplet

substituen senyawa metil.

Namun hal ini tidak dapat dipastikan letak substituen tersebut

apakah terikat pada proton cincin A, B,C atau melalui satu gugus phrenyl atau geranyl.

b. Pasangan H-C=C-H (δ = 4,256 ppm)

c. Proton CH2berada pada daerah δ = 1,215 ppm

2. Proton cincin A muncul pada 6,423 ppm pada data spektrum 1H-NMR

(Lampiran H dan M).

3. Proton cincin B muncul pada data spektrum 1H-NMR (Lampiran H dan M),

yaitu pada daerah 6,935 – 7,785 ppm yang menunjukkan puncak doblet yang tidak tajam. Hal ini menunjukkan bahwa proton cincin B tidak tersubstitusi.

4. Proton cincin C muncul pada data spektrum 1H-NMR dengan peak yang

tidak

tajam pada daerah 5,835ppm. Hal ini dapat dilihat pada lampiran K dan M.

Jadi, dari data Spektrum UV-Visible, FT-IR, dan 1H-NMR dapat disimpulkan bahwa

kemungkinan struktur flavonoid yang diisolasi adalah flavonol 3-OH bebas

O

O

OH

A C

B

H


(57)

BAB 5

KESIMPULA DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 1900 g kulit buah tumbuhan Jengkol

(Pithecollobium lobatum Benth.) merupakan senyawa berwarna cokelat

berbentuk gum, diperoleh sebanyak 105 mg.

2. Berdasarkan hasil Uji Skrining Fitokimia dan analisis Kromatografi Lapis

Tipis dengan penampakan noda menggunakan pereaksi Feri Klorida yang menghasilkan larutan hitam maka dapat disimpulkan senyawa hasil isolasi merupakan senyawa flavonoida.

3. Dari hasil interpretasi spektrum Inframerah (FT-IR), resonansi magnetic inti

proton (1H-NMR), spektrofotometer UV-Visible dan juga berdasarkan

literature bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa flavonoida jenis flavonol 3-OH bebas, dimana terdapat gugus –OH, gugus keton, gugus eter dan vibrasi rentangan dari ikatan rangkap rantai karbon dalam senyawa heterosiklik

4. Struktur dari senyawa flavonoida yang diisolasi dari kulit jengkol ini belum

bisa dipastikan karena kurangnya data-data spektroskopi misalnya,

Spektroskopi 13C-NMR, Spektroskopi MS.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan analisis 13C-NMR untuk mengetahui jumlah atom karbon dan

analisis Spektroskopi Massa (untuk mengetahui berat molekul melalui fragmentasi) agar diperoleh data-data yang lebih mendukung untuk menentukan struktur senyawa flavonoid yang diperoleh dari hasil isolasi.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan,M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Edisi Pertama. Cetakan

Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta

Dachriyanus,. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Andalas University Press. Padang

Fessenden,F. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid Kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta

Gritter,R.J. 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung

Hahlbrock, K. and Grisebach,H. 1975. The Flavonoids. Chapman and Hall. London

Harborne,J.B. 1987. Metode Fitokimia “Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan”. Terbitan Kedua. Penerbit ITB. Bandung

Hostettman,K. 1995. Cara Kromatografi Preparatif “Penggunaan pada Isolasi

Senyawa Alam”. Penerbit ITB. Bandung

diakses

tanggal 23 Februari 2010

id.wikipedia.org/wiki/Jering

Kaufman,P,. 1999. Natural Products from Plants. CRC Press LLC. United State of America


(59)

Kealey,D,. 2002. Analytical Chemistry. BIOS Scientific Publishers Ltd. London

Markham,K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan Kosasih Padmawinata Penerbit ITB . Bandung

Markham, K.R. 1970. The Systematic Identification of Flavonoids. Springer-Verlag. New York

Muldja, M. H. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Universitas Airlangga Press. Surabaya

Noerdin,D. 1985. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Penerbit Angkasa. Bandung

Pavia, L.D. 1970. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic

Chemistry. Saunders College. Philadelpia

Raphael,I. 1991. Natural Products A Laboratory Guide. Second Edition. Academic

Press,Inc. London

Rismunandar. 1986. Mengenal Tanaman Buah-buahan. Penerbit Sinar Baru. Bandung

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keempat. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung

Sastrohamidjojo,H. 1985. Kromatografi. Edisi Pertama. Cetatakan Pertama. Penerbit Liberty. Yogyakarta

Sastrohamidjojo,H. 1995. Sintesis Bahan Alam. Cetakan Pertama. Gadjah Mada


(60)

Silverstein,R.M. 1974. Spectrometric Identification of Organic Compounds. Third Edition. John Wiley & Sons,Inc. New York

Steenis, V. 2005. Flora “Untuk Sekolah di Indonesia”. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.

Sudjadi,. 1986. Metode Pemisahan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Wiryowidagdo,S. 2008. Kimia & Farmakologi Bahan Alam. Edisi Kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Yoshikawa,T. 2000. Flavonoid Constituents from Glycyrrhiza glabra Haiy Root

Cultures. The Journal of Phytochemistry. 55(2000). School of

Pharmaceutical Sciences. Kitasato University. Tokyo. Japan. Halaman 447 -


(61)

(62)

(63)

Lampiran C. Kromatogram Lapis Tipis Ekstrak Metanol Kulit Buah Tumbuhan Jengkol

(Pithecollobium lobatum Benth.) dengan penampakan noda dibawah

sinar ultraviolet dengan .

I II III

E E E

Keterangan :

Fase Diam : Silika gel 60 GF ( E. Merck Art 554)

E : Ekstrak Metanol Kulit Buah Tumbuhan Jengkol

I : Fase Gerak CHCl3 : MeOH (90:10)

v

/v

II : Fase Gerak CHCl3 : MeOH (80:20)v/v

III : Fase Gerak CHCl3 : MeOH (70: 30)

v

/v

No. Fase Gerak Jumlah Noda Warna Noda Rf

1.

2.

3.

CHCl3 : MeOH (90 : 10) v

/v

CHCl3 : MeOH (80 : 20) v

/v

CHCl3 : MeOH (70 : 30) v /v - 5 3 - Merah Merah Lembayung gelap Lembayung gelap Merah Merah Merah Lembayung gelap - 0,96 0,85 0,74 0,63 0,45 0,69 0,54 0,43


(64)

Lampiran D. Kromatogram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi melalui penampakan

noda dengan penambahan pereaksi

I II

S S

Keterangan :

Fase Diam : Silika gel 60 GF (E. Merck. Art 554)

S : Senyawa hasil isolasi

I : FeCl3 1% (Warna Hitam)

II : NaOH 10% (Warna Biru Violet)

Data Harga Rf dari bercak noda :

No. Penampakan bercak Pereaksi Warna Noda Rf

1. I FeCl3 1% Hitam 0.78


(65)

(66)

(67)

(68)

Lampiran H. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa hasil isolasi

-O

CH

3

P

rot

on

C

in

ci

n B

P

rot

on

C

in

ci

n C

P

rot

on

C

inc

in A

CH

2

H

-C=C

-H

CH


(69)

Lampiran I. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa pembanding


(70)

Lampiran J. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa pembanding untuk proton metoksi, -O-CH3


(71)

Lampiran K. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa pembanding untuk proton pada cincin B(6,7 – 7,9 ppm)


(1)

Lampiran H. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa hasil isolasi -O CH 3 P rot on C in ci n B P rot on C in ci n C P rot on C inc in A CH 2 H -C=C -H CH 3


(2)

Lampiran I. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa pembanding


(3)

Lampiran J. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa pembanding untuk proton metoksi, -O-CH3


(4)

Lampiran K. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa pembanding untuk proton pada cincin B(6,7 – 7,9 ppm)


(5)

Lampiran L. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa pembanding untuk proton pada cincin C (H-2 : 4,8 – 5,9 ppm ; H-3 (aksial,ekuatorial) : 4,1 – 4,3 ppm)


(6)