Pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap kompetensi sains siswa pada materi laju reaksi
PADA MATERI LAJU REAKSI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
DEDE FITRIANI
1110016200012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI
LAJU REAKSI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakartauntuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh: DtrDE FITRIANI
NIM. 1110016200012
Dibawah bimbingan :
Pembimbing II
Burhanudin Milama M.Pd
NIP. 19770201 200801 1 001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
Pembimbing I
U*(*
n
Dedi Irwandi. M.Si NrP. f9710528 200003 1002
(3)
Skripsi befudul Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap
Kompetensi Sains Siswa pada Materi
Laju
Reaksi disusun oleh DEDEFITRIANI, NIM 1110016200012, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan LULUS dalam
ujian munaqasyah pada tanggal 17 Februai 2015 dihadapan dewan penguji.
Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam
bidang Pendidikan Kimia.
Jakarta, l7 Februari 2015
Panitia Ujian Munaqasyah Tanggal Ketua Panitia (Ketua Prodi Pendidikan Kimia),
Dedi Irwandi. M.Si.
NrP. 19710528 200003
l
002Penguji I,
Tonih Feronik?. M,P4.
NIP. 19760107200501 1 007
Penguji II,
Dewi Murniati. M.Si.
j,fdarw'Yg
2
Vktre,t ?A9Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
NIP. 19591020
3l\u*zor
D4tEL"l
.-ilt
(4)
KEIIENTERIAN AGAiIA
UIN JITKARTA FITK
.il. k- H" JtNtu lb CWr''{ ter2 bturF{ia
FORm
FRI
No. tbkumen
:
FffK-FR-AKIX)63Tgl.
Terbit :
1 Maret 2010 No-Revr'si: :
01Hal 1t1
SURAT PERNYATAAN KARYA
SENDIRI
Saya yang bertanda tangan Nama
Tempat/Tgl.Lahir NIM
Jurusar/Prodi
Judul S*ripsi
dibawah ini,
Dede Fifiani
Bogor/08 April 1992 1110016200012
Pendidikan IPA/ Pendidikan Kimia
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap
Kompetensi Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi
DosenPembimbing : 1. Btrhanudin Milama M.Pd 2. Dedi Irwandi, M.Si
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan
saya bertanggung jawab secara akademis atas a1m yang saya tulis.
Pemyataan ini dibuat sebagai salah satu
syarat
UjianMunaqasah-Jakarta 07 Februari 2015
NrM. 1110016200012
(5)
v
Dede Fitriani, 1110016200012, “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis
Masalah terhadap Kompetensi Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap kompetensi sains siswa pada materi laju reaksi. Kompetensi sains merupakan salah satu dimensi dari literasi sains. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian adalah siswa kelas XI MIA 1 sebagai kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa kelas XI MIA 4 sebagai kelompok kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Sampel pada setiap kelompok berjumlah 34 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tes essai kompetensi sains siswa. Analisis data menggunakan uji-t diperoleh thitung sebesar 8,27 dan ttabel pada taraf signifikansi
0,05 sebesar 1,99, maka thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi sains siswa pada materi laju reaksi.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Kompetensi Sains, Laju Reaksi
(6)
vi
ABSTRACT
Dede Fitriani, 1110016200012, “The Effect of Problem Based Learning
Model on Students Science Competency in Reaction Rate Material”, Skripsi of Chemistry Education Studies Program, Department of Science Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.
This study was aimed to know the effect of problem-based learning model on students science competency in reaction rate material. Science competency is one of dimension of scientific literacy. This research was conducted at SMAN 8 South Tangerang City in the first semester of the academic year 2014/2015. The method used was quasi-experimental with nonequivalent control group design. The sample was taken by using purposive sampling technique. The sample in this study was the students of class XI MIA 1 as the experimental group using problem-based learning model and class XI MIA 4 as a control group using conventional learning. Each group contains of 34 students. The data was taken by using an essay test of students science competency. The analysis of data used is t-test that obtained tcount value totaled 8.27 and ttable on significant level 0.05 is 1.99,
so that thetcount > ttable. So we can conclude that Ho was refuse and H1 was
accepted. This indicates that the application of problem-based learning model provides a significant impact on the students science competency in reaction rate material.
(7)
vii
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul, “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kompetensi Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat serta para umatnya yang semoga mendapat syafa’at di yaumul akhir.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini secara tulus dan dari lubuk hati yang paling dalam, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dedi Irwandi, M.Si.selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sekaligus Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas segala masukan, saran, dukungan, dan motivasi selama proses bimbingan. Semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan keberkahan kepada Bapak.
4. Burhanudin Milama, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktu, memberikan masukan, saran, dukungan dan motivasi
(8)
viii
selama proses bimbingan penyusunan skripsi. Semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan keberkahan kepada Bapak.
5. Dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah memberikan segala ilmu selama masa perkuliahan. Semoga Allah SWT. memberikan keberkahan atas ilmu yang telah Bapak/Ibu sampaikan.
6. Imam Supingi, S.Pd, MM. selaku Kepala SMAN 8 Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
7. Jejen Maelani, S.Pd. selaku Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum SMAN 8 Kota Tangerang Selatan sekaligus guru mata pelajaran kimia yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama jalannya proses penelitian. 8. Para Guru dan Staf SMAN 8 Kota Tangerang Selatanyang selalu memberikan
bantuan dan motivasi selama jalannya proses penelitian.
9. Teristimewa untuk kedua orang tua saya tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, doa dan dukungan baik moril maupun materil yang tak henti-hentinya dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT. selalu memberikan keberkahan dan kebahagiaan untuk Bapak dan Ibu.
10. Kedua adik saya Robi dan Faiz beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi selama proses penyusunan skripsi ini.
11. Aliansyah Saputra yang senantiasa memberikan bantuan, dukungan dan motivasi yang tak henti-hentinya dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. 12. Sahabat-sahabat ku tercinta Annisah Aynun Najid, Fauziah Fajru Rachma, Resti Nurul Farhati, Tiwi Desrina, Fauzia Amina, dan Ida Parwati yang selama 4 tahun lebih berjuang bersama menjalin persahabatan yang indah, saling menguatkan dan mendukung saat susah maupun senang.
13. Sahabat pendidikan kimia angkatan 2010 yang tak henti-hentinya pula memberikan dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
14. Siswa-siswi SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan, khususnya kelas X1 MIA 1 dan XI MIA 4 yang telah menjadi subjek penelitian dan membantu jalannya proses penelitian.
15. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
(9)
ix
ada dalam skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis memohon saran dan kritik yang membangunagar dapat lebih baik lagi dalam penyusunan karya tulis di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah wawasan mengenai Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kompetensi Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Februari 2015 Penulis
(10)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 7
C.Pembatasan Masalah ... 7
D.Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9
A.Deskripsi Teoritik... 9
1. Hakikat Pembelajaran ... 9
a. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran ... 9
b. Ciri-ciri Pembelajaran ... 12
c. Prinsip-prinsip Belajar ... 14
2. Pembelajaran Sains ... 15
(11)
xi
a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 18
b. Karakteristik dan Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 19
c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah .. 21
d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 24
4. Literasi Sains ... 26
a. Pengertian Literasi Sains ... 26
b. Dimensi Literasi Sains ... 30
1) Berdasarkan PISA Tahun 2000 ... 30
a) Dimensi Konten Sains ... 30
b) Dimensi Proses Sains ... 32
c) Dimensi Konteks Sains ... 35
2) Berdasarkan PISA Tahun 2006 ... 36
a) Pengetahuan Ilmiah ... 36
b) Konteks Sains ... 37
c) Kompetensi Sains ... 37
d) Sikap ... 38
c. Karakteristik Individu yang Memiliki Literasi Sains ... 39
5. Laju Reaksi dan Orde Reaksi ... 39
a. Laju Reaksi ... 39
1) Pengertian Laju Reaksi ... 39
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi... 40
b. Orde Reaksi ... 42
1) Reaksi Orde nol ... 43
2) Reaksi Orde Satu ... 43
3) Reaksi Orde Dua ... 44
B.Penelitian Relevan ... 44
(12)
xii
D.Pengajuan Hipotesis ... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51
A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 51
B.Metode dan Desain Penelitian ... 51
C.Populasi dan Sampel ... 52
D.Alur Penelitian ... 53
E. Variabel Penelitian ... 56
F. Teknik Pengumpulan Data ... 56
G.Instrumen Penelitian ... 57
H.Kalibrasi Instrumen Penelitian ... 59
1. Uji Validitas ... 59
2. Uji Reliabilitas ... 60
3. Uji Daya Beda ... 61
4. Uji Tingkat Kesukaran ... 62
I. Teknik Analisis Data ... 63
1. Uji Prasyarat Analisis Data ... 63
2. Uji Hipotesis ... 63
3. Penilaian Tes Tertulis Literasi Sains ... 64
J. Hipotesis Statistik ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68
A.Hasil Penelitian ... 68
1. Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 68
2. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... . 69
3. Hasil Analisis Data ... 71
a. Uji Prasyarat Sampel ... 71
1) Uji Normalitas ... 71
(13)
xiii
1) Uji Normalitas ... 75
2) Uji Homogenitas ... 75
3) Uji Hipotesis ... 76
B.Pembahasan ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
A.Kesimpulan ... 86
B.Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 22
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 23
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 52
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Essai Materi Laju Reaksi ... 57
Tabel 3.3 Kriteria Penguasaan Kompetensi Sains Siswa ... 67
Tabel 4.1 Hasil Pretest Kompetensi Sains Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 68
Tabel 4.2 Persentase (%) Indikator Kompetensi Sains Siswa Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 69
Tabel 4.3 Hasil Posttest Kompetensi Sains Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 70
Tabel 4.4 Persentase (%) Indikator Kompetensi Sains Siswa Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 70
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas XI MIA 1 dan XI MIA 4 ... 71
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas XI MIA 1 dan XI MIA 4 ... 72
Tabel 4.7 Hasil Uji-t Pretest Kelas XI MIA 1 dan XI MIA 4 ... . 73
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol. ... 75
Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 76
(15)
xv
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 49 Gambar 4.1 Persentase Posttest Indikator Kompetensi Sains Siswa
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen... 92
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 113
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Tes Kompetensi Sains Siswa ... 128
Lampiran 4 Soal Pretest dan Posttest ... 179
Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa ... 184
Lampiran 6 Lembar Observasi Aktivitas Mengajar ... 203
Lampiran 7 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ... 207
Lampiran 8 Data Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 211
Lampiran 9 Data Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 212
Lampiran 10 Perhitungan Persentase Indikator Kompetensi Sains Siswa Hasil Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 213
Lampiran 11 Perhitungan Persentase Indikator Kompetensi Sains Siswa Hasil Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 217
Lampiran 12 Distribusi Frekuensi Pretest Kelompok Kontrol ... 221
Lampiran 13 Distribusi Frekuensi Pretest Kelompok Eksperimen ... 223
Lampiran 14 Distribusi Frekuensi Posttest Kelompok Kontrol... 225
Lampiran 15 Distribusi Frekuensi Posttest Kelompok Eksperimen ... 227
Lampiran 16 Uji Normalitas Pretest Kelompok Kontrol... 229
Lampiran 17 Uji Normalitas Pretest Kelompok Eksperimen ... 231
Lampiran 18 Uji Normalitas Posttest Kelompok Kontrol ... 233
Lampiran 19 Uji Normalitas Posttest Kelompok Eksperimen... 235
Lampiran 20 Perhitungan Varians Data Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 237
(17)
xvii
Lampiran 22 Uji Homogenitas Data Pretest ... 239
Lampiran 23 Uji Homogenitas Data Posttest ... 240
Lampiran 24 Uji Hipotesis Data Pretest ... 241
Lampiran 25 Uji Hipotesis Data Posttest ... 243
Lampiran 26 Rekapitulasi Hasil Kalibrasi Instrumen ... 245
Lampiran 27 Analisis KI dan KD ... 253
Lampiran 28 Lembar Validasi Dosen Ahli ... 260
Lampiran 29 Lembar Uji Referensi ... 265
(18)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan keperluan.1 Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.2
Pendidikan nasional yang merupakan salah satu bagian dari sektor pembangunan, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan yang kuat dan berwibawa. Adanya tujuan seperti itu dilakukan untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas dan berdaya saing, sehingga mampu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah dan semakin berat.3 Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya upaya peningkatan pada semua aspek dalam pendidikan. Termasuk diantaranya peningkatan mutu pembelajaran pada semua bidang mata pelajaran. Satu diantara banyaknya bidang mata pelajaran yang penting dan perlu mendapatkan perhatian adalah sains.
Sains merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang memiliki peran sangat penting dalam perkembangan IPTEK dan menjadi salah satu komponen yang berpengaruh terhadap sumber daya manusia. Oleh sebab itu, kemampuan sains yang dimiliki oleh masyarakat harus terus berkembang agar menjadi lebih baik.
1
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h. 10.
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB I Pasal 1, (http://www.dikti.go.id/files/atur/UU20-2003Sisdiknas.pdf).
3
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen Kurikulum 2013, (Jakarta: Kemendikbud, 2012), h. 1.
(19)
Tetapi, kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pendidikan sains di Indonesia justru sangat memprihatinkan dan berada pada tingkat kualitas yang rendah. Hal ini terbukti dari hasil penelitian tentang asesmen hasil belajar sains pada level internasional yang diselenggarakan oleh
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) melalui program PISAnya yang menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain.
Berdasarkan hasil studi komparatif yang dilakukan OECD melalui program PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2006, diperoleh bahwa hasil kemampuan sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara. Skor rata-rata sains yang diperoleh siswa Indonesia pada saat itu adalah 393.4 Tiga tahun berikutnya, yaitu tahun 2009 hasil Studi PISA yang diikuti oleh 65 negara, menunjukkan bahwa kemampuan sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-60 dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 383.5 Sedangkan, pada tahun 2012 berdasarkan hasil studi PISA yang diikuti oleh 65 negara, kemampuan sains siswa Indonesia berada di peringkat ke-64. Skor rata-rata yang diperoleh siswa Indonesia adalah sebesar 382.6 Hasil yang telah dipaparkan tersebut, menunjukkan belum adanya peningkatan kemampuan sains siswa Indonesia atau dapat dikatakan relatif stabil berada di posisi yang masih rendah selama dilakukannya pengukuran kemampuan sains oleh PISA. Dalam hasil tersebut, Indonesia pun berada pada posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negaradi Asia Tenggara yang mengikuti program PISA ini diantaranya, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Rendahnya literasi sains siswa di Indonesia berhubungan dengan sistem pendidikan dan pengajaran yang dilakukan. Hasil untuk mengukur pendidikan
4
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World, Volume 1: Analysis, 2007, h. 56,
(http://www.nbbmuseum.be/doc/seminar2010/nl/bibliografie/opleiding/analysis.pdf).
5
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do Student Performance In reading, Mathematics and
Science,vol.1, 2010, h. 152, (http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf).
6
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), PISA 2012 Results in Focus What 15-year-olds know and what they can do with what they know, 2012, h. 5,
(20)
3
hanya terlihat dari kemampuan menghafal fakta, konsep, teori maupun hukum.7 Pembelajaran pun mengabaikan pengalaman langsung karena khawatir tidak dapat menghabiskan materi pelajaran.8 Hal tersebut mengakibatkan siswa cenderung pasif dan kurang memiliki kontribusi dalam membangun dan memperoleh pengetahuan. Dalam banyak kelas sains di seluruh negara, siswa masih diajarkan dengan cara konvensional. Mereka membaca buku teks sains, menghafal daftar panjang istilah ilmiah, dan mempersiapkan pengambilan nilai tes dari hafalan yang telah dilakukan. Pengalaman laboratorium biasanya dirancang untuk mengkonfirmasi apa yang telah siswa baca atau yang telah diberitahu. Dengan hal tersebut, sebagian besar siswa kehilangan minat terhadap sains ketika mereka naik ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Saat siswa kehilangan minat, maka mengakibatkan prestasinya akan menurun.9 Faktor lain yang menyebabkan rendahnya literasi sains siswa diantaranya, yaitu pemilihan metode dan model pembelajaran, sarana dan fasilitas belajar, sumber belajar, bahan ajar, dan lain sebagainya.10 Hal itu pun menyebabkan pula kompetensi sains siswa yang merupakan salah satu dimensi dari literasi sains berada pada kondisi yang rendah.
Sains mencakup beberapa ilmu pengetahuan, satu diantaranya yaitu kimia. Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari mengenai komposisi dan sifat materi.11 Selain itu, dapat pula diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mengenai bahan kimia, termasuk pada bahan-bahan yang sehari-hari kita pegang dan lihat serta cium baunya.12 Pendidikan sains khususnya kimia
7
Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA, (Jakarta: Depdiknas, 2007), h. 2.
8
L. U. Ali, I. W. Suastra, dan A. A. I. A. R. Sudiatmika, “Pengelolaan Pembelajaran IPA Ditinjau dari Hakikat Sains pada SMP di Kabupaten Lombok Timur”, Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 3, 2013.
9
Center for Science, Mathematics, and Engineering Education, Every Child A Scientist Achieving Scientific Literacy for All, (Washington DC: National Academy Press, 1998), h. 8.
10Feni Kurnia, Zulherman, dan Apit Fathurohman, “Analisis Bahan Ajar Fisika SMA Kelas
XI di Kecamatan Indralaya Utara Berdasarkan Kategori Literasi Sains“, Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika, Vol. 1 No. 1, 2014, h. 43.
11
Ralph H. Petrucci, dkk., Kimia Dasar Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern, Edisi 9, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 4.
12
James E. Brady, Kimia Universitas Asas & Struktur, Edisi Kelima, Jilid 1, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1999), h. 2.
(21)
diharapkan dapat menjadi suatu solusi untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kreatif, terampil dan inovatif dalam menghadapi era industrialisasi dan globalisasi yang saat ini sedang terjadi.
Namun, saat ini dalam pelaksanaan pembelajaran guru masih cenderung menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional, yaitu umumnya dilakukan dengan ceramah dan jarang menerapkan hakikat sains dalam pembelajaran.13 Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sadia yang menunjukkan bahwa pembelajaran yang dominan dilakukan oleh para guru adalah pembelajaran ekspositori yang meliputi, ceramah, tanya jawab, dan diskusi.14 Melalui ceramah, sistem penyampaian materi lebih didominasi oleh guru yang gaya mengajarnya cenderung bersifat otoriter dan instruktif serta proses komunikasinya satu arah. Guru-guru tidak memberi peluang dan kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya dalam membangun pengetahuan.
Dengan permasalahan yang telah dipaparkan tersebut, berarti perlu adanya cara pembelajaran yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap literasi sains terutama pada dimensi kompetensi sains siswa. Pembelajaran yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah.
“Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah”.15
Dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa dapat mengkonstruk sendiri pengetahuan yang mereka pelajari sehingga siswa memahami materi tidak dengan cara menghafalnya tetapi memahami makna materi tersebut secara mendalam. Selain itu, melalui model ini siswa menjadi pusat pembelajaran dan guru hanya memberikan arahan selama
13
L. U. Ali, I. W. Suastra, dan A. A. I. A. R. Sudiatmika, “Pengelolaan Pembelajaran IPA Ditinjau dari Hakikat Sains pada SMP di Kabupaten Lombok Timur”, Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 3, 2013.
14
I Wayan Sadia, “Model Pembelajaran yang Efektif untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis (Suatu Persepsi Guru)”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2, 2008, h. 225.
15
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Edisi 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), Cet. 8, h. 214.
(22)
5
dilaksanakannya tahapan pembelajaran. Dengan hal tersebut pembelajaran akan menjadi lebih bermakna karena siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran sehingga diharapkan hasilnya pun akan lebih baik.
Berdasarkan informasi yang didapat oleh peneliti, pembelajaran berbasis masalah telah diterapkan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa dalam beberapa kegiatan pembelajaran. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, sejauh ini belum ada penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk mengetahui literasi sains siswa pada mata pelajaran kimia, khususnya materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan orde reaksi. Oleh sebab itu, dalam penelitian kali ini akan dilakukan penelitian tersebut untuk mengetahui hasilnya seperti apa, namun dibatasi pada literasi sains dalam dimensi kompetensi sainsnya saja.
Pelaksanaan penelitian pun didasarkan karena antara pembelajaran berbasis masalah, indikator kompetensi sains, dan materi yang digunakan dalam penelitian, memiliki keterkaitan. Materi penelitian mengacu kepada KD 3.7 dan KD 4.7. KD 3.7 yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan menentukan orde reaksi berdasarkan data hasil percobaan. Sedangkan KD 4.7 yaitu merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan orde reaksi.
Indikator merancang percobaan memiliki keterkaitan terhadap tahapan pembelajaran berbasis masalah, yaitu orientasi siswa pada masalah dan mengorganisasikan siswa untuk belajar. Kedua tahapan tersebut dapat memunculkan indikator kompetensi sains, yaitu mengidentifikasi isu ilmiah. Untuk melakukan percobaan, berhubungan dengan tahapan pembelajaran berbasis masalah pada investigasi siswa secara mandiri dan kelompok yang dapat memunculkan aspek kompetensi sains, yaitu menjelaskan fenomena ilmiah dan mengidentifikasi isu ilmiah. Sedangkan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan menentukan orde reaksi berkaitan dengan tahap mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta menganalisis dan
(23)
mengevaluasi proses pemecahan masalah. Kedua tahapan tersebut diharapkan dapat memunculkan aspek kompetensi sains, yaitu menggunakan bukti ilmiah. Dalam penelitian ini, pembelajaran berbasis masalah diterapkan dengan menggunakan metode eksperimen dilanjutkan dengan presentasi hasil. Sedangkan untuk pembelajaran konvensional, digunakan metode ceramah dan tanya jawab dimana guru yang menjadi pusat pembelajaran. Dalam hal ini, siswa menjadi kurang aktif dan hanya menerima informasi sesuai dengan yang diberikan dan diperintahkan oleh guru.
Dalam penelitian ini, hanya dimensi kompetensi sains saja yang akan diteliti. Hal ini dikarenakan agar dalam penelitian dapat lebih spesifik diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap setiap indikator kompetensi sains tersebut. Alasan lain yang menyebabkan peneliti hanya memilih dimensi kompetensi sains saja dikarenakan berdasarkan informasi yang didapat oleh peneliti, literasi sains siswa pada dimensi proses sains atau sekarang dikenal dengan sebutan kompetensi sains dalam penelitian yang sudah dilakukan dengan menggunakan model dan materi pembelajaran yang berbeda masih rendah dibandingkan dengan dimensi konsep dan konteks. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trie Seno Adji, jurusan pendidikan Fisika UPI Bandung, yang berjudul Penerapan Metode Science Literacy Circles (SLC) untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Mengembangkan Karakter Siswa SMP.16 Selain itu, dikarenakan pula pada penelitian sebelumnya dalam materi laju reaksi dengan model pembelajaran yang berbeda, literasi sains yang diukur hanya pada dimensi konten saja. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Lilih Solihat, Jurusan pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul Analisis Penggunaan Pendekatan Chemie Im Kontext (CHik) Terhadap Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Dimensi Konten Sains.17 Dari hal tersebut, peneliti terinspirasi untuk meneliti dimensi kompetensi sains saja dan
16Trie Seno Adjie, “Penerapan Metode Science Literacy Circles (SLC) untuk Meningkatkan
Literasi Sains dan Mengembangkan Karakter Siswa SMP”, Skripsi pada Pendidikan Fisika UPI Bandung, Bandung, 2012, h. 55, tidak dipublikasikan.
17
Lilih Solihat, “Analisis Penggunaan Pendekatan Chemie Im Kontext (CHik) Terhadap Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Dimensi Konten Sains”, Skripsipada Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2012, h. 57, tidak dipublikasikan.
(24)
7
melihat hasilnya seperti apa, tetapi dengan menggunakan model pembelajaran yang berbeda, yaitu pembelajaran berbasis masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kompetensi Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi”
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah seperti dibawah ini:
1. Masih rendahnya literasi sains siswa di Indonesia pada dimensi kompetensi sains.
2. Pembelajaran yang dilakukan saat ini umumnya masih bersifat konvensional yang berpusat pada guru dan masih mengutamakan hafalan tanpa melalui pengalaman langsung.
3. Pola pembelajaran yang digunakan umumnya belum dapat mengembangkan kompetensi sains siswa.
C.Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini menjadi terarah dan tidak meluas, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan 5 tahapan berdasarkan buku karangan Richard I Arends.
2. Literasi sains siswa yang diteliti, yaitu hanya pada dimensi kompetensi sains.
3. Penelitian dilakukan pada kelas XI dengan materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan orde reaksi
(25)
D.Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Apakah
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berpengaruh terhadap Kompetensi
Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi?” E.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap kompetensi sains siswa pada materi laju reaksi.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, dapat mengetahui bagaimana kompetensi sains siswa yang merupakan bagian dari literasi sains ketika diterapkannya pembelajaran berbasis masalah.
2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran alternatif sehingga diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas pembelajaran kimia menjadi lebih bermutu dan bermakna.
3. Bagi siswa, dapat membantu memudahkan pemahaman terhadap materi pembelajaran dan diharapkan kompetensi sainsnya dapat menjadi lebih baik. 4. Bagi dunia pendidikan, dapat menjadi pertimbangan dalam menerapkan suatu model pembelajaran dan menambah khasanah keilmuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
(26)
9
BAB II
KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA
BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A.Deskripsi Teoritik
1. Hakikat Pembelajaran
a. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang memiliki susunan terdiri dari aspek manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk tercapainya suatu tujuan pembelajaran.1 Selain itu terdapat pula definisi yang menyatakan, “Pembelajaran adalah proses interaksi dua arah yang terjadi antara guru dengan siswa, serta teori dan praktik yang terlibat didalamnya”.2 Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah suatu rangkaian kegiatan atau proses interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa yang didalamnya terdapat unsur-unsur pembelajaran yang saling mempengaruhi dalam proses belajar untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Perkembangan yang semakin cepat menimbulkan dampak terhadap pembelajaran yang harus lebih baik dalam menghadapi tantangan yang bersifat universal. Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, UNESCO memberikan empat pilar dalam belajar, yaitu: belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk bekerja (learning to do), belajar untuk hidup berdampingan dan berkembang bersama (learning to live together), serta belajar menjadi manusia seutuhnya (learning to be).3
1
Husamah dan Yanur Setyaningrum, Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi, (Malang: Prestasi Pustakaraya, 2013), h. 99.
2
Sitiatava Rizema Putra, Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), Cet. 1, h. 17.
3
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Surabaya: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. 4, h. 29.
(27)
Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan suasana belajar dan harus dapat menunjang tercapainya tujuan belajar.4 Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran merupakan tujuan yang paling khusus. Tujuan pembelajaran dapat diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa ketika mereka telah mempelajari materi tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan.5Tujuan pembelajaran dapat pula diartikan sebagai rancangan sasaran atau perolehan hasil belajar yang diharapkan dicapai para siswa apabila mereka telah menyelesaikan mata pelajaran.6 Jadi, dalam suatu pembelajaran harus ada hasil yang diperoleh oleh siswa sebagai efek dari pembelajaran yang telah dilakukan sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai.
Dibawah ini akan dipaparkan beberapa pendapat mengenai tujuan pembelajaran:
1) Tujuan pembelajaran berdasarkan Bloom
Benyamin S. Bloom dengan teman-temannya mengajukan tujuan pembelajaran dikelompokkan dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah psikomotorik, dan ranah afektif.
a) Ranah kognitif
Aspek-aspek pada ranah kognitif ini ada enam yang kemudian lebih dikenal dengan Taksonomi Bloom. Keenam aspek pada
Taksonomi Bloom tersebut adalah sebagai berikut: Pengetahuan, Pemahaman, Penerapan, Analisis, Sintesis, dan Evaluasi.7
4
Putra, op. cit., h. 30.
5
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Edisi 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), Cet. 8, h. 68.
6
Nana Syaodih Sukmadinata dan Erliana Syaodih, Kurikulum & Pembelajaran Kompetensi, (Bandung: Refika Aditama, 2012), Cet.1, h. 88.
7
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. 1, h. 64.
(28)
11
b) Ranah Afektif
Tujuan pembelajaran pada ranah afektif ini sangat terkait dengan sikap atau perasaan, seperti perasaan senang atau tidak senang, perasaan sedih atau bahagia, perasaan bangga atau malu, dan lainnya. Menurut Bloom dan kawan-kawan, yang termasuk kedalam ranah afektif diantaranya, yaitu aspek penerimaan, penanggapan, penilaian, organisasi, dan pemeranan.8
c) Ranah psikomotorik
Tujuan pembelajaran pada ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan secara fisik, motorik maupun tangan. Aspek pada ranah psikomotorik menurut Bloom dan kawan-kawan diantaranya, yaitu persepsi, kesiapan, respon, terpimpin, mekanisme, respon kompleks, penyesuaian, serta mencipta.9
2) Tujuan Pembelajaran menurut Gagne dan Briggs
Gagne bersama Briggs beranggapan bahwa cara terbaik dalam merancang pembelajaran adalah dengan bekerja terbalik dari menyusun hasil belajar. Tujuan pembelajaran menurut Gagne dan Brigss diantaranya, yaitu:
a) Keterampilan intelektual. b) Strategi kognitif.
c) Informasi verbal. d) Keterampilan motorik. e) Sikap.10
Dari beberapa tujuan pembelajaran yang dipaparkan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah berupa kemampuan atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa, yang didalamnya terdiri dari beberapa aspek setelah mereka melakukan proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa setelah
8
Ibid., h. 67.
9
Ibid., h. 68.
10
(29)
pembelajaran dilakukan, siswa memiliki kemampuan baru pada diri mereka dan diharapkan kemampuan tersebut semakin bertambah seiring dengan semakin meningkatnya jenjang pendidikan dan proses pembelajaran yang dilakukan.
b. Ciri-ciri Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang pelaksanaannya meliputi unsur-unsur tertentu yang dapat memberikan ciri sebagai suatu kegiatan pembelajaran. Oleh sebab itu, peneliti menganggap perlu adanya pemaparan mengenai ciri-ciri pembelajaran. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1) Motivasi Belajar
Dalam suatu kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang dapat memunculkan kegiatan belajar sehingga tercapainya suatu tujuan yang dikehendaki.11 Dalam pembelajaran, dorongan motivasi terhadap siswa sangat diperlukan dan harus selalu dilakukan terutama oleh guru dalam menjalani pembelajaran. Hal ini bertujuan agar kegiatan dan tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai. Apalagi, adanya perbedaan kebiasaan, sikap, sifat, dan karakteristik dari tiap-tiap siswa maka akan menyebabkan motivasi belajar yang berbeda pula dari setiap siswa tersebut.
2) Bahan Belajar
Bahan pengajaran yang digunakan untuk belajar adalah segala informasi yang meliputi fakta, prinsip, dan konsep yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan pembelajaran.12 Bahan belajar tersebut merupakan alat untuk menjalankan isi dari suatu pembelajaran. Bahan belajar ini disusun sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai yang dapat merangsang dan mendorong siswa menemukan atau memecahkan masalah yang ada dalam pembelajaran.
11
Putra, op. cit., h. 27.
12
(30)
13
3) Alat bantu/media belajar
Alat bantu atau media belajar, yaitu alat-alat yang dapat membantu siswa belajar agar tercapainya tujuan belajar.13 Alat bantu belajar digunakan untuk mempermudah siswa dalam menjalani dan memahami isi pembelajaran, sebab biasanya dengan alat bantu siswa menjadi lebih tertarik dalam belajar. Sehingga, materi pembelajaran yang dimaksudkan oleh guru dapat tersampaikan kepada siswa dengan lebih baik.
4) Suasana belajar
Suasana belajar merupakan aspek yang sangat penting dan dapat mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran.14 Oleh sebab itu, suasana belajar sebisa mungkin harus dijaga dengan baik agar tercipta keadaan yang kondusif saat pembelajaran. Salah satunya, yaitu dengan adanya komunikasi antara guru dan siswa yang terjalin dengan baik maka akan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan pula.
5) Kondisi siswa yang belajar
Antara satu siswa dengan siswa yang lainnya memilliki sifat dan karakter yang berbeda. Hal ini pun akan meyebabkan adanya pengaruh terhadap partisipasinya dalam proses belajar.15 Oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran yang harus menjadi pemeran utama dalam pembelajaran adalah siswa, guru disini hanya berperan sebagai fasilitator. Dengan hal tersebut semua siswa meskipun memiliki karakteristik yang berbeda dapat berperan langsung selama pembelajaran untuk membangun pengetahuan.
Dengan adanya ciri-ciri pembelajaran tersebut, maka kita dapat membedakan kegiatan pembelajaran dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Sehingga kita memiliki patokan kegiatan yang seperti apa yang dapat dikatakan sebagai pembelajaran.
13
Ibid., h. 28
14
Ibid., h. 29.
15
(31)
c. Prinsip-prinsip Belajar
Dibawah ini akan dipaparkan beberapa prinsip belajar, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Perhatian dan Motivasi
Perhatian memliki peranan penting dalam belajar. Tanpa perhatian maka tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian siswa terhadap pelajaran akan timbul apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Motivasi pun memiliki peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi dapat bersifat internal, yaitu datang dari dirinya sendiri, dan dapat juga bersifat eksternal, yaitu datang dari selain dirinya sendiri.16 Berdasarkan hal tersebut, artinya siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua kegiatan yang mengarah kepada pencapaian tujuan pembelajaran selama proses belajar berlangsung dan harus dapat membangkitkan serta mengembangkan motivasi secara terus-menerus.
2) Keaktifan
Belajar hanya mungkin terjadi jika anak aktif mengalami sendiri pengetahuan yang diperolehnya. Dalam proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan yang beraneka ragam. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati hingga kegiatan psikis yang sulit diamati.17 Artinya, dalam hal ini keaktifan siswa merupakan hal yang penting dalam belajar. Siswa dituntut untuk selalu aktif baik secara fisik, intelektual, maupun emosional dalam memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif.
3) Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dengan belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung namun harus
16
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Departemen Pendidikan & Kebudayaan dan Rineka Cipta, 2006), Cet. 3, h. 42-43.
17
(32)
15
menghayati, terlibat langsung dalam kegiatan, dan bertanggung jawab terhadap hasil yang diperoleh.18 Artinya, hal apapun yang dipelajari oleh siswa maka mereka harus mempelajari dan mengalaminya sendiri.
4) Tantangan
Dalam situasi belajar siswa biasanya mendapat hambatan saat mempelajari bahan belajar dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dengan adanya hambatan tersebut maka muncul motif untuk mengatasinya dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Agar saat belajar pada siswa muncul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang. Dengan bahan belajar yang memiliki tantangan membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar baru yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan menjadikan siswa tertantang untuk mempelajarinya.19Berdasarkan hal tersebut, artinya dalam pembelajaran guru harus kreatif dalam menyiapkan bahan ajar yang menarik dan tidak monoton agar siswa lebih semangat dalam melakukan kegiatan belajar.
2. Pembelajaran Sains a. Hakikat Sains
Sains merupakan pengetahuan yang kebenarannya telah diujicobakan secara empiris dengan menggunakan metode ilmiah.20 Selain itu, sains dapat pula diartikan sebagai suatu cara untuk mempelajari komponen tertentu dari alam dengan terorganisir, sistematik, dan melalui metode saintifik.21 Artinya, dalam hal ini sains melibatkan pengamatan dan eksperimen untuk menjelaskan fenomena
18
Ibid., h.45.
19
Ibid., h. 47-48.
20
Uus Toharudin, Sri Hendrawati, dan Andrian Rustaman, Membangun Literasi Sains Peserta Didik, (Bandung: Humaniora, 2011), Cet. 1, h. 26.
21
(33)
yang terjadi dialam. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat diartikan bahwa sains adalah pengetahuan yang didapatkan dengan adanya pengujian dan pembuktian terlebih dahulu mengenai aspek tertentu dari alam yang ingin dipelajari melalui tahapan yang bersifat ilmiah.
Hakikat sains meliputi tiga unsur utama. Adapun penjelasannya akan dipaparkan sebagai berikut:
1) Sikap; rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab-akibat (kausalitas) yang menimbulkan masalah baru, dan dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.
2) Proses; prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan ekperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
3) Produk; berupa fakta, konsep, prinsip, teori, dan hukum. Aplikasinya berupa penerapan metode ilmiah dalam kehidupan sehari-hari.22
Dari pemaparan mengenai sains tersebut, maka apabila digabungkan dengan makna pembelajaran, maka pembelajaran sains adalah suatu rangkaian proses atau kegiatan belajar untuk memahami dan mempelajari pengetahuan yang didapat dengan menggunakan metode ilmiah untuk mencapai tujuan dari pembelajaran yang telah ditentukan.
Pada pembelajaran sains, proses pembelajarannya diarahkan terhadap pengembangan keterampilan siswa dalam membangun pengetahuan, serta menemukan dan mengembangkan secara mandiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang dibutuhkan. Selain itu, siswa pun diberi kesempatan agar terlibat langsung dalam kegiatan dan pengalaman ilmiah.23 Hal tersebut bertujuan agar siswa memahami dan terampil dalam mengolah informasi dengan mengikuti prosedur ilmiah. Dalam pembelajaran ini, yang ditekankan bukanlah hasil akhir, melainkan proses dalam mencapai hasil akhir tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
22
Toharudin, op.cit., h. 28.
23
(34)
17
proses dalam pembelajaran sains lebih penting dibandingkan dengan hasil. Oleh sebab itu, proses yang harus dikembangkan haruslah ditata sebaik mungkin terhadap siswa agar menjadi suatu pengalaman yang bermakna sehingga pengetahuan yang didapat akan lebih dipahami tanpa harus dihafal.
b. Tujuan Pembelajaran Sains
Setiap pembelajaran mempunyai tujuan tersendiri yang harus tercapai, salah satunya yaitu pembelajaran sains. Sains merupakan salah satu pembelajaran yang menggunakan metode ilmiah dan melibatkan pengalaman langsung dalam proses mendapatkan pengetahuannya. Oleh sebab itu, kita perlu tahu seperti apa tujuan dari pembelajaran sains itu sendiri.
Secara khusus, pembelajaran sains bertujuan untuk menguasai konsep-konsep sains yang aplikatif dan bermakna bagi peserta didik melalui kegiatan pembelajaran sains berbasis inkuiri. Sedangkan, tujuan umum pembelajaran sains adalah penguasaan dan kepemilikan literasi sains (peserta didik) yang membantu peserta didik memahami sains dalam konten, proses, maupun konteks yang lebih luas terutama dalam kehidupan sehari-hari.24
Dari pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran sains bertujuan memberikan suatu kemampuan baik konsep, proses, maupun konteks dimana kemampuan itu dapat digunakan dan dimanfaatkan tidak hanya ketika melakukan proses pembelajaran di kelas, tetapi dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai jalan untuk menghadapi setiap masalah yang ada dalam kehidupan.
24
(35)
3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan metoda ilmiah.25 Pembelajaran berbasis masalah dapat pula diartikan sebagai model pembelajaran yang menyajikan situasi masalah yang otentik dan bermakna kepada siswa yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan investigasi dan inkuiri.26 Selain kedua pengertian tersebut, pembelajaran berbasis masalah pun dapat didefinisikan sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menunjang pendekatan pembelajaran learner centered yang memberdayakan pemelajar.27 Pengertian lain mengemukakan bahwa, pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu model pembelajaran yang dapat menumbuhkan semangat siswa untuk aktif terlibat dalam pengalaman belajarnya yang menyebabkan berkembangnya keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan suatu masalah.28 Selain itu, pembelajaran berbasis masalah pun dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang bertujuan untuk memunculkan pemikiran penyelesaian masalah, mulai dari awal pembelajaran disintesis dan diorganisasikan dalam suatu situasi masalah.29
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, peneliti mengartikan pembelajaran berbasis masalah sebagai model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai bahan dalam melaksanakan pembelajaran, dimana siswa dituntut untuk mencari pemecahan masalah tersebut secara
25
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Edisi 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), Cet. 8, h. 214.
26
Richard I Arends, Learning toTeach, (New York: McGraw-Hill, 2007), h. 380.
27
M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning, Edisi 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), Cet. 2, h. 12.
28
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Edisi 2, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), Cet. 5, h. 229.
29
(36)
19
aktif melalui investigasi yang melibatkan pengalaman langsung, dengan menggunakan metoda ilmiah dalam memahami suatu pengetahuan. Dalam model pembelajaran berbasis masalah pun, siswa menjadi pembelajar yang mandiri.30 Berdasarkan hal tersebut, artinya siswa dilatih untuk menjadi pembelajar yang aktif. Siswa mencari segala informasi yang dibutuhkan dengan tidak selalu menunggu informasi yang hanya diberikan guru. Dengan hal tersebut, siswa menjadi pusat pembelajaran dan guru hanya membimbing jalannya proses pembelajaran.
b. Karakteristik dan Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakter tersendiri dibandingkan dengan pembelajaran yang lainnya. Berikut ini merupakan karakteristik dari model pembelajaran berbasis masalah:
1) Permasalahan menjadi permulaan dalam belajar;
2) Permasalahan merupakan masalah yang ada di dunia nyata; 3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda;
4) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian memerlukan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
5) Belajar pengarahan diri merupakan hal yang utama;
6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, pengaplikasiannya, dan evaluasi sumber informasi adalah proses yang esensial;
7) Belajar merupakan kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah untuk mencari solusi dari sebuah masalah;
9) Keterbukaan proses dalam pembelajaran berbasis masalah mencakup sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar;
10) Menggunakan evaluasi dan pengulangan pengalaman siswa dan proses belajar.31
30
Arends, op. cit.,h. 384.
31
(37)
Berdasarkan karakteristik tersebut, jelas terlihat bahwa model pembelajaran berbasis masalah diawali dengan adanya masalah. Masalah ini dapat berasal dari guru maupun dari siswa. Kemudian siswa memiliki tugas untuk mencari informasi dari berbagai sumber untuk menyelesaikan masalah yang ada tersebut melalui proses pembelajaran yang bermakna.
Selain berbicara tentang karakteristik dari model pembelajaran berbasis masalah, pada kajian teori ini pun akan dipaparkan mengenai ciri-ciri dari model pembelajaran berbasis masalah. Menurut Ibrahim dan Nur, ciri-ciri dari model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah; pembelajaran berbasis masalah melibatkan pengajaran dengan masalah yang nyata dan sesuai dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari siswa.
2) Berfokus terhadap keterkaitan antardisiplin ilmu; masalah dan solusi dalam pemecahan masalah yang disarankan tidak hanya ditinjau dari satu disiplin ilmu, tetapi ditinjau dari berbagai disiplin ilmu.
3) Penyelidikan autentik; dengan menggunakan model ini mengharuskan siswa melakukan penyelidikan terhadap masalah nyata melalui analisis masalah, observasi, maupun eksperimen.
4) Menghasilkan produk/karya dan mempublikasikannya; artinya menuntut siswa untuk menghasilkan karya atau produk tertentu dalam bentuk nyata seperti, poster, puisi, laporan, gambar, dan lain-lain untuk menjelaskan penyelesaian masalah yang ditemukan, kemudian mempublikasikan produk tersebut.
5) Kerja sama; siswa bekerja sama untuk saling memberikan motivasi sekaligus mengembangkan keterampilan berpikir melalui pertukaran pendapat serta berbagai penemuan.32
32
(38)
21
c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam merapkan model pembelajaran berbasis masalah, harus dipahami terlebih dahulu bagaimana langkah dalam menjalankan pembelajaran tersebut. Berikut ini akan dijelaskan beberapa langkah-langkah untuk menerapkan model pembelajaran berbasis masalah:
1) Menurut Wina Sanjaya, pembelajaran berbasis masalah memiliki 6 langkah yang harus dilakukan, yaitu:
a) Menyadari masalah, pada tahap ini siswa menentukan kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada dan guru memberikan bimbingan kepada siswa dalam menentukan kesenjangan tersebut.
b) Merumuskan masalah, dalam tahap ini siswa menentukan masalah yang menjadi prioritas serta memanfaatkan pengetahuannya untuk mendapatkan suatu rumusan masalah yang jelas, spesifik, dana dapat diselesaikan.
c) Merumuskan hipotesis, pada tahap ini siswa menentukan sebab akibat dari suatu masalah yang akan dipecahkan dan menentukan berbagai cara kemungkinan dalam penyelesaian masalah tersebut. d) Mengumpulkan data, pada tahapan ini siswa mengumpulkan data
yang selanjutnya dipetakan dan disajikan dalam berbagai bentuk agar lebih mudah dipahami.
e) Menguji hipotesis, pada tahap ini siswa menentukan hipotesis mana yang diterima dan ditolak serta menganalisis data sekaligus membahasnya untuk melihat keterkaitannya dengan masalah yang dipelajari dan akhirnya dapat diambil suatu keputusan dan kesimpulan.
f) Menentukan pilihan penyelesaian, dalam tahap ini siswa memilih cara penyelesaian yang dapat dilakukan serta mempertimbangkan kemungkinan yang dapat terjadi berkaitan dengan cara yang dipilih
(39)
tersebut dan mempertimbangkan pula akibat yang terjadi terhadap setiap pilihan.33
2) Menurut Ibrahim dan Nur dan Ismail, langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:34
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan segala logistik yang dibutuhkan, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah
2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan menentukan tugas belajar yang berkaitan dengan masalah yang disajikan tersebut.
3 Membimbing pengalaman
individual/kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi dan data yang sesuai, melaksanakan eksperimen yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merancang dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membimbing siswa dalam melakukan berbagai tugas serta pembagiannya dengan temannya. 5 Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan yang telah dilakukan dan proses yang digunakan selama dilakukannya penyelidikan tersebut.
33
Sanjaya, op. cit., h. 218-220.
34
(40)
23
3) Selain dua pendapat tersebut mengenai langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah, Richard I. Arends mengemukakan langkah model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:35
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
No. Fase Perilaku Guru
1 Orientasi siswa pada masalah
Membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting yang dibutuhkan, dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan pemecahan masalah. 2 Mengoganisasikan siswa
untuk belajar
Membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengoganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait permasalahan yang dihadapi. 3 Membimbing
investigasi individual dan kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen dan mencari penjelasan dan solusi dari permasalahan yang disajikan. 4 Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, serta membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil dari investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
35
(41)
Berdasarkan beberapa pendapat yang dipaparkan diatas, terlihat langkah model pembelajaran berbasis masalah ada yang enam dan lima langkah. Untuk langkah model pembelajaran berbasis masalah dengan lima langkah dikemukakan berdasarkan dua pendapat. Dari dua pendapat tersebut secara keseluruhan langkahnya sama. Sedangkan, untuk langkah model pembelajaran berbasis masalah dengan enam langkah, setelah peneliti memahami lebih dalam, inti dari keenam langkah tersebut pun memiliki maksud yang sama dengan yang lima langkah. Namun, peneliti memutuskan menggunakan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini dengan lima langkah pembelajaran karena berasal dari pendapat ahli yang lebih banyak. Langkah model pembelajaran berbasis masalah yang digunakan dalam penelitian, yaitu berdasarkan buku Learning to Teach karangan Richard I Arends.
d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Berbicara tentang pembelajaran, pasti setiap pembelajaran memiliki keunggulan dan kelebihan masing-masing. Adapun kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
1) Kelebihan
a) Siswa lebih memahami konsep yang dipelajari sebab siswa yang menemukan konsep tersebut.
b) Siswa menjadi lebih aktif dalam melakukan pemecahan masalah dan dituntut memiliki keterampilan berpikir yang lebih tinggi. c) Pembelajaran yang dilakukan lebih bermakna.
d) Meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa, sebab masalah yang diselesaikan dikaitkan dengan kehidupan nyata.
e) Siswa menjadi lebih mandiri, terlatih memberikan dan menerima pendapat, serta tertanam sikap sosial yang positif terhadap siswa lainnya.
(42)
25
f) Dengan adanya pembelajaran secara berkelompok membantu mempermudah pencapaian ketuntasan belajar siswa.
g) Mengembangkan kreativitas siswa baik secara individu maupun kelompok.36
Adanya kelebihan yang telah dipaparkan tersebut, dapat dikaitkan dengan materi laju reaksi yang merupakan materi pembelajaran dalam penelitian ini. Pada materi laju reaksi, siswa diharapkan memahami materi tidak dengan menghafal namun melalui proses berdasarkan pengalaman langsung yang melibatkan sikap aktif dan berfikir kritis siswa. Hal tersebut berhubungan dengan kelebihan dari model pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan dalam penelitian. Selain itu, materi laju reaksi akan lebih mudah disampaikan kepada siswa ketika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam penyampaian materi laju reaksi pun, kegiatan pembelajaran dilakukan melalui kegiatan praktikum. Dengan hal tersebut, siswa dituntut untuk lebih mandiri, kreatif dan diharapkan dapat mempermudah melakukan pemecahan masalah terkait dengan materi laju reaksi. Oleh sebab itu, model pembelajaran berbasis masalah ini dirasa cocok diterapkan pada materi laju reaksi karena memiliki keterkaitan saat proses penyampaian materi pembelajarannya.
2) Kekurangan
a) Ketika siswa tidak memiliki minat dan kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka siswa enggan untuk mencoba.
b) Membutuhkan banyak waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman tujuan apa yang ingin dicapai dalam memecahkan masalah, siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.37
36
(43)
Setelah memahami kelebihan dan kekurangan model pembelajaran berbasis masalah, diharapkan dalam penelitian ini penulis dapat mengurangi tingkat ketidakefektifan ketika diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah ini. Sehingga, dalam penerapannya dapat berjalan dengan lancar.
4. Literasi Sains
a. Pengertian Literasi Sains
Literasi sains berasal dari gabungan dua kata Latin, yaitu literatus, artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan, dan kata
scientia, yang artinya memiliki pengetahuan. Menurut Paul de Hart Hurt yang merupakan orang pertama kali yang menggunakan istilah literasi sains, mendefinisikan literasi sains sebagai tindakan memahami sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat.38
Sedangkan, menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)/PISA literasi sains (scientific literacy) adalah
“Capacity to use scientific knowledge, to identify questions and to draw evidence-based conclusions in order to understand and help make decisions about the natural world and the changes made to it through
human activity”.39
Yaitu kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alam.
Menurut National Science Teacher Assosiation menyatakan bahwa orang yang memiliki literasi sains merupakan orang yang menggunakan
37
Retno Dwi Suyanti, Strategi Pembelajaran Kimia, Edisi 1, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), Cet. 1, h. 119-120.
38
Toharudin, op. cit., h. 1.
39
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), The PISA 2003 Assesment Frame work-Mathematics, Reading, Science and Problem Solving Knowledge and Skills, 2003, h. 133, (http://www.oecd.org/edu/school/programmeforinternationalstudentassessmentpisa/33694881.pdf)
(44)
27
konsep sains, memiliki keterampilan proses sains untuk membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari jika berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya dengan memahami interaksi antara sains, teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi.40
The American Association for the Advancement of Science, memberikan penjelasan mengenai literasi sains yaitu, menggunakan kebiasaan pikiran dan pengetahuan sains, matematika, dan teknologi yang mereka telah peroleh untuk memikirkan dan membuat banyak ide, klaim, dan peristiwa yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.41 Literasi sains menurut National Science Education Standards, yaitu pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan keputusan individu, partisipasi dalam urusan sipil dan budaya, dan produktivitas ekonomi.42
Literasi sains pun didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami, mengkomunikasikan, dan menerapkan sains dalam memecahkan masalah sehingga menimbulkan sikap dan kepekaan yang tinggi pada diri dan lingkungannya dalam menentukan suatu keputusan dengan berdasarkan pertimbangan sains.43 James Conant menuliskan bahwa seseorang yang memiliki literasi sains adalah seseorang yang bisa berkomunikasi secara cerdas dengan seseorang yangmemajukan sains dan menerapkannya.44 Selain itu, literasi sains dapat pula diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis mengenai sains dan teknologi dan lebih sekedar dari kemampuan mengingat istilah-istilah dalam sains.45 Dengan hal tersebut, artinya pembelajaran sains harus memadukan unsur membaca, menulis, dan berkomunikasi agar siswa
40
Toharudin, loc. cit.
41
Kenneth P King, Technology, Science Teaching, and Literacy A Century of Growth, (New York: Kluwer Academic Publishers, 2002), h. 7.
42
Rowena Douglas, dkk., Linking Science & Literacy In The K-8 Classroom, (America: NSTA Press, 2006), h. 263.
43
Toharudin, op. cit., h. 8.
44
Morris H Shamos, The Myth of Scientific Literacy, (New Brunswick, New Jersey, United States of America, Rutgers University Press, 1995), h. 86.
45
(45)
dapat memahami sains dan akhirnya menerapkannya dalam kehidupan sehingga dapat memiliki literasi sains yang baik. Namun, perlu diingat bahwa bahasa sains tidak sama persis dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep literasi sains telah memainkan peran sentral dalam pendidikan sains. Pendidik dan reformis kurikulum setuju bahwa literasi sains harus merupakan salah satu hasil penting yang diperoleh dari sekolah.46 Pada dasarnya, literasi sains terdiri dari dua kompetensi utama. Pertama, kompetensi belajar sepanjang hayat, meliputi membekali peserta didik untuk belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kedua, kompetensi dalam menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan hidup yang dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi.47
Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa literasi sains adalah segala kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang melibatkan proses ilmiah dan berdasarkan pada bukti-bukti dalam upaya memahami sains sehingga akhirnya dapat diaplikasikan bagi kebutuhan masyarakat terhadap peristiwa yang dihadapi dalam kehidupan.
Dalam pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan literasi sains, siswa belajar dengan baik melalui pengalaman nyata yang dialaminya. Mereka membutuhkan sebuah pengalaman sebelum mereka siap untuk membaca atau mendiskusikan sebuah konsep yang mendasari. Dengan melakukan penyelidikan, siswa belajar bagaimana untuk melakukan pengamatan, mengajukan pertanyaan, merencanakan penyelidikan, menggunakan alat untuk mengumpulkan informasi, membuat prediksi, mengusulkan penjelasan, mengkomunikasikan hasil,
46
Wolf-Michael Roth, Angela Calabrese Barton, Rethinking Scientific Literacy, (New York, RoutledgeFalmer, 2004), h. 21-22.
47
(46)
29
dan merefleksikan proses yang mereka gunakan.48 Menurut Michelle Verna literasi sains dalam kegiatan kelas terbukti ketika siswa bekerja bersama untuk membentuk pertanyaan dan menentukan jawaban dengan menggunakan berbagai keterampilan penelitian. Ini melibatkan siswa membaca dengan pemahaman dan mengikutsertakan dalam dialog tentang isu sains tertentu. Dengan cara ini, siswa dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendorong penyelidikan mereka dalam cara yang bermakna. Literasi sains berlangsung ketika siswa meminta setiap pertanyaan lain, ketika mereka merenungkan dan menanggapi ide-ide dan menemukan bukti untuk menggambarkan pengetahuan sains, fakta-fakta dan informasi. Mereka menggunakan keterampilanya untuk meneliti dan membuat keputusan tentang ide-ide ilmiah. Mereka kemudian mempertanyakan dan merefleksikan ketika menerapkan informasi untuk isu-isu sosial saat ini. Siswa pun perlu untuk mengembangkan keterampilan matematika yang mereka butuhkan untuk menafsirkan data tentang isu-isu sains yang berhubungan dalam masyarakat.49 Selain itu, Michelle Verna mengungkapkan bahwa berdasarkan pengalamannya dalam pembelajaran, literasi sains merupakan hasil dari belajar dan untuk menerapkan literasi sains meliputi hal sebagai berikut:
1) Menyadari bahwa sains ada di sekitar kita;
2) Mengidentifikasi lebih awal isu-isu sains secara bermakna; 3) Mendorong keterlibatan siswa;
4) Peletakan fondasi yang kuat untuk inkuiri siswa; dan, 5) Pembelajaran berpusat pada siswa
Dalam mengembangkan literasi sains siswa kita harus berkonsentrasi pada kualitas pemahaman dibandingkan kuantitas informasi yang
48
Center for Science, Mathematics, and Engineering Education, Every Child A Scientist Achieving Scientific Literacy for All, (Washington DC: National Academy Press, 1998), h. 10.
49
John Loughran, Kathy Smith, Amanda Berry, Scientific Literacy Under the Microscope A Whole School Approach to Science Teaching and Learning, (Rotterdam: Sense Publishers, 2011), h. 67.
(47)
disajikan. Hal ini dapat terlihat dalam penyelidikan mereka dalam masalah ilmiah dan ketika siswa yang mengendalikan pembelajaran, pemahaman mereka nyata ditingkatkan.50
Selain pendapat menurut Michelle Verna, ada pula pandangan menurut Tracy Adam yang mengungkapkan bahwa dalam prakteknya literasi sains berarti bahwa seorang siswa dapat mengajukan pertanyaan dan menemukan jawaban atas pertanyaan yang berasal dari rasa ingin tahu tentang sains dalam pengalaman sehari-hari mereka. Siswa pun dapat menggambarkan dan menjelaskan temuan mereka serta mampu untuk berargumen berdasarkan bukti dan menerapkan kesimpulan dari argumen tersebut.51 Maksud dari kedua pendapat ahli tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda, yaitu untuk mengembangkan kemampuan literasi sains siswa dalam pembelajaran siswa harus mandiri dalam mencari jawaban atas pertanyaan yang timbul dari rasa ingin tahu tentang sains dalam kehidupan sehari-hari melalui suatu penyelidikan agar diperoleh bukti-bukti, sehingga didapat suatu kesimpulan dan dapat diterapkan dalam kehidupan.
b. Dimensi Literasi Sains
1) Berdasarkan PISA Tahun 2000
Literasi sains berdasarkan PISA tahun 2000 dibagi menjadi tiga dimensi sebagai berikut:
a) Dimensi Konten Sains
Konsep ilmiah yang dipilih dalam PISA dinyatakan sebagai gagasan yang mengintegrasikan ide yang membantu menjelaskan aspek lingkungan material kita. PISA tidak mengidentifikasi semua konsep. Konsep akan dicontohkan dari tema-tema utama berikut: (1) Strukturdan sifat materi.
(2) Perubahan atmosfer.
50
Ibid., h. 73-74.
51
(48)
31
(3) Perubahan kimia dan fisika. (4) Transformasi energi.
(5) Gaya dan perpindahan. (6) Bentuk dan fungsi. (7) Biologi manusia. (8) Perubahan fisiologis. (9) Keanekaragaman hayati. (10)Kendali genetik.
(11)Ekosistem.
(12)Bumi dan tempatnya di alam semesta. (13)Perubahan Geologi.52
Dalam dimensi ini, siswa perlu menangkap sejumlah konsep kunci agar dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahan-perubahan yang terjadi yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Hal ini merupakan gagasan besar pemersatu yang membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik. PISA mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mempersatukan konsep-konsep dari bidang pelajaran yang dipilih tersebut, yaitu fisika, kimia, biologi, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa.53
Adapun kriteria dari pengetahuan-pengetahuan tersebut diantaranya, yaitu:
(1) Berkaitan dengan situasi sehari-hari. Pengetahuan ilmiah dapat dikatakan berbeda karena dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari
52
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Measuring Student Knowledge and Skills The PISA 2000 Assessment of Readind, Mathematical and Scientific Literacy, 2000, h. 78,
(http://www.oecd.org/education/school/programmeforinternationalstudentassessmentpisa/3 3692793.pdf)
53
Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA, (Jakarta: Depdiknas, 2007), h. 12.
(49)
(2) Pengetahuan dan bidang aplikasi yang ditetapkan harus mempunyai kaitan dengan kehidupan pada dekade selanjutnya dan seterusnya.
(3) Pengetahuan yang dibutuhkan dapat dikombinasikan dengan proses ilmiah yang telah ditetapkan.54
b) Dimensi Proses Sains
PISA menekankan pada kemampuan untuk menggunakan pengetahuan ilmiah dan tahu tentang sains. Penilaian kemampuan tersebut membantu kita untuk memahami seberapa baik ilmu pendidikan mempersiapkan warga masa depan untuk berpartisipasi dalam masyarakat yang lebih dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Siswa harus dilengkapi dengan pemahaman tentang sains, prosedur, kekuatan dan keterbatasan dan jenis pertanyaan yang bisa dan tidak bisa dijawab. Siswa juga harus mampu mengenali jenis bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah dan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan dari bukti yang ada.55
PISA menguji lima kriteria dari dimensi proses ini, yakni: mengenali pertanyaan ilmiah, mengidentifikasi bukti, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan kesimpulan, dan menunjukkan pemahaman konsep ilmiah.
(1) Mengenali pertanyaan ilmiah
Pada proses isi diidentifikasi jenis pertanyaan yang dapat dijawab dengan sains atau pertanyaan tertentu yang dapat diuji dalam situasi tertentu. Hal ini dapat dinilai, misalnya dengan
54
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), The PISA 2003 Assesment Frame work-Mathematics, Reading, Science and Problem Solving Knowledge and Skills, 2003, h. 135-136,(http://www.oecd.org/edu/school/programmeforinternationalstudentassessmentpisa/33694881. pdf)
55
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Measuring Student Knowledge and Skills The PISA 2000 Assessment of Readind, Mathematical and Scientific Literacy, 2000, h. 76,
(http://www.oecd.org/education/school/programmeforinternationalstudentassessmentpisa/3 3692793.pdf).
(50)
33
menghadirkan situasi di mana pertanyaan dapat dijawab secara ilmiah dan diidentifikasi, atau menyajikan beberapa pertanyaan yang dapat dijawab oleh penelitian ilmiah.56
(2) Mengidentifikasi bukti
Pada proses ini melibatkan identifikasi atau penyajian bukti yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ilmiah, atau prosedur yang diperlukan untuk mengumpulkan bukti-bukti. Hal ini dapat dinilai, misalnya dengan menghadirkan penyelidikan dan meminta siswa untuk mengidentifikasi bukti yang dibutuhkan atau tindakan yang akan diambil untuk memperoleh bukti yang sah.57
(3) Menarik kesimpulan
Dalam proses ini melibatkan kesimpulan yang berhubungan dengan bukti yang menjadi dasar. Hal ini dapat dinilai, misalnya dengan memberikan perintah siswa untuk melakukan investigasi dan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan investigasi tersebut serta meminta evaluasi dari kesimpulan yang diperoleh. Kesimpulan yang diperoleh konsisten dengan adanya bukti.58
(4) Mengkomunikasikan kesimpulan
Proses yang terlibat disini adalah mengkomunikasikan dengan cara yang tepat kepada orang lain dan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan dari bukti yang ada. Hal ini dapat dinilai, misalnya dengan menghadirkan siswa dengan situasi yang membutuhkan informasi atau bukti dari sumber yang berbeda untuk dibawa bersama-sama untuk mendukung tindakan yang dilakukan atau kesimpulan yang diperoleh.
56
Ibid.
57
Ibid.
58
(51)
Penekanan di sini adalah pada kejelasan komunikasi kesimpulan yang konsisten pada pemahaman ilmiah.59
(5) Menunjukkan pemahaman konsep ilmiah
Ini adalah proses yang menunjukkan pemahaman dimana mampu menerapkan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari apa yang mereka pelajari. Melibatkan tidak hanya mengingat pengetahuan tetapi juga menunjukkan relevansi pengetahuan tersebut atau menggunakannya dalam membuat prediksi atau memberikan penjelasan. Hal ini dapat dinilai, misalnya dengan meminta penjelasan atau prediksi tentang situasi tertentu, fenomena atau peristiwa.60
Proses merupakan tindakan yang digunakandalam menyusun, memperoleh, menafsirkan dan menggunakan bukti atau data untuk memperoleh pengetahuan atau pemahaman. Proses harus digunakan dalam hubungan dengan beberapa subjek materi dan tidak ada konten tanpa proses. Hal tersebut dapat digunakan dalam kaitannya dengan berbagai materi pelajaran dan menjadi proses ilmiah ketika subyek diambil dari aspek ilmiah di dunia dan hasilnya digunakan untuk pemahaman ilmiah lebih lanjut.61
Apa yang biasanya digambarkan sebagai proses sains memiliki cakupan yang luas atas keterampilan dan pemahaman yang diperlukan untuk mengumpulkan dan menafsirkan bukti dari dunia yang terjadi di sekitar kita dan untuk menarik kesimpulan dari hal tersebut. Proses berkaitan dengan mengumpulkan bukti-bukti termasuk dengan penyelidikan dalam praktek-perencanaan dan menyiapkan eksperimental, melakukan pengukuran dan membuat pengamatan dengan menggunakan instrumen yang tepat, dan
59
Ibid.
60
Ibid.
61
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), The PISA 2003 Assesment Frame work-Mathematics, Reading, Science and Problem Solving Knowledge and Skills, 2003, h. 136,
(52)
35
lain. Pengembangan proses ini termasuk dalam tujuan pendidikan sains sekolah sehingga siswa dapat mengalami dan memahami bagaimana pemahaman sains dibangun dan idealnya sifat penyelidikan ilmiah dan sains.62 Adanya hal tersebut, diharapkan dapat membantu dalam memecahkan masalah yang dialami dalam kehidupan yang dipengaruhi atau berkaitan dengan sains.
c) Dimensi Konteks Sains
PISA menekankan penerapan proses dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan isu-isu di dunia nyata. Siswa yang telah memiliki literasi sains akan dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam situasi sekolah dan non-sekolah.
Bidang aplikasi sains telah dikelompokkan dalam tiga judul besar: (1) Sains dalam kehidupan dan kesehatan,
(2) Sains dalam bumi dan lingkungan, dan (3) Sains dalam teknologi.63
Ketiga bidang aplikasi sains tersebut dijabarkan kembali menjadi lebih spesifik seperti berikut ini:64
(1) Sains dalam kehidupan dan kesehatan Kesehatan, penyakitdan gizi
Pemeliharaan dan pemanfaatan berkelanjutan dari spesies Interdependensi sistem fisik dan biologi
(2) Sains dalam bumi dan lingkungan Polusi
Produksi dan berkurangnya tanah Cuaca dan iklim
62
Ibid, h. 137.
63
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Measuring Student Knowledge and Skills The PISA 2000 Assessment of Readind, Mathematical and Scientific Literacy, 2000, h. 78,
(http://www.oecd.org/education/school/programmeforinternationalstudentassessmentpisa/3369279 3.pdf)
64
(53)
(3) Sains dalamteknologi Bioteknologi
Penggunaanbahan dan pembuangan limbah Penggunaanenergi
Pengangkutan
2) Berdasarkan PISA Tahun 2006
Dimensi literasi sains berdasarkan PISA tahun 2006 dibagi menjadi empat, diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Pengetahuan ilmiah
(1) Pengetahuan sains
Pengetahuan sains yang dinilai meliputi bidang fisika, kimia, biologi, ilmu pengetahuan bumi dan antariksa, dan teknologi. Bidang-bidang tersebut dijabarkan lagi menjadi beberapa bagian. Untuk sistem fisik meliputi, struktur materi, sifat materi, perubahan kimia dari materi (misalnya reaksi, gerakan dan gaya, energi dan transformasi, interaksi energi dan materi. Sistem kehidupan meliputi, sel, manusia, populasi, ekosistem dan biosfer. Sistem bumi dan ruang angkasa meliputi, struktur dari sistem bumi, energi dalam sistem bumi, perubahan dalam sistem bumi, sejarah bumi, bumi dalam antariksa. Sedangkan untuk sistem teknologi meliputi, peran teknologi berbasis sains, hubungan antara ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep, dan prinsip-prinsip penting.65
(2) Pengetahuan tentang sains
Pengetahuan ini termasuk inkuiri ilmiah dan penjelasan ilmiah. Inkuiri ilmiah dijabarkan menjadi beberapa kategori meliputi, asal, tujuan, percobaan, tipe data, pengukuran, dan
65
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Assessinng
Scientific, Reading and Mathematical Literacy, 2006, h. 31-32,
(http://www.oecd.org/edu/school/assessingscientificreadingandmathematicalliteracyaframeworkfo rpisa2006.html)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)