KOMPETENSI GURU SAINS MADRASAH TSANAWIYAH (M.TS) DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS IMTAQ PADA MATERI EKOSISTEM DI KABUPATEN KUNINGAN.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

Hal

LEMBAR PERSETUJUAN PERNYATAAN

ABSTRAK ………...………. i KATA PENGANTAR ……… ii

DAFTAR ISI ……….. v DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR TABEL ……… vii DAFTAR GAMBAR ... x BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………

B. Rumusan Masalah ………..

C. Pembatasan Masalah ……….. D. Tujuan Penelitian ……… E. Manfaat Penelitian ……….

1 11 12 13 14

BAB II. KOMPETENSI GURU SAINS MADRASAH

TSANAWIYAH (M.Ts) DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI PADA MATERI EKOSISTEM

A. Kompetensi Profesional Guru ………

B. Penguasaan Konsep ……….

C. Pembelajaran Ekosistem ……….. D. Karakteristik Madrasah ………..

15 38 42 44


(2)

E. Pembelajaran Berbasis Imtaq Pada Konsep Ekosistem……….. F. Kandungan Nilai Pembelajaran Ekosistem………….. G. Hasil Penelitian Terdahulu………

56 61 64

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ………

B. Lokasi dan Subyek Penelitian ………. C. Instrumen Penelitian ……….. D. Prosedur Penelitian ……….

E. Alur Peneltian ………

F. Teknik Analisis Data ……… G. Definisi Operasional ………..

66 66 68 79 82 83 86 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Peneltian ……….

B. Pembahasan ……….

87 96 BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ……….

B. Keterbatasan ………

C. Saran ………

109 111 112 DAFTAR PUSTAKA ………..

LAMPIRAN


(3)

(4)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan penting dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut maka pemerintah pada saat ini sangat serius pada bidang pendidikan, sebab dengan system pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi-generasi yang dapat menjadikan pendidikan ini menjadi berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Setiap guru diharapkan untuk melengkapi pembelajaran dengan menerapkan keterampilan dalam menyikapi problematika pembelajaran di sekolah, karena adanya kesenjangan yang begitu jauh antara pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dengan sikap dan perilakunya (Sanusi, 1999). Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap tuntutan global untuk mampu mengembangkan sumber daya manusia yang memenuhi tuntutan zaman yang berkembang.

Hakikat pendidikan sains pada dasarnya untuk menghantarkan siswa agar dapat menguasai konsep-konsep sains dan keterkaitan antar konsep untuk dapat memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-harinya. Siswa nantinya diharapkan tidak hanya mengetahui (knowing) dan mengingat (memorizing) tetapi juga harus mengerti serta memahami (undertsand) tetang konsep-konsep sains dan


(5)

2

menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lainnya (Wahyudi, 2002). Menurut Bernal (Suroso, 2006) bahwa : “Sains sebagai suatu faktor utama yang mempengaruhi kepercayaan dan sikap manusia terhadap alam semesta dan manusia, dan bukan hanya sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis dan logis, metode ilmiah dan faktor utama mengembangkan produksi”.

Banyak konsep biologi yang dapat kita kaitkan dengan sejumlah kejadian atau fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Dengan demikian apabila gurunya tidak mengetahui banyak tentang materinya dan cara mengajar yang kurang menarik menjadikan ini suatu kendala dalam pembelajaran sains karena dapat menurunkan minat siswa terhadap pelajaran biologi (Suryanigrum, dalam Redjeki 2006).

Salah satu konsep biologi yang sangat erat kaitannya dengan lingkungan sekitarnya adalah ekosistem. Ekosistem tersusun atas satuan makhluk hidup, dalam ekosistem terdapat komponen biotik dan komponen abiotik. Di Madrasah Pembelajaran materi Ekosistem ini, dan juga materi-materi lainnya dapat dijiwai oleh spirit nilai-nilai islam (Iman dan taqwa/Imtaq). Iman dan taqwa merupakan dua hal yang sangat esensial dalam kehidupan manusia. Orang yang beriman kepada Allah akan berikhtiar keras merefleksikan keimanannya dalam tingkah laku lahir. Hasan Langgulung (1998) menjelaskan : “ taqwa dengan segala akar katanya terdapat dalam beratus-ratus ayat dalam Al-Quran, yang intinya menjelaskan bahwa taqwa itu merupakan kumpulan nilai-nilai dalam Al-Quran yang dinyatakan sebagai akhlak.


(6)

3

Nilai-nilai yang dimaksud adalah, nilai perseorangan (al-akhlak al Fardhiyah), nilai kekeluargaan (al akhlak al ijtimaiyah), nilai kenegaraan dan nilai keagamaan (al akhlak al diniyah)”.

Ketika seorang guru tidak memiliki penguasaan penuh terhadap suatu konsep dan menyakini konsep mereka benar, hal ini dapat menyebabkan siswa mempunyai konsepsi alternatif (Muammer dan Alipasa, 2005). Jika seorang guru mempunyai konsepsi alternatif tentang suatu suatu konsep, maka mereka akan mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki konsepsi-konsepsi alternatif yang dimiliki siswanya. Untuk mengatasi hal tersebut, mengingat konsep-konsep biologi penting karena berkaitan dengan kehidupan dan kesejahteraan manusia, perlu dilakukan penelitian mengenai kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru dalam memahami konsep-konsep biologi terutama ekosistem untuk mengetahui pemahaman mereka.

Mulai tahun ajaran baru 2006/2007 Kurikulum baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan Kurikulum 2004 mulai secara berangsur-angsur diberlakukan untuk seluruh siswa khususnya di Jawa Barat. Dengan demikian maka penggunaan kurikulum di sekolah-sekolah terjadi tiga macam penggunaan kurikulum yaitu ada yang menggunakan Kurikulum 1994, ada sekolah yang menggunakan Kurikulum 2004 (KBK) dan ada yang menggunakan Kurikulum 2006 (KTSP).


(7)

4

Dalam Kurikulum 2006 (KTSP) standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Selain hal tersebut, hal yang penting untuk dikembangkan pada diri siswa adalah kemampuan strategi dalam merumuskan, menafsirkan dan menyelesaikan masalah. Hal tersebut sesuai dengan tuntutan dalam pembelajaran Biologi. “Pelajaran biologi di MTs berfungsi untuk membantu siswa memahami konsep biologi, mengembangkan sikap ilmiah, mengembangkan keterampilan proses, menerapkan konsep biologi dalam teknologi dan memahami keteraturan kehidupan mahluk hidup. Dengan memahami biologi diharapakan dapat menimbulkan rasa kagum dan cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pemahaman biologi secara umum dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan meningkatkan kesadaran pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup”.

Dalam KTSP dapat digambarkan bahwa pembelajaran sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Sains di sekolah menengah pertama diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains


(8)

5 diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Olehkarena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran Sains adalah memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.

Secara tertulis, dalam Standar Isi (BSNP, 2006) mata pelajaran Sains bertujuan:

1. Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Memberikan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, prinsip dan konsep sains serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

3. Memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah.

4. Meningkatkan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.

5. Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.


(9)

6

Menurut Darajat (1995) pembelajaran terpadu yang menghubungkan antara ilmu pengetahuan umum dengan agama memiliki keuntungan, seperti tanggapan siswa tentang ilmu pengetahuan lebih utuh, dapat menyatukan pengertian tentang agama dan bahan pelajaran, dapat dirasakan manfaatnya bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai lembaga pendidikan berciri khas Islam, MTs tentunya menghendaki lingkungan yang bernuansa islam, maka pembelajarannnya pun akan melibatkan faktor agama Islam. Ciri khas madrasah lebih dari hanya sekedar penyajian mata pelajaran agama. Artinya, ciri khas tersebut bukan hanya sekedar menyajikan mata pelajaran agama Islam di dalam lembaga madrasah tetapi yang lebih penting ialah perwujudan dari nilai-nilai keislaman di dalam totalitas kehidupan madrasah. Suasana lembaga madrasah yang melahirkan ciri khas tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1) Perwujudan nilai-nilai keislaman di dalam keseluruhan kehidupan lembaga madrasah; (2) Kedidupan moral yang beraktuaisasi, dan (3) Manajemen yang profesional, terbuka, dan berperan aktif dalam masyarakat (Tilaar, 2004).

Wardiman (1995) menyatakan bahwa “Dalam kurikulum pendidikan, keagamaan merupakan bagian terpadu yang dimuat pada setiap mata pelajaran sebagai bagian dari pendidikan nilai”, karena itu, nilai agama selalu memberikan corak pada pendidikan Nasional. Agama merupakan sumber pengetahuan yang hakiki.


(10)

7

Pembelajaran yang dilakukan dengan mengkaitkan antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum akan memberi dampak yang positif dalam arti lebih bermakna, bahkan akan lebih utuh diterima oleh siswa. Tafsir A (1999) menyatakan anggapan guru yang hanya berkepentingan pada bidang studinya, seperti guru IPA hanya bertanggungjawab pada kemampuan berpikir, sementara guru agama bertanggungjawab pada masalah keimanan menyebabkan kepribadian siswa terkotak-kotak. Proses belajar mengajar akan lebih berhasil bila siswa memiliki keingintahuan dan perhatian yang tinggi untuk mengetahui konsep dalam pembelajaran (Syamsuddin A, 1999). Di samping itu, situasi belajar yang diciptakan guru juga berperan sangat penting.

Menurut Piaget (Dahar, 1996) “struktur intelektual terbentuk pada waktu individu berinteraksi dengan lingkungannnya”. Siswa Madrasah yang berada dalam lingkungan masyarakat Islam tentunya memiliki pengetahuan tentang ajaran Islam yang memadai sesuai lingkungannnya. Pengetahuan agama banyak pula yang sejalan dengan konsep ekosistem, sehingga pengetahuan yang diperoleh dari interaksi sosial ini dapat dianggap sebagai pengetahuan awal siswa (Suroso, 2006)

Guru Madrasah yang profesional memiliki kemampuan dan kesediaan serta tekad untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan berbasis Nilai agama (Imtaq) yang telah dirancang melalui proses dan produk kerja yang bermutu, sehingga akan menampilkan pribadi yang menguasai materi, terampil dan kreatif dalam menyajikan materi, menguasai berbagai strategi atau metode megajar, dan juga menyelaraskan


(11)

8

antara materi yang disampaikan dengan tindakan sehari-hari/tingkah laku. Guru Madrasah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran pendidikan di Madrasah. Menurut Gage (Sumakdinata, 1997) perilaku guru dipandang sebagai “sumber pengaruh” sedangkan tingkah laku yang belajar sebagai “efek” dari berbagai proses, tingkah laku dan kegiatan interaktif. Para pakar menyatakan bahwa, “betapapun bagusnya kurikulum (official), hasilnya sangat tergantung pada apa yang dilakukan oleh guru dalam kelas “curriculum actual” (Sukmadinata, 1997). Kreatifitas guru dalam memilih dan melaksanakan berbagai pendekatan dan model pembelajaran, berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Jarolimek (Djahiri, 1995) bahwa “model pembelajaran yang digunakan guru berpengaruh terhadap kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan”.

Guru-guru yang berkualitas merupakan faktor kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan sains dan pencapaian target siswa. Guru sebagai produk lembaga pendidikan dituntut untuk memiliki beberapa kompetensi. Pembentukan kompetensi guru merupakan proses pendidikan yang kompleks dan memerlukan keterlibatan berbagai pihak terkait di antaranya pendidikan dan pelatihan (Diklat), pemerintah daerah (dinas pendidikan setempat), dan asosiasi profesi kependidikan. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan profesionalisme guru, baik yang dilakukan oleh dinas pendidikan daerah bekerjasama dengan pihak swasta dan partisipasi


(12)

9

masyarakat umumnya maupun oleh guru sendiri dalam mencapai profesionalisme guru.

Pelatihan adalah serangkaian kegiatan pendidikan yang mengutamakan perubahan pengetahuan, keterampilan dan peningkatan sikap seseorang dalam melaksanakan tugasnya (Depag, 1995). Disamping itu juga merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk dapat menguasai, mencari dan memiliki proses jenis informasi termasuk ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh dengan mudah, kapan dan dimana saja.

Sejalan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen semakin mengisyaratkan akan pentingnya tuntutan profesionalisme guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Morant (Sukmadinata ,1997) menyatakan kebutuhan profesional guru meliputi: kebutuhan induksi, kebutuhan ekstensi, kebutuhan penyegaran, dan kebutuhan konversi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sliming bersama dengan Litbang Depdiknas tahun 1998 terhadap guru biologi, siswa, instruktur dan pengawas menunjukkan bahwa sekitar 51% perilaku guru dalam pembelajaran didominasi dengan ceramah dan aktifitas lain yang tidak berhubungan dengan pembelajaran. Perilaku guru juga dalam pembelajaran dilaporkan 36% hanya pada belajar menerima (reception learning) serta 15% perilaku guru yang tidak dalam konteks pembelajaran (Wardiman, 1995)

Banyak kajian tentang pembelajaran sains telah dilakukan oleh para peneliti, khususnya kajian yang berkaitan dengan struktur pengetahuan dan proses penguasaan


(13)

10

konsep oleh siswa (Wallace & Mintzes, 1990; Lawson & Lawson, 1993;Kwen, 2006). Namun begitu, penelitian tentang pemahaman konsep oleh guru seakan-akan terlupakan, padahal seperti halnya siswa, guru dan calon guru juga memiliki konsepsi yang mungkin saja bertentangan dengan konsepsi para ilmuwan (Rustaman & Widodo, 2001). Kajian terhadap guru dalam pemahaman konsep sains juga perlu diberi perhatian mengingat pengajaran sains memerlukan guru yang mempunyai penguasaan konsep serta mampu mengajarkan penyelesaian masalah kepada siswa dalam belajar sains.

Pembelajaran Sains-Biologi bernuansa Pendidikan Nilai sangat penting dilksanakan di sekolah guna mencapai Tujuan Pendidikan Nasional dan mengatasi dekadensi moral yang terjadi pada masyarakat sekarang ini. Ini sumbangan pembelajaran bidang studi Sains-Biologi dalam pembangunan bangsa. Oleh karena Sains-Biologi merupakan ayat-ayat Allah yang tersebar di alam (Ayat Kauniah) yang ditemukan oleh manusia, maka perlu dilegalitaskan oleh ayat-ayat Allah dalam Kitab Suci (Ayat Kauliyah) sehingga kebenaran Sains tetap terpelihara (Suroso, 2009).

Pada pembelajaran berbasis imtaq pada konsep ekosistem yang menjadi penekanan adalah menggabungkan konsep ekosistem yang ada dalam kurikulum biologi dengan imtaq dalam satu pembelajaran. Target yang akan dicapai adalah guru mampu menjelaskan bahwa Allah melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi dan dapat menjelaskan bahwa adanya keseimbangan ekosistem dan


(14)

11

keseimbangan lingkungan sehingga mampu memperlihatkan sikap dan tindakan yang sesuai dengan nilai iman dan taqwa.

Keterlibatan manusia dalam mempengaruhi suatu Ekosistem dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang tak terkendali bisa menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem itu. Ketidakbijaksanaan manusia melibatkan diri dalam kancah kehidupan suatu ekosistem menimbulkan berbagai bencana alam, seperti : pencemaran lingkungan, berlubangnya lapisan ozon yang mengakibatkan kenaikan suhu global bumi, erosi dan ladang kritis/tandus, dan berbagai kerugian yang menimpa kehidupan manusia sendiri, karena semakin berkurangnya sumber daya alam dan menurunnya kualitas lingkungan (Suroso, 2008).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu : “Bagaimana kompetensi guru sains Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) dalam pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem?”.

Selanjutnya masalah utama ini diuraikan secara lebih khusus sebagai berikut : 1. Bagaimana kompetensi Profesional guru-guru sains (biologi) dalam pembelajaran

berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem?

2. Bagaimana Kompetensi Paedagogi Guru dalam hal:


(15)

12

b) Melakukan uji microteaching dalam pembelajaran berbasis imtaq pada konsep Ekosistem bagi perkembangan Sains dan Teknologi serta Perubahan pada Lingkungan dan Masyarakat?

c) Melaksanakan pembelajaran berbasis Imtaq yang dilakukan oleh guru-guru sains (biologi) mengenai konsep Ekosistem?

3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab kesulitan guru dalam pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem?

C. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan dalam berbagai hal dan untuk menghindari meluasnya masalah maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut : 1. Kompetensi professional dalam penelitian ini adalah hasil tes penguasaan konsep

ekosistem

2. Kompetensi pedagogik meliputi :

a. Perencanaan pembelajaran, dilihat dari silabus dan RPP yang dibuat oleh guru b. Pelaksanaan pembelajaran yang dilihat dari bagaimana guru melaksanakan

KBM yang dilaksanakan pada saat microteaching.

3. Konsep ekosistem yang digunakan berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum (PUSKUR) Balitbang Diknas. Standar Kompetensi (SK) yang diambil adalah ”memahami penerapan konsep Ekosistem. Kompetensi


(16)

13

Dasar (KD) yang harus dicapai meliputi : Menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem, Mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman mahluk hidup dalam pelestarian ekosistem, Memprediksi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan dan Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan.

4. Subyek penelitian adalah guru-guru sains MTs di Kabupaten Kuningan Jawa Barat sebanyak 30 orang, yang mengikuti Diklat Di Tempat Kerja (DDTK) pada bulan Agustus tahun 2009.

5. Pembelajaran yang diberikan adalah pembelajaran berbasis imtaq pada konsep ekosistem yang bertujuan menjaga, mengatasi dan melestarikan lingkungan untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kompetensi guru-guru sains (biologi) Sekolah Madrasah Tsanawiyah dalam pembelajaran berbasis imtaq pada konsep Ekosistem yang meliputi kompetensi professional dan pedagogik. Secara rinci tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan :

1. Penguasaan konsep guru-guru Sains (biologi) Sekolah Madrasah Tsanawiyah dalam pembelajaran berbasis imtaq pada konsep Ekosistem.


(17)

14

2. Kemampuan guru-guru sains (biologi) Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) dalam;

a) merencanakan pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem atau penyusunan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran)

b)pelaksanaan pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem yang dilihat dan diobservasi pada saat microteaching

3. Faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab kesulitan guru dalam pembelajaran berbasis imtaq pada konsep ekosistem.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi guru-guru di MTs, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu proses

refleksi dan menilai kompetensi mereka sendiri dalam rangka pengembangan tenaga kependidikan yang lebih professional.

2. Bagi lembaga-lembaga pre/in service, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu bahan kajian analitis dalam menangani calon/tenaga kependidikan untuk mata pelajaran Sains (biologi), khususnya untuk konsep ekosistem.


(18)

66 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dalam penelitian ini data yang terkumpul dianalisis dan diinterpretasikan, kemudian dideskripsikan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi pada subjek penelitian. Menurut Azwar (1997) penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematis dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi. Dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan karena tujuan penelitian ini melukiskan variabel atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi (Furhan, 2005).

B.Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kuningan dengan uji coba instrument dilaksanakan di Balai Diklat Keagamaan pada saat Diklat Guru Sains yang dilakukan terhadap 58 orang guru M.Ts. Sedangkan subjek penelitian pada penelitian ini adalah 30 (tiga puluh ) orang guru yang berada di kabupaten Kuningan, guru MTSN ada 25 orang dan guru MTsSnya ada 5 orang, tapi kalau guru PNSnya ada 21 orang dan non PNS nya ada 9 orang.


(19)

67 Tabel 3.1. Profil MTs di Propinsi Jawa Barat tahun 2008

No. Kabupaten/Kota Status Sekolah Jumlah Sekolah

Negeri Swasta

1. Kota Bogor 5 201 206

2. Kota Depok 1 60 61

3. Kota Sukabumi 1 17 18

4. Kab. Sukabumi 3 153 156

5. Kab. Cianjur 5 83 88

6. Kota Cirebon 2 9 11

7. Kab. Cirebon 11 75 86

8. Kab. Indramayu 12 54 66

9. Kab. Majalengka 14 52 66

10. Kab. Kuningan 11 37 48

11. Kab. Subang 4 53 57

12. Kab. Purwakarta 3 29 32

13. Kab. Karawang 5 45 50

14. Kota. Bekasi 3 72 75

15. Kab. Bekasi 4 112 116

16. Kab.Ciamis 16 101 117

17. Kab. Tasikmalaya 11 128 139

18. Kota Tasikmalaya 2 32 34

18. Kab. Garut 5 159 164

19. Kab. Sumedang 5 34 39

20. Kota Bandung 2 36 38

21. Kab. Bandung 8 176 184

22. Kota Cimahi 1 10 11

23. Kota Banjar 2 7 9


(20)

68 Tabel 3.2. Rekapitulasi Data dilihat dari Status Guru dan Masa Kerja

Guru Sains Madrasah Tsanawiyah di Kabupaten Kuningan

Status Guru Masa Kerja (Tahun) PNS Masa Kerja (Tahun)

Non PNS PNS (%) Non PNS (%)

≤ 5 tahun

(%)

6≤x≤

10 tahun

(%)

≥ 10 tahun

(%)

≤ 5 tahun

(%)

6≤x≤

10 tahun

(%)

≥ 10 tahun (%) 21 (70) 9 (30) 8 (38,1) 6 (28.6) 7 (33.3) 2 (22,2) 5 (56,6) 2 (22,2) Sumber : Lampiran 3

Pada Tabel di atas guru PNS lebih banyak daripada guru non PNS, dilihat dari persentasenya bahwa guru PNS 70 % atau 21 orang sedangkan guru non PNS 30 % atau 9 orang, banyak guru PNS yang mengajar di sekolah negeri dibandingkan mengajar di sekolah swasta. Masa kerja guru PNS sebanyak 7 orang atau 33,3 % sudah lebih dari 10 tahun sedangkan guru Non PNS yang lebih dari 10 tahun ada 2 orang atau 22,2 %, dengan demikian bahwa pengalaman mengajar juga dapat mempengaruhi bagaimana kualitas dan cara mengajar yang baik.

C.Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrument. Data yang dibutuhkan adalah data yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, sehingga instrumennya adalah:


(21)

69

Langkah penyusunan soal penguasaan konsep diawali dengan penyusunan kisi-kisi, konsultasi dengan pembimbing dan uji coba. Kisi-kisi yang disusun mencakup sub konsep, indikator dan sub indikator.

2. Rubrik penilaian untuk menilai RPP dan lembar observasi untuk menilai

pelaksanaan KBM materi ekosistem berbasis Imtaq.Rubrik penilaian digunakan untuk menjaring informasi secara langsung mengenai kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran berdasarkan penyusunan RPP dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui KBM di microteaching.

3. Angket

Digunakan untuk mengetahui profil guru dan data individu guru tersebut.

4. Studi Dokumentasi

Digunakan untuk menambahkan informasi yang didapatkan di lapangan. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrument, yaitu :

(1)Tes Kompetensi Profesional pada Pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep

ekosistem

Kisi-kisi yang disusun mencakup sub konsep, indikator, sub indikator dan jenjang kognisi. Aspek yang telah ditelaah meliputi kesesuaian indikator

dengan butir soal, aspek bahasa dan materi.Instrumen yang akan digunakan untuk

penelitian, sebelumnya dikonsultasikan kepada pembimbing dan beberapa dosen yang lain. Sebelum digunakan dalam penelitian seperangkat soal diuji coba terlebih dahulu kepada guru-guru untuk diuji validitasnya, reliabilitasnya, daya


(22)

70

pembeda dan tingkat kesukaran soal. Pada tabel 3.4. disajikan kisi-kisi soal hasil uji coba. Pada penelitian ini penulis membuat 97 butir soal untuk diuji.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Soal Tes Objektif Sebelum Uji Validasi dan Uji Reliabitas

No Kompetensi Dasar No. Soal Jumlah Soal

Persentase (%) 1

Menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem 1,2,3,4,5,6,7,8,9, 10,11,12,13,14,15,16,17, 18,19,20,21,22,23,24,25, 26,27,28, 29,30,31,32,33,34,35

35 36,08

2

Mengidentifikasi pentingnya

keanekaragaman mahluk hidup dalam pelestarian ekosiste

36,37,38,39,40,41,42, 43,44,50,

45,46,47,48,49,51,52,53, 55, 54,56,57,58,59,80,62

26 26,80

3

Memprediksi pengaruh

kepadatan populasi

manusia terhadap

lingkungan

60,61,63,64,65,66,70, 67,68,

69,71,72,76, 73,74,75,77,78

18 18,56

4

Mengaplikasikan peran

manusia dalam

pengelolaan lingkungan

untuk mengatasi

pencemaran dan

kerusakan lingkungan

79,80,83,84,94,

81,82,83,85,86,87,95,96, 88,89,90,93,97

18 18,56


(23)

71 Tabel 3.4. Kisi-kisi Soal Tes Objektif Hasil Uji Validasi dan Reliabilitas

1 2 3 4 6 8

! 9

" 11

# $ 13

% 14

15 16 18 19

31

32

! 33

" 34


(24)

72

% 36

& 39

41

' 43

48 50 53

! 55

" 56

# % 62

67 70 71

72

73 76 78

! 83

" # 84

94

% 95

96 97


(25)

73 a. Validitas Butir Soal

Sebuah alat ukur yang baik harus memiliki kesahihan yang baik. Soal tersebut dikatakan valid jika mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total, karena akan menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah (Arikunto, 2003). Jadi, suatu alat ukur dikatakan valid apabila alat tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengukuran validitas butir soal pada penelitian ini menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

rxy =

) )(

( X Y

XY

NΣ − Σ Σ

2 2 2 2 ) ( )( ) (

(NΣX − ΣX NΣY − ΣY

(Sumber: Arikunto, 2003) Keterangan:

rxy : Validitas butir soal

N : Jumlah peserta tes

X : Nilai suatu butir soal (skor tiap butir soal) Y : Nilai soal (skor total)

Adapun koefisien dari validitas butir soal dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.5. KOEFISIEN VALIDITAS BUTIR SOAL

Rentang Keterangan

0,8 < rxy < 1,00 Sangat tinggi

0,6 < rxy < 0,80 Tinggi

0,4 < rxy < 0,60 Cukup

0,2 < rxy < 0,40 Rendah

0,0 < rxy < 0,20 Sangat rendah


(26)

74

Hasil Uji Validasi; Soal yang Valid:

Tabel 3.6. HASIL VALIDITAS BUTIR SOAL

Rentang Keterangan Jumlah Soal Pesentase (%)

0,6 < rxy < 0,80 Tinggi 1 2,38

0,4 < rxy < 0,60 Cukup 20 47,62

0,2 < rxy < 0,40 Rendah 21 50,00

Jumlah 42 100

Sumber : Lampiran 2

Kesimpulannya pada tabel 3.7. ini dapat dilihat bahwa distribusi soal yang valid dan digunakan untuk uji kompetensi pada guru adalah 1 (satu) soal memiliki validitas tinggi, 20 (dua puluh) soal memiliki validitas cukup dan 21 (dua puluh satu) soal memiliki validitas rendah. Distribusi soal seperti ini masih layak digunakan untuk uji kompetensi.

b). Reliabilitas

Reliabilitas adalah taraf kepercayaan suatu soal, apakah soal memberikan hasil yang tetap atau berubah-ubah (Arikunto, 2003). Jadi reliabilitas harus mampu menghasilkan informasi yang sebenarnya. Untuk mengukur reliabilitas digunakan rumus:

r11

=

n S2 - ∑pq

n - 1 S2


(27)

75

Keterangan:

r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan

p : Proposisi subjek yang menjawab item dengan benar q : Proposisi subjek yang menjawab dengan salah (q=1-1)

∑pq: jumlah hasil perkalian antara p dan q

n : Jumlah item

S : standar deviasi dari tes

Nilai Reliabilitas yang diperoleh adalah 0.91 (r11), hal tersebut

menunjukkan bahwa soal tersebut sangat tinggi realibilitasnya sehingga layak digunakan untuk penelitian.

c). Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah (Arikunto, 2001). Rumus yang digunakan untuk melihat daya pembeda adalah:

Keterangan:

D : indeks daya pembeda

JA : jumlah peserta kelompok atas

JB : jumlah peserta kelompok bawah

BA : jumlah peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar

BB : jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan

benar

D =

BA

_ BB


(28)

76

Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.7. KLASIFIKASI DAYA PEMBEDA

Rentang Keterangan

0,00 – 0,20 Jelek

0,20 – 0,40 Cukup

0,40 – 0,70 Baik

0,70 – 1,00 Baik sekali.

(Sumber: Arikunto, 2003)

Tabel 3.8. HASIL KLASIFIKASI DAYA PEMBEDA

Rentang Keterangan Jumlah Soal Pesentase (%)

0,20 – 0,40 Cukup 22 52,38

0,40 – 0,70 Baik 18 42,46

0,70 – 1,00 Baik sekali. 2 4,76

Jumlah 42 100

Sumber : Lampiran 3

Kesimpulannya pada tabel 3.9. ini dapat dilihat bahwa klasifikasi daya pembeda soal yang dapat digunakan untuk uji kompetensi pada guru adalah 2 (dua) soal memiliki daya pembeda baik sekali atau 4,76 %, ada 18 (delapan belas) soal memiliki daya pembeda baik atau 42,46% dan 22 (dua puluh dua) soal memiliki daya pembeda cukup atau 52,38 %. Distribusi soal seperti ini masih layak digunakan untuk uji kompetensi.


(29)

77 d). Tingkat Kesukaran

Tujuan dari pengujian tingkat kesukaran adalah untuk mengetahui apakah soal tersebut termasuk kategori mudah dan tidak terlalu sukar (Arikunto, 2003). Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut:

P =

B JS ( Arikunto, 2003)

Keterangan:

P : Indeks tingkat kesukaran

B : Banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar

JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Indeks yang digunakan pada tingkat kesukaran ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.9. INDEKS TINGKAT KESUKARAN

Rentang Keterangan

0,00 < P < 0,30 Sukar

0,31 < P < 0,70 Sedang

0,71 < P < 1,00 Mudah

(Sumber: Arikunto, 2003)

Tabel 3.10. HASIL INDEKS TINGKAT KESUKARAN

Rentang Keterangan Jumlah Soal Presentase

(%)

0,00 < P < 0,30 Sukar 6 14,29

0,31 < P < 0,70 Sedang 25 59,52

0,71 < P < 1,00 Mudah 11 26,19

Jumlah 42 100


(30)

78

Kesimpulannya pada tabel 3.11. ini dapat dilihat bahwa hasil indeks tingkat kesukaran soal dapat digunakan untuk uji kompetensi pada guru adalah 11 (sebelas) soal memiliki tingkat kesukaran mudah atau 26,19 %, ada 25 (dua pulh lima) soal memiliki tingkat kesukaran sedang atau 59,52 % dan 6 (enam) soal memiliki tingkat kesukaran sukar. Distribusi soal seperti ini masih layak digunakan untuk uji kompetensi.

(2) Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk menjaring informasi mengenai penelitian ini. Informasi yang dijaring adalah:

• Perencanaan Pembelajaran, dalam hal ini peneliti mengobservasi bagaimana

guru menurunkan Silabus dan RPP serta menelaah hasil penyusunan tersebut (dokumen Silabus dan RPP)

• Pelaksanaan Pembelajaran, dalam hal ini peneliti mengobservasi bagaimana

pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan didasarkan pada RPP yang telah dibuat. Pelaksanaan Pembelajaran yang diobservasi dari mikroteaching dan pembelajaran di kelas.

• Evaluasi pembelajaran, dalam hal ini peneliti mengobservasi cara penyusunan

instrumen evaluasi pembelajaran dan menelaahan dokumennya.

(3) Angket

Angket digunakan untuk mengetahui profil dan data individu guru yang berkenaan dengan tugas mengajar sehari-hari, serta tanggapan guru terhadap


(31)

79

konsep-konsep pada mata pelajaran biologi. Data yang berhasil dikumpulkan dari angket tersebut selanjutnya dianalisis dengan harapan dapat melengkapi dan memperkuat analisis data yang berasal dari jawaban soal-soal pemahaman konsep.

(4) Studi Dokumentasi

Informasi, data yang diperlukan dalam penelitian ini juga kami peroleh dari studi dokumentasi. Sebelum penelitian lapangan, peneliti telah melakukan telaah terhadap buku /literatur, majalah, jurnal, hasil seminar, artikel baik yang tersedia dalam media on-line (internet) maupun yang ada dalam perpustakaan. D.Prosedur Penelitian

a. Fase Desain Penelitian

Pada fase ini peneliti merancang dan menyusun instrumen yang diperlukan untuk menjaring data yang diperlukan.

b. Fase Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data menggunakan berbagai bentuk intrumen yang telah disiapkan sebelumnya. Instrumen yang digunakan disesuaikan dengan bentuk informasi yang diperlukan.

Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

Kompetensi yang diukur

Instrumen yang digunakan

Pelaksanaan

Profil Guru Wawancara/Kuesioner

Angket

Guru mengisi Kuesioner dan angket yang disediakan peneliti Peneliti mewawancara langsung untuk melengkapi data yang diperoleh


(32)

80 Kompetensi yang diukur Instrumen yang digunakan Pelaksanaan Kompetensi Profesional

Test Tertulis tentang konsep Ekosistem (soal test di uji validiras dan reliabilitas- nya)

Test tertulis pada 30 orang guru Sains yang dipilih di

Kabupaten Kuningan

Angket Tanggapan guru tentang

konsep-konsep pada mata pelajaran Biologi

Soal untuk uji kompetensi profesional disusun berdasarkan kisi-kisi. Semula soal bejumlah 104 soal, setela uji validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran, maka diperoleh 97 soal yang siap untuk uji kompetensi profesional guru pada konsep Ekosistem di Kabupaten Kuningan. Kompetensi yang diukur Instrumen yang digunakan Pelaksanaan Kompetensi Pedagogi

Penyusungan RPP oleh guru yang dinilai dengan standar penilaian yang ditetapkan

30 orang Guru menyusun RPP dengan pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem, selanjutnya RPP dinilai. Pengujian KBM pada

microteaching

Dari RPP yang disusun, guru mengambil indikator yang dapat dilaksananan pada microteaching dengan waktu 30 menit. Penilaian pada

microteaching dilakukan oleh peneliti, seorang pakar dan peserta diklat guru sains lainnya. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dan memberikan angket yang harus diisi Guru.

Observasi pada KBM di kelas

Beberapa guru dipilih untuk diobservasi dan diwawancara dalam melaksanakan

pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem


(33)

81

c. Fase Analisis Data

Data hasil penelitian yang berupa data penguasaan konsep guru pada konsep ekosistem, lembar observasi, dan hasil wawancara kemudian dianalisis dan diinterpretasikan.

d. Fase Perbandingan Literatur

Pada tahap ini peneliti melakukan kajian terhadap berbagai literatur yang terkait. Hasil pengkajian dari tiap literatur yang terkait diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih mendalam terhadap pembahasan yang sedang dikaji.


(34)

82

E.Alur Penelitian

Identifikasi jumlah populasi guru IPA di Propinsi Jawa Barat Kabupaten Kuningan

Analisis Standar Isi Mata Pelajaran SMP/MTs yang mengandung SK dan KD konsep ekosistem

Analisis Konsep Bahan Kajian Tahap Persiapan

Penyusunan instrumen Penelitian : tes, angket dan lembar observasi & lubrik penilaian RPP

Uji coba instrumen

Analisis hasil Uji coba instrumen

Revisi Instrumen

Tahap Pengumpulan Data

Instrumen jadi Pelaksanaan Tes

Angket Lembar Observasi

Analisis Data

Temuan dan Pembahasan

KESIMPULAN Tahap Analisis Data


(35)

83

F. Teknik Analisis data

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Data Test Penguasaan Konsep

Melalui soal tes objektif konsep ekosistem didapatkan skor penguasaan konsep guru. Dari skor yang diperoleh tersebut, dilakukan pengelompokan guru dalam tiga kelompok yaitu kelompok atas, tengah dan bawah. Pengelompokan dikemukakan oleh Arikunto (2003), penentuan kelompok tersesbut:

Tabel 3.11. SKOR PENGUASAAN KONSEP

Kualifikasi Skor (y)

Kelompok Atas y≥X+S

Kelompok Tengah X-S≥y≥X+S

Kelompok Bawah y≤X-S

(Arikunto, 2003) Keterangan :

1. X Rerata skor kelompok

2. S Simpangan baku

b) Analisis Data Kompetensi Pedagogik

Penilaian penguasaan wawasan pada kompetensi pedagogik, yang meliputi penguasaan terhadap tugas perkembangan pembelajaran pada siswa M.Ts serta wawasan Imtaq dalam pembelajaran ekosistem.


(36)

84

Kriteria Penilaian Wawasan Kompetensi Pedagogik adalah: Tabel 3.12. Penilaian Wawasan Kompetensi Pedagogik

Skor yang didapat Penafsiran

81-100 Baik sekali

66-80 Baik

56-65 Cukup

41-55 Kurang

0-40 Gagal

(Daryanto, 2001 :211)

c) Analisis Data Lembar Observasi

Penilaian kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui kinerja guru di dalam kelas diberikan berdasarkan indikator yang telah ditentukan pada instrument penilaian, setiap indikator yang terpenuhi memiliki skor dengan skala 1-4. Skor yang terkumpul dari setiap responden diambil rata-rata nya dan ditentukan persentasenya kemudian diinterpretasikan kedalam suatu kategori.

Acuan yang digunakan untuk menginterpretasikan skor guru tersebut adalah untuk menilai kriteria Penilaian Silabus dan RPP serta Kriteria Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran, dengan adanya penilaian ini dapat melihat sejauh mana kemampuan guru tersebut dalam proses pembelajaran


(37)

85

yang dari mulai merencanakan sampai pada pelaksanaan pembelajaran tersebut maka skor tafsiran tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.13. Tafsiran Jumlah Skor pada Kriteria Penilaian Silabus dan RPP

Skor yang didapat Penafsiran

81-100 Baik sekali

66-80 Baik

56-65 Cukup

41-55 Kurang

0-40 Gagal

(Daryanto, 2001 :211)

d) Analisis Data Angket dan Dokumentasi

Angket ini digunakan untuk mengetahui profil dan data individu guru yang berkenaan dengan tugas mengajar sehari-hari, serta tanggapan guru terhadap pembelajaran berbasis imtaq pada materi ekosistem. Dokumentasi untuk dapat memberikan gambaran yang nyata pada penelitian ini. Data yang diperoleh dari angket dan dokumentasi dianalisis sebagai informasi pendukung yang dapat menggambarkan kompetensi guru Sains, karena dalam penelitian ini uji yang diteliti adalah uji profesional dan pedagogi. Data tersebut melengkapi dan memperkuat data-data yang diperoleh dari instrument lain, sehingga analisis lebih lengkap dan tajam.


(38)

86 G. Definisi Operasional

1. Kompetensi profesional guru merupakan kemampuan guru dalam

menguasai konsep ekosistem (penguasaan konsep) yang diperoleh melalui tes obyektif pilihan ganda.

2. Kompetensi pedagogik berdasarkan kemampuan guru dalam:

a) pengelolaan pembelajaran melalui penyusunan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dan,

b) melaksanakan pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem

dengan cara pengamatan kinerja guru dalam KBM melalui microteaching.

3. Pembelajaran berbasis imtaq, merupakan pembelajaran yang


(39)

109 BAB V

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya. maka dapat disimpulkan bahwa:

Pertama, kompetensi profesional guru biologi di kabupaten Kuningan dalam pembelajaran berbasis Imtaq pada konsep Ekosistem secara umum berada pada kemampuan rata-rata baik . Untuk hal tersebut ada indikasi bahwa disebabkan faktor pengalaman yang tinggi ditunjang dengan faktor pemahaman yang tinggi, sehingga khusus untuk pokok bahasan ekosistem kemampuan

profesional guru cukup mengusai untuk diberikan pada siswa. Latar belakang

pendidikan, masa kerja dan pengalaman mengajar mempunyai pengaruh cukup

besar untuk kompetensi profesional. Dilihat dari rata-rata nilai yang diperoleh

dari hasil uji kompetensi , dengan nilai rata-rata lebih dari 65. Hal tersebut menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan, masa kerja dan pengalaman mengajar Biologi memberikan kontribusi pada penguasaan materi.Hanya dapat diidentifikasi bahwa penguasaan materi pada pembelajaran berbasis imtaq untuk konsep ekosistem masih terbatas, terutama jika materi dikaitkan dengan nilai-nilai Imtaq.

Kedua, berdasarkan hasil kompetensi pedagogik guru biologi di kabupaten Kuningan dalam pembelajaran ekosistem berbasis Imtaq, berupa nilai kemampuan merencanakan pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran, berdasarkan lembar penilaian rata-rata yang diperoleh 76,07. Kemampuan guru dalam merencanakan


(40)

110 pembelajaran, dapat juga diketahui guru mempunyai kemampuan cukup baik dalam hal penulisan kolom identitas pada RPP. Selanjutnya Guru mempunyai kemampuan baik dalam hal merumuskan tujuan pembelajaran. Tetapi guru

mempunyai kemampuan yang kurang dalam hal mengidentifikasi materi ajar.

Merencanakan itu dibuat berulang setiap tahun sehingga perbaikan mereka peroleh dari pengalaman yang berulang. Tuntutan akreditasi sekolah dan sertifikasi menuntut mereka membuat perencanaan sesuai standar dan juga menuntut mereka memahami tentang esensi pemuatan perencanaan pembelajaran. Beberapa aspek yang dinilai perlu ditingkatkan dalam hal kemampuan guru merencanakan pembelajaran, yaitu kemampuan mengidentifikasi standar isi, kemampuan merumuskan langkah-langkah pembelajaran dan kemampuan menyusun kriteria penilaian. Selanjutnya dalam kemampuan melaksanakan pembelajaran, hasil observasi di microteaching cukup memadai, cukup memadai dalam melaksanakan pembelajaran. Kompetensi paedagogi yang diuraikan tersebut menunjukkan bahwa kompetensi paedagogi yang dimiliki guru-guru kabupaten Kuningan pada pembelajaran berbasis Imtaq konsep Ekosistem rata-rata cukup menguasai. Hal tersebut ditunjang oleh pengalaman mengajar yang cukup lama, pelatihan yang diperoleh banyak terkait dengan kemampuan paedagogi dan profesional serta adanya dorongan internal dari guru cukup tinggi untuk mengembangkan dirinya. Hasil observasi pada mikroteaching dan pelaksanaan pembelajaran diperoleh gambaran bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kompetensi profesional dan kompetensi paedagogi guru, yaitu; latar belakang pendidikan, lama pengalaman mengajar Biologi, penguasaan materi


(41)

111 berbasis imtaq dan keterampilan guru dalam merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa yang dikaitkan dengan nilai-nilai Imtaq-nya.

Ketiga, faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi guru adalah:

a. Penguasaan materi berbasis Imtaq

b. Pemahaman guru terhadap siswa dikaitkan dengan nilai-nilai Imtaq yang harus

dimiliki siswa

c. Pemahaman dan keterampilan guru dalam menuangkan perencanaan

pembelajaran berbasis Imtaq

d. Penguasaan guru dalam pengelolaan kelas

e. Penguasaan guru terhadap berbagai metode dan media pembelajaran

f. Penguasaan guru dalam merencanakan dan membuat penilaian hasil belajar

siswa

B. Keterbatasan

Peneliti menyadari penelitian ini belum sempurna, sebab walaupun penelitian ini telah dilakukan secara optimal dengan menekan seminimal mungkin bias yang terjadi namun faktor kesalahan manusia tidak dapat dihindari. Ketidaksempumaan penelitian mi nampak dan beberapa hal yaitu:

1. Sikap Responden. Kejujuran, keseriusan dan keterbukaan responden dalarn

mengisi kuesioner dan menjawab soal tidak dapat dihindari bias dan kesalahan manusiawi. Hal ini disebabkan adanya anggapan dari responden bahwa kinerjanya sedang dinilai sehingga mereka cenderung menampilkan sisi baik dan dirinya.


(42)

112

2. Jumlah subjek penelitian. Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian

hanya benjumlah 30 responden dan ini sangat terbatas. Kendati pun jumlah ini telah memenuhi persyaratan dalam melakukan penelitian, namun subjek dalam jumlah kecil tidak bisa memberikan suatu gambaran lengkap tentang kondisi sebenarnya.

C. Saran

Sejalan dengan temuan dalam penelitian mi, beberapa hal yang direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut :

1. Kepada Guru-guru Biologi

Hendaknya dapat lebih aktif meningkatkan kompetensi dalam rangka pengembangan tenaga kependidikan yang lebih profesional, khususnya dalam penguasaan materi berbasis Imtaq.

a. Hendaknya menerapkan pola pengajaran pada kelas yang berbeda-beda

untuk memaksimalkan kompetensi yang dimilikinya serta dapat lebih memahami karakteristik anak didik dikaitkan dengan nilai-nilai Imtaq yang harus dimilikinya.

b. Dapat memaksimalkan sarana pendidikan yang terdapat di sekolah maupun

di daerah (Balai Diklat Keagamaan, LPMP. MGMP) untuk perbaikan kualitas pembelajaran.

c. Hendaknya mewaspadai konsepsi-konsepsi yang mereka miliki, dimana

penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu proses refleksi diri. 2. Kepada Lembaga Pre/In service


(43)

113

a. Peningkatan penguasaan materi ajar berbasis Imtaq melalui

kegiatan-kegiatan seminar,pelatihan dan kegiatan-kegiatan lainnya.

b. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai suatu bahan kajian dalam

menetapkan program materi pelatihan dan pengajaran berbasis Imtaq yang berdasar pada kebutuhan guru di lapangan.

3. Kepada Dinas Pendidikan dan Lembaga terkait

Kualifikasi dan latar belakang pendidikan seorang guru hendaknya menjadi perhatian pihak Dinas Pendidikan dan lembaga terkait untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di kabupaten kuningan.

4. Kepala Kanwil Kementrian Agama

Pendidikan seorang guru hendaknya menjadi perhatian pihak kantor wilayah kementrian agama untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan khususnya di kabupaten kuningan dan umumnya di wilayah kerja kementrian agama Propinsi Jawa Barat, karena dengan adanya guru yang sesuai dengan mata pelajarannya dan mempunyai kemampuan dalam imtaq akan lebih baik dalam memberikan pembelajaran di madrasah.

Penguasaan materi berbasis Imtaq hendaknya menjadi perhatian bersama, terlebih bagi guru madrasah/guru yang ada dalam pembinaan departemen Agama. Penguasaan materi berbasis Imtaq akan memberikan dampak yang baik bagi perkembangan moral siswa di madrasah, selain kecerdasan Intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual dapat dikembangkan melalui pembelajaran materi-materi berbasis imtaq tersebut.


(44)

114

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning Teaching

and Assesing. New York : Addison Wesley longman, Inc.

Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Akhwan,M. (2008). Pengembangan Madrasah Sebagai Pendidikan Untuk Semua. Jurnal Pendidikan Islam El Tarbawi. Jogyakarta.

Azizoglu, N., Alkan, M & Geban, O. (2006). Undergraduate Pre-Service

Teachers’ Understanding and Misconception of Phase Equilibrium.

Journal of Chemical Education, 83.(6).947-953.

Berg, v.d.E. (1991). Miskonsepsi Siswa dan Remediasi. Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.

Budiastra. (2007). Hasil evaluasi sebagai bahan untuk menyusunan

Pembelajaran. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Republik Indonesia.

Dahar,RW. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta. Erlangga.

Darajat Zakiah, (1995). Metode Khusus Pengajaran Agama slam. Jakarta. Bumi Aksara.

Daryanto. (2001). Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Depag….., (1989). Al Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya. Mahkota.

Depag….., (1995). Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Departemen Agama Repubrik Indonesia.

Darajat. (1995). Pembinaan Akhlak Siswa-siswi Madrasah, Jurusan Pendidikan

Agama. Islam Fakultas tarbiyah UIN Sunan kalijaga. Yogyakarta.

Djahiri, A. Kosasih. (1995). Dasar-dasar Umum Metodologi dan Pengajaran

Nilai-Moral PVCT. Bandung: Laboratorium Pengajaran PMP IKIP


(45)

115

Fitriyani. (2007). Peningkatan Kualitas Pembelajaran MIPA pada Pendidikan

Khusus dalam Asian Physics Symposium (APS). Bandung

Furhan, A.(2005). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hamalik,O. (2000). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasan, S. et al. (1999). Misconception and the Certainty of Response Index (CRI).

Journal Physics Education, 34(5):294-299.

Hasan Langgulung.(1998). Strategi Pendidikan Islam Dalam Meningkatkan

Kualitas Sumber Daya .Bandung: Grafindo Media Pratama.

Harahap, B.(1983). Supervisi Pendidikan Yang Dilaksanakan Oleh Guru, Kepala

Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta. Damai Jaya.

Husni Rahim.(2007). Belajar tiada henti : Karakteristik Madrasah

http://husnirahim.blogspot.com/2007/12/karakteristik-madrasah-husni-rahim.html

Ibayati.(2000).Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Univ. Pendidikan Indonesia.

Bandung

Idris, Z. (1981). Dasar-dasar Kependidikan. Padang : Angkasa Raya.

Kam-Wah & Lee, L. (1999). A.Comparison of University Lecturers’ and

Perservice Teachers Understanding af a Chemical Reaction at the Particulat Level. Journal of Chemical Education, 76 (7).1008-1012.

Kikas, E. (2004). Teachers Conception and Misconception Concerning Three

Natural Phenomena. Journal of Reseeach in Science

Teaching.41(5).432-448.

Kurniawati, L (2000). Konsepsi Siswa Madrasah Aliyah Tentang Sistem

Reproduksi Manusia. Tesis. PPS UPI Bandung.

Kruse dan Reohrig. (2005). Kontrol Mutu Hasil


(46)

116

Kwen (2006). COOPERATIVE LEARNING: Studi Deskriptif pada Mata Kuliah

Strategi Belajar Mengajar di Jurusan PMPKN.UPI. Bandung

Maemunah, S & Lewin, K.M. (1993). Insight Into Science Education : Planning andPolicy Priorities In Malaysia. Laporan Kajian Bersama Kemetrian

Pendidikan Malaysia dan Internasional Institute for Educational Planning, UNESCO.Paris: IIPP’s Printshop.

Makmun, SA. (1999). Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengajaran

Modul. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Muammer, C. & Alipasa, A. (2005). A Comparison of Level of Understanding of Eight-Grade Students and Science Student Teachers Related to Selected Chemistr Concepts. Journal of Research in Science Teaching, 42. (6). 638-667.

Muhibbin Syah, (1999). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Nurhasanah. (1993).Makalah Hasil Penelitian dalam Karya Ilmiah Pada Guru

Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta.

Purnamasari, (2001). Identifikasi Kesalahan dan Miskonsepsi Buku Teks Biologi SMU Kelas III Pada Konsep Sel Serta Pengaruhnya Terhadap Pemahaman Siswa. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Redjeki, S. (2006). Tuntutan Profesionalisme Guru Sains Berkaitan dengan

Pemberlakuan Kurikulum 2006. Makalah diseminarkan pada Seminar

Nasional Pendidikan IPA III. SPS UPI. Bandung.

Rustaman, N.Y. & Widodo, A. (2001). Konsepsi Calon Guru Biologi Tentang IPA, Belajar dan Mengajar. Jurnal Pengajaran MIPA. FPMIPA-UPI Sanusi, A.(1999). Pemikiran Ulang Mengembangkan Pendidikan Nilai

berdasarkan Imtaq. Makalah Sosialisasi Kurikulum 1994 untuk Kepala

Madrasah se Jawa Barat. FKIP UNINUS. Maret 1999.

Sitompul,A. (2007). Kompetensi Guru Biologi Sekolah Menengah Atas Dalam


(47)

117

Suderajat, H. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung : CV. Cipta Cekas Grafika.

Sudjana, Nana dan Ibrahim. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Sukmadinata, N.Sy. (1997). Pengembagan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung. Rosdakarya.

Sunaryo. (2006). Penelitian dan Pengembangan serta Menerapkan Hasil

Pembelajaran. Bandung. Angkasa

Suryadi, A & Mulyana, W. (1993). Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan dan

Pembinaan Kemampuan Profesional Guru. Jakarta : Cardimas Metropole.

Sutisna,O.(1985). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis Untuk Praktek

Profesional. Bandung: Angkasa.

Shulman. (1987).Pendekatan Expertise dlm Bantek.Pusat Kurikulum - Balitbang

Depdiknas / www.puskur.net.

Tafsir, A. (1999b). Pengembangan Wawasan Pendidikan Agama Islam di

Madrasah Aliyah. Makalah disampaikan pada Workshop dan Sosialisasi

Kurikulum Madrasah Aliyah 1994 Bagi Kepala Madrasah di Jawa Barat. Tanggal 20 Maret 1999.

Tilaar. 2004. Pradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Tn (1998). Menuju Sains Prenatal : Majalah Inovasi Edukatif. Volume VI.1998. Wahyudi. (2002). Tinjauan Aspek Budaya pada Pembelajaran IPA : Pentingnya

kurikulum IPA Berbasis Kebudayaan Lokal. Tersedia : http//www.depdiknas.go.id/jurnal/43/wahyudi.html

Wallace, J.D & Mintzes, J.J. (1990). The Concept Map As A Research Tool: Exploring Coceptual In Biology. Journal of Research In Science. 27 (10): 1033-1052

Wardiman D., (1995). Nilai-nilai Agama dalam Pendidikan; Tinjauan

Implementasi Inovasi Edukatif. Majalah Mahasiswa IKIP Bandung. Edisi


(48)

118

Widodo, A (2006). Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA-UPI.

Yudianto, S.A. (2006). Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai. Bandung: Mughni Sejahtera.

Yudianto, S.A. (2009). Dimensi Pendidikan Nilai Dalam Model-model Sains –

Biologi Untuk Pembelajaran Manusia. Jurusan Pendidikan Biologi

Fakultas Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Yudianto, S.A.,Y. Saeful Hidayat dan Dwi Kustianti (1998). Biologi Bernuansa

Islam Dengan Pendekatan Keterampilan Proses. Buku Pegangan Guru


(1)

a. Peningkatan penguasaan materi ajar berbasis Imtaq melalui kegiatan-kegiatan seminar,pelatihan dan kegiatan-kegiatan lainnya.

b. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai suatu bahan kajian dalam menetapkan program materi pelatihan dan pengajaran berbasis Imtaq yang berdasar pada kebutuhan guru di lapangan.

3. Kepada Dinas Pendidikan dan Lembaga terkait

Kualifikasi dan latar belakang pendidikan seorang guru hendaknya menjadi perhatian pihak Dinas Pendidikan dan lembaga terkait untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di kabupaten kuningan.

4. Kepala Kanwil Kementrian Agama

Pendidikan seorang guru hendaknya menjadi perhatian pihak kantor wilayah kementrian agama untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan khususnya di kabupaten kuningan dan umumnya di wilayah kerja kementrian agama Propinsi Jawa Barat, karena dengan adanya guru yang sesuai dengan mata pelajarannya dan mempunyai kemampuan dalam imtaq akan lebih baik dalam memberikan pembelajaran di madrasah.

Penguasaan materi berbasis Imtaq hendaknya menjadi perhatian bersama, terlebih bagi guru madrasah/guru yang ada dalam pembinaan departemen Agama. Penguasaan materi berbasis Imtaq akan memberikan dampak yang baik bagi perkembangan moral siswa di madrasah, selain kecerdasan Intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual dapat dikembangkan melalui pembelajaran materi-materi berbasis imtaq tersebut.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning Teaching and Assesing. New York : Addison Wesley longman, Inc.

Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Akhwan,M. (2008). Pengembangan Madrasah Sebagai Pendidikan Untuk Semua. Jurnal Pendidikan Islam El Tarbawi. Jogyakarta.

Azizoglu, N., Alkan, M & Geban, O. (2006). Undergraduate Pre-Service Teachers’ Understanding and Misconception of Phase Equilibrium. Journal of Chemical Education, 83.(6).947-953.

Berg, v.d.E. (1991). Miskonsepsi Siswa dan Remediasi. Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.

Budiastra. (2007). Hasil evaluasi sebagai bahan untuk menyusunan Pembelajaran. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Republik Indonesia.

Dahar,RW. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta. Erlangga.

Darajat Zakiah, (1995). Metode Khusus Pengajaran Agama slam. Jakarta. Bumi Aksara.

Daryanto. (2001). Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Depag….., (1989). Al Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya. Mahkota.

Depag….., (1995). Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Departemen Agama Repubrik Indonesia.

Darajat. (1995). Pembinaan Akhlak Siswa-siswi Madrasah, Jurusan Pendidikan Agama. Islam Fakultas tarbiyah UIN Sunan kalijaga. Yogyakarta.

Djahiri, A. Kosasih. (1995). Dasar-dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai-Moral PVCT. Bandung: Laboratorium Pengajaran PMP IKIP Bandung.


(3)

Fitriyani. (2007). Peningkatan Kualitas Pembelajaran MIPA pada Pendidikan Khusus dalam Asian Physics Symposium (APS). Bandung

Furhan, A.(2005). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hamalik,O. (2000). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasan, S. et al. (1999). Misconception and the Certainty of Response Index (CRI). Journal Physics Education, 34(5):294-299.

Hasan Langgulung.(1998). Strategi Pendidikan Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya .Bandung: Grafindo Media Pratama.

Harahap, B.(1983). Supervisi Pendidikan Yang Dilaksanakan Oleh Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta. Damai Jaya.

Husni Rahim.(2007). Belajar tiada henti : Karakteristik Madrasah http://husnirahim.blogspot.com/2007/12/karakteristik-madrasah-husni-rahim.html

Ibayati.(2000).Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Univ. Pendidikan Indonesia. Bandung

Idris, Z. (1981). Dasar-dasar Kependidikan. Padang : Angkasa Raya.

Kam-Wah & Lee, L. (1999). A.Comparison of University Lecturers’ and Perservice Teachers Understanding af a Chemical Reaction at the Particulat Level. Journal of Chemical Education, 76 (7).1008-1012. Kikas, E. (2004). Teachers Conception and Misconception Concerning Three

Natural Phenomena. Journal of Reseeach in Science Teaching.41(5).432-448.

Kurniawati, L (2000). Konsepsi Siswa Madrasah Aliyah Tentang Sistem Reproduksi Manusia. Tesis. PPS UPI Bandung.

Kruse dan Reohrig. (2005). Kontrol Mutu Hasil


(4)

Pendidikanhttp://www.scribd.com/doc/13591365/Sertifikasi-Ktsp-Kwen (2006). COOPERATIVE LEARNING: Studi Deskriptif pada Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar di Jurusan PMPKN.UPI. Bandung

Maemunah, S & Lewin, K.M. (1993). Insight Into Science Education : Planning andPolicy Priorities In Malaysia. Laporan Kajian Bersama Kemetrian Pendidikan Malaysia dan Internasional Institute for Educational Planning, UNESCO.Paris: IIPP’s Printshop.

Makmun, SA. (1999). Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Muammer, C. & Alipasa, A. (2005). A Comparison of Level of Understanding of Eight-Grade Students and Science Student Teachers Related to Selected Chemistr Concepts. Journal of Research in Science Teaching, 42. (6). 638-667.

Muhibbin Syah, (1999). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Nurhasanah. (1993).Makalah Hasil Penelitian dalam Karya Ilmiah Pada Guru Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta.

Purnamasari, (2001). Identifikasi Kesalahan dan Miskonsepsi Buku Teks Biologi SMU Kelas III Pada Konsep Sel Serta Pengaruhnya Terhadap Pemahaman Siswa. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Redjeki, S. (2006). Tuntutan Profesionalisme Guru Sains Berkaitan dengan Pemberlakuan Kurikulum 2006. Makalah diseminarkan pada Seminar Nasional Pendidikan IPA III. SPS UPI. Bandung.

Rustaman, N.Y. & Widodo, A. (2001). Konsepsi Calon Guru Biologi Tentang IPA, Belajar dan Mengajar. Jurnal Pengajaran MIPA. FPMIPA-UPI Sanusi, A.(1999). Pemikiran Ulang Mengembangkan Pendidikan Nilai

berdasarkan Imtaq. Makalah Sosialisasi Kurikulum 1994 untuk Kepala Madrasah se Jawa Barat. FKIP UNINUS. Maret 1999.

Sitompul,A. (2007). Kompetensi Guru Biologi Sekolah Menengah Atas Dalam Pembelajaran Genetika. UPI Bandung


(5)

Suderajat, H. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung : CV. Cipta Cekas Grafika.

Sudjana, Nana dan Ibrahim. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Sukmadinata, N.Sy. (1997). Pengembagan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung. Rosdakarya.

Sunaryo. (2006). Penelitian dan Pengembangan serta Menerapkan Hasil Pembelajaran. Bandung. Angkasa

Suryadi, A & Mulyana, W. (1993). Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan dan Pembinaan Kemampuan Profesional Guru. Jakarta : Cardimas Metropole. Sutisna,O.(1985). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis Untuk Praktek

Profesional. Bandung: Angkasa.

Shulman. (1987).Pendekatan Expertise dlm Bantek.Pusat Kurikulum - Balitbang Depdiknas / www.puskur.net.

Tafsir, A. (1999b). Pengembangan Wawasan Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah. Makalah disampaikan pada Workshop dan Sosialisasi Kurikulum Madrasah Aliyah 1994 Bagi Kepala Madrasah di Jawa Barat. Tanggal 20 Maret 1999.

Tilaar. 2004. Pradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta

.

Tn (1998). Menuju Sains Prenatal : Majalah Inovasi Edukatif. Volume VI.1998. Wahyudi. (2002). Tinjauan Aspek Budaya pada Pembelajaran IPA : Pentingnya

kurikulum IPA Berbasis Kebudayaan Lokal. Tersedia : http//www.depdiknas.go.id/jurnal/43/wahyudi.html

Wallace, J.D & Mintzes, J.J. (1990). The Concept Map As A Research Tool: Exploring Coceptual In Biology. Journal of Research In Science. 27 (10): 1033-1052

Wardiman D., (1995). Nilai-nilai Agama dalam Pendidikan; Tinjauan Implementasi Inovasi Edukatif. Majalah Mahasiswa IKIP Bandung. Edisi


(6)

Widodo, A (2006). Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA-UPI.

Yudianto, S.A. (2006). Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai. Bandung: Mughni Sejahtera.

Yudianto, S.A. (2009). Dimensi Pendidikan Nilai Dalam Model-model Sains – Biologi Untuk Pembelajaran Manusia. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Yudianto, S.A.,Y. Saeful Hidayat dan Dwi Kustianti (1998). Biologi Bernuansa Islam Dengan Pendekatan Keterampilan Proses. Buku Pegangan Guru Madrasah Tsanawiyah. Jakarta. Departemen Agama Republik Indonesia.