PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGEMBANGKAN SIKAP WARGA NEGARA YANG DEMOKRATIS DAN BERTANGGUNG JAWAB : Studi Kasus Di SMA Negeri 2 Serui-Papua.

(1)

Pernyataan ………..……….……… Kata Pengantar ………. Ucapan Terima Kasih ……….. Abstraks ………... Daftar Isi ……… Daftar Lampiran ……… i ii iii v vii xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………

B. Rumusan Masalah……….………...

C. Definisi Konseptual………...

D. Tujuan Penelitian ..………..………..……… E. Manfaat Penelitian ………..………. F. Metodologi Penelitian ……….. G. Lokasi dan Sampel Penelitian ……….. BAB II LANDASAN TEORETIS

A. Selayang Pandang Pendidikan Kewarganegaraan ……… 1. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perkembangannya…… 2. Awal Perkembangan Civics dan Civic Education di Amerika

Serikat ……….. 3. Perkembangan Civics dan Pendidikan Kewarganegaraan ….. 4. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan Dengan

Orientasi Community, Economic dan Vocational Civics……… 5. Pendidikan Kewarganegaraan di Persekolahan……….

1 19 20 23 24 28 31 32 35 38 40 43 47


(2)

1. Konsep Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Kepribadian Bangsa ………. 2. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pengembang Sikap Warganegara yang Demokratis dan Bertanggung jawab ……. 3. Kompetensi Kewarganegaraan ……… C. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan……… 1. Esensi Pendidikan Nilai ………. 2. Pengembangan Pendidikan Berbasis Nilai Moral ………… 3. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan …..… 4. Sumber, Media, dan Penilaian Pendidikan

Kewarganegaraan..

D. Sikap Demokratis dan Bertanggung Jawab ……… 1. Sejarah dan Perjalanan Demokrasi di Indonesia ……… 2. Demokrasi Di Indonesia ………. 3. Pelaksanaan Demokrasi ……….. 4. Unsur-unsur Pendukung Tegaknya Demokrasi ……….. BAB III Metode Penelitian

A. Metode Penelitian ……….

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ………..

1. Subjek Penelitian ………

2. Lokasi Penelitian ………

C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ………

1. Observasi ……….

53 58 61 67 67 72 74 79 84 89 94 98 102 107 113 113 114 115 115 117


(3)

3.

D. Tahap-tahap Penelitian ………

E. Analisis Data ………

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian ……….. 1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 2.Pengemasan Materi Pembelajaran PKn agar mampu

mengembangkan Sikap Siswa Sebagai Warganegara Yang Demikratis dan Bertanggung Jawab………. 3.Fungsi dan Tujuan PKn dalam Mengembangkan Sikap Siswa

Sebagai Warganegara Yang Demokratis dan Bertanggung Jawab……… 4.Mengaplikasikan Hasil Pembelajaran PKn dalam Kehidupan

sehari-hari untuk Mengembangkan Sikap Siswa Sebagai Warganegara Yang Demokratis dan Bertanggung Jawab………... 5.Faktor-faktor Penghambat dalam Pembelajaran PKn dalam

Mengembangkan Sikap Siswa Sebagai Warganegara Yang Demokratis dan Bertanggung Jawab……….. 6.Upaya yang dilakukan Guru PKn untuk Mengatasi Kendala dalam

Pembelajaran PKn untuk Mengembangkan Sikap Siswa Sebagai Warganegara Yang Demokratis dan Bertanggung Jawab………… B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Kurangnya guru dalam melakukan pengemasan Pengemasan Pembelajaran PKn dan kurang aktifnya siswa dalam

126

128 128

131

151

155

159

165


(4)

2.

sebagai warganegara yang Demokratis dan Bertanggung Jawab ………..………. 3. Sikap Demokratis dan Bertanggung Jawab bukan Hanya

Dipelajari melainkan Harus diamalkan ..………. 4. Kurangnya Sarana dan Sumber Pembelajaran PKn

Menghambat Pengembangan Sikap Siswa sebagai

warganegara yang Demokratis dan Bertanggung Jawab …….. 5. Upaya Guru PKn dalam Mengatasi Kendala Pembelajaran

PKn guna Mengembangkan Sikap Siswa sebagai warganegara yang Demokratis dan Bertanggunng Jawab ...………... BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi

A. Kesimpulan ………..

B. Rekomendasi………

Daftar Pustaka Lampiran

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-kisi dan Instrumen Penelitian Lampiran 2 Instrumen Penelitian

Lampiran 3 Hasil wawancara

184

191

197

202

206 210


(5)

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Pendidikan merupakan proses pendewasaan, baik dewasa dalam pola pikir maupun dewasa dalam perilakunya. Pendidikan mejadi tanggung jawab kita bersama sekolah, orang tua dan pemerintah, olehnya itu kita saling bekerja sama untuk kepentingan keberhasilan pendidikan. Kenyataan di SMA N 2 Serui bahwa sebagian besar orang tua siswa hanya menyerahkan sepenuhnya anaknya kepada sekolah, berhasil dan tidak anaknya itu tergantung dari sekolah dalam mendidik anak. Menurut Alex Sawaki (2008: 295), bahwa masyarakat papua menaruh kepercayaan yang lebih terhadap guru, karena dianggap tahu segalanya. Orang tua siswa memperhatikan anaknya hanya pada pembiayaan sekolah saja. Prosentasenya sangat kecil orang tua yang memperhatikan anaknya di sekolah, ketika ada panggilan dari sekolah tentang anaknya baru orang tua kaget kalau anaknya perlu diperhatikan oleh orang tua. Kebiasaan orang tua menitipkan anaknya kepada saudaranya yang tinggal di kota yang kadang kurang diperhatikan fasilitas belajar anaknya mulai dari buku pelajaran, alat tulis, meja belajar, baju seragam dan keperluan lainya. Dari penjelasan di atas menunjukan bahwa rasa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya masih rendah.

Pada dasarnya anak (siswa) adalah insan yang memiliki kemampuan atau kompetensi terbuti ketika lulus SMA banyak yang melanjutkan ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dan bisa menyelesaikan program sarjananya. Ketika anak di sekolah atau di kelas tidak sedikit yang ikut ikutan teman bermain


(7)

yang kadang sampai meninggalkan pelajaran karena diajak temanya, oleh karena itu dituntut kemampuan guru untuk memberi pengertian pada siswa agar selalu mengikuti pelajaran ketika pelajaran berlangsung. Anak sebenarnya memberi respon ketika menerima pelajaran, buktinya memperhatikan pelajaran, diberi pertanyaan berusaha menjawab walaupun kadang belum benar, diberi tugas berusaha untuk mengerjakan. Hanya kadang ada yang kesadaranya rendah dalam mengikuti pelajaran, tidak ada kesiapan sebelumnya sehingga ketika ditanya guru pelajaran sebelumnya siswa tidak bisa menanggapi.

Keterbatasan sarana dan prasarana hendaknya jangan menjadi penghalang bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Dengan berbekal kapur tulis, penghapus dan buku pelajaran yang kadang disertai foto copy kegiatan belajar mengajar tetap harus berjalan. Jarang sekali anak yang memegang buku paket dan lembar kerja siswa (LKS), yang biasa dilakukan guru di kelas adalah mendekte dan siswa mencatat kemudian dijelaskan (ceramah) materi yang dicatat dan disertai dengan tanya jawab. Jarang melaksanakan diskusi dan tidak pernah guru membawa siswa (anak) ke luar kelas atau ke masyarakat, jadi pembelajaran hanya berlangsung di dalam kelas. Dalam rangka mewujudka tujuan pembelajaran yang menyeluruh yang meliputi aspek cognitif, afektif dan psychomotor maka pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat melalui diskusi, bermain peran dan membawa anak ke luar kelas untuk melihat secara langsung yang ada di masyarakat sehingga anak juga mempunyai wawasan yang lebih luas.

Keadaan sosial budaya masyarakat sebagai bagian yang tidak kalah dalam keberhasilan pendidikan juga harus mendukung proses pendidikan. Keadaan


(8)

sosial ekonomi masyarakat sangat beragam sekali ada yang ekonomi mampu, sedang dan ada dari kalangan ekonomi lemah. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum memang masih kurang, hal inilah yang menjadi tuntutan masyarakat di Yapen Waropen khususnya dan masyarakat papua pada umumnya, mengapa kesejahtrraan masyarakat papua jauh berbeda dengan wilayah Indonesia bagian barat. Perbedaan kesejahteraan inilah yang dapat menyebabkan munculnya gerakan sparatisme menurut masyarakat papua. Sumber daya manusia yang rendah berawal dari kurangnya kesadaran terhadap pendidikan, kurangnya rasa tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya. Oleh karena itu untuk meningkatkan sumber daya manusia harus kita mulai dari meningkatkan kesadaran pendidikan, kepada para orang tua lebih meningkatkan rasa tanggung jawabnya terhadap pendidikan anaknya. Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia, serta mengembangkan sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab satu diantaranya dapat melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di persekolahan, sehingga masyarakat tidak merasa terasing dalam pemerintahan tetapi sebaliknya dapat ikut berpartisipasi langsung dalam penyelenggaraan pemerinatahan negara.

Di Kabupaten Yapen Waropen khususnya dan di Papua pada umumnya ada upacara adat tusuk telinga, menghantar mas kawin dan tari tarian yosim pancer (yospan) yang merupakan ciri khas dan kearifan budaya lokal. Dalam suatu keluarga yang mempunyai anak perempuan diwajibkan merayakan upacara adat tusuk telinga, anak perempuan yang berumur kurang lebih lima tahun, maka orang tuanya akan mengadakan upacara adat tusuk telinga dan yang melakukan


(9)

penusukan adalah saudara saudaranya dari bapak atau dari ibu secara bergantian, setelah melakukan penusukan telinga diharuskan membayar sejumlah uang kepada anak yang ditusuk telinganya. Ada lagi upacara adat menghantar mas kawin dari keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga mempelai perempuan. Yang diantar adalah sejumlah uang dan peralatan rumah tangga, yang jumlah dan banyaknya tergantung dari kesepakatan dan kemampuan ke dua belah pihak. Barang barang yang diantar sebagai mas kawin dari keluarga mempelai laki-laki itu berasal dari keluarga atau saudara saudara yang dikumpulkan. Ada lagi tarian budaya papua yang sangat terkenal namanya yosim pancer (yospan) tarian ini dilakukan secara kelompok dan berpasang pasangan dengan gerakan badan yang teratur diiringi lagu- lagu daerah papua akan menampilkan suasana yang menarik, serasi dan indah untuk dinikmati.

Budaya- budaya tersebut di atas secara demokratis menunjukan rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang kuat, menanamkan rasa kekeluargaan dan kebersamaan melalui budaya yang ada adalah cara yang tepat karena dilakukan secara turun temurun. Masyarakat papua secara bersama sama mempunyai rasa tanggung jawab untuk mewariskan budaya daerah dari generasi ke generasi secara terus menerus. Kenyataan tersebut di atas dapat dijadikan sebagai modal dasar dalam mengembangkan sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Ada beberapa aspek dalam rangka mengembangkan sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab, diantaranya:


(10)

1. Aspek filosofis

a. Sense of bilonging (rasa memiliki)

Dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia IV terdapat tujuan nasional Negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, oleh karena itu apa yang dapat kita perbuat terhadap bangsa dan Negara?. Sikap rasa memiliki terhadap bangsa dan Negara harus kita tanamkan pada diri setiap warganegara Indonesia sedini mungkin. Sikap nasionalisme atau rasa bangga terhadap bangsa dan Negara Indonesia juga merupakan bagian dari rasa memiliki terhadap bangsa dan Negara. Begitu juga sikap patriotisme atai rasa cinta terhadap bangsa dan Negara ini juga merupakan bagian dari rasa memiliki. Warganegara yang memipunyai rasa memiliki terhadap bangsa dan Negara ia akan selalu berusaha untuk menjaga tentang keutuhan dan keselamatan bangsa dan Negara dari segala bentuk ancaman dan rong rongan dari pihak luar. Mereka rela berkorban bahkan mati sekalipun demi bangsa dan Negara. Rasa memiliki terhadap bangsa dan negara dari warganegara akan tampak dalam sikap dan perilakunya misalnya: melakukan pembelaan pada negara terhadap segala bentuk permasalahan dengan pihak lain, mereka merasa senang ketika bangsa dan negara berada pada pihak yang menang terhadap segala bentuk permasalahan, dan sebaliknya kita merasa sedih ketika bangsa dan negara berada pada pihak yang kalah dalam segala bentuk permasalahan. Menggunakan produksi dalam negri, menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, ini merupakan bagian dari rasa bangga terhadap bangsa dan negara Indonesia. Ketika kita berada di luar negri kemudian bertemu dengan orang Indonesia akan menumbuhkan rasa kebangsaan


(11)

yang tinggi karena merasa bangga terhadap kesamaan asal sebagai warganegara Indonesia.

b. Sense of unity (rasa persatuan dan kesatuan)

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk atau heterogen atau anekaragam. Keanekaragaman masyarakat Indonesia meliputi suku bangsa, adat istiadat dan agama. Kemajemukan ini sangat rawan sekali untuk munculnya perpecahan atau konflik, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menciptakan adanya persatuan dan kesatuan. Persatuan dapat diartikan sebagai proses untuk menuju kearah bersatu dan setelah bersatu dinamakan kesatuan. Dalam konsep wawasan nusantara, meliputi:

(1) kesatuan dalam bidang politik, diantaranya

- bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaanya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.

- bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas luasnya. - bahwa secara psychologis bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib

sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, mempunyai satu tekad dalam mencapai cita cita bangsa.


(12)

- bahwa seluruh kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan hukum, dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.

(2) kesatuan dalam bidang social budaya, diantaranya

- Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.

- Bahwa budaya bangsa Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan corak ragam yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya. (3) kesatuan dalam bidang ekonomi, diantaranya

- bahwa kekayaan wilayah nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa dan keperluan hidup sehari hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.

- tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominya.

(4) kesatuan dalam bidang pertahanan dan keamanan, diantaranya

- bahwa ancaman terhadap satu daerah atau satu pulau pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.

- bahwa tiap tiap warganegara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.


(13)

c. Sense of responsibility (rasa tanggung jawab)

Waraganegara dalam suatu Negara harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap negaranya. Warganegara yang bertanggung jawab merupakan warganegara yang mampu memelihara dan memanfaatkan lingkunganya dengan baik. Dalam prinsip pemerintahan yang demokratis terkandung hak partisipasi dari setiap warganegara. Hak partisipasi ini membebankan tanggung jawab tertentu kepada setiap warganegara. Diantara tanggung jawab ini adalah tanggung jawab untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab untuk berkehendak meningkatkan kesejahteraan sosial berdasarkan prinsip prinsip keadilan. Partisipasi warganegara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan ketrampilan intelektual serta ketrampilan untuk berperan serta. Parttisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itupun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi dan watak watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.

2. Aspek Yuridis a. UUD 1945

Dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV tercantum tentang tujuan nasional Negara yaitu: Negara mencerdaskan kehidupan bangsa, kemudian Negara mewujudkan upayanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengeluarkan UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.


(14)

Selanjutnya dalam batang tubuh UUD 1945 yang mengatur tentang sistem demokrasi, pendidikan dan budaya nampak dalam pasal pasal diantaranya: Pasal 1 UUD 1945, Ayat 1, negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Ayat 2, Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Ayat 3, Negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal 31 UUD 1945, ayat 1, 2, 3, 4 dan 5, mengatur tentang pendidikan sedangkan, pasal 32 UUD 1945, ayat 1 dan 2, mengatur tentang budaya.

b. UU no 12 tahun 2006, tentang kewarganegaraan atau naturalisasi

Pasal 26 UUD 1945, menyatakan yang menjadi warganegara Indonesia adalah orang orang bangsa Indonesia asli dan orang orang bangsa lain yang disahkan dengan undang undang sebagai warganegara. Dari bunyi pasal 26, ini kita bisa menganalisa bahwa, warganegara dibedakan menjadi 2 (dua) warganegara asli dan warganegara yang berasal dari warganegara asing. Warganegara asli adalah warganegara yang berasal dari penduduk asli (pribumi) sedangkan warganegara yang asalnya dari warganegara asing setelah melalui proses naturalisasi (pewarganegaraan) akhirnya menjadi warganegara Indonesia. Ada 2 (dua) asas untuk mendapatkan kewarganegaraan yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis, asas ius soli adalah asas yang menetukan kewarganegaraan menurut dasar tempat di mana ia dilahirkan, sedangkan asas ius sanguinis adalah asas yang menentukan kewarganegaraan menurut dasar kewarganegaraan orang tua yang melahirkan. Dari dua asas ini dapat muncul adanya apatride dan bipatride, apatride artinya orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan,


(15)

sedangkan bipatride artinya orang yang mempunyai kewarganegaraan ganda atau dobel kewarganegaraan.

c. UU no 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional

Undang undang tentang sistem pendidikan nasional sebagai landasan operasional, penuh dengan pesan yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan. Pasal 2, berbunyi: Pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Aspek kepribadian warganegara yang perlu dikembangkan adalah menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Menghasilkan insan Indonesia yang cerdas komprehensif dan kompetitif, ini merupakan visi dari pendidikan nasional. Cerdas komprehensif di sini meliputi:

(1) Cerdas spiritual, yaitu mampu beraktualisasi diri melalui olah hati/ kalbu untuk menumbuhkan dan meperkuat keimana, ketakwaan dan ahklak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.


(16)

(2) Cerdas emosional, yaitu mampu beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekpresikan.

(3) Cerdas sosial, yaitu mampu beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang: membina dan memupuk hubungan timbal balik, demokratis, empatik, menjunjung tinggi hak asasi manusia, ceria dan percaya diri, menghargai kebinekaan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warganegara. (4) Cerdas intelektual, yaitu mampu beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan tehnologi dan aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan emajinatif. (5) Cerdas kinestetik, yaitu mampu beraktualisasi diri melalui olah raga untuk

mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya tahan, sigap, trampil dan trengginas dan aktualisasi insan adiraga. Adapun yang dimaksud dengan insan Indonesia yang kompetitif adalah memiliki seperangkat kompetensi sebagai berikut: berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, pembangun dan pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan, inovatif dan menjadi agen perubahan, produktif, sadar mutu, beroriantasi global dan pembelajar sepanjang hayat.


(17)

3. Aspek sosiologis

Perhatian intelektual terhadap masalah masalah dan isu isu yang berhubungan dengan sosiologi sudah lama berkembang sebelum sosiologi itu menjadi suatu disiplin ilmiah. Peranan akal budi yang potensial dalam memahami perilaku manusia dan dalam memberikan landasan untuk hukum hukum dan organisai organisasi negara. Tekanannya ada pada akal budi dan penemuan penemuan hukum alam, hal ini ditandai oleh dobrakan dobrakan terhadap pemikiran di mana perilaku manusia dan organisasi masyarakat sudah dijelaskan dalam hubunganya dengan kepercayaan agama.

Proses Pendidikan menjadi jalan yang harus dilalui untuk memperbaiki perilaku belajar guna mencapai tujuannya. Perilaku belajar diperhatikan untuk memberikan nilai positif sebuah pembelajaran, sehingga terlihat sebuah perubahan ke arah perbaikan sebagai implikasinya. Idealnya, sebuah proses pendidikan tersebut mencapai target dan tujuan yang ingin dicapai, seperti yang diamanatkan dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab 2 pasal 3 yang menyatakan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Amanat tersebut, diimplementasikan melalui pembelajaran PKn disesuaikan dengan fungsinya sebagai pendidikan budi pekerti atau mata pelajaran kepribadian yang diamanatkan dalam Permen no. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian, bahwa pendidikan kewarganegaraan termasuk pada kelompok mata pelajaran


(18)

Kepribadian, tercantum dalam Lampirannya ayat 1 bagian D no. 9 , yaitu :

Penilaian kepribadian, yang merupakan perwujudan kesadaran dan tanggung jawab sebagai warga masyarakat dan warganegara yang baik sesuai dengan norma dan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, adalah bagian dari penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan.

Kenyataan menunjukan bahwa pembelajaran Pkn yang terjadi belum sesuai dengan target ideal. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang monoton akan lebih menjauhkan pencapaian tujuannya secara komprehensip (menyeluruh) yaitu dimensi kognitif, afektif dan psikomotorik. Beberapa indikasi empirik yang menujukan salah arah dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ialah Pertama, Pembelajarannya lebih menekankan pada dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Kedua, keterbatasan kemampuan guru dalam mengelola kelas sehingga interaksi antara guru dan siswa kurang tercipta dengan baik. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler belum dilaksanakan dengan baik sebagai perwujudan teori yang didapatkan.( Budimansyah,2008:180).

Bila dianalisis dengan cermat, ternyata baik istilah yang dipakai, isi yang dipilih dan diorganisasikan, dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mata pelajaran civics atau pendidikan kewarganegaraan atau PMP atau pendidikan pancasila dan kewarganegaraan yang berkembang secara fluktuatif hampir empat dasa warsa (1962-1998) menunjukkan ketidakajegan dalam kerangka berpikir,


(19)

yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.

Ketidakajegan konsep tersebut diantaranya seperti : Civics pada tahun 1962 yang tampil dalam bentuk indoktrinasi politik, civics tahun 1968 sebagai unsur dari pendidikan kewargaan Negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial; pendidikan kewarganegaraan tahun 1969 yang tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS; pendidikan kewarganegaraan tahun 1973 yang diidentikkan dengan pengajaran IPS; PMP tahun 1975 dan 1984 yang tampil menggantikan pendidikan kewarganegaraan dengan isi pembahasan P4; dan PPKn 1994 sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan P4. Krisis operasional, yang dalam banyak hal merupakan dampak dari krisis konseptual tercermin dalam terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran guru yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak bergeser dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep (Winataputra dan Budimansyah, 2007 : 161-163).

Tampaknya semua itu terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai sociocultural institution, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.


(20)

Sekalipun program belajar tetap dijalankan dengan tertib dan berencana siswa perlu dididik untuk bertanggung jawab atas sikapnya. Peran guru sebagai fasilitator sangat berarti. Istilah fasilitator menunjukan bahwa tanggung jawab akhir haruslah ada pada anak dalam menemukan dirinya.

Pendidikan ditujukan kepada semua lapisan masyarakat, tanapa kecuali untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Dalam pendidikan tidak cukup hanya diketahui ( cognitive ) saja, tetapi yang lebih penting bagaimana mengaplikasikan dari apa yang diketahui dalam kehidupan nyata sehari- hari. Kemantapan jati diri siswa, dapat dibina melalui peranan lingkungan pendidikan baik itu pendidikan sekolah, pendidikan keluarga maupun pendidikan masyarakat. Salah satu peranan pendidikan yang penting dalam kehidupan siswa adalah kehidupan sekolah yaitu sistem sekolah termasuk didalamnya pembelajaran.

Karena pentingnya peranan pembelajaran, maka program pembelajaran yang diberikan kepada siswa harus berupaya membina dan mengarahkan sikap serta perilaku siswa. Untuk mewujudkannya, maka proses pendidikan harus memperhatikan program pembelajaran yang akan disampaikan. Salah satu program pembelajaran itu melalui program pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Adapun mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam Kurikulum pendidikan Dasar dan Menengah (Kurikulum 2004 mata pelajaran kewarganegaraan, 2003 :2) sebagai berikut :

“Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara


(21)

yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”

Pendidikan kewarganegaraan di persekolahan dapat membentuk sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dimana warganegara nantinya akan ikut serta berpartisipasi dalam pemerintahan dan dalam membuat kebijakan.

Pendidikan Kewarganegaraan diarahkan untuk mencapai dua sasaran pokok yang seimbang. Yaitu pertama meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik tentang etika, moral, dan asas-asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Kedua, membentuk sikap, perilaku, dan kepribadian sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. ( Winataputra, 2007: 70)

Melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan ini dapat dikembangkan berbagai kemampuan dasar warga negara seperti : berpikir kritis, dapat mengambil keputusan secara tepat, memegang teguh aturan yang adil, menghormati hak orang lain, menjalankan kewajiban, bertanggungjawab atas ucapan dan perbuatannya, berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia serta dapat berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi. Senada dengan fungsi dan tujuan pendidikan dalam undang- undang system pendidikan nasional no 20 tahun 2003, pasal 3 yang berbunyi:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatip,


(22)

mandiri dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sosok warga negara yang demokratis, digambarkan oleh Winataputra (2007:31) Bahwa seorang warganegara yang ideal demokratis seyogyanya tampil sebagai ’’ Informed and Reasoned Decision Maker’’ atau pengambil keputusan yang cerdas dan bernalar. Untuk itu diperlukan ’’ Knowledge’’atau pengetahuan atau wawasan, ’’ Beliefs: Civic Virtues’’ atau kepercayaan berupa kebajikan warganegara, dan ’’ Skills: Civic Partisipation’’ yakni ketrampilan partisipasi sebagai warganegara.

Pendidikan demokrasi perlu diberikan pada masyarakat, Idealnya bahwa demokrasi tidak dikenal dengan sendirinya, tetapi harus diajarkan, pengetahuan kewarganegaraan adalah hal penting untuk dihidupkan dengan baik dalam setiap demokrasi.

Pendidikan demokrasi berkaitan erat dengan pendidikan politik, maka pendidikan politik yang bagaimana yang seharusnya diberikan pada siswa agar dapat mengembangkan sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. (Khahiron, 1999:114)

Di alam demokrasi sekarang ini warganegara tidak cukup mempunyai bangunan pengetahuan politik atau aspek-aspek politik, tetapi juga membutuhkan penguasaan terhadap kecakapan-kecakapan intelektual atau berpikir kritis dan kecakapan partisipatoris yang meliputi : 1) kecakapan intelektual atau berpikir kritis yakni : a) kemampuan mendengar, b) kemampuan mengedintifikasi, c) kemampuan menganalisa, dan d) kemampuan untuk melakukan suatu evaluasi isu-isu piblik, 2) Kecakapan partisipatoris mencakup: a) keahlian berinteraksi ( interaccing),b) keahlian memantau ( monitoring) isu public, c) keahlian mempengaruhi kebijakan publik.


(23)

Pendidikan kewarganegaraan di persekolahan sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang demokratis sebagai penghasil warganegara yang mampu berpartisipasi dalam system pemerintahan sendiri. Pernyataan itu memunculkan berbagai definisi pendidikan kewarganegaraan, diantaranya diungkapkan oleh (Kerr, 1999:2)

Pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran. dan belajar dalam proses penyiapan warganegara tersebut.

Civic Education diproyeksikan untuk memberikan latihan kepada siswa untuk memahami, melaksanakan cita-cita, nilai dan prinsip demokrasi negaranya. Oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan di Indonesia mamiliki latar belakang demokrasi konstitusi ciri khas Indonesia.

Sosok warganegara yang bertanggung jawab, digambarkan oleh (Winata putra, 2007:192) . Menjadi anggota masyarakat yang independen, karakter ini meliputi kesadaran secara pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan karena keterpaksaan atau pengawasan dari luar menerima tanggung jawab akan konsekuensi dari tindakan yang diperbuat dan memenuhi kewajiban moral dan legal sebagai anggota masyarakat yang demokratis. Tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik, tanggung jawab ini meliputi memelihara menjaga diri, memberi nafkah dan merawat keluarga, mengasuh dan mendidik anak. Termasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu publik, menggunakan hak pilih dalam pemilu,


(24)

membayar pajak, menjadi saksi di pengadilan, kegiatan pelayanan masyarakat, melakukan tugas kepemipinan sesuai bakat masing-masing.

Tugas dan fungsi pendidikan kewarganegaraan adalah sama diseluruh bagian wilayah Indonesia. Serui sebagai daerah yang merupakan bagian Papua memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan daerah lainnya. Proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di Serui tentunya memiliki tantangan tersendiri bagi guru pendidikan kewarganegaraan di Serui. Fungsi pendidikan kewarganegaraan untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap bangsa ini dan rasa kebersamaan yang ditujukkan oleh sikap demokratis dan bertanggungjawab merupakan tugas yang dibebankan kepada guru pendidikan kewarganegaraan khususnya di Serui.

Dari latar belakang perumusan masalah, maka hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan harapan akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan perubahan watak warganegara Indonesia menjadi lebih baik di sekolah, memberi peran penting sebagai pengalaman siswa agar berperilaku demokratis dan bertanggungjawab.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengajukan rumusan masalah pokok sebagai berikut : Bagaimana peranan endidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang denokratis dan bertanggung jawab?. Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada pokok


(25)

permasalahan, maka dijabarkan dalam beberapa kalimat pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengemasan materi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan agar mampu mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab?

2. Bagaimana fungsi dan tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam rangka mengembangkan sikap siswa segabagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab? 3. Bagaimana siswa dapat mengaplikasikan hasil pembelajaran pendidikan

kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab?

4. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam rangka mengembangkan sikap siswa sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab? 5. Bagaimana upaya yang dilakukan guru pendidikan kewarganegaraan

untuk mengatasi kendala-kendala dalam mengembangkan sikap siswa sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab?

C. Definisi Konseptual

1. Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara yang cerdas, terampil dan


(26)

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (Soemantri, 2001:145).

Dalam standar Isi dinyatakan pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada dua tujuan utama. Pertama, pembentukan warganegara Indobnesia yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibanya. Kedua, pengembangan warganegara Indonesia yang cerdas, trampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. 2. Peranan pembelajaran adalah upaya pembimbingan terhadap siswa agar siswa

itu secara sadar dan terarah berkeinginan untuk belajar dan memperoleh hasil belajar sebaik- baiknya sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa yang bersangkutan. (Rochman Natawidjaya dan HA. Moein Moesa (1991: 23) Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistemik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi interaksi antara peserta didik (warga belajar) yang melakukan belajar dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan pembelajaran.(Sudjana:1993:6).

3. Sikap demokratis adalah: Sikap siswa dalam proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu:1. penghargaan terhadap kemampuan, 2. menujung tinggi keadilan, 3. menerapkan persamaan kesempatan, 4. memperhatikan keragaman peserta didik. Dalam prakteknya para pendidik hendaknya memposisikan peserta didik sebagai insan yang harus dihargai kemampuanya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan


(27)

potensinya, oleh karena itu dalam proses pembelajaran perlu adanya suasana yang terbuka, akrab, dan saling menghargai.( Budimansyah, 2003:7).

Sosok warganegara yang demokratis, digambarkan oleh (Winataputra,2007:31) Bahwa seorang warganegara yang ideal demokratis seyogyanya tampil sebagai ’’ Informed and Reasoned Decision Maker’’ atau pengambil keputusan yang cerdas dan bernalar. Untuk itu diperlukan ’’ Knowledge’’atau pengetahuan atau wawasan, ’’ Beliefs: Civic Virtues’’ atau kepercayaan berupa kebajikan warganegara, dan ’’ Skills: Civic Partisipation’’ yakni ketrampilan partisipasi sebagai warganegara.

( Winataputra dan Budimansyah, 2007:31).

4. Sikap warganegara yang bertanggung jawab secara publik dan privat, yaitu tanggung jawab para pejabat- baik yang dipilih atau yang diangkat dengan warganegara biasa. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Menjadi anggota masyarakat yang independen, karakter ini meliputi kesadaran secara pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan karena keterpaksaan atau pengawasan dari luar menerima tanggung jawab akan konsekuensi dari tindakan yang diperbuat dan memenuhi kewajiban moral dan legal sebagai anggota masyarakat yang demokratis. Tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik, tanggung jawab ini meliputi memelihara/ menjaga diri, memberi nafkah dan merawat keluarga, mengasuh dan mendidik anak. Termasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu publik, menggunakan hak pilih dalam pemilu,


(28)

membayar pajak, menjadi saksi di pengadilan, kegiatan pelayanan masyarakat, melakukan tugas kepemipinan sesuai bakat masing-masing. ( Winataputra, 2007: 192 )

D. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui peranan pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah ingin mengungkapkan hal-hal sebagai berikut , yaitu untuk mengetahui bagaimana:

1. Pengememasan materi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan agar mampu mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab?

2. Fungsi dan tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam rangka mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab?

3. Pengaplikasian hasil pembelajaran pendidikan kewarganegaraan pada kehidupan sehari-hari dalam rangka mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab?

4. Faktor-faktor yang menjadi penghambat pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam rangka mengembangkan sikap siswa sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab?


(29)

5. Upaya yang dilakukan guru pendidikan kewarganegaraan untuk mengatasi kendala-kendala dalam mengembangkan sikap siswa sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab?

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan bahwa dalam proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan yang ada di Indonesia Berdiri sendiri, pendidikan kewarganegaraan di Indonesia masih berdiri sendiri-sendiri, kajian materinya terlalu dangkal dan sangat sempit. Padahal sebenarnya kajian materi pendidikan kewarganegaraan sangat luas yang didukung oleh materi dari luar pendidikan kewarganegaraan. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan tidak hanya di persekolahan saja tetapi bisa di luar persekolahan . Ada 3 (tiga) pendekatan untuk mengembangkan sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu:

1. Psycopaedagogical development

Dalam pendidikan formal (sekolah/ perguruan tinggi) maupun pendidikan non formal (luar sekolah) baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat


(30)

pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan kurikuler berperan sebagai pemuliaan dan pemberdayaan anak dan pemuda sesuai dengan potensinya agar menjadi warganegara yang cerdas dan baik (smart and good citizen. Dalam suatu proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar dan terencana dapat membentuk anak untuk menjadi warganegara yang cerdas dan baik, anak secara aktif mengembangkan potensi yang dimilikinya baik kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, ahklah mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Jadi proses pembinaan warganegara ini dengan melibatkan aspek psikopedagogis.

2. Sociocultural Development

Dalam gerakan sosiokultural pendidikan kewarganegaraan berperan sebagai wahana aktualisasi diri warganegara baik secara perorangan maupun secara kelompok sesuai dengan hak, kewajiban dan konteks social budayanya, melalui partisipasi aktif secara cerdas dan bertanggung jawab. Pemikiran ini didasari oleh asumsi bahwa kewarganegaraan bertalian dengan masyarakat, karena secara historis konsep itu tumbuh dan berkembang bersamaan dengan identitas manusia sebagai mahkluk sosial politik, juga disebabkan oleh adanya usaha mewujudkan orde sosial dan diharapkan melalui penguatan nilai nilai dalam masyarakat. Karena yang dibangun dalam gerakan sosiokultural kewarganegaraan itu pranata sosial yang berunsurkan sistem nilai dan norma, maka masyarakat dan komunitas dalam hal ini perlu menyediakan ruang bagi warganegara untuk ber- pendidikan kewarganegaraan. Analisis sosiologis terhadap perkembangan


(31)

masyarakat kita dewasa ini menunjukan bahwa akar dari berbagai masalah sosial budaya ini dapat digolongkan ke dalam empat masalah besar yang perlu menjadi agenda dalam gerakan sosiokultural kewarganegaraan, yakni masalah kerukunan, kepedulian, kemandirian, dan demokrasi.

3. Sociopolitical Intervention

Pendidikan kewarganegaraan sebagai program pendidikan politik kebangsaan bagi para penyelenggara negara, anggota dan pimpinan organisasi sosial dan organisasi politik yang dikemas dalam berbagai bentuk pembinaan pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills), dan kebajikan kewarganegaraan (civic disposition) yang mengacu pada konseptual pedagogis untuk mengembangkan daya nalar (state of mind) bukan wahana indoktrinasi politik, dan sebagai proses pencerdasan. Pemikiran ini didasarkan asumsi bahwa peran negara dalam membina warganegara tidak dapat dihilangkan dengan menguatnya masyarakat civil (civil society). Negara sebagai suatu organisasi puncak memiliki kekuasaan untuk meningkatkan partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dari warganegara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik dalam tingkat lokal maupun nasional. Partisipasi semacam itu memerlukan berbagai kompetensi kewarganegaraan diantaranya:

a. penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman b. pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris c. pengembangan karater dan sikap mental


(32)

d. komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi konstitusional

Terisolasi dari kehidupan, bahwa penyampaian materi pendidikan kewarganegaraan masih terisolasi dari pergaulan luar, apalagi masa globalisasi sekarang ini kita harus membuka diri dari pergaulan dunia luar, makanya kalau kita menutup diri kita akan ketinggalan dari kemajuan zaman. Mementingkan sumber resmi, menyampaikan materi pendidikan kewarganegaraan jangan hanya terpaku pada buku pegangan saja, tetapi harus dikembangkan seluas-luasnya. Bisa dilaksanakan di luar kelas atau di lapangan, mengamati langsung apa yang ada di masyarakat.

Berbasis pengetahuan, mempelajari pendidikan kewarganegaraan tidak hanya kognitif saja tetapi bagaimana afektif dan psycomotornya. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan tidak cukup hanya diketahui saja, tetapi yang lebih penting bagaimana mengaplikasikan atau mengamalkan atau mewujudkanya dalam kehidupan nyata sehari-hari dari apa yang diketahui.

Guru sebagai sentrum, pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di Indonesia hanya tergantung pada guru yang menyampaikan materi tersebut. Karena guru menjadi sosok panutan dari para siswa dengan contoh atau tulodho dalam kehidupan sehari-hari. Mudah dicapai, penanaman materi pendidikan kewarganegaraan apabila hanya menyampaikan pengetahuan saja memang mudah dicapai tapi apa artinya tahu kalau tidak pernah diamalkan dari apa yang diketahui, olehnya itu penanaman sikap pada diri siswa juga sangat perlu. Penanaman nilai, moral, politik, demokrasi dalam rangka mengembangkan


(33)

potensi diri warganegara untuk menumbuhkan sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab.

F. Metodologi Penelitian 1) Metode Penelitiaan

Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah metode kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung, yang bersifat deskriptif analitik, menekankan proses, bersifat induktif, dan menurut W.R.Torbert sering disebut sebagai‘collaborative inquiri’ (Torbert, 1981: 141-151)

Penelitian ini juga menggunakan metoda studi kasus. Studi kasus, atau penelitian kasus (case study), adalah penelitian tentang status penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan pernosalitas (Maxfield, 1930). Sedangkan menurut Nazir (2007:65) studi kasus atau case study adalah :

Penelitian yang subjek penelitiannya dapat berupa individu, kelompok lembaga maupun masyarakat. Sehingga dapat memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Nasution (1996:55) yang menyatakan bahwa:

Studi kasus atau case study adalah untuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnnya. Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, kelompok atau suatu golongan manusia, lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial.


(34)

Berdasarkan pendapat ketiga ahli diatas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian kasus merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mengkaji gejala-gejala sosial dari suatu kasus dengan cara menganalisanya secara mendalam. Subjek penelitian kasus tersebut dapat berupa seseorang, sebuah kelompok, sebuah komuniti, sebuah masyarakat, suatu masa atau peristiwa, sebuah proses, atau suatu satuan kehidupan sosial. Tujuan penelitian kasus dan penelitian lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga atau masyarakat yang menjadi subjek. Karena pada dasarnya studi kasus mempelajari secara intensif seseorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu.

Untuk menjalankan pendekatan yang telah ditentukan di atas, metode yang akan ditempuh sebagai berikut:

1. Studi dokumentasi, ialah cara untuk menggali, mengkaji, dan mempelajari sumber-sumber tertulis baik dalam bentuk Laporan Penelitian, Dokumen Kurikulum, Makalah, Jurnal, Klipping Media Massa, dan Dokumen Negara (Pemerintah). Pemilihan metode ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam sumber-sumber tertulis tersebut dapat diperoleh ungkapan gagasan, persepsi, pemikiran, serta sikap para pakar dan praktisi pendidikan kewarganegaraan. 2. Wawancara Mendalam (In-depth Interview) atau forum diskusi panel maupun

seminar, ialah cara untuk menggali informasi, pemikiran, gagasan, sikap dan pengalaman para pakar dan praktisi. Wawancara tatap muka dilakukan secara langsung antara peneliti dan nara sumber secara dialogis, tanya jawab, diskusi dan


(35)

melalui cara lain yang dapat memungkinkan diperolehnya informasi yang diperlukan. Teknik wawancara ini merupakan metode pengumpulan data dan informasi yang utama untuk mendeskripsikan pengalaman informan.

3. Observasi semi partisipatif, ialah cara untuk menggali informasi, pemikiran, gagasan, sikap dan pengalaman para pakar, dan praktisi. Observasi semi partisipasi (partial observation) dilakukan untuk memperoleh informasi yang seutuh mungkin dengan memperhatikan tingkat peluang kapan dan dimana serta kepada siapa peneliti sebagai instrumen dapat menggali, mengkaji, memilih, mengorganisasikan , dan mendeskripsikan informasi selengkap mungkin.

2) Subjek Penelitian

Latar dan subyek penelitian yang menjadi sumber data dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai berikut: pertama, Sumber bahan cetak (kepustakaan), meliputi buku teks, dokumen negara, makalah, klipping tentang peran PKn dalam mengembangkan sikap warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yang diperoleh dari majalah ilmiah, jurnal, situs internet, dan lain-lain. Kedua, Sumber responden (human resources), dipilih secara purposive sampling dari stake holder yang ada di SMA Negeri 2 Serui-Papua, mulai dari Pimpinan, Guru, Siswa-siswi, dan Komite Sekolah. Alasan digunakannya teknik purposive dalam menetapkan subjek penelitian ini sesuai dengan pendapat Nasution (1996:99) yaitu dapat menjamin adanya unsur tertentu yang relevan dengan rancangan dan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Purposive juga dapat dilakukan secara praktis, hemat waktu, biaya dan tenaga.


(36)

3) Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan prinsip bahwa “peneliti berperan sebagai instrumen (human instrument) yang utama” (Lincoln dan Guba, 1984:39), yang secara penuh mengadaptasikan diri ke dalam situasi yang dimasukinya, sehingga proses penelitian sangat penting daripada hasil yang diperoleh. Hal ini sangat tepat karena hanya manusia penelitilah yang dapat secara fleksibel mengumpulkan data dari berbagai subjek penelitian yang mendalam. Human instrument ini dibangun atas dasar pengetahuan dan menggunakan metode yang sesuai dengan tuntutan penelitian.

G. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian oleh peneliti adalah SMA Negeri 2 Serui Papua, berlokasi di jalan Flamboyan, Desa Famboaman Kecamatan Yapen Selatan Kabupaten Yapen Waropen. Adapun yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah Civitas Akademika SMAN 2 Serui, yaitu terdiri dari Pimpinan, Guru pendidikan kewarganegaraan, Siswa-siswi, dan Komite Sekolah.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah metode kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung, yang bersifat deskriptif analitik, menekankan proses, bersifat induktif, dan menurut W.R.Torbert sering disebut sebagai‘collaborative inquiri’ (Torbert, 1981: 141-151)

Bogdan dan Biklen (1982) menyebutkan penelitian kualitatif untuk pendidikan dengan sebutan “Naturalistik”. Selanjutnya, Nasution (1996:9-11) mengungkapkan bahwa metode naturalistik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) Sumber data adalah, situasi yang wajar ”Natural Setting” berdasarkan observasi situasi yang wajar sebagaimana adanya.

2) Peneliti berperan sebagai instrumen penelitian yang utama (key instrument) peneliti mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara langsung.

3) Sangat deskriptif yang dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian. 4) Mementingkan proses maupun produk.

5) Mencari makna di belakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah dan situasi, mengutamakan data langsung (first hand), peneliti sendiri yang terjun ke lapangan mengadakan observasi atau wawancara.

6) Triangulasi, data atau informasi dari satu pihak di cek kebenarannyadari sumber lain.


(38)

7) Menonjolkan rincian kontektual, penelitian mengumpulkan dan mencatat data dengan sangat rinci.

8) Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti.

9) Mengutamakan persfektif emic, yakni mementingkan pandangan dan penafsiran respon dan sesuai dengan pendiriannya.

10) Verifikasi, antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif untuk memperoleh hasil yang dapat lebih dipercaya.

11) Sampling purposive, yakni tidak menggunkan sampel yang banyak, tetapi sampelnya sedikit dipilih menurut tujuan.

12) Menggunakan “Audit Trail”, untuk mengetahui apakah laporan penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan.

13) Partisipasi tanpa mengganggu, artinya observasi dilakukan secara wajar (natural) sehingga tidak mengganggukewajaran situasi.

14) Mengadakan analisis sejak awal penelitian.

Penelitian ini juga menggunakan metoda studi kasus. Studi kasus, atau penelitian kasus (case study), adalah penelitian tentang status penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan pernosalitas (Maxfield, 1930). Sedangkan menurut Nazir (2007:65) studi kasus atau case study adalah :

Penelitian yang subjek penelitiannya dapat berupa individu, kelompok lembaga maupun masyarakat. Sehingga dapat memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.


(39)

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Nasution (1996:55) yang menyatakan bahwa:

Studi kasus atau case study adalah untuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnnya. Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, kelompok atau suatu golongan manusia, lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial. Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian kasus merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mengkaji gejala-gejala sosial dari suatu kasus dengan cara menganalisanya secara mendalam. Subjek penelitian kasus tersebut dapat berupa seseorang, sebuah kelompok, sebuah komuniti, sebuah masyarakat, suatu masa atau peristiwa, sebuah proses, atau suatu satuan kehidupan sosial. Tujuan penelitian kasus dan penelitian lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga atau masyarakat yang menjadi subjek. Karena pada dasarnya studi kasus mempelajari secara intensif seseorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu.

Selanjutnya, John W Creswell (1994:12) menjelaskan tentang studi kasus (case studies) sebagai berikut :

“Case Studies in which the researcher explores a single entity or phenomenon (the case) bounded by time and activity (a program event process institution or social group) and collect detailed information by using a variety of data collection procedures during a sustained period or time”.

Dengan demikian, studi kasus dimana peneliti meneliti kesatuan tunggal atau peristiwa (kasusnya) terbentuk oleh waktu dan aktivitas (program, even, proses, institusi atau kelompok sosial) dan mengumpulkan informasi lengkap


(40)

dengan menggunakan ragam pada prosedur pengumpulan data selama mendukung pada periode atau waktu. Untuk memahami secara mendalam terhadap penelitian ini, maka komponen yang perlu mendapat perhatian adalah :

1. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di sekolah. 2. Paradigma baru pendidikan kewarganegaraan.

3. Peran pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. 4. Proses belajar dan mengajar yang dilakukan siswa, guru dan evaluasi, tidak hanya mengembangkan kemampuan tetapi mencurahkan (mengembangkan kesadaran baru) untuk membangun keyakinan dan mengembangkan sikap.

Selanjutnya dalam melakukan pemaknaan dan penafsiran hasil penelitian dengan memanfaatkan teori-teori yang dikemukakan sebagai landasan teoritik penelitian dan data hasil wawancara dengan siswa, guru, para pakar pendidikan dan para peduli pendidikan, maka pada akhirnya diperoleh temuan penelitian yang dapat mendukung atau mengembangkan teori yang telah ada.

Dengan dasar pemikiran ini, sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka metoda kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengungkapkan data dan mendapatkan makna yang lebih mendalam dari yang di dapat di lapangan. Menurut Lincoln dan Guba (1985:198) pendekatan kualitatif menjadi hal yang utama dalam paradigma naturalistik, bukan karena paradigma ini anti kuantitatif, melainkan karena pendekatan kualitatif lebih menghendaki manusia sebagai instrumen. Penelitian naturalistik tidak peduli terhadap persamaan dari objek


(41)

penelitian, melainkan sebaliknya mengungkap tentang pandangan kehidupan dari orang-orang yang berbeda-beda. Hal ini didasari kenyataan bahwa makna yang ada pada setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu untuk mengungkapkan bahwa pada diri manusia itu unik tidak ada alat lain kecuali manusia sebagai instrumen.

Untuk menjalankan pendekatan yang telah ditentukan di atas, metode yang akan ditempuh sebagai berikut:

1. Studi dokumentasi, ialah cara untuk menggali, mengkaji, dan mempelajari sumber-sumber tertulis baik dalam bentuk Laporan Penelitian, Dokumen Kurikulum, Makalah, Jurnal, Klipping Media Massa, dan Dokumen Negara (Pemerintah). Pemilihan metode ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam sumber-sumber tertulis tersebut dapat diperoleh ungkapan gagasan, persepsi, pemikiran, serta sikap para pakar dan praktisi pendidikan kewarganegaraan. 2. Wawancara Mendalam (In-depth Interview) atau forum diskusi panel

maupun seminar, ialah cara untuk menggali informasi, pemikiran, gagasan, sikap dan pengalaman para pakar dan praktisi. Wawancara tatap muka dilakukan secara langsung antara peneliti dan nara sumber secara dialogis, tanya jawab, diskusi dan melalui cara lain yang dapat memungkinkan diperolehnya informasi yang diperlukan. Teknik wawancara ini merupakan metode pengumpulan data dan informasi yang utama untuk mendeskripsikan pengalaman informan.

3. Observasi semi partisipatif, ialah cara untuk menggali informasi, pemikiran, gagasan, sikap dan pengalaman para pakar, dan praktisi. Observasi semi partisipasi (partial observation) dilakukan untuk memperoleh informasi yang


(42)

seutuh mungkin dengan memperhatikan tingkat peluang kapan dan dimana serta kepada siapa peneliti sebagai instrumen dapat menggali, mengkaji, memilih, mengorganisasikan , dan mendeskripsikan informasi selengkap mungkin.

Alasan dipilihnya metode penelitian studi kasus dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Metode penelitian studi kasus merupakan salah satu bentuk metode yang tercakup di dalam metodologi penelitian kualitatif.

2) Melalui metode penelitian studi kasus diharapkan dapat memberikan keleluasaan dalam menggunakan beragam teknik pengumpulan data sebagai sarana untuk menjangkau dimensi otentik dari topik yang diteliti.

3) Penggunaan metode penelitian studi kasus dalam penelitian ini memungkinkan peneliti meneliti proses partisipasi politik guru secara mendalam dan menyeluruh.

4) Penggunaan metode penelitian studi kasus, memungkinkan peneliti untuk memahami secara langsung dan mendalam tentang peran FGII dalam mempengaruhi politik pendidikan di Indonesia.

5) Digunakannya metode penelitian studi kasus dalam penelitian ini diharapkan dapat melaksanakan penelitian secara efektif dan efisien.

Walaupun demikian, disadari pula bahwa metode penelitian studi kasus memiliki sejumlah kelemahan, terutama memungkinkan diperolehnya suatu informasi yang bersifat subyektif, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya bias


(43)

pada temuan-temuan penelitian. Selain itu studi kasus hanya dapat menghasilkan generalisasi dalam lingkup yang terbatas, serta memakan waktu yang relatif lama. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kelemahan dalam penggunaan studi kasus ini, peneliti berusaha melakukan pengujian dalam aspek (1) validitas konstruk, yaitu menetapkan ukuran operasional untuk konsep-konsep yang akan diteiliti; (2) validitas eksternal, yaitu dalam menetapkan wilayah suatu temuan penelitian divisualisasikan, dan (3) reliabilitas, yaitu membuat suatu prosedur pengumpulan data yang dapat diinterpretasikan dengan hasil yang sama.

B. Lokasi dan Subyek Penelitian. 1. Subyek Penelitian

Maksud dari subjek penelitian yaitu sumber yang dapat memberikan informasi atau dapat membantu perluasan teori yang dikembangkan (Moleong, 1997, Nasution, 1996, Bogdan & Biklen, 1990) subjek penelitian dapat berupa hal, peristiwa dan situasi yang diobservasi atau responden yang dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian, penentuan subyek penelitian tersebut tidak ditentukan jumlahnya, tetapi dilakukan terus menerus sesuai kebutuhan dan pengungkapan makna dari setiap pemunculan data.

Dengan demikian subyek penelitian merupakan sumber informasi atau data yang ditarik dan dikembangkan secara “Purposive” (Lincoln&Guba, 1985:201) yang mengacu pada tujuan penelitian, dimana rancangannya terus berkembang dengan penataan dan pemilihan subyek penelitian, penajaman dan batas pengumpulan informasi didasarkan atas kriteria yang telah ditentukan.


(44)

Alasan digunakannya teknik purposive adalah teknik ini memungkinkan peneliti dapat menentukan secara tepat subyek penelitian yang berhubungan dengan kasus yang penulis teliti dan teknik ini memungkinkan peneliti untuk menetapkan dengan berbagai pertimbangan atau menggunakan kriteria khusus. Berbagai pertimbangan dan kriteria khusus yang ditetapkan memungkinkan peneliti dapat mendapatkan secara tepat semua data yang dibutuhkan. Sesuai dengan pendapat Nasution (1996:99) teknik purposive dapat menjamin adanya unsur tertentu yang relevan dengan rancangan dan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Alasan lain digunakakanya teknik purposive yaitu karena dapat dilakukan secara praktis, hemat waktu, biaya dan tenaga.

Maka yang dijadikan subyek oleh peneliti adalah, siswa dan guru. Di samping itu, juga dilakukan wawancara dengan pakar pendidikan, pakar Pendidikan Kewarganegaraan, dan pakar peduli pendidikan yang data hasil wawancara tersebut dihubungkan dengan hasil penelitian dilapangan kemudian ditarik suatu kesimpulan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Serui- Pupua, Di Serui ada 2 (dua) SMA Negeri, yaitu SMANegri 1 dan SMA Negeri 2. Namun ada perbedaanya, SMA Negri 2 sebagaian besar siswanya adalah penduduk asli Papua (pribumi), sedangkan yang dari luar Papua hanya sebagian kecil saja. Kurangnya kesadaran dalam bidang pendidikan, terbatasnya buku buku sumber dan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang monoton, inilah


(45)

yang menyebabkan pencapaian Pendidikan Kewarganegaraan mengalami keterlambatan.

Penulis ingin mengetahui peranan Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab, melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa akan memiliki ’’ Knowledge’’atau pengetahuan atau wawasan, ’’ Beliefs: Civic Virtues’’ atau kepercayaan berupa kebajikan warganegara, dan ’’ Skills: Civic Partisipation’’ yakni ketrampilan partisipasi sebagai warganegara. Sedangkan yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XI, guru Pendidikan Kewarganegaraan dan kepala sekolah, yang ikut terlibat dalam membina kedisiplinan siswa pada tata tertib sekolah untuk memberikan informasinya yang dapat dijadikan sumber dalam mencari data yang menunjang dalam penelitian ini.

C. Teknik Pengumpilan Data dan Instrumen Penelitian

Tehnik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian adalah mengumpulkan data kualitatif yang meliputi observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi

Patton (1990) yang menamakan “Naturalistic obervations” yang dilakukan dilapangan (field) sebagai sejumlah cara atau jenis metode untuk mengumpulkan data melalui observasi yakni, participant observation, field observation, qualitative observation, direct observation or field research, walaupun setiap istilah ini tergantung pada kondisi dan tujuan analisis kualitatif. Istilah observasi


(46)

yang dikemukakan Patton tersebut pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama yakni observasi untuk kepentingan pengumpulan data kualitatif.

Dengan prinsip observasi partisipatif dalam penelitian naturalistik, dilakukan terhadap kejadian atau kegiatan subyek penelitian dalam konteks yang terkait dengan fokus masalah yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Selain observasi untuk melihat kondisi objektif lokasi penelitian juga akan dilakukan untuk mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru pendidikan kewarganegaraan diantaranya:

a. Mengamati secara langsung, proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang dilakukan dikelas mulai dari membuka pelajaran, menyampaikan materi pembelajaran, sampai mengakhiri pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Observasi ini tertuju pada siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung.

b. Kegiatan belajar siswa di luar kelas, terutama melihat relevansi apa yang mereka pelajari dengan sikap siswa di dalam, di luar kelas dan lingkungan sekolah dalam hubungan siswa dengan siswa, guru dan personil lainnya di lingkungan sekolah.

c. Interaksi edukatif antara guru dengan siswa dan lingkungannya, terutama berkenaan dengan upaya guru dalam mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab melalui pendidikan kewarganegaran. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang lebih


(47)

akurat, maka kegiatan observasi ini dilakukan berulang kali sampai diperoleh data yang diperlukan.

Berkaitan dengan pengukuran terhadap ketepatan suatu pengamatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini, dicirikan dengan karakteristik hasil pengamatan sebagai berikut :

(1) Mampu menangkap keadaan atau konteks sosial alamiah tempat terjadinya suatu perilaku.

(2) Mampu menangkap peristiwa yang memiliki arti atau kejadian-kejadian yang mempengaruhi relasi sosial para partisipan.

(3) Mampu menentukan realitas serta keteraturan yang didasari oleh falsafah atau pandangan hidup subyek yang diamati.

(4) Mampu mengidentifikai keteraturan dan gejala-gejala yang berulang dalam kehidupan subyek yang diamati tersebut (Black dan Champion, 1992:286)

2. Wawancara

Menurut Patton (1990) pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian naturalistik dapat mengikuti tiga macam pilihan sebagai berikut :

1) Wawancara percakapan informal (the informal conversation interview), wawancara yang sepenuhnya didasarkan pada susunan pertanyaan spontan, ketika interaksi berlangsung khusunya pada proses observasi partisipatif dilapangan. Saat wawancara, orang yang diwawancarai tidak diberi tahu, bahwa mereka sedang diwawancarai.


(48)

2) Wawancara umum dengan pendekatan terarah (the general interview guide approach), jenis wawancara yang menggariskan sejumlah isu yang harus digali dari setiap responden sebelum wawancara dimulai.

Pertanyaan yang diajukan tidak perlu dalam urutan yang diatur terlebih dahulu atau dengan kata-kata yang dipersiapkan. Peneliti menyesuaikan baik urutan pertanyaan maupun kata-kata untuk responden tertentu.

3) Wawancara terbuka yang baku (the standardized open-ended interview), seperangkat pertanyaan yang secara seksama disusun dengan maksud untuk menjaring informasi mengenai isu-isu yang sesuai dengan urutan dan kata-kata yang sudah dipersiapkan.

Sedangkan tipe atau bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk wawancara terstruktur dan terbuka. Bentuk wawancara ini dipilih dengan harapan dapat diperoleh data yang lebih mendalam, lengkap dan kaya isi maupun ilustrasi sehingga memungkinkan dihasilkan suatu kepaduan hasil penelitian yang kaya makna. Pada mulanya, para terwawancara diberi kebebasan luas untuk menjawab pertanyaan sesukanya. Terwawancara diberi kebebasan luas untuk menjawab pertanyaan sesukanya. Bila suatu topik diangkat pewawancara dan terwawancara terlibat dalam suatu dialog untuk bertukar pandangan. Kadang pertanyaan dimodifikasi dan topik baru yang relevan dikembangkan selama wawancara berlangsung.

Penggunaan wawancara tak terstruktur dalam kajian ini memberikan banyak kesempatan kepada responden untuk mengorek ingatannya dan memvalidasi tanggapan yang diberikan. Hal ini juga dapat menghasilkan hasil wawancara yang


(49)

sahih dalam suasana santai dan tidak tergesa-gesa. Untuk tetap fokusnya proses wawancara terhadap penelitian ini maka peneliti menggunakan panduan wawancara. Panduan wawancara dipersiapkan dengan melakukan kaji dokumen awal mengenai topik yang akan diajukan. Panduan wawancara digunakan secara fleksibel dan bisa diganti selama wawancara berlangsung.

Peneliti melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang mendukung penelitian ini, diantaranya Kepala sekolah, Wakasek, Guru Pendidikan Kewarganegaraan dan beberapa guru diluar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, untuk memperoleh gambaran dalam proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan sikap siswa sebagai warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Siswa juga dilibatkan dalam wawancara ini, mengenai prestasinya, hubungan dengan orang tua, lingkungan baik di sekolah maupun di luar sekolah, termasuk pengalaman siswa di luar sekolah yang menitik beratkan masalah warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Wawancara juga akan peneliti lakukan pada pakar pendidikan, peduli pendidikan (diluar sekolah) mengenai peran pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan sikap warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab mulai dari bagaimana caranya, apa yang dimaksud denganwarganegara yang demokratis dan bertanggung jawab, kendala apa yang dihadapi dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut.


(50)

Informasi yang telah diperoleh akan diolah dan dikonfirmasikan melalui tahap triangulasi dan member check. Ini dilakukan untuk memperoleh masukan mengenai kesesuaian data tersebut dengan responden penelitian ini.

3. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data berikutnya yang digunakan peneliti adalah studi dokumentasi menurut Lincoln dan Guba (1985), “catatan dan dokumentasi ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggung jawaban. Untuk penelitian ini peneliti menggunakan semua dokumentasi yang ditemukan, dipelajari baik berupa tulisan, gambar, photo, rekaman yang berkaitan dengan dukungan terhadap pemaknaan data yang diperoleh.

Sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif, maka instrumen yang dapat menarik makna secara naturalistik, adalah peneliti itu sendiri. Lincoln dan Guba (1985) mengemukakan sejumlah alasan, mengapa manusia (peneliti) sebagai alat pengumpul data,

1. Responsiveness, manusialah yang dapat merasakan dan memberikan tanggapan terhadap petunjuk-petunjuk baik perorangan maupun lingkungan.

2. Adaptability, manusia untuk menyesuaikan diri sangat tinggi, sehingga ia dapat mengumpulkan informasi dalam berbagai aspek dan tingkatan. 3. Holistic emphasis, adanya tekanan holistik dalam dunia sekeliling,

memerlukan manusia sebagai instrumen yang mampu menangkap gejala sejalan dengan konteks yang menyeluruh.


(51)

4. Knowledge base expansion, manusia mempunyai kemampuan menjalankan fungsi secara simultan dalam ranah pengetahuan proposional dan dalam pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman (Propotional and tacit knowledge).

5. Processual immediacy, kemampuan manusia untuk memproses data segera setelah terkumpul dan segera mengembangkan.

6. Opportunities for clarification and summarization, manusia mempunyai kemampuan yang unik dalam menyimpulkan data serta meminta perbaikan dan penjelasan secara langsung.

7. Opportunities to explore typical or idiosyncratic responses, manusia mempunyai kemampuan untuk menyelidiki jawaban yang tidak lazim, bukan hanya menguji validitas, tetapi untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi.

Dalam penelitian ini peneliti bertindak pula sebagai Human Instrument. Ini sejalan dengan pernyataan Bogdan dan Biklen (1982) bahwa, “Qualitative researcher has the natural setting as the direct source of data and the researcher is the key instrument”. Peneliti yang berperan sebagai instrumen utama dalam proses pengumpulan data merupakan aspek penting dalam proses penelitian secara keseluruhan. Ia dapat memanfaatkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya untuk memperoleh data dan informasi yang akurat. dibantu dengan pedoman observasi dan pedoman wawancara.

Data kualitatif yang dimaksudkan dan dihimpun di dalam penelitian ini adalah beragam keterangan atau informasi yang benar dan nyata, yang diperoleh


(52)

dari sumber data berupa dokumen, arsip, catatan pribadi, biografi, wawancara, pengamatan, foto, artikel di media massa baik cetak maupun elektronik. Menurut Bodgan dan Biklen (1990, 92), bahwa: “Data adalah bahan-bahan kasar (mentah) yang dikumpulkan peneliti dari lapangan yang ditelitinya; bahan-bahan itu berupa hal-hal khusus yang menjadi dasar analisis”. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini seperti yang dikemukakan oleh Maleong (1989:122) dan Nasution (1988:56), yaitu: “berupa kata-kata, tindakan, dokumen, situasi, dan peristiwa yang dapat diobservasi”. Sedangkan sumber data dari penelitian ini adalah subjek penelitian dalam kelompok data yang ditetapkan dan dikembangkan secara terus menerus “sirkuler” dari awal hingga akhir penelitian ini. Adapun rincian data dan sumber data sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Kata-kata, baik langsung atau tidak langsung yang diperoleh melalui teknik wawancara, partisipasi, dan observasi.

2. Tindakan, aktivitas organisasi dan kegiatan lain yang diperoleh melalui partisipasi dan observasi.

3. Dokumen, berupa bahan tertulis, gambar/photo, tata tertib, jadwal kegiatan, alat dan media yang berkaitan dengan masalah penelitian ini, yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi.

4. Peristiwa atau situasi, yang berhubungan dengan kegiatan subjek penelitian berkaitan dengan masalah penelitian, baik sebelum maupun pada saat penelitian berlangsung yang diperoleh melalui partisipasi dan observasi.

Data yang dicari dan dihimpun dalam penelitian ini secara garis besar adalah meliputi:


(1)

210

C. Rekomendasi

1. Guru hendaknya meningkatkan profesionalismenya sebagai pendidik,

mulai dari kemampuan mengelola kelas, kemampuan menyusun

perangkat pelajaran, kemampuan pembelajaran baik di dalam kelas

maupun di luar kelas sampai pada kemampuan melakukan penilaian

yang komprehensif (menyeluruh) cognitif, afektif dan psycomotor.

2. Melalui pendidikan kewarganegaraan di persekolahan, hendaknya guru

dapat membentuk warganegara yang cerdas, trampil dan mempunyai

karakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia yaitu dengan

membiasakan dirinya dalam kehidupan yang kritis, rasional dan kreatif

dalam menghadapi setiap persoalan.

3. Kepada para siswa hendaknya dapat mewujudkan atau menerapkan teori

pendidikan kewarganegaran di persekolahan dalam kehidupan keluarga,

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4. Guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk mengatasi berbagai

faktor penghambat dalam proses belajar mengajar dan kepada para

orang tua siswa hendaknya lebih meningkatkan rasa tanggung jawabnya

terhadap anaknya, karena pendidikan bukan hanya tanggung jawab

sekolah tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama sekolah, orang tua

dan pemerintah.


(2)

211

5. Guru hendaknya selalu melakukan inovasi dalam proses belajar

mengajar, sehingga anak tidak merasa jenuh atau bosn dalam

menerima pelajaran tetapi sebaliknya guru harus mempunyai

kemampuan untuk membuat suasana belajar lebih heppy sehingga

anakpun merasa senang dalam menerima pelajaran.

6. Kepada peneliti berikutnya dapat mengembangkan melalui Geo Civic

Educatin atau geografi pendidikan kewarganegaraan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, KH. (2006). Prilaku Prososial. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Andrianus, TP, Efriza, Fasyah K. (2006). Mengenal Teori-Teoro Politik. Bandung: Nuansa.

Ali, F. (1999). Demokratisasi Kekuasaan. Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat.

Budimansyah, D dan Suryadi,K.(2008). PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Sekolah

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Baharudin, H dan Wahyuni, E N.(2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media.

Benneth,R.(1995). Theorizing of citizenship. New York: State University of New York Press.

Brownhill R dan Smart P. (1989). Political Education. London: Routledge.

Branson, MS. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika Serikat. Yogyakarta: Lembaga

Kajian Islam dan Sosial.

Budimansyah, D (2006). Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan.

Bandung: Laboratorium PKn FPIPS – UPI.

Cogan, JJ dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21 st Century An International

Perspective on Education. London: Pentonville Road.

Creswell, J. (1994). Research Design Qualitative dan Quntitative Approaches. London: Sage

Publication.

Djojoprajitno, S (2008). Demokrasi kita ala hatta dalam teori dan praktek. Jakarta: Cempaka

Putih.

Minler, H.(2002). Civic Literacy. London: Tufts University.

Efendi,AM dan Evandiri, TS. (2007). HAM Dalam Dimensi / Dinamika Yuridis, Sosial, Politik.

Bogor: Ghalia Indonesia.

Faisal, MS. (2005). Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Bandung: Pustaka.

Freire, P. (2007). Politik Pendidikan Kebudayaan Kekuasaan dan Pembebasan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.


(4)

Gray, J D. (2007). Demokrasi Barbar Ala Amerika. Jakarta: Publishing Kelompok Gemq Insani.

Gaffar, A. (2006). Politik Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Karni, AS. (2006). Hajatan Demokrasi. Jakarta: PT Era Media Informasi.

Harsanto, R.( 2007). Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius.

Hatta, M.(2008). Demokrasi Kita. Bandung: Sega Arsy.

Heater, D.(2004). A Brief History of Citizenship ( Sejarah Kewarganegaraan). Bandung:

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Hidayat, K dan Azsra, A. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi Hak Asasi Manusia

dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Huri, D. (2009). Demokrasi dan kemiskinan. Malang: Program Sekolah Demokrasi.

Susanto, H. (2005). Menggapai Demokrasi. Jakarta: Republika.

Sumbulah, U. (2008). Gender dan Demokrasi. Malang: Program Sekolah Demokrasi.

Sutrisno, M. (1978). Cultural Studies. Depok: Koekoesan.

Ibrahim.(1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Johnson, DP. (1986). Teori Sosiologo Klasik dan Modern 1. Jakarta: PT Gramedia.

Johnson, DP. (1986). Teori Sosiologo Klasik dan Modern 2. Jakarta: PT Gramedia.

Kosasih Djahiri, A.(1985). Strategi Pengajaran Afektif- Nilai- Moral VCT dan Games dalam

VCT. Bandung:Jurusan Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan Negara FPIPS

IKIP Bandung.

Khairon, E A. (1999). Pendidikan Politik bagi Warganegara ( Civic Education) Demokrasi,

HAM dan Masyarakat Madani, Yogyakarta: LKIS.

Kencana, I S. (2006). Sistem Politik Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.

Munandar,U.(1992). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah. Jakarta: PT.

Gramedia.


(5)

Muhtaj, ME. (2007). Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Mahfud, C. (2008). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Meleong,LJ. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosadakarya.

Miles, MB. Dan Huberman, AM. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia

(UI).

Miftahusyaian, M. (2008). Demokrasi dan kemiskinan. Malang: Program Sekolah Demokrasi

Nasir. (2005). Metode Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia.

Nasution,S.(2003). Metodologi Penelitian NaturalistikKualitatif. Bandung:Tarsito.

Osman, F. (2005). Ikhwan Demokrasi. Yogyakarta: Media Dakwah.

Somantri, MN.(2001). Mengagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Suriasumantri, JS.(2005). Filsafat Ilmu. Jakarta: Surya Multi Grafika.

Soewardi, H.(2004). Roda Berputar Dunia Bergulir. Bandung: Bakti Mandiri.

Sugiyono.(2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alvabeta.

Sanjaya,W.(2008). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.

Suryabrata,S(1983). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja gravindo Persada.

Sudjana, N dan Ibrahim.(2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan.Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Sukarna. (1992), Sistem Politik Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Visser, L. (2008). Bakti Pamong Praja Papua. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Winataputra, US dan Budimansyah, D.(2007). Civic Education. Bandung: Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia.

Yaqin, A. (2007). Membangun Aksi Demokrasi. Malang: Program Penguatan Simpul Demokrasi

Kabupaten Malang.


(6)

Jurnal

Winataputra, US. (2007).” Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Internasional”. Acta

Civicus, Vol 1, No 1 (Otober): 1 – 10.

Budimansyah, D. (2008). ” Inovasi Pembelajaran Projec Citizen”. Acta Civicus, Vol 1 No 2

(April) : 179 – 198.

Muchtarom, M. (2007). ” Civic Values dalam hukum Islam (menggali makna dan prinsip dari al

qur’an). Jurnal Pemikiran dan Penelitian Kewarganegaraan. Vol 2, No 2 (Desember): 140

– 147.

Tesis dan Disertasi

Suprapti,A.

(2007).

Peranan

Pembelajaran

Pendidikan

Kewarganegaraan

Dalam

Mengembangkan Kreativitas Belajar Siswa dan Implikasinya Untuk Membentuk

Warganegara Yang Cerdas. Bandung: Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Kardiman, Y. (2007). Membangun Kembali Karakter Bangsa Melalui Situs – Situs

Kewarganegaraan. Bandung: Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Peraturan Perundang- undangan

Undang- Undan Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.