Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Isolat Propolis Gunung Lawu Terhadap Hitung Spermatozoa Mencit Model Infertilitas Pria.

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL ISOLAT PROPOLIS GUNUNG LAWU TERHADAP HITUNG SPERMATOZOA MENCIT

MODEL INFERTILITAS PRIA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Christian Ganda Wira Atmaja G0010043

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 3 Juni 2014

Christian Ganda Wira Atmaja G0010143


(4)

ABSTRAK

Christian Ganda Wira Atmaja, G0010043, 2013, Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Isolat Propolis Gunung Lawu terhadap Hitung Spermatozoa Mencit Model Infertilitas Pria. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Latar Belakang: Hitung spermatozoa adalah salah satu parameter identifikasi infertilitas pria. Stres oksidatif merupakan satu dari berbagai penyebab infertilitas pada pria. Propolis memiliki kandungan flavonoid sebagai anti-oksidan kuat yang dapat menghambat stres oksidatif, sehingga dapat menekan kondisi inferlititas pada pria. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol propolis terhadap hitung spermatozoa mencit model infertilitas pria.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan the post test only control group design menggunakan 28 ekor mencit jantan yang terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol (K1), model infertilitas (K2), kelompok model infertilitas dengan propolis dosis 50 mg/KgBB (K3), dan kelompok model infertilitas dengan propolis dosis 100 mg/KgBB (K4). Perhitungan spermatozoa dengan menggunakan haemocytometer nebauer, dilihat melalui mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 dalam lima lapang pandang. Data penelitian dianalisis menggunakan uji One-Way ANOVA, jika nilai p > 0,05, maka hipotesis diterima.

Hasil Penelitian: Hitung spermatozoa (Mean + Standar Deviasi) masing-masing kelompok K1 2.921.429 + 690.927 /ml, K2 2.021.428 + 501.561 /ml, K3 5.342.857 + 2.523.791 /ml, dan K4 5.371.428 + 554.419 /ml. Uji OneWay

ANOVA menunjukkan nilai p < 0,001, menunjukkan ada pengaruh pemberian Ekstrak Etanol Propolis (EEP) isolat Gunung Lawu terhadap hitung spermatozoa mencit model infertilitas pria.

Simpulan Penelitian: Pemberian EEP isolat gunung Lawu dosis 50 mg/kg BB/hari meningkatkan hitung spermatozoa mencit model infertilitas pria.


(5)

ABSTRACT

Christian Ganda Wira Atmaja, G0010043, 2013, The Effect Ethanol Extract of Propolis of Mount Lawu on Sperm Count in Mice Model of Male Infertility. Mini Thesis. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta

Background: Sperm count is one of the parameters to identify male infertility, which is 25% from all infertility case in US. Oxidative stress is the primary cause of male infertility. Propolis has flavonoids as a powerful anti-oxidant that can decrease the oxidative stress level, so propolis can also supress the condition of male infertility. The goal of this research is to acknowledge the effect of Ethanol Extract of Propolis on sperm count in mice model of male infetility.

Methods: This research was an laboratory experimental research with the post test only control group design that used 28 male mice which was divided to 4 groups. They were control group (K1), infertility model group (K2), infertility model group given propolis dosage 50 mg/kgW (K3), and infertility model given propolis dosage 100 mg/kgW (K4). Sperm count was counted using haemocytometer nebauer, seen from microscopes with 10 x 40 scale magnification in 5 fields of view. Next, the data was analyzed with One-Way ANOVA test, if p < 0,05, then the hypothesis was accepted.

Results: Sperm count (Mean + Standart Deviation) for each groups were K1 2.921.429 + 690.927 /ml, K2 2.021.428 + 501.561 /ml, K3 5.342.857 + 2.523.791 /ml, and K4 5.371.428 + 554.419 /ml. One-Way ANOVA test result had shown p < 0,001, which showed that there were effects of Ethanol Extract of Propolis (EEP) of Mount Lawu on sperm count in mice model of male infertility.

Conclusion: Ethanol Extract of Propolis of Mount Lawu dosage 50 mg/kg/day can affect the increasement on sperm count in mice model of male infertility. Keywords: propolis, infertility, sperm count


(6)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Isolat Propolis Gunung Lawu terhadap Hitung Spermatozoa Mencit Model Infertilitas Pria”.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR., FINASIM, selaku Dekan FK

UNS Surakarta.

2. Ari Natalia Probandari, dr., MPH, Ph.D., selaku Ketua Tim Skripsi beserta Mas Nardi dan Mbak Enny, SH, MH, sebagai Staf Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.

3. Diding Heri Prasetyo, dr., M.Si., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini. 4. Sarsono, Drs., M.Si., selaku Pembimbing Pendamping yang memberikan

bimbingan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Jarot Subandono, dr., M. Kes., selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Martini, Dra., M.Si., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh keluargaku yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Pak Wid dan Bu Eny sebagai Staf Lab Biokimia FK UNS serta Pak Kidi dan Bu Dewi sebagai Staf Lab. Histologi FK UNS yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabatku BDB dan rekan sejawat Pendidikan Dokter 2010 FK UNS atas segala kebersamaan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulisan sebutkan satu-persatu atas bantuan

dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, 3 Juni 2014


(7)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka... 5

1. Stres Oksidatif... 5

2. Infertilitas Pria ... 6

3. Propolis ... 7

B. Kerangka Pemikiran ... 14

C. Hipotesis ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

A. Jenis Penelitian ... 16

B. Lokasi Penelitian ... 16

C. Subyek Penelitian ... 16

D. Teknik Sampling. ... 16

E. Penentuan Dosis Perlakuan ... 17

F. Rancangan Penelitian... 19

G. Identifikasi Variabel Penelitian ... 19

H. Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian ... 20

I. Instrumen Penelitian ... 21


(8)

K. Teknik Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 26

A. Hitung Spermatozoa ... 26

B. Analisis Hasil ... 27

BAB V PEMBAHASAN ... 32

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 35

A. Simpulan ... 35

B. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Kimia Propolis ... 6 Tabel 2.2 Beberapa Golongan Flavonoid dalam Propolis Standart ... 25 Tabel 4.1 Jumlah Hitung Spermatozoa Masing-masing Kelompok


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Flavonoid dalam Propolis ... 17

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ... 21

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian ... 27

Gambar 3.2 Skema Cara Kerja... 27

Gambar 4.1 Histogram Perbandingan Hasil Hitung Spermatozoa Mencit Tiap Kelompok ... 28

Gambar 4.2 Hitung Spermatozoa Kelompok K1 Dilihat dengan Perbesaran 400x ... 30

Gambar 4.3 Hitung Spermatozoa Kelompok K2 Dilihat dengan Perbesaran 400x ... 31

Gambar 4.4 Hitung Spermatozoa Kelompok K3 Dilihat dengan Perbesaran 400x ... 31

Gambar 4.5 Hitung Spermatozoa Kelompok K4 Dilihat dengan Perbesaran 400x ... 32


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Data SPSS ... 41 Lampiran 2. Foto Alat dan Bahan ... 44 Lampiran 3. Foto Perlakuan ... 46


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakberhasilan dalam pembuahan dalam jangka waktu tertentu (Niederberger dkk., 2005). Makker dkk. (2009) menyatakan bahwa ada 15 persen pasangan di United States yang mengalami infertilitas, dan 25 persen di antaranya disebabkan karena infertilitas pada pria. Infertilitas diidentifikasi beberapa parameter, dan salah satunya adalah dengan menghitung jumlah spermatozoa (Jungwirth dkk., 2012). Salah satu penyebab infertilitas pada pria adalah stres oksidatif, yang akan mempengaruhi status fertilitas pria (Makker dkk., 2009).

Stres oksidatif sendiri dipengaruhi oleh jumlah pro-oksidan atau radikal bebas yang sebagian besar berupa Reactive Oxygen Species (ROS) destruktif yang melampaui jumlah antioksidan alami tubuh (Jones, 2006; Tremellen, 2008). Propolis dipercaya dapat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menekan jumlah radikal bebas dalam tubuh dan juga memiliki fungsi proteksi terhadap infertilitas pria (Lotfi, 2006; Mahran dkk., 2011).

Propolis adalah produk alami dari resin tanaman yang dikumpulkan oleh lebah madu. Propolis sudah digunakan sejak lama, dan sekarang diketahui memiliki berbagai efek pengobatan, antara lain sebagai antimikroba, antioksidan, antiulserasi, dan antitumor (Lotfy, 2006). Propolis juga diketahui memiliki fungsi sebagai antiradang dan sebagai imunomodulator


(13)

(Viuda-Martos dkk., 2008). Selain itu, berdasarkan penelitian dari Nurwati dkk (2012) propolis juga diketahui berpotensi menjadi obat untuk asma alergi.

Propolis tersusun atas komposisi yang cukup rumit. Komposisi propolis tergantung pada daerah asal tumbuh-tumbuhan di mana propolis itu dikumpulkan, waktu dikumpulkan, dan tergantung pada pelarut yang digunakan untuk ekstraksi (Bankova dkk., 2000; Mishima, 2005).

Secara garis besar, senyawa dalam propolis dapat dikelompokkan menjadi flavonoid, turunan asam sinamat, dan terpenoid (Sarsono dkk, 2012). Susunan propolis antara lain meliputi polifenol, fenol aldehid, asam amino, steroid, dan berbagai komponen anorganik (Lotfy, 2006).

Kandungan flavonoid, terutama Caffeic acid yang ada dalam propolis diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, yang lebih kuat dari vitamin C. Caffeic acid dalam propolis memiliki aktivitas antioksidan terhadap oksidan dan radikal bebas sekitar 4 - 6 kali lebih kuat daripada vitamin C dan N-acetyl cysteine (NAC) (Nakajima dkk., 2009). Menurut Sarsono dkk (2012), kandungan Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE) isolat propolis Gunung Lawu, Karanganyar lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Propolis yang digunakan diekstrak menggunakan etanol 80% karena ekstraksi propolis dengan etanol 80% dapat diserap paling maksimal hingga 290 nm (Park dan Ikegaki, 1998). Propolis juga dapat berfungsi sebagai antimikroba, antiinflamasi, dan sebagai imunomodulator (Lotfy, 2006; Viuda-Martos dkk, 2008).


(14)

3

Propolis yang sudah diproduksi secara masal, dalam penggunaannya terdiri dari beberapa sediaan, yaitu: Propolis mentah, propolis cair, propolis bubuk, propolis injeksi, dan minyak propolis. Propolis mentah dapat dikonsumsi langsung dengan dikunyah seperti permen karet, dan dapat juga dikonsumsi dalam bentuk berupa kapsul berisi butiran propolis halus. Propolis cair adalah propolis yang sudah diekstrak dengan pelarut tertentu. Pelarut yang sering digunakan antara lain etanol, air, dan sebagainya. Propolis bubuk adalah hasil ekstrak propolis dengan alkohol, air, atau ekstrak glikol, yang selanjutnya dipasarkan dalam bentuk kapsul (Hardianty, 2011).

Belum banyak penelitian tentang adanya pengaruh propolis terhadap hitung spermatozoa. Penelitian tentang propolis yang sudah dilakukan memberikan petunjuk bahwa propolis juga dapat berguna sebagai antioksidan. Pemberian antioksidan diketahui dapat menurunkan stres oksidatif yang merupakan salah satu faktor penyebab infertilitas pria. Salah satu parameter melihat infertilitas pria adalah hitung spermatozoa (Jungwirth dkk., 2012). Mahran dkk (2011), dalam penelitiannya menggunakan propolis dari daerah Al-Shafa pada tikus jantan yang diinduksi AlCl3, dengan hasil

adanya peningkatan fertilitas. Penelitian Capucho (2012) menunjukkan bahwa ada peningkatan produksi sperma dan ada perubahan epitel epididimis pada tikus dengan pemberian ekstrak green brazilian propolis. Alasan tersebut di atas mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang kegunaan propolis sebagai antioksidan dapat mempengaruhi hitung spermatozoa pada hewan coba.


(15)

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh pemberian Ekstrak Etanol Propolis (EEP) isolat Gunung Lawu terhadap hitung spermatozoa mencit (Mus musculus) jantan model infertilitas?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh pemberian EEP isolat Gunung Lawu terhadap hitung spermatozoa mencit (Mus musculus) model infertilitas pria.

D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis

Memberikan sumbangan pikiran bagi ilmu pengetahuan kesehatan, terutama di bidang biokimia untuk mengetahui pengaruh EEP isolat Gunung Lawu dapat meningkatkan atau menurunkan hitung spermatozoa mencit (Mus musculus) jantan yang dijadikan infertil sehingga dapat digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya

2. Aspek Aplikatif

a. Memberikan informasi kepada klinisi tentang pengaruh pemberian EEP isolat Gunung Lawu terhadap hitung spermatozoa mencit (Mus musculus) model infertilitas pria sehingga dapat digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh pemberian EEP isolat Gunung Lawu terhadap hitung spermatozoa mencit (Mus musculus) model infertilitas pria.


(16)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah kondisi di mana ada ketidakseimbangan antara senyawa pro-oksidan dan antioksidan. Hal ini terjadi jika produksi ROS destruktif melampaui kadar antioksidan alami tubuh. Stres oksidatif nantinya menimbulkan kerusakan sel. Selain ROS, Reactive Nitrogen Species yang merupakan subclass dari ROS juga adalah termasuk radikal bebas (pro-oksidan) (Jones, 2006; Tremellen, 2008; Makker dkk., 2009).

Reactive Oxygen Species terdiri dari molekul-molekul derivat oksigen radikal dan non radikal. Molekul oksigen radikal tersebut seperti contohnya ion hidroksil, superoxide, nitric oxide, dan lain sebagainya. Molekul ROS derivat oksigen non radikal antara lain adalah ozon, lipid peroksida, dan hidrogen peroksida (Makker dkk., 2009).

Reactive Oxygen Species yang memiliki elektron tunggal memiliki efek merusak makromolekul, dan dapat dikatakan sebagai radikal bebas.

Reactive Oxygen Species ini diproduksi tubuh saat metabolisme, respirasi selular, dan pada keadaan patologis tertentu. Normalnya, ada keseimbangan antara produksi dan destruksi dari ROS, jika keseimbangan itu berubah dan kadar ROS menjadi tinggi, dapat terjadi kerusakan oksidatif dan akhirnya menimbulkan tissue injury. Salah satu pengaruhnya adalah penekanan pada spermatogenesis (Shalaby, 2011).


(17)

Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari stres oksidatif antara lain infertilitas, gangguan pada retina, berpengaruh pada teratogenesis, dan juga dapat menimbulkan gangguan pada perkembangan embrio (Dennery, 2007; Wells dkk., 1997; Bailey dkk., 2004). Stres oksidatif juga merupakan salah satu penyebab penyakit lain, seperti kanker, diabetes, rheumatoid arthritis, katarak, penyakit parkinson, dan lainnya (Makker dkk., 2009).

2. Infertilitas Pria

Infertilitas pria dapat dikatakan sebagai kegagalan pembuahan dalam jangka waktu tertentu yang disebabkan dari pihak laki-laki atau pejantan (Niederberger dkk., 2005). Dua puluh lima persen dari kasus infertil di United States disebabkan karena masalah infertilitas pada pria (Makker dkk., 2009).

Banyak faktor risiko yang mempengaruhi infertilitas pria. Fertilitas pria tampaknya semakin berkurang sejalan dengan bertambahnya usia, yang menimbulkan penurunan fungsi sperma dan timbulnya akumulasi

genomic damage. Faktor lain yang mempengaruhi disfungsi reproduksi laki-laki dapat berupa efek gonadotoksin dari agen kemoterapi, paparan radiasi, dan efek spermatoksin langsung dari jalur steroid. Obat-obatan seperti simetidin, sulfasalasin, etanol, kanabis, dan steroid androgen juga diketahui dapat menimbulkan infertilitas (Niederberger dkk., 2005). Makker dkk. (2009) menyatakan bahwa stres oksidatif juga diketahui sebagai salah satu penyebab infertilitas pria. Spermatozoa merupakan sel


(18)

7 aerobik, sehingga ROS, yang merupakan radikal bebas adalah faktor penting yang mempengaruhi fungsi normal sel (Makker dkk., 2009).

Pemeriksaan infertilitas menggunakan beberapa skala parameter. Menurut Jungwirth dkk. (2012), infertilitas pria dapat dilihat dari karakteristik semen. Karakteristik semen yang digunakan meliputi volume semen, hitung spermatozoa, konsentrasi sperma, motilitas spermatozoa, vitalitas spermatozoa, morfologi spermatozoa, dan beberapa skala lain (Jungwirth dkk., 2012). Kerusakan membran sel spermatogenik akibat radikal bebas juga dapat dilihat melalui kadar

Malondialdehid (MDA) testis (Helianti dan Hairrudin, 2010). 3. Propolis

a. Definisi

Propolis adalah produk alami dari resin tanaman yang dikumpulkan oleh lebah madu (Lotfy, 2009). Propolis dikumpulkan oleh lebah madu dari tanaman, dicampur dengan wax, dan digunakan untuk membangun dan adaptasi sarang lebah madu. Propolis digunakan oleh lebah madu untuk menahan lubang dan retakan di sarang, menguatkan batas tipis di sarang lebah, dan membuat pintu masuk sarang itu lebih mudah untuh dilindungi (Bankova, 2000). Propolis mentah biasanya berbentuk bongkahan, dengan warna bervariasi antara kuning hingga kecoklatan. Pada suhu 25oC hingga 35 oC, propolis berbentuk substansi yang lunak, lembut, dan lengket. Pada suhu di bawah 15oC, propolis menjadi beku, dengan konsistensi


(19)

keras dan rapuh. Setelah perlakuan ini, propolis biasanya tetap rapuh walaupun ada kenaikan suhu. Propolis akan menjadi bentuk cair pada suhu sekitar 60 oC sampai 70 oC, walaupun ada propolis yang memiliki titik leleh hingga 100 oC (Hardianty, 2011; Krell, 1996). Menurut Lotfy (2006), propolis sudah sejak lama digunakan di masyarakat, dan akhir-akhir ini banyak menarik perhatian di bidang medis dan kosmetik. Propolis dalam bidang medis dapat berfungsi sebagai banyak hal. Propolis dapat berfungsi sebagai antitumor, antioksidan, antimikroba, antiinflamasi, antiulserasi, imunomodulator (Lotfy, 2006; Viuda-Martos, 2008), dan sebagai antialergi (Nurwati dkk., 2012). Propolis juga digunakan sebagai antibakteri, antivirus, antifungal, dan antiseptik (Ayansola dkk., 2012).

b. Kandungan senyawa kimia

Secara garis besar, senyawa dalam propolis dapat dikelompokkan menjadi flavonoid, turunan cinnamic acid, dan terpenoid (Sarsono dkk. 2012). Susunan komposisi propolis bervariasi tergantung dari letak geografis dan variasi jenis tumbuhan. Tiap koloni lebah di regio berbeda dapat menghasilkan propolis dengan warna, aroma, dan komposisi yang berbeda (Krell, 1996), bahkan propolis yang dihasilkan lebah dari spesies tanaman poplar tertentu memiliki komposisi kuantitatif yang berbeda dengan spesies tanaman poplar yang lain (Bankova dkk., 2002). Kandungan mineral


(20)

9 propolis juga dipengaruhi lingkungan tempat tumbuh tanaman (Hardianty, 2011).

Komposisi kandungan senyawa kimia rata-rata dari propolis berdasarkan penelitian Krell (1996) seperti dalam tabel berikut:

Tabel 2.1. Komposisi Senyawa Kimia Propolis (Krell, 1996)

Flafonoid dan ikatan fenol terkandung dalam resin. Salah satu ikatan fenol dalam propolis adalah Caffeic Acid Phenethyl Ester

(CAPE). Propolis juga mengandung asam amino, dengan arginin dan prolin merupakan yang terbanyak (Hardianty, 2011).

Flavonoid adalah komponen polifenol dengan rantai dasar C15

(Sisa, 2010). Flavonoid ditemukan di buah, sayuran dan derivat tumbuhan, suplemen, dan juga ditemukan pada obat herbal (Moon, 2006). Telah diketahui beberapa golongan flavonoid yang ada di dalam propolis seperti golongan flavon, flavonol, flavanon, dan isoflafon (Chang dkk., 2002).

Komposisi (%) Kandungan Senyawa dan

Karakteristik

Resin 45-55 Flavonoid, asam fenol dan ester Lilin dan asam lemak 25-35 Lilin lebah, tumbuhan

Minyak esensial 10 Senyawa volatile

Pollen 5 Protein dari tepung sari, asam amino bebas terutama arginin dan prolin

Senyawa organik lain dan mineral

5 14 macam mineral, yang paling banyak berupa Fe dan Zn, dan elemen lain yaitu Au, Ag, Cs, Hg, la, Sb, keton, lakton, quinon, steroid, asam benzoat dan ester, vitamin B3, dan gula


(21)

Tabel 2.2. Beberapa Golongan Flavonoid dalam Propolis Standar (Chang dkk., 2002)

Flavonoid Nama sistematik Flavon

Chrysin 5,7-dihydroxyflavone Apigenin 4‟,5,7-trihydroxyflavone Luteolin 3‟,4‟,5,7-tetrahydroxyflavone Flavonol

Rutin 3,3‟,4‟,5,7-pentahydroxyflavone-3-rutinoside Morin 2‟,3,4‟,5,7-pentahydroxyflavone

Quercetin 3,3‟,4‟,5,7-pentahydroxyflavone Myricetin 3,3‟,4‟,5,5‟,7-hexahydroxyflavone Kaempferol 3,4‟,5,7-tetrahydroxyflavone

Quercitrin 3,3‟,4‟,5,7 -pentahydroxyflavone-3-L-rhamnopyranoside

Galangin 3,5,7-trihydroxyflavone Flavanon

Naringin 4‟,5,7-trihydroxyflavone-7-rhamnoglicoside Naringenin 4‟,5,7-trihydroxyflavone

Hesperetin 3‟,5,7-trihydroxy-4‟-methoxyflavanone Isoflavon

Daidzein 4‟,7-dihydroxyisoflavone Genistein 4‟,5,7,-trihydroxyisoflavone

Quercetin adalah termasuk dietary flavonoid. Quercetin memiliki efek sebagai antioksidan potensial yang dapat menekan

radical phenoxy (Nanua dkk., 2006).

Galangin merupakan salah satu flavonoid golongan flavonol. Komponen ini termasuk dalam komponen utama propolis (Murray dkk., 2006).


(22)

11

Gambar 2.1. Struktur Kimia Flavonoid dalam Propolis (Viuda-Martos dkk., 2008)

Caffeic Acid Phenethyl Ester adalah termasuk turunan cinnamic acid yang terdapat dalam komposisi propolis. CAPE merupakan antioksidan fenolik yang dapat menimbulkan efek antiinflamasi, antiviral, dan antitumor (Sarsono dkk., 2012). Kandungan CAPE


(23)

yang ada dalam propolis diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, yang lebih kuat dari vitamin C. Caffeic acid dalam propolis memiliki aktivitas antioksidan terhadap oksidan dan radikal bebas sekitar 4-6 kali lebih kuat daripada vitamin C dan NAC (Nakajima dkk., 2009). Propolis yang digunakan berasal dari wilayah Gunung Lawu, Karanganyar, yang diketahui memiliki kandingan CAPE lebih tinggi dari daerah sekitarnya di Sragen dan Wonogiri (Sarsono dkk., 2012).

Caffeic Acid Phenethyl Ester, quercetin, dan galangin dalam ekstrak propolis menunjukkan efek dapat membersihkan radikal bebas. Quercetin dapat menekan radical phenoxyl, sedangkan CAPE dan galangin dalam ekstrak propolis tersebut dapat menimbulkan penurunan aktivitas xantin oksidase secara signifikan. Pengaruh CAPE sendiri dalam proses antioksidan jauh lebih tinggi dari pada galangin dan memiliki peran yang cukup penting dalam propolis sebagai antioksidan (Nanua dkk., 2006; Russo dkk., 2002).

c. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih, untuk melarutkan zat yang diinginkan. Ekstrak adalah hasil ekstraksi yang merupakan sediaan pekat dari tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat dengan pelarut yang cocok. Selanjutnya semua atau hampir semua pelarut


(24)

13 diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diatur untuk ditetapkan standarnya. Potensi yang terkandung di dalam ekstrak mencapai 2 sampai 6 kali berat bahan mentah obat yang dipakai sebagai bahan pada permulaan pembuatan (Ansel, 1989).

Pelarut ekstraksi propolis berbeda tergantung komposisi yang akan dilihat. Quersetin dan kampferol dapat diekstrak dari propolis dengan menggunakan etanol 60%. Etanol 70% dapat digunakan untuk ekstraksi pinocembin dan sakuranetin. Etanol 80% dapat mengekstrak kampferide, acacetin, dan isorhamnetin lebih dari propolis. Ekstraksi propolis menggunakan etanol 80% dapat diserap paling maksimal hingga 290 nm. Ekstraksi dengan etanol 70% dapat mencegah kontaminasi mikroba dan ekstraksi dengan etanol 80% ini dapat menghambat aktivitas hyaluronidase (Park dan Ikegaki, 1998). Ekstrak Etanol Propolis dibuat dengan cara sekitar 1 gram bubuk propolis mentah dilarutkan ke dalam 10ml etanol 80 % kemudian dishaker dengan kecepatan 200 rpm pada suhu kamar selama 24 jam. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42. Selanjutnya filtrat dibuat hingga 25 ml dengan etanol 80% dan disimpan dalam botol selama 1 – 2 minggu (Rachmadian, 2011; Hardianty, 2011).

Ekstrak Etanol Propolis juga dapat dibuat dengan cara propolis mentah dilarutkan dalam etanol 80 % dan diaduk setiap 5 menit selama 30 menit pada suhu 70oC, larutan kemudian


(25)

dimaserasi/didiamkan selama 24 jam, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring, selanjutnya larutan yang telah disaring diuapkan dengan waterbath kental (Saragih, 2006).


(26)

15 B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Keterangan:

: Faktor yang diteliti : Menghambat

: Mempengaruhi

AlCl3

Reactive Oxygen Species (ROS)

Stres Oksidatif

Apoptosis

Kerusakan Sperma

Kerusakan Membran

Proinflamasi

Ekstrak Etanol Propolis

Hitung Spermatozoa


(27)

C. Hipotesis

Terdapat pengaruh pemberian EEP isolat Gunung Lawu terhadap hitung spermatozoa mencit (Mus musculus) model infertilitas pria.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi, di mana tidak semua variabel selain variabel bebas dapat dikontrol, dengan pendekatan the post test only control group design.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian berupa 28 ekor mencit (Mus musculus) jantan yang dijadikan model infertilitas pria dan propolis yang berasal dari peternakan lebah di daerah Kerjo Karanganyar.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dilakukan adalah purposive sampling. Pemilihan subjek berdasarkan atas sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi. Karakteristik populasi sudah diketahui terlebih dahulu dari penelitian-penelitian sebelumnya (Taufiqqurohman, 2009).

Mencit jantan dipilih yang berumur 2-3 bulan, dengan berat sekitar 20 gram. Penghitungan sampel mencit ditentukan dengan rumus Federer (1963), yaitu:


(29)

Keterangan:

t : jumlah perlakuan

n : jumlah sampel minimum tiap kelompok

Jumlah perlakuan sebanyak 4 perlakuan, sehingga didapat jumlah sampel minimal tiap kelompok sebesar 6. Pada penelitian, digunakan 7 ekor tikus putih tiap kelompok, sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 28 ekor.

E. Penentuan Dosis Perlakuan 1. Aluminium Klorida

Dosis untuk Aluminium klorida secara oral adalah sebanyak 34 mg/kg BB (Mahran dkk., 2011). Perhitungan dosis Aluminium klorida adalah sebagai berikut:

20 gr

x 34 mg = 0,68 mg 1000 gr

V1 V2

=

M1 M2

100 ml x 0,68 mg

V2 = = 0.1 ml

680 mg

2. Ekstrak Etanol Propolis

Dosis EEP per oral untuk mencit adalah 50 mg/kg BB/hari/oral (Mahran dkk., 2011), dengan modifikasi pemberian dosis 2x lipat, yaitu sebesar 100 mg/kg BB/hari/oral. Selanjutnya dosis dihitung dengan rumus perhitungan sebagai berikut:


(30)

19 20 gr

x 50 mg = 1 mg 1000 gr

20 gr

x 100 mg = 2 mg 1000 gr

Karena berat mencit sekitar 20 gram, maka dosis yang digunakan sebesar 2 mg/tikus/hari/oral. Dosis untuk 1000 mg EEP adalah sebesar 100ml. Perhitungan dosis per mililiter dihitung dengan perbandingan:

V1 V2

=

M1 M2

100 ml x 1 mg

V2 = = 0.1 ml

1000 mg 100 ml x 2 mg

V2 = = 0.2 ml

1000 mg

Dosis per oral yang diberikan kepada subjek penelitian dalam mililiter sebesar 0,1 ml, dan 0,2 ml.

Untuk dosis 50 mg/kg BB/hari/oral, mencit diberi propolis sebanyak 0.1 ml/mencit/hari/oral. Untuk dosis 100 mg/kg BB/hari/oral mencit diberi EEP sebanyak 0.2 ml/mencit/hari/oral.


(31)

F. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian Keterangan :

N : Seluruh jumlah mencit yang digunakan

K1 : Kelompok mencit kontrol positif, tanpa pemberian AlCl3 dan propolis

K2 : Kelompok mencit kontrol negatif, dengan pemberian Aluminium klorida 34 mg/kg BB

K3 : Kelompok mencit yang diinduksi AlCl3 dan diberi EEP peroral dengan

dosis 50 mg/kg BB/hari

K4 : Kelompok mencit yang diinduksi AlCl3 dan diberi EEP peroral dengan

dosis 100 mg/kg BB/hari

S1 : Hitung spermatozoa dari Kelompok mencit kontrol positif, tanpa perlakuan apapun

S2 : Hitung spermatozoa dari kelompok mencit kontrol negatif, dengan pemberian Aluminium klorida 34 mg/kg BB

S3 : Hitung spermatozoa dari Kelompok mencit yang diinduksi AlCl3 dan

diberi EEP dengan dosis 50 mg/kg BB/hari

S4 : Hitung spermatozoa dari Kelompok mencit yang diinduksi AlCl3 dan

diberi EEP dengan dosis 100 mg/kg BB/hari G. Identifikasi Variabel penelitian

1. Variabel bebas : ekstrak etanol propolis 2. Variabel terikat : hitung spermatozoa

N

Uji ANOVA, dilanjutkan uji

Post Hoc Test

antarkelompok K1 S1 S4 K4 S3 K3


(32)

21 3. Variabel luar

a. Terkontrol : pemberian makanan, gizi, galur, usia, jenis kelamin, berat badan

b. Tidak terkontrol : kondisi psikologis, genetik, sistem kekebalan tubuh, aktivitas

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Ekstrak Etanol Propolis

Ekstrak etanol propolis adalah ekstrak propolis yang diperoleh dari peternakan lebah di daerah Kecamatan Kerjo Karanganyar, yang diekstrak dengan etanol 80%. Ekstrak etanol propolis diperoleh dengan cara maserasi.

Ekstrak etanol propolis dibuat dengan cara sekitar 1 gram bubuk propolis mentah dilarutkan ke dalam 10 ml etanol 80 % kemudian dishaker dengan kecepatan 200 rpm pada suhu kamar selama 24 jam. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Selanjutnya filtrat dibuat hingga 25 ml dengan etanol 80% dan disimpan dalam botol selama 1 - 2 minggu (Rachmadian, 2011; Hardianty, 2011).

Penelitian ini menggunakan 2 dosis EEP. Skala ukuran variabel ini adalah nominal.

2. Hitung Spermatozoa

Hitung spermatozoa adalah jumlah spermatozoa mencit, diambil dari epididimis kanan mencit. Setelah perlakuan selesai, mencit dikorbankan dengan cara dislokasi leher (Suparni, 2009), kemudian


(33)

epididimis kanan mencit diambil dan direndam di dalam larutan NaCl 0.9%. Pengambilan epididimis dengan cara mengangkat kauda epididimis, dan dipotong-potong, kemudian direndam dalam larutan NaCl 0.9% pada suhu ruangan. Suspensi sperma diperoleh dengan cara ini (Nugraheni dkk., 2003).

Suspensi sperma dihomogenkan terlebih dahulu. Kemudian diambil sampel sebanyak 10 μl. Perhitungan spermatozoa dengan menggunakan

haemocytometer improved nebauer (Suparni, 2009).

Hemocytometer diletakkan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. dihitung jumlah spermatozoa pada kotak sedang tengah, kotak kecil di tengah, dan pojok kiri atas, kanan atas, kiri bawah, dan kanan bawah. Hasil perhitungan spermatozoa dihitung dengan rumus Jumlah spermatozoa = ( (Jumlah spermatozoa ditemukan) / 2 ) x 105 dalam satuan spermatozoa/ml (Suparni, 2009).

Skala ukuran variabel ini adalah rasio. I. Instrumentasi Penelitian

1. Alat

a. Kandang mencit b. Timbangan digital

c. Spuit

d. Sonde mencit e. Gelas beker f. Tabung ukur


(34)

23 g. Minor set

h. Tabung kecil i. Mikroskop cahaya j. Mikro pipet k. Botol kecil

l. Object glass dan deck glass m. Haemocytometer nebauer

2. Bahan

a. Mencit jantan galur Balb/c, diambil epididimisnya b. Pakan mencit standar

c. Ekstrak etanol propolis d. Aquabides

e. Alkohol f. AlCl3

g. NaCl fisiologis J. Cara Kerja

1. Persiapan percobaan a. Adaptasi Mencit

Mencit diadaptasi terlebih dahulu selama satu minggu, diberi makan dan minum biasa secara ad libitum (Purnawati, 2006).

b. Pembuatan EEP

Ekstrak etanol propolis dibuat dengan cara sekitar 1 gram bubuk propolis mentah dilarutkan ke dalam 10 ml etanol 80 % kemudian


(35)

dishaker dengan kecepatan 200 rpm pada suhu kamar selama 24 jam. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Selanjutnya filtrat dibuat hingga 25 ml dengan etanol 80% dan disimpan dalam botol selama 1 – 2 minggu (Rachmadian, 2011; Hardianty, 2011). Kemudian EEP diencerkan terlebih dahulu dengan aquabidest sebelum digunakan.

c. Pengenceran AlCl3

Pengenceran Aluminium klorida dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitan Sebelas Maret Surakarta. Aluminium klorida diencerkan dengan cara mencampurkan 3,4 mg Aluminium klorida bubuk dengan 5 ml aquabides.

2. Perlakuan dan pengukuran hasil

Pelaksanaan kegiatan dilakukan selama 21 hari, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Hari ke-1 sampai hari ke-7 mencit diberi diet standar. b. Kelompok K1 (kontrol) tidak diberi perlakuan apapun.

c. Kelompok K2 (kontrol negatif), dengan pemberian AlCl3

34 mg/kg BB secara intraperitoneal pada hari pertama.

d. Kelompok K3 diberi AlCl3 intraperitoneal pada hari pertama dan EEP

50 mg/kg BB/hari/oral selama masa penelitian.

e. Kelompok K4 diberi AlCl3 intraperitoneal pada hari pertama dan EEP


(36)

25 f. Satu hari setelah perlakuan terakhir, semua tikus putih dikorbankan dengan dislokasi leher. Testis kanan diambil, kemudian dibuat suspensi untuk hitung spermatozoa

g. Selanjutnya dilakukan penghitungan spermatozoa dengan


(37)

Gambar 3.2. Skema Cara Kerja

Mencit K1, K2, K3, K4

Adaptasi 1 Minggu

Dilakukan setiap hari selama 21 hari

Mencit dikorbankan Mengambil testis kanan Membuat suspensi sperma Menghitung spermatozoa dengan haemocytometer

nebauer Mencit

kelompok K2

AlCl3 IP

34 mg/kg BB

Mencit kelompok K4

AlCl3 IP Dosis

34 mg/kg BB

EEP dosis 100mg/kg BB/hari Mencit kelompok K1 Kontrol Mencit kelompok K3

AlCl3 IP Dosis

34 mg/kg BB

EEP dosis 50mg/kg BB/hari


(38)

27 K. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan uji Anova dilanjutkan dengan LSD Post Hoc Test untuk membandingkan perbedaan mean antarkelompok. Jika data tidak memenuhi untuk dilakukan uji ANOVA, dilakukan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Analisis data dengan menggunakan program SPSS 17,0 for Windows untuk mengetahui adanya pengaruh ekstrak etanol isolat propolis Gunung Lawu terhadap hitung spermatozoa mencit.


(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hitung Spermatozoa

Penelitian untuk melihat pengaruh pemberian EEP terhadap hitung spermatozoa mencit jantan telah dilaksanakan pada Oktober – November 2013 di Laboratorium Histologi FK UNS. Penelitian ini menggunakan sampel 28 ekor mencit jantan galur Balb/c berusia 2 – 3 bulan dengan berat badan sekitar 20 gram. Mencit tersebut dibagi dalam 4 kelompok, yaito kelompok K1 sebagai kontrol positif, kelompok K2 sebagai kelompok infertil dengan pemberian AlCl3, kelompok K3 kelompok infertil dengan pemberian EEP

peroral dosis 50 mg/Kg BB/hari, dan kelompok K4 adalah kelompok infertil dengan pemberian EEP peroral dosis 100 mg/Kg BB/hari.

Sebelum diberi perlakuan, seluruh mencit diadaptasikan terlebih dulu selama sekitar 1 minggu. Pada hari terakhir seluruh mencit dikorbankan dan diambil bagian epididimis yang merupakan tempat pematangan dan penyimpanan sebagian sperma, dan kemudian langsung dilakukan penghitungan jumlah spermatozoa menggunakan haemocytometer nebauer


(40)

29 Tabel 4.1. Jumlah Hitung Spermatozoa Masing-Masing Kelompok Perlakuan

(Dalam Satuan Spermatozoa/ml)

Kelompok Mean + Standar Deviasi

K1 (Kontrol) 2.921.429 + 690.927

K2 (Model infertilitas) 2.021.428 + 581.561 K3 (Model infertilitas + propolis I) 5.342.857 + 2.523.791 K4 (Model infertilitas + propolis II) 5.371.428 + 554.419

Perbandingan hasil hitung spermatozoa masing-masing kelompok dapat dilihat dalam grafik berikut:

Gambar 4.1. Histogram Perbandingan Hasil Hitung Spermatozoa Mencit Tiap Kelompok

B. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan diuji dengan uji parametrik

One-Way ANOVA dengan program SPSS 17,0 for Windows. Adapun syarat untuk dapat menggunakan uji parametrik One-Way ANOVA adalah sebagai berikut: 2921429 2021428 5342857 5371428 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 Kelompok Perlakuan Jum la h hi tung s pe rm at oz oa (s pe rm at oz oa / m l) K1 K2 K3 K4


(41)

1. Hanya dapat digunakan untuk data dengan skala numerik.

2. Skala variabel numerik harus memiliki distribusi data normal, yang dapat dibuktikan dengan uji normalitas data yaitu uji Shapiro-wilk. Sebaran data normal ditandai dengan nilai signifikansi p > 0,05.

3. Varians data, untuk jumlah kelompok lebih dari dua, harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan uji homogenitas varians dengan Levene’s Test of Varians. Varians data yang sama akan memiliki nilai p > 0,05

4. Jika uji homogenitas tidak signifikan (data tidak homogen), dapat dilakukan transformasi data. Apabila hasil transformasi data tidak berhasil (data tetap tidak homogen), maka akan digunakan uji hipotesis non parametrik Kruskall-Wallis.

Hasil uji normalitas Shapiro-wilk didapatkan p = 0,663; p = 0,608; p = 0,357 dan p = 0,834. Hasil ini menunjukkan bahwa distribusi data dalam penelitian adalah normal (p > 0,05). Selanjutnya pada uji homogenitas menggunakan Levene’s Test of Varians, didapatkan nilai p = 0,002 yang berarti tidak signifikan (p < 0,05). Karena uji homogenitas tidak memenuhi syarat, maka dilakukan transformasi data untuk menormalkan data. Uji homogenitas Levene’s Test of Varians setelah dilakukan transformasi mendapatkan nilai p = 0,052, yang berarti varians data homogen (p > 0,05). Syarat untuk melakukan uji One-Way ANOVA terpenuhi dan uji parametrik dapat dilakukan.


(42)

31 Hasil uji parametrik One-Way ANOVA menunjukkan nilai p < 0,001. Nilai p < 0,05 menunjukkan penerimaan hipotesis awal, sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh pemberian EEP isolat gunung Lawu terhadap hitung spermatozoa mencit model infertilitas pria.

Uji Post Hoc Test untuk membandingkan beda mean antar kelompok. Perbandingan mean antara kelompok K2 model infertilitas dengan kelompok K3 maupun K4 yang diberi EEP peroral didapatkan nilai signifikansi p < 0,05. Nilai ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian EEP terhadap hitung spermatozoa mencit model infertilitas pria. Akan tetapi, perbandingan antara kelompok K3 dan K4 didapatkan nilai p = 0,942, yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kedua dosis propolis tersebut terhadap hitung spermatozoa mencit model infertilitas.


(43)

Gambar 4.3. Hitung Spermatozoa Kelompok K2 Dilihat dengan Perbesaran 400x


(44)

33


(45)

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian telah dilakukan pada 28 ekor mencit jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok. Penelitian dilakukan selama 3 minggu, dengan pemberian propolis peroral dilakukan sekali setiap hari. Pada mencit kelompok kontrol (K1), diberi perlakuan sonde seperti mencit kelompok lain, akan tetapi hanya berisi aquades, untuk menyamakan tingkat stres akibat lingkungan.

Tiga kelompok pada penelitian ini selain kelompok kontrol positif diinduksi menggunakan AlCl3 peroral sebagai model infertilitas. Dosis AlCl3 yang

digunakan sebesar 34 mg/Kg BB (Mahran dkk, 2011). Uji Post Hoc Test

menunjukkan nilai p = 0,112 pada perbandingan antara kelompok kontrol dan kelompok model infertilitas (K2). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan jumlah spermatozoa yang tidak signifikan antara kedua kelompok tersebut, sedangkan pada penelitian Mahran dkk (2011), induksi AlCl3 yang diberikan dapat

menimbulkan penurunan yang signifikan (p < 0,05). Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa AlCl3 diketahui dapat menembus sawar darah-testis dan

menimbulkan stres oksidatif serta peroksidasi lipid. Melalui mekanisme inilah terjadi gangguan biologis pada testis, yang kemudian menimbulkan degenerasi sel spermatogenik, menghambat proses spermatogenesis, dan pada akhirnya dapat menurunkan hitung spermatozoa. Selain itu, menurut Helianti (2011), selain dapat merusak sel spermatogenik melalui peroksidasi lipid, radikal bebas yang menimbulkan stres oksidatif juga dapat menyerang protein membran,


(46)

35 menyebabkan struktur membran berubah sehingga sel spermatogenik dapat divagositosis oleh makrofag.

Jumlah spermatozoa yang didapatkan dari kelompok model infertilitas dengan propolis 50 mg/kg BB (K3) dan kelompok model infertilitas dengan propolis 100 mg/kg BB (K4), jika dibandingkan dengan kelompok infertilitas, keduanya dalam uji Post Hoc Test mendapatkan nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang cukup signifikan EEP yang diberikan terhadap infertilitas pada mencit jantan. Mahran dkk (2011) pada penelitiannya menggunakan propolis dosis 50 mg/kg BB menghasilkan simpulan bahwa propolis dosis tersebut dapat memperbaiki kerusakan reproduksi karena AlCl3.

Propolis memiliki efek protektif terhadap stres oksidatif karena memiliki flavonoid sebagai antioksidan. Efek antioksidan propolis bekerja dengan menangkap radikal bebas dan meminimalisir stres oksidatif (Helianti, 2011). Ekstrak propolis juga bekerja melindungi membran spermatozoa dari serangan oksidatif dengan cara menghambat formasi TBARS (Thiobarbituric Acid Reactive Substances) dan pengeluaran LDH (Lactate dehydrogenase) sehingga berfungsi untuk proteksi spermatozoa pada pria (Mahran dkk, 2011).

Beda mean antara kelompok model infertilitas yang diberi propolis dosis 50 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB diuji dengan uji Post Hoc Test, didapatkan nilai p = 0,942. Karena nilai p > 0,05, maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara dosis propolis 50 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB selama 3 minggu terhadap hitung spermatozoa mencit model infertilitas. Penelitian Mahran dkk (2011) menggunakan dosis propolis sebesar 50 mg/kg BB selama 70 hari, dan


(47)

menghasilkan simpulan bahwa propolis dosis tersebut sudah memberikan efek proteksi sebagai antioksidan terhadap AlCl3. Penulis dalam penelitian ini

memodifikasi dosis dari penelitian tersebut menjadi dua kali lipat, akan tetapi ternyata pengaruh yang dihasilkan pada penelitian ini tidak terlalu signifikan. Efek maksimal EEP terhadap hitung spermatozoa hewan uji ditunjukkan oleh dosis 100 mg/kg BB, dengan jumlah hitung spermatozoa sebesar 5.371.428 + 554.419 spermatozoa/ml yang tidak terlalu berbeda signifikan dengan dosis EEP 50mg/kgBB. Dosis EEP 50 mg/kg BB dianggap sudah cukup untuk menaikkan jumlah hitung spermatozoa mencit model infertilitas pria.

Penelitian ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Dosis yang digunakan penulis kurang bervariasi untuk mendapatkan dosis yang dianggap paling baik. Lama perlakuan yang singkat kemungkinan juga dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Selain itu, masih ada parameter yang tidak diteliti oleh penulis yang dapat digunakan untuk menilai infertilitas pria karena keterbatasan penulis.


(48)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian EEP isolat Gunung Lawu dosis 50 mg/kg BB/hari terhadap hitung spermatozoa mencit model infertilitas pria. EEP dosis 100 mg/kg BB yang digunakan tidak memberikan peningkatan efek yang signifikan bila dibandingkan dengan EEP dosis 50 mg/kg BB.

B. Saran

1. Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis EEP yang lebih bervariasi.

2. Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jangka waktu pemberian EEP yang berbeda.

3. Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh EEP terhadap infertilitas dengan menggunakan variabel lain yang terkait infertilitas pria, seperti kualitas sperma.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel HC (1989). Pengantar bentuk sediaan farmasi. Jakarta: UI Press, pp: 605-19.

Ayansola, Adebayo A, Davies BA (2012). Apitherapy in southwestern nigeria: An assessment of therapeutic potentials of some honeybee products.

Journal of Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 2(2):9-15. Bailey TA, Kanuga N, Romero IA, Greenwood J, Luthert PJ, Cheetham ME

(2004). Oxydative stress affects the junctional integrity of retinal pigment epithelial cells. Invest Ophthalmol Vis Sci. 45(2):675-84. Bankova V, de Castro SL, Marcucci MC (2000). Propolis: Recent advances in

chemistry and plant origin. Apidologie, 31: 3–15.

Bankova V, Popova M, Bogdanov S, Sabatini A (2002). Chemical composition of european propolis: Expected and unexpected result. Verlag der Zeitschirft fur Naturforschung.

Capucho C, Settle R, de Souza Predes F, de Castro Monteiro J, Pigoso AA, Barbieri R, Dolder MA, dkk. (2012). Green brazilian propolis effect on sperm count and epididymis morphology and oxidative stress.

Food and Chemical Toxicology, 50(11):3956-62.

Chang C, Yang M, Wen H, Chern J (2002). Estimation of total flavonoid content in propolis by two complementary colorimetric methods. Journal of Food and Drug Analysis. 10(3): 178-182.

Dennery PA (2007). Effect of oxidative stress on embryonic development. Birth Defects Res C Embryo Today. 81(3): 155-162.

Federer WT (1963). Experimental design: Theory and application. New York: Mcmillan, p: 544.

Hardianty D (2011). Pemberian ekstrak propolis peroral menurunkan kadar F 2-isoprostan dalam urin tikus putih (Rattus Novergicus) jantan yang mengalami aktivitas fisik maksimal. Denpasar, Universitas Udayana. Thesis.

Helianti D, Hairrudin (2010). Efek propolis dalam mencegah infertilitas akibat radikal bebas pada tikus putih (Rattus novergicus) yang diberi stressor. Jurnal Bahan Alam Indonesia, 7(5): 239-43.


(50)

39 Jones DP (2006). Redefining oxidative stress. Antioxidants & Redox Signaling.

8(9-10):1865-79.

Jungwirth A, Diemer R, Dohle GR, Giwercman A, Kopa Z, Krausz C, Tournaye H (2012). Guidelines on male infertility. European Association of Urology.

Krell R (1996). Value-added products from beekeeping. FAO Agricultural Services Bulletin No. 124.

Lotfy M (2006). Biological activity of bee propolis in health and disease. Asian Pac J Cancer Prev, 7: 22-31.

Mahran AA, Al-Rashidy HA, El-Mawla AMA (2011). Role of propolis in improving male rat fertility affected with alumimun chloride cytotoxicity. Spatula DD, 1(4):189-198.

Makker K, Garwal S, Sharma R (2009). Oxidative stress & male infertility.

Indian J Med Res. 129: 357-367.

Mishima S, Yoshida C, Akino S, Sakamoto T (2005). Antihypertensive effects of brazilian propolis: Identification of caffeoylquinic acids as constituents involved in the hypotension in spontaneously hypertensive rats. Biol Pharm Bull, 28(10) 1909-14.

Moon YJ, Wang X, Morris ME (2006). Dietary flavonoids: Effects on xenobiotic and carcinogen metabolism. Toxicology in Vitro. 20(2): 187-210. Murray TJ, Yang X, Sherr DH (2006). Growth of a human mammary tumor cell

line is blocked by galangin, a naturally occuring bioflavonoid, and its accompanied by down-regulation of cyclins D3, E, and A. Breast Cancer Res. 8(2):R17.

Nakajima Y, Tsuruma K, Shimazawa M, Mishima S, Hara H (2009). Comparison of bee propolis products based on assays of antioxidant capacities.

BMC Complement Altern Med. 9:4.

Nanua S, Suzanna MZ, Andreade JE, Sajjan US, Burgess JR, Lukacs NW, Hershenson MB (2006). Quercetin blocks airway epithelial cell chemokine expression. Am J Respir Cell Mol Biol. 35: 602-10.

Nugraheni T, Astirin OP, tetri W (2003). Pengaruh vitamin C terhadap perbaikan spermatogenesis dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak tembakau (Nicotiana tabacum L.).


(51)

Niederberger C, Joyce GF, Wise M, Meacham RB (2005). Male infertility.

NIDDK. 14: 459-481.

Nurwati I, Hadinoto SH, Subandono J, Prasetyo DH (2012). Ekstrak etanol propolis isolat gunung Lawu menurunkan kadar IgE serum tikus putih (Rattus norvegicus L) model asma akut. JBAI, 8(2):71-76.

Park YK, Ikegaki M (1998). Preparation of water and ethanolic extracts of propolis and evaluation of the preparations. Biosci. Biotechnol. Biovhem, 62(11): 2230-32.

Purnawati D (2006). Pengaruh pemberian jus buah tomat (Licopersicum esculentum Mill) terhadap jumlah spermatozoa mencit strain Balb/c jantan yang dipapar asap rokok. Semarang, Universitas Diponegoro. Artikel karya tulis ilmiah.

Rachmadian OD (2011). Pengaruh ekstrak etanol propolis terhadap hitung sel mast intestinal pada tikus putih (Rattis novergicus) model asma alergi. Surakarta, Universitas Sebelas Maret. Skripsi.

Russo A, Longo R, Vanella A (2002). Antioxidant activity of propolis: Role of caffeic acid phenethyl ester and galangin. Fitoterapia. 73(1):S21-S29. Saragih HTS, Mangkuwidjojo S, Santoso EB (2006). Pengaruh ekstrak etanol

propolis (EEP) terhadap hepatotoksisitas dan stres oksidasi akibat pemberian 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-P-Dioksin (TCDD) secara kronis pada tikus albino (Sprague Dawley). Agrosains, 19 (2): 109-19. Sarsono, Syarifah I, Martini, Prasetyo DH (2012). Identifikasi caffeic acid phenethyl ester dalam ekstrak etanol propolis isolat gunung Lawu.

JBAI, 8(2): 132-136.

Shalaby KA, Saleh EM (2011). Ameliorative effect of honey bee propolis on the nonylphenol induced – reproductive toxicity in male albino rats.

Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(11): 918-27. Sisa M, Bonnet SL, Ferreira D, Van der Westhuizen JH (2010). Photochemistry

of flavonoids. Molecules, 15: 5196-5245.

Suparni (2009). Pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) yang dipaparkan monosodium glutamat (MSG). Medan, Universitas Sumatera Utara. Thesis.


(52)

41

Tremellen K (2008). Oxidative stress and male infertility – a clinical perspective.

Human Reproduction Update. 14(3):243-258.

Viuda-Martos M, Ruiz-Navajas Y, Fern‟Andez-L‟opez J, dan P‟Erez-„Alvarez JA (2008). Funcional properties of honey, propolis, and royal jelly,


(53)

Lampiran 1. Analisis Data SPSS A. Uji Normalitas

Tests of Normality

propolis

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

sperm count kontrol .169 7 .200* .943 7 .663

kontrol - .237 7 .200* .937 7 .608

dosis 50 .197 7 .200* .904 7 .357

dosis 100 .230 7 .200* .962 7 .834

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

B. Uji Homogenitas

1. Sebelum transformasi

Test of Homogeneity of Variances

sperm count

Levene Statistic df1 df2 Sig.

6.483 3 24 .002

2. Setelah transformasi

Test of Homogeneity of Variances

tr_spermcount

Levene Statistic df1 df2 Sig.


(54)

43 C. Uji One Way ANOVA

ANOVA tr_spermcount

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .895 3 .298 17.003 .000

Within Groups .421 24 .018

Total 1.316 27

D. Uji Post Hoc Test

Multiple Comparisons Dependent Variable:tr_spermcount (I) propolis (J) propolis Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

Tukey HSD kontrol kontrol - .16726 .07080 .112 -.0281 .3626

dosis 50 -.23275* .07080 .015 -.4281 -.0374

dosis 100 -.27255* .07080 .004 -.4679 -.0772

kontrol - kontrol -.16726 .07080 .112 -.3626 .0281

dosis 50 -.40000* .07080 .000 -.5953 -.2047

dosis 100 -.43981* .07080 .000 -.6351 -.2445

dosis 50 kontrol .23275* .07080 .015 .0374 .4281

kontrol - .40000* .07080 .000 .2047 .5953

dosis 100 -.03980 .07080 .942 -.2351 .1555

dosis 100 kontrol .27255* .07080 .004 .0772 .4679

kontrol - .43981* .07080 .000 .2445 .6351

dosis 50 .03980 .07080 .942 -.1555 .2351

Bonferroni kontrol kontrol - .16726 .07080 .160 -.0363 .3708

dosis 50 -.23275* .07080 .019 -.4363 -.0292

dosis 100 -.27255* .07080 .005 -.4761 -.0690

kontrol - kontrol -.16726 .07080 .160 -.3708 .0363


(55)

dosis 100 -.43981* .07080 .000 -.6434 -.2362

dosis 50 kontrol .23275* .07080 .019 .0292 .4363

kontrol - .40000* .07080 .000 .1964 .6036

dosis 100 -.03980 .07080 1.000 -.2434 .1638

dosis 100 kontrol .27255* .07080 .005 .0690 .4761

kontrol - .43981* .07080 .000 .2362 .6434

dosis 50 .03980 .07080 1.000 -.1638 .2434


(56)

45 Lampiran 2. Foto Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam hitung spermatozoa.


(57)

Propolis yang sudah diencerkan dengan aquabidest.


(58)

47 Lampiran 2. Foto Perlakuan

Dokumentasi pengenceran propolis dengan aquabidest.


(59)

Dokumentasi pengambilan epididimis kanan mencit.


(1)

C.

Uji

One Way ANOVA

ANOVA

tr_spermcount

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups .895 3 .298 17.003 .000 Within Groups .421 24 .018

Total 1.316 27

D.

Uji

Post Hoc Test

Multiple Comparisons Dependent Variable:tr_spermcount (I) propolis (J) propolis Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Tukey HSD kontrol kontrol - .16726 .07080 .112 -.0281 .3626

dosis 50 -.23275* .07080 .015 -.4281 -.0374 dosis 100 -.27255* .07080 .004 -.4679 -.0772 kontrol - kontrol -.16726 .07080 .112 -.3626 .0281 dosis 50 -.40000* .07080 .000 -.5953 -.2047 dosis 100 -.43981* .07080 .000 -.6351 -.2445 dosis 50 kontrol .23275* .07080 .015 .0374 .4281 kontrol - .40000* .07080 .000 .2047 .5953 dosis 100 -.03980 .07080 .942 -.2351 .1555 dosis 100 kontrol .27255* .07080 .004 .0772 .4679 kontrol - .43981* .07080 .000 .2445 .6351 dosis 50 .03980 .07080 .942 -.1555 .2351 Bonferroni kontrol kontrol - .16726 .07080 .160 -.0363 .3708 dosis 50 -.23275* .07080 .019 -.4363 -.0292 dosis 100 -.27255* .07080 .005 -.4761 -.0690 kontrol - kontrol -.16726 .07080 .160 -.3708 .0363


(2)

dosis 100 -.43981* .07080 .000 -.6434 -.2362 dosis 50 kontrol .23275* .07080 .019 .0292 .4363 kontrol - .40000* .07080 .000 .1964 .6036 dosis 100 -.03980 .07080 1.000 -.2434 .1638 dosis 100 kontrol .27255* .07080 .005 .0690 .4761 kontrol - .43981* .07080 .000 .2362 .6434 dosis 50 .03980 .07080 1.000 -.1638 .2434 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


(3)

Lampiran 2. Foto Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam hitung spermatozoa.


(4)

Propolis yang sudah diencerkan dengan aquabidest.


(5)

Lampiran 2. Foto Perlakuan

Dokumentasi pengenceran propolis dengan aquabidest.


(6)

Dokumentasi pengambilan epididimis kanan mencit.