IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG.

(1)

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Seni Tari

Oleh

Frety Yulies Saptini 0907400

JURUSAN PENDIDIKAN SENI TARI

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

Ibing Pencak Pada Acara Seni

Ketangkasan Olahraga Domba Di Daerah

Padalarang

Oleh

Frety Yulies Saptini

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Frety Yulies Saptini 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG ABSTRAK

Seni ketangkasan olahraga domba adalah kesenian yang mempertandingkan domba-domba tangkas yang dilaksanakan setiap minggunya di daerah Padalarang khususnya kampung Sadang. Dari struktur penyajian seni ketangkasan ini tidak terlepas dari pertunjukan ibing pencak yang ditampilkan setelah istirahat pertandingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui segala yang berkaitan dengan ibing pencak yang terdapat dalam seni ketangkasan olahraga domba yang diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak dalam melestarikan seni tradisional yang ada pada saat ini. Identifikasi masalah di dalam penelitian ini yaitu, Asal Muasal Ibing Pencak, Struktur Pertunjukan Ibing Pencak, dan Fungsi dari Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, ditunjang dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Hasil penelitian ini bahwa Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba berdiri sejak tahun 1993 bersamaan dengan berdirinya seni ketangkasan olahraga domba di kampung Sadang namun kesenian ini mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Struktur pertunjukan ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini menggunakan ibing tepak dua. Fungsi Ibing pencak mengalami perkembangan awalnya menjadi acara ritual untuk mengundang tokoh-tokoh domba yang telah meninggal dan sekarang menjadi acara hiburan masyarakat.


(5)

ABSTRACT

Agility art athletic artistry engage sheep are sheep agile performed every week in the county Padalarang particularly plantation workers village . From the structure of the art catering agility is not spared from the show the show after martial ibing rest of the competition. This study aims to find out everything related to ibing martial art found in sheep athletic agility expected to provide benefits for all parties to preserve the traditional art available at this time. Identification of problems in this study namely , Vat Ibing Origins , Structure Shows Ibing Vat, and function of Ibing Vat at Art event Agility Sports Lamb said . Research methods used in this research is descriptive method , supported by a qualitative approach. Data collection techniques used namely observation , interviews, documentation studies and library studies . The results of this study show that Ibing Vat Arts Athletics Agility Lamb stood since 1993 is equivalent to the founding of the art athletic agility sheep in the village plantation workers but this art changed over time . The structure shows ibing martial arts events in sheep 's athletic agility using ibing slap two . Function Ibing martial initially be experienced growth ritual to invite leaders of sheep that have died and now a community entertainment events .


(6)

vi

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian... 10

1.5 Struktur Organisasi ... 11

BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Sejarah Perkembangan ... 12

2.2 Struktur Pertunjukan ... 16

2.3 Teori Fungsi ... ...18

2.4 Gerak...21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian ... 23

3.2 Metode Penelitian... 23

3.3 Definisi Operasional ... 25

3.4 Instrumen Penelitian ... 26

3.5 Teknik Pengumpulan Data...28

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 31


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 35

4.1.1 Pola Budaya Masyarakat Kampung Sadang Desa Ciburuy Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat ... 35

4.1.2 Bahasa... 36

4.1.3 Mata Pencaharian Hidup ... 36

4.1.4 Seni Ketangkasan Olahraga Domba ... 36

4.1.5 Susunan Acara dari Seni Ketangkasan Olahraga Domba...43

4.1.6 Ibing Pencak Pada Acra Seni Ketangkasan Olahraga Domba .... 47

4.2 Pembahasan ... 62

4.2.1 Asal Muasal Pencak Siat Pada Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba ... 62

4.2.2 Struktur Pertunjukan Ibing Pencak Pada Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba ... 67

4.3.3 Fungsi Pertunjukan Ibing Pencak Pada Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba...67

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Rekomendasi... ... 71 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP


(8)

viii

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

DAFTAR GAMBAR Gambar

4.1 Peta Ciburuy Padalarang ... .35

4.2 Panitia Seni Ketangkasan Olahraga Domba...37

4.3 MC Dalam Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba...38

4.4 Juru Sinden...39

4.5 Nayaga1...39

4.6 Nayaga2...40

4.7 Penari Ibing Pencak...40

4.8 Masyarakat Sedang Menyaksikan Seni Ketangkasan Olahraga Domba...41

4.9 Pangreuah...42

4.10 Wawayangan...45

4.11 Domba Yang Akan Ditangkaskan...45

4.12 Wasit Dan Pemilik Domba...46

4.13 Ketua HPDKI...48

4.14 Gerak Sabandar...48


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Jawa Barat memiliki ragam kebudayaan daerah yang sangat kaya, di setiap daerah di Jawa Barat memiliki kebudayaan yang menjadi ciri khas dari daerah tersebut, baik itu dalam hal adat istiadat, kesenian, gaya hidup dan lain-lain. Koentjaraningrat (2009: 144) mengemukakan bahwa :

“kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.

Kebudayaan masing-masing daerah tersebut tentunya banyak sekali perbedaan di antaranya dalam bentuk karakter dan bentuk penyajian, perbedaan ini adalah sesuatu yang sangat unik. Keunikan tersebut menjadikan masyarakat penting untuk melestarikan keanekaragaman budaya tersebut.

Kesenian dapat diartikan sebagai hasil karya manusia yang mengandung keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak ataupun ekspresi lainnya. Kesenian memiliki banyak jenis bila dilihat dari perkembangannya. Ada yang dikenal sebagai seni tradisional yang berkembang secara alami di masyarakat tertentu kadangkala masih tunduk pada atur-aturan yang baku namun ada juga yang sudah tidak terikat aturan, kesenian ini merupakan kesenian rakyat yang bisa dinikmati secara masal. Seperti halnya yang dilakukan di daerah Padalarang. Padalarang merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang terletak di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Namun pada tahun 2007 daerah Padalarang ini berubah menjadi Kabupaten Bandung Barat, dimana di daerah ini terdapat satu kesenian yang menjadi ciri khas jati diri daerah yang ada di Jawa Barat yaitu kesenian ketangkasan olahraga domba.

Kesenian daerah merupakan suatu perwujudan kebudayaan yang memiliki nilai-nilai luhur yang patut dijunjung tinggi keberadaanya kesenian daerah berproses terus menuju puncaknya yaitu :


(10)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

“Kesenian nasional yang mengandung serta memancarkan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia, yang dalam hal ini merupakan nilai yang kita banggakan yang sekaligus dikagumi dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain” (Koentjaraningrat, 1993: 113).

Kesenian daerah yang tumbuh dan berkembang di Padalarang yaitu Ketangkasan olahraga domba, yang dijadikan kesenian daerah Padalarang khususnya Kampung Sadang. Kesenian tersebut mempunyai daya tarik yang tinggi dan merupakan salah satu kesenian khas rakyat Jawa Barat yang cukup digemari. Kesenian ini merupakan peninggalan leluhur sejak zaman dahulu yang masih bertahan eksistensinya hingga saat ini.

Begitu pula menurut Edi Sedyawati dalam bukunya yang berjudul Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah(2006:293) bahwa :

“Keeksistensian sebuah kesenian yang membutuhkan perkembangan di dalam fungsinya menurut selera masyarakat sekarang ini, yaitu lebih ke fungsi sebagai penikmat estetis.” Dimana sebuah kesenian diharuskan memiliki keindahan meliputi teknik-teknik lain yang lahir dari pemikiran supaya hasilnya bisa memenuhi kebutuhan estetik yang sesuai dengan keinginan masyarakat.

Ketangkasan olahraga domba ialah ajang pamer ketangkasan hewan ternak yang pada akhirnya akan menaikan gengsi suatu perkumpulan ternak tertentu. Ketangkasan olahraga domba ini merupakan acara yang diadakan rutin setiap minggunya. Peserta acara ketangkasan domba ini antara lain adalah para peternak-peternak domba yang tersebar hampir di seluruh Jawa Barat, terutama daerah Garut, Sumedang, Bandung, Majalengka dan Padalarang menjadi salah satunya.

Menurut hasil wawancara tanggal 29 September 2013 dengan Bapak Yanto Sutisna 48 tahun sebagai pemimpin ketangkasan olahraga domba bahwa pada tahun 1993 dibentuknya lapangan HPDKI (Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia) untuk menggelar ketangkasan olahraga domba yang bertempat di Kampung Sadang oleh Bapak Yanto Sutisna dan Keluarga. Seiring jalannya acara seni ketangkasan olahraga domba di setiap minggunya, ketangkasan olahraga domba ini ternyata mengalami penurunan dari partisipasinya masyarakat sekitar dalam bentuk dukungan. Setelah diselidiki


(11)

3

bahwa acara ketangkasan olahraga domba ini adalah acara yang tidak memiliki banyak peminat dari masyarakat, dikarenakan adanya persepsi-persepsi masyarakat tentang segi pandang dari ketangkasan olahraga domba sendiri. Masyarakat memandang acara ini adalah sebuah perjudian dimana perjudian itu dipandang dari sebutan asal sebelum Ketangkasan Olahraga Domba yaitu adu domba.

Tahun pada periode Tahun 1970-an didirikan organisasi penggemar domba di tingkat Jawa Barat yang dipimpin oleh H. Husen Wangsaatmaja, mantan Walikota Bandung disepakati untuk mengubah istilah adu domba menjadi Ketangkasan Olahraga Domba, hal ini untuk mengubah citra adu domba yang negatif dan terkesan senantiasa terkait dengan perjudian, menjadi istilah yang memilki konotasi positif.

Dengan perubahan sebutan yang telah diketahui dan dijelaskan kepada masyarakat umum oleh tokoh-tokoh ketangkasan olahraga domba tersebut membawa dampak positif untuk masyarakat sekitar. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat sekitar masih peduli dengan kesenian atau budaya yang terdapat di daerahnya, sehingga masyarakat masih ingin berpatisifasi dalam acara ketangkasan olahraga domba ini. Ketangkasan olahraga ini juga banyak mengalami perubahan dalam hal perkembangan baik itu berupa penyajian atau berupa alat-alat pendukung, seperti halnya alat-alat musik yang mereka gunakan selama pertunjukan berlangsung.

Dalam penyajian acara ketangkasan olahraga domba ini, disajikan satu kesenian budaya sunda yang menjadi pendukung, yaitu Pencak Silat. Pencak silat disajikan sejak tahun 1993 yang juga diiringi oleh alat musik tradisional. Pencak silat ini merupakan kesenian tradisional warisan leluhur yang pada umumnya mempunyai peranan penting bagi masyarakat. Pencak silat dalam acara seni ketangkasan olahraga domba memang selalu menjadi pelengkap dalam setiap acara rutin yang diadakan setiap minggunya. Pencak silat pada acara seni ketangkasan olahraga domba juga sering diadakan di acara acara khitanan, pernikahan atau acara-acara resmi yang diselenggarakan oleh orang-orang penjabat penting.


(12)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

Sebagai produk budaya lokal, Pencak Silat memiliki bermacam arti yang didasarkan pada pemahaman etnik dimana Pencak Silat tersebut lahir dan berkembang. Namun demikian sebagai produk budaya yang merupakan kekayaan khasanah budaya bangsa, PB. IPSI beserta BAKIN tahun 1975 (dalam Shaleh, 1991 : 43) mendefinisikan pencak silat sebagai berikut :

“Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela/mempertahankan eksistensi (kemandiriannya) dan integritasnya (menunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.

Pengertian tersebut menempatkan Pencak Silat sebagai sarana dan prasarana untuk membentuk manusia seutuhnya, yang pancasilais, sehat kuat, terampil, trengginas, tangkas, tenang, sabar, bersifat kesatria dan percaya pada diri sendiri.

Istilah pencak silat merupakan satu kesatuan kata dan mengandung dua pengertian , yakni Pencak dan Silat. Tetapi ada sebagaian pendekar yang mengartikan pencak dan silat dengan kriteria berbeda, di antaranya, Holidin dalam buku (Kasmahidayat : 2008) yaitu seorang pendekar Panglipur di Jawa Barat menitikberatkan kepada cara pendidikan. Pendapatnya Pencak adalah akal pengetahuan, pengucap, dan hak guna pakai, sedangkan Silat berarti silaturahmi. Jika dua kata ini disatukan menjadi pencak silat dapat diartikan sebagai cara silaturahmi untuk menyebarluaskan seni budaya. Pendapat lain yang dikemukanan oleh Atok Iskandar dalam buku (Kasmahidayat : 2008) yaitu selaku Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia, mengatakan “bela diri Indonesia memiliki tiga tingkatan yaitu Pencak, Silat dan Pencak Silat”.

a. Pencak, yaitu gerak dasar bela diri yang terikat pada aturan tertentu dan digunakan dalam belajar dan latihan atau pertunjukan.

b. Silat, yaitu gerak bela diri yang sempurna, bersumber pada kerokhanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama.


(13)

5

c. Pencak silat, yaitu gerak bela diri tingkat tinggi yang disertai dengan perasaan sehingga merupakan penguasaan gerak yang efektif dan terkendali, serta sering digunakan dalam latihan sabung atau pertandingan.

Di tanah air kita, terdapat beraneka ragam interprestasi mengenai arti dari dua istilah dasar, yaitu „pencak‟ dan „silat‟ dalam berbagai bahasa daerah, maupun tentang hubungan konseptual di antara mereka. Seperti yang diungkapkan oleh pendekar Soetardjonegoro dari perguruan Phasadja Mataram di Yogyakarta mendefinisikan kedua istilah tersebut sebagai berikut :

Pencak adalah gerak bela-serang yang teratur menurut sistem, waktu, tempat, dan iklim dengan selalu menjaga kehormatan masing-masing secara kesatria, tidak mau melukai perasaan. Jadi pencak lebih menujuk kepada segi lahiriah. Silat adalah gerak bela-serang yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga mengidupsuburkan naluri, menggerakkan hati nurani manusia, langsung menyerah kepada Tuhan Maha Esa (PB IPSI:3) Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pencak silat merupakan penguasaan gerak yang efektif dan terkendali sebagai ajang silaturahmi untuk menyebarluaskan seni budaya. Pencak silat dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini dapat menyebar luas sebagai permainan rakyat dan termasuk kesenian tradisional yang memiliki khaidah-khaidah gerak dan irama, yang merupakan suatu pendalaman khusus. Pencak silat sebagi seni harus mengikuti ketentuan-ketentuan keselarasan, keseimbangan, dan keserasian. Kesenian Pencak silat dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini merupakan warisan leluhur Padalarang yang pada zaman dahulu berperan penting bagi masyarakat Padalarang dalam mempertahankan wilayahnya. Semakin berkembang kebudayaan termasuk kesenian tradisional ini mengalami berkurangnya minat masyarakat terhadap kesenian tradisional Pencak silat ini. Pencak silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya. Kini Pencak Silat kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek yang sama. Pencak silat selain sebagai sarana bela diri, bila dikaji lebih jauh memiliki beberapa aspek saling berkaitan satu sama lain yaitu:


(14)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG 1. Aspek Mental Spritual

Pencak silat yang berkembang di Jawa Barat pada umumnya dikembangkan oleh para kyai yang berpendidikan agama cukup kuat, dan Pencak Silat diajarkan di pesantren-pesantren maupun madrasah, karena ilmu pencak silat erat hubungannya dengan masalah kerohanian. Sebagaimana diungkapkan Maryono, bahwa :

Manusia (pencak silat) sebagai mahluk tuhan yang wajib mematuhi dan melaksanakan secara konsisten dan konsekwen nilai-nilai ketuhanan dan keagamaan baik secara vertikal maupun horizontal. Manusia (pencak silat) sebagai mahluk individu atau mahluk pribadi wajib meningkatkan dan mengembangkan kualitas pribadinya untuk mencapai kepribadian yang luhur. Manusia (pencak silat) sebagai mahluk alam sosial wajib memiliki pemikiran, orientasi, wawasan, pandangan, motivasi, sikap, tingkah laku, dan perbuatan sosial yang luhur menurut agama. Manusia (pencak silat) sebagai mahluk alam semesta berkewajiban untuk melestarikan kondisi dan keseimbangan alam yang memberikan kemajuan, kesejahteraan, kebahagian kepada manusia sebagai karunia tuhan. Ajaran filsafah budi pekerti luhur tersebut sangat diperlukan, agar pencak silat sebagai ilmu “berkelahi” tidak disalahgunakan oleh orang-orang tertentu untuk membahagiakan orang lain.(2000 : 250)

2. Aspek Bela Diri

Manusia di bumi ini berusaha mempertahankan hidupnya dari berbagai aspek yang merintanginya, baik berupa serangan alam, cuaca, binatang, maupun manusia. Pelajaran pencak silat yang menitikberatkan pada aspek bela diri, lebih menekankan pada kemahiran teknik bela diri dengan tujuan untuk mempertahankan diri dari berbagai serangan.

3. Aspek Pencak Silat Seni

Pencak silat seni menekankan pendidikannya pada aspek seni pencak silat, dengan tujuan untuk membentuk keterampilan keindahan gerak pencak silat kepada murid dan anggotanya. Dalam penyajiannya diiringi musik tradisional

kendang pencak serta tanpa atau menggunakan senjata, sesuai dengan wiraga

(teknik dasar gerakan), wirasa (kreatifitas dan improvisasinya yang memperindah gerakan), dan wirahma (keselarasan dan keserasian gerakan dengan irama musik yang mengiringinya). Di Jawa Barat pencak silat seni, berbentuk ibing pencak.


(15)

7

atas ibing pencak dapat diartikan sebagai gerak dasar beladiri yang disajikan dalam bentuk tarian atau gerak kembang dari bela diri pencak silat.

4. Aspek Pencak Silat Olahraga

Pencak silat olahraga lebih menekankan aspek pendidikan pada olahraga pencak silat dengan tujuan untuk membentuk kemampuan mempraktikan teknik-teknik yang bernilai olahraga untuk kepentingan pemeliharan kesegaran jasmani atau pencapaian prestasi melalui pertandingan. Pencak silat sebagai pendidikan olahraga menekankan pada pembinaan jasmani terutama sikap, gerak dan mental untuk menanamkan rasa percaya diri.

Berdasarkan pada perkembangannya, perguruan-perguruan yang khusus membina dan mengajarkan pencak silat yang sudah berkembang di tengah-tengah masyarakat. Pencak silat berkembang melalui lembaga formal karena pencak silat selain merupakan bahan ajar yang harus dipelajari, pencak silat juga merupakan sala satu ilmu yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dunia kesenian di Indonesia khususnya dalam hal seni bela diri.

5. Aspek Pencak Silat sebagai Materi Pembelajaran

Dalam pencapaian aspek ke empat yang sudah dipaparkan di atas, aspek pencak silat sebagai materi pembelajaran apabila semua aspek tersebut digabungkan, baik dilingkungan sekolah formal maupun non formal. Sebagai segi estetis dari bersilat atau berpencak, pencak silat seni adalah „karya yang mengwujudkan bakat atau kebolehan menciptakan sesuatu yang indah‟ (Kamus Dewan 1986). Konon dalam pencak silat aspek seni merupakan lanjutan rangkaian pertumbuhan aspek bela diri yang pertama muncul untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mempertahankan diri. Bila pencak silat bela diri dan olahraga mengutamakan perkembangan fisik, pencak silat seni adalah „perwujudan pencak silat yang berupa tatanan gerak etis dan estetis berdasarkan kaidah pencak silat yang mengandung nilai budi pekerti luhur, dan bersumber pada khazanah budaya bangsa Indonesia (PB IPSI 1995c:1).

Perbedaan antara bentuk dan inti pencak silat seni dan pencak silat bela diri terkait erat dengan tujuan dan fungsi yang spesifik dari kedua aspek tersebut. Mudah dipahami kalau gerakan dan sikap dalam ibing pencak walaupun


(16)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

bersumber pada bela diri, mempunyai perbedaan-perbedaan. Pada umumnya, sikap dan gerakan dalam ibing pencak/ kembang lebih terbuka, lebih distilasi, dan dilakukan dalam irama yang metrikal.( Shaleh 1989:2)

Pada zaman dahulu pencak silat banyak berkembang di kalangan pesantren sebagai alat pertahanan diri bagi para santri, hal ini menandakan bahwa pencak silat awalnya memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai pendidikan mental spritual, Geertz dalam buku Abangan, santri, dan priyayi dalam masyarakat (1981:213). Lebih lanjut Geertz berpandangan bahwa, pencak lebih pantas dipelajari oleh para santri sebab menurutnya santri berada di pesantren lebih dapat mengendalikan emosi.

Pencak silat pada umumnya mengalami beberapa perubahan fungsi sesuai dengan perkembangan jaman, semula pencak silat berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri dari berbagai rintangan alam baik yang datang dari manusia maupun binatang. Sekarang ini pencak silat berfungsi sebagai alat pendidikan mental spritual, olahraga, juga hiburan .

Sejalan dengan kemajuan jaman pencak silat mengalami perkembangan dengan versi ibingan yang berbeda-beda dimana seluruh paguron yang berada di Jawa Barat memiliki ciri khas masing-masing. Seperti dalam acara seni ketangkasan olahraga domba yang dipadukan dengan pencak silat, keberadan pencak silat dalam seni ketangkasan olahraga domba sebagai hiburan.

Kesenian tradisional ini terus berkembang tidak saja dalam acara tertentu, akan tetapi ini sudah sering ditampilkan sebagai acara-acara pernikahan, khitanan, dan acara-acara besar sebagai media hiburan dengan kemasan tertentu namun tetap bernuansa seni pencak silat yang amat kental. Adapun urutan-urutan pertunjukan pencak silat pada acara seni ketangkasan olahraga domba dapat dikelompokan menjadi tiga tahap pra pertunjukan adalah proses untuk menyiapkan sarana, tahap selama pertunjukan adalah tahap pelaksanaan pencak silat dalam bentuk tari dan pelaksanaan ketangkasan olahraga domba, setelah pertnjukan adala tahap membereskan semua perlengkapan yang digunakan.

Dengan demikian berdasarkan uraian di atas kesenian pencak silat tentu mempunyai fungsi tersendiri dalam acara seni ketangkasan olahraga domba,


(17)

9

namun hingga saat ini belum diketahui secara pasti mengenai Ibing Pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba. Hal ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti, oleh sebab itu peneliti akan mencoba memaparkan tentang kesenian Ibing Pencak dalam bentuk skripsi yang berjudul “Ibing Pencak Pada Acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di Daerah Padalarang”.

1.2 Rumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka peneliti membatasi masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana awal mula keberadaan Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga domba di daerah Padalarang?

2. Bagaimana stuktur pertunjukan Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga domba di daerah Padalarang ?

3. Bagaimana fungsi Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga domba di daerah Padalarang ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.a Tujuan Umum

Secara umum melalui penelitian ini peneliti bermaksud untuk mengidentifikasi permasalahn yang ada di lapangan dan mendeskripsikan Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di daerah Padalarang.

1.3.b Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Mengetahui bagaimana sejarah Ibing Pencak yang ada pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di daerah Padalarang.

2. Mengetahui bagaimanakah struktur pertunjukan Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di daerah Padalarang.

3. Mengetahui bagaimana fungsi Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di daerah Padalarang.


(18)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti lakukan dapat diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah dan struktur pertunjukan Ibing Pencak yang ada pada acara seni ketangkasan olahraga domba dalam kehidupan, khususnya dalam kehidupan peneliti dengan masyarakatnya.

2. Bagi Pembaca

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan referensi dalam pengkajian penelitian tentang ibing pencak yang ada pada acara seni ketangkasan olahraga domba di daerah Padalarang.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan dengan hasil penelitian ini masyarakat dapat tumbuh dan berkembang dalam kesadarannya melestarikan ibing pencak yang ada pada acara seni ketangkasan olahraga domba supaya kesenian dapat berkembang dan tidak hilang begitu saja.

4. Bagi Jurusan Pendidikan Seni Tari UPI Bandung

Diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam menambah sumber referensi dan maenambah kajian yang berada di perpustakaan UPI

5. Bagi Pemerintah

Diharapkan demi pelestarian seni budaya yang ada di Daerah Kabupaten Bandung Barat meningkatkan sumber daya manusia yang sudah ada, membantu melestarikan seni budaya yang harus di lestarikan.


(19)

11

1.5 Struktur Organisasi

Bab I dalam skripsi ini menjelaskan latar belakang masalah,yang isinya mengenai permasalah yang terdapat di lapangan, alasan mengapa memilih penelitian ini, selain itu terdapat permumusan masalah, meliputi bagaimana latar belakang sejarah ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba , struktur penyajian dan fungsi ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba, kemudian terdapat juga tujuan penelitian, manfaat penelitian untuk berbagai pihak, dan yang terakhir yaitu struktur organisasi.

Bab II merupakan kajian teoritis yang diambil dari pendapat para ahli guna menunjang atau membantu peneliti dalam hal yang berkenaan dengan penelitian, agar lebih relevan dan akurat. Adapun teori-teori yang terdapat pada bab ini, adalah sejarah, fungsi seni dalam masyarakat, struktur pertnjukan pertunjukan.

Bab III dalam skripsi ini antara lain lokasi dan subjek penelitian, menjelaskan mengenai metode-metode penelitian yang peneliti gunakanuntuk menjawab dan menganalisa permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti, selain itu ada definisi oprasional, untuk mendefisinisikan dari judul skripsi peneliti, kemudian terdapat juga instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, dan yang terakhir adalah langkah-langkah penelitian.

Bab IV merupakan penjelasan keseluruhan dari hasil penelitian dari awal hingga akhir, serta menjawab rumusan masalah yang telah ditulis pada bagian perumusan masalah.

Bab V yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan dalam skripsi ini menyimpulkan secara keseluruhan mengenai pembahasan (bab VI), dan saran atau rekomendasi untuk ke depannya harus seperti apa. Sasaran dari peneliti untuk Saran atau rekomendasi diajukan kepada berbagai pihak, seperti masyarakat Kampung Sadang Desa Ciburuy, pelaku atau tokoh dan penari Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba.


(20)

23

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG BAB III

METODE PENELTIAN

3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Sadang RT/RW 02/07 Desa Ciburuy Kecamatan Padalarang. Kecamatan Padalarang adalah salah satu Kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Kecamatan Padalarang ini terdiri 10 Desa, merupakan wilayah dengan dataran rendah dan beriklim tropis. Akses jalan yang dapat di tempuh menuju Kecamatan Padalarang jika dari Bandung yaitu melalui tol Padalarang.

Subjek penelitian yang diteliti adalah Seni Ketangkasan Olahraga Domba di Daerah Padalarang yang dikelola oleh tokoh-tokoh Ketangkasan Olahraga Domba diantaranya ada Bapak Yanto Sutisna dan Bapak Toto adapun penari Pencak Silat dalam acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba yaitu Bapak Roh Rohana. Alasan peneliti memilih penelitian ini, karena Pencak Silat dalam acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di daerah Padalarang merupakan salah satu kesenian yang cukup unik dan menarik.

3.2 Metode Penelitian

Metode merupakan cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Tujuan penelitian adalah untuk mengungkapkan, menggambarkan dan menyimpulkan hasil pemecahan masalah melalui cara tertentu sesuai dengan prosedur penelitian. Menurut Arikunto (2010: 203) mengemukakan bahwa “Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Dalam memecahkan masalah tersebut dapat mengungkap, mengolah, dan menganalisa data penelitian.

Sesuai dengan penelitian ini, tujuan penelitian dititik beratkan untuk mengetahui ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba di daerah Padalarang. Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dalam metode deskriptif, tujuan yang hendak dicapai adalah menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta, atau membuat kesimpulan atas


(21)

24

fenomena yang diselidiki. Arikunto (2010: 203) mengemukakan bahwa “Metode deskriptif adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Variasi metode tersebut adalah angket, wawancara, pengamatan atau observasi, tes, dan dokumen”. Sekaitan dengan hal tersebut Sugiyono (2011: 306) mengungkapkan bahwa metode deskriftif adalah “Menetapkan fokus penelitian, memilih informan, sebagai sumber data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat umum dari segala bentuk deskriptif adalah menuturkan dan menafsirkan data.

Mengenai ciri khusus dari metode deskriptif antara lain dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 307) sebagai berikut.

a. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi peneliti.

b. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan keanekaragam data sekaligus.

c. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia.

d. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh.

Pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan data saja, tetapi meliputi analisa dan tafsiran mengenai arti dari data itu sendiri. Ciri khusus dari metode deskriptif antara lain tertuju pada pemecahan masalah yang pada masa sekarang dan masalah-masalah tertentu yang dianggap populer.

Dalam penelitian deskriptif yang peneliti lakukan, informasi atau data diperoleh melalui pemberian instrumen berupa pedoman wawancara. Data yang diperoleh akan disusun dan diolah sehingga dapat ditetapkan untuk mencari sebuah kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan. Dari uraian di atas, maka peneliti berpendapat bahwa dalam penelitian ini metode yang tepat untuk digunakan adalah metode deskriptif dan instrumen penelitiannya adalah berupa pedoman wawancara. Hal ini merupakan cara yang akan dilakukan


(22)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

untuk memperoleh gambaran yang jelas sehingga tujuan penelitian tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Oleh karena hal tersebut di atas, maka peneliti menggunakan metode deskriptif dalam pelaksanaan penelitian ini. Hal ini dikarenakan penelitian ini mengungkap masalah yang terjadi pada masa sekarang. Secara spesifik dapat dikemukakan bahwa penelitian ini ingin meneliti: Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di Daerah Padalarang.

3.3 Definisi Oprasional

Agar tidak terjadi kesalah pahaman istilah yang ditulis dalam judul skripsi ini, makan peneliti akan mengemukakan batasan istilah, yaitu sebagai berikut.

Ibing menurut Danadibrata (2006 : 584), ialah igel.

Pencak menurut Mr. Wongsonegoro (2000 : 5) adalah gerakan serangan bela yang berupa tari dan irama dengan peraturan adat kesopanan tertentu, yang biasa dipertnjukan di depan umum.

Seni adalah penciptaan dari emosi manusia dari segala hal yang menciptakan keindahan, sehingga orang lain senang melihatnya. Sedangkan menurut Leo Tolstoi dan Sumardjo (2000:62) seni adalah „semacam “persetubuhan” antara satu manusia dengan manusia lain‟.

Ketangkasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah kecepatan, keakasan, kecekatan, kepandaian, atau kecerdasan.

Olahraga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh.

Dari paparan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu ibing pencak dalam acara kecerdasan dan kekuatan domba yang ditangkaskan yang merupakan suatu peciptaan emosi manusia yang merupakan kesenian rakyat Padalarang.


(23)

26

3.4 Instrumen Penelitian

Sebuah penelitian pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran, tentu saja dalam hal ini harus ada alat ukur yang baik untuk mendapatkan data yang valid. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2011: 102) bahwa instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Arikunto (2010:203) mengungkapkan instrumen penelitian adalah:

Alat atau fasilitas yang digunakan oleh penelitian dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah. Variasi jenis instrumen penelitian adalah: angket, ceklis atau daftar centang, pedoman wawancara. Ceklis sendiri memiliki wujud yang bermacam-macam.

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Nasution (Sugiyono, 2011: 223) berikut ini.

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu dilaksanakan. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa, dalam penelitian kualitatif pada awalnya permasalahannya belum jelas dan pasti. Oleh karena itu, yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Akan tetapi setelah masalah yang akan diteliti jelas, maka dapat dikembangkan instrumen penelitian yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.


(24)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG 3.4.1 Pedoman Observasi

Observasi dalam pengertian psikologik disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera.

Arikunto (2010: 200) mengungkapkan observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi, yaitu:

a. Observasi non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan.

b. Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi sistematis, sehingga memerlukan pedoman observasi untuk membantu proses penelitian. Pedoman observasi ini berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin akan terjadi selama proses penelitian. Observasi dilakukan peneliti dengan mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian serta mencatat segala data mengenai cara penyajian Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba.

3.4.2 Pedoman Wawancara

Wawancara merupakan dialog yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang objek penelitian, maka dalam pelaksanaan wawancara tentu saja memerlukan alat bantu. Alat bantu tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan, dan alat tulis untuk menuliskan jawaban yang akan diterima. Sebagaimana diungkapkan Arikunto (2010: 192) bahwa “penelitian menggunakan metode wawancara, instrumennya adalah pedoman wawancara”. Hal ini sejalan dengan ungkapan Basrowi dan Suwandi (Yayu Yuniawati, 2009: 53) sebagai berikut.

Pedoman wawancara ini digunakan peneliti sebagai pemandu, dengan demikian (1). Proses wawancara berjalan di atas rel yang telah ditentukan; (2). Informan dapat memberikan jawaban seperti yang dikehendaki peneliti; (3). Peneliti tidak terlalu sulit membedakan antara data yang digunakan dan tidak; dan (4). Peneliti dapat lebih berkonsentrasi dengan lingkup penelitian yang dilakukan.”


(25)

28

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada Bapak Yanto Sutisna sebagai ketua seni ketangkasan olahraga domba dan penari ibing pencak Bapak Rohana. Dalam wawancara peneliti menanyakan tentang sejarah, struktur penyajian acara ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba, dan fungsi ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba.

3.4.3 Studi Dokumen

Informasi yang didapat dalam sebuah penelitian tentu saja tidak hanya benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, catatan harian, tetapi bisa berupa gambar ataupun suara. Studi dokumentasi ini membantu dalam pelengkap penelitian. Oleh sebab itu diperlukan alat-alat yang dapat membantu studi dokumentasi ini, alat yang digunakan yaitu:

a. Handphone, digunakan untuk merekam suara ketika melakukan wawancara dengan narasumber.

b. Video atau camera digital, digunakan untuk dokumentasi penelitian dimana peneliti mengambil rekaman gambar dan foto kesenian ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Tujuan utama melaksanakan penelitian adalah mendapatkan data, oleh sebab itu teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam sebuah penelitian. Tanpa mengetahui bagaimana teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu sebagai

berikut.

3.5.1 Observasi

Teknik pengumpulan data menggunakan observasi apabila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam. Arikunto berpendapat bahwa “observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar”. Lebih lanjut dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2011: 145) bahwa „observasi


(26)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis‟.

Dilihat dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, Sugiyono (2011: 145) membedakan observasi menjadi dua bagian, yaitu: a. observasi berperan serta (participant observation); b. observasi non partisipan (non participant observation). Observasi berperan serta adalah observasi yang melibatkan peneliti dengan kegiatan yang sedang diamati. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak. Observasi nonpartisipan yaitu suatu observasi dimana paniliti tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independen. Pengumpulan data dengan observasi nonpartisipan ini tidak akan mendapat data yang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna, yaitu nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucap dan yang tertulis.

Tujuan observasi ini adalah untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba di Daerah Padalarang, maka diperlukan pengamatan secara menyeluruh mengenai berbagai aspek yang akan diteliti. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini observasi yang digunakan adalah observasi berperan serta (participant observation). Peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.

Kegiatan observasi ini pertama kali dilakukan peneliti pada bulan September. Pada kegiatan ini peneliti melihat langsung keberadaan acara ketangkasan olahraga domba dengan melakukan wawancara kepada Bpk.Yanto Sutisna yang merupakan pimpinan dan tokoh seni ketangkasan olahraga domba di Daerah Padalarang. Setelah melakukan pengamatan observasi, peneliti menemukan suatu permasalahan mengenai ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba yang menurut peneliti perlu dicari dengan jelas.

3.5.2 Wawancara

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti dan peneliti ingin mengetahui lebih dalam hal-hal dari


(27)

30

responden. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi. Arikunto mengungkapkan (2010: 198) “wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer).

Ungkapan di atas menyatakan bahwa wawancara dilakukan untuk menilai keadaan seseorang sehingga peneliti akan mendapatkan data yang diinginkan dengan melakukan tanyajawab dengan narasumber.

Menurut Sugiyono (2011: 138-141) wawancara dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu wawancara tersrtuktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan apabila peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh. Oleh sebab itu diperlukan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan yang tertulis. Wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun sistematis dan lengkap untuk mendapatkan data.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan dalam pengumpulan data kepada nasarumber yaitu Bpk. Yanto Sutisna sebagai pemimpin dan tokoh ketangkasan olahraga domba dan Bpk. Roh Rohana selaku penari Ibing pencak. Adapun tokoh yang diwawancara oleh peneliti adalah Bpk. Ato selaku sesepuh dan tokoh ketangkasan olahraga domba.

3.5.3 Studi Dokumen

Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih dapat dipercaya apabila didukung oleh data dari dokumen-dokumen. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu baik berbentuk tulisan, gambar, dan karya-karya lain seseorang. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen berupa foto, video Ibing pencak dan acara ketangkasan olahraga domba.

3.5.4 Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu alat pengumpul data berupa teori-teori untuk mengkaji permasalahan yang sedang diteliti. Studi pustaka dilakukan dengan cara


(28)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

mencari sumebr-sumber lain, seperti sumber dari internet, buku, dan skripsi , sumber-sumber itu membantu peneliti dalam memecahkan masalah penelitian. Penggunaan buku-buku sebagai sumber dapat dijadikan sebagai landasan untuk menganalisa data penelitian serta mendapatkan data yang relevan dengan objek yang diteliti yaitu Ibing Pencak. Berkaitan dengan ini, peneliti melakukan kegiatan kunjungan perpustakaan Bandung yang mendukung penulisan penelitian ini. Setelah data-data terkumpul, peneliti mulai mempelajari, mengkaji dan menganalisi.

Adapun buku-buku yang dipergunakan oleh peneliti, di antaranya :

a. Buku yang berjudul “ Ibing Pencak Dalam Materi Pembelajaran” Yuliawan

Kasmahidayat (2008)

b. Buku yang berjudul “Pertumbuhan Seni Pertunjukan” oleh Edi Sedyawati (1981)

c. Buku yang berjudul “ Pencak Siat Merentang Waktu” oleh O‟ong Maryono

(2000)

d. Buku yan berjudul “ Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D” oleh Sugiyono (2011)

e. Buku yang berjudul “ Budaya Indonesia Kajian Arkeologi Seni dan Sejarah” oleh Edy Sedyawati (2006)

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Untuk mengetahui bagaimana penyajian Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba di Daerah Padalarang, maka perlu menganalisis data yang sudah ada. Analisis data penelitian merupakan tahapan pengelompokan data-data yaitu mulai dari seluruh proses pengkajian hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang sudah terkumpul. Analisi data dilakukan terus-menerus, dari awal penelitian sampai akhir penelitian, secara deskriptif. Analisis data menurut Sugiyono adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengordinasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan


(29)

32

yang akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh yang akan dipeljari, serta mambuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2012 : 246) mengemukakan langkah-langkah yang diambil menganalisis data, yaitu sebagai berikut :

3.6.1 Reduksi Data

Mereduksi kata berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

Dalam data ini peneliti mendapatkan data-data dari lapangan kemudian peneliti merangkum data, lalu memilih yang pokok dari permasalahan, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Penelitian yang dilakukan yaitu melihat dan mengamati keberadaan Ibing Pencak pada acara seni ketangasan olahraga domba di daerah Padalarang. Selanjutnya melakukan tanya jawab terhadap pimpinan sekaligus pelaku seni mengenai beberapa hal menyangkut Ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba.

3.6.2 Penyajian Data

Langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dengan penyajian data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi. Adapun penjelasnya sebagai berikut : pada analisis selama di lapangan, pengumpulan data berlangsung dan dilakukan secara interaktif secara terus-menerus sehingga datanya jelas. Aktivitas dalam analisis data, yaitu peneliti melakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari temanya dan membuang yang tidak perlu. Hal pokok yang diambil pada penelitian yaitu mengenai latarbelakang munculnya ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba, struktur pertunjukan ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba, dan fungsi ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba. Dengan demikian data


(30)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG

yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya yaitu mendisplaykan data dalam bentuk uraian singkat. Data yang diperoleh kemudian di rangkum dalam bentuk uraian singkat. Hal ini dapat mempermudah peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3.6.3 Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan itu berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

3.7 Langkah-langkah Penelitian 3.7.1 Pengajuan Topik atau Judul

Dalam tahap ini peneliti memilih topik atau judul yang akan dijadikan bahan untuk penelitian. Selanjutnya mencari beberpa sumber yang akan dijadikan referensi atau acuan untuk memperkuat judul sebelum observasi ke lapangan.

3.7.2 Pengajuan Proposal

Setelah judul disetujui, maka dilakukan penyusunan proposal untuk mengetahui latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan yang akan diteliti

3.7.3 Survai

Setelah menyusun proposal, kemudian melakukan survai langsung ke lapangan, hal bertujuan untuk mendapatkan informasi dan data awal dari penelitian.

3.7.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari sumber-sumber yang akurat, seperti buku, jurnal, dan internet kemudian melakukan observasi


(31)

34

dan wawancara pada narasumber yang mengetahui tentang Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba.

3.7.5 Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan berbentuk skripsi, yang merupkan hasil dari keseluruhan penelitian yang selanjutnya dipertanggung jawabkan pada saat ujian sidang.


(32)

70

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan

Seni ketangkasan olahraga domba adalah kesenian yang mempertandingkan domba-domba tangkas, kesenian ini merupakan kesenian kampung Sadang yang masih bertahan sampai saat ini, walaupun kesenian ini pernah mengalami penurunan tetapi hingga saat ini seni ketangkasan olahraga domba masih hidup di Kampung Sadang. Dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini terdapat acara hiburan yaitu Ibing Pencak.

Ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini berdiri di Kampung Sadang bersamaan dengan Seni ketangkasan Olahraga Domba yaitu pada tahun 1993. Ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini adalah sebagai pelengkap karena penampilan ibing pencak ini sudah manjadi satu kesatuan yang tersktruktur dalam acara seni ketangkasan olahraga domba. Dimana seni ketangkasan olahraga domba dimulai dengan pertandingan hingga setelah istirahat barulah kemudian ditampilkan ibing pencak yang menggunakan ibing tepak dua itu sebagai acara hiburan. Setelah itu, dilanjutkan kembali pertandingan ketangkasan olahraga domba. Ibing pencak inilah yang menjadikan suasana di lapangan lebih hidup, baik itu secara pelaku ataupun secara penikmat.

Ibing pencak ini sudah banyak perubahan baik itu dari segi fungsi ataupun segi penyajian musiknya, selain itu gerak-gerak ibing pencak dalam seni ketangkasan olahraga domba ini pun beragam. Dalam perkembangan ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba ini memiliki perubahan dari fungsi ibing pencak yang sebelumnya sebagai acara ritual dan sekarang menjadi seni hiburan. Dan dari segi penyajian musiknya yang awalnya hanya menggunakan kendang, terompet, suling dan gong kini sekarang ditambahkan dengan rincik, bonang dan saron. Hal ini disebabkan dengan pengaruh masyarakat terhadap kesenian ini. Namun perubahan ini merupakan suatu perkembangan dari waktu ke waktunya sehingga tidak menjadikan sebagai suatu permasalahan karena dengan


(33)

71

adanya perubahan ini lebih bisa membawa masyarakat bergabung sampai saat ini untuk melestarikan kesenian ini agar tidak mudah punah begitu saja.

5.2 Rekomendasi

Kesenian ibing pencak dan seni ketangkasan olahraga domba merupakan suatu kesenian tradisional dan kebudayaan yang harus kita lestarikan. Hal ini tidak terlepas dari peran serta pelaku seni, pengelola, dan masyarakat sekitar tentunya, karena dengan adanya pengelolaan yang baik maka akan berdampak pada keberhasilan. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini akan bermanfaat bagi para pembaca. Dari hasil penelitian ini ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan kepada:

1. Bagi para tokoh dan penari ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba

Peneliti menyarankan kepada para tokoh dan penari ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba untuk tetap menjaga kelestarian kesenian ini agar tetap bisa dinikmati oleh anak cucu kita. Selain itu juga diharapkan adanya pembinaan terhadap generasi muda agar kesenian pencak silat dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini tetap ada dan berkembang.

2. Dinas Kebudayaan dan Pemerintah Daerah Padalarang

Keberadaan kesenian ketangkasan olahraga domba dan ibing pencak ini merupakan aset kebudayaan yang sangat berharga. Peneliti mengharapkan adanya pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kebudayaan yaitu dengan pendataan maupun pendokumentasian kesenian ketangkasan olahraga domba dan ibing pencak oleh Dinas Kebudayaan dan Pemerintah Daerah Padalarang lebih ditingkatkan lagi.

3. Kepada Masyarakat Kampung Sadang

Peneliti berharap agar masyarkat untuk lebih apresiatif terhadap kesenian tradisional yang merupakan aset kebudayaan bangsa.


(34)

Frety Yulies Saptini, 2014

IBING PENCAK PADA ACARA SENI KETANGKASAN OLAHRAGA DOMBA DI DAERAH PADALARANG DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Atrin, Suryatin. (2013). “Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi

Kabupaen Pandeglang Banten”. Skripsi Sarjana Pada FPBS UPI.

Diterbitkan

Geertz. Clifford. (1981). Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat. Bandung : P4ST. UPI.

Ira, R.M. (2007). ”Pencak Silat Dalam Upacara Nyangku Di Desa Panjalu

Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis”. Skripsi Sarjana Pada FPBS UPI.

Diterbitkan

Kasmahidayat, Yuliawan. Isus, Sumiaty. (2008). Ibing Pencak Sebagai Materi Pembelajaran. Bandung : CV WarliArtika

Koentjaraningrat. (1999). Pengantar Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta.

Kunaedi, Cece (2010). Pertunjukan Ajeng Dalam Upacara Guar Bumi di Desa Ujungjaya Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang. Bandung: Skripsi Universitas Indonesia. Diterbitkan.

Maryono O’ong. (2000). Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta : Galang

Pres.

Nalan, A.S. (1999). Bianglala Seni, Bandung : Puslitmas STSI.

Narawati, Tati. (2003). Wajah Tari Sunda Dari Masa Ke Masa. Bandung : P4ST UPI.

, (2005). Tari Sunda Dulu, Kini, dan Esok. Bandung : P4STUPI Riski, Z.A. (2010). “Pencak Silat Pada Padepokan Berru Sakti di Cilegon

Banten”. Skripsi Sarjana Pada FPBS UPI. Diterbitkan.

Soedarsono, R. M. (1999). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi, Jakarta : Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.

Sedyawati, Edi. (2006). Budaya Indonesia. Kajian Arkeologi. Seni dan Sejarah. Jakarta : Raja Grafindo Persada.


(35)

. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Sumaryono, Endo . (2006). Tari Tontonan. Jakarta : LPSN.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung : UPI.

http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html#pengertian http://oktavianiputr.blogspot.com/2013/04/7-unsur-budaya-artinya.html


(1)

yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya yaitu mendisplaykan data dalam bentuk uraian singkat. Data yang diperoleh kemudian di rangkum dalam bentuk uraian singkat. Hal ini dapat mempermudah peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3.6.3 Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan itu berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

3.7 Langkah-langkah Penelitian 3.7.1 Pengajuan Topik atau Judul

Dalam tahap ini peneliti memilih topik atau judul yang akan dijadikan bahan untuk penelitian. Selanjutnya mencari beberpa sumber yang akan dijadikan referensi atau acuan untuk memperkuat judul sebelum observasi ke lapangan.

3.7.2 Pengajuan Proposal

Setelah judul disetujui, maka dilakukan penyusunan proposal untuk mengetahui latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan yang akan diteliti

3.7.3 Survai

Setelah menyusun proposal, kemudian melakukan survai langsung ke lapangan, hal bertujuan untuk mendapatkan informasi dan data awal dari penelitian.

3.7.4 Pengumpulan Data


(2)

34

dan wawancara pada narasumber yang mengetahui tentang Ibing Pencak pada acara Seni Ketangkasan Olahraga Domba.

3.7.5 Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan berbentuk skripsi, yang merupkan hasil dari keseluruhan penelitian yang selanjutnya dipertanggung jawabkan pada saat ujian sidang.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan

Seni ketangkasan olahraga domba adalah kesenian yang mempertandingkan domba-domba tangkas, kesenian ini merupakan kesenian kampung Sadang yang masih bertahan sampai saat ini, walaupun kesenian ini pernah mengalami penurunan tetapi hingga saat ini seni ketangkasan olahraga domba masih hidup di Kampung Sadang. Dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini terdapat acara hiburan yaitu Ibing Pencak.

Ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini berdiri di Kampung Sadang bersamaan dengan Seni ketangkasan Olahraga Domba yaitu pada tahun 1993. Ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini adalah sebagai pelengkap karena penampilan ibing pencak ini sudah manjadi satu kesatuan yang tersktruktur dalam acara seni ketangkasan olahraga domba. Dimana seni ketangkasan olahraga domba dimulai dengan pertandingan hingga setelah istirahat barulah kemudian ditampilkan ibing pencak yang menggunakan ibing tepak dua itu sebagai acara hiburan. Setelah itu, dilanjutkan kembali pertandingan ketangkasan olahraga domba. Ibing pencak inilah yang menjadikan suasana di lapangan lebih hidup, baik itu secara pelaku ataupun secara penikmat.

Ibing pencak ini sudah banyak perubahan baik itu dari segi fungsi ataupun segi penyajian musiknya, selain itu gerak-gerak ibing pencak dalam seni ketangkasan olahraga domba ini pun beragam. Dalam perkembangan ibing pencak pada acara seni ketangkasan olahraga domba ini memiliki perubahan dari fungsi ibing pencak yang sebelumnya sebagai acara ritual dan sekarang menjadi seni hiburan. Dan dari segi penyajian musiknya yang awalnya hanya menggunakan kendang, terompet, suling dan gong kini sekarang ditambahkan dengan rincik, bonang dan saron. Hal ini disebabkan dengan pengaruh masyarakat terhadap kesenian ini. Namun perubahan ini merupakan suatu perkembangan dari waktu ke waktunya sehingga tidak menjadikan sebagai suatu permasalahan karena dengan


(4)

71

adanya perubahan ini lebih bisa membawa masyarakat bergabung sampai saat ini untuk melestarikan kesenian ini agar tidak mudah punah begitu saja.

5.2 Rekomendasi

Kesenian ibing pencak dan seni ketangkasan olahraga domba merupakan suatu kesenian tradisional dan kebudayaan yang harus kita lestarikan. Hal ini tidak terlepas dari peran serta pelaku seni, pengelola, dan masyarakat sekitar tentunya, karena dengan adanya pengelolaan yang baik maka akan berdampak pada keberhasilan. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini akan bermanfaat bagi para pembaca. Dari hasil penelitian ini ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan kepada:

1. Bagi para tokoh dan penari ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba

Peneliti menyarankan kepada para tokoh dan penari ibing pencak dalam acara seni ketangkasan olahraga domba untuk tetap menjaga kelestarian kesenian ini agar tetap bisa dinikmati oleh anak cucu kita. Selain itu juga diharapkan adanya pembinaan terhadap generasi muda agar kesenian pencak silat dalam acara seni ketangkasan olahraga domba ini tetap ada dan berkembang.

2. Dinas Kebudayaan dan Pemerintah Daerah Padalarang

Keberadaan kesenian ketangkasan olahraga domba dan ibing pencak ini merupakan aset kebudayaan yang sangat berharga. Peneliti mengharapkan adanya pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kebudayaan yaitu dengan pendataan maupun pendokumentasian kesenian ketangkasan olahraga domba dan ibing pencak oleh Dinas Kebudayaan dan Pemerintah Daerah Padalarang lebih ditingkatkan lagi.

3. Kepada Masyarakat Kampung Sadang

Peneliti berharap agar masyarkat untuk lebih apresiatif terhadap kesenian tradisional yang merupakan aset kebudayaan bangsa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Atrin, Suryatin. (2013). “Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi

Kabupaen Pandeglang Banten”. Skripsi Sarjana Pada FPBS UPI.

Diterbitkan

Geertz. Clifford. (1981). Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat. Bandung : P4ST. UPI.

Ira, R.M. (2007). ”Pencak Silat Dalam Upacara Nyangku Di Desa Panjalu

Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis”. Skripsi Sarjana Pada FPBS UPI.

Diterbitkan

Kasmahidayat, Yuliawan. Isus, Sumiaty. (2008). Ibing Pencak Sebagai Materi Pembelajaran. Bandung : CV WarliArtika

Koentjaraningrat. (1999). Pengantar Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta.

Kunaedi, Cece (2010). Pertunjukan Ajeng Dalam Upacara Guar Bumi di Desa Ujungjaya Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang. Bandung: Skripsi Universitas Indonesia. Diterbitkan.

Maryono O’ong. (2000). Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta : Galang Pres.

Nalan, A.S. (1999). Bianglala Seni, Bandung : Puslitmas STSI.

Narawati, Tati. (2003). Wajah Tari Sunda Dari Masa Ke Masa. Bandung : P4ST UPI.

, (2005). Tari Sunda Dulu, Kini, dan Esok. Bandung : P4STUPI Riski, Z.A. (2010). “Pencak Silat Pada Padepokan Berru Sakti di Cilegon

Banten”. Skripsi Sarjana Pada FPBS UPI. Diterbitkan.

Soedarsono, R. M. (1999). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi, Jakarta : Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.

Sedyawati, Edi. (2006). Budaya Indonesia. Kajian Arkeologi. Seni dan Sejarah. Jakarta : Raja Grafindo Persada.


(6)

. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Sumaryono, Endo . (2006). Tari Tontonan. Jakarta : LPSN.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung : UPI.

http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html#pengertian http://oktavianiputr.blogspot.com/2013/04/7-unsur-budaya-artinya.html