PENGEMBANGAN MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGUASAAN APLIKASI KONSEP: STUDI PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK BIDANG SAINS DI SEKOLAH DASAR.

(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

UCAPAN TERIMAKASIH………..……… ………. iii

ABSTRAK……… vi

ABSTRACT……… vii

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL………. . xii

DAFTAR GRAFIK……… xiv

DAFTAR BAGAN………. xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvi

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang………. 1

B Rumusan dan Batasan Masalah………. 14

1. Rumusan Masalah………. 14

2. Pembatasan Masalah………. 16

C Pertanyaan Penelitian……… 17

D Definisi Operasional……….. 18

1. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)……… 19

2. Penguasaan Aplikasi Konsep……… 19

E Tujuan Penelitian……….. 20

F Manfaat Penelitian……… 21

1. Manfaat Teoritis……….. 21

2. 2. Manfaat Praktis………. 21

G Kerangka Konseptual……… 22

BAB II KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SAINS A Konsep Kurikulum dan Pembelajaran……… 23

1. Konsep Kurikulum………. 23

2. Konsep Pembelajaran……… 26

B Landasan Pembelajaran di Sekolah Dasar... 27

1. Landasan Filosofis Pembelajaran di Sekolah Dasar………. 27

2. Landasan Psikologis Pembelajaran di Sekolah Dasar……… 28

3. Landasan Yuridis Pembelajaran di Sekolah Dasar…………. 29

4. Landasan Sosiologis……….. 29

5. Landasan Teknologis Pembelajaran di Sekolah Dasar……. 30

C Teori Piaget dan Aplikasinya di Sekolah Dasar……… 30 D Aplikasi Teori Dasar Perkembangan Kognitif di SD……… 32 1. Faktor-faktor Penunjang Perkembangan Kognitif…………. 35

2. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif……… 38

E Hakikat, Fungsi, Ruang Lingkup dan Prinsip Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar………. 1. Hakikat Sains di Sekolah Dasar……….. 42


(2)

Dasar………..

F Prinsip Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar……… 45

G Karakteristik Anak dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar……… 46 H Pembelajaran Sains yang efektif di SD………. 52

I Penilaian Pembelajaran Sekolah Dasar……….. 58

1. Penilaian menurut kurikulum 2006……….. 58

2. Penilaian dalam Pembelajaran Sains di SD……….. 65

J Pendekatan Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar………….. 66

1. Pendekatan Konstruktivis………. 66

a. Pengertian Pembelajaran Konstruktivis……….. 66

b. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme……….. 74

c. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme……….. d. Dalam Konstruktivisme: Belajar adalah Perubahan Konseptual……… 78 80 e. Strategi Mengubah Konsepsi Siswa……… 82

2. Pendekatan Kontekstual………. 85

3. Pendekatan Keterampilan Proses 88 K Model-model Pembelajaran... 93

Model Pembelajaran Berdasarkan Teori……… 93

1. Model Interaksi Sosial……… 93

2.Model Pemrosesan Informasi……… 95

3. Model Personal……….. 96

4. Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral ) …………. 97

L Model Siklus Belajar (Learning Cycle)………. 98

1. Pengertian Siklus Belajar……….. 98

2. Peran Medel siklus Belajar Dalam mengatasi Miskonsepsi 110 3. Pengajaran Profesional dan Siklus Belajar………. 114

M Landasan Filsafat Model Siklus Belajar………. 119

Landasan Psikologi Model Siklus Belajar... ... 119

Psikologi Piaget……….. 119

Psikologi Vygotsky………. 121

Psikologi Bruner………. 122

N Penelitian yang Relevan………. 123

BAB III METODE PENELITIAN A Jenis Penelitian……….. 126

B Prosedur Penelitian………. 129

1. Studi Pendahuluan………. 131

2. Proses Pengembangan Model……… 132

3. Validasi Model……….. 134

C Lokasi dan Subjek Penelitian………. 135

1. Lokasi dan Subjek Penelitian Prasurvei……… 136

2. Lokasi dan Subjek Penelitian Untuk Uji Coba Terbatas……..

137

3. Lokasi dan Subyek Penelitian Kegiatan Uji Coba yang lebih Luas………..


(3)

4. Lokasi dan Subjek Penelitian dan Uji Validasi Model Pembelajaran………

138

D Teknik Pengumpulan Data 140

1. Pengamatan (observasi) ………..

2. Wawancara dan Angket………

140 141

3. Analisis Dokumen………. 142

4. Tes………. 143

E Teknik Analisa Data 1. Analisis Data Tahap Pendahuluan………. 144

2. Analisis Data Tahap Pengembangan dan Uji Coba Model 145 3. Analisis Data Tahap Validasi Model……….. 147

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A Hasil Pendahuluan……… 149

1. Kondisi Sekolah Dasar pada Kegiatan Prasurvei…………. 149

2. Pelaksanaan Manajemen Sekolah Dasar ……….. 150

3. Kurikulum Mata Pelajaran Sains di Sekolah Dasar………… 155

4. Fungsi dan Tujuan Kurikulum Sains di Sekolah Dasar…….. 157

5. Ruang Lingkup Kurikulum Sains di Sekolah Dasar……… 158 6. Standar Kompetensi Bahan Kajian Sains di Sekolah Dasar 159 7. Kondisi Pendidikan Guru SD pada Kegiatan Prasurvei…… 159

8. Proses Belajar Mengajar Sains di SD………. 160

9. Evaluasi Hasil Belajar Sains………. 164

10. Keadaan Siswa SD pada Kegiatan Prasurvei……….. 165

B Interpretasi Hasil Studi Pendahuluan………. 167

C Hasil Uji Coba Terbatas………. 184

1. Deskripsi……… 2. Hasil belajar Setelah Uji Coba Terbatas……… 3. Interpretasi Hasil Uji Coba Skala Terbatas……….. 4. Perbaikan Model Pembelajaran……….. 184 216 217 219 D Hasil Uji Coba yang Lebih Luas………. 224

1. Deskripsi……… 224

2. Interpretasi Hasil Uji Coba Luas………. 245

E Hasil Uji Validasi Model Pembelajaran………. 261

1. Deskripsi………. 261

2. Hasil Uji Validasi……… 263

3. Interpretasi Hasil Penelitian Uji Validasi……….. 275

a. Hubungan Pencapaian Hasil Pembelajaran dengan Sikap, Usaha, dan Gaya Mengajar Guru……….. 280

b. Hubungan antara Proses Pembelajaran dengan Hasil Pembelajaran……….. 281

c. Keterkaitan antara Perencanaan Pembelajaran dengan Implementasi Pembelajaran……… 283

F Pembahasan Hasil Penelitian 1. Hakekat Pengembangan Model………. 284


(4)

2. Karakteristik MPSB……… 290 3. Disain MPSB Sebagai Hasil Pengembangan………. 393

a. Desain Perencanaan Pembelajaran MPSB………. 294

b. Model Implementasi MPSB dalam Pembelajaran Sains…… c. Model Desain Evaluasi MPSB dalam Pembelajaran Sains di

Sekolah Dasar………

295 300

d. Hasil Implementasi MPSB………. 301

e. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan

MPSB……… 304

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A Kesimpulan………. 309

B Implikasi ……… 317

C Dalil-Dalil Hasil Penelitian ……… 318

D Rekomendasi………

DAFTAR PUSTAKA……… LAMPIRAN-LAMPIRAN………

319 323 331


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1. Formasi Tingkat Kemampuan Kognitif……… 64

Tabel 2.3 Model-Model Siklus Belajar……… 101

Tabel 3.1. Sekolah Dasar pada Kegiatan Prasurvei……… 136

Tabel 3.2. Sekolah Dasar sebagai Lokasi Uji Validasi Model… 139 Tabel 3.3 Pelaksanaan dan Tahapan Penelitian……… 140

Tabel 4.1 Manajemen Sekolah Dasar……… 150

Tabel 4.2 Kelengkapan Perpustakaan Sekolah……… 154

Tabel 4.3 KTSP Sains di Sekolah Dasar……… 155

Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Guru pada Sekolah Dasar………. 160

Tabel 4.5 Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar……… 161

Tabel 4.6 Proses Belajar Mengajar Sains………. 163

Tabel 4.7 Bentuk Evaluasi Hasil Belajar Yang Digunakan Guru 164 Tabel 4.8 Komposisi Kemampuan Dan M inat Sisw a Dalam Pem belajaran Sains……… 165 Tabel 4.9 Persepsi Siswa Tentang Pembelajaran Sains………… 166

Tabel 4.10 Draf Desain Perencanaan M PSB hasil pengembangan………. 179 Tabel 4.11 Draf Desain Implement asi M PSB hasil pengembangan………. 183 Tabel 4.12 Draf Desain Evaluasi M PSB hasil pengembangan………. 183 Tabel 4.13 Prosedur M PSB pada Uji Coba Pert ama……… 186

Tabel 4.14 Prosedur M PSB pada Uji Coba ke Dua ……… 194

Tabel 4.15 Prosedur M PSB pada Uji Coba ke Tiga……… 200

Tabel 4.16 Prosedur M PSB pada Uji Coba ke Empat ……… 216

Tabel 4.17 Prosedur M PSB pada Uji Coba ke Empat ……… 212

Tabel 4.18 Hasil Penilaian Pembelajaran pa Uji Coba Terbat as 216

Tabel 4.19 Desain Perencanaan M PSB Final sement ara 221


(6)

Tabel 4.21 Desain Im plement asi M PSB Final sement ara 223

Tabel 4.22 Hasil Penilaian Pembelajaran Uji Coba Luas Sekolah Kategori Baik

231

Tabel 4.23 Hasil Penilaian Pembelajaran Uji Coba Luas Sekolah Kategori Sedang

238

Tabel 4.24 Hasil Penilaian Pembelajaran Uji Coba Luas Sekolah Kategori Kurang

244

Tabel 4. 25 Hasil Penilaian Pembelajaran Uji Coba Luas Sekolah Kategori Baik, Sedang, dan Kurang

249

Tabel 4. 26 Desain Perencanaan MPSB Yang siap di Validasi 258

Tabel 4. 27 Desain Implementasi MPSB Yang siap di Validasi 259

Tabel 4.28 Desain Evaluasi MPSB Yang siap di Validasi 260

Tabel 4.29 Test Statistik Uji χ 2 Nilai Pretest Kelas Ekperimen, Kontrol pada Sekolah Kategori Baik

264

Tabel 4.30 Penguasan Aplikasi Konsep Siswa Sekolah Kategori Baik

265

Tabel 4.31 Hasil Uji-t-test Penguasaan Aplikasi konsep Siswa Sekolah Kategori Baik

266

Tabel 4.32 Test Statistik Uji χ 2 Nilai Pretest Kelas Ekperimen, Kontrol pada Sekolah Kategori Sedang

268

Tabel 4.33 Penguasan Aplikasi Konsep Siswa Sekolah Kategori sedang

269

Tabel 4.34 Hasil Uji-t-test Penguasaan Aplikasi konsep Siswa Sekolah Kategori sedang

270

Tabel 4.35 Test Statistik Uji χ 2 Nilai Pretest Kelas Ekperimen, Kontrol pada Sekolah Kategori kurang

272

Tabel 4.36 Penguasan Aplikasi Konsep Siswa Sekolah Kategori Kurang

273

Tabel 4.37 Hasil Uji-t-test Penguasaan Aplikasi konsep Siswa Sekolah Kategori Kurang

274


(7)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

Grafik 4.1 Perbandingan perolehan Posttest untuk semua Kategori Sekolah pada Uji-Coba Luas

250

Grafik 4.2 Skor Rata-Rata Posttest Kontrol dan Posttest

Eksperimen pada Uji Validasi Sekolah Baik, Sedang, dan Kurang

277

Grafik 4.3 Rata-rata gain pada uji validasi sekolah kategori baik,sedang, kurang


(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

Bagan 1.1 Model Pembelajaran di Kelas (Diadopsi dari Dunkin

Biddle,1975……… 15

Bagan 1.2 Skema Pembatasan Variabel-variabel Penelitian Model Pembelajaran Sains……….

17 Bagan 1.3. kerangka Konseptual Penelitian………. 22 Bagan 2.1 Siklus Belajar menurut Science Curriculum

Improvement Study………

99 Bagan 2.2 Model Siklus Belajar 5 E………. 102 Bagan 2.3. Model Siklus Belajar 7 E……….. 107 Bagan 3.1 Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan

Model Pembelajaran……….

130


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Lampiran-lampiran No

Lampiran 1 Riwayat hidup Peneliti 331

Lampiran 2 Perkembangan MPSB Sejak Uji Coba Terbatas Sampai Uji Luas

332 Lampiran 3 Desain, Perencanaan,Iimplementasi, dan Evaluasi

MPSB

337

Lampiran 4 Silabus 340

Lampiran 5 Contoh RPP, LKS, Lembar Pengamatan Guru, dan Siswa

348 Lampiran 6 Surat izin dan surat keterangan penelitian 360

Lampiran 7 Instrument tes 370

Lampiran 8 Pedoman observasi pra-survei 381

Lampiran 9 Data dan Hasil Penelitian Pada uji Validasi Model 400 Lampiran 10 Foto Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian 430


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dua hal yang melatarbelakangi penelitian ini. Pertama, tantangan bagi pendidikan dasar dan menengah sebagai suatu lembaga formal menengah yang sangat penting dan perlu mendapatkan prioritas dalam pengambilan kebijakan. Pendidikan dasar dan menengah merupakan pendidikan untuk mengembangkan kualitas minimal yang harus dimiliki oleh setiap manusia Indonesia sesuai dengan tuntutan perubahan-perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

Kedua, proses belajar dan mengajar di sekolah dasar masih sangat statis, sekedar mengejar target pencapaian kurikulum yang telah ditentukan. Siswa kurang diajak berpartisipasi secara aktif, baik secara phisik maupun secara mental. Dengan situasi pembelajaran yang statis interaksi guru dengan siswa, serta siswa dengan lingkungan belajarnya menjadi kurang optimal. Masalah mata pelajaran Sains di sekolah dasar yaitu tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, serta siswa kurang mampu mengaplikasikan konsep Sains dalam kehidupan sehari-hari, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam proses pembelajaran

Kedua hal di atas telah menjadi pembicaraan oleh semua pihak, yang kemudian mengemukakan perlunya ada inovasi dalam pendidikan. Untuk menghasilkan pembelajaran inovatif semua komponen pembelajaran yang meliputi guru, siswa, bahan ajar, evaluasi pembelajaran perlu di inovasi.


(11)

Penerapan aspek-aspek inovatif meliputi model pembelajaran, seperti inquiri, konstruktivis, kontekstual, tematik, kreatif produktif, dan berpikir tingkat tinggi. Artinya pembelajaran yang inovatif adalah pembelajaran Sains yang dapat memfasilitasi siswa mampu menguasai materi sesuai dengan kompetensi yang hendak dicapai.

Pembelajaran Sains di SD merupakan sarana yang sangat baik untuk memahami teknologi, karena teknologi dan Sains mempunyai kaitan yang erat. Prinsip Sains merupakan dasar dalam pengembangan teknologi akan membantu para ahli untuk melakukan proses Sains sehinga ditemukan produk-produk Sains yang baru. Oleh karena itu kualitas pendidikan Sains di sekolah dasar merupakan awal dari pembinaan masyarakat yang melek Sains dan Teknologi. Dengan Sains dan Teknologi diharapkan dapat dicapai peningkatan pemahaman siswa terhadap produk Sains, pengembangan keterampilan proses Sains, keterampilan berpikir siswa.

1. Tantangan Pendidikan Dasar dalam Kehidupan Lokal, Nasional dan Global

Pendidikan menduduki peranan penting dalam upaya meningkatkan kualitas manusia, baik sosial, spiritual, intelektual, maupun kemampuan profesional. Karena manusia merupakan kekuatan utama pembangunan, maka dengan demikian mutu sistem pendidikan akan menentukan tingkat keberhasilan pembangunan. Hanya dengan sistem pendidikan yang baik dan bermutu dapat ditingkatkan kualitas manusia dan kualitas kehidupan masyarakat. Penyempurnaan dan peningkatan sistem dan


(12)

mutu pendidikan yang telah diusahakan merupakan tujuan utama pembangunan pendidikan.

Dengan sistem pendidikan yang baik dan bermutu dalam keseluruhan unsur, jenis, jalur dan jenjangnya, serta berlandaskan tata nilai dan pokok-pokok kebijaksanaan sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. “Pendidikan Nasional tersebut bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dengan undang-undang”.

Upaya untuk mencapai cita-cita nasional itu digariskan pula dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan. Hal itu bertujuan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan-perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Pendidikan nasional harus mampu memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Penjelasan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003)


(13)

Dalam kondisi sekarang ini dunia pendidikan menemui berbagai tantangan, hambatan, dan masalah–masalah yang tak dapat dipecahkan. Masalah- masalah tersebut menyebabkan munculnya, gagasan-gagasan atau konsep baru untuk menghadapi dan berusaha memecahkan masalah pendidikan, baik yang menyangkut masalah mutu, relevansi, efisiensi, dan efektifitas, maupun masalah-masalah lainnya. Masalah lain tersebut berkenaan dengan pemerataan pendidikan, manajemen pendidikan, sistem ketenagaan, profesionalisme, dan lain sebagainya. Masalah-masalah di atas masih menjadi masalah utama dari sistem pendidikan secara keseluruhan dan secara simultan terus diperbaiki dan dicari jalan pemecahannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003, salah satu jenjang pendidikan yang diberikan perhatian khusus oleh pemerintah adalah pendidikan dasar. Perhatian tersebut dirumuskan pada pasal 17 yang menyatakan bahwa “Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Sumantri (2007:1113), yang menyatakan bahwa:

“Pendidikan dasar dan menengah adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai dengan 18 tahun merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi. Esensi pendidikan dasar adalah ‘paspor’ bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya di masa depan dan bekal dasar untuk dapat hidup layak dalam masyarakat di manapun di dunia ini.”

Ini bearti bahwa pendidikan dasar dan menengah sangat penting dan perlu mendapatkan prioritas dalam pengambilan kebijakan karena pendidikan dasar dan menengah merupakan pendidikan untuk mengembangkan kualitas minimal yang harus dimiliki oleh setiap manusia Indonesia.


(14)

Misi pendidikan dasar dan menengah ialah menyiapkan landasan-landasan nilai, pengetahuan, dan keterampilan yang kuat bagi setiap peserta didik. Landasan-landasan itu merupakan modal manusia (human capital) yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan baru, nilai baru, keterampilan dan keahlian baru yang diperlukan untuk hidup bersama dan membangun masyarakatnya. Pengetahuan dan keahlian-keahlian itu berkembang sedemikian cepat seiring dengan tahap perubahan dan perkembangan mayarakat yang membutuhkannya.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional khususnya pendidikan dasar dan menengah pada setiap satuan pendidikan. Usaha yang dilakukan pemerintah tersebut antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru yang dimulai dari sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, pembaharuan metode dan pendekatan pengajaran, selain itu juga diadakan penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1975 sampai dengan kurikulum 2006. Namun mutu pendidikan masih perlu peningkatan secara signifikan. Sebagian kecil sekolah menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia yang di survei, dan posisi Indonesia berada di bawah Vietnam dalam Suseno (http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/). Data yang dilaporkan The World Economic


(15)

yang berjudul Mutu Pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa “Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia.“

Dengan keadaan yang rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 dalam Suseno (http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/) menyatakan bahwa “ siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi Sains.

2. Pembelajaran Sains Saat ini

Secara global, dimensi yang hendak dicapai oleh serangkaian tujuan pendidikan Sains SD dalam kurikulum Sains SD tahun 2006 adalah mendidik anak, agar memahami konsep Sains, memiliki keterampilan ilmiah, bersifat imiah dan religius. Keilmiahan dan tujuan pendidikan Sains tersebut sudah barang tentu tidak serta merta dapat dicapai oleh materi pelajaran Sains, melainkan cara melibatkan siswa ke dalam kegiatan pembelajaran

Fungsi dan tujuan pengajaran Sains di Indonesia sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yager (1996: 9) tentang ruang lingkup hasil belajar Sains yang mencakup” kognisi, keterampilan proses, sikap, kreatifitas, dan aplikasi”. Seperti tercermin pada tujuan pengajaran Sains di Indonesia menghendaki siswa mampu menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip Sains yang telah dipelajari dan


(16)

mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Carin & Sund (1989: 5) Sains terdiri dari tiga unsur pokok yaitu “produk, proses, dan sikap”. Unsur-unsur Sains tersebut dapat dikembangkan di dalam pembelajaran Sains sejak di sekolah dasar. Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Sesuai dengan tujuan pembelajaran Sains di SD, maka pendidikan Sains di sekolah dasar harus bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.

Garlon dan Harlen (1990: 2) menyarankan “kebermaknaan pembelajaran Sains sangat ditentukan oleh kegiatan-kegiatan nyata”. Hal ini disebabkan karena siswa SD berada pada tingkat perkembangan intelektual operasi konkrit. Karakteristik siswa yang berada pada taraf operasi konkrit ini mempunyai kemampuan logis jika dihadapkan pada objek-objek nyata. Siswa sekolah dasar masih sulit menghubungkan alasan yang bersifat hipotesis tetapi dapat melaksanakan secara mental apa yang sebelumnya dilakukan secara phisik. Guru dalam proses pembelajaran Sains di SD sebaiknya menghadirkan benda-benda konkrit sebagai media pembelajaran.

Von Glasersfeld dalam Suparno (1997: 10) menjelaskan bahwa ide pokok konstruktivis adalah “siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri”. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun


(17)

pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Dalam pembelajaran guru menempati kedudukan sentral, sebab peranannya sangat menentukan. Oleh karena itu, kualitas guru sangat menentukan akan hasil pembelajaran yang diharapkan.

Pembelajaran Sains di sekolah sebaiknya melakukan kegiatan percobaan, dengan melakukan kegiatan percobaan bearti siswa aktif melakukan kegiatan pembelajaran. Belajar harus berpusat pada siswa (student centered), sehingga fungsi guru sebagai fasilitator. Penggunaan peralatan Sains selain untuk memberikan pengalaman nyata juga dimaksudkan untuk menghindari verbalisme.

Pembelajaran yang diharapkan adalah pembelajaran yang inovatif, relevan dengan kebutuhan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang inovatif itu berpusat pada siswa (student centered) dan terkait dengan permasalahan kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan hal tersebut, pada saat belajar Sains siswa harus secara aktif mengamati, melakukan percobaan, terlibat diskusi dengan sesama teman ataudengan guru, atau secara popular sering dikenal dengan “hand-on and mind-on activity” yang dapat diartikan bahwa belajar dilakukan melalui aktivitas pengetahuan (knowledge) dan kerja praktik. Model yang demikian akan lebih menekankan pada model pembelajaran yang berorientasi kehakikat Sains yaitu sebagai produk, proses, dan alat untuk mengembangkan sikap ilmiah. Siswa dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses Sains siswa. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswasecara langsung dalam pembelajaran.


(18)

Kenyataannya lapangan dewasa ini proses pembelajaran Sains di sekolah masih belum sesuai dengan harapan. Masih banyak guru-guru yang kurang kreatif dalam menggunakan berbagai media pembelajaran karena berbagai alasan, seperti faktor ketersediaan alat dan bahan, dana dan waktu. Kenyataan lapangan menunjukkan bahwa mata pelajaran Sains seringkali dianggap momok yang menakutkan bagi sebagian besar siswa sekolah, sehingga nilai Sains yang diperoleh siswa di sekolah dasar masih rendah.

Rendahnya prestasi siswa tercermin dari masih relatif rendahnya rata-rata nilai UAN yang dicapai siswa dalam mata pelajaran Sains dan Matematika, termasuk di Propinsi Bengkulu dalam tiga tahun terakhir (tahun 2002-tahun 2005) rata-rata untuk Matematika (4,4) dan (5,05) untuk Sains. (Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu, 2008). Nilai UANSB untuk mata pelajaran Sains tahun 2009 yaitu sebesar 6,67 (Mendiknas, 2009). Kalau dibandingkan dengan nilai UASBN di atas nilai Sains di kota Bengkulu masih jauh di bawah nilai standar nasional.

Kenyataan yang terjadi saat ini adalah bahwa pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Sebagian besar siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan aplikasinya pada situasi baru. Pendidikan Sains juga mengalami hal serupa, hasil penelitian secara umum mengungkapkan bahwa proses pembelajaran Sains terperangkap pada proses menghapal yang hanya menyentuh pengembangan kognitif tingkat rendah.

Beberapa kesimpulan hasil penelitian menunjukkan hal ini: Pertama, hasil penelitian Jaya (2010: vi) tentang pembelajaran Sains di SD Kota Bandung mengemukakan bahwa:


(19)

“Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran Sains, terlalu ditekankan pada proses menghafalkan materi pelajaran, yang bersumber pada buku paket. Proses pembelajaran seperti itu sangat tidak sesuai dengan hakikat Sains sebagai proses”

Proses pembelajaran yang lebih mengarahkan siswa kepada kemampuan untuk menghafal informasi, hanya memaksa otak siswa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi, tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut dan tidak berupaya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika peserta didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin dalam aplikasi.

Kedua, hasil penelitian Jaenudin (2003: 65) terhadap pembelajaran di SD

di Palembang menyatakan bahwa:

“Praktek penilaian di SD pada umumnya dilakukan dengan lebih menekankan pada aspek penguasaan pengetahuan. Guru melakukan penilaian dengan lebih menekankan pada aspek pengulangan materi dengan cara menghafalkan sejumlah konsep. Sistem penilaian yang dilakukan dan di kembangkan masih mengandalkan tes sebagai satu-satunya alat penilaian. Penilaian terhadap kinerja siswa dalam bentuk penugasan cendrung diabaikan dan tidak diperhatikan sebagai penilaian alternatif yang lebih bermakna”.

Ketiga, Kesimpulan hasil penelitian Mustafa (1999: 65) tentang

pembelajaran Sains menyatakan:

“Keluhan tentang rendahnya mutu pendidikan bearti bahwa kemampuan berpikir anak didik rendah dalam menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Artinya siswa kurang mampu menerapkan apa yang dipelajari terhadap situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Seolah-olah apa yang dipelajari di sekolah tidak ada hubungannya dengan materi Sains yang ada di sekitarnya, juga menunjukkan bahwa siswa kurang mampu memecahkan masalah Sains meskipun pengetahuann atau konsep Sains yang dipelajarinya itu ada di sekitar siswa”


(20)

Selanjutnya Mustafa mengemukakan bahwa pembelajaran yang menggunakan Lembar Kerja Rumah dengan melakukan kegiatan percobaan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan meningkatkan penguasaan aplikasi konsep siswa.

Kempat, penelitian yang dilakukan Yasbiati (2001: 1) tentang

pembelajaran IPA di SD TasikMalaya di Bandung. Menyatakan bahwa:

“diketahui bahwa pengajaran Sains yang dilakukan guru belum secara optimal mempertimbangkan karakteristik Sains, seperti yang tertuang dalam kurikulum pendidikan dasar dan karakteristik anak SD sebagaimana mestinya. Penyajian pengajaran Sains masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, serta kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan benda-benda kongktit. Keberhasilan pembelajaran Sains di SD masih pada taraf siswa trampil mengerjakan soal-soal tes yang terdapat dalam buku ajar serta soal-soal sumatif dan soal-soal UAN”.

Dengan kata lain kegiatan belajar mengajar Sains di SD pada umumnya telah mereduksi hakikat Sains sebagai proses, produk dan sikap ilmiah menjadi sekedar pemindahan dan perolehan fakta-fakta yang kemudian menjadi hafalan bagi siswa.

Kelima, penelitian yang dilakukan Karlimah (2005: 22) pada

pembelajaran Sains siswa kls V SD di TasikMalaya. Menyatakan bahwa:

“…87 % guru telah pernah mengajar di kelas yang ada pelajaran Sains (mulai kelas III sampai kelas VI) tetapi tidak satupun guru yang pernah mengikuti penataran khusus tentang pembelajaran Sains, baik tingkat kabupaten ataupun tingkat yang lebih tinggi. Seluruh guru menyatakan sangat jarang merancang pelajaran Sains berdasarkan suatu model pembelajaran tertentu. Selama menggunakan model pembelajaran seluruh responden (100%) mengaku tidak pernah menggali pengetahuan awal siswa dengan cara tes tertulis, tidak pernah melakukan penilaian yang teradministrasi terhadap sikap ilmiah siswa. 80% responden sepakat bahwa penguasaan konsep Sains oleh siswa harus dicapai melalui kegiatan kerja kelompok dalam melakukan percobaan.


(21)

Di Propinsi Bengkulu, hasil observasi awal yang pernah penulis lakukan (Juni 2009-Maret 2010) pada proses pembelajaran Sains di Kota Bengkulu memperlihatkan hal yang tidak jauh berbeda apa yang diungkapkan dari hasil-hasil penelitian di atas. Pembelajaran yang berpusat pada guru masih nampak mewarnai proses pembelajaran Sains di SD. Siswa kebanyakan menerima informasi langsung dari guru. Situasi kelas sangat formal, siswa kurang mendapat kesempatan untuk membentuk sendiri pengetahuannya. Pembelajaran yang mengutamakan kegiatan untuk mendapatkan pengalaman langsung semestinya dapat dilakukan dengan menggunakan benda-benda konkrit yang ada di sekitar lingkungan siswa agar pembelajaran Sains lebih bermakna tetapi hal ini tidak digunakan.

Untuk melakukan pembelajaran yang bermakna, pengajaran harus disesuaikan agar siswa menyadari pengetahuan mereka sebelumnya, bekerja secara kooperatif dalam lingkungan belajar yang positif dan aman, dan membandingkan ide-ide baru dengan pengetahuan sebelumnya. Selain dari itu pendidik juga harus menghubungkan gagasan baru dengan apa yang sudah diketahui siswa, membangun pengetahuan baru dan mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut dalam situasi yang berbeda dengan saat dipelajari.

Dari uraian latar belakang masalah di atas, pendapat pakar serta beberapa penelitian yang ada, nampak dengan jelas permasalah pendidikan dasar yang di hadapi bangsa Indonesia, khususnya pendidikan Sains di SD, (1) tantangan yang dihadapi pendidikan di eraglobalisasi adalah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor, baik sektor riil maupun moneter, dengan mengandalkan pada kemampuan SDM, teknologi, dan manajemen tanpa


(22)

mengurangi keunggulan komparatif yang telah dimiliki bangsa kita. Pendidikan Sains di SD diharapkan mampu menghadapi perubahan yang cepat dan sangat besar dalam tantangan pasar bebas, dengan melahirkan manusia-manusia yang berdaya saing tinggi dan tangguh. Sebab diyakini, daya saing yang tinggi inilah agaknya yang akan menentukan tingkat kemajuan, efisiensi dan kualitas bangsa untuk dapat memenangi persaingan era pasar bebas yang ketat tersebut. Pendidikan dasar dan menengah diharapkan dapat menciptakan SDM yang tangguh, SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), juga membina penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nyatanya sangat berperan dalam membantu dunia usaha dalam upaya meningkatkan perekonomian nasional. (2) rendahnya kualitas pembelajaran Sains di SD yang berorientasi pada penguasaan konsep yang berbentuk hafalan, dengan pembelajaran yang masih sangat konvensional, yang dikhawatirkan menyebabkan siswa bisa menguasai teori tapi miskin pada aplikasi konsep, sehingga akan berdampak pembelajaran Sains akan tetap menjadi mata pelajaran yang menakutkan bagi siswa di sekolah dimulai dari sekolah dasar.

Berdasarkan uraian di atas, peningkatan pembelajaran Sains di SD melalui pembaharuan sistem dan pembelajaran perlu di lakukan dengan mengembangkan berbagai model pembelajaran yang mampu membekali siswa untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pembaharuan sistem dan proses pembelajaran tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan mengembangkan model pembelajaran Sains yang penekanannya pada pengalaman langsung siswa melalui interaksi dengan benda-benda konkrit yang ada di sekitar siswa sehingga dapat meningkatkan penguasaan aplikasi konsep Sains.


(23)

B. Rumusan dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah

Penelitian ini bertolak dari adanya masalah yang berkenaan dengan pembelajaran Sains yang belum optimal. Pembelajaran yang selama ini diterapkan belum memberikan kontribusi terhadap hasil belajar Sains siswa yang mencerminkan kompetensi sebagaimana yang diharapkan, yakni siswa yang dapat memahami aplikasi konsep Sains secara baik dan memenuhi standar kemampuan.

Terdapat sejumlah aspek atau variabel yang terkait dengan model pembelajaran Sains, yang berkenaan dengan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa sekolah dasar yang berkenaan dengan aspek raw input, berupa siswa sekolah dasar, instrument input seperti kurikulum, materi, model pembelajaran, metode, dan teknik pembelajaran, media pembelajaran, kondisi siswa, kondisi dan kinerja guru dan lain lain, maupun yang berkenaan dengan Environmental input, seperti lingkungan belajar, keluarga, masyarakat, sarana prasarana, dan lain sebagainya.

Bertolak dari asumsi tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini dapat disusun dalam bentuk umum sebagai berikut: “Model Pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa sekolah dasar?”

Dengan mengacu pada pemetaan yang dikemukakan Dunkin dan Biddle (1975: 52) diperoleh gambaran mengenai kedudukan model pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa sekolah dasar dengan variabel-variabel pembentuk model pembelajaran sebagai berikut:


(24)

Va

Bagan 1.1

Model Pembelajaran di Kelas (Diadopsi dari Dunkin & Biddle, 1975).

Menurut Dunkin & Biddle (1975: 38), komponen-komponen pembelajaran terdiri dari sejumlah variable yaitu presage variable, instrumental variable,

process variable, context variable, dan variable product. Presage variable adalah

variabel yang berkenaan dengan raw input dimana latar belakang kemampuan guru mengajar dan latar belakang kemampuan siswa ada di dalamnya.

Instrumental Variable -Kurikulum

-Program pembelajaran -Model Pembelajaran -Metode Pembelajaran

-M at eri, media/ sumber pembelajaran

-Guru dan lain-lain

Process Variable Prilaku guru di kelas

Product Variable Dampak segera:

Subject matter, sikap thd mata pelajaran,

Dampak jngk. Panjang,

Pertumbuhan keterampilan

lain, kemat angan, kepribadian dewasa, ket erampilan profesional at au pekerjaan

Presage Variable Latar Belakang Guru . Kelas sosial

. Umur . Jenis Kelamin

Pengalaman Pelatihan Guru . Pendidikan PT

. Program Pelat ihan

. Pengalaman prakt ek mengajar Kemampuan Guru M engajar . Ket erampilan mengajar . Int elegensi

. M ot ivasi . Kepribadian Perubahan Prilaku yang diamati Context Variabel

. Latar Belakang siswa: . Kelas sosial

. Umur

. Prilaku Jenis Kelamin . Keadaan siswa

. Kemampuan

. pengetahuan . Sikap

. Keterampilan

Kontek sekolah dan Komunitas . Iklim (suasana)

. Budaya

. Banyaknya sisw a Konteks Kelas . Ukuran ruang kelas


(25)

Keterampilan guru mengajar, sikap dan motivasi serta intelegensi dan lain-lain merupakan faktor yang dominan dalam proses pembelajaran. Demikian juga dengan kemampuan awal siswa baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan sikap, motivasi dan lain sebagainya. Variabel instrumental (Instrumental

Variable) berkenaan dengan aspek-aspek yang terdiri atas kurikulum, program

pembelajaran, model pembelajaran, materi, sumber-sumber pembelajaran, media dan lain sebagainya yang semuanya dapat mempengaruhi variabel proses pembelajaran (process Variable)

Variabel konteks (Context Variabel) berkenaan dengan aspek lingkungan (Environmental input), yang juga dapat mempengaruhi variabel proses pembelajaran. Sedangkan variable product berkenaan dengan aspek output (keluaran) yang diharapkan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini berkenaan dengan model pembelajaran pada mata pelajaran Sains di sekolah dasar. Asumsi pembatasan masalah tersebut di dasarkan pada tujuan pembelajaran Sains di sekolah dasar adalah supaya siswa mampu menguasai konsep dasar Sains dan mampu mengaplikasikan konsep Sains tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilaksakan di sekolah dasar di Kota Bengkulu, di kelas lima sekolah dasar sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku.

Dalam penelitian ini dibatasi dalam tiga bagian (1). Pengembangan Model Pembelajaran, (2) Penguasaan aplikasi Konsep, (3) Bidang Sains. Untuk lebih


(26)

jelas gambaran penelitian ini, variabel-variabel penelitian secara operasional dapat dipetakan sebagai berikut:

Bagan 1.2

(Skema Pembatasan Variabel-variabel Penelitian Model Pembelajaran Sains) C.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kondisi pelaksanaan pembelajaran Sains di sekolah dasar pada saat ini?

2. Model Pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan penguasaan aplikasi konsep Sains ditinjau dari:

a. desain pembelajaran

Instrumental Input

. KTSP Sains SD

. Sumber belajar di SD

Proses Pembelajaran (Pengembangan Model Pembelajaran Sains ) Raw Input

Siswa SD

Output

Penguasaan Aplikasi

Konsep Sains

Environmental Input

Latar Belakang siswa: Keadaan siswa Kontek sekolah dan Komunitas Konteks Kelas


(27)

b. implementasi pembelajaran c. evaluasi yang dilakukan.

3. Apakah faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dapat mempengaruhi Model Pembelajaran Sains yang di kembangkan?

4. Bagaimanakah efektifitas Model Pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep di bandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini di gunakan pada pembelajaran Sains di sekolah dasar?

D. Definisi Operasional

Sebagai upaya menyamakan persepsi tentang variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua hal pokok yang perlu didefinisikan, yakni beberapa istilah dalam variabel penelitian di atas mencakup dua istilah yaitu pengembangan model siklus belajar dan aplikasi konsep. Model pembelajaran Sains di sekolah dasar menurut Sulistyrini (2007: 7) adalah:

“kegiatan merancang atau memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai kompetensi dasar”.

Sehubungan dengan itu yang dimaksud dengan pengembangan model pembelajaran dalam penelitian ini adalah suatu proses menemukan kerangka konseptual yang berisikan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar pada mata pelajaran Sains untuk meningkat penguasaan aplikasi konsep Sains siswa dalam kehidupan sehari-hari.


(28)

1. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)

Model Siklus Belajar adalah sebuah model pembelajaran yang menganut pada pandangan konstruktivis yang merupakan suatu model dinamis dan interaktif dari bagaimana manusia belajar. (Bybee, 1997: 176). Pandangan konstruktivis berasumsi bahwa siswa harus dengan aktif dilibatkan dalam belajar, konsep yang di dapatkan bukan di transmisi dari guru kepada siswa tetapi dibangun sendiri oleh siswa. Model Siklus Belajar adalah model yang menyediakan pengalaman belajar aktif bagi siswa. (National Science Education Standards (National

Research Council, 1996).

Model siklus belajar dalam penelitian ini adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Siklus belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat berperan aktif dan akhirnya dapat meningkatkan penguasaan aplikasi konsep sains di SD.

Model Siklus Belajar (Learning Cycle) yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah model Siklus Belajar yang dikemukan oleh Barnes (1976), Driver (1986), Karplus (1978), Ericson (1979), Nussbaum dan Novic (1981), Renner (1982), dan Rowell dan Dawson, (1983). Model Siklus Belajar yang akan dikembangkan disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang ditemui dilapangan. 2. Penguasaan Aplikasi Konsep

Yang dimaksud dengan penguasaan aplikasi konsep Sains dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa menerapkan konsep Sains dalam kehidupan sehari-hari yang tercakup dalam tingkat penguasaan aspek kognitif,


(29)

afektif, dan psikomotor. Penilaian proses pembelajaran dilakukan dengan observasi kegiatan percobaan, Lembar Kerja Siswa, presentasi kelompok, sedangkan penguasaan aplikasi konsep dijaring dengan tes objektif.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pertanyaan penelitian di atas maka tujuan umum yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu Model Pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa di sekolah dasar. Dengan mengacu pada tujuan umum tersebut, selanjutnya dijabarkan dalam tujuan khusus:

1. Mengidentifikasi mengenai kondisi/karakteristik guru, siswa, materi pelajaran,

sumber pembelajaran, model pembelajaran dan sarana/fasilitas dalam pembelajaran Sains saat ini

2. Menemukan bentuk Model Pembelajaran sebagai alternatif model

pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains, mencakup desain, implementasi dan evaluasi pembelajaran Sains.

3. Mengidentifikasi tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam

Model Pembelajaran Sains yang dikembangkan

4. Memperoleh data empiris tentang efektivitas Model Pembelajaran yang

dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains


(30)

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan prinsip-prinsip atau dalil-dalil mengenai model pembelajaran yang berkenaan dengan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa sekolah dasar. Hal ini semakin urgen bagi keperluan kajian teoritis mana kala dihubungkan dengan kurangnya bahan atau referensi bahan pengembangan model pembelajaran untuk mengimplementasikan kurikulum Sains di sekolah dasar.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi guru dan siswa serta sekolah.

a. Bagi guru, penelitian ini bisa dijadikan salah satu alternatif pegangan model pembelajaran dalam melaksanakan proses pembelajaran Sains di sekolah dasar untuk meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep Sains siswa.

b. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penguasaan aplikasi konsep siswa dalam pembelajaran Sains

c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam upaya pengembangan kurikulum pembelajaran Sains di sekolah dasar.

d. Bagi peneliti, tersedianya data dan informasi tentang model pembelajaran untuk pelajaran Sains di sekolah dasar yang ingin melakukan penelitian terkait selanjutnya.


(31)

G. Kerangka Konseptual Penelitian

Bagan 1.3.

Kerangka Konseptual Penelitian

Kurikulum Sains Kelas V

Kinerja Guru

Aplikasi Konsep Sains

Siswa Kondisi Siswa

Kondisi Guru

Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Penguasaan Aplikasi

Konsep Siswa Prasarana-sarana

Iklim sosial


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bahagian ini dikemukakan beberapa pembahasan mengenai: Jenis penelitian, prosedur penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode research and

development (R&D), yakni suatu penelitian proses yang digunakan untuk

mengembangkan dan memvalidasi data produk-produk pendidikan. Salah satu produk yang dikembangkan adalah model pembelajaran. Model research and

development dalam bidang pendidikan ini dikemukakan oleh Borg & Gall (1989:

773) sebagai “a process used to develop and validate educational something”,

yaitu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Maka tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk tertentu yakni suatu model pembelajaran Sains di SD untuk meningkatkan penguasaan aplikasi konsep Sains dan menguji keefektifan model tersebut.

Brog and Gall (1989) mengemukakan ada sepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian.

1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data).

Pada tahap ini, dilaksanakan studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur untuk menemukan konsep atau landasan teoritis yang memperkuat suatu produk. Melalui studi literatur dikaji pula ruang lingkup suatu produk, keluasaan penggunaan, kondisi pendukung, dll. Langkah-langkah yang tepat untuk


(33)

mengembangkan produk, memberikan gambaran hasil penelitian terdahulu sebagai bahan perbandingan untuk mengembangkan;

2. Planning (perencanaan).

Berdasarkan studi pendahuluan, dibuat perencanaan/rancangan produk mencakup: a) tujuan penggunaan produk; b) siapa pengguna produk tersebut; c) deskripsi komponen produk dan penggunaannya. Dalam pengembangan produk, dirumuskan: penentuan produk, penyusunan produk awal, uji coba produk awal di lapangan, penyempurnaan draft, uji coba draft yang sudah disempurnakan, pengujian produk akhir sampai dengan distribusi dan deseminasi produk yang dihasilkan. Dirumuskan juga: subjek dan lokasi uji coba, dan sarana pendukung lain dilakukan studi lapangan disebut sebagai pengukuran kebutuhan dan penelitian dalam skala kecil. Pengembangan produk, didasari pengukuran kebutuhan (need assessment,);

3. Development of preliminary form of product (pengembangan produk awal).

Pengembangan produk awal merupakan draft kasar dari produk yang akan dibuat, draft produk tersebut disusun selengkap dan sesempurna mungkin;

4. Preliminary field testing,(testing uji coba pendahuluan)

Draft atau produk awal, dikembangkan oleh peneliti, bekerja sama atau meminta bantuan para ahli dan atau praktisi, yang sesuai dengan bidang keahliannya. (uji coba diatas meja/ desk try out atau desk evaluation

5. main product revision (revisi produk utama)

Uji coba atau evaluasi oleh ahli bersifat perkiraan atau judgment, berdasarkan analisis dan pertimbangan logika dari para peneliti dan ahli. Uji coba


(34)

lapangan akan mendapatkan kelayakan secara mikro, kasus demi kasus untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum atau digeneralisasi;

6. Main field testing (uji coba utama).

Setelah uji coba diatas meja, maka dilakukan uji coba lapangan di sekolah ataupun di laboratorium. Selama pelaksanaan uji coba di lapangan, peneliti mengadakan pengamatan secara intensif dan mencatat hal-hal penting yang dilakukan oleh responden yang akan dijadikan bahan untuk penyempurnaan produk awal tersebut

7. Operasional product revision (revisi untuk menghasilkan produk utama). Selama pelaksanaan uji coba di lapangan, peneliti mengadakan pengamatan secara intensif dan mencatat hal-hal penting, yang dilakukan oleh responden yang akan dijadikan bahan untuk penyempurnaan produk awal tersebut;

8. Operational field testing (uji coba operasional).

Penyempurnaan produk awal difokuskan kepada pengembangan dan penyempurnaan materi produk, belum memperhatikan kelayakan dalam konteks populasi. Pada tahap ini, uji coba dan penyempurnaan dilakukan dalam jumlah sampel yang lebih besar.

9. Final product revision (revisi produk akhir).


(35)

Pengujian produk akhir, untuk menguji apakah suatu produk pendidikan layak dan memiliki keunggulan dalam tataran praktek, produk diasumsikan sudah sempurna. Pengujian produk akhir, dilakukan pada sekolah yang sama dengan tahap ujicoba kedua atau berbeda dengan jumlah sampel yang sama. Dalam pengujian produk akhir, digunakan kelompok kontrol dalam bentuk desain eksperimen. Model desainnya adalah Pascates Berpasangan (Randomized Pretest-Posttest Control Group Dessign) (Sukmadinata, 2007: 207)

10. Dissemination and implementation (diseminasi dan penerapan).

Setelah dihasilkan suatu produk final yang sudah teruji keampuhannya, langkah selanjutnya adalah desiminasi, implementasi, dan institusionalisasi. Desiminasi dari suatu produk, yang dikembangkan membutuhkan sosialisasi yang cukup panjang dan lama. Biasanya proses desiminasi dan implementasi berhadapan dengan berbagai masalah kebijakan, legalitas, pendanaan, dll.

Menurut Sukmadinata (2007: 184) secara garis besar langkah penelitian dan pengembangan ini terdiri atas tiga tahap (1) studi pendahuluan; (2) pengembangan model dan (3) validasi model.

B. Prosedur Penelitian

Berdasarkan kesepuluh langkah yang dikembangkan oleh Borg and Gall di atas maka penelitian dilakukan dengan langkah-langkah yang didasarkan tahap penelitian tersebut mencakup langkah-langkah berikut ini:


(36)

Bagan 3.1

Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan Model Pembelajaran

STUDI

PEN DAHULUAN

PEN GEMBANGAN MODEL

VALI DASI MODEL

St udi kepust akaan Landasan t eori Hasil penelit ian t erdahulu

Survei lapangan

Kondisi Pembelajaran Sains di SD dan faktor

pendukungnya

Pelaksanaan Pembelajaran Sains di SD Persepsi Siswa

terhadap Pembelajaran Sains

Keadaan Guru dan siswa SD • Keadaan Sarana,

Draf t awal model

Uj i coba t erbat as

Uj i coba lebih luas

Model Final hipot et ik

Eksperiment

Pret es Treat ment post est


(37)

Dalam proses pelaksanaannya, pendekatan penelitian dan pengembangan ini membentuk suatu siklus, yang diawali dengan melakukan studi pendahuluan untuk menemukan suatu produk pendidikan, kemudian produk tersebut dikembangkan dalam suatu situasi tertentu, kemudian diuji coba terbatas, direvisi dan diuji kembali pada uji luas, sampai pada akhirnya ditemukan produk akhir yang dianggap sempurna yang selanjutnya produk tersebut di uji validitasnya. Apabila produknya sudah teruji, diharapkan produk tersebut dapat diterapkan untuk memperbaiki proses pendidikan dalam upaya menghasilkan hasil (out put) yang lebih baik.

Langkah-langkah penelitian dan pengembangan dalam penelitian ini dapat di jelaskan sebagai berikut:

1. Studi Pendahuluan

Pada kegiatan studi pendahuluan meliputi kajian pustaka dan prasurvei. Kajian pustaka ditujukan untuk mempelajari landasan-landasan teori mengenai pendekatan pembelajaran Sains dan Model Pembelajaran Siklus Belajar (MPSB) yang dikembangkan serta mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan MPSB tersebut.

Pada kegiatan prasurvei mengungkapkan kondisi nyata yang merupakan faktor pendukung atau penghambat penerapan model yang diterapkan. Faktor tersebut meliputi survei terhadap guru Sains, kepala sekolah, meneliti keterampilan-keterampilan yang dimiliki guru mengajar Sains, materi pelajaran, di sekolah dasar, metode, model dan pendekatan yang mereka gunakan dalam


(38)

mengajar Sains di sekolah dasar, juga menghimpun sarana, dan fasilitas, suasana, kelas, keadaan siswa, serta iklim sekolah secara keseluruhan.

2. Proses Pengembangan Model

Kegiatan pada proses pengembangan meliputi sejumlah kegiatan yaitu: a. Menyusun Draf Model.

Draf Model Pembelajaran Siklus Belajar (MPSB) disusun berdasarkan landasan teori hasil kajian kepustakaan serta memadu kesesuaian karakteristik model yang dikembangkan dengan karakteristik pembelajaran Sains dan kondisi siswa sekolah dasar yang menjadi tempat penggunaan draf awal. Draf awal dikaji ulang melalui diskusi dengan guru Sains dan teman sejawat serta pakar dalam bidang kurikulum dan metode pembelajaran. Selesai kegiatan studi pendahuluan dilakukan uji coba.

b. Uji Coba Terbatas

Setelah mendapatkan draf awal dari MPSB maka dilakukan uji coba terbatas. Pada uji terbatas MPSB yang dikembangkan diuji cobakan pada satu sekolah dasar negeri kategori sedang yaitu SD Negeri 89 Kota Bengkulu, sebelum uji coba terbatas dilakukan, maka:

(1) disusun Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP) dengan melibatkan guru Sains di sekolah dasar tersebut. Kerangka RPP mengikuti ketentuan yang berlaku di sekolah tetapi langkah yang dikembangkan sesuai langkah-langkah pembelajaran model draf awal yang dikembangkan;

(2) Dalam uji terbatas ini guru Sains di sekolah dasar melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah dirancang secara


(39)

bersama-sama peneliti dan guru Sains. Selama kegiatan pembelajaran peneliti melakukan pengamatan, mencatat hal-hal yang penting dilakukan guru. Kebaikan, kekurangan, kesalahan dan penyimpangan serta aktifitas siswa, interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa dan respon siswa terhadap model yang sedang diuji cobakan. Selesai pertemuan diadakan diskusi antara guru dan peneliti terhadap kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan, terutama kekurangan dan kelemahan serta penyimpangan yang terjadi dari rencana yang sudah dilakukan;

(3) berdasarkan masukan guru, mengadakan perbaikan terhadap satpel atau langkah-langkah model pembelajaran yang dikembangkan peneliti, memberikan catatan yang harus disesuaikan dengan draf awal model yang sudah disusun dan yang dikembangkan. Selesai pelaksanaan pembelajaran guru dan peneliti mengadakan pertemuan-pertemuan membicarakan hasil atau temuan dari uji coba dan terus berusaha mengadakan penyempurnaan terhadap model yang ingin di kembangkan;

(4) guru dan peneliti melakukan diskusi secara kontinyu sehingga rencana pelaksanaan pembelajaran yang di buat guru untuk berikutnya disesuaikan dengan perubahan yang dilakukan;

(5) setelah lima kali pertemuan hasil uji coba melalui beberapa perubahan sehingga telah mencapai standar maksimal tanpa ada lagi perbaikan pada draf model yang dikembangkan, baik dalam RPP maupun dalam langkah-langkah pembelajaran. Maka kegiatan uji coba dihentikan. Selesai uji coba terbatas, peneliti mengadakan pertemuan-pertemuan dengan guru-guru Sains sekolah


(40)

dasar, untuk membahas segala sesuatu temuan-temuan yang didapatkan selama uji coba terbatas dan melakukan penyempurnaan terakhir sebelum uji coba secara luas.

c. Uji Coba Luas

Setelah dilakukan uji coba terbatas dilanjutkan dengan uji coba lebih luas. Uji coba luas dilakukan pada tiga sekolah dengan urutan sekolah kategori baik, sedang, dan kurang. Yaitu SD Negeri 71 Kota Bengkulu sekolah kategori baik, SD Negeri 6 Kota Bengkulu untuk sekolah kategori sedang dan SD Negeri 42 sekolah kategori kurang. Hasil uji coba secara luas dikaji dan direvisi secara bersama-sama dengan guru yang bersangkutan.

d. Model Final Hipotetik

Setelah uji luas dari MPSB yang di kembangkan kemudian didapatkan model hipotetik

3. Validasi Model.

Uji validasi model dilakukan pada 3 sekolah dasar yang terdiri dari sekolah dalam kategori baik, sedang dan kurang. Masing-masing sekolah terdiri dari 2 kelas yaitu kelas 5 sekolah dasar. Pemilihan kelompok sekolah baik, sedang dan kurang ditentukan berdasarkan hasil penilaian Dinas Pendidikan Nasional setempat.

MPSB yang sudah dikembangkan kemudian diuji keampuhannya dengan dibandingkan dengan pembelajaran biasa yang dilakukan di sekolah. Pengujian dilakukan dengan penelitian eksperimental, yaitu menggunakan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pemilihan dari


(41)

kelopok kontrol berdasarkan pertimbangan sekolah yang sudah mempunyai guru berpengalaman, sarana, fasilitas. Desain eksperimen yang gunakan adalah disain

Randomized Pretest-Posttest Control Group Design (Sukmadinata, 2007: 204)

Di Kelas eksperimen, guru mengajar menggunakan MPSB yang sudah dikembangkan. Di kelas kontrol guru mengajar menggunakan pembelajaran biasa (konvensional). Pokok bahasan yang diajarkan, buku sumber dan alat bantu adalah relatif sama. Sebelum pembelajaran dimulai dilakukan pretest yang sama dan setelah selesai pembelajaran juga diberikan posttest yang sama pula.

Pada kelompok eksperimen tidak ada perbaikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), model yang di cobakan adalah model yang sudah dikembangkan. Setelah selesai eksperimen maka dilakukan posttest, dilakukan analisis statistik uji perbedaan dengan menggunakan uji t-test. Efektifitas MPSB diketahui melalui rata-rata peningkatan gain score antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian seperti yang telah dikemukakan pada bab pendahuluan, penelitian ini dilakukan di sekolah dasar yang ada di kota Bengkulu yang tersebar di 4 kecamatan

Berdasarkan pendekatan dan prosedur penelitian yang di gunakan, lokasi penelitian di tetapkan dalam 4 kelompok lokasi, yaitu lokasi untuk prasurvei, lokasi untuk uji coba terbatas, lokasi untuk uji coba yang lebih luas, dan lokasi penelitian untuk uji validasi model.


(42)

1. Lokasi dan Subjek Penelitian Prasurvei

Kegiatan prasurvei dilakukan pada Sekolah Dasar (SD) yang ada di Kota Bengkulu. Di Kota Bengkulu memiliki 90 SD Negeri dan 14 SD swasta. Semuanya terletak pada empat kecamatan, yaitu kecamatan Teluk Segara, kecamatan Gading Cepaka, kecamatan Slebar dan kecamatan Muara Bangkahulu. Kegiatan prasurvei dilakukan pada 9 SD, sekolah yang dipilih untuk prasurvei adalah sekolah kategori baik, sedang dan kurang sesuai dengan petunjuk Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu. Sekolah yang dijadikan objek dalam prasurvei dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1.

Sekolah Dasar Kegiatan Prasurvei

No Nama Sekolah Alamat Sekolah Kategori

sekolah

1 SD Negeri No 1 Kota Bengkulu.

Jln. Prof.Dr Hazairin. Teluk Segara

Baik 2 SD Negeri No 37 Kota

Bengkulu

Jalan Jitra Teluk segara Baik 3 SD Negeri No 66 kota

Bengkulu

Jalan Pancor Mas Kec Slebar

Baik 4 SD Negeri No 6 Kota

Bengkulu

Jalan Prapto Teluk Segara Sedang 5 SD Negeri No 27 Kota

Bengkulu

Jln Cempaka Ratu Samban Sedang 6 SD Negeri No 35 kota

Bengkulu

Jln Titiran Gading Cempaka Sedang 7 SD Negeri No 12 Kota

Bengkulu

Jln Suprapto Kurang

8 SD Negeri No 42 Kota Bengkulu

Jln Rambutan Gading Cempaka

Kurang 9 SD Negeri No 85 Kota

Bengkulu

Jln Makmur Muara Bangkahulu

Kurang

Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah seluruh kepala sekolah dasar, guru Sains kelas 5, dan siswa kelas 5 di setiap sekolah yang bersangkutan.


(43)

2. Lokasi dan Subjek Penelitian Uji Coba Terbatas

Dari 9 SD yang ditentukan sebagai lokasi prasurvei, selanjutnya di tetapkan satu sekolah untuk uji coba terbatas model pembelajaran. Dalam penetapan sekolah ini digunakan purposive sampling. Menurut Sudjana (1989) teknik ini di gunakan apabila peneliti punya pertimbangan tertentu dalam menetapkan sampel sesuai dengan tujuan penelitian.

Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan sekolah yang dijadikan lokasi penelitian untuk uji coba terbatas ini adalah, (1) adanya keinginan dan motivasi yang tinggi dari pihak sekolah (kepala sekolah dan guru) untuk bekerja sama dengan peneliti dalam hal pengembangan model. Pertimbangan semacam ini di anggap sangat penting sebab keberhasilan pengembangan model dapat ditentukan oleh motivasi dan keseriusan guru sebagai subjek penelitian, (2) tersedianya fasilitas yang secara standar memadai sesuai dengan kebutuhan pengembangan, karakteristik siswa, keadaan kelas, dan keadaan lingkungan sekolah. Sekolah yang dianggap memenuhi kriteria tersebut adalah SD Negeri 89 Jalan Korpri Raya, Kota Bengkulu.

3. Lokasi dan Subjek Penelitian Kegiatan Uji Coba lebih Luas

Sebagaimana halnya pertimbangan dalam menentukan lokasi penelitian untuk uji coba terbatas, pertimbangan utama dalam menentukan lokasi penelitian untuk uji coba yang lebih luas juga adalah adanya motivasi dan keinginan guru untuk dapat bekerja sama dengan peneliti di samping pertimbangan fasilitas lingkungan sekolah yang di anggap memadai.


(44)

Sekolah yang dijadikan lokasi uji coba yang lebih luas ditetapkan sekolah yang berada pada kelompok baik, sedang dan kurang yaitu SD Negeri 71 Kota Bengkulu, SD Negeri No 6 Kota Bengkulu, SD Negeri No 42 Kota Bengkulu. Sesuai dengan lokasi penelitian tersebut maka yang menjadi subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas 5 sekolah yang bersangkutan.

4. Lokasi, Subjek Penelitian dan Uji Validasi Model Pembelajaran

Uji validasi dilakukan dengan menggunakan desain eksperimen yang digunakan adalah Desain Pascates Berpasangan (Randomized Pretest-Posttest

Control Group Dessign) (Sukmadinata, 2007: 207) dengan pola sebagai berikut;

Kelompok Prates Perlakuan Pascates Acak A (Kel, Eks) 0 X 0

Acak B (Kel, Kont 0 0

Bagan 3.2 Desain Eksperimen

Pada desain ini kedua kelompok diberi tes awal (pretest) dengan tes yang sama. Kemudian kelompok eksperimen diberikan perlakuan, yakni dilakukan pembelajaran dengan menggunakan MPSB, sedangkan kelompok kontrol di beri pembelajaran konvensional. Setelah dilakukan proses pembelajaran kedua kelompok di test dengan test yang sama sebagai tes akhir (posttest).

Langkah selanjutnya adalah melaksanakan analisis statistik uji perbedaan. Uji perbedaan yang di hitung adalah (1) antara hasil pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol; (2) antara hasil pretest dan posttest pada kelompok eksperimen; (3) antara pretest dan posttest pada kelompok kontrol; (4) posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol; dan (5) gain antara kelompok


(45)

eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis statistik uji perbedaan tersebut di atas di lakukan pada sekolah dengan kategori baik, sedang maupun kurang.

Penetapan kriteria sekolah kategori baik, sedang dan kurang dilakukan, berdasarkan hasil wawancara dengan dengan pihak yang berwewenang (Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu). Secara formal tidak ada sekolah baik sedang dan kurang. Semua sekolah di Kota Bengkulu di anggap memiliki katagori yang sama.

Untuk uji validasi Model Pembelajaran Siklus Belajar yang dikembangkan dilakukan di tiga sekolah dasar yang terdiri dari enam kelas seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2.

Sekolah Dasar sebagai Lokasi Uji Validasi Model

No. Kelompok

Sekolah

Kelompok Ekperimen

Kelompok Kontrol

Katagori Sekolah 1. SD N 65 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Baik 2. SD N 7 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Sedang 3. SD N 12 Kota Bengkulu Kelas A Kelas B Kurang

5. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan dan tahapan penelitian secara garis besar dapat di sajikan pada tabel berikut ini:


(46)

Tabel 3.3

Pelaksanaan dan Tahapan Penelitian

Tahap Kegiatan Jenis kegiatan Tanggal kegiatan Studi Pendahuluan Kajian pustaka

Kondisi akademis

Pemahaman kondisi subjek Pemahaman objek penelitian

Maret – April 2009

Pengembangan model Draf awal

Uji-coba terbatas Uji-coba luas

April -Agustus 2009

Validasi Model Eksperimen model September 2009

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah, (1) pengamatan (observasi), (2) wawancara dan angket, (3) analisis dokumen (4) test.

1. Pengamatan (observasi)

Observasi digunakan untuk mengukur tingkah laku individu maupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat di amati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan (Nana Sudjana, 1989)

Dalam penelitian ini pengamatan (observasi) dilakukan pada setiap tahap penelitian baik pada tahap prasurvei, tahap pengembangan maupun tahap uji coba yang lebih luas. Pada tahap prasurvei observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang pola pembelajaran selama ini yang dilakukan oleh guru dan siswa didalam kelas, serta fasilitas laboratorium dan perlengkapannya, serta penggunaannya dalam proses pembelajaran Sains.

Pada tahap uji coba terbatas maupun yang lebih luas, observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pola perkembangan mengajar guru dalam pembelajaran Sains serta cara belajar siswa dengan menggunakan Model


(47)

Pembelajaran Siklus Belajar (MPSB) yang di kembangkan. Fokus pengamatan adalah proses dan hasil dari penerapan draf awal MPSB yang di kembangkan untuk membantu mengumpulkan data melalui observasi ini maka disusun alat observasi (terlampir).

Beberapa alasan pengunaan observasi sebagai alat pengumpul data khususnya dalam proses pengembangan model diantaranya, (1) teknik observasi yang di dasarkan kepada pengalaman langsung dianggap sebagai alat yang paling ampuh untuk mengetahui kebenaran atau untuk melihat kenyataan yang sebenarnya. (2) teknik pengamatan dengan melihat dan mengamati sendiri tentang kemampuan dan penampilan guru yang sebenarnya memungkinkan untuk memperoleh data secara obyektif. (3) melalui pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa atau kejadian penting sebagai bahan masukan untuk memperbaiki penampilan guru. (4) dengan teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu mengerti situasi yang rumit dan kompleks

2. Wawancara dan Angket

Wawancara dan angket adalah alat pengumpul data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinan dan lain-lain dari individu/responden melalui pertanyaan yang sengaja di ajukan oleh peneliti (Nana Sujana, 1989). Dalam penelitian ini wawancara dan angket digunakan pada tahapan prasurvei, tahap pengembangan model dan tahap uji coba. Pada tahap prasurvei, wawancara dan angket di gunakan untuk mendapatkan seluruh informasi dari guru, siswa dan kepala sekolah tentang, kesiapan guru membuat rencana pembelajaran Sains,


(48)

proses pembelajaran Sains, evaluasi pembelajaran sains, sarana dan prasarana, iklim sosial sekolah serta kurikulum di sekolah dasar.

Pada tahap pengembangan dan uji coba MPSB untuk mendapatkan informasi dalam rangka penyempurnaan model yang sedang dikembangkan dilakukan wawancara. Jenis wawancara yang di lakukan dalam penelitian ini adalah wawancara yang menghendaki jawaban terbuka. Hal ini di maksudkan agar sumber data dapat mengemukakan pandangannya sesuai dengan pendapatnya sendiri secara bebas. Oleh karena itu dalam proses pengumpulan data, untuk mendapatkan informasi yang lengkap peneliti terlebih dahulu menentukan pertanyaan sesuai dengan topik masalah dalam bentuk pedoman wawancara. Demikian juga hal nya dengan angket. Alat pengumpul data ini disusun secara bervariasi. Artinya selain diberikan kemungkinan jawaban juga di sediakan tempat yang memungkinkan responden untuk menjawab sesuai dengan pendapatnya. Bentuk seperti ini di anggap efektif untuk menjaring data sesuai dengan pertanyaan penelitian.

3. Analisis Dokumen

Analisis dokumen digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi, kususnya untuk melengkapi data dalam rangka studi pendahuluan, yaitu untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran Sains yang selama ini berlangsung.

Analisis dokumen dilakukan dengan cara mempelajari dokumen atau catatan-catatan yang berkaitan dengan pokok masalah yang di teliti. Alasan


(49)

pengumpulan data seperti ini di anggap perlu, sebab dengan analisis dokumen peneliti dapat lebih memahami hal yang sesungguhnya.

4. Tes

Instrumen tes digunakan untuk menjaring data tentang hasil belajar peserta didik. Tes sebagai alat pengumpul data secara garis besarnya yaitu tes objektif, yang dilakukan sebelum pembelajaran (pretes) dan setelah pembelajaran (postes). Tes digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya pengaruh penggunaan Model Pembelajaran Siklus Belajar (MPSB) terhadap penguasaan aplikasi konsep siswa di bandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini di gunakan oleh guru dalam pembelajaran Sains. Maka tes dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan Uji coba terbatas dan uji coba yang lebih luas serta uji validasi model.

Tes yang digunakan dalam penelitian adalah disusun oleh peneliti bersama guru (bukan merupakan tes standar). Hal ini di dasarkan pada pertimbangan bahwa tes prestasi belajar yang disusun sendiri dapat mengungkapkan keberhasilan model pembelajaran. Nana Sudjana dan Ibrahim (1989: 101) mengemukakan bahwa dalam penelitian pendidikan, penyusunan tes prestasi buatan peneliti sebagai alat pengumpul data jauh lebih baik dari pada tes baku atau sekedar mengumpulkan data sekunder dari dokumen hasil belajar yang telah ada, sebab instrument yang dihasilkan dapat dipandang sebagai hasil penelitian itu sendiri. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes penguasaan aplikasi konsep.


(50)

E. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh pada studi pendahuluan meliputi: (1) hasil telaah dokumen dan kajian pustaka; (2) hasil observasi mengenai latar, penelitian dan pengajaran Sains di sekolah dasar. Data yang didapatkan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data yang bersifat kuantitatif dianalisis menggunakan perhitungan statistik. Uji t digunakan untuk signifikansi perbedaan perhitungan hasil yang didapatkan, analisis data statistik di sesuaikan dengan data kuantitatif atau data yang dikuantifikasikan dalam bentuk bilangan atau angka.

1. Analisis Data Tahap Pendahuluan

Data yang diperoleh pada tahap pendahuluan adalah (1). hasil telaah dokumen serta kajian pustaka; (2) hasil observasi mengenai latar, dan pembelajaran Sains yang biasa dilaksanakan di Sekolah Dasar; (3) hasil wawancara dengan guru Sains mengenai pembelajaran Sains dianalisis melalui beberapa tahap sebagai berikut:

Pertama, mendeskripsikan aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan MPSB berdasarkan hasil telaah kurikulum Sains sekolah dasar, buku sumber yang digunakan, media, lembar kerja siswa, serta program pengajaran yang dibuat oleh guru. Kedua, mendeskripsikan aspek-aspek pengembangan MPSB secara teoritis berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai literatur mengenai pendekatan dalam pembelajaran Sains serta penelitian yang relevan. Ketiga, mendeskripsikan hasil observasi dan wawancara mengenai latar yang meliputi kondisi guru, kondisi siswa, sarana, fasilitas yang tersedia untuk


(1)

Ernawati (2007). Interaksi Antar Siswa (online)

http://swa2007pjj.blogspot.com/2008/02/nanik-ernawati-282007012-to-1-pkn.html(diakses10Maret2009)

Fajaroh, F., Dasna, I.W. (2004). Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar Kimia Zat Aditif Dalam Bahan Makanan Pada Siswa Kelas Ii Smu Negeri 1 Tumpang – Malang. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 11 (2) Oktober 2004, hal 112-122.

Galton, M. & Harlen, W. (1990). Assessing Science in the Primary School: Written Task. London: Paul Chapman Publishing Ltd.

Gagne, R.M. et al (1992). Principles of Instructional Design. Fourth Additional Holt Rinehart and Winston New York

Galib, L.M.,(2002). “Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat Dalam Pembelajaran Sains di Sekolah”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 4 Tahun ke-8, Januari 2002.: pp39-61

Gilbert, j. K. Osborne, R.J. & Fen sham, P. J. (1986) “Children’s Science and Its Consequences for Teaching”, In Brown, et al, (1986), Exploring The Curriculum: Science in School. Philadelphia: Open University

Guns tone, R, & White, R. (Eds.): 1994, The Content of Science: A Constructivist Approach to its Teaching and Learning, Flamer Press, London

Guzzetti, B. (1993). Promoting conceptual change in science: A comparative meta analysis of instructional interventions from reading education and science education. Reading Research Quarterly 28: 117-159

Horsley, S.L.et al (1990) Elementary School Science For the 90s. Alexandria Virginia ASCD

Harlen, W. & Galton, M. (Eds.) (1990). Observing Activities - Assessing Science in the Primary Classroom. London: Paul Chapman Publishing Ltd.

Hungerford, H. R, Volk, T.L. & Ramsey, J.M. (1990). Science- Technology;Society: Investigating and Evaluating STS Issues and Solution. Lilnois: STIPES Publishing Co.

Hamalik, (2007). Implementasi Kurikulum. Bandung. Yayasan Al. Manadi Terpadu. Hasan, S. H. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung. Pedagogiana. Press


(2)

Hudoyo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Kontruktivisme. Makalah Disajikan dalam seminar Nasional Upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika Dalam Menghadapi Era Globalisasi. PPS IKIP Malang: Tidak Diterbitkan.

Hendri, (1997). Pembelajaran IPA dengan Model Siklus Belajar untuk mengubah Konsepsi Awal Siswa tentang Rangkaian Listrik sederhana. Tesis PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan

Helena I.R. Agustien. (2004). Landasan Filosofis Teoritis Pendidikan Bahasa Inggris. Jakarta: Dirjend Dikdasmen Depdiknas.

Hanbury, L. (1996). Constructivism: So What? In J. Wakefield and L. Velardi (Eds.). Celebrating Mathematics Learning (pp.3 - 8). Melbourne: The Mathematical Association of Victoria.

Helien (2009). Keterampilan proses [ Online]

Tersedia http://herlien2009.wordpress.com/keterampilan-proses/[20 May 2010]

Haryati.M. (2007). Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi, Teori dan Praktek. Iskandar, S.M. (2005). “Perkembangan dan Penelitian Daur Belajar”. Makalah Semlok Pembelajaran Berbasis Konstruktivis. Jurusan Kimia UM.

Joyce, B. and Weil, M.(1980). Model of Teaching. Englewood Cliffs. Prentice Hall. Inc.

Jajuri, Jaja (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Juvestigasi pada Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar. Tesis S2 Prodi IPA SPs UPI Bandung. Jaenudin Riswan (2003) Penggunaan Model Asesmen Fortofolio dalam Penilaian

Hasil Belajar di SD. Jurnal Forum Kependidikan No 1 (2003). FKIP UNSRI

Johnson, E. B. (2002). Contextual Teaching and Learning. California: Cowin Press, Inc

Karplus, R. (1978). “Teaching for the development of reasoning” dalam 1980. Eats Yearbook. (1980). Science Education information Report. The Ohio State University & Mc Taggart, R. (1992). The Action Research Planner. Rev. Ed. Victoria: Dakin University


(3)

Karplus, R. (1967) A. New Look at elementary School Science. Chicago; Rand McNally.

Kaligis, (1992/1993). Pendidikan IPA 2 (D II PGSD). Jakarta: Dirjen Dikti

Karplus, R. (1977) Science teaching and the development of reasoning. J Res Sci Teach 14:169.

Kartono Kartini. (1995). Psikologi Anak Psikologi Perkembangan. Bandung: Mandar Maju

Kamii, (1978). “Teaching for thinking and creativity: A Piagetian point of view” In 1980 AETS Year Book. (1980). Science Education Information Report. The Ohio State University

Khattri, N., Kane, M., & Reeve, A. (1995). How performance assessments affect teaching and learning. Educational Leadership, 53 (3), 80–83.

Karlimah (2005) Penyuluhan Interaktif tentang Implementasi Teori Belajar Konstruktivis dalam Model Mengajar Inquiry Untuk Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran IPA di SD. Jurnal Pendidikan dasar Vol II TasikMalaya

Lawson, A., Abraham, M. & Renner, J. (1988). A theory of instruction: Using the learning cycle to teach science concepts and thinking skills. Monograph 1. National Association for Research in Science Teaching

Lawson, A. E. (1995). Science Teaching and the development of Thinking. Belmont, Cal if: Wadsworth

Marek, E. A. & Cavallo, A. M. L. (1997). The learning cycle: Elementary school science and beyond (Rev. Ed.). Portsmouth, NH: Heinemann

Mustafa (1999) Peningkatan Kemampuan Guru Dalam menggunakan LKR sebagai Upaya Untuk meningkatkan Pemahaman Aplikasi Konsep IPA siswa SD. Jurnal penelitian pendidikan dasar No 6 tahun II

Marek, E.A., Eubanks, C., ve Gallaher, T.H. (1990). Teachers’ Understanding and Use of the Learning Cycle. Journal of Research in Science Teaching, 27 (9), 821-834.

Nurhadi, (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK Malang: Universitas Negeri Malang.

NRC (1996) National Science Education Standards. Washington DC, USA: The National Academy of Science, National Academy Press


(4)

Nussbaum, J. (1979). Children’s conceptions of the earth as a cosmic body: a cross-age study. Science Education, 58(2), 21-23.

Nasution, S. (1986). Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung: Jemmars

Piaget, J. (1971). Psychology and Epistemology, New York: The Viking Press. Poedjiadi, A., (1999). Pegantar Filsafat Ilmu bagi Pendidik. Bandung:Yayasan

Cendrawasih

Pfeiffer, J. W., and J. E. Jones, (1974) eds. A Handbook of Structured Experiences for Human Relations Training. Vol. 1-8. San Francisco, CA: Jossey-Bass, PLTC (2008). Professional Teaching and learning Cycle. Southwest Educational

Development laboratory. Department of Education or any other agency of the US

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam pengajaran untuk meningkatkan CBSA Tarsito: Bandung.

Redjeki S.( 2007) Metode & Pendekatan dalam Pembelajaran Sains. PPS. Universitas indonesia. Restropeksi dan Persfektif. Pidato Pengukuhan Jabatan

Rusman (2007). Manajemen Kurikulum. Bangdung . PPS IKIP Bandung.

Sanjaya (2007) Kajian Kurikulum dan Pembelajaran.Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Sadia. (1996) Pengembangan Model Belajar konstruktivis dalam Pembelajaran IPA di SMP. Bandung: Disertasi PPS IKIP Bandung.

Sudijono, A. (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Siswoyo hadi (2010). Penyusunan Tes berdasarkan Taksonomi Bloom Tersedia sishttp://wowosk.com/artikel/taxonomi.php. Tgl 22-2-2010

Singseewo dkk (2009) Effects of Environmental Education Learning by Using the 7Es-Learning Cycle with Multiple Intelligences and the Teacher’s Handbook Approaches on Learning Achievement, Critical Thinking and Integrated Science Process Skills of High School (Grade 10) Students Pakistan .Journal of Social Sciences, Year: 2009 | Volume: 6 | Issue: 5 | Page No.: 292-296


(5)

Sudjana. N.,(1989). Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N. S, (2004) Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung:

Sukmadinata,N. S, (1997) Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek: PT Remaja Rosdakarya. Bandung:

Sukmadinata, N.S., (2007), Metodologian Penelitian Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Scolavino, R. A., (2002). Analysis of the Implementation of the Learning Cycle Teaching Strategy by Pre-Service Teachers in The Mac step Science Certification Program. PhD Dissertation, the University Of Wisconsin- Milwaukee.

Soebagio dkk. (2000). Penggunaan Siklus belajar dan Peta Konsep untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran Konsep Larutan Asam-Basa. PPGSM.

Suseno .M. (2008) Mutu Pendidikan di Indonesia [Online)

Tersedia http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/new/2006/(5 September 2008)

Suparno, (1997) Filsafat Konstruktivis Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius Sumantri (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung. Pedagogiana Press Sadia (1996).Pengembangan Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran

IPA di Sekolah Menengah Pertama (SMP): Disertasi Doktor PPS IKIP Bandung

Syarifudin dkk, (2008) Penerapan MiC Melalui Learning Cycle untuk Meningkatkan Pemahaman dan Aplikasi Konsep Matematika Siswa MA NW Pancor Lombok Timur NTB. Makalah seminar Nasional hasil PTK. Yogya Karta

Sulistyrorini ( 2007). Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Semarang Tiara Wacana Trowbridge, L.W. & Bybee, R.W. (1990). Becoming A Secondary School Science

Teachers 5 the ed. Columbus: Merrill Publishing Company

Tyler, R. (1949). Basic Principles for Curriculum and Instruction, Chicago: Universities of Chicago Press.


(6)

Wheatley, G.H.(1991).”Constructivist perspectives on science and mathematics learning”. Journal Science Education, 75,(1),9-21.

Yager, R.E., (1996). “Science/Technology/Society Providing Useful a Appropriate Science For All”. A Paper Presented at the Seminar on Science-Technology-Society, Organizer by Indonesian Association for Science Education and the Graduate School of IKIP Bandung, June 10, 1996. Yasbiati (2001) Peningkatan Kemampuan Guru Dalam menggunakan LKR

sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pemahaman Aplikasi Konsep IPA siswa SD . Tesis S2 Prodi IPA SPs UPI Bandung

Zais. R. S (1976). Curriculum Principles and Foundation. New York: Harper & Raw Pubs.