PERANAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MEMBANGUN MORAL ANAK TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI CILEUNYI BANDUNG.

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Budimansyah, d . (2001). Penguatan pendidikan kewarganegaraan untuk membangun karakter bangsa bandung, penerbit Widya aksara press

Budimansyah. D & Winataputra. U. S . 2007. Civic Eucation ‘konteks, Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas. Bandung : Program Studi pendidikan

Kewarganegaraan Sekolah pasca sarjana UPI

Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran moral. Jakarta : PT Asdi Mahasatya Danial, Endang dan Wasriah, Nanan. (2009). Metoda Penulisan Karya Ilmiah. Darmadi , Hamid. 2009. Dasar konsep pendidikan moral. Bandung: Alfabeta Delphi, Bandi. 2005. Program pembelajaran Individual Berbasis gerak Irama, Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Djahari kosasih. (1996). Menulusuri dunia Afektif- Nilai Moral dan Pendidikan Nilai Moral Norma. Bandung: Lab PPKN FPIPS IKIP BANDUNG

Effendi, M. 2006. Pembelajaran: Psikopedagogik anak berkelainan. Jakarta: PT. Bumi aksara

Geniofam.2010. mengasuh & mensukseskan anak berkebutuhan khusus. Jogjakarta. Garailmu

Heward, W.L & Orlansky, M. D 1988. Exceptional children: An introduction survey of special education, third edition. Ohio: Merril Publishing Company

Houston. 1988. Pendidikan moral dalam beberapa pendekatan. Jakarta

Kohlberg, Lawrence. (1984). Essay on Moral Development: The Psychology of Moral Development.


(2)

Kunandar, 2007. Guru Profesional : Implementasi Kurikulum tingkat satuan pendidikan

Mahsum. (2006). Metode penelitian Bahasa. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada Mangunsong, dkk. 1998. Psikologi dan pendidikan anak luar biasa. Jakarta: LPSP3 Universitas Indonesia

Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. (2009). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Moleong, Lexy J. (2010). Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nani Euis M. 2010. Pendidikan anak berkebutuhan khusus. Bandung: CV. Catur Karya Mandiri

Nasution, S. (2003). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara Nasution, S. (2009). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara. Nurmalia, Komala & syaifullah. A. 2008. Pendidikan kewarganegaraan.

Bandung ; Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI.

Pernamari Somad dan Tati Herawati. 1996. Otropedagogik anak tunarungu. Bandung. Depikbud

Poespoprodjo. W, DR. S.H. S.S. (1999). Filsafat moral (dalam teori dan praktek). Bandung: CV. Pustaka Grafika

Prince, J.P. Felder, M.F. 2006. Inducitive Teaching and Learning Methods: Definitions, Comparations, and Research Bases. J. Engr. Education,


(3)

Santrock. J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.(edisi kelima) Jakarta: Erlangga

Sardjono. 1997. Orthopaedagogiek tunarungu I (seri pendidikan bagi anak tuanrungu). UNS Press Bandung: Laboratorium PKn Universitas Pendidikan Indonesia.

Soekanto. Soerjono 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafino Persada.

Somad, Permanarian dan Hernawati. Tati. 1996. Orthopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: Departeman Pendidikan Kebudayaan Direktorat JendralPendidikan Tinggi.

Somantri Nu’man. 2001. Menggagas pembaharuan pendidikan IPS. Bandung: Rosda Karya

Subana dan Sudrajat. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung : CV. Pustaka Setia.

Sugiono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta


(4)

Suseno F.(2001). Etika dasar: masalah-masalah pokok filsafat moral. PT Kanisius

Suwarna. 2006. Pengajaran Mikro Pendekatan Praktis Menyiapkan Pendidik

Profesional. Yogyakarta : Tiara wacana

Syamsu. Yusuf LN. M.Pd (2011). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT remaja Rosda Karya

wahab, Abdul Azis dkk. 1993. Materi pokok pendidikan pancasila. Jakarta: Universitas terbuka Depdikbud

William M. Kurtines dan Jacob L. Gerwitz. (1992). Moralitas, Perilaku Moral, dan Perkembangan Moral. Jakarta: UI Press..

Wuryan, Sri & Syaifullah. 2008. Ilmu kewarganegaraan. Bandung : Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI

Skripsi :

Tanjung Utami, yuni (2010). profil perkembangan moral siswa tunarungu (studi deskriptif kualitatif pada siswa tunarungu usia 13-15 tahun di SLB-B Sumbersari Kota Bandung). Skripsi FPI UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(5)

BSNP, (2006). Permendiknas RI No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta

Undang-Undang pokok- pokok kesehatan no.9 tahun 1960.

Undang-Undang Republik Indonesia no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

Undang- Undang Peraturan Pemerintah RI no.72 tahun 1991 tentang pendididkan luar biasa

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pedoman Umum Penilaian Hasil Belajar. Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian. Jakarta: BSNP.

http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1280&bih=610&q=upi+modul+perkembangan+A BK&aq=o&aqi=&aql=&oq=&fp=1102bc494991dbbe

http://jofipasi.wordpress.com/2010/02/11/konseling-eksistensial-pada-anak-tunarungu-di-sekolah-luar-biasa/


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Pendidikan pada dasarnya berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang sasarannya adalah upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia, baik sosial, spiritual, intelektual serta kemampuan yang professional. Negara Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang produktif dan bisa bermanfaat bagi negara itu sendiri, baik sehat secara fisik maupun mental. Sehat secara fisik yaitu apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan, sedangkan sehat secara mental menyangkut kondisi fikiran, hati dan ketentraman batin.

Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Sejalan dengan pengertian tersebut (WHO: 1975) mengemukakan “sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan

sosial”.

Selain kesehatan fisik dan mental, ada pula kesehatan sosial yang terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama, kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik, saling toleran dan saling menghargai. Kesehatan dari aspek


(7)

ekonomi terlihat apabila seseorang yang berusia produktif, dalam arti mempunyai kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong kebutuhan hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.

Adapun tujuan pendidikan menurut undang-undang RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut:

“Tujuan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan negara. Secara umum peserta didik dilatih untuk terampil mengembangkan penalaran, terutama dalam ilmu”.

Tujuan pendidikan diatas menggambarkan bahwa sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah sehat secara fisik, mental, sosial dan ekonomi. Mengembangkan potensi diri melalui proses pengembangan pembelajaran yang tersedia melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu sesuai dengan isi tujuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam proses pengembangan pembelajaran yang dijalani peserta didik diarahkan pada pembentukan manusia dewasa dan memiliki tanggung jawab untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya.

Oleh karena itu, idealnya peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sejalan dengan hasil penelitian Tanjung Utami Yuni (2010) :


(8)

”mereka mengkhawatirkan perkembangan moral anak-pada saat ini. Para orang tua dan guru sangat prihatin dengan sikap anak-anak yang suka melawan atau membangkang terhadap prang tua, guru dan orang dewasa lainnya, meraka khawatir dengan tawuran anak sekolah yang sering terjadi, prihatin dengan kepakaan sosial anak-anak yang semakin melemah, kurang tolong menolong, kurang kerjasama, sikpa mementingkan diri sendiri. Kekhaawatiran ini sebetulnya tidak perlu terjadi, jika disetiap jenjang pendidikan tinggi, pendidikan Kewarganegaraan dan pendidikan agama benar-bernar-benar dihayati dan

dilaksanakan dengan baik oleh setiap pealku pendidikan”

Berdasarkan latar belakang diatas pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang bertujuan untuk membina warganegaranya bukan hanya sadar dan tahu akan hak dan kewajiban tetapi pandai memakai hak dan kewajiban secara proporsional, wajar dan halal. Selain itu pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk membina moral warga negara yang baik, karena saat ini sering terjadi hal-hal yang mencirikan warga negara yang tidak bermoral, seperti tawuran di kalangan remaja, perampokan, geng motor, dan sebagainya.

Kata moral menurut Yusuf (2011:132) berasal dari bahasa latin ”mos atau morris” yaitu moralitas, adalah istilah manusia ke manusia atau orang lainnya dakam tindakan yang mempunyai nilai positif. Moral yang berarti kebiasaan, peraturan atau nilai, tata cara kehidupan . Istilah moral akan berkenaan dengan bagaimana orang seharusnya berperilaku dengan dunia sosialnya, serta anak dituntut untuk mengetahui, memahami dan mengikuti aturan-aturan yang ada di masyarakat. Menurut Budiningsih (2004:72), bahwa moral adalah : “menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan, dari pada sekedar arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk”. Berdasarkan pendapat di atas, moral untuk membentuk watak kepribadian


(9)

seseorang yaitu dengan cara memilih baik sikap maupun perbuatan yang baik dan buruk. Sikap berperilaku yang baik sangat berpengaruh di lingkungan dimana kita tinggal, termasuk di lingkungan sekolah. Masa sekolah bagi para peserta didik adalah masa proses untuk pendewasaan diri. Dalam proses pendewasaan diri, pendidikan kewarganegaraan juga membentuk para peserta didik agar mampu bersikap dan berperilaku baik, agar memiliki sopan santun, agar memiliki perilaku yang baik di lingkungan manapun meraka berada. Selain itu juga, pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk menciptakan peserta didik memiliki moral yang baik. Suseno (2001: 38) menyatakan bahwa:

“kaidah yang pertama menegaskan bahwa dalam setiap situasi manusia

hendaknya bersikap sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan konflik. Kaidah kedua adalah sikap hormat, kaidah ini menuntut manusia agar manusia dalam cara bicara dan membawa diri selalu menunjukan sikap

hormat terhadap orang lain sesuai dengan derajat kedudukannya”.

Berdasarkan pendapat di atas, setiap manusia hendaknya bersikap agar tidak menimbulkan konflik antar individu. Salah satu sikap tersebut diantaranya adalah sikap hormat, yang merupakan salah satu pendidikan moral yang penting dalam setiap pergaulan di lingkungan masyarakat. Sikap hormat penting dalam membangun kaidah, seperti cara berbicara dengan individu lain yang akan menunjukan rasa hormat terhadap lawan bicara. Sikap hormat sangat mempengaruhi perkembangan moral, Menurut Santrock (2002:287) perkembangan moral adalah, berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharunya dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi dengan orang lain yang di ungkapkan dalam bentuk 1) berpikir, 2) bertindak dan 3) perasaan.


(10)

Berdaraskan pendapat di atas, faktor yang mempengaruhi perkembangan moral anak adalah adanya nilai-nilai agamis dilingkungan masyarakat sekitar, keadaan masyarakat yang stabil, terlaksananya pendidikan moral yang baik, adanya kesadaran orang tua terhadap pentingnya pendidikan moral sejak dini, suasana rumah tangga yang baik seperti orang tua yang harmonis, adanya bimbingan orang tua untuk mengisi waktu luang bersama anak.

Setiap anak memiliki tingkat dan perkembangan moral yang berbeda, sehingga sikap dan perilaku setiap anak akan berbeda pula. Demikian halnya dengan anak berkebutuhan khusus, mereka memiliki sikap yang berbeda dalam berperilaku termasuk perkembangan moral yang mereka miliki. Model bimbingan perkembangan moral terhadap peserta didik berkebutuhan khusus seharunya difokuskan terhadap perilaku-perilaku yang menyimpang sebelum mereka melakukan kegiatan program pembelajaran individual. Bimbingan semacam ini dapat diterapkan melalui pengondisian lingkungan yang dapat mencapai perkembangan optimal dalam mengembangkan perilaku-perilaku efektif sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Pengertian Anak kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada seusianya secara umum, sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Terdapat sembilan jenis anak berkebutuhan khusus antara lain tunanetra, tunarungu, tunadaksa, berbakat,


(11)

tunagrahita, lamban belajar, anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, anak yang mengalami gangguan komunikasi dan tunalaras.

Salah satu pancaindra manusia adalah telinga, telinga sebagai indra pendengaran merupakan organ untuk melengkapi informasi yang diperoleh melalui penglihatan. Apabila telinga tidak dapat berfungsi untuk mendengar maka dikatakan pula tunarungu. Menurut Sardjono (1997:7) berpendapat bahwa,

“Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan pendengaran sebelum belajar bicara atau kehilangan pendengaran demikian anak suah mulai belajar bicara karena suatu gangguan pendengaran, suara dan bahasa seolah-olah hilang”.

Berdasarkan pendapat di atas kehilangan atau keseluruhan kemampuan untuk mendengar berarti kehilangan kemampuan menyimak secara utuh peristiwa disekitarnya. Semua peristiwa yang terekam oleh penglihatan anak tunarungu, tampak seperti terjadi secara tiba-tiba tanpa dapat memahami gejala awalnya. Anak tunarungu merupakan salah satu bagian dari anak luar biasa yang mengalami kecacatan fisik terutama pada pendengaran. Kecacatan pendengaran bagi anak tunarungu otomatis berpengaruh langsung terhadap kemampuan berkomunikasi. Rasionya muncul karena akibat tidak mendengar maka ia kehilangan kemampuan untuk meniru bahasa ucapan orang lain atau apa yang ia dengar.

Dengan demikian, perolehan bahasanya terhalang diakibatkan tidak mendengar. Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidak fungsian organ pendengaran atau telinga seseorang. Kondisi ini menyebabkan mereka memiliki karakteristik yang khas, menurut Van Uden (Efenddi 2006:58)


(12)

ada beberapa sifat atau karakteristik yang berbeda dengan anak pada umumnya antara lain:

a. Anak tunarungu lebih egosentris, artinya anak sukar menem[atkan diri pada cara berfikir serta prasaan orang lain, kurang menyaari/peduli efek perilaku terhadap orang lain, dan anak sukar menyesuaikan diri. b. Anak tunarungu lebih bergantung pada orang lain dan apa-apa yang

sudag dikenal. Anak tunarungu biasanya akan sangat dekat atau dekat dengan pendidikannya. Hal ini dikarenakan guru yang paling hatu dengan kata-kata yang telah dikenalkan oleh siswanya, pengertian apa yang telah dikuasai dan arti ungkapan serta isyarat anak. Ditambah lagi dengan keadaan ini akan berlangsung dalam waktu yang lebih lama dari pada anak mendengar.

c. Perhatian anak tunarungu lebih sukar untuk dialihkan. d. Anak tunarungu lebih memperhatian yag lebih kongkrit.

e. Anak tunarungu lebih miskin fantasi. Hali ini disebabkan aya fantasi anak tunarungu tiak mendapat rangsangan.

f. Anak tunarungu pada umumnya mempunyai sifat polos, sederhana, tanpa banyak masalah. Hali ini sering dialami karena anak tunarungu tidak menguasi satu ungkapanpun, an oleh karena itu mengatakan apa yang ikatan anak tunarungu maksudkan.

g. Perasaan anak tunarungupun cenderung dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa. Artinya anak tunarungu kurang menguasai perasaan yang sedang dialaminya. Antara sedih dan senang tidak terdapat nuansa. Hal ini disebabkan karena anak tunarungu belum mengenal kata atau istilah untuk menyatakan nuansa itu.

h. Anak tunarungu lebih mudah marah dan tersinggung, sebagai akibat sering mengalimi kekecewaan karena sulit menyampaikan perasaan dan keinginannya secara lisan ataupun alam memahami pembicaraan orang lain.

i. Anak tunarungu kurang mempunyai konsep tentang hubungan.

j. Anak tunarungu mempunyai perasaan takut akan hiup yang lebih besar.

Berasarkan pendapat di atas, karakteristik anak tunarungu adalah Fisik, kesan lahiriah tidak menampakan adanya kelainan pada anak. Untuk kemampuan akademik, tidak berbeda dengan keadaan anak-anak pada umumnya. Motorik anak tunarunggu kurang memiliki keseimbangan dengan baik. Sosial dan emosional, sering memperlihatkan rasa curiga yang berlebihan, mudah


(13)

tersinggung karena tidak menguasai lingkungan disekitar. Untuk itu anak tunarungu akan lebih baik disekolahkan disekolah luar biasa.

Fungsi sekolah luar biasa pada umumnya sama dengan sekolah biasa. Meskipun berbeda dalam beberapa hal. Sekolah luar biasa mempunyai fungsi-fungsi khusus yang sebenarnya menjadi fungsi-fungsi pendidikan biasa, tetapi terdapat penekanan berhubung para peserta didik merupakan anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Keterbatasan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus, bukan berarti bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk berprestasi dan mengembangkan diri menjadi warganegara yang berkulitas, mandiri dan bisa menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Melalui pendidikan sekolah luar biasa, diharapkan anak tunarungu dapat meningkatkan pendidikan moral melalui Pendidikan kewarganegaraan yang diajarkan di sekolah dan meningkatnya rasa kepercayaan diri agar mereka dapat bersosialiasasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena anak-anak tunarungu biasanya bergabung dengan sesama anak tunarungu lainnya, mereka akan merasa lebih nyaman dan aman berada dilingkungan yang memiliki keterbatasan yang sama pula.

Pendidikan moral sangat penting bagi anak tunarungu agar mereka memiliki perilaku yang baik disetiap lingkungan mereka tinggal. Untuk membantu hal tersebut, yang dapat dimanfaatkan diantaranya adalah pendidikan kewarganegaraan di sekolah luar biasa yang diharapkan mampu membangun moral mereka ke arah yang lebih baik. Sehingga anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dapat membangun kepercayaan diri dan menerima keadaan dirinya menyadari bahwa ketunaannya bukan suatu hambatan untuk belajar dan berkerja.


(14)

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka secara

umum rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “bagaimana peranan

pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi?”

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis merinci kembali masalah tersebut yaitu:

1. Bagaimana pendekatan pembelajaran yang digunakan guru sekolah luar biasa dalam membangun moral anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi?

2. Bagaimana implementasi sikap moral siswa berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi?

3. Bagaimana hambatan-hambatan yang ditemui guru dalam membangun moral anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi?

4. Bagaimana upaya-upaya untuk mengatasi kendala tersebut dalam membangun moral anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa negeri cileunyi?

C. Tujuan penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian dirumuskan:

1. Mengetahui pendekatan pembelajaran yang digunakan guru sekolah luar biasa dalam membangun moral anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi.


(15)

2. Mengetahui implementasi sikap moral siswa berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi.

3. Mengidentifikasi hambatan-hambatan yang ditemui guru dalam membangun moral anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi.

4. Mengidentifikasi upaya-upaya untuk mengatasi kendala tersebut dalam membangun moral anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa negeri cile

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral bagi anak tunarungu di sekolah luar biasa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan yang berguna bagi peningkatan kualitas pembelajaran terutama pihak-pihak yang berhubungan dengan dunia pendidikan yaitu sebagai berikut:

a. Bagi Siswa

1) Sebagai pegangan dalam membangun moral anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunarungu agar dapat lebih bersikap baik.

2) Membangun moral sebagai pembentukan karakter individu di dalam keterbatasan.


(16)

b. Bagi Guru

1) Meningkatkan minat guru untuk membangun karakter moral anak berkebutuhan khusus guna.

2) Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi para guru dalam proses belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam upaya membangun moral

E. Devinisi operasional

Untuk menghindari kekeliruan dalam mengartikan istilah-istilah, yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi pengertian dari setiap istilah tersebut sebagai berikut:

1. Peranan

Peranan menurut Soekanto (2006:243):

“merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Maka ia menjalankan sesuatu peranan, peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat kedapanya”.

Berdasarkan pendapat di atas, peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status seseorang akan dinyatakan melaksanakan peranan setelah menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.

2. Pendidikan kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan menurut Somantri Nu’man (Nurmalina dan Saifulah, 2008 ; 3) adalah: program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu


(17)

diproses guna melatih siswa berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

3. Moral

Menurut Budiningsih (2004:72), bahwa moral adalah : “menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan, dari pada sekedar arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk”.

Berdasarkan pendapat di atas, istilah moral akan berkenaan dengan bagaimana seseorang seharusnya berperilaku dengan dunia sosial yang ada disekitarnya agar dapat menentukan sikap dalam berperilaku .

4. Tunarungu

Menurut Mangunsong, (1998: 66) “yang dimaksud dengan anak tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga membutuhkan pendidikan luar biasa”

Berdasarkan pendapat di atas, tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidak fungsian organ pendengaran atau telinga seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka memiliki karakteristik yang khas, berbeda dari anak-anak normal pada umumnya.

F. Lokasi dan subjek Penelitian

Penelitian ini berlangsung atau berlokasi di sekolah luar biasa negeri Cileunyi kota Bandung. Alasan pemilihan sekolah ini, karena peneliti menemukan


(18)

suatu kondisi para siswa berkebutuhan khusus, khususnya adalah anak tunarungu di sekolah luar biasa negeri cileunyi ini adalah mempunyai karakter moral yang berbeda.

Adapun yang menjadi subjek penelitian untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. kepala sekolah luar biasa negeri cileunyi sebanyak satu orang.

b. Guru pengajar sekolah luar biasa negeri cileunyi sebanyak dua orang. c. Siswa tunarungu sekolah luar biasa negeri cileunyi sebanyak tiga orang.

Hal ini dilakukan agar ada perbandingan antara pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain. Selain itu juga penulis memperoleh informasi dari informan lain yang dapat menambah dan memperkuat data.


(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti mengenai peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi Bandung. Sesuai dengan pengertian penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2010: 4) penelitian kualitatif, sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Alasan pemilihan pendekatan ini karena sesuai dengan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif ialah suatu pendekatan penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, tetapi belum terungkapkan penyelesaiannya, oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk mengetahui sejauh mana peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi Bandung, sehingga peneliti memperoleh gambaran dari permasalahan yang terjadi secara rinci, baik itu merupakan kata-kata, gambar, maupun perilaku.


(20)

2. Metode Penelitian

Untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ilmiah diperlukan adanya metode penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskrptif.. Metode deskriptif adalah metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara jelas suatu situasi, kondisi objek bidang kajian pada suatu waktu secara akurat. Tujuan metode ini untuk memperlihatkan keadaan suatu fenomena yang ada. Dipilihnya metode deskriptif ini dikarenakan sesuai dengan fokus penelitian yaitu peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral anak tunarungu.

Hal ini di atas sesuai dengan yang senada dengan pendapat Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2010:4):

Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.

Dipilihnya metode deskriptif, penelitian ini diusahakan mengumpulkan data deskriptif yang banyak dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian serta tidak mengutamakan angka-angka statistik walaupun tidak menolak data kuantatif.

Dengan demikian, penelitian ini berusaha untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai peranan pendidikan kewarganegaraaan dalam membangun moral anak tunarungu di SLB Negeri Cileunyi Bandung.


(21)

B. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Menurut Sukardi (2004:53) bahwa yang dimaksud dengan lokasi penelitian/tempat, penelitian tidak lain adalah tempat di mana proses studi yang digunakan untuk memperoleh pemecahan masalah penelitian berlangsung.

Adapun penelitian ini berlokasi di SLB Negeri Cileunyi Bandung yang beralamat di jalan pandan wangi cibiru indah III

C. Teknik Pengumpulan Data

Pada pelaksanaan penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik untuk mengumpulkan data atau informasi dengan cara berkomunikasi atau mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden secara sungguh-sungguh, baik langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana definisi wawancara yang dikemukakan oleh Moleong, (2010: 186) bahwa wawancara adalah:

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Tujuan dari wawancara dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran orang lain secara mendalam dan memperoleh data yang berkenaan dengan peranan pendidikan kewarganegaraaan dalam membangun moral anak tunarungu di SLB Negeri Cileunyi Bandung.


(22)

2. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan data atau informasi dengan cara melakukan pengamatan secara langsung maupun tidak langsung, baik di sekolah maupun luar sekolah.

Seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2003: 106), observasi ialah: Alat pengumpul data yang dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih jelas tentang kehidupan sosial dan diusahakan mengamati keadaan yang wajar dan yang sebenarnya tanpa usaha yang disengaja untuk mempengaruhi, mengatur, atau memanipulasikannya.

Observasi ini dilakukan untuk memahami suatu cara dari pandangan orang-orang yang terlibat didalamnya dengan tujuan agar memperoleh suatu informasi yang jelas dan benar mengenai peranan pendidikan kewarganegaraaan dalam membangun moral anak tunarungu di SLB Negeri Cileunyi Bandung.

3. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data tidak langsung ditunjukan kepada subjek penelitian. Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan oleh

Danial dan Wasriah (2009) mengemukakan bahwa studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti data statistik, grafik, gambar, data penduduk, data peserta didik, dan sebagainya.


(23)

4. Catatan Lapangan

Peneliti membuat catatan singkat mengenai pokok-pokok pembicaraan dan pengamatan tentang segala sesuatu yang diamati selama penelitian berlangsung. Bodgan dan Bikle mengemukakan bahwa catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif Lexy J. Moleong (2010: 153).

D. Prosedur Penelitian

Agar penelitian yang dilakukan peneliti dapat efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Maka peneliti mengacu pada prosedur penelitian yang terbagi kedalam dua tahapan penelitian, diantaranya:

1. Persiapan penelitian

Kegiatan pertama yang dilakukan peneliti sebagai tahap awal dalam proses penyusunan adalah mempersiapkan agar penelitian berjalan dengan lancar. Persiapan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan beberapa judul untuk disepakati oleh Tim Pertimbangan Penulisan Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan.

b. Setelah judul disepakati, peneliti mengajukan proposal kepada Tim Pertimbangan Penulisan Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

c. Proposal penelitian tersebut diseminarkan dihadapan tim dosen penguji untuk mendapatkan koreksi, masukan sekaligus perbaikan hingga mendapatkan pengesahan serta persetujuan dari ketua Tim Pertimbangan


(24)

Penulisan Skripsi (TPPS) yang selanjutnya direkomendasikan untuk mendapatkan pembimbing skripsi.

2. Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan pra penelitian (observasi awal) untuk melihat lebih jauh apa yang menjadi masalah dalam pembelajaran di kelas serta untuk mengetahui sejauh mana kondisi lapangan yang sesungguhnya untuk dijadikan objek penelitian. Dalam hal pelaksanaannya penelitian ini melakukan beberapa kegiatan yang diantaranya ialah:

a. Peneliti langsung mendatangi ke lokasi penelitian yakni SLB Negeri Cileunyi Bandung kemudian peneliti mendatangi guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk mengatur jadwal observasi dengan guru wali kelas yang bersangkutan.

b. Setelah memperoleh kesepakatan mengenai jadwal observasi, peneliti melakukan observasi kelas untuk melihat langsung proses pembelajaran peranan PKn dalam membangun anak tunarungu di SLB Negeri Cileunyi Bandung.

c. Setelah proses pembelajaran berakhir, peneliti dan guru wali kelas membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang sebelumnya diamati.


(25)

Setelah melakukan pra observasi, langkah selanjutnya yang dilakukan dalam tahap persiapan penelitian ialah:

1. Mengajukan surat permohonan penelitian kepada jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan ditandatangani oleh Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Mengajukan surat rekomendasi permohonan izin untuk mengadakan penelitian kepada Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI yang dilengkapi dengan proposal penelitian yang sudah ditanda tangani oleh pembimbing, kwitansi SPP, fotocopy kartu tanda mahasiswa (KTM) yang kemudian digabungkan kedalam satu map. 3. Setelah itu menyerahkan surat tersebut kepada Badan Administrasi dan

Keuangan dengan dilengkapi proposal penelitian yang sudah ditanda tangani oleh pembimbing, kwitansi SPP, fotocopy kartu tanda mahasiswa (KTM) yang kemudian digabungkan kedalam satu map. 4. Permohonan izin penelitian dari Rektor Universitas Pendidikan

Indonesia UPI Bandung diproses.

5. Menyerahkan surat permohonan izin penelitian dari Rektor Universitas pendidikan Indonesia Bandung kepada Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Bandung.

6. Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Bandung mengeluarkan suart izin penelitian untuk disampaikan kepada Kepala Sekolah SLB Negeri Bandung dengan tembusan Dinas pendidikan Kabupaten Bandung.


(26)

7. Kepala sekolah SLB Negeri Cileunyi Bandung memberikan izin untuk mengadakan penelitian.

Setelah izin diperoleh, peneliti melanjutkan dengan pihak responden (guru wali kelas 5) di SLB Negeri Cileunyi Bandung. Selain itu, peneliti tidak lupa mempersiapkan berbagai instrument yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian, berupa lembar observasi, pedoman wawancara, dan sebagainya. Selanjutnya setelah semua dipersiapkan sesuai dengan perencanaan antara peneliti dengan guru PKn maka penelitian siap untuk dilaksanakan.

E.Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Menurut Moleong (2010:280) analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi kemudian diproses melalui pencatatan, pengetikan, dan penyuntingan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Menurut Mahsun (2006:222), dalam penelitian kualitatif yang mendasarkan diri bukan pada paradigma metodologis deduktif, tetapi induktif. Suatu paradigma yang bertitik tolak dari yang khusus ke yang umum, bukan dari yang umum ke yang khusus seperti yang terjadi pada deduktif. Konseptualisasi,


(27)

kategorisasi, dan deskripsi dikembangkan atas dasar kejadian (indicidence) yang terjadi di lapanagan.

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Menurut Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiyono (2011 : 243), mengemukakan bahwa “aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dilakukan secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh”. Aktifitas dalam analisis data meliputi : data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

1. Reduksi Data

Reduksi data bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari hasil catatan lapangan dengan cara merangkum dan mengklarifikasikan sesuai masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini aspek yang akan direduksi adalah perkembangan kemampuan mengemukakan pendapat siswa dalam pembelajaran PKn.

2. Penyajian Data

Penyajian data berupa teks naratif, matriks, garfik, untuk melihat gambaran data yang diperoleh secara keseluruhan atau bagian-bagain tertentu dan kemudian dilakukan klasifikasi. Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas, terperinci dan menyeluruh akan memudahkan dalam memahami gambaran terhadap aspek


(28)

yang diteliti. Penyajian data dalam penelitian ini lebih banyak dituangkan dalam bentuk uraian sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh.

3. Kesimpulan dan verifikasi

Langkah ketiga yaitu yaitu upaya untuk mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu kepada tujuan penelitian Sugiono (2011:345).


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari rangkaian penulisan skripsi, uraian yang akan ditemukan pada bab ini melipiti dua bagian, yaitu kesimpulan dan saran. Berdasarkan temuan penetilian dan pembahasan tentang peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral anak tunarungu, dapat ditemukan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Kesimpulan Umum

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data penelitian diperoleh beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan hasil penelitian tentang peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral anak tunarungu. Diperoleh kesimpulan umum yaitu terdapat peningkatan perkembangan moral anak tunarungu di sekolah luar biasa negeri Cileunyi Bandung. Dalam hal ini, semua jenis pendekatan pembelajaran sudah diterapkan oleh guru dalam membangun moral anak tunarungu.

Dalam hal tersebut sikap moral siswa pun sudah dapat dilihat, misalnya siswa sudah dapat mengimplementasikan cara bergotong royong dalam membersihkan kelas dengan tertib. Walaupun dalam hal tersebut masih terdapat


(30)

hambatan-hambatan yang ditemui oleh guru, namun guru pun selalu melakukan upaya-upaya dalam mengatasi hambatan tersebut.

2. Kesimpulan Khusus

Selain kesimpulan umum di atas, peneliti juga merumuskan kesimpulan khusus yaitu sebagai berikut:

1. Pendekatan pembelajaran untuk siswa tunarungu di SLB Negeri Cileunyi ada lima macam pendekatan yaitu, pendekatan kontekstual, pendekatan konstruktivisme, pendekatan deduktif, pendekatan induktif, pendekatan konsep dan proses. Semua pendekatan sudah diterapkan oleh guru kepada siswa, sesuai dengan ketentuan sekolah dan kebutuhan siswa.

2. Peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral anak tunarungu sangat berpengaruh terhadap sikap siswa dalam keseharian baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat, mengubah hal-hal yang sebelumnya kurang baik menjadi lebih baik. Cara guru menyampaikan pendidikan moral pun sangat bisa diterima olah siswa, sehingga prosesnya tidak membosankan. Interaksi sosial antara guru dan siswa, siswa dengan siswa menjadi lebih baik, meskipun sering mengalami kesulitan dalam menyampaikan pendidikan moral.

3. Hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam membangun moral anak tunarungu yaitu : (a) siswa tunarungu sering menunjukkan sikap egois, kaku, keras kepala dan impulsif (b) siswa tunarungu sering merasa tumbuh dalam pengasingan sehingga cenderung bercampur secara sosial dengan sesama tunarungu (c) adanya Kekurang pahaman bahasa lisan


(31)

atau tulisan pada siswa tunarungu sering kali menjadi penyebab salah menafsirkan sesuatu.

4. Upaya yang ditemukan oleh guru untuk membangun moral anak tunarungu yaitu: (a) guru bertindak dalam mengatasi masalah dalam bentuk peraturan sekolah, seperti teguran dan nasihat sehingga semua siswa akan mendapat perlakuan yang sama (b) dalam menghadapi menghadapi siswa yang melanggar aturan terutama menyimpang terhadap perilaku moral, guru tidak boleh menggunakan emosional dan mengucilkan siswa (c) guru harus dapat berperan sebagai orang tua yang dapat memperlakukan siswa penuh kasih sayang.(d) antara guru dan siswa harus saling mendukung dan bekerjasama.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka ada beberapa hal yang ingin peneliti sampaikan:

1. Bagi Guru

a. Guru harus lebih memahami karakteristik setiap siswa tunarungu, agar proses belajar mengajar menjadi lebih efektif.

b. Guru harus lebih bisa menggali potensi siswa meski mereka dalam keterbatasan dalam pendengaran

c. Guru sebaiknya menggunakan contoh-contoh kongkrit dalam keseharian agar siswa lebih memahami pembelajaran agar lebih menyenangkan serta siswa tidak merasa jenuh dan bosan, terutama dalam mengajarkan


(32)

pendidikan moral yang memang akan digunakan dalam keseharian para siswa tunarungu.

2. Bagi Siswa

a. Kemampuan berpikir kreatif yang ada dalam diri siswa, harus bisa ditingkatkan dengan baik agar siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang berbeda.

b. Siswa sebaiknya dapat menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi, dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, menumbuhkan rasa tolong menolong, menumbuhkan rasa semangat yang besar, menumbuhkan rsa saling menghargai, menumbuhkan rasa kebersamaan yang erat, maka siswa akan dapat meningkatkan kemampuan diri dalam membangun moral.

3. Bagi Sekolah

Pihak sekolah harus berkecimpung dalam hal membangun moral anak disekolah. Seluruh anggota sekolah turut memberikan contoh teladan bagaimana cara membangun moral yang baik, agar bisa diaplikasikan langsung oleh siswa dalam kesehariannya. Dukungan tersebut dapat berupa, pihak sekolah dan siswa saling berinteraksi dengan adanya keakraban yang terjalin sehingga motivasi untuk menjadi yang diberikan akan terasa langsung oleh para siswa.


(33)

4. Bagi Jurusan PKn

a. Jurusan pkn sebaiknya mensosialisaskian mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral sebaiknya bukan hanya pada anak umum lainnya, tetapi juga mensosialisasikan pada anak yang memiliki kebutuhan khusus pula, yang nnti bisa bekerjasama dengan instansi bersangkutan.

b. Jurusan PKn diharapkan juga mamasukan motode dan model pembelajaran untuk membangun moral

Jurusan PKn diharapkan juga memasukan metode-model pembelajaran kooperatif dalam materi perkuliahan khususnya pada mata kuliah simulasi pembelajaran PKn dalam membangun moral.


(34)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Devinisi Operasional ... 11

F. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 14

A. Pendidikan Kewarganegaraan ... 14

1. Pengertian Pendidikan kewarganegaraan ... 14

2. Fungsi Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 18

B. Moral ... 23

1. Pengertian Moral ... 22

2. Kesadaran Moral ... 26

3. Perkembangan Moral Anak ……… 29

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dalam Perkembangan Moral Anak ………... 31

C. Anak Berkebutuhan Khusus ... 33

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ... 33

2. Pendidikan Inklusi ... 35

3. Pengertian Anak Tunarungu ... 36


(35)

5. Macam-macam Pendekatan Pembelajaran Untuk Anak

Tunarungu ... 39

D. Sekolah Luar Biasa ... 42

1. Pengertian Sekolah Luar biasa ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 45

1. Pendekatan Penelitian ... 45

2. Metode Penelitian ... 46

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 47

1. Lokasi Penelitian ... 47

C. Teknik Pengumpulan Data ... 47

1. Wawancara ... 47

2. Observasi ... 46

3. Studi Dokumentasi... 46

4. Catatan Lapangan ... 49

D. Prosedur Penelitian ... 49

1. Persiapan Penelitian ... 49

2. Pelaksanaan Penelitian ... 50

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 52

1. Reduksi Data ... 53

2. Penyajian Data ... 53

3. Kesimpulan Dan Verifikasi ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 56

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

C. Pembahasan ... 72

1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan guru sekolah luar biasa dalam membangun moral anak tunarungu di sekolah luar biasa negeri Cileunyi ………..…….. 73


(36)

2. Implementasi sikap moral siswa berkebutuhan khusus di sekolah luar

biasa negeri cileunyi ……….………. 78

3. Hambatan-hambatan yang ditemui guru dalam membangun moral anak tunarungu disekolah luar biasa negeri cileunyi …………. 82

4. Upaya-upaya untuk mengatasi hambatan dalam membangun moral anak tunarungu di sekolah luar biasa negeri cileunyi ……….... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... …… 87

A. Kesimpulan ... …… 87

1. Kesimpulan Umum ... 87

2. Kesimpulan Khusus ... 88

B. Saran. ... ... 89

DAFTAR PUSTAKA... 92 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(37)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Ruangan Kelas ... 59

Tabel 4.2 Luas Tanah ………. 60

Tabel 4.3 Jumlah Inventaris ………... 61

Tabel 4.4 Jumlah Dan Status Guru ……… 64

Tabel 4.5 Pendekatan Pembelajaran ……….. 66

Tabel 4.6 Perkembangan Moral ……… 78

Tabel 4.7 Hambatan Dalam Membangun Moral Anak Tuanrungu …….. 82

Tabel 4.8 Upaya Mengatasi Hambatan Membangun Moral Anak Tunarungu ………...… 84


(1)

90

Hilmi Qoriah, 2012

Peranan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Moral Anak Tunarungu Di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi

pendidikan moral yang memang akan digunakan dalam keseharian para siswa tunarungu.

2. Bagi Siswa

a. Kemampuan berpikir kreatif yang ada dalam diri siswa, harus bisa ditingkatkan dengan baik agar siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang berbeda.

b. Siswa sebaiknya dapat menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi, dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, menumbuhkan rasa tolong menolong, menumbuhkan rasa semangat yang besar, menumbuhkan rsa saling menghargai, menumbuhkan rasa kebersamaan yang erat, maka siswa akan dapat meningkatkan kemampuan diri dalam membangun moral.

3. Bagi Sekolah

Pihak sekolah harus berkecimpung dalam hal membangun moral anak disekolah. Seluruh anggota sekolah turut memberikan contoh teladan bagaimana cara membangun moral yang baik, agar bisa diaplikasikan langsung oleh siswa dalam kesehariannya. Dukungan tersebut dapat berupa, pihak sekolah dan siswa saling berinteraksi dengan adanya keakraban yang terjalin sehingga motivasi untuk menjadi yang diberikan akan terasa langsung oleh para siswa.


(2)

91

4. Bagi Jurusan PKn

a. Jurusan pkn sebaiknya mensosialisaskian mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral sebaiknya bukan hanya pada anak umum lainnya, tetapi juga mensosialisasikan pada anak yang memiliki kebutuhan khusus pula, yang nnti bisa bekerjasama dengan instansi bersangkutan.

b. Jurusan PKn diharapkan juga mamasukan motode dan model pembelajaran untuk membangun moral

Jurusan PKn diharapkan juga memasukan metode-model pembelajaran kooperatif dalam materi perkuliahan khususnya pada mata kuliah simulasi pembelajaran PKn dalam membangun moral.


(3)

Hilmi Qoriah, 2012

Peranan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Moral Anak Tunarungu Di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Devinisi Operasional ... 11

F. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 14

A. Pendidikan Kewarganegaraan ... 14

1. Pengertian Pendidikan kewarganegaraan ... 14

2. Fungsi Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 18

B. Moral ... 23

1. Pengertian Moral ... 22

2. Kesadaran Moral ... 26

3. Perkembangan Moral Anak ……… 29

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dalam Perkembangan Moral Anak ………... 31

C. Anak Berkebutuhan Khusus ... 33

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ... 33

2. Pendidikan Inklusi ... 35

3. Pengertian Anak Tunarungu ... 36


(4)

5. Macam-macam Pendekatan Pembelajaran Untuk Anak

Tunarungu ... 39

D. Sekolah Luar Biasa ... 42

1. Pengertian Sekolah Luar biasa ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 45

1. Pendekatan Penelitian ... 45

2. Metode Penelitian ... 46

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 47

1. Lokasi Penelitian ... 47

C. Teknik Pengumpulan Data ... 47

1. Wawancara ... 47

2. Observasi ... 46

3. Studi Dokumentasi... 46

4. Catatan Lapangan ... 49

D. Prosedur Penelitian ... 49

1. Persiapan Penelitian ... 49

2. Pelaksanaan Penelitian ... 50

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 52

1. Reduksi Data ... 53

2. Penyajian Data ... 53

3. Kesimpulan Dan Verifikasi ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 56

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

C. Pembahasan ... 72

1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan guru sekolah luar biasa dalam membangun moral anak tunarungu di sekolah luar biasa negeri Cileunyi ………..…….. 73


(5)

Hilmi Qoriah, 2012

Peranan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Moral Anak Tunarungu Di Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Implementasi sikap moral siswa berkebutuhan khusus di sekolah luar

biasa negeri cileunyi ……….………. 78

3. Hambatan-hambatan yang ditemui guru dalam membangun moral anak tunarungu disekolah luar biasa negeri cileunyi …………. 82

4. Upaya-upaya untuk mengatasi hambatan dalam membangun moral anak tunarungu di sekolah luar biasa negeri cileunyi ……….... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... …… 87

A. Kesimpulan ... …… 87

1. Kesimpulan Umum ... 87

2. Kesimpulan Khusus ... 88

B. Saran. ... ... 89

DAFTAR PUSTAKA... 92 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Ruangan Kelas ... 59

Tabel 4.2 Luas Tanah ………. 60

Tabel 4.3 Jumlah Inventaris ………... 61

Tabel 4.4 Jumlah Dan Status Guru ……… 64

Tabel 4.5 Pendekatan Pembelajaran ……….. 66

Tabel 4.6 Perkembangan Moral ……… 78

Tabel 4.7 Hambatan Dalam Membangun Moral Anak Tuanrungu …….. 82

Tabel 4.8 Upaya Mengatasi Hambatan Membangun Moral Anak Tunarungu ………...… 84