Perkembangan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Di Medan (1984-1999)

(1)

PERKEMBANGAN SEKOLAH LUAR BIASA-E NEGERI

PEMBINA TINGKAT PROPINSI DI MEDAN (1984-1999)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

O L E H

NAMA : OSMAIL PANJAITAN

NIM : 040706024

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

PERKEMBANGAN SEKOLAH LUAR BIASA-E NEGERI

PEMBINA TINGKAT PROPINSI DI MEDAN (1984-1999)

Yang diajukan oleh : Nama : Osmail Panjaitan

NIM : 040706024

Telah Disetujui untuk Diujikan Dalam Ujian Skripsi oleh : Pembimbing

Dra. Nurhabsyah,M.Si tanggal ……..

NIP. 195912311985032005

Dra. Fitriaty Harahap,SU tanggal ……..

NIP. 195406031983032001

DEPARTEMAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SATRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Lembar Persetujuan Ketua Depateman

Disetujui Oleh :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH Ketua Departemen

Dra. Fitriaty Harahap,SU NIP. 195406031983032001


(4)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah syarat ujian Sarjana Sastra Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada : Tanggal : Hari :

Fakultas Sastra USU Dekan

Dr. Drs. Syahron Lubis, MA NIP. 195110131976031001

Panitia Ujian

NO Nama Tanda Tangan

1.………. ( ) 2.………. ( ) 3.………. ( ) 4.………. ( ) 5.………. ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta karuniaNya yang dilimpahkan dengan memberikan kesehatan, ketabahan serta ketekunan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini mulai dari awal sampai selesai. Adapun penulisan ini untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Sarjana Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Pada kesempata ini penulis mengangkat permasalahan tentang studi pendidikan luar biasa dalam kajian ilmu sejarah. Skripsi ini diberi judu: Perkembangan sekolah luar biasa-E negeri pembina tingkat propinsi dimedan (1984-1999).

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan terutama dalam pencarian data dan buku-buku di literatur pendukung dalam penulisan skirpsi. Oleh sebab itu penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis menerima kritikan dan masukan yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skirpsi ini.

Penulisan skirpsi ini dapat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :


(6)

seluruh jiwa raganya dalam merawat, membesarkan dan mendidik penulis dari lahir sampai dewasa tanpa mengenal lelah dengan ketulusan hati yang dalam. 2. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara beserta staf yang telah berkenan

menerma dan memberi kesempatan serta fasilitas kuliah kepada penulis selama kuliah di Fakultas Sastra USU.

3. Dr. Drs. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

4. Dra.Fitriaty Harahap, SU, dan Dra. Nushansyah, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Sejarah.

5. Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si, selaku dosen wali penulis atas bimbingan selama kuliah di Departemen Ilmu Sejarah.

6. Dra. Nurhabsyah, M.Si, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini atas segala ketekunan, kesabaran dan kemauan serta rela melaungkan waktunya untuk membimbing dan memperbaiki naskah skripsi ini hingga selesai.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Ilmu Sejarah atas Segala bekal ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ini

8. Kedua saudara penulis yang terkasih : Abang Sabar Panjaitan dan Adik Gomgom Panjaitan.

9. Seluruh keluarga besar penulis yang terus mendukung saya selama masa perkuliahan


(7)

10.Sahabat-sahabatku di Jurusan Ilmu Sejarah Stambuk 2004, yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan semangat selama masa perkuliahan.

11.Para senior, dan alumni, Jurusan Sejarah terkhusus buat anak-anak Teater “O” dan Gemapala.

12.Rekan-rekan khususnya : momos, gadink, Aswad, Barto, otang, dan Budi yang telah menjadi teman berbagai Suka dan Duka selama ini.

Akhirnya untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak mungkin diebutkan satu persatu namanya, saya ucapkan terimakasih. Semoga Tuhan yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan dan Dia senantiasa menyertai kita semua.

Medan, Oktober 2010 Penulis,


(8)

ABSTRAK

Pendidikan bagi anak-anak cacat merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah dikarenakan hak untuk memperoleh pendidikan merupakan adalah hak semua warga negara, tidak terkecuali anak-anak cacat. Sekolah Luar Biasa didirikan agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat menikmati layanan pendidikan agar mereka dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk bekal mereka di masa yang akan datang.

Adanya Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina bertujuan membantu terciptanya pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan. Penelitian ini dilakukan di kota Medan, Sumatera Utara. Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang diawali dengan pengumpulan data historis yang berkenan dengan objek penelitian (heuristik) dan dilanjutkan dengan kritis sumber. Selanjutnya dilakukan interprestasi terhadap data yang telah di kritik tersebut dan akhirnya dilakukan penulisan (historiografi).

Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat Propinsi di Kota Medan akan dapat memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan, yang dapat meningkatkan jumlah anak-anak berkebutuhan khusus serta merasakan pendidikan di sekolah. Pengingat semakin bertambahnya jumlah anak-anak berkebutuhan khusus di Kota Medan.

Di awal berdirinya SLB-E Negeri pembina tidak terlepas dari tantangan dan permasalahan yang dihadapi, ini menjadi proses perkembangan sekolah untuk dapat meningkatkan pelayanan pendidikan khusus bagi anak-anak cacat. Perkembangan itu berupa peningkatan layanan, fasilitas pendukung sekolah, dan peningkatan jumlah murid yang diterima disekolah, menjadi syarat mutlak dalam peningkatan mutu pendidikan khusus yang bersifat kualitas dan kwantitas sekolah.

Diharapkan dimasa yang akan datang, pendidikan sekolah, bagi anak-anak cacat terus ditingkatkan oleh pemerintah untuk itu pemerintah melalui Institusi Terkait dan segenap elemen masyarakat diharapkan memberikan dukungan untuk meningkatkan mutu pendidikan luar biasa sehingga anak-anak berkebutuhan khusus dapat hidup layaknya anak-anak normal lainnya.


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 6

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 8

1.4.Tinjauan Pustaka ... 8

1.5.Metode Penelitian ... 10

BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA SLB-E NEGERI PEMBINA 12 2.1.Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia ... 12

2.2.Berdirinya SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi ... 13

2.3.Struktur Organisasi ... 17

2.4.Sistem Tatakerja ... 19


(10)

3.1.Tata Layanan ... 22

3.2.Murid ... 27

3.2.1. Syarat Penerimaan Murid ... 27

3.2.2. Prestasi Yang Pernah dicapai Murid ... 29

3.2.3. Jumlah Murid ... 30

3.3. Kurikulum ... 36

3.4. Fasilitas (Sarana & Prasarana) ... 40

BAB IV PERANAN SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROVINSI .. 44

4.1. Terhadap Orangtua Murid ... 44

4.2. Terhadap Anak Berkelainan ... 46

4.2.1. Penyesuaian Sosial Anak Berkelainan ... 46

4.2.2. Prinsip Pendidikan Anak Berkelaianan ... 49

4.3. Terhadap Masyarakat ... 53

4.4. Tantangan dan Permasalahan Yang Dihadapi ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1. Kesimpulan ... 58

5.2. Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Populasi Anak Berkelainan di Indonesia Tahun 1980 ... 14 Tabel 2 : Luas Bangunan dan Tanah SLB-E Negeri Pembina Tahun

1984 21

Tabel 3 : Jumlah Murid SLB-E SLB-E Negeri Pembina Tahun 1996 ... 32 Tabel 4 : Data Jumlah Murid SLB-E Negeri Pembina Tahun 1983-1999 . 33 Tabel 5 : Susunan Program Pengajaran Kurikulum Pendidikan Luar

Biasa Bagi Siswa Tunanetra, Tuna Rungu, Tuna Daksa dan Tuna Laras Tahun 1996 ... 38 Tabel 6 : Susunan Program Pengajaran Kurikulum Pendidikan Luar

Biasa Bagi Siswa Tunagrahita ringan, Tunagrahita sedang, dan kelainan ganda tahun 1996 ... 39 Tabel 7 : Data Fisik SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Tahun


(12)

ABSTRAK

Pendidikan bagi anak-anak cacat merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah dikarenakan hak untuk memperoleh pendidikan merupakan adalah hak semua warga negara, tidak terkecuali anak-anak cacat. Sekolah Luar Biasa didirikan agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat menikmati layanan pendidikan agar mereka dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk bekal mereka di masa yang akan datang.

Adanya Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina bertujuan membantu terciptanya pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan. Penelitian ini dilakukan di kota Medan, Sumatera Utara. Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang diawali dengan pengumpulan data historis yang berkenan dengan objek penelitian (heuristik) dan dilanjutkan dengan kritis sumber. Selanjutnya dilakukan interprestasi terhadap data yang telah di kritik tersebut dan akhirnya dilakukan penulisan (historiografi).

Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat Propinsi di Kota Medan akan dapat memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan, yang dapat meningkatkan jumlah anak-anak berkebutuhan khusus serta merasakan pendidikan di sekolah. Pengingat semakin bertambahnya jumlah anak-anak berkebutuhan khusus di Kota Medan.

Di awal berdirinya SLB-E Negeri pembina tidak terlepas dari tantangan dan permasalahan yang dihadapi, ini menjadi proses perkembangan sekolah untuk dapat meningkatkan pelayanan pendidikan khusus bagi anak-anak cacat. Perkembangan itu berupa peningkatan layanan, fasilitas pendukung sekolah, dan peningkatan jumlah murid yang diterima disekolah, menjadi syarat mutlak dalam peningkatan mutu pendidikan khusus yang bersifat kualitas dan kwantitas sekolah.

Diharapkan dimasa yang akan datang, pendidikan sekolah, bagi anak-anak cacat terus ditingkatkan oleh pemerintah untuk itu pemerintah melalui Institusi Terkait dan segenap elemen masyarakat diharapkan memberikan dukungan untuk meningkatkan mutu pendidikan luar biasa sehingga anak-anak berkebutuhan khusus dapat hidup layaknya anak-anak normal lainnya.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Manusia pada dasarnya mempunyai bakat dan kelebihan tersendiri, bakat itu diasah dan dicari melalui pendidikan karena pendidikan merupakan unsur dari pencarian jati diri, penalaran ilmu, pengetahuan dan bakat sampai akhirnya manusia menemukan dan bisa menerapkannya pada kehidupan sehari-hari.

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan merupakan sarana ataupun alat untuk mengubah kehidupan mejadi lebih baik di masa yang akan datang. Untuk itu pendidikan diharuskan dapat dirasakan oleh setiap manusia dimanapun berada, karena tujuan dan pendidikan adalah mengeluarkan unsur-unsur kemanusiaan yang sama. Unsur-unsur itu pada dasarnya tidak berbeda meski tempat dan waktunya berlainan.1 Pendidikan juga dipandang sebagai pencipta sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa dalam rangka mempersiapkan masa depan generasi muda yang lebih baik menuju kearah yang bertujuan untuk


(14)

mencapai kemampuan dan daya saing bangsa pada lingkungan regional dan global.2

Pemerintah telah menyiapkan kementrian pendidikan nasional untuk mengatur dan menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran mulai dari pendidikan tingkat dasar sampai pendidikan tingkat perguruan tinggi, tidak terkecuali untuk pendidikan inklusif. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pendidikan yang layak. Hak untuk memperoleh pendidikan mekekat pada semua orang tanpa terkecuali, termasuk anak penyandang

Kemajuan suatu bangsa terletak pada sejauhmana pencapaian yang diberikan pendidikan itu kepada setiap warga negara agar terciptanya warganegara yang berpendidikan menuju kemajuan dan kemandirian serta dapat bersaing dengan bangsa lain di dunia. Negara ataupun pemerintah mempuyai peranan dan tanggungjawab untuk menyelenggarakan pendidikan hak kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan memberikan yang mudah dan layak. Sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar : tahun 1945 (UUD 1945) pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa :setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan pada ayat 2 pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa : setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

2

. Wardiman Djojonegoro, Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, hal. 2


(15)

cacat, keterbelakangan mental dan keterbelakangan fisik, karena pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus berbeda dengan pendidikan anak normal, didasari kenyataan tersebut pemerintah menyediakan pendidikan inklusif bagi anak yang mempunyai keterbelakangan mental atau sering kita sebut anak cacat.

Pendidikan inklusif adalah, pendidikan yang merangkul semua tanpa terkecuali. Inklusif berasumsi bahwa hidup dan belajar bersama adalah suatu cara yang lebih baik, yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap orang, bukan hanya anak yang diberi label atau tanda sebagai yang memiliki perbedaan. Inklusif dapat dipandang sebagai proses untuk menjawab dan merespon keragaman diantara semua individu melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat serta mengurangi eksklusif (hidup dan belajar berbeda) baik dalam maupun dari kegiatan pendidikan. Sesuai hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan yang telah diterapkan dalam undang-undang pendidikan No.12 tahun 1954 memuat ketentuan tentang pendidikan dan pengajaran luar biasa. Mulai saat itulah sekolah bagi penyandang cacat disebut Sekolah Luar Biasa (SLB).

Peranan pemerintah dalam hal ini telah menyiapkan Direktorat Pendidikan Luar Biasa, untuk mengatur, menyelenggarakan, menfasilitasi pendidikan inklusif bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Sekolah


(16)

suatu sekolah inklusif adalah, bahwa mengajar yang baik adalah mengajar yang penuh gairah, yang mendorong agar setiap anak dapat belajar, membentuk lingkungan yang sesuai, dorongan dan aktivitas yang bermakna, disebabkan didalam sekolah inklusif atau yang lebih populer disebut Sekolah Luar Biasa harus dihadapkan kepada anak yang berkelainan.

Istilah berkelainan dalam pengertiannya dikonotasikan sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Dalam hal ini pendidikan luar biasa (inklusif) istilah penyimpangan secara eksplisit ditunjukkan kepada anak yang dianggap memiliki kelainan penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal umumnya dalam hal fisik, mental, maupun karakteristik perilaku sosialnya.3 berdasarkan pengertian tersebut anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik meliputi kelainan indra penglihatan (tuna netra), kelainan indra pendengaran (tuna rungu), kelainan kemampuan bicara (tunawicara) dan kelainan fungsi anggota tubuh (tuna daksa), anak yang memiliki kelainan dalam aspek mental meliputi anak yang memiliki mental lebih (super normal) yang dikenal sebagai anak berbakat atau anak unggul dan anak yang memiliki kemampuan mental sangat rendah (sub normal) yang dikenal sebagai anak grahita.4

Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi yang terletak di jalan Karya Ujung Medan merupakan sekolah yang langsung dibawah

3

. Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006, hal.2.

4


(17)

koordinasi Depdiknas Sumatera Utara, secara struktural, memiliki tujuan untuk mengajar serta mendidik anak-anak yang berkebutuhan khusus, mempunyai visi mewujudkan pelayanan yang optimal bagi anak yang berkebutuhan khusus sehingga dapat berkreasi, beradaptasi, mandiri, mengatasi hidupnya berdasarkan pada nilai budaya dan agama, adapun misinya adalah :

1. Memperluas kesempatan bagi anak yang berkebutuhan khusus untuk memperluas pendidikan luar biasa sesuai dengan potensi dan kemampuan dasar yang dimiliki.

2. Meningkatkan mutu pendidikan, meningkatkan prestasi, mengaktifkan kegiatan agama, menciptakan rasa rindu datang ke sekolah, mengikuti perkembangan zaman.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa SLB-E Negeri Pembina ini merupakan kateogori sekolah jenis kecacatan tunalaras (nakal, jahat) adapun sekolah luar biasa di Indoensia dapat dibedakan menurut jenis kecatatan anak didik, yakni:

1. Sekolah Luar Biasa Bagian A (SLB/A) untuk anak tunanetra (Buta)

2. Sekolah Luar Biasa Bagian B (SLB/B) untuk anak tuna rungu (Tuli, Bisu) 3. Sekolah Luar Biasa Bagian C (SLB/C)untuk anak tuna gahita (terbelakang


(18)

5. Sekolah Luar Biasa Bagian E (SLB/E) untuk anak tuna laras (nakal/jahat) Berdasarkan penilaian tersebut di atas penulis ingin menulis tentang perkembangan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Jalan Karya Ujung di Medan (1984-1999).

Adapun alasan penulis memulai penulisan tahun 1984 dikarenakan pada tahun itulah sekolah tersebut awalnya berdiri, dan diakhiri pada tahun 1999, dikarenakan sekolah luar biasa-E Pembina Tingkat Propinsi mengalami perkembangan berupa : Fasilitas, bertambahnya guru-guru pengajar, dan peningkatan pelayanan terhadap anak-anak tula laras (nakal, jahat), tetapi sudah dapat menerima anak-anak dengan ketunaan/kecacatan jenis lainya sebagai murid untuk bersekolah di SLB-E Negeri Pembina, karena itulah pada saat ini sekolah tersebut memiliki banyak anak berkebutuhan khusus untuk disekolahkan disana, sehingga menyulut peningkatan fasilitas berupa sarana dan prasarana dari pemerintah dan merupakan salah satunya sekolah luar biasa percontohan bagi sekolah sekolah lain sejenis yang ada di Sumatera Utara.

1.2.Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan awal dari setiap proses kerja ilmiah, tanpa adanya masalah tidak akan ada suatu proses penelitian ilmiah, untuk itu perlu dibuat suatu rumusan masalah sebagai landasan utama dalam sebuah


(19)

penelitian agar mempermudah penelitian. Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana latar belakang berdirinya Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi .

2. Bagaimana perkembangan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat propinsi pada tahun 1984-1999.

3. Bagaimana peranan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat propinsi.

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui dan menjelaskan latar belakang berdirinya Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi.

2. Mengetahui dan menjelaskan perkembangan SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi tahun 1984-1999.


(20)

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Menambah dan memberikan masukan kepada masyarakat untuk memahami proses perkembangan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi

2. Menambah koleksi kajian sejarah lokal sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.

3. Menjadikan landasan bagi sekolah Luar Biasa-E Negeri pembina tingkat propinsi untuk lebih meningkatkan peranannya.

4. Memberikan masukan, agar memperhatikan kebutuhan masyarakat di dalam bidang pendidikan umumnya dan pendidikan inklusif khususnya.

1.4.Tinjauan Pustaka

Untuk dapat menyusun kepustakaan yang baik, tidak ada cara lain mengumpulkan dan mengusahakan bahan sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan judul penulisan. Telaah pustaka dilakukan dalam rangka memuat data yang objektif dan relevan dengan topik penelitian.

Dalam buku, Wardiman Djojonegoro, yang berjudul lima puluh tahun

perkembagaan pendidikan Indonesia menjelaskan bahwa pendidikan di

Indonesia berkembang sebagai wujud transformasi pandangan bangsa dari waktu ke waktu.

Menurut Panto Freire, Ivanillick, dkk, didalam bukunya: menggugat


(21)

pengetahuan dan gambaran secara teoritis menyangkut masalah pendidikan disertensi analisis yang berkembang.

Di dalam Buku Mohammad Effendi yang berjudul : Pengantar “Psiko

Pedagogik Anak Berkelainan” di sini dijelaskan dan dikemukakan pendidikan

infkusif beserta penjelasannya, dan Anak berkebutuhan khusus berserta penjelasannya.

Di dalam Buku pedoman penyelenggaraan pendidikan inskusif penulis direktorat pendidikan luar biasa, menjelaskan bagaimana mengembangkan pendidikan inklusif, manajemen dan sistem yang relevan terhadap sekolah dan anak berkebutuhan khusus.

Di dalam buku “Profesional Development for Educcational

Management : Pengembangan Profesionalisme untuk manajemen pendidikan,

penerjemah Ursulagyani menjelaskan serta menganalisis manajemen bagi pribadi, teori dan praktek.

Di dalam buku : “Dasar dan Teori Perkembangan Anak” penulis S. Gursa mengemukakan banyak teori, dasar dan pedoman untuk perkembangan Anak dikemukan oleh Banyak Ahli dibidangnya.

Di Dalam buku : “Psikologi Anak Luar Biasa”, Penulis S. Moerdani, Mengemukakan Segala hal yang menyangkut Psikologi Anak Luar Biasa, menjadi suatu tinjauan Analisis Psikologi Anak Luar Biasa.


(22)

1.5.Metode Penelitian

Penulisan sejarah yang benar adalah penulisan yang didahului oleh penelitian yang mendalam tentang apa hendak ditulis. Dalam penulisan sejarah yang ilmiah sangatlah penting metode sejarah, dapat diartikan sebagai proses menguji dan menganalisa secara teoritis, atau rekaman dan peninggalan masa lalu.5

1. Pengumpulan data-data historis (heuristik) dilaukan dengan 2 cara yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka dilakukan di perpustakaan dengan mengumpulkan buku-buku ataupun arsip yang berhubungan dengan penelitian, studi lapangan dilakukan metode wawancara.

Untuk kekurangan, penulis melengkapi pada saat penelitian lapangan dimana dengan metode wawancara untuk melengkapi data yang telah ditulis. Adapun tahap-tahap metode sejarah tersebut adalah :

2. Melakukan kritik sumber, dilakukan dengan 2 cara yaitu : kritis ekstern yaitu mengkritik terhadap keaslian sumber yang didapat dan kritik intern yaitu : kritik terhadap isi data yang didapat, setelah itu kemudian data tersebut dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu data primer (pokok), data sekunder (pendukung).

5

. Tentang Metode Sejarah Lihat Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Benteng, 1995, hal 95-97 dan Louis Gottschalk, Understanding History : A.Primer of Historial


(23)

3. Melakukan interpretasi yaitu tahap dimana akan melakukan penafsiran terhadap fakta dari sumber yang telah di dapat, sehingga memberikan gambaran yang jelas dan terperinci tentang objek penelitian di masa lalu. 4. Melakukan penulisan atau historiografi dimana dapat menuliskan dan

menceritakan bagaimana kondisi situasi objek yang diteliti pada masa lalu, penulisan sesuai dengan fakta agar tercipta ke objektifan dalam penulisan.


(24)

BAB II

LATAR BELAKANG BERDIRINYA SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROPINSI

2.1Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia

Sejarah singkat pendidikan luar biasa di Indonesia dapat dilihat dari dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Berdirinya Blinden Institut tahun 1901 di Bandung yang diprakarsai dr.West hooff marupakan awal pelayanan terhadap penyandang cacat di mana para tuna netra diberikan latihan dengan cara program shetered workshop (bengkel kerja). Program inilah yang merupakan cikal-bakal berdirinya sekolah khusus bagi tuna netra di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1927, juga di Bandung, dibuka sekolah khusus bagi anak tuna grahita yang didirikan oleh Bijzonder Onder Wijs yang di prakarsai oleh seorang yang bernama Folker, sehingga sekolah ini disebut Folkerschool. Pada tahun 1930 sekolah khusus untuk tuna rungu wicara juga di buka di Bandung oleh seorang Belanda yang bernama C.M.Roelsema.

Pada masa kemerdekaan, keberadaan sekolah bagi penyandang cacat makin terjamin dengan adanya UUD 45 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.6

6

. Johnsen, Band Skjorten, Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar, Oslo : Uni Pub, 2004, Hal : 5

Disamping itu UU Pendidikan NO.12 tahun 1945 memuat ketentuan tentang pendidikan dan pengajuan luar


(25)

biasa. Mulai saat itulah sekolah bagai penyandang cacat disebut sekolah luar biasa (SLB).

Penyelenggara SLB, sejak dulu hingga kini, sebagian besar adalah pihak swasta yang merupakan yayasan.7

2.2. Berdirinya SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi

Meskipun demikian penyelenggaran SLB dibina oleh pemerintah yang mula-mula oleh seksi pengajaran luar biasa merupakan bagian dari Balai Pendidikan Guru kemudian urusan Pendidikan Luar Biasa, bagian dari jawatan pengajaran, selanjutnya oleh urusan pendidikan luar biasa. Bagian dari Jawatan pendidikan umum. Sejak tahun 1980 SLB dibina oleh Subdirektorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (Subdit PSLB), di bawah Direktorat Pendidikan Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Selanjutnya Subdit PSLB ditingkatnya fungsinya menjadi Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Dit PLB) dan terakhir Direktorat ini berubah menjadi Dit. PSLB.

Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan terus meningkat akan pendidikan khusus bagi anak-anak cacat, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan luar biasa harus ditingkatkan secara kuantitatif maupun kualitatif. untuk itu pemerintah harus berbenah untuk memenuhinya, melihat semakin meningkatnya jumlah anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia, sebagai


(26)

salah satu jawaban dari semua itu, pemerintah telah mendirikan sekolah luar biasa.

Direktorat Pendidikan Dasar dan menengah mengutip hasil sensus kependudukan tahuan 1980 mengumumkan bahwa jumlah anak berkelainan tahun 1980 mengumungkan bahwa jumlah anak berkelainan dengan usia 7-12 tahun diketahui sebanyak 254-134 orang. Adapun rincian masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel berikut ini .

Tabel 1: Populasi Anak Berkelainan di Indonesia Tahun 1980

No Jenis Kelamin Jumlah %

1 Tuna Netra 41.057 16,16 2 Tuna Rungu 76.745 30,20 3 Tuna Grahita 40.441 15,91 4 Tuna Daksa &Tuna Laksa 95.891 37,73

Jumlah 254.134 100%

Sumber : Dirjen Dikdasmen Depdiknas Tahun 1980

Sedangkan anak-anak cacat yang terdata di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Utara pada tahun 1983, terdapat 699 orang yang sudah tertampung di SLB-SLB yang ada di Sumatera Utara pada saat itu, dan terdapat 5.126 orang belum tertampung yang kesemuanya semua itu merupakan anak-anak cacat berusia 7-12 tahun.8

8

. Hasil wawancara dengan Bapak Komarudin, Guru SLB-E Negeri Pembina Tanggal 24 Agustus 2010, Pukul 11. Wib.


(27)

menyiapkan sekolah bagi mereka, dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan dalam rangka penuntasan wajib belajar bagi anak cacat usia 7-12 tahun.

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan kebudayaan secara bertahap mendirikan sekolah luar biasa tingkat propinsi diberbagai kota di Indonesia seperti: SLB-A (Tuna Netra) di Palembang, SLB-B (Tuna Rungu) di Sumedang, SLB-C (Tuna Grahita) di Djokjakarta, SLB-D (Tuna Daksa) di Makasar dan SLB-E (Tuna Laras) di Medan.

Pendirian sekolah luar biasa tersebut di dasari dari pertimbangan bahwa di setiap daerah tersebut banyak terdapat anak-anak cacat sesuai dengan ketunaannya.9 Sekolaqh luar biasa pembina tingkat propinsi didirikan pemerintah dengan maksud sebagai tempat untuk menghimpun pemikiran-pemikiran, konsepsi-konsepsi, serta inovasi tentang pembinaan sekolah luar biasa dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan dan perluasan kesempatan belajar bagi anak berkelainan, sehingg mereka mampu membekali diri untuk dapat mandiri dan ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan bangsa dan negara.

Adapun tujuan adalah melaksanakan latihan dan peyegaran bagi tenaga kependidikan sekolah luar biasa yang meliputi tingkat persiapan, dasar, dan menengah.


(28)

Fungsi dari sekolah luar biasa tingkat propinsi antara lain :

1. Mengadakan latihan peyegaran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya serta menyelenggarakan pendidikan luar biasa.

2. Melakukan percontohan penyelenggaraan pendidikan tingkat persiapan, dasar dan menengah sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

3. Mengadakan pemeriksaan psikologis, medis dan sosiologis murid.

4. Memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi murid, orangtua, dan masyarakat.

5. Membina hubungan kerjasama dengan orangtua murid dan masyarakat. 6. Melakukan publikasi yang menyangkut pendidikan luar biasa sesuai

dengan kelainan/ ketunaannya.

7. Melakukan urusan tata usaha sekolah.

SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi merupakan sekolah binaan sekolah langsung oleh pemerintah, sekolah ini dikategorikan untuk menampung anak-anak tuna laras (Anak Nakal) pada awalnya.10

10

. Hasil Wawancara Dengan Bapak Komarudin, Guru SLB-E Negeri Pembina Tanggal 24 Agustus 2010, Pukul 11.30 Wib.

Maka pada tanggal 19 Januari 1983 yang berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.051/0/1983 didirikanlah sekolah luar biasa dengan nama : SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Sumatera Utara yang terletak di jalan Karya Ujung Medan.


(29)

Pendirian sekolah merupakan realisasi dari salah satu program nasional dalam usaha peningkatan mutu pendidikan dan perluasan kesempatan belajar bagi anak-anak cacat di Indonesia.

2.3 Struktur Organisasi

Dalam rangka menjalankan dan melaksanakan operasional sekolah, perlu di bentuk struktur organisasi sekolah agar dapat menjadi suatu wadah atau badan kegiatan yang bersinergis untuk mencapai suatu hasil.

Di dalam setiap perangkat organisasi memiliki Tugas dan Tanggung Jawab sesuai dengan ketentuan dan peraturan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan di bawah ini :

Sumber : Profil SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Pada Tahun 1984

Berdasarkan bagan diatas dapat dijelaskan bahwa struktur organisasi Kepala Sekolah

Sub Kepala

Guru Tenaga Teknis Tenaga Bimbingan

Tenaga Klinis


(30)

1. Kepala Sekolah

Kepala sekolah mempuyai tugas memimpin pelaksanaan tugas sekolah. 2. Sub. Bagian Tata Usaha

Sub. Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga sekolah, untuk menyelenggarakan tugas tersebut sub.bagian tata usaha mempunyai fungsi :

a. Melakukan urusan surat menyurat, rumah tangga dan perlengkapan. b. Melakukan urusan kepegawaian dan keungan.

3. Guru

Guru mempunyai tugas melakukan kegiatan pendidikan, pengajaran, latihan bagi para murid, percontohan dalam proses belajar mengajar, dan publikasi bagi para peserta dan kerjasama dengan orangtua murid.

4. Tenaga Teknis

Memberikan tugas percontohan latihan teknis kepada guru SLB dan tenaga kependidikan lainnya serta memberikan latihan teknis kepada murid di sekolah.

5. Tenaga Bimbingan dan Penyuluhan

Mempunyai tugas memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada murid serta penyuluhan kepada orangtua dan masyarakat.

6. Tenaga Klinis Pendidikan

Mempunyai tugas melakukan pemeriksaan Psikologis, medis, dan sosiologis bagi murid.


(31)

2.4. Sistem Tatakerja

Untuk dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan di sekolah, unsur manusia merupakan unsur penting karena kelancaran pelaksanaan program-program sekolah sangat ditentukan oleh orang-orang yang melaksanakannya. Dengan demikian, hal tersebut harus betul-betul di sadarai oleh semua personil sekolah, sehingga dengan segala kemampuannya dengan bimbingan kepala sekolah akan terus berupaya mengelola sumber daya yang ada untuk pengembangan sekolah natinya.

Dalam melaksanakan tugasnya, setiap unsur di lingkungan SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkrorisasi baik di dalam maupun di luar lingkungannya.

Kepala sekolah wajib mengikuti dan mematuhi pentunjuk peraturan perundangan-undangan yang berlaku, kepala sekolah bertanggung jawab memimpin dan mengkopordinasikan semua unsur di lingkungan sekolah dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas masing-masing.

Pelaksanaan pembinaan SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi di koordinasikan oleh Direktur Pendidikan Dasar. Dalam melaksanakan tugasnya SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi wajib mengadakan :

a. Konsultasi teknis dengan SLB Pembina Tingkat Nasional.

b. Konsultasi teknis operasional dengan kepala kantor wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Propinsi.


(32)

2.5. Fasilitas (Sarana dan Prasarana)

Suatu sekolah tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya fasilitas (sarana dan prasarana) di karenakan fasilitas sekolah merupakan hal mutlak diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan.11

11

.Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2004, Hal.13. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi pertama sekali didirikan di atas lahan luas 25.000 m2- atau 2,50 Ha. Pembangunan sekolah didanai oleh pemerintah melalui Pelita III pada saat itu, sekolah yang didirikan harus dapat menunjang prestasi para murid, melalui sarana dan prasarana agar tercipta kondisi belajar yang optimal. Untuk itu sekolah direncanakan pembangunannya sesuai dengan kebutuhan dan strandart sekolah luar biasa.

Fasilitas yang diperoleh langsung dari pemerintah diharapkan mampu meningkatkan peran serta perangkat didalamnya baik kepala sekolah, guru, tenaga teknis, dan murid agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Pembangunan sekolah direncanakan mempunyai sarana dan prasarana sebagai berikut :


(33)

Tabel 2 : Luas Bangunan Dan Tanah SLB-E Negeri Pembina Tahun 1983

No Luas Bangunan Luas Tanah

1 Acar yagraha 420,00 m2

2 Mesjid 49,00 m2

3 Garasi 45,00 m2

4 Gardu Jaga 7,50 m2 5 Rumah Dinas 498,00 m2 6 Asrama dan Ruang makan 975,00 2 7 Ruang Belajar 1.635,50 m2

8 Klinik 199,25 m2

9 Gardu Listrik 9,00 m2

10 Aula 413,00 m2

11 Rumah Penjaga Sekolah 42,00 m2 Luas Bangunan Seluruhnya 4.288,25 m2

Dibangun di atas tanah seluas 25.00,00 m2 atau 2,50 ha Sumber : Profil Sekolah Luar Biasa –E Negeri Pembina pada tahun 1983

Biaya pembangunan sekolah termasuk pengadaan tanah berjumlah Rp.705.260.000 pada tanggal 14 maret 1984 diresmikan oleh bapak Prof. Dr. Hasan Walinono, selaku Direktur Jenderal Pendidikan dasar dan menengah


(34)

BAB III

PERKEMBANGAN SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROPINSI

3.1. Tata Layanan

Pada tahun 1983 cikal bakal berdirinya sekolah, SLB-E Pembina belum mempunyai guru-guru khusus untuk anak-anak cacat maka melalui kebijakan dan inisiatif pemerintah pusat pada waktu itu di datangkanlah guru-guru langsung dari Jakarta.12

Seiring dengan program pemerintah pusat, SLB-E Negeri Pembinapun masih dikepalai oleh Bapak Partisupriadi dan guru-guru yang langsung datang dari Jakarta. Di awal berdirinya pada tahun 1983 sekolah ini masih belum mempunyai murid untuk bersekolah di SLB-E Pembina, baru pada tahun 1984 dibuatlah suatu kebijakan untuk mempromosikan serta mensosialisasikan sekolah kepada masyarakat agar anak-anak dengan kategori Tuna Laras (anak-anak nakal) dapat disekolahkan di SLB-E Pembina. Sosialisasi yang dilakukan pihak sekolah berupa informasi kepada Mengingat tenaga pengajar yang ada di Sumatera Utara belum ada pada saat itu.

12

. Hasil Wawancara dengan Bapak Komaruddin, Guru SLB-E Negeri Pembina Tanggal 24 Agustus 2010.


(35)

masyarakat melalui radio, iklan, koran, dan kerjasama dengan institusi terkait seperti Departemen Sosial.13

Mengingat di Medan banyak terdapat anak tunas laras (nakal) tidak menyulut banyaknya murid yang mendaftar di SLB-E Negeri Pembina dikarenakan orangtua tidak mau atau tidak rela anaknya dikatakan nakal,14 ini merupakan tantangan dan masalah tersendiri dari pihak sekolah pada saat itu. Selanjutnya berdasarkan kebijakan pemerintah tentang gerakan wajib belajar yang dirancangkan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia tanggal 2 mei 1984, maka untuk memanfaatkan bangunan yang telah siap pakai dari gedung yqang semula hanya untuk menampung anak tuna laras, dalam rangka mempercepat proses masuknya anak penyandang cacat ke sekolah mulai tahun ajaran 1984/1985; dilaksanakan kegiatan pendidikan dengan menampung berbagai jenis kelainan yaitu : anak tuna rungu, anak tuna netra, terbelakang mental, tuna daksa dan tuna laras. Sesuai dengan surat keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan menengah Direktorat Pendidikan Dasar Nomor : 0339 kode 2/T 84 tanggal 21 maret 1984.

Maka dari itu terjadilah perkembangan dari pihak sekolah berupa jenis pendidikan yang di selenggarakan SLB-E Negeri Pembina.


(36)

Adapun jenis pendidikan yang diselenggarakan SLB-E antara lain : a. Tingkat Persiapan (TKLB)

Dua tahun untuk anak tuna netra, tuna rungu, tuna grahita ringan, tuna grahita sedang, tuna daksa dan tuna laras.

b. Tingkat Dasar (SDLB)

Enam tahun untuk anak tuna netra, tuna rungu, tuna grahita ringan, tuna grahita sedang, tuna daksa dan tuna laras.

c. Tingkat Lanjutan Pertama (SLTP LB C)

Dua tahun untuk anak tuna netra, empat tahun untuk anak tuna rungu dan tuna grahita, dan tiga tahun untuk anak tuna laras.

d. Tingkat Menengah (SMLB)

Untuk lebih mengoptimalkan proses pendidikan yang berlangsung perlu merancang program agar lebih efisien dan dapat langsung mengenai sasaran proses belajar mengajar di sekolah. Program pendidikan di SLB-E Negeri Pembina Tingakat Propinsi meliputi :

a. Program pendidikan umum b. Program pendidikan khusus c. Program muatan lokal d. Program pilihan

Seiring dengan perkembangan sekolah perangkat seperti guru-guru, tenaga teknis, juga mengalami perubahan demi meningkatkan layanan dan mutu pendidikan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, mengingat murid


(37)

yang diterima di sekolah tidak lagi berpatokan kepada anak tuna laras. Untuk itu perlu di buat struktur dan kepengurusan sekolah yang lebih relevan terhadap tantangan dan kebutuhan yang berkembang pada saat itu.

Adapun struktur organisasi SLB-E Negeri Pembina Medan dapat dilihat pada bagan berikut :

Sumber : Profil Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina pada tahun 1996

Keterangan :

- PKS 1 : Edukatif/pengajaran - PKS 2 : Administrasi

- PKS 3 : Kesiswaan

- PKS 4 : Hubungan masyarakat Kepala Sekolah

PKS 4 PKS 3 PKS 2 PKS 1 SubBag. Tata Usaha

Kepegawaian Umum Keuangan Sanggar Klinik Asrama


(38)

Agar lebih lengkapnya dapat dilihat data ketenagaan sekolah SLB-E Negeri Pembina pada lampiran 1.

Rekapitulasi Guru dan Pegawai

Guru : 1. Diploma SGPLB : 25 orang 2. Diploma Non PLB : 01 orang 3. Sarjana PLB : 06 orang 4. Sarjana Non PLB : 02 orang

Jumlah : 34 orang Pegawai : 1.SLTP : 02 orang

2. SLTA : 05 orang Jumlah 07 orang Honorer : 30 orang

Untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang terus berkembang sesuai dengan tuntutan akan penyelenggaran pendidikan khusus, maka pemerintah selaku penanggung jawab bidang kependidikan termasuk didalamnya pendidikan luar biasa, telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu ketenagaan khususnya bagi kepala sekolah dan guru antara lain :

1. Mengikutsertakan dalam berbagai kegiatan penataran, yang berhubungan dengan bidang tugas dan tanggung jawabnya.


(39)

2. Mengikut sertakan dalam pelatihan, khususnya di bidang keterampilan khusus mengajar dan keterampilan yang berhubungan dengan pembekalan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

3. mengikut sertakan dalam studi perbandingan antar sekolah baik dalam negeri maupun ke luar negeri.

4. Mengirimkan beberapa orang guru mengikuti tugas belajar baik di perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri, seperti ke Australia, Amerika, dan Eropa.

3.2. Murid

3.2.1. Syarat Penerimaan Murid

Murid sebagai bagian dari objek pengajaran disekolah memerlukan suatu kondisi yang nyaman bagi mereka di karena tingkat kecacatan para murid berbeda-beda, untuk itu perlu dibuat suatu program khusus bagi mereka (murid), inilah yang membedakan sekolah luar biasa dengan sekolah umum.

Pada tahun ajaran 1990/1991 dibuatlah suatu metode penerimaan baku bagi para murid untuk dapat bersekolah di SLB-E Negeri Pembina, karena syarat untuk di terima sebagai murid tidaklah semudah yang kita


(40)

bayangkan.15

a. Umum : 1. Membawa calon murid untuk diwawancarai/ interview.

Ditambah lagi semakin bertambahnya jenis pendidikan dan jenis kecacatan murid yang diterima disekolah.

Adapun syarat penerimaan murid SLB-E Negeri Pembina adalah :

2. Mengisi formulir yang disediakan. 3. Pas photo hitam putih 3 x 4 = 7 lembar.

4. Surat keterangan kesehatan/ Dokter (tidak mengidap penyakit/ menular).

5. Surat keterangan pindah sekolah (bagi yang pindah dari sekolah lain).

6. Fotocopy akte kelahiran (keterangan lain yang autentik). 7. Fotocopy kartu keluarga.

8. Membawa map berwarna (A.Merah, B.Kuning, C.Biru, D.Hijau, stel hecter folio).

b. Khusus : a. Surat keterangan Dokter mata untuk tuna netra.

b. Surat keterangan Dokter T.H.T untuk anak tuna rungu wicara.

c. Surat keterangan psikologis/ psikhiater.

15

.Hasil Wawancara Dengan Ibu Jenny Heryani, Tanggal 28 September 2010, Pukul 09,00Wib.


(41)

d. Surat pengakuan orangtua, kepolisian, kehakiman bahwa mengalami kelainan tingkat laku/ nakal (sering membuat keributan dan menentang orangtua) bagi anak nakal.

3.2.2 Prestasi Yang Pernah Dicapai Murid

Murid-murid SLB-E Negeri Pembina dari awal berdirinya terus mengalami perkembangan tidak hanya berupa bertambahnya jumlah murid yang bersekolah dan peningkatan pelayanan sekolah, tetapi prestasi pun dapat diraih murid. Sekolah sangat mendukung dan menfasilitasi para murid yang berbakat untuk dapat meraih prestasi.16

a. Juara melukis antar SLB se Indonesia yang diselenggarakan oleh Subdit PLSL B Jakarta.

Dikurun waktu tahun ajaran 1992-1996 ada beberapa murid yang meraih prestasi berupa prestasi akademik ataupun prestasi keterampilan. Untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat data berikut :

Prestasi yang pernah dicapai murid :

Juara II atas nama : Hendra Oktavia

b. Juara lari special olympic tingkat propinsi Sumatera Utara yang selanjutnya mewakili Sumatera Utara ke Jakarta.

Juara I atas nama : Tumpal Indra Jaya Juara I atas nama : Gunawan


(42)

c. Juara special olympic tingkat nasional (Jakarta) 1.Lari : Tumpal Indra Jaya

2.Lempar : Gunawan

d. Juara bulat gaya bebas tingkat Propinsi Sumatera Utara kelas 80 kg Juara I atas nama : Lerismon Ginting

e. Di samping itu masih ada beberapa siswa yang sampai sekarang mengikuti kegiatan di luar sekolah antara lain :

- Cabang Olahraga : karate - Cabang Olahraga : silat - Ketermpilan

3.2.3 Jumlah Murid

Pada tahun 1983 awal berdirinya sekolah, murid sama sekali kosong, mengingat sekolah belum banyak diketahui masyarakat luas.17

Di Medan khususnya banyak terdapat anak tuna laras (nakal), maka demi penanggulangan anak tuna laras tersebut dilakukan kerjasama kepada Departemen Sosial, untuk menjaring, serta dapat di sekolahkan di SLB-E Negeri Pembina, dikarenakan Departemen Sosial pun berperan aktif pada saat Baru pada tahun 1984-1985, ada beberapa murid yang bersekolah itupun berkat kebijakan serta inisiatif pemerintah dan pihak sekolah untuk menerima murid tidak hanya diperuntukkan bagi anak tuna laras.

17

.Hasil Wawancara Dengan Bapak Sutardi, Guru SLB-E Negeri Pembina Tanggal 28 September 2010, Pukul 13.30 Wib.


(43)

itu memberantas serta mengurangi anak tuna laras agar tidak melakukan tindakan kriminal.

Menurut data yang diperoleh dari penulis bahwa di kurun waktu antara tahun 1990-1996 terjadi perkembangan yang signifikan jumlah murid yang bersekolah seiring perubahan tata layanan sekolah, pada periode tahun 1987 terjadi pergantian kepala sekolah yang sebelumnya dijabat oleh Bapak Partisupriadi berganti di jabat oleh Bapak Drs. D.J. Ginting dimasa kerja bapak D.J. Ginting inilah banyak terjadi kemajuan, khususnya jumlah murid18

Kemajuan berupa peningkatan jumlah murid, merupakan prestasi tersendiri bagi pihak sekolah dikarenakan mampu menjalankan operasional sekolah serta memenuhi program yang telah dilakukan pihak pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan luar biasa.

.

19

Di tahun ajaran 1996 merupakan tahun dimana bertambah banyak jumlah murid. Yang mendaftar di SLB-E Negeri Pembina, ini dapat dilihat dari data tabel berikut :


(44)

Tabel 3 : Jumlah murid di SLB-E Negeri Pembina tahun 1996

No Murid yang aktif Jumlah murid 1 Tingkat Dasar

a. Tuna Netra 05 orang b. Tuna Rungu 53 orang c. Tuna Grahita Ringan 59 orang d. Tuna grahita Sedanng 38 orang e. Tuna Laras 08 orang 2 Tingkat SLTPLB

a. Tuna Grahita 09 orang Jumlah 172 0rang Sumber : Data jumlah murid SLB-E Negeri Pembina Tahun 1996

Disamping itu masih ada murid yang pasif berjumlah 20 orang dan murid yang masih menunggu untuk masuk berjumlah 10 orang. Disebabkan guru pengajar dan sarana sekolah berupa ruangan kelas, disamping itu ada beberapa murid yang terlambat mendaftar serta murid yang malas datang ke sekolah.

Untuk lebih jelasnya dapat dirinci jumlah murid dikurun waktu tahun 1983-1999, dapat dilihat pada tabel berikut:


(45)

Tabel 4 : Data Jumlah Murid SLB-E Negeri Pembina Tahun 1983-1999

No Murid Yang Aktif 1983/1984 1985/1986 1986/1987 1988/1989 1990/1991 1992/1993 1994/1995 1996/1997 1998/1999 1 Tingkat Persiapan

(TKLB) a.Tuna Netra b.Tuna rungu c. Tuna Grahita ringan

d. Tuna Grahita sedang

e. Tuna Laras

- - - - - - - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 5 2 1 -

2 Tingkat Dasar (SDLB) a.Tuna Netra b.Tuna rungu c. Tuna Grahita ringan

d. Tuna Grahita sedang

e. Tuna Laras

- - - - - 1 2 8 - - 2 1 5 2 - 2 3 7 12 4 5 18 12 9 2 6 13 19 23 8 7 23 34 15 19 5 53 59 38 18 7 50 67 29 12

3 Tingkat lanjutan (SLTP PLBC )Tuna Grahita

- - 5 3 12 11 17 9 15

4 Tingkat Menengah (SMLB) Tuna Laras Tuna grahita - - - - - 1 1 - - 7 - - - - - - - -


(46)

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun awal berdirinya sekolah, tingkat kesadaran masyarakat akan pendidikan khusus masih relatif rendah ini dapat dilihat tidak adanya murid yang bersekolah pada kurun waktu tahun 1983-1984. Disamping itu karena sekolah masih relatif baru dibuka jadi tidak banyak masyarakat mengetahui.

Yang menjadi kendala dari pihak sekolah di awal berdirinya yaitu tenaga pengajar atau guru masih belum memadai untuk memenuhi pelayanan di sekolah, oleh karena itu sekolah terus mencari guru yang mampu mengajar di sekolah luar biasa.

Kesadaran akan pentingnya pendidikan luar biasa bagi masyarakat sangat penting, mengingat anak-anak cacat juga memerlukan pendidikan. Tingkat kesadaran itu dapat dilihat dari jumlah murid yang mendaftar di tingkat persiapan (TKLB) masih relatif rendah,dari awal berdirinya sampai tahun 1999 sekolah murid yang mendaftar ditingkat persiapan nyaris kosong. Penyebab utama dari semua itu adalah masyarakat pada umumnya masih belum mau menyekolahkan anaknya ditingkatkan TKLB, karena dulu orangtua dari murid pada umumnya menyekolahkan anaknya usia 6 tahun atau setingkat dengan SD.

Dari Tingkat Dasar (SDLB), sekolah banyak menerima murid, setiap tahunnya terus mengalami peningkatan dari jumlah murid. Bahkan ada murid yang masih menunggu untuk mendatar dikarenakan banyaknya murid yang mendaftar. Di tahun 1990 dan seterusnya sekolah ini terus mengalami peningatan dari jumlah murid, terutama disatuan tingkat dasar (SDLB).


(47)

Keberhasilan itu tidak terlepas dari promosi dan sosialisasi terhadap masyarakat luas dari pihak sekolah akan pentingnya pendidikan khusus, jadi banyak masyarakat yang sudah tahu dan mengenal sekolah ini. Untuk satuan tingkat lanjutan (SLTP PLB-C), murid yang mendaftar banyak yang dari sekolah luar biasa yang lain atau murid transfer disebabkan sekolah hanya melayani jenis kecacatan tuna grahita (keterbelakang mental/lemah pikiran) khusus untuk tingkatan lanjutan. Tetapi sangat minim anak-anak tuna grahita dari tingkat dasar terus melanjut ke tingkat lanjutan bersekolah di SLB-E Negeri Pembina dikarenakan orangtua murid banyak yang tidak mau lagi menyekolahkan anaknya disini. Penyebabnya adalah orang tua murid umumnya sudah rela dan pasrah akan keadaan anaknya seperti itu, jadi mereka tidak terlalu fokus akan pendidikan anaknya.20

Menjadi catatan pihak sekolah dari tdata jumlah murid tahun 1983-1999 bahwa untuk anak jenis kecacatan tuna grahita dan tingkat dasar sampai tingkat menengah (SMLB) terus mengalami penurunan dari segi jumlah. Penyebab utamanya dalah : anak tuna grahita itu sangat sedikit yang mampu didik (idiot).21

Untuk itu pemerintah selaku penanggung jawab akan penyelenggaraan pendidikan, harus meningkatkan program berupa tersedianya layanan bagi anak-anak cacat dari semua tingkat pendidikan. Sekolah juga harus dapat memberikan perhatian lebih terhadap murid dengan mengoptimalkan


(48)

sumber daya yang ada demi keberlangsungan dan peningkatan jumlah murid demi semua tingkatan pendidikan di masa yang akan datang.

3.3 Kurikulum

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunkan sebagai pedoman penyelenggaran kegiatan belajar mengajar.22

Kurikulum yang disusun untuk pendidikan luar biasa. Terdiri atas (a) landasan, program dan pengembangan kurikulum pendidikan dasar 9 tahun; (b) garis-garis besar program pengajaran (GBPP), (c) pedoman pelaksanaan kurikulum yang meliputi : pedoman kegiatan bimbingan belajar, pedoman pengelolaan/administrasi dan pedoman pembinaan guru.

Kurikulum Pendidikan Dasar 9 tahun disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan dasar 9 tahun, dengan memperhatikan tahap perkembangan dasar dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembanguna nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenjang pendidikan dasar dan masing-masing satuan pendidikan.

23

GBPP setiap mata pelajaran, untuk sekolah luar biasa berisi: pengertian, fungsi, tujuan, ruang lingkup mata pelajaran, pokok bahasan/

22

. BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan

Dasar dan Menengah, Jakarta: BSNP, 2006, Hal. 2.

23

.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Garis-Garis Besar Program Pengajaran


(49)

bahan pelajaran/bahan kajian, dan perkiraan penjatahan waktu untuk setiap caturwulan, serta rambu-rambu pelaksanaan program pengajaran.

GBPP memuat bahan kajian/pelajaran yang bersifat nasional sehingga memungkinkan untuk dijabarkan lebih lanjut sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan. GBPP merupakan acuan terutama bagi guru dalam menentukan bahan pengajaran. Dengan mengacu GBPP dan pedoman-pedoman pelaksanaan seperti disebutkan di atas guru merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar serta mengadakan penilaian kegiatan dan kemajuan serta hasial belajar murid.

Kurikulum di SLB-E Negeri Pembina mengacu pada garis besar program pengajaran (GBPP), yang memuat tidak hanya mata pelajaran umum seperti: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dan Bahasa Inggris, tetapi memuat program khusus, program muatan lokal dan program pilihan (palut) keterampilan berupa: rekayasa, pertanian, usaha dan perkantoran, kerumahtanggaan, kesenian.

Ini disesuaikan dengan sarana prasarana, serta minat atau bakat para murid yang bersekolah di SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi kurikulum ini menitik beratkan agar para murid dapat menguasai bidang studi yang di programkan dan bidang keterampilan dapat menguasai minat dan jenis


(50)

Susunan Program Pengajaran Kurikulum Pendidikan Luar Biasa Bagi Siswa Tuna Netra,Tuna Rungu, Tuna Daksa, dan Tuna Lara.

Tabel 5 : Susunan Program Pengajaran Kurikulum Pendidikan Luar Biasa Bagi Siswa Tuna Netra, Tuna Rungu, Tuna Daksa, dan Tuna Laras Tahun 1996

Satuan Pendidikan di

Kelas SDLB SLTP BL SM LB

Mata Pelajaran I II III IV V VI I II III I II III 1 Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 Bahasa Indonesia 10 10 8 8 8 2 2 2 2 2 2 2 4 Matematika

(berhitung) 10 10 8 8 8 2 2 2 2 2 2 2 5 Ilmu Pengetahuan

Alam - - 3 6 6 2 2 2 2 2 2 2 6 Ilmu Pengetahuan

Sosial - - 3 5 5 5 2 2 2 2 2 2 7 Kerajinan Tangan &

Kesenian 2 2 2 2 2 2 - - - - 8 Pendidikan Jasmani &

Kesehatan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 9 Bahasa Inggris - - - 2 2 2 2 2 2 10 Program Khusus 2 2 4 4 4 4 2 2 2 - - - 11

Program MuatanLokal (Sejumlah Mata

Pelajaran) - - - 1 3 3 2 2 2 - - - 12 Program Pilihan (Paket

Ketrampilan) a. Rekayasa b. Pertanian c. Usaha dan

perlenturan d. Kerumahtanggaan e. Kesenian

22 22 22 26 26 26

Jumlah 30 30 38 40 42 42 42 42 42 42 42 42


(51)

Tabel 6 Susunan program pengajaran kurikulum pendidikan luar biasa bagi siswa tuna grahita ringa, tuna grahita sedang,dan kelainan ganda Tahun 1996

Satuan Pendidikan di

Kelas SDLB SLTP BL SM LB

Mata Pelajaran I II III IV V VI I II III I II III 1 Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 Bahasa Indonesia 8 8 8 8 8 8 2 2 2 2 2 2 4 Matematika

(berhitung) 6 6 6 6 6 6 2 2 2 2 2 2 5 Ilmu Pengetahuan

Alam - - 4 6 6 6 2 2 2 2 2 2 6 Ilmu Pengetahuan

Sosial - - 4 5 5 5 2 2 2 2 2 2 7 Kerajinan Tangan &

Kesenian 4 4 4 4 4 4 - - - - 8 Pendidikan Jasmani &

Kesehatan 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 9 Bahasa Inggris - - - 2 2 2 2 2 2 10 Program Khusus 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 11

Program MuatanLokal (Sejumlah Mata Pelajaran)

- √

1 3 3 2 2 2 - - -

12 Program Pilihan (Paket Ketrampilan)

a. Rekayasa b. Pertanian c. Usaha dan

perlenturan d. Kerumahtanggaan e. Kesenian

Jumlah 30 30 38 42 44 44 42 42 42 42 42 42 Sumber : Kurikulum Pendidikan Luar Biasa Departemen Pendidikan & Kebudayaan Tahun

1996

Program Muatan Lokal

Program muatan lokal berfungsi memberikan peluang untuk mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerah yang


(52)

satuan pendidikan dasar dapat menambah mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional. Pasal 14 ayat (3) dan bahwa satuan pendidikan dasar dapat menjabarkan dan menambah bahan kajian dari mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan setempat pasal 14 ayat (4).

Muatan lokal dapat berupa bahasa Daerah, Bahasa Inggris Di SDLB, dan kesenian daerah lainnya, yang diterapkan oleh kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan kebudayaan setempat.

3.4. Fasilitas (Sarana dan Prasarana)

Sebagai kelengkapan untuk dapat berjalannya suatu program dengan baik tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana, tentunya dengan segala kriterianya sesuai dengan kebutuhan. Jadi, apabila sekolah ingin berkembangan secara optimal dengan harapan dan kebutuhan masyarakat maka unsur sarana dan prasarananya juga merupakan hal yang mutlak diperlukan. Hal tersebut sesuai dengan PP 19 pasal 42 tahun 2005.24

1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi, perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

, yang menegaskan sebagai berikut :

24

. Syafaruddin, Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, UU RI


(53)

2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendididkan, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan juga, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang, tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Fasilitas sebagai slah satu syarat mutlak terhadap keterlangsungan sekolah selama kurun waktu tahun 1983-1999, mengalami banyak perubahan baik berupa penambahan gedung baru maupun sarana yang pendukung lainnya.

Demi perkembangan sekolah untuk peningkatan mutu pendidikan, SLB-E Negeri Pembina terus berbenah demi tercapainya sekolah yang mampu memberikan pelayanan bagi anak-anak cacat.25 Sseiring dengan perkembangan zaman berupa informasi, teknologi, untuk pemerintahan sudah seharusnya memberikan Fasilitas kepada sekolah. Perkembangan dsari segi fasilitas SLB-E Negeri Pembina dapat dilihat dari berubahnya bentuk fisik sekolah.


(54)

Tabel 7 Data Fisik SLB-E Negeri Pembina Tahun 1997

No Bangunan Jumlah

Perangkat Luas Bangunan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ruang Teori Perpustakaan R. Keterampilan R.PSB R.Serbaguna R. Ka.Sekolah R. Tata Usaha R. Guru R. Penunjang a. Asrama Utara

Asrama bertingkat b. Acaria graha c. Musholla d. Ruang Makan e. Garda Listrik f. Gardu Jaga g. Garasi

h. Kamar mandi /WC i. Rumah Dinas

- Kepala Sekolah - Guru

- Ka.Tata Usaha - Penjaga Sekolah

33 buah 1 buah 2 buah 3 buah 3 buah 1 buah 2 buah 1 buah 19 kamar 38 kamar 5 unit 1 unit 2 unit 1 unit 1 unit 3 unit 66 unit 1 unit 7 unit 1 unit 1 unit

974 m2 24 m2 88 m2 132 m2 628 m2 24 m2 66 m2 42 m2

300 m2 370 m2 500 m2

48 m2 288 m2


(55)

Disamping itu terdapat perkembangan dari segi sarana berupa pembangunan lapangan sekolah, lapangan volly, jalan aspal: 4m x 681m2, jalan sirtu: 4m x 144m, jalan penghubung koridor 2 x 128,5 m2, taman dan lain lain.

Disertai dengan renovasi sekolah berupa penambahan daya listrik menjadi 15.000 watt, penambahan jumlah meter listrik menjadi 12 unit dan titik api berjumlah 724 buah, pipa PDAM 1200 m, kran air, 114 buah, saluran parit : P .320 m, talang 893m, kaca mati 364 buah, kaca nako :2.912 buah dan pagar sekolah 3m x 667m : 2.001 m2.

Pada tahun anggaran 1996/1997 SLB-E Negeri pembina tingkat propinsi mendapatkan bantuan bangunan gedung dari pemerintah berupa : ruang komputer, ruang screening audiometer, ruang laboratorium bagian A, ruang gymnasium.


(56)

BAB IV

PERANAN SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROPINSI

4.1Terhadap Orangtua Murid

Sekolah merupakan lembaga pendidikan untuk mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat.26

SLB-E Negeri Pembina dalam hal ini sekolah khusus bagi anak berkebutuhan khusus sejauh ini, turut serta dalam menjalin hubungan

Didalam unsur masyarakat, sekolah harus dapat membentuk dan mengembangkan budaya sadar akan pentingnya pendidikan.Dalam hal ini, orang tua dari murid merupakan salah satu unsur dari masyarakat itu, jadi dapat dikatakan sekolah berperan strategis untuk menciptakan anak-anak yang cerdas dengan menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri didalam kebudayaan dan masyarakat sekitarnya.Peran strategis itu salah satunya adalah menjalin komunikasi yang baik terhadap orang tua murid. Guru yang merupakan bagian dari perangkat sekolah mengemban tugas itu, agar tercipta suatu kondisi yang efektif didalam proses tumbuh berkembangnya anak-anak murid disekolah.

26

. Hari, Sudrajat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Bandung : Cipta Cekasa Grafika, 2005, hal : 5.


(57)

komunikasi yang baik terhadap orang tua murid.27 Komunikasi baik berupa konsultasi perkembangan murid sangat berguna kepada orang tua.28

− Memberikan kesadaran terhadap orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak berkelainan.

Disinilah guru selaku pengajar sangat dibutuhkan peranannya dikarenakan pendidikan bagi anak penderita cacat merupakan pendidikan yang berdasarkan kepada kelainan. Disamping itu karena pendidikan bagi mereka merupakan kebutuhan, untuk itulah peranan sekolah harus memberikan kesadaran bukan saja kepada murid tetapi kepada orang tua murid.

Guru dan orang tua menjadi satuan yang strategis terhadap murid dikarenakan peranan mereka sangat dibutuhkan terhadap murid, sekolah dalam artian ini menjadi media atau wadah bagi terciptanya suatu kondisi yang memungkinkan murid merasa nyaman dan rindu untuk datang kesekolah, kondisi psikologis inilah salah satu kunci keberhasilan peranan sekolah. Adapun peranan SLB-E Negeri pembina terhadap orang tua murid antara lain :

− Menjalin hubungan komunikasi berupa konseling, bimbingan dan laporan yang rutin terhadap orang tua murid akan perkembangan murid.

− Menjadikan orang tua bagian strategis terhadap perkermbangan anak murid.


(58)

− Menerima masukan berupa kritik dan saran dari orang tua akan kondisi anak murid.

4.2Terhadap Anak Berkelainan

4.2.1 Penyesuaian Sosial Anak Berkelainan

Masalah penyesuaian sosial bagi anak berkelainan bukan sesuatu yang selalu otomatis mudah dilakukan,hal ini mengingat ketunaan yang dialami anak berkelainan tentu tidak lepas dari berbagai kesulitan yang mengikutinya, untuk itulah dibutuhkan peran sekolah dalam menanganinya. Berkaitan dengan proses penyesuaian sosial anak berkelainan ini; menyusun berpendapat: pertama, kelainan dari segi fisik saja tidak dapat dipandang sebagai suatu masalah sosiak psikologis anak berkelainan. Kedua, kelainan dapat dipandang sebagai suatu ketunaan yang hanya merupakan variasi fisik yang kurang menguntungkan, baik penilaian yang diberikan oleh masyarakat maupun yang diberikan oleh penderita itu sendiri atas kecatatannya.29

Berangkat dari pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa kelainan yang dialami oleh seseorang memang tidak secara otomatis berakibat pada penyimpangan kepribadian atau penyesuaian sosial. Hal ini disebabkan banyak faktor yang turut mempengaruhi, terutama faktor eksternal.Oleh karena itu untuk, memperkecil frekuensi kemungkinan penyimpangan tersebut, maka peran keluarga/orang tua menghindarkan sejauh mungkin

29


(59)

sikap-sikap yang dapat menyuburkan terjadinya penyimpangan kepribadian dan penyesuaian sosial dari anaknya yang berkelainan.

Dalam rangka menuju suatu bentuk penyesuaian sosial bagi anak berkelainan secara efektif, sekolah menggunakan formula acceptance yang dapat dijadikan sebagai kerangka dasarnya, yaitu:

1. Seorang penyandang kelainan harus menyadari tentang akibat yang ditimbulkan kemudian, diantaranya: yang menyangkut masalah keluarga, hubungan hubungan sosial kemasyarakatan, kesempatam kerja, dan lain-lain (acceptance sosial)

2. Seorang penyandang kelainan harus menyadari tentang sifat dan derajat kelainan yang dideritanya, komplikasi, dan prognosanya (acceptance

physic)

3. Seorang penyandang kelainan diharapkan tidak menunjukkan gejala-gejala emosional yang disebabkan oleh ketunaan atau kecacatannya (acceptance psychology)

Formula lain yang cukup positif dalam mendukung terciptanya proses pemyesuaian sosial yang efektif bagi anak berkelainan (murid) antara lain sebagai berikut:

1. Memberikan kesempatan bagi anak yang berkelainan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dimasyarakat,


(60)

3. Membimbing anak berkelainan untuk dapat menyadari dan menerima ketunaanya secara realistis, tanpa harus merasa sebagai bagian yang terpisah dari masyarakat lainnya,

4. Membantu membimbing dan mengarahkan anak berkelainan dalam meniti kehidupan masa depannya yang lebih baik.

5. Menanamkan perasaan percaya diri (self confidence) yang mantap kepada anak berkelainan, agar kelak tidak tergantung kepada orang lain.30

Sebagai individu yang memiliki potensi daya, cipta dan karsa, sebagai mana layaknya anak normal lainnya, anak berkelainan pun mempunyai kebutuhan dasar (basic need) yang harus dipenuhi dan digunakan sebagai dasar penyesuaian sosial, antara lain :

1. Kebutuhan fisikbiologis seperti : pangan, sandang, papan sebagai kebutuhan primer

2. Kebutuhan menjadi bagian dari suatu kelompok

3. Kebutuhan merasa dirinya dianggap penting dan berguna

4. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri atau mencapai sesuatu untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan diatas, anak berkelainan sering kali mengalami kegagalan. Hal ini terjadi karena keterbatasan yang dimiliki sebagai akibat kelainan yang dialami.

Oleh karena itu, untuk memberikan pendidikan dan bimbingan kepada anak berkelainan sekolah, sebaiknya memperhatikan beberapa aspek penting

30

. S. Moerdani. Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : Universitas Islam Nusantara, 1987, Hal : 21.


(61)

yang perlu ditumbuh kembangkan dalam kaitannya dengan upaya penyesuaian diri anak, antara lain: self help (kemampuan menolong diri sendiri), self supporting (Kemampuan motivasi tinggi), self concept (kemampuan memahami konsep diri), self care (kemampuan memelihara diri) dan self orientation (kemampuan mengarahkan diri).

4.2.2 Prinsip Pendidikan Anak Berkelainan

Mendidik anak yang berkelainan fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga melakukan strategi yang khusus. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak berkelainan. Oleh karena itu sekolah mengambil peran melalui pendekatan dan strategi khusus dalam mendidik anak berkelainan, diharapkan anak berkelainan dapat menerima kondisinya, dapat melakukan sosialisasi dengan baik, mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya, memiliki keterampilan yang sangat dibutuhkan dan menyadari sebagai warga negara dan anggota masyarakat.31

Pengembangan prinsip-prinsip pendekatan khusus yang diberikan sekolah dalam upaya mendidik anak berkelainan, antara lain sebagai berikut32:


(62)

1. Prinsip Kasih Sayang

Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima mereka sebagai mana adanya, dan mengupayakan agar mereka dapat menjalani hidup dan kehidupan dengan wajar, seperti layaknya anak normal lainnya. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan mereka adalah : tidak bersikap memanjakan, tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhan dan memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anak.

2. Prinsip layanan individual

Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu mendapatkan porsi yang lebih besar, sebab setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki keunikan masalah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan untuk mereka selama menjalani pendidikan disekolah, antara lain :

Jumlah siswa yang dilayani guru tidak dari 4 - 6 orang dalam setiap kelasnya, pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat fleksibel, penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga guru dapat menjangkau semua siswanya dengan mudah dan modifikasi alat bantu pengajaran.

3. Prinsip Persiapan

Untuk menerima suatu pelajaran tentu diperlukan kesiapan. Khususnya kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan diajarkan, terutama pengetahuan prasyarat, baik prasyarat pengetahuan, mental, dan fisik yang


(63)

diperlukan untuk menunjang pelajaran berikutnya. Contoh, Anak Tuna grahita sebelum diajarkan pelajaran menjahit perlu terlebih dahulu diajarkan bagaimana cara menusukkan jarum. contoh lain anak berkelainan secara umum mempunyai kecenderungan cepat bosan dan cepat lelah apabila menerima pelajaran. Maka, guru dalam kondisi ini tidak perlu memberi pelajaran baru, melainkan mereka diberikan kegiatan yang menyenangkan dan rileks, setelah segar kembali guru baru dapat melanjutkan memberikan pelajaran.

4. Prinsip Keperagaan

Kerlancaran pembelajaran pada anak berkelainan sangat didukung oleh penggunaan alat peraga selain medianya, selain mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari penggunaan alat peraga sebagai media pembelajaran pada anak berkelainan, yakni mempermudah pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan guru. Alat peraga yang digunakan untuk media sebaiknya diupayakan menggunakan benda atau situsi aslinya, namun apabila hal itu sulit dilakukan, dapat menggunakan benda tiruan atau minimal gambarnya. Misalnya, mengenalkan macam binatang pada anak tuna Rungu dengan cara anak disuruh menempelkan gambarnya di papan franel lebih baik daripada guru hanya bercerita didepan kelas. Anak Tuna Netra yang di perkenalkan sosok buah belimbing, maka akan lebih baik jika dibawakan benda aslinya daripada tiruanya, sebab selain anak dapat mengenal bentuk


(64)

5. Prinsip Motivasi

Prinsip Motivasi ini lebih menitik beratkan pada cara mengajar dan pemberian evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak berkelainan contoh, Bagi anak tuna netra, mempelajari orientasi dan mobilitas yang ditekankan pada pengenalan suara binatang akan lebih menarik dan mengesankan jika mereka diajak kekebun binatang. Bagi anak Tuna Grahita, untuk menerangkan makanan empat sehat lima sempurna, barangkali akan lebih menarik jika diperagakan bahan aslinya kemudian diberikan kepada anak untuk dimakan, daripada hanya berupa gambar-gambar saja.

6. Prinsip Belajar dan Bekerja Kelompok

Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai salah satu dasar mendidik anak berkelaianan, agar mereka sebagai anggota masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat lingkungan, tanpa harus merasa rendah diri atau minder dengan orang normal. Oleh karena itu Sifat seperti ego sentris atau egoistis pada anak tuna rungu karena tidak menghayati perasaan, agresif, dan destruktif pada anak tuna laras perlu diminimalkan atau hilangkan melalui belajar dan bekerja kelompok. Melalui kegiatan tersebut diharapkan tersebut diharapkan mereka dapat memahami bagai mana cara bergaul dengan dengan orang lain secara baik dan wajar.

7. Prinsip Keterampilan

Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak berkelainan, selain berfungsi : Selektif, Edukatif, Rekeatif dan terapi, juga dapat dijadikan


(65)

sebagai bakal dalam kehidupannya kelak. Selektif berarti untuk mengarahkan minat, bakat, keterampilan dan perasaan anak berkelainan untuk berpikir logis, berperasaan halus dan kemampuan untuk bekerja. Rekreatif berarti unsur kegiatan yang diperagakan sangat menyenangkan bagi anak berkelainan. Terapi berarti aktivitas keterampilan yang diberikan dapat menjadi salah satu sarana habilitas akibat kelainan atau keturunan yang di sandangnya.

8. Prinsip Penamaan dan Penyempurnaan Sikap

Secara fisik dan psikis sikap anak berkelainan memang kurang baik sehingga perlu diupayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik sehingga perlu di upayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain. Misalnya blindism. Pada tuna netra, yaitu kebiasaan menggoyang-goyangkan kepala ke kiri dan kekanan, atau menggoyang-goyangkan badan yang dilakukan secara tidak secara tidak sadar atau anak Tuna Rungu memiliki kecenderungan rasa curiga pada orang lain akibat ketidakmampuannya merangkap percakapan orang lain.

4.3Peranan Terhadap Masyarakat.

Anak berkelainan tidak terlepas dari hakekatnya sebagai makhluk sosial, mahluk yang tidak dapat hidup sendiri, mahkluk yang harus membutuhkan peran serta keluarga/orangtua, dan tidak terlepas juga dari


(66)

mempunyai Ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk digunakan menjadi bekal mereka kelak setelah tamat dari sekolah.

Adanya stigma buruk masyarakat akan anak-anak cacat menjadi tantangan dan juga tugas yang harus di emban sekolah untuk memberikan akses bagi anak murid untuk dapat diterima dimasyarakat, sebagai bagian dari Bangsa dan warga negara. Untuk itu sekolah mempunyai peran strategis untuk menjembatani hubungan yang sinergis antara anak-anak berkelaianan dengan masyarakat, salah satu hal penting yang harus di kedepankan sekolah bagi masyarakat adalah memberikan kesadaran kokutif kepada masyarakat, bahwasanya mereka merupakan bagian dari Bangsa dan Warga negara. Dalam hal ini SLB-E Negeri pembina, tidak terlepas, berperan aktif didalamnya. Peranan sekolah terhadap masyarakat yakni memberikan informasi berupa pengetahuan akan anak-anak berkelainan kepada masyarakat, agar masyarakat dapat menerima dan sadar serta peduli akan pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Sekolah sejauh ini telah bekerjasama dengan departemen sosial, organisasi anak-anak cacat, yayasan swasta yang bergerut di bidang pendidikan khusus dan lembaga pendidikan umum lainnya.33

Masyarakat di indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya belum sepenuhnya dapat menerima anak berkebutuhan khusus, ini dapat dilihat dari sedikitnya akses atau wadah bagi anak barkebutuhan khusus untuk diterima dilingkungan sosialnya. Mulai dari skala kecil yaitu keluarga,

33


(67)

lingkungan sosial masyarakat, sampai bangsa dan negara. Sebagai salah satu solusi untuk masalah tersebut, sekolah Luar Biasa-E Negeri pembina sampai sejauh ini selalu mempublikasikan serta mensosialisasikan Pendidikan Luar Biasa melalui siaran Radio, Televisi, Surat kabar atau media-media lainya.34

4.4Tantangan dan Permasalahan yang dihadapi

SLB-E Negeri pembina Tingkat Propinsi tidak terlepas dari tantangan dan permasalahan yang dihadapi selama berdirinya sekolah sampai saat ini, ini merupakan tuntutan akan perkembangan yang bersifat internal dan eksternal, mengingat semakin bertambahnya kebutuhan akan Pendidikan Luar Biasa di Medan, untuk itu SLB-E Negeri diupayakan berbenah diri memenuhi semua itu.

Tantangan dan permasalahan merupakan parameter keberhasilan sekolah sebab dari disinilah dapat dilihat sejauh mana sekolah mampu merespon dalam artian menyelesaikan tantangan dan permasalahan yang dihadapi sebagai acuan dan pedoman kedepan demi keberlangsungan sekolah.35

1. Permasyarakatan Pendidikan luar Biasa

Berikut dapat dijabarkan tantangan serta permasalahan yang dialami sekolah sejauh ini serta usaha pemecahannya:

a. Sikap masyarakat yang belum sepenuhnya menerima anak Luar Biasa. b. Mahalnya biaya operasional Pendidikan Luar Biasa.


(68)

c. Output lulusan yang belum tertangani secara serius.

d. Kerja sama antar Intansi yang belum sepenuhnya terealisir. Usaha pemecahanya :

a. Mempublikasikan Pendidikan Luar Biasa melalui siaran Radio , Televisi, Surat kabar atau media lainya.

b. meningkatkan dana operasional sekolah.

c. memberi kesempatan bagi tamatan sekolah luar biasa untuk magang/bekerja pada instansi pemerintahan maupun swasta dengan perlindungan hukum yang pas.

d. menyusun program kerja terpadu antara dan inter instansi terkait baik secara vertikal maupun horizontal.

2. Minimnya dana pemeliharaan untuk sarana dan prasarana serta masalah-masalah lain yang ditangani.

Usaha pemecahannya :

a. Selalu mengusulkan dana penambahan melalui proposal kepada pemerintah.

b. Memanfaatkan gedung/ ruangan sekolah untuk kegiatan penataan yang dikelola oleh Kanwil Depdik Bud.

3. Keanekaragaman siswa berkelainan yang diasuh di SLB-E Negeri Pembina menyebabkan :

a. Banyaknya siswa yang tidak tertampung. b. Keterbatasan tenaga dibidangnya.


(69)

Usaha pemecahannya :

a. Membuat daftar tunggu atau mendirikan/membuka SLB Negeri baru. b. Menambah pengangkatan guru.


(70)

BAB V

KESIMPUALAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Sesuai dengan judul skripsi penulis yaitu : Perkembangan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat propinsi di Medan (1984-1999), maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sekolah Luaar Biasa-E Neeri Pembina yang terletak di jalan karya Ujung Medan sudah sangat membantu dan berperan dalam meningkatkan pendidikan Luar Biasa terhadap anak cacat di kota Medan.

2. Sekolah mengalami peningkatan pelayanan berupa dapat diterimanya berbagai jenis kecacatan anak untuk bersekolah di SLB-E Negeri Pembina.

3. Fasilitas sekolah berperan penting terhadap pelayanan anak-anak cacat yang bersekolah di SLB-E Negeri Pembina.

4. Kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pendidikan khusus dan anak-anak cacat semakin meningkat.

5. Peran pemerintah sejauh ini sangat membantu terselenggaranya pendidikan khusus untuk anak-anak cacat.

6. Sekolah mengalami perkembangan dari segi mutu pendidikan, ini ditandai dengan bertambahnya jumlah murid yang bersekolah serta prestasi yang diraih murid.


(71)

7. Guru dan orangtua murid menjadi posisi yang strategis terhadap perkembangan murid.

8. Jadi jeas dapat disimpulkan bahwa sekolah mengalami perkembangan dari kurun waktu tahun 1984-1999.

5.2.Saran

Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi berada dibawah naungan langsung Departemen Pendidikan Sumatera Utara secara kelembagaan, sekolah di tujukan untuk mendidik anak-anak cacat di kota Medan khususnya dan Sumatera Utara Umumnya, dan yang selama ini terabaikan oleh pemerintah maupun masyarakatt luas/ untuk itu perlu dilakukan peningkatan dalam berbagai bidang, diantaranya sebagai berikut : 1. Pemerintah sudah seharusnya meningkatkan penyelenggaraan pendidikan

khusus disebabkan bertambahnya kebutuhan akan pendidikan khusus berupa Pendidikan Sekolah Baru.

2. Besarnya biaya operasional sekolah, menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk meningkatkan dana untuk penyelenggaraan pendidikan khusus di sekolah.

3. Semakin bertambahnya murid, dan perkembangan akan pendidikan khusus sehingga manajemen sekolah harus lebih di tingkatkan untuk menjawab kebutuhan pendidikan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.


(72)

4. Peran sekolah terhadap masyarakat harus ditingkatkan karena sangat membantu nantinya proses sosial murid setelah tamat dari sekolah.

5. Profesional guru harus di tingkatkan, karena gurulah yang berperan strategis terhadap peningkatan mutu sekolah.

6. Sekolah diharapkan bisa mengelola serta mengembangkan potensi yang ada untuk terciptanya proses pembelajaran yang efektif terhadap murid. 7. Penguatan komunikasi yang baik dan rutin terhadap orangtua murid agar

lebih ditingkatkan.

8. Memberikan kemudahan bagi murid yang kurang mampu atau miskin bersekolah.


(73)

DAFTAR PUSTAKA

Amin,M. dan Dwidjosumorto, A., Pengantar pendidikan Luar Biasa, Jakarta : Depdiknas, 1979.

Anam, C Pendidikan Anak luar Biasa. Yogyakarta : S6PLB yogyakarta. 1981.

BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah, Jakarta : BSNP : 2006.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Garis Besar Program Pengajaran

(GBPP), Jakarta : Departemen P&K, 1993.

Djojonegoro, Wardiman, Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan

Indonesia, Jakarta : Departemenn Pendidikan Dasar, Menegah,

Departemen Pendidikan Nasional, 2005.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Panduan Penyelenggaraan Pendidikan

Inklusi, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995

Efendi, Muhammad, Pengantar Psikologi Anak Berkelainan, Jakarta : PT.Bumi Aksara, 2006.

Freie, Paulo, Illich Ivan, dkk, Menggugat Pendidikan, Punda Mentalis

Konsenatif, Liberal, Anarkis, Yojakarta : Pustaka Pelajar, Cetakan

VI, 2006.

Gott Schalk, Louis, (terj)., Nugroho Notosusanto : Understanding History

Mengerti Sejarah, Jakarta : UI Press, 1986.

Gyaniuirsula : propesional Development Educational Management

Pengembangan Profesional Untuk Manajemen Pendidikan.

Jakarta : PT Gramedia, 2004.

Gursa, S, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Jakarta : Gunug Mulia, 1985.

Kontowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : PT. Benteng Pustaka, 2005.


(74)

Makmun, A.S, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Bandung, 1987.

Moerdani, S., Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : Universitas Islam Nusantara, 1987.

Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2004.

Grajedio, T., Anak-anak Yang Terlupakan, Surabaya : Universitas Airlangga, 1976

.

Sudrajat, Hari, Manajemen Peningkatan Pendidikan Mutu Berbasis

Sekolah, Bandung : Cipta Cehasa Grafika, 2005.

Skejorten and Johsen, B., Pendidikan Kebutuhan Khusus sebuah pengantar. Oslo : UIPU, 2004.

Santroch, W., Jhon, (terjemahan) Triwibowo, B.Sa, Psikologi Pendidikan, Dallas : University Of Texas, 2004.

Syafaruddin, Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan

Dosen, UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Permendiknas No.11 Tahun 2005 Tentang Buku Pelajaran, PP No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,


(75)

Lampiran 1

Tabel Keadaan Guru dan Pegawai SLB-E Negeri Pembina Tahun 1996

No Nama NIP

Gol Ruang

Pangkat Keterangan

01 Drs.Dj.Ginting 400014823 IV/A Pembina Kepsek 02 Dra.Jenny Heryani 130892390 III/D Penata TK.I *

03 Drs.Purwo Siswanto

131412403 III/D Penata TK. I

04 Drs, Tri Wahono 131479952 III/D Penata TK.I 05 Drs. Sutardi 131479840 III/D Penata TK. I 06 Drs.Komarudin 131479917 III/D Penata TK.I 07 Drs. Samaun Suud 400017214 III/C Penata 08 Sutoyo 131288485 III/B Penata

MudaTk. I 09 Muhirmansyah 131288783 III/B Penata

MudaTk. I 10 Suripan 131288469 III/B Penata

MudaTk. I

11 Suroso 131288481 III/B Penata MudaTk. I 12 Maryana 131289687 III/B Penata


(76)

13 Hidayat 131288474 III/B Penata MudaTk. I 14 Dra.Zunelfieni 132014889 III/A Penata Muda 15 Dimyati 131417223 III/A Penata Muda 16 Marjudin 131413643 III/A Penata Muda 17 Purwanti 131477003 III/A Penata Muda 18 NinikUsmiyanti 131477002 III/A Penata Muda 19 MinasinYogawati 131471094 III/A Penata Muda 20 Supardi Yulianto 131595407 III/A Penata Muda 21 Sitti Nurlian

Tarigan

131998336 II/D Pengatur Tk.I

22 Surantha Mendha S.

131899920 II/D Pengatur Tk.I

23 Prihartini 131899921 II/D Pengatur Tk.I 24 Agus Surya 131961346 II/D Pengatur Tk.I 25 Berita Tarigan 131899337 II/C Pengatur 26 Yuelneni 132050848 II/C Pengatur 27 Hawa 132050850 II/C Pengatur 28 Torianto 132118065 II/B Peng. Md.Tk I 29 Ali Yusar 132126615 II/B Peng. Md.Tk I 30 Jaswardi 132126617 II/B Peng. Md.Tk I 31 Yanto 132126614 II/B Peng. Md.Tk I


(1)

Lampiran 2

Keterangan : Tampak Para Murid Sedang Berlatih Keterampilan berupa : Budi Daya Jahe, Gray Busana, Tata Boga, dan Keterampilan


(2)

Lampiran 3

Keterangan : Fasilitas Sekolah berupa alat gymnas, keterampilan boga, keterampilan tata busaha, dan tampak guru sedang mengajar di kelas B, tahun 1997.


(3)

Lampiran 4

Keterangan : Murid sedang berlatih beberapa jenis keterampilan di ruangan keterampilan yang disediakan sekolah berupa, keterampilan bunga, boga, tari dan keterampilan las, tahun 1999.


(4)

Lampiran 5

Keterangan : Gedung dan Sarana Prasarana Pendukung SLB-E Negeri Pembina tahun 1989


(5)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Bapak Komarudin Usia : 53 Tahun

Pekerjaan : Guru SLB-E Negeri Pembina Alamat : Helvetia

2. Nama : Bapak Tri Wahono Usia : 54 Tahun

Pekerjaan : Guru SLB-E Negeri Pembina Alamat : Marelan

3. Nama : Bapak Sutardi Usia : 55 Tahun

Pekerjaan : Guru SLB-E Negeri Pembina Alamat : Helvetia

4. Nama : Ibu Jenny Haryanti Usia : 44 Tahun

Pekerjaan : Guru SLB-E Negeri Pembina Alamat : Marelan

5. Nama : Bapak Drs. Bahrizal, M.Pd Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Kepala Sekolah SLB-E Negeri Pembina Alamat : Helvetia

6. Nama : Ibu Soldian Br Simanjuntak (Orangtua Murid) Usia : 48 Tahun

Pekerjaan : Guru Alamat : Marelan

7. Nama : Ibu Sutajah (Orangtua Murid) Usia : 40 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Pd. Bulan

8. Nama : Ibu Syahrius (Orangtua Murid) Usia : 40 Tahun

Pekerjaan : Guru


(6)

9. Nama : Rizky Aryansyah Usia : 17 Tahun

Pekerjaan : Murid SLB-E Negeri Alamat : Jl. Gatot Subrono Medan

10. Nama : Tiodor Sihaloho (Orangtua murid) Usia : 38 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta