Uji Diagnostik Pemeriksaan Imunoserologi IgM Anti Salmonella Metode IMBI dan Rapid Test Terhadap Baku Emas Kultur Salmonella typhi Pada Penderita Tersangka Demam Tifoid.
iv
ABSTRAK
UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN IMUNOSEROLOGI IgM
ANTI SALMONELLA METODE IMBI DAN RAPID TEST TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA
DEMAM TIFOID
Gabby Ardani L, 2010. Pembimbing I : Indahwaty, dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Manifestasi klinik demam tifoid tidak spesifik sehingga diagnosis demam tifoid berdasarkan gejala klinik sulit, maka dibutuhkan sarana penunjang diagnosis yang cepat dan tepat. Beberapa pemeriksaan serologis yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis demam tifoid antara lain tes Widal, IgM anti Salmonella metode IMBI, dan rapid test. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi nilai diagnostik IgM anti Salmonella metode IMBI dan rapid test sebagai pemeriksaan laboratorium penunjang diagnostik demam tifoid.
Penelitian ini bersifat retrospektif dengan metode deskriptif analitik dan rancangan cross sectional terhadap data sekunder hasil pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI, IgM anti Salmonella typhi Rapid Test dan kultur darah sebagai baku emas pada pasien tersangka demam tifoid di R.S Immanuel Bandung periode Februari-Juli 2010. Analisis data menggunakan chi-square McNemar.
Sensitivitas dan spesifisitas IgM anti Salmonella metode IMBI sebesar 100% dan 53,7%(p=0,000). Sedangkan IgM anti Salmonella metode rapid test memiliki sensitivitas sebesar 72,7% dan spesifisitas sebesar 65,9%(p=0,013).
IgM anti Salmonella metode IMBI lebih sensitif daripada rapid test. Sedangkan spesifisitas kedua pemeriksaan tidak jauh berbeda.
(2)
ABSTRACT
DIAGNOSTIC TEST OF IgM ANTI SALMONELLA IMMUNOSEROLOGY BY IGM ANTI SALMONELLA IN IMBI METHOD AND RAPID TEST METHOD
TOWARDS GOLD STANDARD Salmonella typhi CULTURE FROM SUSPECTED-TYPHOID FEVER PATIENT
Gabby Ardani L, 2010. 1st Supervisor : Indahwaty, dr., Sp.PK, M.Kes
. 2nd Supervisor: Penny S M, dr., Sp.PK, M.Kes
Typhoid fever remains a global health issue especially in developing countries. Clinical manifestation of typhoid fever are not specific. Due to the lack of spesific symptomps, the clinical diagnosis is dificult. Therefore it needs a fast laboratory testing to diagnosed typhoid fever. Some serologic examination is Widal, IgM anti Salmonella in IMBI and rapid test method. The aim of the study is to evaluate IgM anti Salmonella in IgM anti Salmonella in IMBI and rapid test method.
Thisis retrospective study with descriptive analitic method and cross sectional design to the result of IgM anti Salmonella in IMBI, rapid test, and blood culture examination as a gold standard from typhoid fever-suspected patient. Observation was on Immanuel Hospital on February-Juli 2010 period. Data analitic using chi-square McNemar.
The analitic result showing IgM anti Salmonella in IMBI method has 100% in sensitivity and 53,7% in spesificity(p=0,000). IgM anti Selmonella in rapid test method has 72,7% in sensitivity and 65,9% in specificity(p=0,013).
We can conclude that IgM anti Salmonella in IMBI method is more sensitive than IgM anti Salmonella in rapid test method, but both of their specificity are not much different.
Keywords: IgM anti Salmonella in IMBI method , rapid test method, typhoid fever
(3)
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRACT ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Kerangka Pemikiran ... 4
1.6 Hipotesis Penelitian ... 5
1.7 Metode Penelitian ... 5
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella typhi ... 7
2.1.1 Karakteristik ... 7
2.1.2 Taksonomi ... 8
2.1.2 Tata Nama... 9
2.2 Demam Tifoid ... 9
(4)
2.2.1.1 Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin ... 11
2.2.2 Cara Penularan ... 11
2.2.3 Patofisiologi ... 12
2.2.4 Gejala Klinik ... 15
2.2.5 Komplikasi ... 15
2.3 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ... 16
2.3.1 Pemeriksaan Laboratorium ... 16
2.3.1.1 Hematologi ... 16
2.3.1.2 Urinalisis ... 17
2.3.1.3 Kimia Klinik ... 17
2.3.1.4 Imunoserologi ... 17
2.3.1.4.1 Widal ... 17
2.3.1.4.2 IgM Anti Salmonella Metode IMBI ... 18
2.3.1.4.3 IgM anti Salmonella Metode Rapid Test ... 20
2.3.1.5 Mikrobiologi ... 22
2.3.1.5 Biologi Molekuler... 25
2.4 Evaluasi Tes ... 25
2.4.1 Sensitivitas ... 26
2.4.2 Spesifisitas ... 26
2.4.3 Nilai Prediksi ... 26
2.4.4 Validitas ... 27
2.4.5 Titik Potong (cut-off) ... 27
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian ... 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 28
3.3.1 Kriteria Inklusi ... 28
3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 28
3.4 Metode Penelitian ... 29
(5)
x
3.4.2 Definisi Operasional ... 29
3.5 Ukuran Sampel ... 30
3.6 Metode Analisis Data ... 30
3.7 Hipotesis Penelitian ... 31
3.8 Alur Penelitian ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 32
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 32
4.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur ... 33
4.1.3 Hubungan Lama Demam dengan Hasil Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Metode Rapid Test ... 33
4.1.4 Hubungan Lama Demam dengan Hasil Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Metode IMBI ... 34
4.1.5 Hubungan Lama Demam dengan Hasil Pemeriksaan Kultur Darah .... 35
4.2 Hasil Uji Diagnostik Serologis Demam Typhoid ... 36
4.2.1 Uji Diagnostik IgM Anti Salmonella Metode Rapid Test Terhadap Pemeriksaan Baku Emas (Kultur Darah) ... 36
4.2.2 Uji Diagnostik IgM Anti Salmonella Metode IMBI Terhadap Pemeriksaan Baku Emas (Kultur Darah) ... 37
4.2.3 Sensitivitas, Spesifisitas, NPP, dan NPN Pemeriksaan Serologis Terhadap Pasien Tersangka Demam Tifoid ... 38
4.3 Uji Hipotesis ... 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 40
5.2 Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
LAMPIRAN ... 46
(6)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Interpretasi Hasil IgM anti Salmonella Metode IMBI ... 20 Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur ... 33 Tabel 4.2 Hubungan Lama Demam dengan Hasil Pemeriksaan IgM Anti
Salmonella Rapid Test ... 33 Tabel 4.3 Hubungan Lama Demam dengan Hasil Pemeriksaan IgM anti
Salmonella Metode IMBI ... 34 Tabel 4.4 Hubungan Lama Demam dengan Hasil Pemeriksaan Kultur ... 35 Tabel 4.5 Tabel 2x2 Uji Diagnostik IgM Anti Salmonella Metode Rapid Test
Terhadap Pemeriksaan Baku Emas ... 36 Tabel 4.6 Uji Diagnostik IgM Anti Salmonella Metode IMBI Terhadap
Pemeriksaan Baku Emas ... 37 Tabel 4.7 Hasil Sensitivitas, Spesifisitas, NPP, dan NPN Pemeriksaan
(7)
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Sel Enterobacteriaceae ... 7
Gambar 2.2 Salmonella ... 8
Gambar 2.3 Prevalensi Demam Tifoid di Seluruh Dunia ... 11
Gambar 2.5 Patogenesis dan Patofisiologi Demam Tifoid ... 14
Gambar 2.6 Dalf Salmonella Antigen Set ... 21
Gambar 2.7 Bactec ... 23
Gambar 2.8 Cara Kerja Bactec ... 24
Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 31
(8)
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan Tabel Kontingensi 2x2 ... 46
Lampiran 2 Hasil Pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI Terhadap Kultur... 47
Lampiran 3 Hasil Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Metode Rapid Test Terhadap Kultur ... 48
Lampiran 4 Prosedur Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Metode Rapid Test ... 49
Lampiran 5 Prosedur Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Metode IMBI ... 50
Lampiran 6 Prosedur Pemeriksaan Kultur Bactec Salmonella Typhi ... 51
Lampiran 7 Surat Ijin Pengambilan Data ... 51
(9)
46
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Tabel Kontingensi 2x2
Tabel 2x2
Variabel 1
Variabel 2 Positif Negatif Jumlah
Positif a b a+b
Negatif c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Sensitivitas = a/(a+c) Spesifisitas = d/(b+d)
Nilai prediksi positif = a/(a+b) Nilai prediksi negatif = d/(c+d) Akurasi = (a+d)/(a+b+c+d)
(10)
Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI Terhadap Kultur
IMBI * kultur Crosstabulation
Count
kultur Total
"P" "N" "P"
IMBI "P" 11 19 30
"N" 0 22 22
Total 11 41 52
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10,231(b) 1 ,001
Continuity
Correction(a) 8,151 1 ,004
Likelihood Ratio 14,233 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear
Association 10,034 1 ,002
McNemar Test ,000(c)
N of Valid Cases 52
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,65.
(11)
48
Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Metode Rapid Test Terhadap Kultur
rapid* kultur Crosstabulation
Count
kultur Total
P N P
rapid P 9 14 23
N 2 27 29
Total 11 41 52
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7,991(b) 1 ,005
Continuity
Correction(a) 6,175 1 ,013
Likelihood Ratio 8,318 1 ,004
Fisher's Exact Test ,007 ,006
Linear-by-Linear
Association 7,837 1 ,005
McNemar Test ,004(c)
N of Valid Cases 52
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,87.
(12)
Lampiran 4. Prosedur Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Metode Rapid Test
Prinsip:
Imunokromatografi
Reagen IgM anti Salmonella DALF
Test device yang terdiri dari membran nitroselulose yang dilapisi oleh konjugat koloidal anti IgM manusia, konjugat koloidal IgG kelinci, antigen LPS Salmonella typhi dan anti sera kelinci
Buffer Sampel loop
Prosedur kerja:
1. Kemasan DALF dibuka dan diberi identitas subjek penelitian
2. Diteteskan 5 μl serum ke dalam port A
3. Diteteskan 5 tetes buffer ke dalam port B, lalu didiamkan selama 15 menit 4. Hasil dibaca pada port hasil
Interpretasi Hasil:
Positif : bila tampak 2 garis merah pada garis kontrol (C) dan tes (T) Negatif : bila garis merah hanya terlihat pada garis C
(13)
50
Lampiran 5. Prosedur Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Metode TUBEX TF (IMBI)
Prinsip: Imunokromatografi
Reagen IgM anti Salmonella Metode IMBI Tabung reaksi berbentuk V
Penyangga magnetic
Reagen A berwarna coklat, berisi partikel magnet yang dilapisi antigen LPS Salmonella typhi
Reagen B berwarna biru, berisi partikel berwarna biru yang dilapisi antbodi monoklonal spesifik terhadap antigen O9 Salmonella typhi
Prosedur kerja:
Pada tabung reaksi pertama, 1 tetes reagen A ditambah 1 tetes (25μl) serum
dicampur selama 2 menit mengunakan pipet
Lalu ditambahkan reagen B, tabung reaksi ditutup dengan selotip, campuran dikocok/ dibolak-balik menggunakan tangan/rotator selama 2 menit
Tabung reaksi diletakkan pada penyangga magnetik selama 1 menit Hasil dibaca berdasarkan perubahan warna
Interpretasi Hasil:
Perubahan warna disesuaikan dengan warna pada penyangga magnetik, yang terdiri dari 0 (merah muda) -10 (biru)
<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi Demam Tifoid aktif.
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Pengujian diulangi, bila masih meragukan, dilakukan sampling ulang beberapa hari kemudian.
4-5 Positif lemah Menunjukkan infeksi Demam Tifoid aktif. > 6 Positif kuat Indikasi kuat infeksi Demam Tifoid aktif.
(14)
Lampiran 6. Prosedur Pemeriksaan Kultur Bactec Salmonella typhi Alat dan Bahan:
5 ml darah vena steril BD Bactec Peds Plus Agar darah
Agar Mc Conkay
Antisera Salmonella typhi O dan H, paratyphi A,B,C Ose steril
Lampu bunsen
Inkubator Bactec dan inkubator Memmert
Prosedur kerja:
5 ml darah vena steril dimasukkan secara aseptic ke dalam botol Bactec
Botol berisi darah vena diinkubasi ke dalam inkubator Bactec sampai bunyi positif
1-2 tetes cairan dari BACTEC diinokulasi ke agar darah dan Mc Conkay Agar darah & Mc Conkay diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 1-3 hari
Bila ada pertumbuhan koloni, koloni diambil dan dilakukan identifikasi dengan antisera Salmonella typhi O dan H, paratyphi A,B,C
Interpretasi Hasil:
Positif : bila terjadi aglutinasi pada koloni yang ditetes dengan antisera Salmonella typhi O dan H, atau paratyphi A,B,C
Negatif : Bila tidak terjadi aglutinasi pada koloni yang ditetes dengan antisera Salmonella typhi O dan H, atau paratyphi A,B,C
Lampiran 7. Surat Ijin Pengambilan Data (Terlampir Pada Halaman Berikutnya)
(15)
(16)
Lampiran 8. Data Penderita
No JK
Umur
(th) Febris Gejala klinik Terapi Respon pasien IMBI rapid Kultur Keterangan
1 P 2.25
25/3: 2 mgg yl,
mual, muntah, sariawan, batuk
Ceftriaxon, Norages, Broadced,
30/3: pulang, suhu
36 C, batuk, obat: +6 P P
Demam tifoid
↑ malam, ↓ dengan
nyeri perut, BAB 2hr 1x
Ranitidine, Kalmetason,
Plantacid. Salbron, Plantacid
Obat
Otopain, Salbron,
Becombion
2 P 29
1/4: 4 hr yl, ↑,
mual, muntah, batuk, sakit kepala
Trolit, Lancid, Mucosta, Cravit,
5/4: pulang, suhu
36 C, obat:
Hexillon, +4 P N
IgM/G anti Den +/+, T ↓,
sepanjang hari,
retroorbital, pegal, BAB BAK N,
Kalmetason, Vomceran
Lancid, Mucosta,
Cravit, Trolit Petechiae +, SGOT/PT ↑
↓ dengan obat
NT perut +,
pernah gusi
berdarah
Becom C
3 L 28
3/4: 4 hr yl
mual, x nafsu makan, lemas, tampak
Sistenol, Rantin, Elsazym, Lancid
5/4: pulang, suhu
N, obat: Sistenol, +6 P N
kemerahan
Lancid, Elsazym,
Zypraz, Ciproxin
4 P 39
4/4: 4 hr
yl mual, lemas
Sistenol, Lancid, Elsazym, Cravit,
8/4: pulang, suhu
36 C, obat +4 P N
Demam tifoid
Vomceran, Cemevit,
Cetinal,
Kalmetason
5 P 25
6/4: 5 hr yl
mual, lemas, x
nafsu makan,
sedang
Intunal, Imox,
Izoprirozine, Cravit,
9/4: pulang, suhu
36 C, obat +4 N N
Demam tifoid, T ↓
menstruasi hari pertama
Vomitas,
Kalmetason, Zypraz
6 P 20
12/4: 5 hr
yl mual, lemas
Sistenol, lancid, Elsazym,Cravit,
16/4: pulang, suhu
36 C, obat +6 P N
Demam tifoid, Hb ↓
Vomceran inj,
Gastridine inj,
Zypraz, Lactulac syr
7 P 10
14/4: 7 hr
yl, ↑
malam,
batuk, muntah setiap batuk, diare 1x
Sumagesic, Dialac, Vomitas,
18/4: pulang, suhu
36 C, obat: +6 P N
Demam tifoid, Hb ↓, Ht ↓,
lidah coated
sejak febris, NT abdomen +
Biodiar, Ceftriaxone, Tomit inj,
Sumagesic,
Sanadryl syr,
Biodiar,
Leukosit 10.300, T ↓
Kalmetason,
Sanadryl syr, Oxoryl Oxoryl
8 P 19 3 hr +8 P N
IgM/G anti Den -/-
(17)
54
9 L 16
18/4: 5 hr
yl lemah
Lancid, Elsazym, Sistenol, Hexillon,
22/4: pulang, suhu
36 C, lemas, obat +6 N N
Demam tifoid, T ↓,
Cravit, Levofloxacin
SGOT/PT ↑
10 P 24 5 hari
febris lemas, nyeri
perut N N N
11 P 9
6/5: 1 mgg yl, ↑ sore
nyeri kepala, mimisan 1x, BAB 1x dalam 7 hari
Rhelafen F,
Ceftriaxon
9/5: pulang, suhu
36 C +4 P P
Demam tifoid, Ht ↓
12 L 24
10/5: 4 hr yl
mual, sakit kepala, pegal, ↓ nafsu
Sumagesic, Spasmomen, Neciblok,
17/5: pulang, suhu
36,4 C, obat: N N N
T ↓, 16/5
T ↑,
suspek DHF,
makan
Esilgan, Braxidin, Cravit, Kalmex,
Sumagesic, Spasmomen,
Neciblok, aPTT ↑
Rantin, Motilex, Kalmetason
Esilgan, Braxidin,
Cravit
13 L 20
9/5: 3 hr
yl, ↑
malam
mual, muntah, nyeri ulu hati
Sistenol, Imunos, Sumagesic,
14/5: pulang, suhu
37 C, obat: Zrgavit, +4 N N
Demam tifoid, Leukopeni,
Zagavit, Cravit, Vomceran
Cravit, Sistenol,
Bion 3
Hb ↓, Ht ↓, T ↓
14 P 11
12/5: 7 hr
yl, ↑
malam,
meggigil, nyeri ulu hati, batuk 1 hr
Norages, Ceftriaxon, Kalmetason
14/5: pulang, suhu
36 C, obat: +4 N P
Demam tifoid, T ↓, Hb ↓,
siang ↓
SMRSI, sesak, x
BAB sejak 3 hr yl Norages Ht ↓
15 L 8 hr +6 P P
16 P 32
2/6: 4 hr
yl, ↑
malam,
sakit kepala, mual, muntah 5x, NT
Sistenol, Elsazym, Lancid, Folamil,
4/6: pulang, suhu
36 C, obat N N N
sedang
hamil 3
bulan,
↑↓,
anemis +/+
perut bawah,
terasa panas, pegal,
Vomitas, Zytromax,
Orotractin
suspek DHF, PCR -, Hb ↓,
sakit menelan, ↓
nafsu makan
HT ↓,
Leukosit
↑, T
normal
17 L 38
4/6: 5 hr yl, malam,
menggigil, sakit
kepala di
belakang,
Elsazym, Lancid, Sistenol
7/6: pulang, suhu
36 C, obat: N N N
IgM/G anti Den -/-
pagi, siang x demam
nyeri ulu hati,
mual, nyeri
retroorbital
Starimuno, Hepabalance,
Lancid
18 L 27
febris 1 minggu
nyeri 1 mgg yl, mual, nyeri di perut
Ozid inj, Vomceran, INMC inj,
8/6: pulang, suhu
36 C, obat:
Sistenol, N P N
PCR -,
suspek hepatitis,
lalu subfebris
37,2 C kanan (skala 3)
Urdahek, Sistenol,
Vometa Urdahek, Vometa
Bilirubin ↑, SGOT/PT
(18)
↑
19 P 13
4/6: 4hr, hilang timbul
mual, pusing, pegal, muntah, BAB,
Elsazym, Lancid, Sistenol, Hexillon,
10/6: pulang, suhu
36 C, obat +4 P P
Demam tifoid, T↓,
40,3 C BAK + Hepamax, Cravit
Hb ↓, Ht ↓
20 L 7 hari N N N
21 L 11 10 hr +4 P N
22 L
27
2mgg yl, ↑
perlahan, t.u
nyeri kepala
bagian depan,
extremitas Sumagesic
18/6: pulang, suhu
37 C, obat: Imox, N N N
D/ viral infection
malam
hari pegal-pegal sumagesic (?)
23 L 5 5hr yl +4 P P
24 L
20
5 hr
yl,febris naik turun
pusing, mual, muntah 1x, nyeri ulu
Imbost, Sumagesic, Vomitas, Cravit,
25/6: pulang, suhu
36 C N P N
Demam tifoid, pendarahan usus
hati, diare
Ascapect, Gastridin,
Sanmol,
Aspark, vit C,
Kalmex
25 P
8
4 hr yl, ↑ perlahan
cephalgia, nyeri epigastrium, diare,
Proxion F, Ranitidin, Ceftriaxon,
21/6: pulang, 36 C,
obat: Proxion +6 P N
Demam tifoid, monosit 11,4 ↑
anorexia
26 P
7
5 hr yl, ↑
perlahan
menggigil, berkeringat, pusing dekat
Norages, Rantin, Ceftriaxon,
19/6: pulang, 36,5
C, obat: Kalxetin, N N N
D/: viral infection, leukosit:
sekitar mata, bibir
pecah-pecah, Boraxgliserin
Becombion syrup,
Zypraz 2800
mual, muntah,
batuk
27 L 1 4 hr muntah N N N
28 L
6
3 hr yl, ↑ malam, ↓ siang
menggigil, pegal,
lemas, nyeri
kepala,
Ostarin, Imunos, Dialac, Ambroxol,
2/7: pulang, 36,2 C,
obat: Imunos, +6 P P
Demam tifoid, IgM anti
batuk, mencret
Ceftriaxon, Calsancatine
Dialac, Ostarin,
Ambroxol
Salmonella typhi +
29 L 28 2 hr yl pusing
Sistenol, Elsazym, Lancid, Cravit
2/7: pulang, 36,4 C,
obat: Cravit, +6 N N
Trombosit 145000
Lancid, Elsazym,
Sistenol,
Hepabalance
30 L
34
4 hr yl, mendadak ↑,
nausea, vomit 2x 1 hari SMRSI,
Lancid, Elsazym,
Sislinal, Cemevit pulang, obat N N N
Trombosit 122000
sepanjang hari
epistaksis, pusing,
(19)
56
nyeri epigastrium
31 P
20
4 hr yl, ↑ malam
menggigil
menjelang pagi, nausea,
Sistenol, Elsazym, Lamcid, Zypras,
3/7: pulang, 37 C,
obat: Sistenol, +8 P P
Demam tifoid
x vomit, myalgia, cephalgia, 4 hri
Cermevit, Cravit, Kalmetason
Lancid, Elsazym,
Cravit, Zypras
x BAB
32 L
7
3 mgg yl,
↑↓,
malam
menggigil, 1 hri SMRSI batuk
Rhelafen F,
Polysilane, Ceftriaxon
5/7: pulang, 36 C,
obat: Becombion, +7 N P
Demam tifoid Rhelafen F 33 L 28
3 hr yl, terus
menerus
Cravit, Zegavit, Sumagesic
10/7: pulang, obat:
Zegavit, Cravit +4 P N
T: 110000, Leukosit 3900
34 L
32
4 hr yl,
↑↓,
siang-malam
mual, x nafsu makan, berobat 3x tapi
Sistenol,Elsazym, Lancid, Zypraz,
14/7: pulang, 36,7
C, obat: Lancid, N N N
LED ↑, T: 109000, SGOT
tidak ada
perbaikan Cemevit, Hepabalance, Ultracet, Hepabalance, Ultracet, Elsazym,
150, SGPT 200
Hexilon
Cravit, Zypras,
Sistenol
35 P
5.6
10 hr (2 mgg yl),
↑↓,
malam
nyeri retroorbita, mulas, BAB, BAK
Tempra, Ferokid, Ceftriaxon,
15/7: pulang, 36,8
C +8 P N
Demam tifoid, anemia (Hb 5),
dalam batas
normal, x mencret Ranitidin Ht 16
36 P
12
5 hr yl, mendadak ↑,
mual, muntah, nafsu makan ↓
Sanmol, Tomit,
Kalmetason,
17/7: pulang, 36,2
C, obat: Sanmol, +4 N N
DHF, Demam tifoid, sepanjang
hari Ceftriaxon
Chloramphenicol,
Dulcolax supp
T: 20000-131000, Den NS1 +
37 L 2 38,8 C muntah, mencret
Vomitas, Proxion, Dialac, Renolyte,
20/7: pulang, 36,5
C +6 P N
Arcapec, OAT,
Kalfoxim, Norages,
Broadced, Cespan
38 L
25
Lancid, Elsazym, Sistenol, Cermevit
16/7: pulang, 36,5
C, obat: Sistenol, N N N
DHF, Hb 13,2 (↓ sedikit)
Elsazym,Tripanzym
39 L
9
1 mgg yl,
↑↓ (39
C)
batuk berdahak, mual, x muntah,
Magtral, Proxion,
Biodiar, 18/7: pulang, 36 C +8 P N
Demam tifoid, T 129000
mencret 1x, x
nafsu makan,
minum ↑
Ceftriaxon,
Kalmetason
40 L
54
2 hr yl, terutama sore hari
batuk, nyeri
epigastrium
Intunal, Elsazym, Zypras, Tramal,
19/7: pulang, 36,4
(20)
Trolit, Lansoprazile
Sistenol, Lancid,
Trolit, Elsazym
41 L
22
3 hr yl,
↑↓ badan pegal-pegal, mual, muntah,
Sistenol, Elsazym, Lancid, Rillus,
22/7: pulang, 36,4
C, obat: Lancid, +4 N N
L 3200, T 103000, IgM anti
diare
Cravit, Hexilon, Vomceran, Cermevit
Cravit, Hepabalance,
Elsazym,
Dengue +, DHF
Sistenol, Wafrin (?)
42 P
23
4 hr yl,
↑↓,
malam x mual, x muntah
Sumagesic, Sistenol, Elsazym, Lancid,
22/7: pulang, 36,3
C, lemas, obat: N N N
T 75000-148000, DHF
Cemevit
Sistenol, Hexilon,
Lancid, Elsazym,
Cravit
43 P
15
4 hr yl, ↑↓
nyeri ulu hati, x
nafsu makan,
badan
Sistenol, Elsazym, Lancid, Neciblok,
25/7: pulang, 36,3
C, obat: Starmuno, N N N
T 74000-161000, IgM, IgG
pegal-pegal, lemas
Zypras, Trolit, Cermevit
Hepabalance, Elsazym, Lancid,
Trolit, anti Dengue + Cermevit 44 L 19
4 hr yl, mendadak
↑ nyeri epigastrium +, myalgia, mual,
Sistenol, Elsazym, Imunos,
26/7: pulang, 37 C,
obat: Excelese, N N N
D/: DHF, T 25000-106000,
muntah berisi
makanan, BAK
normal,
Lanzoprazole, Excelese
Sistenol,
Lanzoprazole
IgM, IgG anti Dengue +
BAB 1 hr yl:
mencret
45 L
20
4 hr yl, ↑ perlahan, ↓ dengan
gusi berdarah, BAB, BAK dbn
Sistenol, Elsazym,
Lancid 26/7: pulang, 36 C N N N
D/: DHF, T 17000-57000,
obat tapi
↑ lagi
IgM anti Dengue +
46 L
1 5hr yl
menggigil, kejang, 1 mgg SMRSI:
Dialac, Novalgin, Rantin, Valium,
28/7: pulang,
lemas, obat: Dialac, +4 P P
Demam tifoid, LED ↑
batuk, pilek, BAB encer
Ceftriaxon,
Kalmetason, Mikasin
Novalgin, Luminal,
Oxoryl
47 L
7
masuk RS tggl 26/7, febris
cephalgia,
mimisan 2x/hr, vomit,
Norages, Trolit, Ceftriaxon
31/7: pulag, 36 C,
lemas, obat: +4 P P
D/: DHF, IgM anti Salmonella
sejak 3 hr
yl, ↑
mendadak,
nausea 2x/hr, suguh menggigil,
sore
Norages, Prednison
racikan
typhi +,
IgM dan
IgG anti
pagi ↓, sore ↑(febris 5
hari)
berkeringat, BAB,
BAK dbn, Dengue +
NT RUQ+epigastrium, hepatomegali
(21)
58
48 P
0.6
7 hr yl, perlahan
↑, ↑↓
kadang batuk
produkstif sejak umur
Otopain drop, Borax glyserin,
2/8: pulang, suhu
tubuh sudah stabil N N N
Leukosit
19100 ↑
sedikit sepanjang hari
6 bln (putih), limfadenopati coli sejak
Fenobarbital,Cotistan (racikan),
(37,4 C), obat:
fenobarbital,
(N: 6000-18000)
4 hr yl, BAB, BAK dbn
Cefixime syr,
Ceftriaxone Becombion syr
49 P
7.8
2 hr yl, 39 C,
terutama malam
batuk, pilek, demam x turun dengan
Praxion syr,
Supramox syr,
Broadced,
2/8: pulang, 36 C,
obat: Praxion syr, +4 N N
teradapat keton trace
obat dari berobat
sebelumnya Kalmetason
Longsef syr,
Cikarmin syr
50 P
61
febris 1 minggu
nyeri kepala,
nauseae N N N
paratyphi
AH (+)
1/160
51 P 32
Febris 5 hari
diare, mual, nyeri
sendi N N N
viral infection
52 L
Febris 3
(22)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Gabby Ardani Loman
NRP : 0710163
Agama : Kristen Protestan
Tempat/ tanggal lahir : Surabaya, 5 Oktober 1989
Alamat : Jalan Dandeur Indah no.6 Bandung
Riwayat pendidikan :
TK Mutiara Ibu, Surabaya (1993-1995)
SD Santa Maria, Banjarmasin (1995-2001)
SMP Santa Maria, Banjarmasin (2001-2004)
SMA Santa Ursula, Jakarta (2004-2007)
(23)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan kepadatan penduduk, urbanisasi, hygiene, dan juga sanitasi lingkungan yang kurang baik. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah (Djoko Widodo, 2006).
World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 16 juta kasus baru yang terjadi setiap tahun di dunia dengan angka kematian sebesar 600.000 jiwa, dan di Indonesia terdapat 900.000 kasus baru setiap tahunnya dengan jumlah kematian lebih dari 20.000 orang (WHO, 2003). Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa insidensi demam tifoid meningkat antara tahun 1990 dan 1994 dari 9,2 menjadi 15,41 per 10.000 penduduk. Pada akhir tahun 2005 tercatat 25.270 kasus demam tifoid (Iskandar Zulkarnain, 2006).
Klinisi melakukan penegakan diagnosis demam tifoid berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali sulit karena tidak spesifik dan didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain, terutama pada minggu pertama. Beberapa penyakit yang secara klinis sulit dibedakan dengan demam tifoid, antara lain demam Dengue, malaria, ISPA, dan penyakit demam lainnya. Pemeriksaan penunjang laboratorium dibutuhkan sebagai konfirmasi penegakan diagnosis demam tifoid. Diagnosis pasti demam tifoid adalah berdasarkan hasil biakan kultur dari spesimen darah, yang masih merupakan baku emas pemeriksaan tifoid. Kultur darah memberi hasil positif pada 60-80%, penderita demam tifoid yang mengalami onset pada minggu pertama dan 100% spesifik (Brusch JL, 2006) . Namun pemeriksaan ini sering memberikan hasil negatif, yang dapat disebabkan
(24)
beberapa faktor antara lain pemakaian antibiotik sebelumnya dan jumlah spesimen darah yang kurang. Biakan dari aspirasi sumsum tulang lebih sensitif, dapat mendeteksi hampir 80-95% kasus tifoid, bahkan pada mereka yang sudah mendapat terapi sebelumnya. Namun cara ini jarang dilakukan karena bersifat invasif (Haryanto Surya dkk., 2000).
Salah satu pemeriksaan untuk mendiagnosis demam tifoid adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) berdasarkan penggandaan segmen Deoxyribonucleic Acid (DNA) mikroorganisme. Prihatini (1998) mendapatkan sensitivitas PCR S.typhi sebesar 95% dan spesifisitas 100%. Namun pemeriksaan ini tergolong sulit, karena membutuhkan alat yang canggih, serta analis yang kompeten, dan harganya mahal, sehingga tidak semua laboratorium dapat melakukan pemeriksaan ini.
Pemeriksaan laboratorium lain yang menunjang diagnosis demam tifoid adalah pemeriksaan serologis. Beberapa pemeriksaan serologis antara lain adalah Widal dan IgM anti Salmonella.
Widal adalah pemeriksaan serologis yang masih banyak digunakan sampai saat ini. Hasil pemeriksaan ini dapat diperoleh secara singkat, namun tidak spesifik karena pada infeksi Salmonella non typhi atau pada mereka yang pernah mendapat vaksinasi demam tifoid dapat memberikan hasil positif. Rachman, dkk. (2007) melaporkan hasil sensitivitas Widal sebesar 81,8%, dan spesifisitas sebesar 69,2%. Nilai cut-off uji Widal berbeda-beda di tiap daerah. Nilai ini dipengaruhi oleh derajat endemisitas di masing-masing daerah.
Saat ini ada pemeriksaan serologis yang mulai diperkenalkan, yaitu IgM anti Salmonella. IgM anti Salmonella dikenal memiliki 2 metode pemeriksaan, yaitu metode IMBI (Immunoassay Magnetic Binding Inhibition), atau yang lebih populer dengan nama dagang Tubex TF, dan metode Immunokromatografi (rapid test).
IgM anti Salmonella metode IMBI adalah sarana penunjang diagnosis demam tifoid yang relatif baru dipasarkan, dengan prosedur pemeriksaan cukup sederhana, dan hasilnya relatif cepat diperoleh yaitu sekitar 1 jam. IgM anti Salmonella metode IMBI adalah pemeriksaan in vitro untuk mendeteksi antibodi
(25)
3
IgM terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) O9 kuman Salmonella typhi yang terdapat dalam serum penderita dengan interpretasi hasil pemeriksaan secara semikuantitatif. Antigen lipopolisakasida (LPS) O9 hanya ditemukan pada Salmonella typhi serogrup D. (Rachman, dkk., 2007).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lim (1998), didapatkan bahwa IgM anti Salmonella metode IMBI memiliki sensitivitas 100% dan spesifitas 100%, sedang pada penelitian yang dilakukan oleh Oracz (2003) didapatkan bahwa sensitifitas IgM anti Salmonella metode IMBI 92,6% dan spesifitas 94,8%.
IgM anti Salmonella metode rapid test adalah pemeriksaan kualitatif terhadap adanya IgM anti Salmonella dengan prinsip pemeriksaannya adalah imunokromatografi menggunakan antigen LPS spesifik Salmonella. Pemeriksaan ini, bila dibandingkan dengan biakan darah, sensitivitasnya 79,3% dan spesifisitasnya 90,2% (Inhouse research of DALF Salmonella IgM Drop Test). Metode IMBI dan rapid test memiliki beberapa perbedaan, antara lain dalam hal prinsip kerja, reagen yang digunakan, dan visualisasi hasil. Belum banyak penelitian yang dilakukan mengenai pemeriksaan IgM anti Salmonella metode rapid test ini.
Pemeriksaan di atas memiliki keunggulan dan keterbatasannya masing-masing. Hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai validitas dan akurasi pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI dan rapid test sebagai penunjang diagnosis demam tifoid.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah pada penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah: Bagaimana validitas pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI sebagai sarana penunjang diagnosis demam tifoid terhadap kultur darah (baku emas)
Bagaimana validitas pemeriksaan IgM anti Salmonella metode rapid test sebagai sarana penunjang diagnosis demam tifoid terhadap kultur darah (baku emas)
(26)
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti bagaimana hasil pemeriksaan IgM anti Salmonella Metode IMBI dan rapid test sebagai sarana laboratorium penunjang demam tifoid.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui bagaimana validitas IgM anti Salmonella metode IMBI sebagai sarana laboratorium penunjang diagnosis demam tifoid
Untuk mengetahui bagaimana validitas IgM anti Salmonella metode rapid test sebagai sarana laboratorium penunjang diagnosis demam tifoid
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat akademik dari penelitian ini adalah memberi tambahan wacana kepada masyarakat umum, khususnya para klinisi tentang adanya pemeriksaan serologis penunjang diagnosis demam tifoid yang hasilnya dapat cepat diperoleh. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk memberi masukan tentang pemeriksaam serologis yang dapat membantu menegakkan diagnosis demam tifoid.
1.5 Kerangka Pemikiran
Diagnosis klinik demam tifoid sulit ditegakkan karena gejalanya tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis demam tifoid untuk menegakkan diagnosis demam tifoid (Djoko Widodo, 2006).
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis demam tifoid adalah pemeriksaan darah tepi, uji serologis (uji Widal, IgM anti Salmonella metode IMBI dan rapid test) identifikasi kuman secara molekuler, dan kultur darah sebagai baku emas.
(27)
5
Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan serologis yang sering diusulkan oleh klinisi. Namun, pemeriksaan Widal memiliki validitas yang kurang memadai (sensitivitas 81,8% dan spesifisitas 69,2%), serta memerlukan nilai cut-off yang sesuai dengan endemisitas masing-masing daerah (Haryanto Surya, dkk., 2000).
Pemeriksaan IgM anti Salmonella dengan metode rapid test merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi demam tifoid/ paratifoid. Metode ini memiliki sensitivitas 79,3% dan spesifisitas 90,2% (Inhouse research of DALF Salmonella IgM Drop Test). Pemeriksaan ini hanya memerlukan waktu yang singkat sehingga hasil pemeriksaan segera dapat diketahui.
Tes IgM anti Salmonella metode IMBI merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas (78%-100%) dan spesifisitas (80,4%-100%) yang lebih baik daripada uji Widal. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal untuk pemeriksaan secara rutin karena memberikan hasil yang cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang (Lim, 1998).
1.6 Hipotesis Penelitian
Validitas pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI sebagai penunjang diagnosis demam tifoid lebih baik dibandingkan dengan IgM anti Salmonella metode rapid test.
1.7 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah retrospektif yang bersifat deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional study terhadap hasil pemeriksaan IgM Anti Salmonella metode IMBI dan rapid test, dan kultur darah dari tersangka penderita demam tifoid yang berjumlah 52 orang.
(28)
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di Instalasi Laboratorium Rumah Sakit Immanuel Bandung, yang dimulai pada bulan Februari sampai dengan Juni 2010.
(29)
40 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
Validitas pemeriksaan IgM anti salmonella metode IMBI sebagai sarana penunjang diagnosis demam tifoid baik, dan bermakna secara statistik (p<0,05)
Validitas pemeriksaan IgM anti salmonella metode rapid test sebagai sarana penunjang diagnosis demam tifoid cukup baik, dan bermakna secara statistik (p<0,05) yang diuji terhadap baku emas kultur Salmonella typhi
Pada Uji IgM anti Salmonella metode IMBI didapatkan sensitivitas yang lebih baik dari uji anti Salmonella metode rapid test, namun spesifisitas tidak jauh berbeda
3.2 Saran
IgM anti Salmonella metode IMBI dapat digunakan sebagai uji saring dalam menunjang diagnosis demam tifoid
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI dan rapid test di tempat pemeriksaan yang lain dengan jumlah sampel yang lebih besar
Perlu melakukan prosedur pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI dan kultur yang lebih baik untuk mengurangi kesalahan pemeriksaan
Perlu menyertakan PCR selain kultur Salmonella typhi sebagai baku emas diagnosis demam tifoid
(30)
41
DAFTAR PUSTAKA
Beeching and Gill N.J.(ed).2004. Typhoid and Parathyphoid Feverin GV. In Lectures Noteson Tropical Medicine 57h ed. USA, Blackwell Publ : 245:51 BD Bactec Peds Plus. 2006. Soybean-casein Digest With Resins. United States :
BD Bactec
Bergey D. And Holt J. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Lippincott Williams & Wilkins Publishing. Hagertown, Maryland. USA Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson DL. 2005.
Typhoid Fever. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition, New York
Brusch JL.2006. Typhoid Fever
www.emedicine.com last up date July 24th 2006 [diakses pada tanggal 16 November 2007]
Christie AB. 1987. Infectious Disease: Epidemiology and Clinical Practice. 4th ed. Edinburgh, Scotland: Churchill Livingstone
Djoko Widodo, 2006. Demam Tifoid. Dalam : Aru Sudibyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, dan Siti Setiadi, Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia, edisi III Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1752-7 EFSA-ECDC. 2007 EFCA-ECDC report for 2007: Salmonella Remains Most
Common Food-Borne Outbreaks
http://www.efsa.europa.eu/en/press/news/zoonoses090506.htm
Fernando RL et al. 2001. Tropical Infectious Disease Epidemiology, Investigation, Diagnosis and Management, London; 45: 270-272
(31)
42
Haryanto Surya, Budi Setiawan, Hanzah Shatri, Aru W. Sudoyo, Tony Loho. 2000. Perbandingan Pemeriksaan Uji Tubex TF dengan Uji Widal Dalam Mendiagnosis Demam Tifoid
Hasan R. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi Tropik. Jakarta: FK UI
House D, Wain J, Ho Vo A, Diep To S, Chinh NT, Bay PV, et al. 2001. Serology of Typhoid Fever in Area of Endemicity and Its Relevance to Diagnosis. J clin Microbiol; 39:1002-7
Indro Handojo. 2004. Imunoasai Untuk Penyakit Infeksi Bakterial. Dalam : Indro Handojo, Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Surabaya : Universitas Airlangga. Halaman 1-23
Inhouse research of DALF Salmonella IgM Drop Test
Iskandar Zulkarnain. 2006. Demam Tifoid: Perkembangan Terbaru dalam Diagnosis dan Terapi. Dalam: Sumaryono, Setiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A, penyunting. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan. H. 35-43
Jawetz, Melnick, and Adelberg. 2007. Medical Microbiology. 24th ed. Boston: McGraw Hill
Juwono, R. 1996. Demam Tifoid. Dalam: Noer, H.M.S. (Editor), Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I, Edisi Ketiga, Balai FKUI, Jakarta,:435-42
Lemeshow S, Hormer DW, Klar J, Iwaga SK. 1992. Statistical Methods for Sample Size Determination. In: WHO. Adequancy of Sample Size in Health Study. Chichester New York Brisbane Toronto Singapore : John Wiley & Sons
Lentnek AL. 2007. Typhoid Fever. Division of Infection Disease www.medline.com
Lesser and Miller.2005. Salmonellosis. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 1. 16th ed.page: 898-902
(32)
Lim PL.1998. One Step 2-Minute Test to Detect Typhoid Specific Antibodies Based on Particle Separation in Tubes. J Clin Microbiol. 36:2271-81
Lim PL, Tam FCH. 2003. The TUBEXTM Typhoid Test Based on Particle-Inhibition Immunoassay Detects IgM But Not IgG Anti-O9 Antibodies. J Immuno Methods. 2003:1-9 [cited 2006 Jun 20] Available from: http://www.elsevier.com/locate/jim
Murray PR, Baron EJ, Pfaller M A, Tennofer FC, Yolken RH. 1999. Manual of Clinical Microbiology. Seventh edition. Washington, DC: American Society for Microbiology Press
Olsen SJ, Pruckler J, Bibb W, Nguyen TMT, Tran MT, Nguyen MT, Sivapalasingam S, Gupta A, Phan TP, Nguyen TC, Nguyen VC, Phung DC, Mintz ED. 2004. Evaluation of Rapid Diagnostic Test for Typhoid Fever. J clin Microbiol 42:1885-1889
Oracz G, Felezko W, Golicka D. 2003. Rapid Diagnosis of Acute Salmonella Gastrointestinal Infection. Clin Infect Dis; 36: 112-5
Prihatini D, Tantular K, Rahman N. 1998. The Sensitivity of PCR screening on S.Typhi examination. Med J Indones. 7:166-7
PT Medilif Multitone. 2010. Dalf Salmonella IgM Drop Test.
PT. Pacific Biotekindo Intralab. 2006. Tubex TF a Magnetic Semi Quantitative Rapid Immunoassay Test For Typhoid Fever Diagnostic. Jakarta: PT. Pacific Biotekindo Lab
Rachman M, Abul Kasem Siddique, Frankie Chi-Hang Tam, Sabrina Sharmin, Harunur Rashid, Anwarul Iqbal, et al. 2007. Rapid Detection of Early Typhoid Fever in Endemic Community Children by The TUBEX® 09-Antibody Test. Elsevier
(33)
44
Raffatellu M, Chessa D, Wilson RP, Tukel C, Akcelik M, Baumler AJ. 2006. Capsule-Mediated Immune Evasion: A New Hypothesis Explaining Aspects of Typhoid Fever Pathogenesis. Infect Immune; 74 (1): 19-27
Razel K. 2005. Comparative Performance Analysis of Four Serological Test for The Diagnosis of Salmonella typhi among San Lazaro Hospital patients, Phillipines. 6th International conference on typhoid fever and other Salmonelloses, China, Guilin
Razel L. Kawano, Susan A.Leano, Dorothy May A. Agdamag. 2006. Comparison of Serological Test Kit For Diagnosis of Typhoid Fever in the Philipines. J Clin Microbiol p. 246-247
Right Choice Diagnostics, Salmonella typhi IgG/IgM Serum/Plasma/Whole Blood Strip
www.rightchoicediag.com/files/pdf/RRI2050E.pdf
Simanjuntak CH, Paleologo FP, Punjabi NH, et al. 1991. Oral Immunisation Againts Typhoid Fever in Vaccine. Lancet; 338(8774):1055-9
Sudigjo Sostroasmoro. 2002. Pemilihan Subyek Penelitian. dalam: Sudigjo Sostroasmoro dan Sofyan Ismael, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto. Halaman 67-77
Vandepitte J, K.Engbaek P, Piot and C.C. Heuck. 1991. Basic Laboratory Procedure in clinical Bacteriology. WHO, Geneva, pp:31-35
WHO. 2004. Communicable Disease Surveilance and Response Vaccines and Biological : The Diagnosis, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever. Indonesis: WHO
WHO. 2007. Typhoid Fever. Retrieved 2007-08-28 Wikipedia:Salmonella
(34)
World Health Organization. 2003. Background Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever (WHO/V&B/03.07). Geneva
(1)
40 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
Validitas pemeriksaan IgM anti salmonella metode IMBI sebagai sarana penunjang diagnosis demam tifoid baik, dan bermakna secara statistik (p<0,05)
Validitas pemeriksaan IgM anti salmonella metode rapid test sebagai sarana penunjang diagnosis demam tifoid cukup baik, dan bermakna secara statistik (p<0,05) yang diuji terhadap baku emas kultur Salmonella typhi
Pada Uji IgM anti Salmonella metode IMBI didapatkan sensitivitas yang lebih baik dari uji anti Salmonella metode rapid test, namun spesifisitas tidak jauh berbeda
3.2 Saran
IgM anti Salmonella metode IMBI dapat digunakan sebagai uji saring dalam menunjang diagnosis demam tifoid
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI dan rapid test di tempat pemeriksaan yang lain dengan jumlah sampel yang lebih besar
Perlu melakukan prosedur pemeriksaan IgM anti Salmonella metode IMBI dan kultur yang lebih baik untuk mengurangi kesalahan pemeriksaan
Perlu menyertakan PCR selain kultur Salmonella typhi sebagai baku emas diagnosis demam tifoid
(2)
41
DAFTAR PUSTAKA
Beeching and Gill N.J.(ed).2004. Typhoid and Parathyphoid Feverin GV. In Lectures Noteson Tropical Medicine 57h ed. USA, Blackwell Publ : 245:51 BD Bactec Peds Plus. 2006. Soybean-casein Digest With Resins. United States :
BD Bactec
Bergey D. And Holt J. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Lippincott Williams & Wilkins Publishing. Hagertown, Maryland. USA Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson DL. 2005.
Typhoid Fever. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition, New York
Brusch JL.2006. Typhoid Fever
www.emedicine.com last up date July 24th 2006 [diakses pada tanggal 16 November 2007]
Christie AB. 1987. Infectious Disease: Epidemiology and Clinical Practice. 4th ed. Edinburgh, Scotland: Churchill Livingstone
Djoko Widodo, 2006. Demam Tifoid. Dalam : Aru Sudibyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, dan Siti Setiadi, Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia, edisi III Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1752-7 EFSA-ECDC. 2007 EFCA-ECDC report for 2007: Salmonella Remains Most
Common Food-Borne Outbreaks
http://www.efsa.europa.eu/en/press/news/zoonoses090506.htm
Fernando RL et al. 2001. Tropical Infectious Disease Epidemiology, Investigation, Diagnosis and Management, London; 45: 270-272
(3)
42
Haryanto Surya, Budi Setiawan, Hanzah Shatri, Aru W. Sudoyo, Tony Loho. 2000. Perbandingan Pemeriksaan Uji Tubex TF dengan Uji Widal Dalam Mendiagnosis Demam Tifoid
Hasan R. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi Tropik. Jakarta: FK UI
House D, Wain J, Ho Vo A, Diep To S, Chinh NT, Bay PV, et al. 2001. Serology of Typhoid Fever in Area of Endemicity and Its Relevance to Diagnosis. J clin Microbiol; 39:1002-7
Indro Handojo. 2004. Imunoasai Untuk Penyakit Infeksi Bakterial. Dalam : Indro Handojo, Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Surabaya : Universitas Airlangga. Halaman 1-23
Inhouse research of DALF Salmonella IgM Drop Test
Iskandar Zulkarnain. 2006. Demam Tifoid: Perkembangan Terbaru dalam Diagnosis dan Terapi. Dalam: Sumaryono, Setiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A, penyunting. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan. H. 35-43
Jawetz, Melnick, and Adelberg. 2007. Medical Microbiology. 24th ed. Boston: McGraw Hill
Juwono, R. 1996. Demam Tifoid. Dalam: Noer, H.M.S. (Editor), Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I, Edisi Ketiga, Balai FKUI, Jakarta,:435-42
Lemeshow S, Hormer DW, Klar J, Iwaga SK. 1992. Statistical Methods for Sample Size Determination. In: WHO. Adequancy of Sample Size in Health Study. Chichester New York Brisbane Toronto Singapore : John Wiley & Sons
Lentnek AL. 2007. Typhoid Fever. Division of Infection Disease www.medline.com
Lesser and Miller.2005. Salmonellosis. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 1. 16th ed.page: 898-902
(4)
Lim PL.1998. One Step 2-Minute Test to Detect Typhoid Specific Antibodies Based on Particle Separation in Tubes. J Clin Microbiol. 36:2271-81
Lim PL, Tam FCH. 2003. The TUBEXTM Typhoid Test Based on Particle-Inhibition Immunoassay Detects IgM But Not IgG Anti-O9 Antibodies. J Immuno Methods. 2003:1-9 [cited 2006 Jun 20] Available from: http://www.elsevier.com/locate/jim
Murray PR, Baron EJ, Pfaller M A, Tennofer FC, Yolken RH. 1999. Manual of Clinical Microbiology. Seventh edition. Washington, DC: American Society for Microbiology Press
Olsen SJ, Pruckler J, Bibb W, Nguyen TMT, Tran MT, Nguyen MT, Sivapalasingam S, Gupta A, Phan TP, Nguyen TC, Nguyen VC, Phung DC, Mintz ED. 2004. Evaluation of Rapid Diagnostic Test for Typhoid Fever. J clin Microbiol 42:1885-1889
Oracz G, Felezko W, Golicka D. 2003. Rapid Diagnosis of Acute Salmonella
Gastrointestinal Infection. Clin Infect Dis; 36: 112-5
Prihatini D, Tantular K, Rahman N. 1998. The Sensitivity of PCR screening on S.Typhi examination. Med J Indones. 7:166-7
PT Medilif Multitone. 2010. Dalf Salmonella IgM Drop Test.
PT. Pacific Biotekindo Intralab. 2006. Tubex TF a Magnetic Semi Quantitative Rapid Immunoassay Test For Typhoid Fever Diagnostic. Jakarta: PT. Pacific Biotekindo Lab
Rachman M, Abul Kasem Siddique, Frankie Chi-Hang Tam, Sabrina Sharmin, Harunur Rashid, Anwarul Iqbal, et al. 2007. Rapid Detection of Early Typhoid Fever in Endemic Community Children by The TUBEX® 09-Antibody Test. Elsevier
(5)
44
Raffatellu M, Chessa D, Wilson RP, Tukel C, Akcelik M, Baumler AJ. 2006. Capsule-Mediated Immune Evasion: A New Hypothesis Explaining Aspects of Typhoid Fever Pathogenesis. Infect Immune; 74 (1): 19-27
Razel K. 2005. Comparative Performance Analysis of Four Serological Test for The Diagnosis of Salmonella typhi among San Lazaro Hospital patients, Phillipines. 6th International conference on typhoid fever and other Salmonelloses, China, Guilin
Razel L. Kawano, Susan A.Leano, Dorothy May A. Agdamag. 2006. Comparison of Serological Test Kit For Diagnosis of Typhoid Fever in the Philipines. J Clin Microbiol p. 246-247
Right Choice Diagnostics, Salmonella typhi IgG/IgM Serum/Plasma/Whole Blood Strip
www.rightchoicediag.com/files/pdf/RRI2050E.pdf
Simanjuntak CH, Paleologo FP, Punjabi NH, et al. 1991. Oral Immunisation Againts Typhoid Fever in Vaccine. Lancet; 338(8774):1055-9
Sudigjo Sostroasmoro. 2002. Pemilihan Subyek Penelitian. dalam: Sudigjo Sostroasmoro dan Sofyan Ismael, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto. Halaman 67-77
Vandepitte J, K.Engbaek P, Piot and C.C. Heuck. 1991. Basic Laboratory Procedure in clinical Bacteriology. WHO, Geneva, pp:31-35
WHO. 2004. Communicable Disease Surveilance and Response Vaccines and Biological : The Diagnosis, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever. Indonesis: WHO
WHO. 2007. Typhoid Fever. Retrieved 2007-08-28 Wikipedia:Salmonella
(6)
World Health Organization. 2003. Background Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever (WHO/V&B/03.07). Geneva