PENALARAN MORAL ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOGNISI DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DI SEKOLAH LUAR BIASA KOTA BOGOR.

(1)

v

KATA PENGANTAR

Anak tunarungu dalam mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya, seringkali dihadapkan kepada berbagai masalah sehingga dapat menghambat perkembangan dirinya. Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbatasan dalam kemampuan mendengar. Dari keterbatasan itu seringkali mempengaruhi kehidupannya secara kompleks, karena ketunarunguan membawa dampak terhadap perkembangan bicara dan bahasa, kecerdasan, emosi, maupun perkembangan pribadi dan sosialnya.

Upaya pendidikan melalui pemberian program pembelajaran di Sekolah Luar Biasa tidak sekedar mempersiapkan para siswanya mencapai perkembangan yang optimal sesuai tingkat dan jenis ketunarunguan, tetapi lebih dari itu adalah untuk mengarahkan siswanya agar kelak bisa hidup di lingkungan masyarakat yang luas dan heterogen dengan memberinya bekal ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang baik. Tetapi dengan kemajuan teknologi yang berkembang dengan pesat dewasa ini menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh bagi perkembangan moral anak tunarungu.

Untuk itu dipandang perlu adanya sebuah solusi bagi kita, terutama para pendidik anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam pendengarannya untuk membuat program yang tepat agar perkembangan moral anak


(2)

vi

tunarungu berkembang dengan baik sehingga anak dapat berbaur dilingkungan masyarakat dengan memiliki pemahaman penalaran moral yang baik.

Laporan penelitian ini merupakan upaya untuk memberikan jawaban sementara atas pencarian data dari tahapan penalaran moral anak tunarungu usia 11-12 tahun. Laporan ini terdiri dari lima bab, yang dilengkapi dengan instrumen, beberapa tabel dan bagan tentang data dilapangan mengenai penalaran moral anak tunarungu usia 11-12 tahun ditinjau dari kemampuan kognisi dan kemampuan komunikasi yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa di kota Bogor.

Akhirnya dengan temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan peneliti lain dan semoga dapat memberikan kontribusi praktis dan teoritis terhadap penalaran moral anak tunarungu juga bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan, khususnya bagi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.

Bandung, Juli 2011


(3)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan izinNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penulisan Penelitian ini Alhamdulillah dapat selesai berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu peneliti memberikan ruang khusus untuk mengucapkan rasa terima kasih peneliti kepada pihak-pihak yang terkait.

Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd, rektor Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

2. Bapak Dr. Zaenal Alimin, M.Ed, selaku ketua program studi dan pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan sumbangan pemikiran untuk membantu peneliti membangun tesis dan memberikan motivasi yang sangat besar kepada peneliti.

3. Bapak Dr. Juang Sunanto, M.A, Ph.D, selaku pembimbing II dalam penyusunan tesis ini yang telah banyak memberikan arahan khususnya dalam metodologi penelitian.


(4)

viii

4. Ibu Dra. Permanarian Somad, M.Pd, ibu Dr. Imas Diana Aprilia, M.Pd, dan ibu Hj. Pin Sudiraharti, S.Pd, yang telah memberikan arahan terhadap instrumen kemampuan komunikasi yang dipakai dalam penelitian.

5. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, yang telah memberikan kesempatan beasiswa program magister (S2) bagi pendidik dan tenaga kependidikan PLB Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun 2009.

6. Bapak Dede Supratman, S.Pd, kepala SLB Sejahtera Bogor sebagai kepala sekolah penulis yang telah banyak memberikan kebijakan dalam kelancaran penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana (S2) UPI Bandung.

7. Kepala SLB se kota Bogor, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian beserta guru-guru yang telah membantu dalam proses kelancaran dalam pemerolehan data di lapangan.

8. Dengan penuh rasa hormat kepada ibunda tercinta, Hj Tryatni dan Hj Otas Saodah beserta keluarga yang senantiasa tiada putus memberikan doa dan harapan untuk kebaikan dan kelancaran penulis, juga kepada bapak Lagimin dan apa Idi yang telah tiada semoga Allah SWT memberikan tempat yang baik disisiNya.

9. Kepada suami tercinta, Tisna Mulyana yang dengan penuh pengertian mendampingi penulis, memberikan dorongan moril maupun materil selama menjalani studi di UPI Bandung.


(5)

ix

10. Ketiga belahan hatiku, mas Hafiz, mbak Mia, dan dek Fariz, yang sebagian besar waktu kebersamaan kita telah ibu renggut untuk menyelesaikan studi dan tesis ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah mendukung secara moril hingga terselesaikannya tesis ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga apa yang telah diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis, dapat menjadikan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin Yaa Robbal Alamin.

Bandung, Juli 2011


(6)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PENGESAHAN ………. ii

HALAMAN PERNYATAAN ………. iii

ABSTRAK ……….... iv

KATA PENGANTAR ………. v

UCAPAN TERIMA KASIH ………... vii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR BAGAN ………... xiii

DAFTAR TABEL ……… xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………. 6

C. Tujuan Penelitian ……….. 6

D. Manfaat Penelitian ……… 7

E. Metode Penelitian ………. 7

F. Lokasi dan Sampel Penelitian ……….. 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Penalaran Moral ……….. 9

1. Penalaran Moral ………. 9

2. Tahapan Penalaran Moral ……….. 11


(7)

xi

B. Kemampuan Kognisi ……… 19

1. Pengertian Kognisi ………. 19

2. Perkembangan Struktur Kognitif ……… 20

3. Tahap Perkembangan Kognitif ……… 22

4. Perkembangan Kognisi Anak Tunarungu ……….. 32

5. Hambatan dalam Perkembangan Fungsi Kognitif ……….. 34

Anak Tunarungu C. Kemampuan Komunikasi ……….. 36

1. Pengertian Komunikasi ………... 36

2. Jenis Komunikasi ………. 38

3. Proses Komunikasi ……….. 41

4. Kemampuan Komunikasi Anak Tunarungu ……… 42

D. Keterkaitan antara Kemampuan Kognisi ……….. 44

dan Kemampuan Komunikasi terhadap Penalaran Moral Anak Tunarungu BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ……….. 49

B. Definisi Operasional Variabel ………. 50

C. Instrumen Penelitian …………..……….. 52

D. Proses Pengembangan Instrumen ……… 55

E. Teknik Pengumpulan Data ……… 60

F. Teknik Analisis Data ………. 61


(8)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ……… 66

1. Hubungan Kualitatif Kemampuan Kognisi ……… 66

terhadap Penalaran Moral Anak Tunarungu 2. Hubungan Kualitatif Kemampuan Komunikasi ………. 69

terhadap Penalaran Moral Anak Tunarungu 3. Kaitan antara Kemampuan Kognisi, ……….. 70

Kemampuan Komunikasi, terhadap Penalaran Moral B. Pembahasan ……… 72

1. Keterkaitan Kemampuan Kognisi ……… 73

Dengan Penalaran Moral 2. Keterkaitan Kemampuan Komunikasi ………. 74

Dengan Penalaran Moral BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ………. 75

B. Saran……… 76

DAFTAR PUSTAKA ……….. 78


(9)

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan

2.1 Keterkaitan Kemampuan Komunikasi dan Kemampuan Kognisi ……….. 42 Pada Penalaran Moral Anak Tunarungu

4.1 Hubungan Kemampuan Kognisi dan Kemampuan Komunikasi ………… 69 terhadap Penalaran Moral Anak Tunarungu


(10)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Subjek Penelitian ………. 48 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes Komunikasi Anak Tunarungu ……….. 56 Usia 11 – 12 tahun

4.1 Hubungan Tahap Kognisi dan Tahap Penalaran Moral ……….. 66 Anak Tunarungu

4.2 Hubungan Kemampuan Komunikasi dengan ………. 68 Tahap Penelaran Moral Anak Tunarungu


(11)

1

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam mengembangkan kemampuan anak secara optimal. Kemampuan yang harus dikembangkan bukan saja pada area kecerdasan intelektual saja. Tanggungjawab lain yang harus dikembangkan oleh sekolah adalah masalah moral. Peningkatan kecerdasan anak tidak akan berarti jika tidak diikuti oleh pemahaman moral yang baik. Moralitas dapat diartikan sebagai sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, Balai Pustaka, cet Ke III:2288).

Era globalisasi dan kemajuan teknologi selain menimbulkan dampak positif juga membawa dampak negatif. Sebagai contoh, tayangan yang bertemakan percintaan, perselingkuhan, dan kekerasan di televisi yang tidak mengenal waktu turut mempengaruhi gaya hidup anak-anak dan remaja Indonesia. Belum lagi kehadiran internet yang memberi kemudahan bagi semua orang untuk mendapatkan beragam informasi tanpa batas telah membuat sebagian anak-anak dan remaja kita mengetahui masalah seksual sebelum waktunya.

Pemahaman moral sangat besar artinya bagi kehidupan seorang anak. Pemahaman moral dapat membantu anak untuk hidup dimasyarakat. Dalam berinteraksi dengan lingkungan maka etiket atau adat sopan santun merupakan bagian komunikasi yang dilakukan oleh anak. Secara lahiriyah proses komunikasi akan ditunjukkan dengan bagaimana anak dapat menunjukkan


(12)

2 perilakunya. Perilaku baik yang dapat disebut moralitas yang sesungguhnya tidak saja sesuai dengan standar sosial melainkan juga dilaksanakan dengan sukarela. Ia muncul bersamaan dari peralihan kekuasaan eksternal ke internal dan terdiri atas tingkah laku yang diatur dari dalam, yang disertai tanggung jawab pribadi untuk tindakan masing-masing (Elizabet B Hurlock, 1978:75). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran moral sangat diperlukan oleh anak. Penalaran moral yang rendah dapat mengakibatkan juvenile delinnquency seperti terjadinya perkelahian antar pelajar, penggunaan obat-obat terlarang, seks bebas dan sebagainya. Itu dikarenakan para remaja merasa bahwa tindakan yang dilakukannya adalah baik, benar, dan tidak merugikan kepentingan umum atau orang lain.

Penalaran moral adalah cara berfikir seseorang atau sekelompok orang dalam menilai dan memutuskan apakah tindakan itu adalah baik atau buruk, benar atau salah. Dari hasil penelitian (Anita Aryaputri, 2008), didapatkan bahwa penalaran moral setiap individu berbeda-beda tidak tergantung pada jenis kelamin dan usia individu. Dari hasil penelitian itu juga didapatkan data yang menyimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara inteligensi dengan tahap perkembangan penalaran moral, namun kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut antara lain adalah pendidikan agama dan pengalaman sosial (jurnal ilmiah penelitian psikologi, Mahargyantari. P. D, Ritandiyono, 2000).

Bagi remaja, agama memiliki arti yang sangat pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Adams & Gullotta dalam Desmita


(13)

3 (2008), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.

Dalam bukunya The moral judgement of the child (1923) Piaget menyatakan bahwa kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari satu tahap yang lebih tinggi. Pertanyaan yang melatar belakangi pengamatan Piaget adalah bagaimana pikiran manusia menjadi semakin hormat pada peraturan. Ia mendekati pertanyaan itu dari dua sudut. Pertama kesadaran akan peraturan (sejauh mana peraturan dianggap sebagai pembatasan) dan kedua adalah pelaksanaan dari peraturan itu.

Perkembangan moral menurut Lowrence Kohlberg yang terinspirasi teori Jean Piaget dengan menggunakan perkembangan kognitif yang kemudian mengembangkan sendiri teori tentang perkembangan penalaran moral dan mendalami struktur proses berpikir yang terlibat dalam penalaran moral. Penelitiannya dilakukan dengan merancang serangkaian cerita imajinatif yang memuat dilemma-dilemma moral untuk mengukur penalaran moral seseorang. Berdasarkan uraian di atas, penalaran moral dipengaruhi oleh banyak faktor. Pendidikan agama dan pengalaman sosial menjadi faktor yang berpengaruh terhadap penalaran moral. Bagaimana dengan anak berkebutuhan khusus? Anak berkebutuhan khusus mempunyai keterbatasan-keterbatasan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman seperti anak pada umumnya. Anak tunarungu termasuk anak berkebutuhan khusus yang mempunyai hambatan


(14)

4 dalam komunikasi. Karena adanya hambatan komunikasi maka perkembangan intelegensinyapun mengalami perkembangan yang tidak sama dengan anak pada umumnya.

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bertujuan untuk

mengembangkan potensi yang masih dimiliki secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana mereka berada. Anak tunarungu adalah anak yang termasuk ke dalam anak yang memiliki kebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam pendengarannya. Sehingga dalam hal komunikasi, anak tunarungu akan dihadapkan pada bagaimana kemampuan penalaran dapat terbentuk sesuai dengan norma-norma dan akan bermuara pada aspek moralitasnya.

Fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan, mengisyaratkan bahwa telah terjadi degradasi moral, tayangan televisi, kupasan media cetak, berita di dalam internet marak dengan berita-berita tentang sikap-sikap negatif, seperti tidak menghargai, dan menghormati kepada para guru-guru, bahkan sampai terjadi perkelahian, tawuran, pelecehan seksual, pemerkosaan dan juga pembunuhan yang dilakukan oleh peserta didik di jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) di berbagai kota besar di negara ini.

Atas gambaran peristiwa atau kejadian di atas, ini merupakan indikasi merosotnya moralitas yang mustinya dijunjung tinggi demi terwujudnya manusia yang bermoral. Untuk membentuk dan mengarahkan peserta didik pada moralitas baik atau berperilaku baik diperlukan kondisi dan situasi yang


(15)

5 benar-benar berada dalam keadaan selaras, tenang, tentram, tanpa perselisihan, pertentangan, damai satu sama lain, suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana tenang dan sepakat.

Kenyataan yang terjadi di lapangan juga menunjukkan bahwa sering kita melihat anak tunarungu berprilaku aneh karena proses internalisasi diri atas apa yang dia dapat dari lingkungan tidak sepenuhnya utuh. Keanehan tingkah laku anak tunarungu tersebut pada akhirnya akan berkaitan dengan kemampuan menunjukkan komunikasi yang baik dalam penalaran moralnya.

Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget dalam Desmita (2008), bahwa pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal (formal operational formal thought), yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa (Learner & Hustsch, 1983). Pada tahap ini anak sudah dapat berfikir secara abstrak dan hipotetik. Pada masa ini, anak sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak.

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak tunarungu pun pada usia 11 sampai 12 tahun kemampuan untuk berfikir abstrak sudah mulai berkembang. Pada umur-umur itu, kodifikasi (penentuan) peraturan sudah dianggap perlu. Kadang-kadang mereka lebih asyik tertarik pada soal-soal yang menyangkut peraturan daripada menjalankan permainannya sendiri.

Maka berangkat dari teori yang dikemukakan oleh Kohlberg dan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya , maka


(16)

6 penulis mencoba melakukan penelitian terhadap penalaran moral anak tunarungu pada usia 11 sampai 12 tahun ditinjau dari kemampuan kognisi dan kemampuan komunikasinya.

B. Rumusan Masalah

Sejalan dengan latar belakang penelitian, penulis mencoba meneliti tentang penalaran moral anak tunarungu. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu “ Bagaimanakah penalaran moral anak tunarungu ?”.

Selanjutnya dalam rangka menjawab masalah tersebut diatas, maka secara spesifik rumusan masalah diatas diuraikan kembali dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penalaran moral anak tunarungu ditinjau dari kemampuan kognisinya?

2. Bagaimanakah penalaran moral anak tunarungu ditinjau dari kemampuan komunikasinya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian di dalam karya ilmiah merupakan target yang hendak dicapai melalui serangkaian aktifitas penelitian, karena segala yang diusahakan pasti mempunyai tujuan tertentu yang sesuai dengan permasalahannya.Tujuan akan sangat membantu terhadap pencapaian hasil yang optimal dan dapat memberikan arah terhadap kegiatan yang dijalankan dalam penelitian.


(17)

7 Sesuai dengan persepsi tersebut dan berpijak pada rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui penalaran moral anak tunarungu berdasarkan tahapan dalam kemampuan

kognisi.

2. Mengetahui penalaran moral anak tunarungu berdasarkan kriteria kemampuan komunikasi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait, terutama bagi:

1. Bagi pengembangan ilmu, penelitian ini berguna untuk memperluas cakrawala ilmu pendidikan luar biasa, psikologi perkembangan, psikologi kognitif, dan psikologi sosial.

2. Bagi aspek guna laksana, penelitian ini akan membuka wawasan guru, orang tua dan pihak-pihak yang terkait dalam memilih model dan cara berkomunikasi yang tepat dalam mengajarkan moral pada anak-anak tunarungu.

E. Metode Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penalaran moral anak tunarungu. Untuk kepentingan itu, maka metode yang sesuai adalah metode deskriptif dengan pendekatan yang bersifat kuantitatif.


(18)

8 Untuk mendapatkan gambaran data yang sesuai dengan tujuan penelitian maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yang dianggap relevan dengan permasalahan peneliti, yaitu melalui: a. Pengukuran penalaran moral dengan menggunakan tes penalaran moral dari

Lawrence Kohlberg.

b. Pengukuran kemampuan kognisi dengan menggunakan tes perkembangan kognitif dari Jean Piaget.

c. Penilaian kemampuan komunikasi dengan menggunakan tes yang diambil dari pemahaman Anton Van Uden.

F. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang berada di kota Bogor. Dari sepuluh SLB yang berada di kota Bogor, ada enam SLB yang memiliki anak tunarungu yang berusia 11-12 tahun. Bogor merupakan sebuah kota yang diapit oleh dua ibukota provinsi yang diperkirakan perkembangan moral generasi mudanya sudah mengalami degradasi. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penalaran moral, sehingga usia terendah yang diperkirakan cocok untuk memahami masalah penalaran moral adalah usia remaja, karena pada usia remaja moral merupakan suatu kebutuhan yang penting, terutama sebagai pedoman untuk menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi. Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi subjeknya adalah siswa tunarungu yang berusia diantara 11-12 tahun.


(19)

48

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian, peneliti membutuhkan sistematika yang jelas tentang langkah-langkah yang akan diambil sehubungan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapainya. Sukmadinata (2005: 52) menyebutkan bahwa metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang berdasarkan pada asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapai. Dalam metode penelitian akan tergambar bagaimana prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data dan kondisi data yang dikumpulkan, serta dengan cara bagaimana data tersebut diperoleh dan diolah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan keterkaitan antara kemampuan kognisi dan kemampuan komunikasi terhadap penalaran moral anak tunarungu. Berdasarkan tujuan tersebut, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, Schumacher dan Millan (2001: 22) dalam Sartika (2009: 91) menyebutkan bahwa pendekatan kuantitatif memiliki tujuan mengembangkan hubungan antara dua variabel terukur.

Cara penyajian data yang diperoleh dari lapangan disajikan apa adanya tanpa adanya manipulasi, sehingga berdasarkan cara penyajian data yang disampaikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sukmadinata (2005: 54), menyatakan bahwa:


(20)

49

Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang

menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di enam Sekolah Luar Biasa (SLB) yang berada di kota Bogor. Pemilihan keenam SLB tersebut berdasarkan alasan praktis, di mana populasi anak tunarungu yang merupakan subjek dalam penelitian ini dan sesuai dengan kebutuhan peneliti mengingat relatif mudah diperoleh di keenam SLB tersebut.

Subjek dalam penelitian ini adalah anak tunarungu yang berusia antara 11 – 12 tahun dengan jumlah 18 siswa. Alasan pemilihan usia ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan penalaran pada anak mulai berkembang pada usia remaja, yaitu sekitar usia 11 tahun. Walaupun telah dikemukakan dari hasil pengkajian Myklebust bahwa sebenarnya perkembangan kognisi anak tunarungu itu tidak berbeda dengan anak pada umumnya, tetapi dikarenakan anak tunarungu mengalami hambatan dalam pendengarannya sehingga mereka kurang dapat memahami hal-hal yang bersifat abstrak. Tetapi dari batasan usia ini kita dapat melihat keberfungsian faktor kognitif terhadap perkembangan moral pada anak tersebut.

Subjek penelitian yang dimaksud tergambar pada Tabel 3.1. di halaman berikut.


(21)

50 Tabel 3.1 Subjek Penelitian No. Inisial Subjek Usia

1. MS 11 tahun

2. FD 11 tahun

3. NR 11 tahun

4. F 11 tahun

5. SE 12 tahun

6. BTP 11 tahun

7. MAM 11 tahun

8. SAA 12 tahun

9. NZ 11 tahun

10. VS 12 tahun

11 MV 12 tahun

12. MF 12 tahun

13. SN 12 tahun

14. DHR 12 tahun

15. HAS 12 tahun

16. M 12 tahun

17. GAM 12 tahun

18. MM 12 tahun

B. Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian (Suryabrata, 1992: 72), berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Penelitian ini mengambil judul: “Penalaran Moral Anak Tunarungu Ditinjau dari Kemampuan Kognisi dan Kemampuan Komunikasi”. Berdasarkan judul tersebut variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel terikat (dependen) dan dua variabel bebas (independen). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penalaran moral anak tunarungu, sedangkan variabel bebasnya adalah kemampuan kognisi dan kemampuan komunikasi.


(22)

51 Untuk dapat mengukur variabel-variabel penelitian di atas maka diperlukan pendefinisian secara operasional dari variabel-variabel tersebut. Sofyan Effendi (1995), menyebutkan bahwa definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Sehingga penting sekali bagi seorang peneliti untuk merumuskan hal tersebut.

Berikut ini penjelasan dari definisi operasional variabel yang terdapat dalam penelitian:

1. Penalaran moral anak tunarungu adalah pemahaman anak tunarungu tentang konsep yang menunjukkan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Penalaran moral ditunjukkan oleh data kualitatif dalam bentuk tingkatan atau tahapan moral. Data tersebut diperoleh dari hasil tes penalaran moral tentang cerita dilemma yang disampaikan oleh peneliti. 2. Kemampuan kognisi adalah kemampuan individu dalam memahami

sesuatu konsep yang diperoleh melalui suatu proses sensoris dan persepsi. Kemampuan kognisi ditunjukkan oleh deskripsi jawaban tentang pemahaman individu tentang konsep konservasi isi atau substansi, keseimbangan, dan pendulum, yang kemudian dicocokkan dengan tahapan kognisi yang sesuai yang diperoleh dari hasil tes perkembangan kognitif yang merujuk kepada teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget.

3. Kemampuan komunikasi adalah kemampuan individu dalam

berkomunikasi. Kemampuan komunikasi yang diberikan adalah berupa tes yang menghasilkan skor dan diolah menjadi data yang dapat


(23)

52 dideskripsikan tentang kemampuan komunikasi anak tunarungu baik yang berupa komunikasi reseptif maupun komunikasi ekspresif yang merujuk pada pendapat dari Anton Van Uden.

C. Instrumen Penelitian

Menurut Suryabrata (1992), disebutkan bahwa dalam sebuah penelitian, instrumen atau alat pengumpul data menentukan kualitas data yang akan dikumpulkan dan hal tersebut menentukan juga kualitas dari penelitiannya. Keputusan mengenai pemilihan instrumen yang akan digunakan ditentukan oleh variabel yang akan diamati atau diambil datanya. Dengan kata lain instrumen yang digunakan harus sesuai dengan variabel penelitiannya.

Berdasarkan variabel dan tujuan dari penelitian, maka instrumen yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari instrumen wawancara penalaran moral, instrumen tes kemampuan kognisi, yaitu tes konservasi isi, keseimbangan, dan pendulum, dan instrumen tes kemampuan komunikasi. 1. Moral Judgement Interview (MJI)

Moral Judgement Interview atau wawancara Penalaran Moral merupakan alat ukur yang disusun oleh Lawrence Kohlberg. MJI merupakan wawancara langsung antara pewawancara dan responden tentang resolusi tiga dilemma moral. Dari tes ini dapat dijaring bagaimana cara penyelesaian seseorang terhadap masalah sosial menyangkut moral yang dihadapinya sehingga dapat ditentukan tahapan atau stages moral orang tersebut pada saat ini.


(24)

53 MJI yang sudah terstandar terdiri dari tiga paralel bentuk yaitu Form A, Form B, dan Form C. Masing-masing bentuk terdiri dari tiga cerita dilema dan masing-masing cerita dilemma terdiri dari 9 – 12 pertanyaan yang dirancang untuk mengungkap pembenaran, pengembangan, dan klarifikasi penalaran moral subjek. Bagi masing-masing dilemma pertanyaan yang disampaikan terfokus pada dua isu moral. Sebagai contoh, dalam cerita Heinz (Dilemma III) menyajikan konflik antara isu kehidupan dan hukum. Pendapat yang memilih untuk mencuri obat termasuk pendapat yang mendukung isu kehidupan dan pendapat untuk tidak mencuri dikelompokkan pada pendapat yang mendukung isu hukum. Wawancara dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu wawancara langsung dengan menggunakan tape recorder dan pencatatan data, wawancara langsung tanpa menggunakan tape recorder tapi pewawancara mencatat jawaban dari responden, dan wawancara tertulis.

Pada penelitian ini pewawancara tidak menggunakan tape recorder karena subjek yang diwawancara adalah anak tunarungu, jadi peneliti menggunakan wawancara penalaran moral dengan mencatat jawaban dari subjek secara langsung dan dengan memakai bantuan gambar untuk memperjelas pertanyaan yang terdapat dalam setiap cerita dilemma moral. Untuk mengetahui tahapan penalaran moral dari subjek maka salah

satu langkah yang harus ditempuh, yaitu dengan mencocokkan jawaban dan alasan yang dikemukakan oleh subjek dengan kriteria penalaran yang sesuai dengan isu dilemma yang dipilih.


(25)

54

2. Tes Kemampuan Kognisi

Untuk melihat kemampuan kognisi anak tunarungu, maka peneliti melakukan tes konservasi , keseimbangan, dan pendulum. Tes konservasi yang dilakukan adalah tes konservasi isi atau substansi. Kemampuan dalam memahami konservasi isi ini dilihat berdasarkan pemahaman subjek terhadap perubahan bentuk objek yaitu perubahan dari bentuk bola menjadi bentuk tabung atau bentuk seperti sosis berdasarkan isinya. Yang dimaksud konsep konservasi isi atau substansi dalam penelitian ini adalah kemampuan individu dalam melihat kekekalan isi atau substansi dari sebuah objek.

Tes keseimbangan adalah, tes tentang kemampuan subjek dalam menyeimbangkan anak timbangan yang telah ditaruh oleh tester. Tes pendulum yang dilakukan adalah, testee menentukan pendulum mana yang bergerak lebih cepat setelah tester mengamati gerak pendulum dengan berat dan panjang tali pendulum yang berbeda-beda.

Untuk menentukan tahap kognisi subjek, maka komentar subjek dalam menjawab pertanyaan tentang perubahan bentuk dari plastisin bola menjadi plastisin bentuk tabung atau bentuk seperti sosis, kemampuan menyeimbangkan anak timbangan, dan faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya gerak sebuah pendulum disesuaikan dengan karakteristik tahap kemampuan kognisi Piaget (lihat lampiran).


(26)

55

3. Tes Kemampuan Komunikasi

Untuk melihat kemampuan komunikasi anak tunarungu, maka peneliti

melakukan tes kemampuan komunikasi berdasarkan definisi yang

dikemukakan oleh Anton Van Uden yang terbagi menjadi dua komponen, yaitu komunikasi reseptif dan komunikasi ekspresif. Didalam komunikasi reseptif akan mengungkap kemampuan anak tunarungu dalam memahami apa yang diucapkan orang lain dengan mengeteskan indikator dari menyimak dan membaca, dan pada komunikasi ekspresif akan mengungkap kemampuan anak tunarungu dalam mengekspresikan pikiran dengan berbicara, dan indikator yang dikembangkan adalah berbicara dan menulis. (lihat lampiran).

D. Proses Pengembangan Instrumen

Dalam penelitian ini terdiri dari tiga pedoman tes. Pertama, tes penalaran moral yang digunakan untuk mengukur tahapan penalaran moral. Kedua, tes kemampuan kognisi (konservasi isi, keseimbangan, dan pendulum) untuk mengukur tahapan kognisi. Ketiga, tes kemampuan komunikasi (reseptif dan ekspresif) untuk mengukur kemampuan komunikasi yang dimiliki anak tunarungu usia 11 - 12 tahun.

Pertama, tes tentang penalaran moral. Tes ini diadaptasi dari instrumen wawancara penalaran moral yang disusun oleh Kohlberg. Instrumen tersebut berisikan tiga cerita dilemma yang harus diberikan pada anak. Berikut langkah-langkah pengembangan instrumen penalaran moral:


(27)

56

1. Langkah pertama dalam pengembangan instrumen penalaran moral adalah

menterjemahkan tiga cerita dilemma kedalam bahasa Indonesia, karena cerita aslinya berbahasa Inggris. Sebelum instrumen tersebut digunakan dilakukan uji coba kepada dua orang anak tunarungu. Dari hasil uji coba diketahui data bahwa anak kurang memahami beberapa istilah dan pertanyaan-pertanyaan tertentu.

2. Peneliti melakukan penyesuaian terhadap kalimat-kalimat yang terdapat

dalam cerita atau pertanyaan wawancara versi Kohlberg tanpa merubah inti dari ceritanya dan dibantu dengan menggunakan gambar. Pada setiap cerita dilemma disertakan gambar berseri yang dapat mewakili inti cerita dari dilemma moral tersebut.

3. Cerita dilemma penalaran moral yang sudah memalui tahap penyesuaian

pada kalimat-kalimat dalam cerita dan sudah disertakan dengan bantuan gambar berseri divalidasi oleh guru tunarungu mengenai kesesuaian antara isi cerita dengan gambar yang disertakan dalam cerita dalam dilemma penalaran moral.

Kedua, instrumen tes konservasi isi, keseimbangan, dan pendulum. Instrumen ini merupakan tiga diantara instrumen yang dibuat oleh Piaget untuk mengetahui tahap kemampuan kognitif seseorang. Instrumen ini sifatnya universal, sehingga tidak diperlukan uji coba sebelum digunakan. Walaupun sudah bersifat universal, tetapi peneliti tetap mempersiapkan alat-alat yang akan dipergunakan dalam tes kognisi ini dan mengganti alat-alat yang tertera dalam panduan tes ke yang lebih sederhana dan mudah didapat dalam


(28)

57 kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh dalam panduan tertera tanah lempung, dalam tes konservasi isi, peneliti menggantinya dengan plastisin dengan alasan plastisin lebih mudah didapat dan tidak sampai membuat akibat (mengotori tangan atau pakaian), dalam tes keseimbangan peneliti mengganti alat timbang dengan sedotan minum yang terbuat dari plastik dan anak timbangan diganti dengan paper klip (penjepit kertas).

Ketiga, instrumen kemampuan komunikasi. Instrumen ini dikembangkan berdasarkan pengertian dari Anton Van Uden. Adapun langkah-langkah pengembangannya sebagai berikut:

1. Membuat kisi-kisi tes kemampuan komunikasi berdasarkan milestone yang ada.

2. Membuat item-item pernyataan berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. 3. Instrumen yang telah dibuat lalu dinilai oleh tiga orang ahli dalam

komunikasi khususnya bagi anak tunarungu.

4. Melakukan perbaikan instrumen berdasarkan masukan-masukan yang disampaikan oleh penilai.

5. Instrumen yang telah diperbaiki kemudian dinilai kembali oleh salah satu penilai yang kesehariannya berada di Sekolah Luar Biasa bagi anak tunarungu.

6. Melakukan perbaikan instrumen berdasarkan masukan-masukan yang disampaikan oleh penilai.

Berikut ini kisi-kisi dalam tes kemampuan komunikasi anak tunarungu usia 11 - 12 tahun:


(29)

58

Tabel 3.2

KISI-KISI INSTRUMEN TES KOMUNIKASI ANAK TUNARUNGU USIA 11 SAMPAI 12 TAHUN No Milestones

(tolak ukur)

Indikator Item Tes

I Komunikasi

Reseptif (Memahami apa yang diucapkan orang lain) 1. Mendengar (Menyimak) 1.1.Menjawab pertanyaan dari sebuah percakapan 1.2.Menyimpul- kan isipercakapan 1.3.Melakukan sesuai perintah 2. Membaca 2.1.Membaca teks bacaan 2.2.Menjawab pertanyaan

dari isi teks bacaan 2.3.Membaca Gambar

Adik sakit

Adik Wati bernama Budi Sudah tiga hari adik sakit Adik sakit panas

Ibu membawa adik ke dokter Pertanyaan:

1. Siapa nama adik Wati? 2. Sudah berapa hari adik sakit? 3. Kemana ibu membawa adik? Apa yang tadi ibu bicarakan denganmu?

1. Tulis namamu pada papan tulis!

2. Ambil buku dalam tasmu! 3. Buang sampah itu ke tempat

sampah!

Membantu ibu Selesai makan siang Ani membantu ibu

mencuci piring dan gelas kotor, Ani juga menyapu lantai rumah. Ani senang membantu ibu 1. Siapa yang membantu ibu? 2. Apa yang dicuci Ani? 3. Bagaimana perasaan Ani?

Gambar Adik minum susu


(30)

59 Gambar adik main bola II Komunikasi Ekspresif (Mengekspre sikan pikiran dengan berbicara) 1. Berbicara (Berisyarat) 1.1.Menceritakan isi ceritera dari gambar berseri 1.2.Menjawab pertanyaan dalam percakapan 2. Menulis 2.1.Menuliskan kalimat yang didiktekan 2.2.Menyusun kalimat 2.3.Melengkapi kalimat 2.4.Mendeskripsi kan sebuah gambar Gambar bangun tidur Gambar sedang mandi Gambar mengena kan baju

Tanya: Selamat pagi? Jawab:

Tanya:Sekarang hari apa? Jawab:

Tanya:Apa ada temanmu yang tidak masuk?

Jawab:

1. Ibu cuci baju adik 2. Bapak baca buku agama 3. Kakak menyapu halaman

1. menggoreng-ikan-ibu 2. koran-baca-bapak

3. adik-bola-main-dilapangan

1. … nama gurumu? 2. … rumah kakek Budi? 3. … jumlah buku itu?


(31)

60 Ada kendaraan

Bentuk rodanya …. Roda itu berjumlah …. Kendaraan itu bernama ….

Gambar ikan

Dia seekor binatang Hidupnya di …. Matanya ada …. Binatang itu adalah ….

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh jawaban mengenai pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan pada BAB I, maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Memberikan tes penalaran moral terhadap anak tunarungu tentang

dilemma moral, melalui cerita dilemma moral berdasarkan cerita yang dirancang oleh Kohlberg dengan sedikit penyesuaian mengenai nama tokoh dan beberapa istilah yang diperkirakan kurang dipahami oleh anak tunarungu, dan diperjelas dengan bantuan gambar berseri yang mewakili cerita dari setiap dilemma. Penyesuaian tersebut diperoleh melalui tahapan penilaian yang dilakukan peneliti terhadap guru anak tunarungu. Dalam tes penalaran moral ini menggunakan tiga buah cerita dilemma moral dan setiap cerita disertai dengan gambar berseri.

b. Pemberian tes kemampuan kognisi kepada anak tunarungu yang diadaptasi

dari tes yang dirancang oleh Piaget. Ada banyak tes yang dibuat oleh Piaget untuk mengetahui tahapan kognitif, tiga di antaranya yang


(32)

61 digunakan dalam penelitian ini yaitu tes konservasi isi, tes keseimbangan, dan tes pendulum (Labinowicz, 1980).

c. Pemberian tes kemampuan komunikasi kepada anak tunarungu yang

didasari dari pendapat A. Van Uden (dalam Bunawan dan Cecilia, 2000). Komponen kemampuan komunikasi yang diteskan yaitu bentuk komunikasi reseptif dan bentuk komunikasi ekspresif.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Karena jumlah subjek dalam penelitian ini hanya 18 orang dan data dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif, maka teknik analisis data dalam penelitian ini tidak menggunakan perhitungan statistik. Teknik analisis yang dilakukan dengan cara deskriptif. yaitu dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Kegiatan yang dilakukan dalam menganalisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengelompokkan data berdasarkan variabelnya, mentabulasi data berdasarkan variabel, menyajikan data setiap variabel dalam bentuk tabel, dan melakukan interpretasi data untuk menjawab masalah dalam penelitian ini.


(33)

62

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh penelitian dalam menemukan data penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif, prosedur pengumpulan data tidak memiliki pola yang pasti, sebab desain serta fokus penelitian dapat mengalami perubahan akan tetapi untuk memudahkan pengumpulan data peneliti menggunakan prosedur yang secara garis besar melalui beberapa langkah. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) mempersiapkan instrumen penelitian, (2) proses pengambilan data ke lapangan, (3) pengolahan data, dan (4) penyusunan laporan penelitian.

1. Mempersiapkan instrumen penelitian

Dalam sebuah penelitian, peranan instrumen penelitian memegang peranan yang penting. Karena tanpa instrumen, sebuah penelitian tidak akan menghasilkan data yang dibutuhkan. Langkah yang dilakukan dalam mempersiapkan masing-masing instrumen dalam penelitian ini sudah dibahas dalam sub bab pengembangan instrumen,yakni:

a. Tes penalaran moral b. Tes kemampuan kognisi c. Tes kemampuan komunikasi


(34)

63

2. Pengambilan data ke lapangan

Pengambilan data dari lapangan dilakukan langsung oleh peneliti dengan tahapan sebagai berikut:

a. Melakukan observasi ke Sekolah Luar Biasa di kota Bogor.

b. Mencatat data anak tunarungu yang berusia 11 - 12 tahun pada Sekolah

Luar Biasa.

c. Permohonan izin kepada Kepala Sekolah yang siswanya akan dijadikan

objek penelitian dengan memberikan surat penelitian yang

direkomendasikan dari Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung. d. Melakukan tes penalaran moral kepada anak tunarungu yang berusia 11 - 12 tahun.

e. Melakukan tes kognisi kepada anak tunarungu yang berusia 11 - 12 tahun.

f. Melakukan tes komunikasi kepada anak tunarungu yang berusia 11 - 12 tahun.

3. Pengolahan data

Pengolahan data penelitian ini dilakukan setelah peneliti selesai mengambil semua data penelitian dari lapangan. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik deskriptif.


(35)

64 a. Pengolahan data penalaran moral

Data yang diperoleh dari hasil tes penalaran moral tentang dilemma moral yang telah diberikan kepada setiap anak dicatat dan dideskripsikan sehingga menghasilkan data tentang tahapan penalaran moral anak tersebut.

b. Pengolahan data kemampuan kognisi

1) Tes konservasi isi, anak diperlihatkan pada dua buah plastisin yang berbentuk bola dengan bentuk dan isi yang sama, kemudian salah satu plastisin dibuat menjadi bentuk tabung (sosis), anak mengamati perubahan itu dan ditanyakan apakah isi plastisin itu berubah? 2) Tes keseimbangan, anak memperhatikan timbangan yang terbuat dari

sedotan minum plastik, tester menggantungkan anak timbangan pada salah satu sisi timbangan pada bagian paling ujung, tester meminta testee untuk menyeimbangkan timbangan tersebut. Pada tes ini semua subjek dapat menyeimbangkan anak timbangan yang dipasangkan tester berarti semua subjek telah memahami konsep keseimbangan didalam tes kemampuan kognisi.

3) Tes pendulum, anak diperlihatkan pendulum dengan ukuran berat dan panjang tali pendulum yang berbeda, anak mengamati dan menemukan manakah dari faktor-faktor yang mengakibatkan pendulum bergerak cepat atau lambat. Hasil yang didapat dari tes pendulum menyatakan ada sembilan anak yang menyatakan


(36)

65 pendulum yang ringan yang bergerak lebih cepat dan sembilan anak menyatakan pendulum yang berat yang bergerak lebih cepat.

c. Pengolahan data kemampuan komunikasi

1) Data yang diperoleh dari tes kemampuan komunikasi adalah skor. 2) Skor yang didapat diolah dengan menggunakan Penilaian Acuan

Patokan (PAP) agar mendapatkan hasil yang berupa data kualitatif, dengan cara penghitungan sebagai berikut:

- Menentukan jumlah kelas interfal (k) dengan rumus k = 1 + 3, 3 (log n)

1 + 3,3 (log 18) = 5,14 , dibulatkan menjadi 5

- Menentukan kelas interfal (R:k), R=skor maksimal 100 : 5 = 20

- Membuat Kriteria Penilaian 0 - 20 = Kurang Sekali

21 – 40 = Kurang 41 – 60 = Cukup 61 – 80 = Baik 81 – 100 = Baik Sekali

4. Penyusunan Laporan Penelitian

Bagian akhir dalam sebuah penelitian adalah kegiatan penyusunan laporan penelitian. Kegiatan ini dilakukan peneliti setelah proses pengambilan data (tes penalaran moral, tes kemampuan kognisi, dan tes kemampuan komunikasi) dilapangan dan analisis data terhadap anak tunarungu usia 11-12 tahun di Sekolah Luar Biasa kota Bogor selesai dilakukan.


(37)

75

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari rangkaian dalam penulisan tesis. Uraian yang akan dikemukakan pada bab ini meliputi dua bagian, yaitu simpulan dan saran.

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan tentang penalaran moral anak tunarungu usia 11-12 tahun yang ditinjau dari kemampuan kognisi dan kemampuan komunikasi di Sekolah Luar Biasa yang berada di kota Bogor, dapat dikemukakan beberapa simpulan dan saran sebagai berikut:

A. SIMPULAN

Simpulan dalam penelitian ini merupakan hasil pencapaian dari tujuan penelitian. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data penelitian diperoleh beberapa simpulan yang berkenaan dengan hasil penelitian tentang hubungan kemampuan kognisi dengan penalaran moral anak tunarungu dan hubungan kemampuan komunikasi terhadap penalaran moral anak tunarungu . Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berlaku umum, tetapi hanya berlaku bagi anak tunarungu yang menjadi subjek dalam penelitian ini saja. Simpulan yang dihasilkan merupakan sebuah hipotesis yang muncul dari studi lapangan yang dilakukan oleh peneliti. Berikut ini simpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil analisis temuan data di lapangan.

Pertama, terlihat hubungan yang paralel antara tahapan perkembangan kognisi dengan tahapan penalaran moral anak tunarungu yang menjadi subjek


(38)

76

dalam penelitian ini. Hal tersebut bedasarkan data bahwa tahap kognisi anak tunarungu yang menjadi subjek dalam penelitian ini berada pada tahap kognisi praoperasional dan operasional konkrit, dan tahap penalaran moralnya berada pada tingkat pra konvensional (tahap 1 dan 2).

Kedua, dari data yang peneliti dapatkan dilapangan terhadap subjek yang diteliti terlihat adanya keterkaitan antara kemampuan komunikasi dengan penalaran moral anak tunarungu. Banyak anak yang kemampuan komunikasinya baik, namun tahap penalaran moralnya sama dengan anak yang kemampuan komunikasinya cukup. Anak yang kemampuan komunikasinya kurang, tahap penalaran moralnya sama dengan sebagian anak yang kemampuan komunikasinya cukup, ini dimungkinkan karena anak tunarungu mengalami hambatan dalam memahami maksud sebuah konsep abstrak secara utuh dan akurat, sedangkan dalam penalaran moral dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap konsep yang bersifat abstrak (sebagai contoh kata indah,sayang, dan bahagia).

B. SARAN

Berdasarkan simpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka ada beberapa hal yang ingin peneliti sampaikan:

Pertama, sebelum guru membuat rancangan program pembelajaran moral, yang mana didalamnya berisi materi, metode, dan hal lainnya yang berhubungan dengan pembelajaran, sebaiknya guru mengetahui tahap kognisi dan tahap penalaran moral anak tunarungu, sehingga hal tersebut akan mempermudah guru


(39)

77

dalam menentukan pemilihan materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan dan hambatan yang ada pada anak tunarungu.

Kedua,dengan adanya keterkaitan antara kemampuan komunikasi dengan penalaran moral pada penelitian ini , maka dalam menyampaikan konsep tentang sesuatu yang yang mengandung unsur moral perlu diperhatikan kemampuan komunikasinya.

Ketiga, peneliti mengakui adanya kelemahan dalam penelitian ini, sehingga bagi peneliti lainnya yang tertarik untuk melakukan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian ini dengan subjek yang lebih banyak dan dengan indikator tes kemampuan kognisi yang tidak dibatasi tapi menggunakan seluruh aspek yang terdapat dalam tes kemampuan kognisi, serta mencari faktor-faktor pada kemampuan yang lain yang dapat diungkap dari penelitian sekarang ini. Sehingga diharapkan dapat menemukan temuan data lain yang berguna bagi pengembangan ilmu pendidikan luar biasa khususnya dan ilmu-ilmu yang lain pada umumnya.


(40)

78 DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. (2008). Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita Menurut Teori Piaget. Tersedia: http/Zaenal Alimin [online]

Aprilia, D. I. (2010). Model bimbingan Dan Konseling Untuk Mengembangkan KemandirianRemaja Tunarungu Di SLB-B Bandung. Disertasi. Bandung: Fakultas Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan. Bunawan, L. & Yuwati, S. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta:

Yayasan Santirama.

Colby, A., Kohlberg, L., dkk. (1990). THE MEASUREMENT of MORAL JUDGMENT. Vol. II. Theoritical Foundations and Research Validation. New York: Cambridge University Press.

Colby, A., Kohlberg, L., dkk. (1990). THE MEASUREMENT of MORAL JUDGMENT. Vol. II. Standard Issue Scoring Manual. New York: Cambridge University Press.

Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Pengantar Prof. Dr. Hj. Samsunuwiyati Mar’at, S.Psi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2006). Identifikasi Anak

Berkebutuhan Khususdalam Pendidikan Inklusif, diambil dari

http:/www.ditplb.or.id/new/index.php/menu=profile&pro=52

Hadi, P. (2007). Komunikasi Aktif Bagi Tunanetra. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat Ketenagaan.

Hallahan, D & Kauffman, M. J. (1998). Exceptional Children, Introduction to Special Education (Fifth Edition). New Jersey: Prentice-Hall International Inc.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1990). Balai Pustaka, cetakan Ke III.

Martono, M. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif. Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(41)

79

Maryati & Suryawati. (2003). TJ .[online]. Tersedia:

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009 [21 Desember 2010]

Moores, D. F. (1982). Educating The Deaf, Psychology, Principles, Practices. Boston: Houghton Mifflin Company.

Neely, M. (1982). Counseling and Guidance Practices with Special Student. Illionis: The Dorsey Press Homewood.

Piaget, J. (1965). The moral judgement of the child. Glencoe, IL: Free Press. (original published in 1932).

Rahardja, D. (2006). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Visiting Foreign

Research Fellow, Indonesia University of Education. Center for Research on International Cooperation in Educational Development. University of

Tsukuba.

Rama, T. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Agung.

Ritandiyono, M. (2000). Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi. Depok: Universitas Gunadharma.

Sartika, R. (2009). Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Pengembangan Kecakapan Partisipatoris Pemilih Pemula (Studi Deskriptif Pada Siswa SMA Negeri di Kota Bandung). Tesis.Bandung:UPI.

Setiono, K. Jurnal Psikologi Dan Masyarakat. Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Somad, P. (2007). Interaksi-Komunikasi Anak Berkebutuhan Khusus. Buku Materi Pokok Mata Kuliah Hambatan Interaksi Komunikasi. Bandung: Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Suharnan. (2005). Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.

Suryabrata, S. (1992). METODOLOGI PENELITIAN. Edisi 1, Cetakan 7. Jakarta: CV Rajawali.


(1)

65 pendulum yang ringan yang bergerak lebih cepat dan sembilan anak menyatakan pendulum yang berat yang bergerak lebih cepat.

c. Pengolahan data kemampuan komunikasi

1) Data yang diperoleh dari tes kemampuan komunikasi adalah skor. 2) Skor yang didapat diolah dengan menggunakan Penilaian Acuan

Patokan (PAP) agar mendapatkan hasil yang berupa data kualitatif, dengan cara penghitungan sebagai berikut:

- Menentukan jumlah kelas interfal (k) dengan rumus k = 1 + 3, 3 (log n)

1 + 3,3 (log 18) = 5,14 , dibulatkan menjadi 5

- Menentukan kelas interfal (R:k), R=skor maksimal 100 : 5 = 20

- Membuat Kriteria Penilaian 0 - 20 = Kurang Sekali

21 – 40 = Kurang 41 – 60 = Cukup 61 – 80 = Baik 81 – 100 = Baik Sekali

4. Penyusunan Laporan Penelitian

Bagian akhir dalam sebuah penelitian adalah kegiatan penyusunan laporan penelitian. Kegiatan ini dilakukan peneliti setelah proses pengambilan data (tes penalaran moral, tes kemampuan kognisi, dan tes kemampuan komunikasi) dilapangan dan analisis data terhadap anak tunarungu usia 11-12 tahun di Sekolah Luar Biasa kota Bogor selesai dilakukan.


(2)

75 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari rangkaian dalam penulisan tesis. Uraian yang akan dikemukakan pada bab ini meliputi dua bagian, yaitu simpulan dan saran.

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan tentang penalaran moral anak tunarungu usia 11-12 tahun yang ditinjau dari kemampuan kognisi dan kemampuan komunikasi di Sekolah Luar Biasa yang berada di kota Bogor, dapat dikemukakan beberapa simpulan dan saran sebagai berikut:

A. SIMPULAN

Simpulan dalam penelitian ini merupakan hasil pencapaian dari tujuan penelitian. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data penelitian diperoleh beberapa simpulan yang berkenaan dengan hasil penelitian tentang hubungan kemampuan kognisi dengan penalaran moral anak tunarungu dan hubungan kemampuan komunikasi terhadap penalaran moral anak tunarungu . Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berlaku umum, tetapi hanya berlaku bagi anak tunarungu yang menjadi subjek dalam penelitian ini saja. Simpulan yang dihasilkan merupakan sebuah hipotesis yang muncul dari studi lapangan yang dilakukan oleh peneliti. Berikut ini simpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil analisis temuan data di lapangan.

Pertama, terlihat hubungan yang paralel antara tahapan perkembangan kognisi dengan tahapan penalaran moral anak tunarungu yang menjadi subjek


(3)

76 dalam penelitian ini. Hal tersebut bedasarkan data bahwa tahap kognisi anak tunarungu yang menjadi subjek dalam penelitian ini berada pada tahap kognisi praoperasional dan operasional konkrit, dan tahap penalaran moralnya berada pada tingkat pra konvensional (tahap 1 dan 2).

Kedua, dari data yang peneliti dapatkan dilapangan terhadap subjek yang diteliti terlihat adanya keterkaitan antara kemampuan komunikasi dengan penalaran moral anak tunarungu. Banyak anak yang kemampuan komunikasinya baik, namun tahap penalaran moralnya sama dengan anak yang kemampuan komunikasinya cukup. Anak yang kemampuan komunikasinya kurang, tahap penalaran moralnya sama dengan sebagian anak yang kemampuan komunikasinya cukup, ini dimungkinkan karena anak tunarungu mengalami hambatan dalam memahami maksud sebuah konsep abstrak secara utuh dan akurat, sedangkan dalam penalaran moral dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap konsep yang bersifat abstrak (sebagai contoh kata indah,sayang, dan bahagia).

B. SARAN

Berdasarkan simpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka ada beberapa hal yang ingin peneliti sampaikan:

Pertama, sebelum guru membuat rancangan program pembelajaran moral, yang mana didalamnya berisi materi, metode, dan hal lainnya yang berhubungan dengan pembelajaran, sebaiknya guru mengetahui tahap kognisi dan tahap penalaran moral anak tunarungu, sehingga hal tersebut akan mempermudah guru


(4)

77 dalam menentukan pemilihan materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan dan hambatan yang ada pada anak tunarungu.

Kedua,dengan adanya keterkaitan antara kemampuan komunikasi dengan penalaran moral pada penelitian ini , maka dalam menyampaikan konsep tentang sesuatu yang yang mengandung unsur moral perlu diperhatikan kemampuan komunikasinya.

Ketiga, peneliti mengakui adanya kelemahan dalam penelitian ini, sehingga bagi peneliti lainnya yang tertarik untuk melakukan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian ini dengan subjek yang lebih banyak dan dengan indikator tes kemampuan kognisi yang tidak dibatasi tapi menggunakan seluruh aspek yang terdapat dalam tes kemampuan kognisi, serta mencari faktor-faktor pada kemampuan yang lain yang dapat diungkap dari penelitian sekarang ini. Sehingga diharapkan dapat menemukan temuan data lain yang berguna bagi pengembangan ilmu pendidikan luar biasa khususnya dan ilmu-ilmu yang lain pada umumnya.


(5)

78 DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. (2008). Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita Menurut Teori Piaget. Tersedia: http/Zaenal Alimin [online]

Aprilia, D. I. (2010). Model bimbingan Dan Konseling Untuk Mengembangkan KemandirianRemaja Tunarungu Di SLB-B Bandung. Disertasi. Bandung: Fakultas Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan. Bunawan, L. & Yuwati, S. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta:

Yayasan Santirama.

Colby, A., Kohlberg, L., dkk. (1990). THE MEASUREMENT of MORAL JUDGMENT. Vol. II. Theoritical Foundations and Research Validation. New York: Cambridge University Press.

Colby, A., Kohlberg, L., dkk. (1990). THE MEASUREMENT of MORAL JUDGMENT. Vol. II. Standard Issue Scoring Manual. New York: Cambridge University Press.

Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Pengantar Prof. Dr. Hj. Samsunuwiyati Mar’at, S.Psi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2006). Identifikasi Anak

Berkebutuhan Khususdalam Pendidikan Inklusif, diambil dari

http:/www.ditplb.or.id/new/index.php/menu=profile&pro=52

Hadi, P. (2007). Komunikasi Aktif Bagi Tunanetra. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat Ketenagaan.

Hallahan, D & Kauffman, M. J. (1998). Exceptional Children, Introduction to Special Education (Fifth Edition). New Jersey: Prentice-Hall International Inc.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1990). Balai Pustaka, cetakan Ke III.

Martono, M. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif. Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(6)

79 Maryati & Suryawati. (2003). TJ .[online]. Tersedia:

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009 [21 Desember 2010]

Moores, D. F. (1982). Educating The Deaf, Psychology, Principles, Practices. Boston: Houghton Mifflin Company.

Neely, M. (1982). Counseling and Guidance Practices with Special Student. Illionis: The Dorsey Press Homewood.

Piaget, J. (1965). The moral judgement of the child. Glencoe, IL: Free Press. (original published in 1932).

Rahardja, D. (2006). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Visiting Foreign

Research Fellow, Indonesia University of Education. Center for Research on International Cooperation in Educational Development. University of

Tsukuba.

Rama, T. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Agung.

Ritandiyono, M. (2000). Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi. Depok: Universitas Gunadharma.

Sartika, R. (2009). Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Pengembangan Kecakapan Partisipatoris Pemilih Pemula (Studi Deskriptif Pada Siswa SMA Negeri di Kota Bandung). Tesis.Bandung:UPI.

Setiono, K. Jurnal Psikologi Dan Masyarakat. Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Somad, P. (2007). Interaksi-Komunikasi Anak Berkebutuhan Khusus. Buku Materi Pokok Mata Kuliah Hambatan Interaksi Komunikasi. Bandung: Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Suharnan. (2005). Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.

Suryabrata, S. (1992). METODOLOGI PENELITIAN. Edisi 1, Cetakan 7. Jakarta: CV Rajawali.