PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGUASAAN KONSEP SAINS SISWA SEKOLAH DASAR.

(1)

KATA PENGANTAR ……… i

UCAPAN TERIMAKASIH ……….. iii

ABSTRAK ……… vi

ABSTRACT ……… vii

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GRAFIK ……… xiv

DAFTAR BAGAN .……… xv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah……….. 18

1.Rumusan Masalah……….. 18

2.Batasan Masalah………. 20

C. Pertanyaan Penelitian………. 21

D. Definisi Operasional……….. 21

1.Pengembangan Model Pembelajaran……….. 21

2.Konsep Sains……….. 23

3.Penguasaan Konsep Sains……….. 24

E. Tujuan Penelitian……… 24

F. Manfaat Penelitian……….. 25

1.Manfaat Teoretis………. 25

2.Manfaat Praktis………... 26

BAB II KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN SAINS A. Kurikulum dan Pembelajaran………. 27

1.Konsep kurikulum……….. 28

2.Konsep Pembelajaran ……… 32

B. Konsep Pendidikan Sains………... 33

1.Hakekat Sains………. 33

2.Dimensi/Ruang Lingkup Pendidikan Sains……… 41

3.Fungsi dan Tujuan Pendidikan Sains………. 45

4.Ruang Lingkup/dimensi Mata Pelajaran Sains SD……….… 46

5.Standar Kompetensi Pendidikan Sains di SD…..………. 47

C. Pembelajaran Sains di SD…………..………. 48

1.Landasan Pembelajaran di SD... 49

a. Landasan Filosofis Pembelajaran di SD... b. Landasan Psikologis Pembelajaran di SD... c. Landasan Yuridis Pembelajaran di SD... 49 50 50 2.Karakteristik Anak dalam Pembelajaran sains di SD…………... 51

3.Pembelajaran Sains yang Efektif……… 57

4. Rambu-rambu Pembelajaran Sains dalam Kurikulum…………... 63

5.Prinsip Pembelajaran Sains di SD…………..……… 65

6.Tujuan Pembelajaran Sains di SD…………..……… 67

7.Sistem Penilaian Pembelajaran Sains………. 68


(2)

D. Pendekatan dan Model Pembelajaran Sains di SD....………. 75

1.Pendekatan Pembelajaran………... 79

a. Pendekatan Pembelajaran Konsruktivisme……….. 80

b. Pendektan Pembelajaran SETS……… 96

c. Pendekatan Inquiri ………... 119

d. Pendekatan Pemecahan Masalah………. 121

2.Model Pembelajaran………... 128

a. Model Interaksi Sosial……….. b. Model Pengolahan Informasi……… c. Model Personal-Humanistik………. d. Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral) ………... 131 132 134 134 3.Model-model Pembelajaran Sains di SD…………...………. 135

a. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)……… 136

b. Model Pembelajaran E K P A……….. 140

c. Model Sains Lingkungan Teknologi dan Masyarakat (Salingtemas/SETS)……… 142

d. Model CL (Cooperative Learning)……….. 146

e. Model Pembelajaran Inquiri……… 152

E. Pengembangan Model Pembelajaran SETS………... 155

1. Landasan Pengembangan Pembelajaran SETS……… 155

a. Landasan Yuridis……… 155

b. Landasan Filosofis………. 157

c. Landasan Psikologis……….. 159

d. Landasan Teoretis……….. 160

e. Landasan Empiris………... 161

2. Prinsip-prinsip Pengembangan Pembelajaran SETS……… 163

3. Langkah-langkah Penyusunan Model Pembelajaran SETS……. 168

F. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan………... 170

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian………... 185

B. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian………. 186

1.Studi Pendahuluan ………. a. Studi Pustaka (Literatur)……….. b. Survei Lapangan ………. 2.Tahapan Pengembangan Model……….. a. Penyusunan Draf Awal Model……… b. Uji-Coba terbatas ………... c. Uji-Coba luas……….. d. Validasi Model………... 188 188 188 189 189 190 192 192 C. Tempat dan Waktu Penelitian……… 195

1.Tempat Penelitian……….. 2.Waktu Penelitian……… 195 196 D. Subyek Penelitian………... 197


(3)

b. Kuisioner ……… c. Wawancara………. d. Analisis dokumen………... e. Alat Pengumpulan Data……….

199 200 200 201

F. Teknik Analisi Data……… 203

1.Analisis Data Tahap Pendahuluan………. 2.Analisis Data Tahap Pengembangan dan Uji Coba Model……… 3.Analisis Data Tahap Validasi Model………. 203 204 206 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi dan Interpretasi hasil Studi Pendahuluan………... 209

1. Deskripsi Hasil Studi Pendahuluan……….. 209

a. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 210

b. Kondisi Pembelajaran Sains di SD dan Faktor pendukungnya ……… 210

c. Pelaksanaan Pembelajaran Sains di SD…………..………… 217

d. Persepsi Siswa terhadap Pembelajaran Sains………. 219

e. Keadaan Guru SD…………..………. 221

f. Keadaan Siswa di SD…………..………... 225

g. Keadaan Sarana, Prasarana/Fasilitas Pembelajaran………… 227

2. Implikasi Hasil Studi Pendahuluan……….. 228

B. Pengembangan Model Pembelajaran………. 1. Desain Awal (Draf) MSTP-SETS………...………. 2. Desain Awal (Draf) Implementasi MSTP-SETS………. a. Tahap Pendahuluan………. b. Tahap Inti……… c. Tahap Penutup……… 3. Desain Awal (Draf) Penialain MSTP-SETS……… 232 243 249 250 251 253 253 C. Hasil Uji-Coba Terbatas………. 255

1. Deskripsi Uji-Coba Terbatas……… 255

2. Interpretasi Hasil Uji-Coba Skala Terbatas……….. 281

3. Perbaikan MSTP-SETS…………..……….. 282

D. Hasil Uji-Coba Luas………... 286

1. Deskripsi Uji-Coba Luas………... a. Analisis Proses Pembelajaran……… b. Analisis Hasil Pembelajaran……….. 286 290 320 2. Interpretasi Hasil Uji-Coba Luas………. 344

3. Perbaikan MSTP-SETS……….. 354

E. Hasil Uji Validasi Model Pembelajaran………. 357

1. Deskripsi Uji Validasi………. 357

2. Hasil Uji Validasi……… 360

3. Interpretasi Hasil Uji Validasi……… 375

F. Pembahasan Hasil Penelitian……….. 385

1.Kondisi obyektif pembelajaran Sains di SD……….. 386


(4)

5.Hasil Implementasi MSTP-SETS ………. 412

6.Faktor Pendukung dan Penghambat MSTP-SETS………. 415

7.Efektifitas MSTP-SETS untuk Meningkatkan Kemampuan Penguasaan Konsep Sains…... 420

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 421 A. Simpulan………. 421

B. Implikasi Hasil Penelitian……….. 430

C. Dalil-dalil Hasil Penelitian………. 432

D. Rekomendasi……….. 433

1. Pihak Guru Sains SD ……… 433

2. Pihak Sekolah Dasar……….. 433

3. Pihak Dinas Pendidikan ……… 434

4. Pihak Penyelenggaraan PGSD (LPTK)………. 435

5. Pihak Peneliti Selanjutnya………. 436

DAFTAR PUSTAKA ……….. 437

RIWAYAT HIDUP PENELITI……….. 458


(5)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab satu ini dikemukakan tentang pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, pertanyaan penelitian, definisi operasional, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian yang disajikan sebagai berikut:

A. Latar Belakang Masalah

Menyongsong millenium ketiga, bangsa Indonesia telah menentukan pilihan untuk bersaing dengan negara-negara maju di dunia untuk memenangkan pertarungan diabad ilmu pengetahuan ini. Hal ini ditandai dengan terbitnya perangkat hukum dalam tata kelola pemerintahan dibidang pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, beserta peraturan perundangan yang mengikutinya. Berangkat dari perangkat hukum tersebut reformasi pendidikan di Indonesia digulirkan dan diperjuangkan untuk mewujudkan mutu lulusan pendidikan sebagai modal dasar untuk membangun bangsa dan negara Republik Indonesia dalam rangka memenangkan persaingan dengan negara-negara maju di dunia.

Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa khususnya pembangunan dibidang pendidikan. Dalam era globalisasi ini, sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi. Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan formal merupakan salah satu wahana dalam membangun


(6)

sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan Sains sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kunci penting dalam abad 21 ini. Hal ini menuntut peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Upaya untuk mempersiapkan hal itu memang sudah dilakukan melalui pendidikan formal, sesuai dengan tujuan yang ada dalam kurikulum. Pengantar Sains dan teknologi pun sudah diajarkan sejak pendidikan dasar. Persiapan sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di masa depan yang secara kualitas cenderung meningkat. Berbagai tantangan muncul, antara lain menyangkut peningkatan kualitas hidup, pemerataan hasil pembangunan, partisipasi masyarakat, dan kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pendidikan Sains sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan Sains dan teknologi.

Dalam kondisi sekarang ini dunia pendidikan menemui berbagai tantangan, hambatan, dan masalah-masalah yang perlu dipecahkan. Masalah-masalah tersebut menyebabkan munculnya, gagasan-gagasan atau konsep baru untuk menghadapi dan berusaha memecahkan masalah pendidikan, baik yang menyangkut masalah mutu, relevansi, efisiensi, dan efektifitas, maupun masalah-masalah lainnya. Masalah lain


(7)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 tersebut berkenaan dengan pemerataan pendidikan, manajemen pendidikan, sistem ketenagaan, profesionalisme, dan lain sebagainya. Masalah-masalah di atas masih menjadi masalah utama dari sistem pendidikan secara keseluruhan dan secara simultan terus diperbaiki dan dicari jalan pemecahannya.

Salah satu mata pelajaran yang bermasalah dalam dunia pendidikan adalah pendidikan Sains di SD. Sementara itu pendidikan yang diajarkan di SD merupakan sarana yang sangat baik untuk memahami teknologi, karena teknologi dan Sains mempunyai kaitan yang erat. Prinsip Sains merupakan dasar dalam pengembangan teknologi akan membantu para ahli untuk melakukan proses Sains sehinga ditemukan produk-produk Sains yang baru. Kualitas pendidikan Sains di SD merupakan awal dari pembinaan masyarakat yang melek Sains dan Teknologi. Hal ini dapat dicapai dengan peningkatan pemahaman siswa terhadap produk Sains, mengembangkan keterampilan proses Sains, keterampilan berpikir siswa.

Untuk meningkatkan kualiatas pembelajaran Sains, tidak terlepas dari bagaimana suatu proses pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai faktor. Menurut Hamalik (2007: 82) keberhasilan proses pembelajaran ditentukan oleh berbagai faktor, yang merupakan faktor-faktor tersebut antara lain “kurikulum, guru, sarana pembelajaran, dan proses belajar mengajar”. Rusman (2007: 1) menyatakan “Salah satu faktor yang paling dominan yang mempengaruhi proses belajar mengajar adalah kurikulum”. Kurikulum sangat berperan dalam mengatur strategi dan penyempurnaan sistem pendidikan karena kurikulum memiliki keterkaitan konseptual dengan pendidikan. Kurikulum adalah instrumen pendidikan yang sangat penting dan strategis dalam menata pengalaman belajar siswa, dalam


(8)

meletakkan landasan-landasan pengetahuan, nilai, keterampilan, dan keahlian, dan dalam membentuk atribut kapasitas yang diperlukan untuk menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi.

Kurikulum juga sangat berperan dalam mengatur strategi dan penyempurnaan sistem pendidikan karena kurikulum memiliki keterkaitan konseptual dengan pendidikan. Menurut Sukmadinata (2006: 4), “kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan, kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan”. Selanjutnya (Sukmadinata, 2006: 7) menyatakan “Kurikulum juga mempunyai hubungan yang erat dengan teori pendidikan”. Menurut Hasan (2008: 103), bahwa secara konseptual;

“Kurikulum diartikan sebagai rancangan dan proses pendidikan yang dikembangkan oleh pengembang kurikulum sebagai jawaban terhadap tantangan komunitas, masyarakat, bangsa, dan umat manusia yang dilayani kurikulum tersebut”.

Bahkan Klein (1999), dalam Hasan (2008: 478) menegaskan bahwa kurikulum adalah “the heart of educatioan”, maka kurikulum sebagai jantungnya pendidikan harus dapat diletakkan pada posisi sesungguhnya. Kurikulum sebagai suatu rencana nampaknya sejalan dengan rumusan kurikulum menurut undang-undang pendidikan yang dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah: “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu”(Depdiknas, 2003: 74)


(9)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 ketika tataran konsep diimplementasikan sering kali terjadi perbedan antara apa yang seharusnya dan apa yang menjadi kenyataan. Pada tataran Implementasi kurikulum hakekatnya adalah pelaksanaan pengajaran atau pembelajaran. Saylor dan Alexander dalam Seller & Miller (1985: 246), mengemukakan bahwa “instruction is … the implementation of the curriculum plan,usually, but not necessarily, involving teaching in the sense of student-teacher interaction in school setting”. Pengajaran dan pembelajaran ini memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan kurikulum. Pembelajaran merupakan bahagian yang tak terpisahkan dari kajian kurikulum, karena pembelajaran dan kurikulum keduanya saling terkait satu sama lain.

Dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut, persoalan yang sering terjadi adalah terfokus pada kurikulum dan pembelajaran yang di dalamnya melibatkan unsur pendidik dan peserta didik. Sering terjadi kesenjangan antara apa yang diinginkan dalam kurikulum tidak tersampaikan di dalam pengajaran, hal ini terjadi karena kurang dipahaminya konsep kurikulum oleh para pelaksana pendidikan di lapangan, terutama dalam hal apa yang seharusnya dibutuhkan peserta didik.

Kurikulum mata pelajaran Sains disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan Sains secara nasional. Saat ini kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal sosial dan kepercayaan (kredibilitas). Dengan demikian, tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan Sains menjadi suatu keharusan. Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar lokal saja sebab perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Industri baru


(10)

dikembangkan dengan berbasis kompetensi Sains dan teknologi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang berpendidikan dengan standar mutu yang tinggi.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003, salah satu jenjang pendidikan yang diberikan perhatian khusus oleh pemerintah adalah pendidikan dasar. Pada pasal 36, dinyatakan bahwa; “kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dengan memperhatikan antara lain perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni”. Selanjutnya pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa “kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat antara lain Ilmu Pengetahuan Alam (Sains)” (Depdiknas, 2003: 94). Selanjutnya perhatian tersebut dirumuskan pada pasal 17 yang menyatakan bahwa “Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah”. (Depdiknas, 2003: 82).

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Su’ud & Sumantri (2007:1113), yang menyatakan bahwa:

“Pendidikan dasar dan menengah adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai dengan 18 tahun merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi. Esensi pendidikan dasar adalah “paspor” bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya di masa depan dan “bekal dasar” untuk dapat hidup layak dalam masyarakat di manapun di dunia ini. Oleh karenanya, program belajar pendidikan dasar harus mengembangkan potensi peserta didik secara terpadu dan sinergis”.

Ini bearti bahwa permasalahan dianggap sangat penting dan perlu mendapatkan prioritas dalam pengambilan kebijakan adalah pendidikan dasar karena


(11)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 pendidikan dasar merupakan pendidikan untuk mengembangkan kualitas minimal yang harus dimiliki oleh setiap manusia Indonesia.

Alasan lain pentingnya mengapa perbaikan pendidikan dimulai dari tingkat SD karena menurut Ormond dan Dukworth (dalam Kartini, 1990: 137) “usia yang dapat dipengaruhi dalam pembentukan sikap anak berada diantara delapan tahun sampai 13 tahun dimana usia ini setara dengan usia anak SD.” Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam rentang usia tersebut harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menanamkan sikap dan motivasi anak terhadap mata pelajaran Sains.

Mata pelajaran Sains di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) berfungsi untuk “menguasai konsep dan manfaat Sains dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), serta bertujuan: (1) Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep Sains yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, (2) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positip terhadap sains dan teknologi, (3) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (4) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, (5) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat, dan (6) Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan”(Depdiknas, 2004: 6-7)

Berdasarkan tujuan yang terdapat dalam kurikulum, pembelajaran Sains di SD sudah mengarah pada perkembangan kemampuan berpikir siswa. Hal ini kelihatan dari aspek yang dituntut dalam tujuan pembelajaran yaitu aspek pengetahuan,


(12)

keterampilan, dan sikap dalam pembelajarannya dan ditekankan dalam mengembangkan keterampilan proses Sains. Dengan demikian guru harus mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum.

Fungsi dan tujuan pengajaran Sains di Indonesia sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yager (1996: 9) tentang ruang lingkup hasil belajar Sains yang mencakup kognisi, keterampilan proses, sikap, kreatifitas, dan aplikasi. Seperti tercermin pada tujuan kedua dan keempat, pengajaran Sains di Indonesia menghendaki siswa mampu menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip Sains yang telah dipelajari dan mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Sains merupakan “cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah” (Depdiknas, 2004: 6). Pendidikan Sains di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional khususnya pendidikan dasar dan menengah pada setiap satuan pendidikan. Usaha yang dilakukan pemerintah tersebut antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru yang dimulai dari SD sampai pada


(13)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 perguruan tinggi. Perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, pembaharuan metode dan pendekatan pengajaran, bahkan penyempurnaan dan perubahan kurikulum pun sudah dilakukan, namun mutu pendidikan masih perlu peningkatan secara signifikan

Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia tahun 2000 dalam Suseno, http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/ pada artikel yang berjudul Mutu Pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa “Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia“.

Dengan keadaan yang rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) tahun 2003 dalam Suseno http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/ menyatakan bahwa “siswa Indonesia hanya berada diranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan diranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi Sains.”

Rendahnya mutu pendidikan di tingkat nasional, ternyata tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Kota Bengkulu. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata hasil ujian sekolah Sains di Kota Bengkulu yang hanya mencapai nilai 5,05 dari skala ideal 10 (Diknas Kota Bengkulu, 2008), kalau dibandingkan dengan hasil UASBN 2008 dan 2009 untuk mata pelajaran IPA dimana meningkat 0,30 dari 6,37 menjadi 6,67 (Mendiknas, 2009), maka nilai Sains di Kota Bengkulu masih jauh di bawah nilai standar nasional. Rendahnya mutu pendidikan Sains di SD tercermin dengan rendahnya penguasaan konsep Sains siswa. Selain penguasaan konsep Sains siswa


(14)

yang rendah, sikap belajar siswa pada aspek motivasi maupun aktivitas siswa dalam pembelajaran di kelas juga kurang baik.

Salah satu penyebab secara universal rendahnya mutu pendidikan Sains yang diterima oleh para pendidik adalah miskonsepsi pada siswa. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sebelum proses pembelajaran mempunyai peran yang krusial dalam penguasaan konsep-konsep Sains. Penelitian di Negara maju selama dasawarsa dua tahun terakhir ini mengungkapkan bahwa salah satu sumber kesulitan belajar Sains terjadinya miskonsepsi pada diri siswa. Prakonsepsi siswa pada umumnya bersifat miskonsepsi secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Pengajaran yang tidak memperhatikan gagasan (prakonsepsi) siswa, akan menyebabkan miskonsepsi-miskonsepsi menjadi kompleks dan stabil (Assubel, 1978). Keadaan tersebut akan mengakibatkan terjadinya kesulitan belajar pada akhirnya siswa kurang mampu menerapkan konsep Sains yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari dan juga menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa.

Rendahnya penguasaan konsep dan buruknya sikap belajar siswa disebabkan oleh pembelajaran konvensional yang masih mengedepankan metode ceramah, tanpa memperhatikan aktivitas belajar yang berpusat dari siswanya (student centered). Pembelajaran konvensional yang berlangsung cenderung berjalan satu arah dari guru ke siswa (teacher centered), menyebabkan pembelajaran terkesan hanya mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa saja. Pembelajaran Sains yang berpusat dari guru ini berjalan kurang efektif dalam mengembangkan ranah kognitif (penguasaan konsep) dan ranah afektif (sikap belajar) siswa, sehingga penguasaan konsep dan sikap belajar siswa di kelas masih rendah. Padahal banyak jenis pendekatan yang dapat digunakan


(15)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 dalam pembelajaran Sains di SD antara lain meliputi: pendekatan proses, pendekatan konsep, pendekatan discovery (penemuan terbimbing), pendekatan inkuiri, pendekatan histori, pendekatan nilai, pendekatan lingkungan dan pendekatan Sains-teknologi-masyarakat.

Menurut Darliana (2008) dalam http://majalah.p4tkipa.org/artikel-04.htm menyatakan:

“lemahnya pengetahuan mengenai Sains dalam pendidikan Sains di negara kita, karena selama ini kompetensi ilmiah yang ditingkatkan pada siswa hanya kompetensi spesifik (Integrasi kemampuan dasar siswa, pengetahuan mengenai Sains, dan pengetahuan Sains) yang mengintegrasikan kemampuan berpikir dasar siswa dengan konsep Sains”.

Sedangkan pengetahuan mengenai Sains tidak diintegrasikan dalam kompetensi spesifik itu. Walaupun banyak model pembelajaran Sains yang digunakan, jika pengetahuan mengenai Sains tidak diintegrasikan dalam kompetensi yang ditingkatkan pada siswa, pelaksanaan semua model pembelajaran itu tidak akan efektif. Pembelajaran yang mengutamakan peningkatan kompetensi siswa dalam kompetensi spesifik akan membuat siswa terkurung dalam kompetensi yang sempit. Kompetensi spesifik yang dimilikinya cenderung kurang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kurang dapat digunakan untuk berpartisipasi di masyarakat, karena konsep-konsep yang akan dipelajarinya dan masalah-masalah yang akan dihadapinya nanti tidak sebatas konsep-konsep Sains yang telah dimilikinya.

Selain lemahnya pengetahuan mengenai Sains dalam pendidikan Sains di negara kita juga telah terjadi krisis pengajaran Sains dan matematika, salah satu masalahnya adalah masalah kualitas pembelajaran (Sadia, 1996). Menurut Mustika


(16)

dalam: http//edu;articles.blogspot com. dengan artikel yang berjudul Kelemahan-Kelemahan Guru Dalam Mengajarmenyatakan:

“menurunnya gairah belajar, selain disebabkan oleh ketidak cocokan pendekatan, metode pengajaran, juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang selalu menggunakan metode pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi berbagai metode yang menantang untuk berusaha”.

Dari hasil penelitian National Science Teachers Asociation (NSTA), ternyata bahwa dalam pembelajaran Sains seringkali materi pelajaran tidak dikaitkan dengan keadaan aktual di masyarakat, sehingga konsep-konsep yang dikuasai siswa di sekolah kurang dapat dimanfaatkan atau diaplikasikan kalau seseorang yang memiliki masalah dalam kehidupannya (Poedjiadi, 2005: 103-104). Sebagai contoh seorang anak yang telah mempelajari sifat-sifat air, telah mengetahui sifat-sifat partikel yang larut dan tersuspensi dalam air, tidak dapat melakukan penjernihan air dengan alat-alat sederhana.

Kenyataannya lapangan dewasa ini proses pembelajaran Sains di sekolah masih belum sesuai dengan harapan. Masih banyak guru-guru yang masih kurang kreatif dalam menggunakan berbagai media, metode, pendekatan dan model pembelajaran karena berbagai alasan, seperti faktor penyediakan alat dan bahan, dana dan waktu. Sehubungan dengan hal di atas kita perlu berpindah dari model belajar konvensional yang dilandasi oleh asumsi yang tersembunyi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru kepikiran siswa, menuju model konstruktivis yang berlandaskan asumsi bahwa pengetahuan dibangun di dalam pikiran siswa.


(17)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Dalam model belajar konvensional para guru nampaknya menfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan ke dalam kepala siswa. Mereka berpikir bahwa setelah proses pembelajaran di dalam kepala siswanya, tanpa memperhatikan gagasan-gagasan yang telah ada pada diri siswa. Mereka berpikir bahwa setelah proses pembelajaran di dalam kepala siswanya terdapat tiruan (copy) pengetahuan yang persis dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini telah menimbulkan berbagai kegagalan dalam pembelajaran Sains, karena Sains sebahagian besar berupa pengetahuan tentang alam atau pengetahuan phisik (Physical knowledge), dan pengetahuan logiko-matematika (logico-mathematical knowledge). Sains tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa, tetapi harus dibangun oleh siswa itu sendiri.

Selama ini dalam penguasaan konsep Sains, siswa masih kurang memiliki kemampuan memandang materi pelajaran Sains sebagai satu kesatuan yang saling terkait dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat, sehingga menimbulkan dampak yang lebih parah lagi dengan kurangnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran Sains dan ini mengakibatkan juga hasil belajar Sains siswa menjadi rendah. Oleh karena itu, di SD perlu diperkenalkan pendekatan pembelajaran baru yang mengaitkan antara unsur Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat serta pengalaman siswa dalam kehidupan sehari hari.

Literasi Sains dan teknologi serta peran keduanya dalam lingkungan dan masyarakat sangat penting dan mendesak untuk diperkenalkan sejak tingkat pendidikan dasar agar siswa terbiasa untuk cepat tanggap terhadap situasi lingkungan dan masyarakat serta terampil menyelesaikan masalah dengan menggunakan


(18)

konsep-konsep yang telah dipelajarinya melalui proses pendidikan. Untuk itu dituntut kemampuan guru dalam mengemas proses pembelajaran Sains, sehingga membentuk konfigurasi yang bermakna dengan mengaitkan antara materi Sains yang diajarkan dengan keterampilan teknologi dan isu-isu ilmiah yang berada dilingkungan masyarakat.

Dalam hal ini diperlukan pendekatan mengaitkan antara unsur Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat serta pengalaman siswa dalam kehidupan sehari hari diharapkan akan dapat mengatasi kelemahan sistem pendidikan klasik dimana peserta didik dipaksa untuk menyelesaikan materi pelajaran, tanpa diketahui dengan jelas implementasi peserta didik terhadap daya serap materi pelajaran (Apakah materi pelajaran dapat dikuasai keseluruhan atau sebagian, dan kompetensi dasar apa yang sudah dicapai).

Pendekatan-pendekatan yang mengaitkan antara unsur Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat serta pengalaman siswa dalam kehidupan sehari hari dapat mengantisipasi beberapa hal pokok dalam membekali peserta didik, diantaranya: (1) menghindari ‘materi oriented’ dalam pendidikan tanpa tahu masalah-masalah di masyarakat secara lokal, nasional, maupun internasional, (2) mempunyai bekal yang cukup bagi peserta didik untuk menyongsong era globalisasi (AFTA–2003, AFAS– 2003, WTO–2010), (3) peserta didik mampu menjawab dan mengatasi setiap masalah yang berkaitan dengan kelestarian bumi, isu-isu sosial, isu-isu global, misalnya masalah pencemaran, pengangguran, kerusuhan sosial, dampak hasil teknologi dan lain-lainnya hingga pada akhirnya bermuara menyelamatkan bumi, dan (4) membekali peserta didik dengan kemampuan memecahkan masalah-masalah dengan penalaran


(19)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Sains, lingkungan, teknologi, sosial secara integral, baik di dalam maupun di luar kelas. (Utomo, 2008) dalam http://pristiadiutomo.blog2.plasa.com/2008/06/04/ pembelajaran-fisika-dengan-pendekatan-sets-3.

Banyak hasil penelitian yang berkenaan dengan persoalan pendekatan pembelajaran Sains yang menggambarkan diperlukannya pendekatan yang memandang bahwa untuk meningkatkan penguasaan konsep Sains yang utuh diperlukan mengaitkan unsur-unsur Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Pearsall, Skipper dan Mintzes (1996: 193) menjelaskan bahwa:

“Dalam dua dekade terakhir dari 3500 studi dalam pembelajaran Sains, disimpulkan bahwa siswa sering gagal dalam memahami konsep dalam pembelajaran ilmu alam (natural science). Miskonsepsi sering terjadi dalam upayanya memahami kejadian dan obyek alamiah. Mintzes menawarkan peta konsep (concept map) yang berlandaskan konstruktivis sebagai suatu alternatif guna mengatasi masalah-masalah tersebut. Dalam penelitiannya (p<0.01) ditemukan bahwa model ini telah mampu memudahkan siswa untuk memahami konsep-konsep dalam pembelajaran ilmu alam”.

Hidayat (1996: 16) dan Poedjiadi (1994: 9) berpendapat sama bahwa:

“belajar Sains melalui isu-isu sosial di masyarakat yang ada kaitannya dengan Sains dan Teknologi dirasakan lebih dekat, dan belajar Sains melalui isu-isu sosial di masyarkat yang ada kaitannya dengan Sains dan teknologi dirasakan lebih punya arti bila dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori Sains itu sendiri”.

Penelitian mengenai pendekatan Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat

yang dilakukan oleh Hairida (1996) dalam Prayekti, http:

//sdnkebonsari1malang.multiply.com/journal/item/3, menyatakan bahwa:

“pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang mengaitkan unsur-unsur Sains dapat meningkatkan penguasaan konsep dan sikap siswa untuk materi-materi yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Rata-rata siswa pada kelas eksperimen bersikap positif terhadap pembelajaran Sains”.


(20)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alit (1993) dalam Prayekti http://sdnkebonsari1malang.multiply.com/journal/item/3, menyatakan bahwa:

“siswa yang diajar melalui pendekatan yang mengaitkan unsur-unsur yang mengaikan sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat berpengaruhnya lebih beragam (efek iringan dan keterampilan proses Sains) dari pada pendekatan biasa (ceramah diselengi dengan tanya jawab dan diskusi)”.

Efek iringan tersebut berupa memiliki sikap toleran terhadap pandangan yang berbeda dengan pendapatnya sendiri, sadar akan dampak positif dan negatif terhadap suatu teknologi, menyadari adanya nilai yang dianut dalam masyarakat dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang sesuai. Pada soal-soal berbentuk objektif, siswa yang diajar melalui pendekatan yang mengaitkan unsur-unsur Sains memiliki penguasaan konsep yang lebih baik dari pada kelas biasa.

Tampaklah bahwa pendidikan Sains dengan pendekatan yang mengaitkan unsur-unsur Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat akan memberikan keuntungan nyata kepada siswa yang ingin meningkatkan literasi Sains, yang mempunyai perhatian terhadap Sains dan teknologi serta perhatian terhadap interaksi antara Sains Tekologi dan Masyarakat. Pemahaman yang lebih baik dalam Sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, bernalar logis, dan memecahkan masalah secara kreatif.

Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran Sains berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari menentukan “apa yang akan dipelajari” ke “bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa”. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lain. Dalam


(21)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Depdiknas, (2004: 13), ada enam pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran Sains, yaitu: (1) empat pilar pendidikan (belajar untuk mengetahui, belajar untuk berbuat, belajar untuk hidup dalam kebersamaan, dan belajar untuk menjadi dirinya sendiri), (2) inkuiri Sains, (3) konstruktivisme (4) Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat (Salingtemas), (5) pemecahan masalah, dan (6) pembelajaran Sains yang bermuatan nilai.

Berdasarkan uraian di atas maka banyak pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang dapat meningkatkan kemampuan konsep Sains antara lain pendekatan konstruktivis, pendekatan kontektual, pendekatan keterampilan proses, pendekatan discovery, pendekatan inquiry dan pendekatan SETS. Sebagai alternative pemecahan masalah maka dalam penelitian ini bertujuan mengembangkan pembelajaran Sains yang sesuai dengan pendekatan yang dapat mengaitkan antara unsur-unsur Sains, teknologi, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa yang dapat dipahami sebagai konsep yang utuh.

Jadi yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan suatu pembelajaran Sains, yang memandang materi pelajaran atau Sains sebagai satu kesatuan yang saling terkait dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat, sehingga diperoleh model pembelajaran yang efektif dan cocok untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan konsep Sains siswa di SD.

Pada penelitian ini unsur Sains menjadi perhatian utama, namun tidak menutup kemungkinan pada penelitian yang lain unsur lingkungan, teknologi maupun


(22)

masyarakat yang menjadi perhatian utama. Dengan meletakkan Sains sebagai fokus perhatian, seperti yang biasa dilakukan dalam kegiatan pengajaran Sains, maka guru Sains serta para siswa yang menghadapi pelajaran Sains dapat dibawa melihat bentuk keterkaitan sebenarnya dari ilmu yang dipelajarinya (Sains) dikaitkan dengan unsur lain. Oleh karena itu dalam pengajaran Sains seharusnya guru dan siswa dapat mengambil berbagai contoh serta fakta yang ada atau kemungkinan fakta yang dapat dikaitkan secara terpadu dalam pengenalan atau pembelajaran konsep Sains yang dihadapi sesuai dengan tujuan pengajaran dan pada saat memungkinkan siswa mengembangkan diri berdasarkan pengetahuan yang dipelajari tersebut.

B. Rumusan dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah

Penelitian ini bertolak dari dari adanya masalah yang berkenaan dengan pembelajaran Sains yang belum optimal. Pembelajaran yang selama ini diterapkan belum optimal memberikan konstribusi terhadap peningkatan penguasaan konsep Sains siswa yang mencerminkan kompetensi sebagaimana yang diharapkan, yakni siswa yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains secara baik dan utuh yang memenuhi standar kompetensi.

Terdapat sejumlah aspek atau variable yang terkait dengan model pembelajaran Sains, yang berkenaan dengan pengusaan konsep Sains siswa SD. Salah satu aspek yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Sains, yang diduga sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, hal ini tercermin dalam rendahnya penguasaan konsep Sains siswa SD. Asumsi yang digunakan adalah


(23)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 bahwa efektifitas model pembelajaran yang digunakan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil pembelajaran sebagai berikut:

Va

Bagan 1.1. Faktor-faktor (variable) yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran (Diadopsi dari Dunkin dan Biddle, 1974 : 38)

Dunkin dan Biddle (1974: 38), membagi komponen-komponen pembelajaran yang terdiri dari variabel, presage variable yaitu variabel yang berkenaan dengan raw input dimana latar belakang kemampuan guru mengajar dan latar belakang kemampuan siswa ada di dalamnya. Keterampilan guru mengajar, sikap dan motivasi serta intelegensi dan lain-lain merupakan factor yang dominan dalam proses

INSTRUMENTAL VARIABLE -Kurikulum -Program pembelajaran -Model Pembelajaran -Metode Pembelajaran -Materi, media/sumber pembelajaran

-Guru dan lain-lain PRESAGE VARIABEL Guru: Keterampilan guru mengajar, intelegensi, motivasi dll. Siswa: Pengetahuan awal siswa, sikap dll

PROSES VARIABLE Prilaku guru di kelas

Prilaku siswa di kelas Perubahan Prilaku yang

diamati

PRODUCT VARIABLE Hasil belajar yang diharapkan baik jangka pendek maupun jangka panjang

CONTEXT VARIABLE Masyarakat, Ling. Sekolah, Ling. Kelas, Iklim, Fasilitas Kelas, dll


(24)

pembelajaran. Demikian juga dengan kemampuan awal siswa baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan sikap, motivasi dan lain sebagainya.

Variable instrumental berkenaan dengan aspek-aspek yang terdiri atas kurikulum, program pembelajaran, model pembelajaran, materi, sumber pembelajaran, media dan lain sebagainya yang semuanya dapat mempengaruhi variable proces pembelajaran. Variable conteks berkenaan dengan asfek lingkungan (environment) yang juga dapat mempengaruhi variable proses pembelajaran. Sedangkan variable product berkenaan dengan aspek output (keluaran) yang diharapkan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Bertitik tolak dari kompleknya permasalahan yang mempengaruhi proses pembelajaran seperti pada bagan di atas maka dalam penelitian ini dibuat rumusan masalah umum sebagai berikut: Model pembelajaran Sains bagaimanakah yang dapat untuk meningkatkan kemampuan pengusaan konsep Sains pada mata pelajaran Sains siswa SD?

2. Batasan Masalah

Penelitian ini yang akan dikembangkan adalah model pembelajaran Sains yang dapat meningkatkan kemampuan konsep Sains di SD. Asumsi pembatasan masalah tersebut didasarkan pada tujuan pembelajaran Sains di SD agar siswa mampu mengasai konsep Sains dan aplikasi konsep Sains. Penelitian dilaksanakan di SD Kota Bengkulu, di kelas IV (empat) yang berdasarkan KTSP yang berlaku.

Untuk lebih jelas batasan penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini, dimana variabel-variabel penelitian secara operasional dapat dipetakan sebagai berikut:


(25)

Bag C. Pertanyaan Peneli

Berdasarkan lat ini adalah sebagai breri 1. Bagaimanakah kon 2. Bagaimanakah ben

kemampuan peng implementasi pemb 3. Faktor-faktor pend model yang dikemb 4. Bagaimanakah efe dibandingkan deng meningkatkan kem D. Definisi operasion Dalam peneliti tentang beberapa pokok 1. Pengembangan m

Untuk mengata diperlukan model-mod

Input Variable • Model

Pembela Sains di

Kashardi/Dise Bagan 1.2. Skema Pembatasan Variabel Peneliti

elitian:

latar belakang di atas yang menjadi pertanyaa erikut:

ondisi pelaksanaan pembelajaran sains di SD pa bentuk model pembelajaran Sains yang da nguasaan konsep Sains yang mencakup des mbelajaran dan penilaian pembelajaran Sains?

ndukung dan penghambat apakah yang dap mbangkan?

efektifitas model pembelajaran Sains yan engan pembelajaran yang digunakan guru

mampuan penguasaan konsep Sains siswa? ional.

litian ini perlu dijelaskan tentang definisi s kok pikiran dalam penelitian ini sebagai berikut model Pembelajaran;

atasi berbagai permasalahan dalam pelaksan odel mengajar yang dipandang mampu m belajaran

di SD

Proces Vaiable • Proses

Pembelajaran Sains di SD

isertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 litian

aan dalam penelitian

pada saat ini? dapat meningkatkan esain pembelajaran,

dapat mempengaruhi

yang dikembangkan u selama ini untuk

i secara operasional kut:

anaan pembelajaran, mengatasi kesulitan

Product variable •Peningkatan

kemampuan penguasaan konsep Sains siswa SD


(26)

belajar peserta didik. Menurut Joyce & Weil (1980: 1), bahwa “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pelajaran, dan membimbing pelajaran di kelas atau yang lain”. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.

Model pembelajaran Sains yang akan dilakukan dalam penelitian adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa. Pembelajaran berhubungan erat dengan interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

Pengembangan model pembelajaran Sains di SD adalah kegiatan merancang atau memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan phisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainya dalam rangka mencapai kompetensi dasar (Sulistyorini, 2007: 5). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan model pembelajaran Sains adalah sebagai berikut: (1) kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada peserta didik, khususnya guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional; (2) kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar; (3) penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hirarki konsep materi pembelajaran; (4) rumusan pernyataan dalam model


(27)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 pembelajaran minimal mengandung dua unsur ciri yang mencerminkan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

Berdasarkan uraian di atas maka model pembelajaran yang akan dikembangkan adalah model pembelajaran Sains di SD yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa, melalui proses pembelajaran melalui bantuan guru secara profesional untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan yang mengandung berbagai kegiatan siswa yang mencerminkan pengalaman untuk meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa.

2. Konsep Sains

Pengetahuan yang dimiliki seseorang pada dasarnya berupa konsep-konsep. Konsep-konsep ini diproleh individu sebagai hasil berinteraksi dengan lingkungan. Dengan konsep-konsep dapat disusun suatu prinsip, yang dapat digunakan sebagai landasan dalam berpikir. Konsep didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut. Menurut Good (1973: 124), konsep adalah “gambaran dari ciri, yang dengan ciri-ciri itu objek-objek dapat dibeda-bedakan”. Menurut Yelon et al. (1971: 190), konsep adalah “elemen umum dari sekelompok objek, peristiwa atau proses”, sedangkan menurut Kuslan dan Stone (1968: 79), konsep adalah “sifat khas yang diberikan pada sejumlah objek, proses, fenomena, atau peristiwa, yang dapat dikelompokkan berdasarkan sifat khas itu”. Rumusan definisi yang dikemukakan di atas mengandung makna yang sama, yaitu konsep merupakan suatu abstraksi yang mengambarkan ciri-ciri umum dari sekelompok objek, proses, peristiwa, atau fenomena lainnya.

Konsep adalah abstraksi dari kejadian-kejadian, banda-benda, atau gejala yang memiliki sifat tertentu atau lambang. Ikan, misalnya, memiliki karakteristik tertentu


(28)

yang membedakannya dengan reptil dan mamalia. Dikemukakan oleh Collette & Chiappetta, menurut Bruner, Goodnow, dan Austin (1956), sebuah konsep setidaknya memiliki 5 unsur, (1) nama, (2) definisi, (3) lambang, (4) nilai, dan (5) contoh.

Jadi konsep Sains adalah abstraksi dari kejadian-kejadian, banda-benda, atau gejala yang memiliki sifat atau lambang tertentu. Misalnya ikan, memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan reptil dan mamalia.

3. Penguasaan Konsep Sains

Penguasaan konsep merupakan penguasaan terhadap abstraksi yang memiliki satu kelas atau objek-objek kejadian atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Kemampuan penguasaan konsep Sains; Merupakan kompetensi kognisi tentang konsep Sains yang harus dikuasai oleh seorang siswa. Struktur konsep Sains adalah pengorganisasian komponen-komponen konsep Sains yang memiliki fungsi sendiri-sendiri dan saling menjelaskan. Struktur konsep Sains digunakan oleh siswa untuk memahami dan menerapkan konsep secara formal (menyelesaikan soal tertulis) dan praktik (riil). Struktur konsep Sains mengandung aturan penerapan konsep khusus yang digunakan untuk memecahkan masalah yang khusus untuk sesuatu konsep Sains.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pertanyaan penelitian di atas maka tujuan umum yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah: menghasilkan suatu model pembelajaran Sains yang mampu meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa.


(29)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Mengacu pada tujuan umum tersebut di atas, selanjutnya dijabarkan dalam tujuan khusus sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi tentang kondisi pelaksanaan pembelajaran Sains (kondisi guru, siswa, materi pelajaran, sumber pelajaran, model pembelajaran, dan sarana/fasilitas pembelajaran) Sains.

2. Untuk menghasilkan model pembelajaran Sains SD sebagai alternatif model pembelajaran Sains yang dapat meningkatkan kemampuan konsep Sains mencakup desain, implementasi pembelajaran dan evaluasi pembelajaran Sains. 3. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat model pembelajaran Sains

yang sedang dikembangkan.

4. Memperoleh data empiris tentang efektivitas model pembelajaran Sains yang dikembangkan bila dibandingkan dengan pembelajaran Sains yang digunakan guru Sains yang selama ini untuk peningkatan kemampuan penguasaan konsep Sains.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas diharpkan penelitian ini bermanfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan prinsip-prinsip atau dalil-dalil mengenai model pembelajaran Sains serta menghasilkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa SD. Hal ini semakin urgen bagi keperluan kajian teoretis jika dihubungkan dengan


(30)

kurangnya bahan atau referensi tentang bahan model pembelajaran Sains dalam mengimplementasikan kurikulum Sains di SD.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:

a. Bagi guru, penelitian ini bisa dijadikan salah satu alternatif pegangan model pembelajaran dalam melaksanakan proses pembelajaran Sains SD untuk meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa SD.

b. Bagi siswa, diharapkan dapat lebih mudah untuk meningkatkan kemampuan penguasaan konsep Sains siswa SD.

c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam upaya pengembangan kurikulum dan pembelajaran Sains SD.

d. Bagi peneliti, tersedianya data dan informasi tentang model pembelajaran Sains sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi penelitian yang relevan.


(31)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab tiga ini dikemukakan tentang metode penelitian mengenai jenis penelitian, prosedur dan langkah-langkah penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data yang akan di uraikan senagai berikut:

A.Jenis Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran Sains untuk meningkatkan penguasaan konsep sains siswa pada mata pelajaran Sains di SD kota Bengkulu. Sesuai dengan sifat penelitian merupakan pengembangan model pembelajaran Sains di SD, maka jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Menurut Borg & Gall (1989: 626), “Educational research and development (R & D) is a process used to develop and validate educational products”. Selanjutnya Borg & Gall menjelaskan bahwa yang dimaksud produk dalam kontek penelitian dan pengembangan pendidikan tidak hanya terbatas pada bahan-bahan material saja seperti buku teks, film pendidikan dan sejenisnya, akan tetapi juga hal-hal yang berhubungan dengan prosedur dan proses seperti misalnya metode mengajar atau metode pengorganisasian pembelajaran maupun pengembangan model pembelajaran.

Metode research and development dalam bidang pendidikan ini dikemukakan oleh Borg & Gall (1989: 773). Sebagai “a process used used to develop and validate educational”, yaitu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Selanjutnya Sukmadinata (2007: 164), menyatakan bahwa


(32)

penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan.

B. Prosedur dan Langkah-Langkah Penelitian

Prosedur dan langkah-langkah penelitian yang digunakan mengikuti prosedur dan langkah-langkah yang dikemukakan Brog & Gall (1989), mengemukakan ada sepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian. Langkah-langkah utama dari R & D dikemukakan oleh Borg dan Gall (1989: 775) sebagai berikut:

“1)Research and Information Collecting, 2) Planning, 3) Develop preliminary form of product, 4) Preliminary field testing, 5) Main product revision, 6) Main Field Testing, 7) Operational product revision, 8) Operational field testing, 9)Final product revision and, 10) Disessemination and implementation”.

Prosedur pelaksanaan dapat dilihat pada digram bagan berikut ini:


(33)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Secara garis besar disederhanakan oleh Sukmadinata (2007: 184), dengan langkah penelitian dan pengembangan menjadi tiga tahap yaitu: 1) Studi pendahuluan, 2) Pengembangan model, dan 3) Validasi model. Sesuai dengan pendapat di atas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan prosedur langkah-langkah sebagai berikut:

Bagan 3.2. Prosedur Penelitian dan Pengembangan Model

Dalam proses pelaksanaannya, pendekatan penelitian dan pengembangan ini membentuk suatu siklus, yang diawali dengan melakukan studi pendahuluan untuk menemukan suatu produk pendidikan, kemudian produk tersebut dikembangkan dalam suatu situasi tertentu, kemudian diuji, direvisi dan diuji kembali, sampai pada

STUDI PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN MODEL

VALIDASI MODEL

Studi Pustaka:

• Teori-teori

• Hasil Penelitian

terdahulu

Survey Lapangan

•••• Kondisi Pembelajaran Sains di SD dan faktor

pendukungnya

•••• Pelaksanaan Pembelajaran Sains di SD

•••• Persepsi Siswa terhadap Pembelajaran Sains

•••• Keadaan Guru dan siswa SD •••• Keadaan Sarana, Prasarana/

Fasilitas Pembelajaran

Draf Awal Model

Uji-Coba Terbatas

Uji-Coba Luas

Model Final Hipotetik

Pre-test Treatment

Post-test

Model yang sudah teruji


(34)

akhirnya ditemukan produk akhir yang dianggap sempurna yang selanjutnya produk tersebut diuji validitasnya. Apabila produknya sudah teruji, diharapkan produk tersebut dapat diterapkan untuk memperbaiki proses pendidikan dalam upaya menghasilkan hasil (out put) yang lebih baik.

Langkah-langkah penelitian dan pengembangan dalam penelitian ini dapat di jelaskan sebagai berikut:

1. Studi Pendahuluan

Kegiatan studi pendahuluan meliputi kajian studi pustaka dan survei lapangan (pra-survei), yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (Literatur)

Kajian pustaka ditujukan untuk mempelajari landasan-landasan teori yang mendasari pengembangan model pembelajaran Sains yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep dan aplikasi konsep Sains di SD. Pengembangan teori tersebut terdiri dari; kurikulum dan pembelajaran, konsep pendidikan Sains, pembelajaran Sains di SD, pendekatan pembelajaran Sains di SD, model pembelajaran, model-model pembelajaran Sains di SD, dan pengembangan model pembelajaran SETS serta mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan model tersebut.

b. Survei Lapangan

Survei lapangan ditujukan untuk mengungkapkan kondisi nyata yang merupakan faktor pendukung atau penghambat penerapan model yang akan diterapkan dalam pembelajaran Sains. Faktor tersebut meliputi survei terhadap kepala


(35)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 sekolah, beberapa orang guru Sains di SD, tenaga administrasi, dan siswa SD, serta lingkungan sekolah.

Pra-survei meliputi keterampilan-keterampilan yang dimiliki guru mengajar Sains, materi pelajaran, metode, model dan pendekatan yang mereka gunakan dalam mengajar Sains di SD, juga menghimpun sarana, dan fasiltas, suasana, kelas, keadaan siswa/sikap siswa terhadap pembelajaran Sains, serta iklim SD secara keseluruhan. 2. Tahapan Pengembangan Model

Tahap awal pada langkah pengembangan model ini adalah menyusun draf awal model pembelajaran Sains untuk meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa SD yang disusun berdasarkan hasil analisis data pada tahap studi pendahuluan. Selanjutnya daraf awal model tersebut dikembangkan dengan melakukan uji-coba terbatas dan uji-coba lebih luas untuk mendapatkan model final yang siap divalidasi. a. Penyusunan Draf Awal Model

Proses pengembangan model meliputi sejumlah kegiatan yaitu menyusun draf model. Draf model disusun berdasarkan hasil pre-survey/studi pendahuluan dan landasan teori hasil kajian kepustakaan serta memadu kesesuaian karakteristik model yang akan dikembangkan dengan karakteristik pembelajaran Sains, dan kondisi siswa SD yang akan menjadi sasaran penggunaan pada draf awal model. Draf awal dikaji ulang melalui diskusi dengan guru Sains dan teman sejawat yang terlibat dalam penelitian dan pihak-pihak yang terkait serta pakar dalam bidang kurikulum dan metode pembelajaran untuk memberikan kontribusi bagi penyempurnaan draf awal model yang dikembangkan. Berdasarkan masukan-masukan yang ada, draf awal model disempurnakan.


(36)

b. Uji-Coba terbatas

Selesai kegitan studi pendahuluan selanjutnya dilakukan uji-coba terbatas terhadap draf awal model pembelajaran Sains untuk meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa. Pada tahap uji-coba terbatas model pembelajaran akan difokuskan pada evaluasi proses pembelajaran, perbaikan terhadap proses dan langkah-langkah dalam model pembelajaran yang dikembangkan dengan melibatkan guru mata pelajaran Sains dan siswa kelas IV SD.

Uji-coba terbatas dilakukan pada satu SD di Kota Bengkulu. Hal yang menjadi pertimbangan dalam penentuan SD yang dijadikan tempat dilaksanakan uji-terbatas adalah berdasarkan hasil observasi peneliti dan rekomendasi dari Dinas Pendidikan Nasional setempat. Pertimbangan lainnya adalah kondisi sekolah, baik dari segi manajemen dan administrasi sekolah yang mendukung, serta komitmen dan kompetensi guru Sains terhadap pelaksanaan pembelajaran Sains.

Sebelum uji-coba terbatas dilakukan maka disusun desain pembelajaran, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan melibatkan guru Sains di SD tersebut. Kerangka RPP mengikuti ketentuan yang berlaku di sekolah, tetapi langkah-langkah yang dikembangkan sesuai dengan desain dan langkah-langkah-langkah-langkah model pembelajaran Sains yang telah disusun sesuai dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Dalam uji-coba terbatas ini guru Sains di SD melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang sudah dirancang secara bersama-sama peneliti dan guru Sains. Selama kegiatan pembelajaran peneliti melakukan pengamatan, mencatat hal-hal yang penting dilakukan, guru, kebaikan, kekurangan, kesalahan dan


(37)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 penyimpangan serta aktifitas siswa, interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa. Respon siswa terhadap model pembelajaran yang sedang diuji cobakan, selesai itu pertemuan diadakan diskusi antara guru dan peneliti terhadap kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan, terutama kekurangan dan kelemahan serta penyimpangan yang terjadi dari rencana yang sudah dilakukan.

Berdasarkan masukan guru mengadakan perbaikan terhadap satuan pelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan desain dan langkah-langkah model pembelajaran yang dikembangkan peneliti, dengan memberikan catatan yang harus disesuaikan dengan draf awal model pemebelajaran yang sudah disusun dan yang dikembangkan. Selesai pelaksanaan pembelajaran guru dan peneliti mengadakan pertemuan-pertemuan membicarakan hasil atau temuan dari uji-coba dan terus berusaha mengadakan penyempurnaan terhadap model pembelajaran Sains yang di kembangkan.

Guru dan peneliti melakukan diskusi secara kontinyu sehingga RPP pelajaran yang di buat guru untuk berikutnya disesuaikan dengan perubahan yang dilakukan. Setelah beberapa putaran hasil uji-coba melalui beberapa perubahan sehingga telah mencapai standar maksimal tanpa ada lagi perbaikan pada draf model awal yang dikembangkan baik dalam RPP atau satuan pelajaran maupun dalam desain dan langkah-langkah pembelajaran, maka kegiatan uji-coba terbatas dihentikan. Selesai uji-coba terbatas peneliti mengadakan pertemuan-pertemuan dengan guru-guru Sains SD untuk membahas segala sesuatu temuan-temuan yang didapatkan selama uji-coba terbatas dan melakukan penyempurnaan terakhir sebelum uji-coba secara lebih luas.


(38)

c. Uji-Coba luas.

Uji-coba luas dilakukan pada tiga SD dengan tiga orang guru mata pelajaran Sains yang mengajar pada kelas IV dengan katagori sekolah baik, sedang, dan kurang. Hasil uji-coba secara luas dikaji dan direvisi secara bersama-sama dengan guru yang bersangkutan. Hasil model yang merupakan model hipotetik merupakan hasil revisi pada tahap uji-coba lebih luas dilanjutkan dengan validasi model.

Pada tahapan uji-coba luas, sebelum digunakan model pembelajaran Sains dalam proses pembelajaran Sains terlebih dahulu dilakukan pre-test, hal ini dilakukan untuk melihat kemampuan awal siswa terutama tentang kemampuan konsep dan aplikasi konsep Sains siswa. Setelah model pembelajaran diterapkan dalam pembelajaran Sains, baru dilakukan post-test untuk melihat apakah kemampuan penguasaan konsep dan aplikasi konsep Sains siwa terjadi peningkatan. Hal ini juga dilakukan untuk melihat sejauh mana model pembelajaran Sains yang diterapkan telah efektif meningkatkan kemampuan penguasaan konsep dan aplikasi konsep Sains siswa.

Pada tahap uji-coba luas ini difokuskan pada evaluasi dan analisis proses pembelajaran serta hasil pembelajaran. Dari hasil analisis kemudian dilakukan perbaikan dan penyempurnaan model sampai ditemukan model final yang masih bersifat hipotetik untuk selanjutnya dilakukan uji validitas terhadap model yang dikembangkan.

d. Validasi Model.

Validasi model merupakan tahap pengujian keampuhan dan efektifitas model yang dikembangkan dengan membandingkannya dengan model pembelajaran


(39)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 konvensional yang biasa digunakan di sekolah selama ini. Fokus pelaksanaan validasi model adalah untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran hasil pengembangan untuk meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa, bila dibandingkan dengan dengan model pembelajaran yang selama ini digunakan guru. Diharapkan hasil akhir dari tahap validasi model ini adalah model pembelajaran Sains yang dapat meningkatkan kemampuan konsep Sains siswa SD yang telah teruji.

Uji validasi model dilakukan pada tiga SD yang terdiri dari sekolah, dengan katagori baik, sedang dan kurang, pada masing-masing sekolah diambil dua kelas A dan B secara parallel dengan asumsi kedua kelas mempunyai kemampuan nilai Sains yang homogen. Jumlah siswa yang dijadikan sampel masing-masing sekolah sebanayak 80 orang, jadi jumlah semua siswa yang dijadikan sampel untuk tiga sekolah lebih kurang 240 orang siswa. Pemilihan katagori sekolah baik, sedang dan kurang ditentukan berdasarkan hasil penilaian guru Sains masing-masing sekolah dan rekomendasi Diknas setempat.

Penyusunan RPP pada masing-masing kelas sesuai dengan model

pembelajaran Sains yang dikembangkan, menyempurnakan model yang

dikembangkan oleh peneliti dengan memperhatikan masukan-masukan melalui diskusi-diskusi yang dilakukan. Kegiatan pengamatan dan diskusi terus dilakukan sampai tidak terjadi lagi kekurangan atau kelemahan, sehingga uji-coba dihentikan. Maka peneliti menyimpulkan bahwa telah tercipta suatu draf terakhir dari model pembelajaran yang dikembangkan.

Model yang sudah dikembangkan kemudian diuji keampuhannya dengan dibandingkan dengan pembelajaran biasa yang dilakukan di sekolah. Pengujian


(40)

dilakukan dengan penelitian eksperimental, yaitu menggunakan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control. Kelompok eksperimen 3 kelas dan kelompok kontrol 3 kelas, sama dengan pada uji-coba luas. Pemilihan dari kelas kelopok ekperimen dan kelompok kelas kontrol berdasarkan pertimbangan dari sekolah atau guru Sains yang sudah mempunyai pengalaman, dengan syarat kemampuan kedua kelas, baik kelas ekperimen maupun kelompok kontrol memiliki tingkat kemampuan yang sama (homogen).

Desain eksperimen yang digunakan adalah Desain Kelompok Kontrol Prates-Pascates Tes Acak (Randomized Pretest-Postest Control/Group Design) (Sukmadinata, 2007 : 204) dengan bentuk desain sebagai berikut:

Kelompok Prates Perlakuan Paccates A (Eksperimen) 0 X 0 Acak

B ( Kontrol) 0 0 Bagan 3.3. Desain Eksperimen untuk uji Validasi Model

Pada kelas eksperimen, guru mengajar menggunakan model yang sudah dikembangkan. Sedangkan pada kelas kontrol guru mengajar menggunakan pembelajaran biasa (konvensional). Pokok bahasan yang diajarkan, buku sumber dan alat bantu adalah relatif sama. Sebelum pembelajaran dimulai dilakukan pre-test yang sama dan setelah selesai pembelajaran juga diberikan post-test yang sama pula. Pada kelompok eksperimen tidak ada perbaikan RPP maupun model pemebelajaran semua yang di cobakan adalah model yang sudah dikembangkan pada uji-coba yang lebih luas. Setelah selesai eksperimen maka dilakukan post-test, dilakukan analisis statistik


(41)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 uji perbedaan. Dengan menggunakan uji-t. Efektifitas model pembelajaran diketahui melalui uji perbedaan rata-rata peningkatan skort tes (gain score) antara kelompok eksperimen dengan kelompok control.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekolah dasar (SD) negeri dan swasta yang ada di kota Bengkulu, dari 90 buah SD di kota Bengkulu dipilih enam SD untuk dilakukan studi pendahuluan. Sekolah yang dijadikan dalam pra-survei dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1. Lokasi Penelitian Pra-survei

No. Nama Sekolah Alamat sekolah Katagori

sekolah 1. SD N 1 Kota Bengkulu Jl. Prof.dr.Hajairin, SH. Kec. Teluk

Segara

baik 2. SD N 71 Kota

Bengkulu

Jl. Wr. Supratman, Kec. Muara Bangkahulu

baik 3. SD N 65 Kota

Bengkulu

Jl. Irian, Kec. Sungai Serut baik

4. SD N 6 Kota Bengkulu Jl. Prabu Audit, Kec. Teluk Segara sedang 5. SD N 69 Kota

Bengkulu

Jl. Korpri Raya, Kec. Muara Bangkahulu

sedang 6. SD N 7 Kota Bengkulu Jl. Sentot Alibasa, Kec. Teluk Segara sedang 7. SD N 42 Kota

Bengkulu

Jl. Rambutan, Kec. Gading Cempaka kurang 8. SD N 12 Kota

Bengkulu

Jl. Suprapto, Kec. Ratu Samban kurang

9. SD N 85 Kota Bengkulu

Jl. Makmur, Kec. Muara Bangkahulu kurang

Untuk subyek penelitan pada uji-coba terbatas pengembangan model pembelajaran Sains dipilih satu SD dengan katagori nilai mata pelajaran Sains


(42)

rata-rata sedang, SD yang dipilih adalah SD N 69 Kota Bengkulu yang beralamat di Jl. Korpri Raya, Kecamatan Muara Bangkahulu.

Untuk uji-coba luas dilakukan pada SD yang mempunyai nilai mata pelajaran Sains baik, sedang, dan kurang, dimana masing-masing sekolah di ambil 2 kelas A dan B. Tiga SD yang dijadikan uji-coba luas adalah seperti tabel berikut:

Tabel 3.2. Lokasi Penelitian Uji-coba Luas

No Nama Sekolah Alamat sekolah Kategori

1. SD N 71 Kota Bengkulu Jl. Wr. Supratman, Kec. Muara Bangkahulu

Baik 2. SD N 6 Kota Bengkulu Jl. Prabu Audit, Kec. Teluk Segara Sedang 3. SD N 42 Kota Bengkulu Jl. Rambutan, Kec. Gading Cempaka Kurang

Untuk uji validasi model pembelajaran Sains dilakukan di tiga SD seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 3.3. Lokasi Uji Validatsi Model

No. Kelompok

Sekolah

Kelompok Ekperimen

Kelompok Kontrol

Katagori Sekolah

1. SD N 65 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Baik

2. SD N 7 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Sedang

3. SD N 12 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Kurang

2. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan dan tahapan penelitian secara garis besar dapat di sajikan pada tabel berikut ini:


(43)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 Tabel 3.4. Pelaksanaan dan Tahapan Penelitian

Tahap Kegiatan Jenis kegiatan Tanggal kegiatan

Studi Pendahuluan Kajian pustaka Kondisi akademis

Pemahaman kondisi subjek Pemahaman objek penelitian

Maret – April 2009

Pengembangan model

Draf awal

Uji-coba terbatas Uji-coba luas

April -Agustus 2009

Validasi Model Eksperimen model September 2009

D. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan melibatkan guru dan siswa pada delapan SD. Penyusunan draf awal dilakukan dengan melibatkan tiga orang guru Sains yang mengajar di tiga SD di kota Bengkulu. Draf awal model yang sudah didapatkan, diujicobakan secara terbatas pada satu SD dan satu orang guru dengan dua kelas paralel di kelas 4. Hasil uji coba terbatas dikaji dan akan direvisi secara bersama-sama dengan guru yang bersangkutan. Hasil revisi model diujicobakan secara luas dengan melibatkan tiga orang guru dengan tiga sekolah. Dalam posisi sekolah baik, sedang dan kurang pada siswa kelas 4 SD. Hasil Uji-coba secara luas dikaji dan direvisi secara bersama sama dengan guru yang bersangkutan.

Model final yang merupakan model hipotetik hasil revisi pada tahap uji-coba lebih luas yang di validasi dengan melibatkan 6 orang guru, enam sekolah serta enam kelas pada siswa kelas IV. Sekolah tersebut mewakili tiga katagori yaitu baik, sedang dan kurang. Pemilihan sekolah baik sedang dan kurang berdasarkan hasil penilaian Diknas setempat dengan kriteria nilai NEM rata-rata mata pelajaran Sains. Dari masing masing katagori ditetapkan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen.


(44)

Disamping melibatkan kepala sekolah, guru-guru Sains, staf administrasi juga melibatkan siswa SD pada sekolah yang menjadi subyek penelitian. Siswa yang dijadikan sampel dalam penelitian terdiri dari siswa yang ditunjuk secara purposive random sampling. Jumlah siswa dan guru yang menjadi sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.5. Subyek dan sampel Penelitian Tahapan Penelitian dan Pengembangan Tahapan Penelitian Jumlah sekolah Penelitian Jlh Kelas Jlh Siswa Jlh Guru Studi Pendahuluan

Pra-Survey 9 buah SD Negeri dan Swasta Kota Bengkulu

9 90 9

Studi Pendahuluan Penyusunan Model 9 Uji- Coba Terbatas

1 buah SD 2 70 2

Uji-Coba Luas

3 buah SD baik, sedang, kurang

3 120 3

Uji Validasi Model

Kelompok Eksperimen

3 buah SD baik, sedang, kurang

3 120 3 Kelompok

Kontrol

3 buah SD baik, sedang, kurang

3 120 3

E. Metode Pengumpulan Data 1. Teknik pengumpulan data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi jenis data kualitatif dan kuantitatif. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti adalah, observasi, tes, wawancara, angket, dan studi dokumentasi. Pada uji-coba terbatas teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dan tes tertulis berbentuk pilihan ganda. Pada uji-coba lebih luas teknik pengumpulan data dengan menggunakan Angket dan tes tertulis. Sedangkan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan konsep Sains siswa digunakan secara kuantitatif dengan


(45)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010 menggunakan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda. Sebelum pembelajaran dilakukan dalam tahap pengembangan maka dilakukan terlebih dahulu kegiatan penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi, dan penyempurnaan.

a. Pengamatan (Observasi)

Observasi digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya termasuk dalam situasi buatan (Sudjana & Ibrahim, 1989: 109).

Dalam penelitian ini obsrvasi dilakukan pada tahap studi awal, uji-coba terbatas, uji-coba luas maupun pada tahap validasi model untuk mendapatkan data berupa pengamatan secara langsung terhadap responden selama kegiatan proses pembelajaran Sains di SD. Observasi yang diamati berupa aktifitas tentang proses pembelajaran dalam mencapai tujuan yang dilakukan secara kontinyu sampai diperoleh data yang memadai. Observasi dilakukan berupa observasi parsipatif yaitu peneliti ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung untuk mendapatkan data terhadap objek yang diamati.

b. Kuisioner

Kuisioner merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinan dan lain-lain dari individu/responden melalui pertanyaan yang sengaja diajukan oleh peneliti (Sudjana & Ibrahim, 1989: 102).

Dalam penelitian ini kuisioner/angket digunakan untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap model pembelajaran yang sedang diterapkan dalam


(1)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010

Saylor, J. Galen, Alexander, William M and Lewis Arthur J. (1981). Curriculum Planning for Better Teaching and Learning, Holt-Reinhart and Winston. Shepardson, D.P. et al (1994). “The inpact of a science demonstration on children’s

understanding of air pressure”. Journal of Research in Science Teaching,30,(3),243-256.

Schibeci, R. A. (1982) Measuring student attitudes: Semantic differential or likert instruments?. Science Education 66(4).

Sirait.B., (1985). Menyusun Tes Hasil Belajar. Semarang: IKIP Press

Skolnick, J. et al.(1982). How to Encourage Girls in Math & Science. New Jersey: Prentice-Hall, inc.

Semiawan, C. R., (2002). Belajar dan Pembelajaran Taraf Usia Dini, Prenhallindo, Jakarta.

Semiawan, C.R. dkk, (1986). Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa. Jakarta: PT Gramedia.

Slamet PH., (2002). “Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsep Dasar”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 037, Tahun ke-8, Juli 2002: 541-561 Slavin., (1995). Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts:

Allyn and Bacon Publisher.

Slavin., (1994). Educational Psychology, Theory and Practice. Needham Heights: Allyn & Bacon.

Smith, E.L. et al.(1993). ”Teaching Strategies Associated with Conceptual Change Learning in Science”. Journal of Research in Science Teaching,30,(2),111-126.

Soedjadi, R. (1999). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia.Jakarta: Depdiknas Solomon, J., (1993). Developing Science and Technology Education: Teaching

Science, Technology and Society. Buckingham: Open University Press.

Sriyono, dkk. (1992). Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Stiggins, R. J., (1997). Student-centered classroom assessment (2d ed.). Columbus: Merrill.


(2)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010

Strike, K.A. & Posner, G.J.,(1985).”A Conceptual Change View of Learning and Understanding”, dalam West, L.H.T. & Pines, A.L. (1985). Cognitive Structure and Conceptual Change. Orlando, Florida: Academic Press, Inc.

Suchman, J.R., (1962). The elementary school training program in scientific inquiry. Urbana: University of Illinois.

Sudirdjo, S., dkk. (1991)

.

Pengelolaan belajar. Jakarta: Rajawali Press

.

Sukmadinata, N.S.,(2000). Filsafat dan Teori Pendidikan : Pemikiran untuk

Membangun Masyarakat Indonesia Baru, Makalah pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia, Jakarta

Sukmadinata, N.S.,(2007). Bimbingan & Konseling dalam Praktek; Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung: Maestro.

Sukmadinata, N.S.,(2004). Kurikulum & Pembelajaran Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S.,(2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sukmadinata, N. S., (1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sukmadinata, N.S. dkk., (2003). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Dasar, Bandung: Kesuma Karya

Sukmadinata, N.S., (2006). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah, Bandung: Refika Aditama

Sukmadinata, N.S.,(2006). Metode Penelitian Tindakan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Sukmadinata, N.S., (2007). Metodologian Penelitian Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sulistyorini. S., (2007). Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Surachmad.W. (1986). Pengantar Interaksi Mengajar Belajar Dasar Dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung :Transito. Hal. 25

Suhandoyo (1993). Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Interaksi Positif dengan Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP Yogyakarta. Suparno, (1997) Filsafat Konstruktivis Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius


(3)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010

Su’ud, U.S & Sumantri, M.,(2007). Pendidikan Dasar dan Menengah; dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan .Bandung: Pedagogiana Press.

Strike, K.A. & Posner, G.J.(1985).”A Conceptual Change View of Learning and Understanding”, dalam West, L.H.T. & Pines, A.L. (1985). Cognitive Structure and Conceptual Change. Orlando, Florida: Academic Press, Inc. Sukasno. (2002). Model Pembelajarn Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran

trigonometri; Tesis. Bandung: UPI, Tidak diperjual belikan

Sukayati., (2004). Pembelajaran Tematik di SD merupakan Terapan Pembelajaran Terpadu. Jakarta:Balitbang, Depdiknas.

Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar

Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: IKIP tidak

dipublikasikan.

Sumaji, et all.,(1998). Pendidikan Sains yang Humanistik. Yogyakarta: Kanisius Sund, R.B., & Carin, A.(1978). Creative Questioning and Sensitive Liestening

Techniques. Colombus: Charless E.Merril.

Sund, R.B., & Trowbridge, L.W., (1973). Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Second edition. Columbus, Ohio: Charles E. Merril Publishing Company. Susan, C., Marilyn, L. dan Tony, T. (1995). Learning to Teach in the Secondary School.

London: Routledge

Sutrasno, T. & Bishry, R.M., (1994). Hubungan Perkembangan Teknologi dan Kurikulum Yang Berlaku. Makalah yang disajikan pada seminar lokakarya sains, teknologi dan masyarakat tanggal 11-21 Januari 1994. di PPPG IPA Bandung

Syaiful (2008). Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat. [Online]Tersedia:

http://saifulmmuttaqin.blogspot.com/2008/01/pendekatan-sains-teknologi-masyarakat.html (16Januari 2009)

Supriyadi. (1999). Buku Pegangan Perkuliahan Teknologi Pengajaran Fisika. Yogyakarta: Jurdik Fisika FMIPA UNY

Suyoso. (2001). Ilmu Alamiah Dasar. Yogyakarta: IKIP

Sudjana. N.,(1989). Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(4)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010

Taba, Hilda, (1962). Curriculum Development, Theory and Practice: Foundation Process, Desaign and Strategy For Planning both Primary and Scondary . New York: Harcourt, Brace & World, Inc.

Tanjung, R.M. (1998). Efektivitas pembelajaran Biologi yang Berdasarkan pada

Prinsip Belajar Konstruktis. Makalah Komprehensif. PPS IKIP Malang. Tidak

Diterbitkan.

Tasker, R.(1992).”Effective teaching-what can a constructivist view of learning offer?”. The Australian Science Teachers Journal, 38,(1),25-34.

Tasker, R. & Osbone, R.(1985).”Science Teaching and Science Learning”, dalam Osbone, R. & Freyberg, P.(1985). Learning in Science: The Implications of Children’s Science. Auckland: Hinemann.

Thompson, M., McLaughlin, C.W., & Smith, R.G., (1995). Merril Physical Science Teacher. Wraparound Edition. New York: Glencoe McGraw-Hill.

Titus, H.H.(1959), Living Issues In Philoshophy, New York: American Book Company.

Trowbridge, L.W. & Bybee, R.W. (1990). Becoming A Scondary School Science Theacher 5 th ed. Columbus: Merrill Publishing Company

Trumper, Ricardo (1990). Being Constructive: an alternative approach to the teaching of the energy concept. part one, International Journal of Science Education 12, 343-354. (In Swackhamer, 2001)

Tuckman, B.W. 1978. Conducting Educational Research. Second Edition. New York: Harcourt Brace Jovanovich.

Tyler, R. (1950). Basic Principles for Curriculum and Instruction, Chicago: Universitas of Chicago Press.

Tyler, R. (1996). Constructivism and conceptual change views of learning in Science. Dalam Khasanah Pengajaran IPA. 1(3): 4-20.

Trowbidge dan Byebee. (1986). Becoming a Secondary school science Teacher. London: Merill Publishing Company.

Trowbridge, L.W.& Bybee, R.W., (1990). “Becoming A SecondarySchool Science Teacher”. Columbus: Merrill Publishing Co., A Bell & Howell Information Co.

UNESCO. (1983)., Science and Technology Education and National Development. Paris


(5)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010

UNESCO. (1993). “International Forum on Scientific and Technological Literacy for All: Project 2000”. Paris, 5-10 July 1993 (Final Report)

Utomo,P. (2008). Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan SETS. [Online]: http://pristiadiutomo.blog2.plasa.com/2008/06/04/pembelajaran-fisika-dengan-pendekatan-sets-3. akses 6-12-2008.

Varella, G.F. (1992), “Greater Ability to Apply Concepts Using and Science/ Technology/Sociaty Approach to Teaching Science”, ICASE YEARBOOK, 87-92.

Van den Berg, E. (1991). Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi. Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.

Vigotsky, 2000, Psycology of Learning for Intruction, 2nd ed., The Social Formation of Mind in Driscoll, M.P., Allyn & Bacon, Boston.

Veronica, L.D.(1995). ”Model Mengajar Inquiri”. Jurnal Teknologi Pembelajaran Teori dan Penelitian, Tahun 3, Nomor 1-2, Oktober 1995. Bandung: Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan & PPS IKIP Bandung.

Wartono., (1996). Pengembangan Model Pembelajaran Inquiri Akrab Lingkungan Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir dan Meningkatkan Prestasi belajar Siswa Dalam Bidang Sains di Sekolah Dasar. Abstrak Disipa.1996. Pupsi.org. 13 Februari 2006. http//www.ppsupi.org

West, L.H.T., & Pines, A.L. (1985). Cognitive Structure and Conceptual Change. London: Academic Press INC.

Wheatley, G.H.(1991).”Constructivist perspectives on science and mathematics learning”. Journal Science Education, 75,(1),9-21.

White, R.T.& Tisher, R.P.(1982).Research on Natural Science. In Wittrock, M.C. (ed). Handbook of Research on Teaching. New York: Macmillan Publishing Company.

Widiatmoko, R. (2004). Modul mata kuliah Fisika Eksperimen. Yogyakarta

Wilardjo, L.,(1998). “Secerca Pandangan tentang Pengajaran Sains”. Dalam Sumaji dkk: Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Woodward, C. (1992). Raising and Answering Questions in Primary Science: Some

Consideration. In Newton, Lynn D.(ed). Primary Science: The Challenge of the 1990s. Adelaide: Multilingual Matters LTD.


(6)

Kashardi/Disertasi/S3-PK/PPS-UPI/2010

Yager, R.E., (1996a). “Science/Technology/Society Providing Useful and Appropriate Science For All”. A Paper Presented at the Seminar on Science-Technology-Society, Organizer by Indonesian Association for Science Education and the Graduate School of IKIP Bandung, June 10, 1996.

Yager, R.E., (1996b), Science/Technology/Society Providing Useful and Appropriate Science For All. Khazanah Pengajaran IPA: Majalah Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam, 1(2), 1-9.

Yager, R.E., (Ed.). (1996c). Science/Technology/Society As Reform In Science Education. USA: State University of New York Press, Albany.

Yager, R.E. (1993). “Science-Technology-Society As Reform. School Science and Mathematic, 93 (3): 145-151.

Yager, R.E (Ed).,(1992). The Status of Science-Technology-Society Reform Effort around the World. Virginia: ICASE Yearbook.

Yager, R.E. (1991).”The Constructivist Model (Towards real reform in science education)”. Makalah untuk The National Science Teachers Association, North Washington: 3140 Arlington.

Yager, R.E. (eds). (1993). ”Science/Technology/Society: A new effort for providing appropriate science for all”. Journal NSTA: What Research Says to the Science Teacher-The Science, Technology, Society Movement, 7,3-5.

Yulaelawati, dkk. (1994). Penjelasan Kurikulum SD 1994, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Yunus.F.M. (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Paulo freire-Y.B Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka.

Yusuf., (2003). “Kualitas Proses dan Hasil Belajar Biologi Pokok Bahasan Aksi Interaksi Melalui Pengajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Madrasah Aliyah Kelas I Ponpes Nurul Haramain Putri Narmada Lombok Barat NTB”. Makalah Komprehensif Magister Pendidikan, PPs Universitas Negeri Surabaya.

Zainul.A. & Nasution, N., (1994). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.