RESPONS PUCUK KENTANG (Solanum tuberosum L.) IN VITRO TERHADAP CEKAMAN SALINITAS.

(1)

RESPONS PUCUK KENTANG (Solanum tuberosum L.) IN VITRO TERHADAP CEKAMAN SALINITAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Pendidikan Biologi, Program Studi Biologi

Oleh : Siti Afifah NIM 1006462

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

RESPONS PUCUK KENTANG (

Solanum

tuberosum

L.)

IN VITRO

TERHADAP

CEKAMAN SALINITAS

Oleh Siti Afifah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Siti Afifah 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Desember 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

RESPONS PUCUK KENTANG (Solanum tuberosum L.) IN VITRO TERHADAP CEKAMAN SALINITAS

Oleh:

Siti Afifah NIM. 1006462

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Dra. R. Kusdianti, M.Si. NIP. 196402261989032004

Pembimbing II

Dr. Hj. Widi Purwianingsih, M.Si NIP. 196209211991012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Biologi

Dr. H. Riandi, M.Si. NIP. 196305011988031002


(4)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

i

RESPONS PUCUK KENTANG (Solanum tuberosum L.) IN VITRO TERHADAP CEKAMAN SALINITAS

Abstrak

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respons pucuk kentang (Solanum tuberosum L.) terhadap adanya cekaman salinitas dengan mengukur parameter morfologi dan fisiologi pucuk kentang secara in vitro pada medium MS 0 yang telah diberi penambahan konsentrasi NaCl (0, 50, 100 dan 150 mM). Pengukuran parameter morfologi yaitu multiplikasi pucuk, tinggi pucuk, dan jumlah nodus yang dilakukan setiap minggu selama empat minggu, sedangkan pengukuran parameter fisiologi yaitu kadar klorofil diukur dengan metode Arnon (1949) menggunakan spektrofotometer. Data diolah menggunakan rancangan acak lengkap dengan enam kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman salinitas memberi pengaruh terhadap semua parameter yang diukur. Kecepatan multiplikasi pucuk pada medium konsentrasi 50 mM NaCl lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan multiplikasi tanaman pada medium konsentrasi NaCl yang lainnya. Hasil untuk pertambahan nodus dan tinggi pucuk menunjukkan semakin tinggi konsentrasi NaCl, pertambahan nodusnya semakin sedikit dan ukuran tanaman pendek. Semakin tinggi konsentrasi NaCl juga menyebabkan kadar klorofil yang terkandung pada plantlet semakin sedikit. Penghambatan yang paling tinggi akibat adanya cekaman salinitas dari semua parameter yang diukur adalah pada konsentrasi 150 mM NaCl.


(5)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ii

RESPONSE OF POTATO (Solanum tuberosum L.) SHOOT IN VITRO TOWARDS SALINITY STRESS

Absrtact

The aim of this research was to evaluate the response of potato (Solanum tuberosum L.) shoot towards salinity stress with measure morphology and physiology of potato plant that was grown in vitro. The shoot were grown in MS 0 medium that was added by NaCl concentration (0, 50, 100 dan 150 mM). Morphology characteristics measured were shoot multiplication, shoot height and total nodes, in which it were measured every week for four weeks. Physiology characteristic measured was chlorophyll concentration which was carried out by Amon method (1949) using spectophotometry. Data was analyzed usingcompletely randomized design with six replications.Results suggested that salinity stress influenced all parameter. The rapidity of multipication in plant medium with 50 mM NaCl was higher than in other medium.Nodes accretionand chlorophyll concentration wereinfluenced by NaCl concentration; higher NaCl concentration resulted inlowernodes accretion and lower chlorophyll concentration. NaCl concentration that caused highest inhibition due to salinity stress was 150 mM NaCl concentration. Keyword: shoot multiplication, height, total nodes, chlorophyll concentration.


(6)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Pertanyaan Penelitian ... 5

D.Batasan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

G.Asumsi ... 7

H.Hipotesis ... 7

BAB II KAJIAN BOTANI TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) DAN PENGARUH CEKAMAN SALINITAS SECARA IN VITRO A.Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ... 8

B.Cekaman Salinitas ... 15

C.Kultur In Vitro... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Desain Penelitian ... 27


(7)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

vi

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

E. Prosedur Penelitian ... 28

1. Persiapan ... 28

2. Penelitian inti ... 30

F. Analisis Data ... 32

G. Alur Penelitian ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Hasil ... 35

B. Pembahasan ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 60


(8)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

vii

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

3.1 Komposisi Medium Murashige-Skoog (1962) ... 29 4.1 Nilai Rata-rata Parameter Morfologi Plantlet Kentang ... 36 4.2 Nilai Rata-rata Kadar Klorofil Plantlet Kentang ... 38


(9)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

viii

DAFTAR GAMBAR

Judul Halaman

2.1 Struktur Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ... 9

2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Kentang ... 10

2.3 Tiga Golongan Kentang ... 14

3.1 Plantlet Kentang Hasil Subkultur ... 20

3.2 Eksplan Pucuk yang ditanam pada Medium ... 31

3.3 Pengujian Kadar Klorofil dengan Spektrofotometer ... 32

3.4 Bagan Alur Penelitian ... 34

4.1 Tinggi Plantlet Kentang Umur empat Minggu Setelah Masa Kultur Pada Kontrol dan Perlakuan NaCl ... 36

4.2 Plantlet Kentang pada Perlakuan 0 mM NaCl ... 37

4.3 Plantlet Kentang pada Perlakuan 50 mM NaCl ... 37

4.4 Plantlet Kentang pada Perlakuan 100 mM NaCl ... 37

4.5 Plantlet Kentang pada Perlakuan 150 mM NaCl ... 38

4.6 Morfologi Plantlet Kentang Umur empat Minggu setelah Masa Kultur pada Kontrol dan Perlakuan NaCl ... 39

4.7 Kadar Klorofil Plantlet Kentang Umur empat Minggu setelah Masa Kultur pada Kontrol dan Perlakuan NaCl ... 47


(10)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ix

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 ALAT DAN BAHAN PENELITIAN ... 60

A.Alat ... 60

B.Bahan ... 61

LAMPIRAN 2 DOKUMENTASI PENELITIAN ... 62

LAMPIRAN 3 ... 63

A. Kecepatan Multiplikasi Pucuk ... 63

B. Tinggi Pucuk ... 65

C. Jumlah Nodus ... 67

D. Kadar Klorofil a ... 69

E. Kadar Klorofil b ... 71


(11)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap tumbuhan memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kondisi lingkungan tempat tumbuhan berada selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi mungkin saja masih berada dalam batas toleransi tumbuhan tersebut, tetapi seringkali terjadi perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas atau bahkan kematian pada tumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tumbuhan memiliki faktor pembatas dan daya toleransi terhadap lingkungan (Purwadi, 2011).

Pertumbuhan tumbuhan dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam atau internal factor yaitu faktor yang berasal dari tumbuhan itu sendiri atau sifat yang terdapat dalam tumbuhan dan faktor lingkungan atau environmental

factor yaitu faktor yang berasal atau berada di sekeliling tumbuhan. Faktor

lingkungan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok abiotik dan kelompok biotik (makhluk hidup). Tumbuhan pada umumnya terkena berbagai jenis cekaman lingkungan yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan seperti kekeringan, pembekuan, suhu dan salinitas atau kadar garam yang tinggi. Salinitas merupakan salah satu faktor utama dari faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuhan di seluruh dunia (Yancey et al,. 1982).

Salinitas dapat terjadi karena perubahan iklim seperti cuaca yang sangat ekstrim misalnya suhu menjadi sangat tinggi. Suhu yang tinggi akan menyebabkan penguapan (evaporasi) yang cepat dan meningkat yang akan mengakibatkan garam terakumulasi di dalam tanah. Perubahan iklim yang menyebabkan suhu menjadi tinggi sangat mungkin terjadi di daerah dataran tinggi atau daerah pegunungan, sehingga daerah tersebut memiliki kadar garam yang tinggi. Di negara Indonesia yang merupakan negara tropis memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Ketika musim kemarau, karena curah


(12)

2

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hujan yang kurang menyebabkan kurangnya air untuk melarutkan dan mencuci garam yang ada di dalam tanah. Drainase yang buruk juga menyebabkan evaporasi lebih besar daripada perkolasi yang merupakan faktor utama berlangsungnya proses salinisasi. Salinitas tanah dapat mempengaruhi tumbuhan karena kandungan garam terlarut yang tinggi. Garam yang terkonsentrasi dalam tanah juga dapat berasal dari pupuk kimia yang terakumulasi. Salinitas tanah merupakan faktor abiotik utama yang mempengaruhi lebih dari sekitar 40% dari lahan irigasi dan 20% dari lahan pertanian secara global (Hu dan Schimidhalder, 2004).

Follet et al. (1981) menyebutkan bahwa dalam kondisi salin, ketersediaan air juga berkurang tetapi laju respirasi tumbuhan cenderung meningkat. Akumulasi garam berlebih terutama pada bagian permukaan tanah disebabkan oleh perpindahan garam melalui proses kapilaritas dari bagian di dalam tanah yang mengandung air dengan garam terlarut ke permukaan. Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah. Adanya beberapa jenis garam dalam air dapat berasal dari mineral tanah/batuan yang terlarut dalam air atau peresapan (instrusi) air laut ke daratan (Suharto et al., 1998).

Peningkatan toleransi terhadap garam pada tumbuhan tetap merupakan hal yang cukup sulit. Informasi mengenai tingkat toleransi pada tumbuhan terhadap garam masih sangat terbatas dan sifat cekaman salinitas yang sangat kompleks dapat menyebabkan gangguan osmotik dan gangguan ionik serta mempengaruhi tumbuhan dalam memperoleh nutrisi yang cukup dan proses perkembangan tumbuhan (Gao et al., 2008).

Cekaman akibat kelebihan garam Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi tumbuhan dari mulai proses perkecambahan hingga proses pertumbuhan pada tumbuhan (Sipayung, 2006). Cekaman garam dapat menyebabkan penutupan stomata, yang mengurangi ketersediaan CO2 dalam daun dan menghambat fiksasi

karbon, juga dapat meningkatkan generasi spesies oksigen reaktif (ROS) dan menginduksi cekaman oksidatif (Parvaiz dan Satyawati, 2008).


(13)

3

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Cekaman salinitas juga dapat menyebabkan masalah kekeringan pada tanaman yang akan mengakibatkan tumbuhan menjadi kekurangan air. Secara garis besar respons tumbuhan terhadap salinitas dapat dilihat dalam dua bentuk adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi (Sipayung, 2006). Evaluasi toleransi tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri morfologi dan fisiologi yang berkaitan erat dengan hasil produksi tumbuhan di lingkungan yang kekurangan air (Li et al., 2006). Ciri morfologi dapat dilihat dari multiplikasi pucuk, tinggi pucuk dan pertambahan jumlah nodus tumbuhan sebagai parameter pertumbuhan. Banyaknya Na+ di dalam tanah menyebabkan menurunnya ketersediaan unsur Ca+, Mg2+, dan K+ yang dapat diserap bagi tumbuhan. Tingginya kandungan Cl- mengakibatkan berkurangnya kandungan NO3- dalam pucuk. Pertumbuhan

tumbuhan banyak terhambat akibat kadar garam yang tinggi. Untuk ciri fisiologi dapat dilihat dari kandungan klorofil tumbuhan. Kekurangan air pada tumbuhan akan mempengaruhi reaksi-reaksi biokimia fotosintesis (Fitter dan Hay, 1994; Ju dan Zhang, 1999). Kurangnya ketersediaan air akan menghambat sintesis klorofil pada daun dan terjadinya peningkatan temperatur dan transpirasi yang menyebabkan disintegrasi klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).

Beberapa penelitian mengenai dampak dari pengaruh cekaman salinitas terhadap tumbuhan telah banyak dilakukan. Viegas et al. (2003 dalam da Silva et

al. 2008) melaporkan bahwa pertumbuhan tunas pada semai lamtoro (Leucaena leucocephala) mengalami penurunan sebesar 60% dengan adanya penambahan

salinitas pada media sekitar 100 mM NaCl. Penelitian Yousfi et al. (2007), menunjukkan bahwa salinitas menyebabkan penurunan secara drastis terhadap konsentrasi ion Fe di daun maupun akar pada tanaman barley (Hordeum vulgare). Penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya penyerapan Fe pada kondisi salinitas yang tinggi.

Teknik kultur in vitro pada saat ini telah berkembang menjadi teknik propagasi tanaman yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman (Pandiangan, 2009). Salah satu tujuan dari metode kultur in vitro adalah untuk


(14)

4

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mikropropagasi. Metode ini dilakukan dalam kondisi yang terkontrol dan akan didapatkan tanaman yang seragam. Kultur in vitro juga memiliki kelebihan salah satunya yaitu kondisi pada kultur in vitro aseptik sehingga pemeliharaan kultur memberi bahan tumbuhan yang bebas dari patogen.

Seleksi kultur in vitro efektif digunakan untuk model cekaman salinitas pada tanaman kultur melalui pemberian garam sebagai agen selektif sehingga memungkinkan pemilihan atau seleksi tanaman yang diinginkan. Pendekatan ini telah dilakukan menggunakan sejumlah bahan tanam (kalus, embriosomatik, plantlet, suspensi sel) yang memiliki variasi ketahanan dan kemampuan dalam toleransi kadar garam yang relatif tinggi di dalam media tanam secara in vitro. Garam yang digunakan dalam cekaman salinitas adalah NaCl. Keberhasilan dari seleksi ketahanan cekaman salinitas pada tanaman budidaya diharapkan menghasilkan plantlet yang dapat dikembangkan menjadi tanaman yang toleran terhadap cekaman salinitas yang mampu hidup dan dibudidayakan di lahan salin (Perez-clemente dan Gomez-cadenas, 2012).

Penelitian mengenai tanaman kentang yang dibudidayakan secara in vitro cukup beragam selain untuk penyediaan produksi sumber benih kentang, telah banyak dilakukan pada beberapa penelitian kentang terhadap adanya cekaman abiotik yaitu adanya cekaman salinitas. Penelitian Rahman et al. (2008) di Bangladesh yaitu melihat perbedaan respons tanaman kentang yang diberi cekaman salinitas yaitu dengan penambahan NaCl pada medium kultur secara in

vitro. Parameter yang diamati pada penelitian adalah pertumbuhan tanaman

kentang seperi berat basah, tinggi pucuk, dan multiplikasi pucuk pada tiga kultivar kentang asal Bangladesh yaitu Atlanta, Shibilaty dan Sherpody dengan penambahan konsentrasi NaCl 0, 25, 50, 75 dan 100 mM. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi NaCl 25 mM, tidak terdapat perbedaan respons yang nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman kentang dan pada konsentrasi NaCl 100 mM, tanaman tetap bisa bertahan hidup akan tetapi pertumbuhan tanaman terganggu. Oleh karena itu konsentrasi NaCl 25 mM


(15)

5

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tidak digunakan lagi akan tetapi menggunakan konsentrasi yang lebih besar yaitu konsentrasi NaCl 150 mM.

Di Indonesia tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas yang mendapatkan prioritas pengembangan, dikarenakan tanaman kentang mempunyai potensi sebagai sumber karbohidrat dalam diversifikasi pangan serta sebagai sumber devisa. Kentang dianggap sebagai produk yang penting dan strategis. Menurut Fuglie (2002 dalam Karjadi dan Buchory, 2008), tanaman kentang ini merupakan tanaman sayuran yang menjadi komoditas penting.

Tanaman kentang umumnya tumbuh subur di tempat-tempat yang cukup tinggi, seperti daerah-daerah pegunungan atau pada ketinggian sekitar 1.000-1.300 meter di atas permukaan laut (Hawkes, 1990 dalam Sardar et al., 2011). Namun Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, daerah pegunungan atau tempat-tempat yang cukup tinggi masih memungkinkan keadaan tanah menjadi salin akibat suhu yang tinggi karena perubahan iklim yang menyebabkan penguapan menjadi tinggi. Pengukuran karakter mofologi dan fisiologi merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari bagaimana pengaruh cekaman salinitas terhadap pertumbuhan dan hasil produksi. Informasi ini dapat diterapkan dalam seleksi tanaman yang toleran terhadap salinitas yang menyebabkan kekurangan air secara in vitro (Li et al., 2006). Berdasarkan latar belakang di atas dalam rangka pengembangan kentang di Indonesia yang merupakan wilayah tropis, diperlukan tanaman kentang yang toleran terhadap cekaman salinitas. maka dilakukan penelitian pengaruh salinitas pada tanaman kentang secara in vitro untuk melihat respon ketahanan tanaman kentang terhadap adanya cekaman salinitas.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh cekaman salinitas terhadap pucuk kentang (Solanum tuberosum L.) secara in vitro ?


(16)

6

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diuraikan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh cekaman salinitas terhadap kecepatan multiplikasi pucuk plantlet kentang?

2. Bagaimana pengaruh cekaman salinitas terhadap tinggi pucuk plantlet kentang?

3. Bagaimana pengaruh cekaman salinitas terhadap pertambahan jumlah nodus plantlet kentang?

4. Bagaimana pengaruh cekaman salinitas terhadap kandungan kadar klorofil plantlet kentang?

5. Bagaimana hubungan antara cekaman salinitas dengan kecepatan multiplikasi pucuk, tinggi pucuk, jumlah nodus dan kandungan kadar klorofil plantlet kentang?

D. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas maka masalahnya dibatasi sebagai berikut : 1. Spesimen merupakan plantlet kentang varietas Granola yang ditanam pada

medium MS tanpa penambahan ZPT yang diperoleh dari Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang.

2. Medium yang digunakan adalah Murashige-Skoog (1962 dalam Pierik, 1987).

3. Perlakuan berupa penambahan NaCl dengan konsentrasi 0, 50, 100 dan 150 mM.

4. Parameter pengukuran yaitu secara morfologi dan fisiologi. Secara morfologi yaitu kecepatan multiplikasi pucuk, tinggi pucuk, dan pertambahan jumlah nodus. Secara fisiologi yaitu pengukuran kadar klorofil.

5. Umur plantlet kentang yang digunakan pada tahap inti atau tahap penanaman eksplan kentang pada medium MS 0 yang telah diberi


(17)

7

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penambahan NaCl masing-masing konsentrasi adalah berumur 4 minggu setelah masa kultur.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis respons ketahanan pucuk kentang (Solanum tuberosum L.) terhadap beberapa konsentrasi salinitas. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian cekaman salinitas terhadap multiplikasi pucuk, tinggi pucuk, pertambahan jumlah nodus, dan kandungan kadar klorofil pada plantlet kentang secara in vitro.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah menganalisis pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan tanaman kentang sehingga dapat digunakan sebagai informasi awal dalam memproduksi tanaman kentang yang tahan dan toleran terhadap adanya cekaman salinitas.

G. Asumsi

1. Sifat cekaman salinitas yang kompleks menyebabkan gangguan osmotik dan ionik serta mempengaruhi tanaman dalam hal memperoleh nutrisi dan proses perkembangan (Gao, 2008).

2. Cekaman akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan pada tanaman (Sipayung, 2006).

3. Pertumbuhan tanaman banyak terhambat akibat kadar garam yang tinggi. Hambatan ini diakibatkan karena potensial air tanah lebih rendah daripada tingkat yang memungkinkan tumbuhan menyerap air atau biasanya garam yang diserap bersifat toksik (Tomlinson, 1986).

4. Cekaman salinitas dapat menyebabkan masalah kekeringan pada tanaman yang mengakibatkan tanaman menjadi kekurangan air. Kekurangan air akan


(18)

8

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mempengaruhi proses pembentukan atau sintesis klorofil yang akan menyebabkan laju fotosintesis pada tanaman menjadi menurun (Fitter dan Hay, 1994; Ju dan Zhang, 1999).

H. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah cekaman salinitas dapat mempengaruhi multiplikasi pucuk, tinggi pucuk, jumlah nodus dan kadar klorofil.


(19)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis peleitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang dilakukan dengan memanipulasi objek penelitian serta adanya kontrol (Nazir, 2003).

B. Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan acak lengkap dapat didefinisikan sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan yang disusun secara random untuk seluruh unit percobaan. Desain ini digunakan karena percobaan dilakukan di laboratorium dan kondisi lingkungan dapat dikontrol (Nazir, 2003). Perlakuan yang diberikan adalah NaCl, dengan konsentrasi 0 mM (kontrol), 50 mM, 100 mM, dan 150 mM. Dari taraf perlakuan yang diamati, terdapat 4 perlakuan dengan 6 pengulangan sehingga terdapat 24 sampel pucuk yang diamati. Penentuan banyaknya jumlah pengulangan dalam penelitian ini menurut Gomez & Gomez (1995).

C. Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah plantlet tanaman kentang (Solanum

tuberosum L.) varietas Granola yang ditanam pada medium MS 0 yang berasal

dari Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang yang kemudian dilakukan proses sub-kultur di Laboratorium Kultur Botani untuk memperbanyak jumlah plantlet. Pemeliharaan dilakukan sampai umur kultur berumur empat minggu.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pembuatan medium, sterilisasi alat dan medium, penanaman eksplan, serta pemeliharan kultur dilakukan di Laboratorium Kultur Botani dan pembuatan


(20)

28

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

larutan stok MS serta pengujian kandungan kadar klorofil dilakukan di Laboratorium Fisiologi FPMIPA UPI. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai September 2014.

E. Prosedur Penelitian 1. Persiapan

a. Persiapan bahan

Bahan eksplan kentang adalah plantlet kentang varietas Granola yang ditanam pada medium MS 0 yang diperoleh dari Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang.

b. Pembuatan larutan stok untuk sub-kultur plantlet

Larutan stok terdiri dari makronutrien, mikronutrien dan vitamin yang dibuat dengan menimbang bahan sesuai Tabel 3.1, kemudian dilarutkan dengan menggunakan aquades. Larutan stok medium MS dikelompokkan menjadi 8 kelompok (Tabel 3.1).

c. Pembuatan medium

Medium yang digunakan adalah medium Murashige dan Skoog (MS) (1962 dalam Pierik, 1987). Pembuatan medium MS digunakan untuk medium sub-kultur dan medium pada tahap inti. Untuk proses tahap inti, medium dibuat untuk 4 perlakuan dengan 6 kali pengulangan (20 ml per botol). Untuk membuat medium sub-kultur dan tahap inti, masing-masing larutan stok diambil sesuai dengan kebutuhan pemakaian. Larutan yang telah tercampur kemudian ditambah dengan sukrosa dan agar. Larutan kemudian diencerkan dengan menggunakan aquades. Selanjutnya memanaskan medium dan diaduk sampai semua bahan larut (Lampiran 2 Gambar 1). Setelah larut, medium dituangkan ke dalam botol sebanyak 20 ml pada masing-masing botol. Botol ditutup dengan menggunakan plastik tahan panas dan karet kemudian botol diberi label dan ditulis tanggal


(21)

29

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penanaman. Medium yang telah dibuat dan alat-alat untuk menanam disterilkan dalam autoklaf selama ± 45 menit pada suhu 121ᵒC dan tekanan 15 Psi.

Tabel 3.1 Komposisi Medium Murashige-Skoog (1962 dalam Pierik, 1987)

d. Perbanyakan planlet kentang

Perbanyakan atau subkultur plantlet kentang dilakukan karena dibutuhkan banyak eksplan yang seragam untuk tahap inti dan juga agar umur tanaman yang akan digunakan pada penelitian inti seragam. Umur kultur yang digunakan untuk tahap inti adalah kultur yang sudah berumur empat minggu.

Stok Bahan Kimia Konsentrasi (g/L)

A. NH4NO3 16,5

B. KNO3 19

C. CaCl2.H2O 3,33

D. CoCl2. 6H2O

H3BO3

KI

NaMoO4.2 H2O

KH2PO4

0,00025 0,062 0,008 0,0025

17 E. MgSO4.7H2O

MnSO4.4H2O

ZnSO4.7H2O

CuSO4.5 H2O

3,7 0,169 0,086 0,00025

F. Na.EDTA

FeSO4.7H2O

0,373 0,278 G. Thiamin

Nikotin Pyridoxin Glycin 0,001 0,005 0,005 0,02


(22)

30

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.1 Plantlet Kentang Hasil Subkultur

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014.)

2. Penelitian Inti

a. Pembuatan medium perlakuan

Medium perlakuan yaitu medium MS 0 yang ditambah NaCl dengan berbagai konsentrasi yang berbeda. Perlakuan adalah dengan penambahan 0 mM , 50 mM, 100 mM, dan 150 mM NaCl. MS 0 tanpa penambahan NaCl merupakan medium kontrol atau medium NaCl konsentrasi 0 mM. Medium yang telah tersedia kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan selama ± 45 menit pada suhu 121ᵒC dan tekanan 15 Psi. Setelah disterilisasi kemudian medium yang telah dibuat didiamkan di dalam ruang kultur selama tiga hari sebelum ditanami dengan eksplan kentang secara aseptik.

b. Penanaman

Sebelum eksplan ditanam pada medium kultur, semua bahan yang akan digunakan pada proses penanaman disiapkan terlebih dahulu, diantaranya medium, eksplan, alkohol, spirtus, pinset, scalpel, steril blade, cawan petri dan plastik tahan panas yang sebelumnya telah disterilisasi. Bahan yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam laminar air

flow dan disinari dengan ultra violet selama kurang lebih 30 menit

(Lampiran 2 Gambar 2). Eksplan yang digunakan adalah pucuk dari plantlet hasil subkultur yang sudah berumur empat minggu. Eksplan pucuk yang ditanam pada medium perlakuan berjumlah 6 dalam tiap botol kultur yang masing-masing eksplan dengan 1 jumlah nodus (Gambar 3.2). kemudian di simpan di ruang kultur yang steril (Lampiran 2 Gambar 3)

c. Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan seminggu sekali selama empat minggu untuk melihat pengaruh cekaman salinitas terhadap parameter pertumbuhan tanaman kentang secara morfologi yaitu pengaruhnya


(23)

31

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terhadap multiplikasi pucuk, tinggi pucuk, dan pertambahan jumlah nodus tanaman kentang. Pengamatan untuk multiplikasi pucuk, tinggi pucuk dan pertambahan jumlah nodus dilakukan pengamatan pada tunas yang tumbuh pada tunas aksilar eksplan yang telah ditanam (Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Eksplan Pucuk yang ditanam pada Medium

(a) Potongan eksplan pucuk, (b) Eksplan pucuk yang ditanam pada medium.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014.)

d. Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah kultur berumur empat minggu. Pengukuran multiplikasi pucuk, tinggi tanaman dan pertambahan jumlah nodus dilakukan kemudian dibandingkan pada setiap perlakuan. Pengujian kadar klorofil dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian cekaman salinitas yang berbeda pada kadar klorofil tanaman kentang yang ditanam pada media tanam bergaram

e. Pengujian kadar klorofil

Penentuan kadar klorofil berdasarkan metode Arnon (1949). Sampel daun diambil kemudian dipotong-potong kecil. Potongan daun tersebut kemudian ditimbang sampai berat mencapai 0,5 gram. Sampel daun kemudian digerus dengan menggunakan mortar, kemudian potongan daun yang telah digerus dilarutkan dengan menggunakan aseton 80% sebanyak 10 ml. ekstrak kemudian disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Fase cairnya diambil kemudian dipindahkan ke dalam kuvet

1 nodus 1 nodus

Tunas Aksilar


(24)

32

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

spektrofotometer. pengukuran nilai absorbansi hasil ekstrak tersebut dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 663 µm dan panjang gelombang 645 µm (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Pengujian Kadar Klorofil dengan Spektrofotometer

(Dokumentasi Pribadi, 2014)

Untuk mengetahui kadar klorofil, dihitung dengan meggunakan koefisien absorbsi spesifik yang telah ditentukan oleh Mckinney (1941) sebagai berikut:

Klorofil a = 12,7 A663– 2,69 A645

Klorofil b = 22,9 A645 – 4,68 A663

Klorofil total = 20,2 A645 + 8,02 A663

Keterangan :

A663 = Absorban pada panjang gelombang 663 nm,

A645 = Absorban pada panjang gelombang 645 nm,

F. Analisis Data

Data dianalisis dengan uji statistik. Langkah pertama yang dilakukan adalah analisis prasyarat yang meliputi dua uji, yaitu uji Normalitas dan uji Homogenitas. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov yang bertujuan untuk


(25)

33

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak sehingga data dapat digunakan dalam statistik parametrik. sedangkan uji homogenitas menggunakan uji Lavene yaitu uji yang dilakukan untuk menentukan apakah sampel berasal dari varians yang homogen atau tidak. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa data tersebut variansinya homogen dan terdistribusi secara normal maka dilakukan uji F Parametrik yaitu dengan ANOVA untuk menguji kesamaan beberapa rata-rata secara sekaligus pada taraf signifikasi 95% menggunakan program SPSS 18. Hasil yang menunjukkan bahwa pada uji ANOVA H0 ditolak (berbeda signifikan) maka

dilakukan pengujian lebih lanjut untuk melihat adanya perbedaan pengaruh pemberian perlakuan terhadap parameter yang diuji yaitu multiplikasi pucuk, tinggi pucuk, pertambahanan jumlah nodus dan kadar klorofil plantlet kentang dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) yang dilakukan untuk mengetahui perlakuan yang berpengaruh paling baik terhadap variabel yang diukur. Semua perhitungan statistik uji ANOVA dan uji lanjut Duncan Multiple Range Test untuk semua pengujian parameter terdapat pada lampiran 3.


(26)

34

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

G. Alur Penelitian

Pembuatan Proposal

Tahap Persiapan

Pembuatan larutan stok, dan sterilisasi ruang kultur, alat dan

bahan Persiapan bahan eksplan dari

plantlet kentang varietas Granola

Tahap Awal

Perbanyakan atau subkultur plantlet kentang dengan umur yang seragam (4 minggu setelah

masa kultur)

Tahap (Inti)

Pemberian berbagai konsentrasi NaCl pada medium MS diamati selama 4 minggu

Tahap Pengamatan

Multiplikasi pucuk, tinggi pucuk, pertambahan jumlah nodus dan pengukuran kadar klorofil

Analisis Data


(27)

35

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(28)

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberian NaCl pada beberapa konsentrasi medium kultur dapat berpengaruh secara signifikan menurunkan pertumbuhan secara morfologi yaitu tinggi pucuk, pertambahan jumlah nodus dan secara fisiologi yang dilihat pada kandungan kadar klorofil pucuk kentang (Solanum tuberosum L.) varietas Granola, Penghambatan yang paling tinggi akibat adanya cekaman salinitas dari semua parameter yang diukur adalah pada konsentrasi 150 mM NaCl.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh cekaman salinitas terhadap pertumbuhan tanaman kentang dengan parameter yang lain seperti:

1. Pengukuran parameter anatomi tanaman kentang dan fisiologi seperti kandungan prolin pada tanaman kentang yang terkena cekaman salinitas untuk memperoleh informasi lebih luas mengenai pengaruh cekaman salinitas terhadap tanaman kentang.

2. Mencoba menanam eksplan yang telah terseleksi cekaman salinitas pada lahan terbuka atau secara in vivo.


(29)

53

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Alarcon, J., Sanchez-Blanco, M., Bolarin, M. dan Torrecillas, A. (1994). Growth and osmotic adjustment of two tomato cultivars during and after saline stress. Plant Soil. 166, hlm. 75-82.

Arnon, D.I. (1949). Copper enzymes in isolated chloroplast. Plolyphenol oxidase in Beta vulgaris. Plant Physiol. 24, hlm. 1-5.

Ayuditha, D. (2013). Gambar Kentang Kuning Cantik. [Online] Diakses dari: http://www.sxc.hu/photo/322494.

Badan Litbang Pertanian. (2007). Manfaat kentang bagi kesehatan. Kementrian Pertanian.

Bhandal, I.S., dan Malik, C.P. (1988). Potassium estimation, uptake, and its role in the physiology of flowering plants. International Review of Cytology. 110, hlm. 205-254.

Campbell, N.A, J.B. Reece, L.G. Mitchell. (2003). Biologi jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Chujoy, E., Basuki, R. S., Gunadi, Kusmana, N., Setiani, O. S., dan Sahat, S. (1999) . Internal survey on potato production constraint in Pangalengan West Java Ind. Pot. Res. In Indonesia. Collaborat Reseach between RIV –

CIP hlm. 96-102.

Conqruist, A. (1981). An integrated system of classification of flowering plants. New York: Columbia University Press.

Croughan, T.P., Stavarek, S.J., dan Rains, D. W.. (1981). In vitro development of salt resisitant plants. Journal of Envir. and Exper. Bot. 21, hlm. 317-324. Cuartero, J., Bolarin, M.C., Asins, M.J. dan Moreno, V.( 2006). Increasing salt

tolerance in the tomato. J. Ex. Bot. 57(5), hlm. 1045-1058.

Dix, P.J. dan Street, H. E. (1975). Sodium chloride-resistant cultured cell lines from Nicotiana sylvestris and Capsicum annuum. Journal of Plant

Sciences 26, hlm. 159-165.

da Silva, E.C., Nogueira, R.J.M.C., de Araujo, F.P., de Melo, N.F. dan de Ajevedo, A.D.. (2008). Physiological respon to salt stress in young umbu plants. Journal Environmental and Experimental Botany.


(30)

54

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Erick. (2013). Ternyata! sayuran putih dan kentang bisa mengangkal kanker. [Online] Diakses dari: http://www.memobee.com/ternyata-sayuran-putih-dan-kentang-bisa-menangkal-kanker-1151-myreview.html.

FAO. (2008). International year of the potato. Diakses dari:

http://www.potato2008.org/en/potat o/index.html

Flach, M. dan Rumawas, F. (1996). Plant resources of south- east asia: Plants yielding non-seed carbohydrates. Prosea Foundation. 9, hlm. 18-15. Fitter, A.H. dan Hay, R.K.M.. (1994). Fisiologi lingkungan tanaman. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Follet, R. H., Murphy, L. S. dan Donahue, R.L. (1981). Fertilizer and soil

amandements. New Jersey : Prentice Hall Inc. Englewood.

Gao, S., Ouyang, C., Wamg, S., Xu, Y., Tang, L., dan Chen, F. (2008). Effect of salt stress on growth, antioxidant enzyme and phenylalanine ammonia-lyase activities in Jatropha curcas L. seedlings. Plant Soil Environ. 54 (9), hlm. 374-381.

Gomez, K.A. dan Gomez, A.A. (1995). Prosedur statistik untuk penelitian

pertanian. Ed-2. Diterjemahkan oleh : Sjamsudin, E. dan Baharsjah, J.S.

Jakarta: UI Press.

Gunadi, N. (2012). Adaptasi beberapa klon kentang unggul asal CIP (International Potato Center) di dataran tinggi dan persepsi petani terhadap kuantitas dan kualitas hasil. Jurnal Holtikultura. hlm. 15-48.

Gunawan, H. (2009). Inovasi baru perbanyakan bibit kentang G-0 sistem

aeroponik. Bandung: Pusat Inkubator Agribisnis BBPP Lembang.

Gunawan, L. W. (1992). Teknik kultur jaringan tumbuhan Bogor . PAU Institut Pertanian Bogor.

Hale, M.G., Orcutt, D.M. 1987. The Physiology of Plants Under Stress. New York: J Willey Sons.

Handayani, T., Basunanda, P.., Murti, H. R., dan Sofiari, E. (2013). Pengujian stabilitas Membran Sel dan Kandungan Klorofil untuk Evaluasi Toleransi Suhu Tinggi pada Tanaman Kentang (Cell Membrane Stability Assay and

Chlorophyll Content Measurement to Evaluate Heat Stress Tolerance on Potato). J. Hort. 23(1), hlm. 28-35.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Edisi ke dua. Bandung: ITB.

Hartman, H.T., Kester, dan f.T. Davis-Jr. (1990). Plant propagation: principles

and practices. Englewood Clifts. New Jersey: Prentice-Hall International.


(31)

55

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Haryati. (2008). Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman. [Online] Diakses dari:

http://library.usu.ac.id/download/fp/hslpertanian-haryati2.pdf.

Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani, A. (1994). Teknik kultur jaringan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hendriyani, I. S dan Setiari, N. (2009). Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda. J. Sains dan Mat. 17 (3), hlm. 145-150.

Herbert, R.B. (1995). Biosynthesis of Secondary Metabolites. 2nd edition. New York: Chapman and Hall.

Hu, Y., dan Schmidhalter, U. (2004). Limitation of salt stress to plant growth. New York: Marcel Dekker.

Hussain, A., Qarshi, I.A., Nazir, H. dan Ullah, I. (2012). Plant Tissue Culture:

Current Status and Opportunities. In Tech. [Online] Diakses dari:

http://creativecommons.org/licenses/by/3.0.

Ju, C. dan Zhang, J. (1999). Effect of water stress on photosystem ii photochemistry and its thermostability in wheat plants. Journal of

Experimental Botany 50 (336), hlm. 1196-1206.

Jumin, H. B. (1992) Ekologi Tanaman suatu Pendekatan Fisiologi. Jakarta: Rajawali Press.

Karjadi, A.K, dan Buchory, A. (2008). Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem kentang kultivar Granola. J. Hort. 18, hlm. 380-384.

Kartini. D. (2010). Kentang merah, hasil bumi andalan Rejang Lebong. [Online] Diakses dari: http://peluangusaha.kontan.co.id/news/kentang-merah-hasil-bumi-andalan-rejang-lebong- ..

Lakitan, B. (2010). Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lambers, H., Stuart, C. F., dan Thijs, L. P. (1998). Plant physiological ecology. New York: Springer.

Larcher, W. (1991). Physiological plant ecology. Springer.

Levitt, J. (1980). Responses of Plants to Environmental Stresses. II Water,


(32)

56

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Li, R., Guo, P., Baum, M., Grando, S., dan Ceccarelli, S. (2006). Evaluation of chlorophyll content and fluorescence parameters as indicators of drought tolerance in barley. Agricultural Sciences in China 5 (10), hlm. 751-757. Lovatt, J. L. (1997). Potato information kit. The Agrilink Series. Australia : The

State of Queensland, Departemen ofPrimary Industries.

Lutaladio, N., Ortiz, O., Havekort, A., dan Caldiz, D. (2009). Sustainable potato

production. Peru: Food and Agriculture Organization of The United

Nations.

Martodireso, S. dan Suryanto, W.A. (2001). Terobosan teknologi pemupukan

dalam era pertanian organik. Yogyakarta: Kanisius.

Mathur, A.K., Ganapathy, P.S., dan Johri, B.M., (1980). Isolation of sodium chloride-tolerant planlets of kickxia ramossissima under in vitro condition. Z. Pflanzenphysol. 99, hlm. 287- 294.

Mchughen, A. dan Swartz, M. (1984). A tissue-culture derived salt-tolerant line of Flax (Linum usitatissimum). Journal of Plant Physiology 177, hlm. 109-117.

McKinney (1941). Absorption of light by chlorophyll solutions, J. Biol. Chem., 140, hlm. 315-332.

Mungala A. J., Radhakrishman, T. dan Dobaria, J. R. (2008). In vitro screening of 123 Indian Peanut cultivars for sodium chloride induced salinity tolerance. World Journal of Agriculture Sciences 4, hlm. 574 – 582. Nabors, M. W., Daniels, A., Nabolny, L., dan Brown, C., (1975). Sodium chloride

tolerant lines of tobacco cells. Journal of Plant Sciences 4, hlm. 155-159. Nabors, M. W., Gibbs, S. E., Berstein, C. S. dan Meis, M. E. (1980). NaCl-Tolerant tobacco plants from cultured cells. Z. Pflanzenphysol. 97, hlm. 13-17.

Nazir, M. (2003). Metode penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nio, S. A., G. R. Cawthray, L. J. Wade, T. D. Colmer. (2011). Pattern of Solutes Accumulated during Leaf Osmotic Adjustment as Related to Duration of Water for Wheat at the Reproductive Stage. Plant Physiology and

Biochemistry 49 (10), hlm. 1126-1137.

Pandiangan, D. (2009). Produksi metabolit sekunder Alkaloid secara in vitro. Bandung: UNPAD Press.

Parvaiz, A. dan Satyawati, S. (2008). Salt stress and phytobiochemical responses of plants – a review. Plant Soil Environ., 54, hlm. 89–99.


(33)

57

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Perez-Clemente, R.M., dan Gomez-Cadenas, A. (2012). In vitro tissue culture, a

tool for the study and breeding of plants subjected to abiotic stress

conditions. In Tech. [Online] Diakses dari:

http://creativecommons.org/licenses/by/3.0.

Pierik, R. L. M. (1987). In Vitro culture of higher plants. Boston: Martinus Nijhoff.

Pitojo, S. (2004). Benih kentang. Yogyakarta: Kanisius.

Purwadi, E. (2011). Pengujian Ketahanan Benih terhadap Cekaman Lingkungan. [Online] Diakses dari: http://www.alwanku.com/2011/05/23/pengujian-ketahanan-benih-terhadap-cekaman-lingkungan/.

Rahman, M. H., R. Islam, M. Hossain, dan S. A. Haider,. (2008). Differential respone of potato under sodium chloride stress condition in vitro. J.

bio-sci. 16, hlm. 79-83

Rahmawati, H., Sulistyaningsih, E. dan Putra E.T.S. (2011). Effect of NaCl on the yield and quality of tomato (Lycopersicum esculentum Mill.).

Rajendran K, Tester M. dan Roy, S. J. (2009). Quantifying the three main components of salinity tolerance in cereals. Plant, Cell and Environment 32, hlm. 237-249.

Rubatzky, V. dan Yamaguchi, M. (1995). Sayuran dunia 1 prinsip, produksi dan

gizi edisi kedua. Bandung: Institut Teknik Bandung.

Rukmana, R. (2006). Usaha tani kentang sistem mulsa plastic. Yogyakarta: Kanisius.

Salisbury, F. B. dan Ross, C. W. (1992). Plant physiology. 4th edition. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Salisbury, F. B. dan Ross, C. W. (1995). Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Sardar, G., Farimah, G. dan Samira, B. (2011). Effect of thiourea on dormancy breaking and yield of potato (Solanum Tuberosum L.) minitubers Marfona cv. in greenhouse. International Conference on Environmental and

Agriculture Engineering IPCBEE.15, hlm. 19-24.

Schaffer, A. A. (1996). Photoasimmilate distribution in plant and crops. New York: Marcel Dekker, Inc.

Setiadi dan Nurulhuda, S. F. (1993). Kentang: Varietas dan pembudidayaan. Jakarta: Penerbit Swadaya.


(34)

58

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sharma, A., Yadav, A. Barman, N. dan Malwal, M. (2010). Quantification of

primary metabolites of Moringa oleifera Lam. Departmen of Botany.

Jaipur: University of Rajasthan.

Sinaga, S. (2002). Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman

Terhadap Cekaman Kekeringan. Hal 1-6. [online] Diakses dari:

http://www.daneprairie.com.

Sipayung, R. (2006). Cekaman garam. [Online] Diakses dari: http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf.

Smith O. (1968). Potatoes: Production, Storing, Processing. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Solichatun dan Nasir, M. (2002). Alelopati intravarietas Vigna radiate L. Wilczek yang tumbuh pada ketersediaan air yang berbeda terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan nodulasinya. Biosmart. 4 (2), hlm. 148-151.

Sposito, G. (2008). The chemistry of soils. New York, USA: Oxford University Press.

Street, H. E. (1972). Plant tissue and cell culture. England: Botanical Laboratories University of Leicester.

Suharto, T.E., Sutanto, T.D., dan Widiyati, E. (1998). Mekanisme reaksi

penyerapan amoniak pada zeolit. Laporan Penelitian DIKS UNIB

1998/1999. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.

Sulistiono, R. (2005). Model simulasi perkembangan penyakit tanaman berbasis agroklimatologi untuk prediksi penyakit hawar daun Kentang (Phytophtora infestans). Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suwarno. (1985). Pewarisan dan fisiologi sifat toleran terhadap salinitas pada

tanaman padi. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Syafi, S. 2008. Respons morfologis dan fisiologis bibit berbagai genotipe Jarak

pagar (Jatropha curcas L.) terhadap cekaman kekeringan. Tesis. IPB.

Bogor.

Tan, K. H. (2000). Enviromental soil science 2nd ed. New York: Marcel Dekker. Tomlinson, P.B. (1986). The botani of mangroves. London: Cambridge University

Press.

Tyagi, A.K., Rashid, A. dan Maheshwari, S. C. (1981). Sodium chloride resisten cell line from haploid Datura innoxia Mill. A resistant trait carried from cell to planlet and vice cersa in vitro. Journal of Protoplasma 105, hlm. 327-332.


(35)

59

Siti Afifah, 2014

Respons pucuk kentang (solanum tuberosum l.) in vitro terhadap cekaman salinitas Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

van der Mescht, A., de Ronde, J.A., dan Rossouw, F.T. (1999). Chlorophyll Fluorescence and Chlorophyll Content as A Measure of Drought Tolerance in Potato. South African Journal of Science 95, hlm. 407-412. Wattimena, G.A., (1987). Multipikasi Tanaman Hortikultura secara Kultur

Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi

IPB. Bogor.

Wattimena G.A., Purwito, A., Machmud, H.M, dan Samanhudi. (2001). Perakitan Varietas kentang Unggul Indonesia secara Cepat dengan Metode turunan Klonal biji Tunggal dan Pra-Evaluasi secara In Vitro. Buletin Agronomi. 29 (3), hlm. 78-84.

Winarno, F.G. (1991). Kimia pangan dan gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yancey, P. H., Clark, M. E., Hand, S. C., Bowlus, R. D.dan Somero, G. M. (1982)

Living with water stress: Evolution of osmolyte system. Science 217, hlm. 1214–1222.

Yildrim, E., Taylor, A.G. anddan Spittler, T.D. (2006). Ameliorative Effects of Biological Treatments on Growth of Squash Plant Under Salt Stress.

Scientia Horticulturae 111 (2006), hlm. 1-6. [Online] Diakses dari:

http://www.sciencedirect.com.

Yousfi, S., Wissal, M. S., Mahmoudi, H., Abdelly C. dan Gharsally, M. (2007). Effect of salt on physiological responses of barley to iron deficiency.

Journal of Plant Physiology and Biochemistry. Elsevier. [Online]

Diakses dari: http:.//www.sciencedirect .com .

Yuliarti, N. (2010). Kultur Jaringan Tanaman Sekala Rumah Tangga. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Yuniati, R. (2004). Penapisan galur kedelai Glycine max (L.) Merrill toleran terhadap NaCl untuk penanaman di lahan salin. Jurnal Makara Sains 8, hal. 21 – 24.


(1)

Erick. (2013). Ternyata! sayuran putih dan kentang bisa mengangkal kanker. [Online] Diakses dari: http://www.memobee.com/ternyata-sayuran-putih-dan-kentang-bisa-menangkal-kanker-1151-myreview.html.

FAO. (2008). International year of the potato. Diakses dari:

http://www.potato2008.org/en/potat o/index.html

Flach, M. dan Rumawas, F. (1996). Plant resources of south- east asia: Plants yielding non-seed carbohydrates. Prosea Foundation. 9, hlm. 18-15. Fitter, A.H. dan Hay, R.K.M.. (1994). Fisiologi lingkungan tanaman. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Follet, R. H., Murphy, L. S. dan Donahue, R.L. (1981). Fertilizer and soil

amandements. New Jersey : Prentice Hall Inc. Englewood.

Gao, S., Ouyang, C., Wamg, S., Xu, Y., Tang, L., dan Chen, F. (2008). Effect of salt stress on growth, antioxidant enzyme and phenylalanine ammonia-lyase activities in Jatropha curcas L. seedlings. Plant Soil Environ. 54 (9), hlm. 374-381.

Gomez, K.A. dan Gomez, A.A. (1995). Prosedur statistik untuk penelitian

pertanian. Ed-2. Diterjemahkan oleh : Sjamsudin, E. dan Baharsjah, J.S.

Jakarta: UI Press.

Gunadi, N. (2012). Adaptasi beberapa klon kentang unggul asal CIP (International Potato Center) di dataran tinggi dan persepsi petani terhadap kuantitas dan kualitas hasil. Jurnal Holtikultura. hlm. 15-48.

Gunawan, H. (2009). Inovasi baru perbanyakan bibit kentang G-0 sistem

aeroponik. Bandung: Pusat Inkubator Agribisnis BBPP Lembang.

Gunawan, L. W. (1992). Teknik kultur jaringan tumbuhan Bogor . PAU Institut Pertanian Bogor.

Hale, M.G., Orcutt, D.M. 1987. The Physiology of Plants Under Stress. New York: J Willey Sons.

Handayani, T., Basunanda, P.., Murti, H. R., dan Sofiari, E. (2013). Pengujian stabilitas Membran Sel dan Kandungan Klorofil untuk Evaluasi Toleransi Suhu Tinggi pada Tanaman Kentang (Cell Membrane Stability Assay and

Chlorophyll Content Measurement to Evaluate Heat Stress Tolerance on Potato). J. Hort. 23(1), hlm. 28-35.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Edisi ke dua. Bandung: ITB.

Hartman, H.T., Kester, dan f.T. Davis-Jr. (1990). Plant propagation: principles

and practices. Englewood Clifts. New Jersey: Prentice-Hall International.


(2)

Haryati. (2008). Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman. [Online] Diakses dari:

http://library.usu.ac.id/download/fp/hslpertanian-haryati2.pdf.

Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani, A. (1994). Teknik kultur jaringan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hendriyani, I. S dan Setiari, N. (2009). Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda. J. Sains dan Mat. 17 (3), hlm. 145-150.

Herbert, R.B. (1995). Biosynthesis of Secondary Metabolites. 2nd edition. New York: Chapman and Hall.

Hu, Y., dan Schmidhalter, U. (2004). Limitation of salt stress to plant growth. New York: Marcel Dekker.

Hussain, A., Qarshi, I.A., Nazir, H. dan Ullah, I. (2012). Plant Tissue Culture:

Current Status and Opportunities. In Tech. [Online] Diakses dari:

http://creativecommons.org/licenses/by/3.0.

Ju, C. dan Zhang, J. (1999). Effect of water stress on photosystem ii photochemistry and its thermostability in wheat plants. Journal of

Experimental Botany 50 (336), hlm. 1196-1206.

Jumin, H. B. (1992) Ekologi Tanaman suatu Pendekatan Fisiologi. Jakarta: Rajawali Press.

Karjadi, A.K, dan Buchory, A. (2008). Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem kentang kultivar Granola. J. Hort. 18, hlm. 380-384.

Kartini. D. (2010). Kentang merah, hasil bumi andalan Rejang Lebong. [Online] Diakses dari: http://peluangusaha.kontan.co.id/news/kentang-merah-hasil-bumi-andalan-rejang-lebong- ..

Lakitan, B. (2010). Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lambers, H., Stuart, C. F., dan Thijs, L. P. (1998). Plant physiological ecology. New York: Springer.

Larcher, W. (1991). Physiological plant ecology. Springer.

Levitt, J. (1980). Responses of Plants to Environmental Stresses. II Water,


(3)

Li, R., Guo, P., Baum, M., Grando, S., dan Ceccarelli, S. (2006). Evaluation of chlorophyll content and fluorescence parameters as indicators of drought tolerance in barley. Agricultural Sciences in China 5 (10), hlm. 751-757. Lovatt, J. L. (1997). Potato information kit. The Agrilink Series. Australia : The

State of Queensland, Departemen ofPrimary Industries.

Lutaladio, N., Ortiz, O., Havekort, A., dan Caldiz, D. (2009). Sustainable potato

production. Peru: Food and Agriculture Organization of The United

Nations.

Martodireso, S. dan Suryanto, W.A. (2001). Terobosan teknologi pemupukan

dalam era pertanian organik. Yogyakarta: Kanisius.

Mathur, A.K., Ganapathy, P.S., dan Johri, B.M., (1980). Isolation of sodium chloride-tolerant planlets of kickxia ramossissima under in vitro condition. Z. Pflanzenphysol. 99, hlm. 287- 294.

Mchughen, A. dan Swartz, M. (1984). A tissue-culture derived salt-tolerant line of Flax (Linum usitatissimum). Journal of Plant Physiology 177, hlm. 109-117.

McKinney (1941). Absorption of light by chlorophyll solutions, J. Biol. Chem., 140, hlm. 315-332.

Mungala A. J., Radhakrishman, T. dan Dobaria, J. R. (2008). In vitro screening of 123 Indian Peanut cultivars for sodium chloride induced salinity tolerance. World Journal of Agriculture Sciences 4, hlm. 574 – 582. Nabors, M. W., Daniels, A., Nabolny, L., dan Brown, C., (1975). Sodium chloride

tolerant lines of tobacco cells. Journal of Plant Sciences 4, hlm. 155-159. Nabors, M. W., Gibbs, S. E., Berstein, C. S. dan Meis, M. E. (1980). NaCl-Tolerant tobacco plants from cultured cells. Z. Pflanzenphysol. 97, hlm. 13-17.

Nazir, M. (2003). Metode penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nio, S. A., G. R. Cawthray, L. J. Wade, T. D. Colmer. (2011). Pattern of Solutes Accumulated during Leaf Osmotic Adjustment as Related to Duration of Water for Wheat at the Reproductive Stage. Plant Physiology and

Biochemistry 49 (10), hlm. 1126-1137.

Pandiangan, D. (2009). Produksi metabolit sekunder Alkaloid secara in vitro. Bandung: UNPAD Press.

Parvaiz, A. dan Satyawati, S. (2008). Salt stress and phytobiochemical responses of plants – a review. Plant Soil Environ., 54, hlm. 89–99.


(4)

Perez-Clemente, R.M., dan Gomez-Cadenas, A. (2012). In vitro tissue culture, a

tool for the study and breeding of plants subjected to abiotic stress conditions. In Tech. [Online] Diakses dari: http://creativecommons.org/licenses/by/3.0.

Pierik, R. L. M. (1987). In Vitro culture of higher plants. Boston: Martinus Nijhoff.

Pitojo, S. (2004). Benih kentang. Yogyakarta: Kanisius.

Purwadi, E. (2011). Pengujian Ketahanan Benih terhadap Cekaman Lingkungan. [Online] Diakses dari: http://www.alwanku.com/2011/05/23/pengujian-ketahanan-benih-terhadap-cekaman-lingkungan/.

Rahman, M. H., R. Islam, M. Hossain, dan S. A. Haider,. (2008). Differential respone of potato under sodium chloride stress condition in vitro. J.

bio-sci. 16, hlm. 79-83

Rahmawati, H., Sulistyaningsih, E. dan Putra E.T.S. (2011). Effect of NaCl on the yield and quality of tomato (Lycopersicum esculentum Mill.).

Rajendran K, Tester M. dan Roy, S. J. (2009). Quantifying the three main components of salinity tolerance in cereals. Plant, Cell and Environment 32, hlm. 237-249.

Rubatzky, V. dan Yamaguchi, M. (1995). Sayuran dunia 1 prinsip, produksi dan

gizi edisi kedua. Bandung: Institut Teknik Bandung.

Rukmana, R. (2006). Usaha tani kentang sistem mulsa plastic. Yogyakarta: Kanisius.

Salisbury, F. B. dan Ross, C. W. (1992). Plant physiology. 4th edition. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Salisbury, F. B. dan Ross, C. W. (1995). Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Sardar, G., Farimah, G. dan Samira, B. (2011). Effect of thiourea on dormancy breaking and yield of potato (Solanum Tuberosum L.) minitubers Marfona cv. in greenhouse. International Conference on Environmental and

Agriculture Engineering IPCBEE.15, hlm. 19-24.

Schaffer, A. A. (1996). Photoasimmilate distribution in plant and crops. New York: Marcel Dekker, Inc.

Setiadi dan Nurulhuda, S. F. (1993). Kentang: Varietas dan pembudidayaan. Jakarta: Penerbit Swadaya.


(5)

Sharma, A., Yadav, A. Barman, N. dan Malwal, M. (2010). Quantification of

primary metabolites of Moringa oleifera Lam. Departmen of Botany.

Jaipur: University of Rajasthan.

Sinaga, S. (2002). Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman

Terhadap Cekaman Kekeringan. Hal 1-6. [online] Diakses dari:

http://www.daneprairie.com.

Sipayung, R. (2006). Cekaman garam. [Online] Diakses dari:

http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf.

Smith O. (1968). Potatoes: Production, Storing, Processing. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Solichatun dan Nasir, M. (2002). Alelopati intravarietas Vigna radiate L. Wilczek yang tumbuh pada ketersediaan air yang berbeda terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan nodulasinya. Biosmart. 4 (2), hlm. 148-151.

Sposito, G. (2008). The chemistry of soils. New York, USA: Oxford University Press.

Street, H. E. (1972). Plant tissue and cell culture. England: Botanical Laboratories University of Leicester.

Suharto, T.E., Sutanto, T.D., dan Widiyati, E. (1998). Mekanisme reaksi

penyerapan amoniak pada zeolit. Laporan Penelitian DIKS UNIB

1998/1999. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.

Sulistiono, R. (2005). Model simulasi perkembangan penyakit tanaman berbasis agroklimatologi untuk prediksi penyakit hawar daun Kentang (Phytophtora infestans). Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suwarno. (1985). Pewarisan dan fisiologi sifat toleran terhadap salinitas pada

tanaman padi. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Syafi, S. 2008. Respons morfologis dan fisiologis bibit berbagai genotipe Jarak

pagar (Jatropha curcas L.) terhadap cekaman kekeringan. Tesis. IPB.

Bogor.

Tan, K. H. (2000). Enviromental soil science 2nd ed. New York: Marcel Dekker. Tomlinson, P.B. (1986). The botani of mangroves. London: Cambridge University

Press.

Tyagi, A.K., Rashid, A. dan Maheshwari, S. C. (1981). Sodium chloride resisten cell line from haploid Datura innoxia Mill. A resistant trait carried from cell to planlet and vice cersa in vitro. Journal of Protoplasma 105, hlm. 327-332.


(6)

van der Mescht, A., de Ronde, J.A., dan Rossouw, F.T. (1999). Chlorophyll Fluorescence and Chlorophyll Content as A Measure of Drought Tolerance in Potato. South African Journal of Science 95, hlm. 407-412. Wattimena, G.A., (1987). Multipikasi Tanaman Hortikultura secara Kultur

Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi

IPB. Bogor.

Wattimena G.A., Purwito, A., Machmud, H.M, dan Samanhudi. (2001). Perakitan Varietas kentang Unggul Indonesia secara Cepat dengan Metode turunan Klonal biji Tunggal dan Pra-Evaluasi secara In Vitro. Buletin Agronomi. 29 (3), hlm. 78-84.

Winarno, F.G. (1991). Kimia pangan dan gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yancey, P. H., Clark, M. E., Hand, S. C., Bowlus, R. D.dan Somero, G. M. (1982)

Living with water stress: Evolution of osmolyte system. Science 217, hlm. 1214–1222.

Yildrim, E., Taylor, A.G. anddan Spittler, T.D. (2006). Ameliorative Effects of Biological Treatments on Growth of Squash Plant Under Salt Stress.

Scientia Horticulturae 111 (2006), hlm. 1-6. [Online] Diakses dari:

http://www.sciencedirect.com.

Yousfi, S., Wissal, M. S., Mahmoudi, H., Abdelly C. dan Gharsally, M. (2007). Effect of salt on physiological responses of barley to iron deficiency.

Journal of Plant Physiology and Biochemistry. Elsevier. [Online]

Diakses dari: http:.//www.sciencedirect .com .

Yuliarti, N. (2010). Kultur Jaringan Tanaman Sekala Rumah Tangga. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Yuniati, R. (2004). Penapisan galur kedelai Glycine max (L.) Merrill toleran terhadap NaCl untuk penanaman di lahan salin. Jurnal Makara Sains 8, hal. 21 – 24.