Studi Kasus Mengenai Schwartz's Value Pada Siswa SMA Dengan Latar Belakang Budaya Bali Aga di Desa Tenganan Pegringsingan (Studi Pada Remaja Yang Tinggal di Desa Tenganan Pegringsingan dan Bersekolah di SMA Yang Terletak di Luar Desa.
iii ABSTRAK
Penelitian dengan judul “Studi Kasus mengenai Schwartz’s Value pada Siswa SMA dengan Latar Belakang Budaya Bali Aga di Desa Tenganan Pegringsingan, Bali (Studi pada Remaja yang Tinggal di Desa Tenganan Pegringsingan dan Sedang Menenpuh Pendidikan SMA)” ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang rinci dan mendalam mengenai Schwartz’s value pada siswa SMA di Desa Tenganan Pegringsingan, Bali.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Karakteristik populasi untuk penelitian ini adalah remaja yang duduk di bangku SMA, kedua orang tuanya keturunan Desa Tenganan Pegringsingan asli, dan sejak kecil tinggal di Desa Tenganan Pegringsingan. Jumlah responden untuk penelitian ini yang sesuai dengan karakteristik populasi adalah empat orang. Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini Portrait Value Quetioner dari Schwartz. Kuesioner yang digunakan terdiri atas 40 item dengan pengelompokkan item berdasarkan sepuluh tipe Schwartz’s value. Validitas alat ukur diuji dengan menggunakan program HUDAP. Dari penelitian sebelumnya didapatkan validitas alat ukur sebesar 0.27 – 0.72. Reliabilitas alat ukur diuji dengan menggunakan program Alpha Cronbach. Dari penelitian sebelumnya didapatkan reliabilitas alat ukur sebesar 0.48 – 0.80, tetapi dalam penelitian ini validitas dan reliabilitas alat ukur tidak diuji karena merupakan studi kasus.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa hirarki value pada setiap Siswa ada yang sama dan ada juga yang berbeda. Mereka memiliki keyakinan yang sama bahwa tradition value (value yang mengutamakan kepatuhan kepada tradisi desa dan menjalankan ritual keagamaan) dan conformity value (value yang mengutamakan pengendalian diri untuk menyamakan diri dengan orang lain) merupkan value yang paling penting. Sedangkan value yang diyakini kurang penting oleh siswa adalah achievement value (value yang mengutamakan kompetisi yang sesuai dengan standar sosial) dan power value (value yang mengutamakan kekuasaan atas orang lain dan pencapaian status sosial). Mereka memiliki hirarki keyakinan penting atau kurang penting yang berbeda mengenai benevolence, security, universalism, hedoniasm, self-direction, dan stimulation value.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa Schwartz’s value pada siswa SMA di Desa Tenganan Pegringsingan, Bali berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Peneliti menyarankan agar orang yang berwenang dalam pendidikan adat kepada generasi muda, menanamkan pemahaman nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kebudayaan Desa Tenganan agar kebudayaan Desa Tenganan tidak luntur. Sedangkan kepada siswa diharapkan dapat menentukan sikap agar mereka dapat mempertahankan kebudayaan desa mereka namun tetap terbuka terhadap perubahan jaman.
(2)
iv DAFTAR ISI
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI … ... vError! Bookmark not defined.ii DAFTAR TABEL. ... xi
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 15
1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian ... 15
1.3.1. Maksud Penelitian ... 15
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 15
1.4. Kegunaan ... 15
1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 15
1.4.2. Kegunaan Praktis ... 16
1.5. Kerangka Pemikiran ... 16
1.6. Asumsi ... 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Values ... 28
2.1.1. Pengertian Values ... 28
2.1.2. Tipe Values ... 29
2.1.3. Dinamika dan Struktur Values ... 32
2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Values ... 36
2.1.4.1. Latar Belakang Sosial ... 38
2.1.4.2. Sikap dan Perilaku ... 39
2.1.4.3. Agama ... 39
2.1.4.4. Relasi Sosial ... 40
2.1.5. Transmision Values ... 42
2.2. Kebudayaan ... 46
2.2.1. Definisi Kebudayaan ... 46
2.2.2. Tiga Wujud Kebudayaan ... 46
2.2.3. Unsur-unsur Kebudayaan ... 47
2.3. Desa Tenganan Tenganan ... 48
2.3.1. Wilayah Tenganan dalam Legenda ... 48
2.3.2. Tradisi dan Pertanian dalam Kehidupan Orang Tenganan ... 51
(3)
v
2.3.4. Kebudayaan Tenganan ... 58
2.3.5. Karakteristik orang Tenganan ... 60
2.4. Remaja ... 61
2.4.1.Pengertian Remaja (Adolescence) ... 61
2.4.2. Perkembangan Kognitif Remaja ... 62
2.4.3. The Transition into Adulthood in Contemporary Society ... 64
2.4.4. Transformations in Family Relations ... 65
2.4.5. Teman Sebaya (Cliques) ... 66
2.4.6. The Development iof Value Autonomy ... 66
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 69
3.2. Skema Rancangan Penelitian ... 69
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 70
3.3.1. Variabel Penelitian ... 70
3.3.2. Definisi Operasional ... 70
3.4. Alat Ukur ... 72
3.4.1. Kuesioner ... 72
3.4.1.1. Prosedur Pengisian ... 73
3.4.1.2. Sistem Penilaian ... 73
3.4.2. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 74
3.4.2.1. Validitas ... 74
3.4.2.2. Reliabilitas ... 74
3.4.3. Data Penunjang ... 75
3.5. Populasi sasaran dan teknik Pengambilan Sampel ... 75
3.5.1. Populasi Sasaran ... 75
3.5.2. Karakteristik Sampel ... 75
3.5.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 76
3.6. Teknik Analisis ... 76
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 77
4.1.1. Gambaran responden ... 77
4.2. Kasus Responden A ... 77
4.2.1. Hasil Kuesioner Responden A ... 77
4.2.2. Pembahasan Kasus Responden A ... 78
4.3. Kasus Responden S ... 88
4.3.1. Hasil Kuesioner Responden S ... 88
4.3.2. Pembahasan Kasus Responden S ... 88
4.4. Kasus Responden M ... 97
4.4.1. Hasil Kuesioner Responden M ... 97
(4)
vi
4.5.Kasus Responden W ... 106
4.5.1.Hasil Kuesioner Responden W ... 106
4.5.2. Pembahasan Kasus Responden W ... 106
4.6. Kasus Keseluruhan ... 113
4.6.1. Pembahasan ... 113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 127
5.2. Saran ... 129
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN
(5)
vii
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1. : PEMBAGIAN HASIL BUMI SESUAI ATURAN DESA ... 55
Tabel 2.2. : Penduduk Tenganan Tahun 2000 ... 57
Tabel 3.1. : Validitas Alat Ukur ... 74
TABEL 3.2. : RELIABILITAS ALAT UKUR ... 75
(6)
viii
DAFTAR BAGAN
BAGAN 1.1. : KERANGKA BERPIKIR ... 26 Bagan 2.1. : Transmisi Values ... 42 Bagan 3.1. : Skema Rancangan Pnelitian ... 69
(7)
ix
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.1. : SECOND ORDER VALUE TYPE (SOVT) ... 18 Gambar 2.1. : Second Order Value Type (SOVT) ... 33 Gambar 2.2. : Denah Rumah Tenganan ... 58
(8)
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1:
DATA RESPONDEN ... 1
Potrait Value Questionnaire ... 2
Lampiran 2: Data Penunjang ... 5
LAMPIRAN 3: KERANGKA WAWANCARA ... 6
Lampiran 4: Anamesa Responden A... 7
Anamesa Responden S ... 18
Anamesa Responden M ... 26
Anamesa Responden W ... 34
Lampiran 5: Pengolahan Data ... 41
(9)
Lampiran 1 : Data Responden
DATA RESPONDEN
Silahkan isi atau berikan tanda (X) dalam kotak yang tersedia, sesuai dengan jawaban Anda.
1. Nama : ………..
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Usia : ………. Tahun.
4. Bahasa sehari-hari : Bali Indonesia
Lain-lain, yaitu ………... 5. Status ekonomi keluarga : Atas
Menengah ke atas Menengah ke bawah Bawah
6. Identitas anggota keluarga :
Anggota Usia Pendidikan
Akhir Pekerjaan
Ayah Ibu Kakak/adik Kakak/adik Kakak/adik
(10)
Lampiran 2 : Alat Ukur Potrait Value Questionnaire
Potrait Value Questionnaire
Dibawah ini digambarkan mengenai diri seseorang. Bacalah gambaran tersebut sebaik-baiknya. Lalu tentukan sejauh mana gambaran itu mirip atau tidak mirip dengan anda. Berilah tanda silang (X) pada kotak yang anda pilih.
No. Pernyataan
Sangat Mirip Saya Mirip Saya Lebih Kurang Mirip Saya Sedikit Mirip Saya Tidak Mirip Saya Sangat Tidak Mirip Saya 1 Memikirkan ide-ide baru dan menjadi kreatif merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia senang
melakukan sesuatu dengan caranya sendiri yang orisinil.
2 Menjadi kaya merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia ingin memiliki banyak uang dan barang-barang yang mahal. 3 Dia pikir adalah suatu hal yang penting bahwa setiap orang di dunia diperlakukan sederajat. Dia ingin bersikap adil terhadap setiap orang, bahkan orang yang tidak dikenalnya sekalipun. 4 Menunjukkan kemampuan yang dia miliki merupakan sesuatu yang penting baginya. Dia ingin
orang-orang mengagumi apa yang dia lakukan.
5 Penting baginya untuk hidup dalam suatu lingkungan yang aman. Dia menghindari segala sesuatu yang yang dapat membahayakan keselamatannya.
6 Melakukan banyak hal yang berbeda dalam hidup merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia selalu mencari hal-hal baru untuk dicoba.
7 Dia percaya bahwa orang mesti melakukan apa yang dikatakan kepada mereka. Dia pikir orang-orang sebaiknya mengikuti aturan setiap saat, bahkan ketika tidak ada orang-orang yang mengawasi.
8 Mendengarkan orang-orang yang berbeda dengan dia adalah sesuatu yang penting bagi dia. Bahkan ketika dia tidak sependapat dengan mereka, dia ingin tetap memahami mereka. 9 Dia pikir merupakan sesuatu yang penting untuk tidak menginginkan lebih daripada yang dia miliki. Dia percaya bahwa orang-orang harus merasa puas dengan apa yang mereka miliki. 10 Dia mencari setiap kesempatan untuk bersenang-senang. Melakukan sesuatu yang memberikan
kesenangan bagi dia merupakan sesuatu yang penting baginya. 11
Mengambil keputusan-keputusan sendiri mengenai apa yang dia lakukan merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia senang bebas untuk merencanakan dan memilih kegiatan-kegiatan untuk dirinya sendiri.
(11)
12 Menolong orang-orang di sekitar dia merupakan sesuatu yang penting baginya. Dia ingin memperhatikan keadaan (fisik dan mental) mereka.
No. Pernyataan
Sangat Mirip Saya Mirip Saya Lebih Kurang Mirip Saya Sedikit Mirip Saya Tidak Mirip Saya Sangat Tidak Mirip Saya 13 Menjadi sangat berhasil merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia senang membuat orang lain terkesan padanya.
14 Keadaan Negara yang aman merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia pikir Negara harus waspada terhadap ancaman-ancaman yang berasal dari luar maupun dalam. 15 Dia senang mengambil resiko. Dia selalu mencari petualangan-petualangan.
16 Selalu berperilaku sopan merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia ingin menghindari melakukan hal apapun yang dianggap salah oleh orang.
17 Berkuasa dan mengatakan pada orang lain apa yang mesti mereka lakukan adalah sesuatu yang penting bagi dia. Dia ingin orang-orang melakukan apa yang dia katakan.
18 Setia kepada teman-temannya merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia ingin mengabdikan dirinya kepada orang-orang yang dekat dengan dia. 19 Dia berkeyakinan kuat bahwa orang-orang harus menjaga alam. Merawat lingkungan hidup merupakan sesuatu yang penting bagi dia. 20 Keyakinan agama adalah sesuatu yang penting bagi dia. Dia berusaha kuat untuk melakukan
kewajiban-kewajiban agama dia.
21 Barang-barang dalam keadaan teratur dan bersih merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia benar-benar tidak senang barang-barang berada dalam keadaan berantakan.
22 Dia berpandangan bahwa orang harus mwmiliki minat pada banyak hal. Dia memiliki rasa ingin tahu dan ingin mengetahui banyak hal.
23 Dia percaya bahwa semua penduduk dunia harus hidup harmonis. Meningkatkan kedamaian diantara semua kelompok di dunia merupakan sesuatu yang penting baginya.
24 Berambisi adalah sesuatu yang penting bagi dia. Dia ingin menunjukkan betapa mampunya dia.
25 Dia pikir melakukan hal-hal dengan cara tradisional merupakan cara yang terbaik. Melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sudah dia pelajari merupakan sesuatu yang penting bagi dia.
26 Menikmati kesenangan-kesenangan hidup merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia suka memanjakan dirinya.
(12)
27 Memberikan suatu respon terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia mencoba untuk mendukung mereka yang dia kenal. 28 Dia percaya bahwa dia harus menunjukkan hormat kepada orang tua dia dan orang-orang tua. Kepatuhan merupakan sesuatu yang penting baginya.
No. Pernyataan
Sangat Mirip Saya Mirip Saya Lebih Kurang Mirip Saya Sedikit Mirip Saya Tidak Mirip Saya Sangat Tidak Mirip Saya 29 Dia ingin semua orang diperlakukan secara adil, bahkan orang-orang yang tidak dia kenal. Melindungi anggota masyarakat yang lemah merupakan sesuatu yang penting bagi dia.
30 Dia menyukai kejutan-kejutan. Memiliki hidup yang menggairahkan merupakan sesuatu yang penting bagi dia.
31 Dia berusaha keras untuk menghindari sakit. Tetap sehat merupakan sesuatu yang penting bagi dia. 32 Meraih sesuatu yang lebih baik merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia berusaha untuk melakukan
sesuatu yang lebih baik daripada orang lain.
33 Memaafkan orang-orang yang telah menyakiti dia merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia mencoba melihat sisi baik mereka dan tidak menyimpan dendam. 34 Mandiri merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia sering mengandalkan dirinya sendiri.
35 Memiliki pemerintah yang stabil merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia khawatir akan pelaksanaan kestabilan masyarakat.
36 Bersikap sopan kepada orang lain setiap saat merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia mencoba untuk tidak mengganggu atau menjengkelkan orang lain.
37 Dia benar-benar ingin menikmati hidup. Bersenang-senang merupakan sesuatu yang penting bagi dia. 38 Rendah hati dan bersahaja merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia mencoba untuk tidak menarik
perhatian orang lain pada dirinya.
39 Dia selalu ingin menjadi orang yang mengambil keputusan-keputusan. Dia senang menjadi pemimpin. 40 Beradaptasi dan mencocokkan diri dengan alam merupakan sesuatu yang penting bagi dia. Dia percaya
(13)
Lampiran 3 : Data Penunjang
1. Urutkan kegiatan dibawah ini sesuai dengan diri Saudara dengan memberikan angka pada kolom yang telah tersedia mulai dari 1 sampai 10, dengan angka terendah yaitu 1 untuk kegiatan yang paling tidak sesuai dengan diri Saudara dan angka tertinggi yaitu 10 untuk kegiatan yang paling sesuai dengan diri Saudara.
2. Jawablah pertanyaan berikut ini dengan melingkari salah satu pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan penghayatan Saudara :
Secara umum, budaya yang Saya pegang sekarang (cara berpakaian, cara berbicara, bahasa sehari-hari, ritual, kesenian dan budaya lainnya), merupakan hasil dari pengaruh :
a. Budaya Bali Aga Tenganan Pegringsingan dan budaya lain yang SAMA KUAT pengaruhnya. b. Budaya Bali Aga Tenganan Pegringsingan yang LEBIH KUAT pengaruhnya daripada budaya lain.
KEGIATAN URUTAN
Saya yakin bahwa menjaga keseimbangan alamdan menjaga perdamaian sesama manusia merupakan hal yang penting. Saya yakin bahwa menjalankan tradisi yang sudah turun temurun merupakan hal yang penting.
Saya yakin bahwa menghadiri dan melakukan kegiatan yang menghibur diri serta menghasilkan kesenangan merupakan hal yang penting. Saya yakin bahwa berusaha untuk sependapat dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh orang lain merupakan hal yang penting. Saya yakin bahwa mengusahakan kesejahteraan orang-orang terdekat saya merupakan hal yang penting.
Saya yakin bahwa selalu berbuat segala sesuatu untuk menjaga keamanan dan keselamatan diri merupakan sesuatu yang penting. Saya yakin bahwa berusaha mengatasi rintangan dan mencari tantangan baru merupakan hal yang penting.
Saya yakin bahwa selalu berprestasi dan mengerjakan sesuatu untuk hasil yang terbaik merupaka hal yang penting.
Saya yakin bahwa berusaha untuk mempertahankan bahkan meningkatkan status sosial di masyarakat merupakan hal yang penting.
(14)
c. Budaya Bali Aga Tenganan Pegringsingan LEBIH LEMAH pengaruhnya daripada budaya lain. d. Budaya Bali Aga Tenganan Pegringsingan dan budaya lain yang SAMA LEMAH pengaruhnya.
(15)
Lampiran 4 : Kerangka Wawancara
Kerangka Wawancara
1. Bisakah anda ceritakan mengenai desa Tenganan?2. Apakah yang anda ketahui tentang budaya desa Tenganan? 3. Bagaimana kesan anda tinggal di desa Tenganan?
4. Apakah anda sampai saat ini masih melakukan semua adat istiadat dan tradisi desa Tenganan?
5. Menurut anda mengapa anda harus melakukan adat istiadat dan tradisi tersebut?
6. Siapakah yang mengajari anda mengenai kebudayaan desa Tenganan? 7. Apakah yang sudah orang tua anda ajarkan mengenai kebudayaan desa
Tenganan?
8. Apakah anda pernah belajar mengenai kebudayaan desa Tenganan dari teman anda?
9. Siapakah orang yang paling berpengaruh dalam hidup anda? Mengapa? 10.Apakah penting untuk terus melestarikan budaya desa Tenganan?
Mengapa?
11.Apakah yang sudah anda lakukan untuk melestarikan kebudayaan desa Tenganan?
12.Bisakah anda ceritakan mengenai kehidupan anda sehari-hari?
13.Apakah anda mendapatkan pelajaran mengenai kebudayaan desa Tenganan di sekolah anda?
14.Apakah teman di sekolah berpengaruh terhadap budaya Tenganan yang anda yakini dan jalankan?
15.Apakah wisatawan yang datang ke desa Tenganan berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya yang anda yakini?
16.Sejauh mana televisi berpengaruh pada diri anda? 17.Apakah yang anda kerjakan pada waktu luang?
(16)
18.Bisakah anda menceritakan mengenai masa depan yang ingin anda raih? 19.Apakah rencana anda setelah lulus SMA?
(17)
Lampiran 5 : Anamnesa Kasus
RESPONDEN A
I. Identitas
Nama : A
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 18 tahun
Pendidikan : SMA kelas 12
Tinggi/berat badan : ±168 cm/ ± 75 kg Urutan kelahiran : Anak tunggal
II. Gambaran Diri
A memiliki struktur tubuh yang tinggi dan cenderung gemuk. Rambutnya ikal, dipotong rapi dan diatur dengan menggunakan minyak rambut. Kulit A berwarna sawo matang. Saat pengetesan A masih menggunakan seragam sekolahnya, dan terlihat sebuah anting di telinga kirinya.
Saat baru berjumpa A sering terlihat kikuk. Hal ini terlihat dari gerak geriknya maupun ucapannya yang terputus-putus. Tutur kata yang digunakan A teratur dengan bahasa yang santun. Volume suara A cenderung lemah saat berbicara. A jarang melakukan kontak mata dengan tester. Sesekali A membaca dan membalas SMS dari handphonenya sambil menjawab persoalan.
(18)
Ketika sedang melakukan observasi, para remaja di desa Tenganan akan melakukan gotong royong dalam mempersiapkan sebuah upacara Pura. Gotong royong ini merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para remaja di sana. Karena semua remaja dan pemuda melajsanakan kegiatan tersebut maka A juga ikut melakukannya agar A tidak disinggung oleh remaja atau pemuda lainnya. Setelah beristirahat sepulang sekolah, maka A berganti pakaian dengan menggunakan sarung dan kaos, yang merupakan pakaian wajib untuk melakukan gotong-royong di desa, kemudian A datang ke tempat para remaja dan pemuda lainnya berkumpul meskipun sedikit terlambat dari jam yang telah ditetapkan.
Selain itu A juga sedang melaksanakan Ujian Nasional. A mengaku tidak dapat mengerjakan dengan baik persoalan dalam ujian pada hari itu. A mengaku malas belajar sehingga A tidak langsung mempersiapkan diri untuk ujian esok harinya setelah pulang ke rumah dan beristirahat melainkan berencana untuk belajar sebentar pada malam hari.
A masih memiliki kedua orang tua yang mempunyai mata pencaharian di bidang pariwisata, yaitu dengan membuka art shop di rumah mereka. Menurut penghayatan A, keluarganya termasuk keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. A memiliki sebuah handphone dengan merk Nokia seri 3650, dan sebuah motor yang khusus digunakan oleh dirinya. Rumah A termasuk rumah yang bagus. Di rumah A terdapat sebuah televisi tua dengan kondisi yang masih cukup bagus. Suasana di rumah A cukup terang, rapi dan bersih dengan selokan-selokan kecil yang juga bersih dan tidak menebarkan bau tak sedap.
(19)
III. Anamesa
A menjalani pendidikan formal mulai dari taman kanak-kanak yang terdapat di Desa Tenganan Pegringsingan lalu duduk di bangku Sekolah Dasar yang juga terdapat di dalam Desa Tenganan Pegringsingan. A menjalani masa SMP di SMP yang terletak di luar desa, begitu juga ketika A mengecap pendidikan SMA, tepatnya di SMA Amlapura.
Dalam kesehariannya A melakukan berbagai macam kegiatan seperti remaja pada umumnya. Setiap pagi A berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor yang khusus digunakan untuk dirinya sendiri, di sekolah A melaksanakan Trisandya bersama-sama dengan teman-teman dan para guru di sekolahnya. Setiap hari A menggunakan sebuah anting di telinga kirinya, namun bila bersekolah A melepaskan anting tersebut.
Sepulang dari sekolah biasanya A langsung pulang ke rumah. Setelah itu A bermain bersama dengan teman-temannya. Biasanya A bermain play station di sebuah tempat penyewaan play station yang terdapat di dalam desanya. A juga memiliki kegiatan lain selain bermain play station yaitu berlatih bermain musik bersama dengan grup bandnya, namun A tidak melakukannya secara intensif. Selain itu A juga senang berkumpul dengan para remaja atau pemuda lain di desanya, biasanya mereka berkumpul untuk berbincang-bincang sambil minum-minum, baik minum minuman beralkohol maupun yang tidak beralkohol.
(20)
Bila A sedang malas bermain atau bila orang tua A tidak mengijinkannya untuk keluar rumah, maka A akan tinggal di rumah. Biasanya A menghabiskan waktu di rumah dengan tidur atau menonton tayangan televisi, terutama tayangan musik. A menyukai aliran musik pop-alternatif. A mengidolakan grup band yang berasal dari Bali yang membawakan aliran musik modern namun memakai bahasa bali dalam lirik lagunya. Bagi A musik seperti itu sangat unik dan sangat menggambarkan masyarakat Bali yang tidak dapat lepas dari budayanya.
Bila di desa akan atau sedang berlangsung kegiatan adat maupun keagamaan, rutinitas A pun berubah. A akan meluangkan waktu dan meninggalkan aktivitas lainnya untuk ikut ambil bagian dalam persiapan dan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Bila kegiatan tersebut sudah selesai A dapat kembali melakukan aktivitas lainnya.
A adalah anak laki-laki tunggal dalam keluarganya. Orang tua A sendiri tidak pernah menuntut apa-apa dari A, misalnya dalam hal pendidikan. Namun seperti orang tua pada umumnya, orang tua A sering memberi nasihat pada A terutama mengenai apa yang harus A lakukan dan apa yang tidak boleh A lakukan dalam kehidupan bermasyarakat di desa mereka. Misalnya orang tua A mengharuskan A untuk mengikuti setiap upacara yang diadakan di desanya dan harus selalu mengikuti awig desa. Orang tua A juga mengajarkan nilai-nilai moral seperti tidak boleh menyombongkan diri dan selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya. Orang tua A juga sering memberi larangan-larangan yang membatasi kebebasan A, misalnya jika A terlalu banyak bermain, maka orang tua A akan
(21)
melarang A untuk keluar rumah. A sendiri mengaku tidak bermasalah dengan hal tersebut dan A selalu mengikuti perintah orang tuanya. A mengaku tidak pernah membantah orang tuanya dan memilih untuk menuruti apa kata orang tuanya. Hal tersebut dilakukan A untuk menghargai orang tuanya dan A memiliki kepercayaan jika seorang anak tidak berbakti pada orang tuanya maka anak tersebut akan menerima karma, menurut A karma tersebut yaitu kehidupannya yang akan datang akan tidak bahagia, karena segala sesuatu yang tidak baik maka akan mendatangkan sesuatu yang tidak baik juga.
Orang tua A mempunyai kepercayaan akan adanya Tuhan, roh leluhur, dan karma sesuai dengan ajaran agama Hindu. Kepercayaan tersebut terlihat dari pewarisan kepercayaan melalui pemberian pengetahuan mengenai agama Hindu kepada A dan terlihat dari ritual keagamaan seperti memperingati hari raya agama Hindu, melaksanakan upacara-upacara keagamaan, melaksanakan ritual keagamaan, melaksanakan perintah agama yang sebagian besar masih dilakukan oleh orang tua A. Orang tua A sudah jarang melakukan Trisandya. Kepercayaan orang tua A tersebut diwariskan kepada A, sehingga A memiliki pemahaman mengenai agama dan kepercayaannya, bahkan A lebih sering melakukan Trisandya dibandingkan dengan kedua orang tuanya.
Orang tua A juga mewarisaan nilai-nilai dan adat istiadat desa Tenganan. Ketika masih kecil, pendidikan mengenai adat istiadat desa menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua A sering memberikan nasihat mengenai hal-hal yang
(22)
boleh dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan sebagai orang Tenganan, misalnya tidak boleh mengambil beberapa buah langsung dari pohonnya.
Setelah A siap untuk melaksanakan ritual pendewasaan diri, maka pendidikan adat istiadat desa secara lebih mendalam diambil alih oleh pemangku adat dan para keliang desa. Ritual ini menjadi simbol bahwa A sudah dewasa dan siap menjalankan kehidupan berbudaya di desa Tenganan. Ritual tersebut dilaksanakan selama satu tahun, dalam prosesnya A belajar mengenai sejarah desa, peraturan-peraturan desa, wilayah desa, dan tata cara menjalankan ritual-ritual upacara, seperti cara menjamu tamu, cara memberi hidangan, dan cara membawa sirih pinang. Dalam proses tersebut A juga mempelajari pengetahuan umum di luar teruna nyoman. Dalam setahun proses ini A tinggal di rumah pemangku adat bersama anak laki-laki lain yang juga sedang menjalankan proses yang sama. A mengaku merasa senang mengikuti tradisi ini karena dengan adanya proses ini A bisa mendapatkan pengetahuan mengenai desanya. A diharapkan dapat menjadi orang Tenganan yang taat pada peraturan dan tradisi desanya. Dari ritual ini para tetua desa juga berharap agar generasi muda lebih memahami adat istiadat desa mereka, sehingga adat istiadat dan ritual tidak hanya dilakukan karena rutinitas melainkan karena akan membawa sesuatu yang lebih bermakna bagi diri mereka sendiri. Hal di atas mengambarkan bahwa orang dewasa lain dalam budaya yang sama dengan A berperan besar dalam mengajarkan nilai-nilai kebudayaan desa Tenganan.
(23)
Sejak kecil A sudah mulai mengikuti kegiatan-kegiatan adat di desanya. A sudah menjalani upacara pendewasaan dan selalu mengikuti upacara-upacara yang diadakan di desanya. A mengaku tidak pernah luput untuk mengikuti upacara-upacara adat. A juga mengaku menjalankan upacara-upacara adat dengan senang hati dan menganggap ketika ia menjalani segala ritual, termasuk gotong royong dalam mempersiapkan upacara, merupakan persembahan yang tulus dari dirinya sebagai seorang manusia kepada Tuhannya. Tetapi ketika ditanya mengenai makna dari sebuah banten A hanya menjawab bahwa itu merupakan persembahan yang tulus dari diri kita dan mengatakan bahwa A tidak terlalu mengerti mengenai banten. Ketika ditanya mengenai makna dari perang pandan, A menjawab bahwa hal itu sudah ada dari dulu.
Walaupun A bersekolah di SMA yang terletak di luar desa Tenganan, A lebih banyak melaksanakan aktivitasnya di dalam desa karena A tinggal di dalam desa. Selain itu di dalam desa Tenganan sudah tersedia fasilitas bermain yang cukup bagi A. Hal tersebut membuat A lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman sedesa. Kegiatan adat istiadat yang sering membuat para remaja dan pemuda bekerja dan berkumpul bersama membuat relasi mereka semakin dekat. Pada umumnya pengetahuan para remaja dan pemuda desa Tenganan mengenai kebudayaan desa mereka hampir sama, sehingga A tidak mendapat pengetahuan mengenai adat istiadat desa yang berarti dari teman sedesanya. Tetapi teman yang berada di desa yang sama dengan A menjadi semacam batasan dan model bagi A dalam berperilaku. A akan berusaha untuk melakukan konformitas dengan
(24)
temannya agar A tidak merasa berbeda dengan teman yang lain sehingga A dapat diterima dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, bila teman-teman A mengikuti suatu upacara maka A juga akan melakukannya. Bila teman-teman A sedang mencoba permainan baru, maka A juga akan ikut mencobanya.
A juga mempunyai teman dari luar desa. Teman tersebut merupakan teman sekolah yang tinggal di desa tetangga. Secara umum, kehidupan dan adat istiadat desa A dengan desa tetangga tidak begitu berbeda sehingga A tidak mendapat pengaruh kebudayaan lain dari teman sebayanya. Tetapi sama halnya dengan teman sedesanya, teman sebaya A yang berasal dari luar desa juga menjadi batasan dan model bagi A untuk berperilaku. A akan melakukan konformitas dengan teman-temanya agar dirinya diterima oleh lingkungan sosialnya, baik di dalam desa maupun di sekolah.
A memiliki sebuag grup band yang terdiri dari teman-teman sekolahnya, baik yang berasal dari dalam maupun luar desa. Mereka sudah pernah mengikuti audisi-audisi band yang diselenggarakan di Bali, namun belum ada yang berhasil. A mengaku tidak putus asa dan ingin terus mencoba audisi-audisi lainnya. Grup band A beraliran pop alternatif. A bersama teman-temannya selalu menyempatkan diri untuk berlatih dan mengasah kemampuan mereka. A mengaku menyukai tantangan, dan audisi inilah salah satu tantangan dalam hidupnya.
Walaupun A memiliki teman dari luar desa, A mengaku akan lebih mengutamakan teman yang berasal dari desa yang sama dengannya. Hal tersebut dikarenakan oleh keterikatan budaya yang sama dan adanya ikatan saudara yang
(25)
lebih dekat. A juga lebih memilih pasangan hidup yang berasal dari desa Tenganan. Menurutnya, wanita yang kelak akan mendampinginya bila berasal dari desa Tenganan Pegringsingan pasti sudah mengerti dan memahami adat dan ritual setempat, sehingga akan lebih mudah menjalankan tradisi dan adat istiadat dengan orang yang juga mengerti akan hal tersebut. A juga merasa wajib melestarikan kebudayaan desanya dengan cara mengajarkan kembali apa yang ia ketahui mengenai desanya kepada anak dan cucunya kelak. Ia ingin melestarikan kebudayaannya agar kebudayaan desanya tidak hilang dan tetap dikenal oleh masyarakat luas. Maka dari itu, istri yang juga berasal dari desa yang sama akan mempermudah proses pelestarian tersebut, karena yang kembali mengajarkan kepada anak dan cucu menurut A dapat dilakukan oleh kedua belah pihak, sehingga istri juga berperan dalam proses transmisi tersebut, jangan justru istrinya juga harus diajari.
Sekolah A sendiri di luar desa Tenganan. Dalam sekolah tidak diajarkan mengenai kebudayaan-kebudayaan, baik kebudayaan desa Tenganan maupun kebudayaan Bali pada umumnya. Sekolah hanya mengajarkan mengenai agama Hindu. Sekolah mewajibkan para siswanya untuk melaksanakan Trisandya. Setiap pagi A bersama seluruh teman di sekolah melaksanakan Trisandya bersama-sama di sekolah. Seperti sekolah pada umumnya, di sekolah A juga menerapkan tata tertib dan mengajarkan moral-moral dasar, seperti melalui pendidikan moral Pancasila, tetapi hal tersebut dihayati sebagai hal yang kurang penting bagi A.
(26)
A tidak terlalu menonjol dalam prestasi. A mengaku bahwa ia adalah anak yang pemalas. A malas untuk belajar, oleh karena itu A berpikir dua kali untuk melanjutkan sekolahnya. A memang mengatakan ingin melanjutkan sekolah, namun ketika ditanya ingin melanjutkan kemana, A tidak mempunyai gambaran yang jelas. Kemudaian A berkata ingin tinggal dan bekerja di desa saja seperti pemuda desa pada umumnya, yaitu bekerja sebagai pengrajin. A mengaku lebih senang tinggal di desanya daripada tinggal di luar desa. A merasa sudah enak dan nyaman tanpa harus memikirkan apa-apa lagi. Semua sudah tersedia di desanya. A menghayati bahwa desanya merupakan tempat yang aman. Dan A tidak terlalu peduli dengan stabilitas nasional di negara Indonesia karena hal tersebut merupakan hal yang tidak penting untuk dipikirkan karena bukan urusannya. A sendiri memang pernah berkelahi, tetapi itu dulu ketika masih duduk di kelas 11 bersama dengan teman-teman sekolahnya. Sekarang A tidak pernah mencari masalah dan berkelahi lagi. Sekarang yang penting baginya adalah berbuat baik kepada siapa saja dan tidak mengganggu orang lain sehingga ia yakin bahwa orang lain pun tidak akan mengganggu dirinya. A tidak pernah menjadi figur pemimpin dalam relasi sosialnya, dan A memang tidak ingin menjadi pemimpin, ia lebih memilih menjadi orang yang biasa-biasa saja, tanpa kekuasaan.
Di sekolah A juga berinteraksi dengan para guru yang mengajar di sekolahnya. Guru-guru di sekolah A sebagian besar berasal dari daerah Bali. A mengaku kurang dekat dengan para guru, sehingga A jarang berinteraksi dengan para guru kecuali bila diperlukan.
(27)
Tenganan merupakan desa pariwisata dan desa yang sering menjadi objek penelitian. Dengan ramainya wisatawan baik wisatawan domestik maupun manca negara membuat A memiliki pengetahuan mengenai penampilan orang-orang yang berasal dari luar desanya, misalnya. Selain itu dengan adanya wisatawan domestik maupun manca negara, kemampuan berbahasa dan perbendaharaan kata-kata A akan berkembang, baik bahasa Indonesia, bahasa “gaul”, maupun bahasa asing. Bila ada peneliti datang ke desa Tenganan dan tinggal di dalam desa, maka para remaja dan pemuda di desa akan berinteraksi dengan peneliti, termasuk A. Dari para peneliti A cukup banyak mendapat pengetahuan baru mengenai kehidupan di luar desanya, misalnya mengenai tempat-tempat yang menarik di suatu daerah.
Desa Tenganan juga sudah mulai modern. A sendiri sudah mengenal handphone, televisi dan playstation. Hal tersebut juga berperan dalan transmisi value kepada A. A sendiri menyadari bahwa pengaruh budaya lain lebih besar daripada pengaruh budaya Tenganan pada dirinya. Pengaruh tersebut meliputi cara berpenampilan A dan kata-kata baru dalam berkomunikasi. Untuk makanan sendiri tidak terlalu berpengaruh. A biasa makan babi dan minum arak. Babi sudah menjadi menu makanan wajib bagi masyarakat di sana, dan arak juga diperjualbelikan secara bebas. Bahkan setiap warga mempunyai ternak babi sendiri dan pohon aren sendiri untuk menghasilakan arak yang akan dikonsumsi bagi diri mereka sendiri.
(28)
Dengan adanya wisatawan dan peneliti juga televisi, membuat A memiliki pengetahuan baru mengenai kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan yang dimiliki desanya. Televisi membawa pengetahuan mengenai apa yang sedang trend pada waktu tertentu. A senang menonton acara-acara musik, tayangan sinetron dan film mancanegara. Pengaruh dari tanyanagn tersebut terasa pada pilihan jenis musik pada bandnya dan cara berpenampilannya. Playsation juga membawa hal baru bagi diri A. Sekarang A tidak pernah memainkan permainan tradisional, aktivitas sehari-harinya juga labih banyak diisi dengan bermain playstation bersama dengan teman-temannya. Playstation dan hiburan lainya dihayati A sebagai hal yang menyenangkan, tetapi tidak berarti A meninggalkan kewajibannya sebagai remaja di desa Tenganan karena hal-hal yang menyenangkan tersebut.
RESPONDEN S
IV. Identitas
Nama : S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 18 tahun
Pendidikan : SMA kelas 11
Tinggi/berat badan : ±165 cm/ ± 65 kg
(29)
V. Gambaran Diri
S memiliki tinggi badan 165 cm dengan berat badan yang proporsional dan agak bungkuk. Pada saat wawancara, S baru bangun dari tidur siangnya. Saat melakukan pengetesa A menggunakan pakaian rumah sehari-hari yaitu kaos oblong dan sarung.
S terlihat kikuk saat melakukan pengetesan. Sebenarnya S menghindari peneliti saat peneliti pertama kali masuk ke desa untuk melakukan penelitian. Saat berbicara volume suaranya sangat lemah, pengucapan kata-katanya juga tidak jelas dan S tidak lancar dalam bertutur kata. S jarang melakukan kontak mata dengan tester, ia terlihat lebih sering menatap kertas ditangannya ketika berbicara.
Ketika sedang melakukan observasi, para remaja di desa Tenganan akan melakukan gotong royong dalam mempersiapkan sebuah upacara Pura. Gotong royong ini merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para remaja di sana. Karena semua remaja dan pemuda melajsanakan kegiatan tersebut maka S juga ikut melakukannya karena hal tersebut merupakan kewajiban dan merupakan persembahan yang tulus dari S. S berganti pakaian dengan menggunakan sarung dan kaos, yang merupakan pakaian wajib untuk melakukan gotong-royong di desa, kemudian S datang ke tempat para remaja dan pemuda lainnya berkumpul meskipun sedikit terlambat dari jam yang telah ditetapkan.
Pada saat melakukan pengetesan S sedang libur sekolah karena sedang ada pelaksanaan Ujian Nasional untuk kelas 12. Oleh sebab itu S hanya menghabisakan waktu di rumahnya. S adalah anak kedua dari dua bersaudara
(30)
dengan kakak perempuan yang sudah menikah dan memiliki seorang anak yang masih kecil. S tinggal dengan kedua orang tuanya di sebuah rumah yang juga digunakan sebagai art shop, kakaknya sering berkunjung ke rumah orang tua mereka. Menurut penghayatan S, keluarganya termasuk keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. Dirumah S terdapat sebuah televisi tua dan lantai rumahnya sudah berkeramik. Suasana rumahnya tidak beraturan, gelap dan banyak barang berserakan di teras.
VI. Anamesa
S menjalani pendidikan formal mulai dari taman kanak-kanak yang terdapat di Desa Tenganan Pegringsingan lalu duduk di bangku Sekolah Dasar yang juga terdapat di dalam Desa Tenganan Pegringsingan. A menjalani masa SMP di SMP yang terletak di luar desa, begitu juga ketika S mengecap pendidikan SMA, tepatnya di SMA Amlapura.
Dalam kesehariannya S melakukan berbagai macam kegiatan seperti remaja pada umumnya. Setiap pagi S berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor yang khusus digunakan untuk dirinya sendiri, di sekolah S melaksanakan Trisandya bersama-sama dengan teman-teman dan para guru di sekolahnya. Sepulang dari sekolah biasanya S langsung pulang ke rumah. Setelah itu S bermain bersama dengan teman-temannya. Biasanya S bermain play station di sebuah tempat penyewaan play station yang terdapat di dalam desanya, namun hal tersebut jarang dilakukan oleh S. S mengaku jarang berkumpul dengan
(31)
teman-teman di desanya. Bila S sedang malas bermain atau bila orang tua S tidak mengijinkannya untuk keluar rumah, maka S akan tinggal di rumah. Biasanya S menghabiskan waktu di rumah dengan tidur atau menonton tayangan televisi.
Bila di desa akan atau sedang berlangsung kegiatan adat maupun keagamaan, rutinitas S pun berubah. S akan meluangkan waktu dan meninggalkan aktivitas lainnya untuk ikut ambil bagian dalam persiapan dan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Bila kegiatan tersebut sudah selesai S dapat kembali melakukan aktivitas lainnya.
S adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarganya. Orang tua S tidak pernah menuntut apa-apa dari S, misalnya dalam hal pendidikan. Namun seperti orang tua pada umumnya, orang tua S sering memberi nasihat pada S terutama mengenai apa yang harus S lakukan dan apa yang tidak boleh S lakukan dalam kehidupan bermasyarakat di desa mereka. Misalnya orang tua S mengharuskan S untuk mengikuti setiap upacara yang diadakan di desanya dan harus selalu mengikuti awig desa. Orang tua S juga mengajarkan nilai-nilai moral seperti tidak boleh menyombongkan diri dan selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya. S mengaku tidak pernah membantah orang tuanya dan memilih untuk menuruti apa kata orang tuanya. Hal tersebut dilakukan S untuk menghargai orang tuanya dan S memiliki kepercayaan jika seorang anak tidak berbakti pada orang tuanya maka anak tersebut akan menerima karma, menurut S karma tersebut yaitu kehidupannya yang akan datang akan tidak bahagia, karena segala sesuatu yang tidak baik maka akan mendatangkan sesuatu yang tidak baik juga.
(32)
S percaya akan adanya Tuhan, roh leluhur dan berlakunya hukum karma dalam setiap perbuatan seperti yang diajarkan oleh agamanya. S dan keluarganya juga masih menjalankan Trisandya, namun secara kuantitatif sangat jarang. Pada dasarnya agama Hindu yang mereka anut sama dengan Hindu Bali pada umumnya. S banyak mendapatkan pengetahuan mengenai agama Hindu dari pelajaran agama Hindu di sekolahnya. Pendidikan agama maupun adat di rumahnya lebih banyak dilakukan oleh kakak S. Kakak menjadi sosok yang penting dan berpengaruh pada diri S dalam hal pendidikan agama di rumah. Selain itu kakaknya juga memberikan pengetahuan mengenai kebudayaan desa mereka. Kebutuhan hidup S juga banyak didukung secara materi oleh kakaknya. Kakak S memang selalu menekankan akan pentingnya melaksanakan adat istiadat maupun ritual keagamaan. Menurut S hal tersebut dikarenakan agar hidup mereka nantinya akan diberkahi oleh Tuhan. S tidak tertekan oleh kondisi tersebut, S mengaku dengan tulus hati menjalankan kewajibannya sebagai orang Tenganan dan sebagai orang Hindu.
Setelah S siap untuk melakukan ritual pendewasaan diri, maka pendidikan adat desa secara lebih mendalam diambil alih oleh pemangku desa dan para keliang desa. Ritual ini menjadi simbol bahwa A sudah dewasa dan siap terikat untuk menjalankan ritual-ritual upacara dan peraturan-peratuan yang berlaku di desa Tenganan. Dalam setahun berlangsungnya proses ini S tinggal di rumah pemangku adat bersama anak laki-laki lain yang juga sedang menjalankan ritual yang sama. Para tetua adat mengharapkan para teruna termasuk S memiliki
(33)
pengetahuan dan pemahaman mengenai kebudayaan desa mereka sehingga kebudayaan yang terlaksana melalui adat-istiadat dan ritual tidak hanya dilakukan karena rutinitas melainkan agar hal tersebut akan membawa sesuatu yang lebih bermakna bagi diri mereka sendiri. Dengan demikian, pemahaman S mengenai kebudayaannya lebih banyak didapat dari orang dewasa lain yang berasal dari desa yang sama.
Sejak kecil S mengaku sudah sering melaksanakan tradisi dan ritual adat di desanya. Ia mengaku dengan senang hati dan tulus hati melakukannya, hal tersebut S anggap sebagai persembahan diri yang tulus dengan harapan diri, keluarga, dan desanya dilindungi oleh Hyang Widhi. S berpendapat bahwa melestarikan kebudayaan desanya amatlah penting. Oleh sebab itu S selalu melaksanakan segala ritual, adat istiadat dan peraturan desa. S mengaku tidak berani melanggar adat desa dan selama ini S belum pernah melanggarnya. Tetapi karena pengetahuan yang dimilikinya S merasa yakin bila ia tidak melaksanakan peraturan desa dan hidup dengan ”lurus” maka hidupnya akan mengalami kesusahan. S tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaannya, ia hanya menjalankan apa yang diwajibkan di desanya.
S mengghabiskan waktu sehari-harinya dengan bersekolah dan bermain bersama teman di desanya, biasanya S ikut bermain playstation, tetapi hal tersebut jarang dilakukannya karena S lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. S jarang sekali melakukan aktivitas yang banyak menghabiskan uang, mengingat kondisi keluarganya yang tidak terlalu berada. S mengaku tidak terlalu
(34)
mempermasalahkan kondisi dirinya karena sebagai manusia S menyadari bahwa ia harus menerima keadaannya apa adanya dan harus tetap bersyukur atas apa yang dimilikinya. S juga tidak pernah menuntut orang tuanya untuk memberi kemewahan bagi dirinya.
S lebih banyak beraktivitas di dalam desa sehingga S merasa lebih dekat dengan teman-teman di desanya. Kegiatan adat istiadat yang sering membuat para remaja dan pemuda bekerja sama dan berkumpul bersama membuat relasi mereka semakin dekat. Pada umumnya pengetahuan para remaja desa Tenganan mengenai kebudayaan desa mereka hampir sama, sehingga S tidak mendapat pengetahuan mengenai adat istiadat desa yang berarti dari teman sebaya di desanya. Tetapi teman sebaya S di desa menjadi batasan dan model bagi S untuk berperilaku yang sesuai dengan harapan sosial di desanya. A akan berusaha untuk melakukan konformitas dengan teman-teman di desanya agar S merasa sama dan tidak dianggap anaeh dan dicemooh oleh orang lain di desanya. Misalnya, S akan melaksanakan setiap kegiatan adat di desanya seperti remaja-remaja desa lainnya.
S juga memiliki teman dari luar desa, yaitu teman yang berasal dari desa tetangga yang bersekolah di sekolah yang sama dengan S. Dalam relasi sosialnya, S kurang menonjol. S lebih banyak mengikuti daripada tampil menjadi orang yang penting. S mencoba untuk mengikuti trend yang ada disekitarnya agar tidak berbeda dengan temannya yang lain, misalnya mengenal playstation, menggunakan kata-kata ”gaul” dan menonton tayangan televisi yang juga ditonton oleh teman-temannya. S dan teman-teman dari desanya mempunyai pengetahuan
(35)
yang hampir sama mengenai kebudayaannya dan teman-teman dari luar desa pun memiliki rutinitas yang hampir sama dengan S, sehingga S tidak mendapatkan pengaruh yang signifikan dari teman sebaya terhadap pengetahuan dan pemahamnan mengenai kebudayaan desanya.
Walaupun S memiliki teman dari luar desa, S mengaku kurang dekat dengan mereka. S merasa lebih dekat dengan teman-teman sedesanya. Hal tersebut dikarenakan lebih banyaknya kegiatan S yang dilakukan di dalam desa. S juga merasa wajib untuk melestarikan kebudayaan degan cara selalu melaksanakan adat istiadat dan tradisi desa Tenganan dan menwariskannya kepada anak dan cucunya kelak.
S bersekolah di SMA Amlapura. Prestasi S tidak menonjol di sekolahnya. Orang tua S juga tidak memberikan tuntutan kepada S untuk berprestasi di sekolah. Setelah selesai sekolah, S tidak ingin melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. S ingin bekerja dan hidup di desanya karena menurutnya desa Tenganan merupakan tempat tinggal yang nyaman dan aman.
Dalam sekolah tidak diajarkan mengenai kebudayaan-kebudayaan, baik kebudayaan Bali Aga maupun kebudayaan Bali pada umumnya. Sekolah hanya mengajarkan mengenai agama Hindu. Sekolah mewajibkan para siswanya untuk melaksanakan Trisandya. Setiap pagi S bersama seluruh teman di sekolah melaksanakan Trisandya bersama-sama di sekolah.
S menyadari adanya wisatawan membuat S memiliki pengetahuan baru mengenai kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan yang dimiliki desanya.
(36)
Selama ini S termasuk remaja yang pendiam dan jarang melakukan interaksi dengan wisatawan yang datang.
Televisi yang sudah masuk ke dalam desa membawa pengetahuan mengenai apa yang sedang trend pada waktu tertentu. S senang menonton acara-acara televisi seperti tayangan musik dan sinetron. Hal ini memberikan informasi baru pada S mengenai hal-hal diluar desa Tenganan. Playsation juga membawa hal baru bagi diri S, tetapi S jarang memainkannya. S menghayati televisi dan playstation sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menarik bagi dirinya, namun keterbatasan S dalam perekonomian dan tuntutan S sebagai orang Tenganan membatasi S untuk mengikuti keinginan dirinya dan meskipun terkesan sangat kuno S tetap berpendapat bahwa kebudayaan desa Tenganan masih berpengaruh kuat terhadap dirinya daripada kebudayaan luar. Memang dalam kesehariannya penampilan S tidak terpengaruh budaya luar, S tidak memiliki tidikan anting maupun tatoo di tubuhnya. S lebih banyak menggunakan bahasa Bali dan makan makanan daerahnya. Cara berpakaian S juga tidak seperti remaja kota, bila bermain S menggunakan celana pendek dan kaus sedangkan bila di rumah saja, S lebih banyak memakai sarung dan kaus dalam.
(37)
RESPONDEN M
VII. Identitas
Nama : M
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 17 tahun
Pendidikan : SMA kelas 12
Tinggi/berat badan : ±155cm /± 47kg
Urutan kelahiran : Anak pertama dari 3 bersaudara
VIII. Gambaran Diri
M memiliki postur tubuh yang kecil. Berat dan tinggi badannya tergolong proporsional. Seperti perempuan lain di desanya, M memiliki rambut lurus, hitam, dan panjang. M sangat ramah, terbuka kepada tester dan mudah diajak bekerja sama selama pengetesan. M mencoba menjawab semua pertanyaan tester dengan jelas, dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baku namun terkadang disisipi kata asing maupun kata dalam bahasa daerah . M sering melakukan kontak mata dengan tester. Volume suaranya cukup keras dengan intonasi yang jelas dan M cukup lancar saat berbicara. M mengaku senang bisa membantu tester dalam pengetesan ini meskipun sedikit bingung dalam memilih jawaban dari kuesioner yang diberikan.
M adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Adiknya yang pertama adalah perempuan yang tengah duduk di bangku SMP, dan adiknya yang paling kecil
(38)
adalah laki-laki yang masih duduk di bangku SD. Sejak dilahirkan sampai sekarang M tinggal di desa Tenganan bersama kedua orang tua dan adik-adiknya. Orang tua M bermata pencaharian di bidang pariwisata, yaitu dengan membuka art shop di rumah mereka. Mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari penjualan hasil perkebunan mereka, seperti kelapa, arak, dan pisang.
Menurut penghayatan M, keluarganya termasuk keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. Di rumah M terdapat sebuah televisi layar datar, sebuah VCD player, telepon rumah, 3 buah sepeda motor dan M sendiri memiliki sebuah handphone berkamera merk Erikson. Lantai rumah M sudah berkeramik, dan suasana di rumahnya gelap, tidak beraturan, barang-barang berserakan di lantai dan kotor.
Pada saat pengetesan, ibu M sedang mempersiapkan banten yang akan digunakan dalam upacara Pura yang akan diadakan keesokan harinya. Ibu M bekerja sendiri. M beristirahat di kamarnya, lalu keluar untuk melakukan pengetesan, sementara adik perempuannya sedang menonton televisi dan adik laki-laki M juga ikut menonton televisi namun terkadang memperhatikan M dan tester yang sedang berbincang-bincang.
IX.Anamesa
M sudah menjalani pendidikan formal dari TK hingga SMA. Saat ini M bersekolah di SMA Amlapura. M menggunakan sepeda motor untuk mencapai sekolahnya. Pada saat melakukan pengetesan M sedang melaksanakan Ujian
(39)
Nasional. M tidak menonjol dalam prestasi di sekolah. M juga jarang memperlihatkan kemampuannya. M mengaku tidak suka menonjolkan kemampuannya, karena hal tersebut membuat dirinya terlihat sombong. M juga tidak pernah mencoba menjadi orang yang menarik perhatian ataupun orang yang mempunyai kekuasaan berlebih, karena terkesan sombong. Hal ini menggambarkan bahwa prestasi maupun kekuasaan dihayati tidak penting bagi M. Orang yang paling berperan dalam hidup M adalah ibunya. M mengaku ingin seperti ibunya, yang walaupun hanya bekerja di rumah, tetapi bisa menghidupi keluarganya, inilah kesuksesan bagi M. Oleh sebab itu M tidak memiliki keinginan untuk meneruskan sekolahnya ke janjang Perguruan Tinggi, walaupun M mengaku ia memiliki keinginan itu tetapi orang tuanya kurang memberikan ijin. M juga mengakui bahwa hidup di desa Tenganan sangat nyaman dan jika bisa ia ingin terus tinggal di desa ini karena selain nyaman ia bisa selalu berdekatan dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Orang tua M juga sering memberi nasihat kepada M untuk menjadi daha yang baik, yang mematuhi awig dan tradisi desa agar tidak menjadi gunjingan warga. M sendiri merasa bahwa melestarikan kebudayaan desanya merupakan hal yang penting, karena dengan demikian kebudayaannya tetap ada dan tetap dikenal orang banyak. Orang tua juga selalu mengajarkan kerendahan hati kepada M. M selalu berbicara bahwa ia tidak boleh sombong, hidup jangan berlebihan, semua manusia dilahirkan sama dan harus menerima segala sesuatu yang diberikan Tuhan untuk dirinya. M mengaku tidak suka diatur tetapi M selalu melaksanakan perintah adat, agar
(40)
dirinya terhindar dari sangsi sosial tetapi M melakukan semua ritual dan peraturan desanya dengan tulus dan senang hati.
M dan keluarganya percaya akan adanya Tuhan, roh leluhur dan berlakunya hukum karma dalam setiap perbuatan seperti yang diajarkan dalam agama mereka. Pada dasarnya agama Hindu yang M anut sama dengan Hindu Bali pada umumnya. Mereka juga masih melakukan Trisandya walaupun sudah jarang dilakukan oleh orang tua M. Orang tua M melakukan Trisandya hanya pada hari peringatan dewa sehingga diharapkan keluarga mereka mendapatkan berkah dari Dewa tersebut. Namun bila hari-hari biasa, orang tua M tidak pernah melakukannya karena sibuk, dan menurut orang tua M, sudah saatnya anak-anak mereka yang melakukan Trisandya untuk keluarganya. M mendapatkan pengetahuan mengenai agama Hindu dari pelajaran agama di dekolahnya. Sekolah M mengharuskan siswa-siswanya untuk melakukan Trisandya setiap pagi di sekolah, mereka melakukannya secara bersama-sama di halaman sekolah. Untuk siang dan sore harinya, M melakukan Trisandya jika sempat.
Sejak kecil M sudah mulai mengikuti kegiatan-kegiatan adat di desanya. M mengatakan bahwa segala bentuk kegiatan adat yang dilakukannya merupakan persembahan yang tulus dari dalam diri kepada Tuhan. Namun anak perempuan termasuk M lebih banyak mengetahui mengenai tata cara dan hal-hal apa saja yang diperlukan dalam sebuah upacara, misalnya membuat banten, yang memang kaum perempuanlah yang harus mempersiapkannya. M mendapatkannya pengenalan dan pendidikan mengenai kebudayaan desa Tenganan dari keliang
(41)
desa. Sebelum melakukan sebuah upacara, M bersama remaja perempuan lainnya ikut membantu dalam persiapan upacara seperti membuat banten. Pada saat itulah M mendapatkan pengetahuan mengenai bagaiman cara membuat banten, apa saja yang diperlukan untuk sebuah banten, dan macam-macam banten. Secara kuantitatif, M masih melakukan semua tradisi dan ritual adat istiadat di desanya, namun secara kualitatif, pemahaman M mengenai tradisi dan adat istiadat di desanya masih sangat kurang karena M cenderung melakukan tradisi dan adat istiadat dikarenakan memang sudah dilakukan dari generasi ke generasi.
M mengaku senang melakukan semua kegiatan adat di desanya. Seperti pada waktu melakukan gotong royong membersihkan jalan yang akan dilalui pada saat upacara Pura. Hal ini dikarenakan M bisa berkumpul dengan teman-teman yang lainnya. Pada saat ini M memiliki seorang pacar yang merupakan pemuda di desa Tenganan. M mengaku tidak memilih-milih latar belakang dalam mencari pasangan hidup, hanya saja kalau bisa berasal dari Tenganan, sehingga bila M dapat menikah dengan pacarnya tersebut, M bisa terus tinggal dekat dengan orang tuanya di desa Tenganan.
Selain teman dari desa Tenganan, M juga mempunyai teman dari luar desa. Teman tersebut merupakan teman sekolah. Tetapi aktivitas M lebih banyak dilewatkan bersama dengan remaja perempuan lain di desanya sehingga teman yang berasal dari luar desa kurang memberi pengaruh terhadap diri M. Disamping itu, kemiripan antara budaya desa Tenganan dan desa lain terutama dalam hal agama membuat pengaruh orang yang berasal dari desa lain menjadi kecil. M
(42)
mengaku sering bosan jika tidak mempunyai kegiatan, oleh karena itu M sering bermain bersama dengan teman-temannya, baik teman sedesa ataupun teman sekolah yang berasal dari desa tetangga. Biasanya M bermain di pantai Karang Asem yang dekat dari desanya M menganggap bahwa sebenarnya semua temannya sama penting, baik teman dari dalam maupun dari luar desa, karena sebagai manusia, semua sederajat. Namun bila harus memilih, M akan mendahulukan teman-teman sedesanya, karena sudah menganggap mereka sebagai saudara, hal ini menjadi penghayatan bagi M bahwa teman yang berasal dari desa yang sama lebih penting daripada teman yang berasal dari luar desa.
Teman yang kuliah kemudian kembali lagi ke desa, baik untuk berlibur ataupun menetap kembali di desa Tenganan, membawa pengaruh yang besar bagi M. Dari mereka M mendapatkan cerita-cerita dan gambaran mengenai keadaan di luar desa. Pengaruh tersebut dirasakan dari cara berbicara M yang sering menyisipkan kata-kata ”gaul”. Cerita-cerita tersebut juga membuat M ingin pergi kuliah dan mengenal kebudayaan luar.
Pengaruh budaya luar juga diperoleh dari wisatawan dan televisi. Dengan interaksi dengan wisatawan, M bisa mengucapkan kata-kata asing yang sederhana. M sendiri senang menonton televisi, terutama tayangan sinetron dan infotaiment. Dari tayangan televisi inilah M mendapat kata-kata baru yang sering ia gunakan ketika berbicara dengan teman yang lain. Meskipun M menghayati pengaruh-pengaruh budaya lain yang ia terima dari teman maupun dari media masa sebagai hal yang menyenangkan dan menarik bagi dirinya, namun M menerima bahwa
(43)
dirinya adalah seorang perempuan yang hidup di lingkungan dengan budaya yang kental yang mengharuskan dirinya untuk membatasi keinginannya. M menyadari dan menyatakan bahwa mungkin bagi orang lain, desanya sangat kuno dan sangat tradisionil namun bagi M sangat menyenangkan hidup di desanya. Hanya dengan mematuhi peraturan desa maka M akan hidup nyaman. Di dalam desa tidak ada larangan untuk tidak boleh memiliki barang-barang mewah hanya saja M merasa bahwa menyombongkan diri dengan barang-barang mewah itu tidak baik. Bila merasa bosan M juga bisa berjalan-jalan ke Bali atau kemana pun dan kembali lagi ke desanya asalkan M tidak melanggar peraturan dan tradisi desanya.
M tetap menganggap bahwa kebudayaan desanya sangat mempengaruhi perilaku dan cara berpikirnya daripada pengaruh dari kebudayaan luar. Dalam kesehariannya M tampil sederhana dengan selana pendek selutut dan kaus yang sudah terlihat kusam. M selalu mengikat rambutnya dan hanya menggunakan perhiasan emas seadanya, seperti kalung, anting dan cincin. Hal ini juga disebabkan karena aktivitas M yang lebih banyak dihabiskan di dalam desa dan di rumah saja sehingga tidak membuat M harus berpakaian bagus dan berpenampilan menarik.
Desa Tenganan dihayati sebagai tempat yang aman bagi M. Aman diartikan oleh M sebagai kondisi yang terhindar dari segala bencana. Untuk menciptakan rasa ama dalam dirinya, maka M selalu berusaha untuk mengikuti perintah agama dan perintah adat sehingga dengan begitu Dewa akan senang dan tidak akan memberikan bencana pada dirinya, keluarganya maupun kepada
(44)
desanya. Lingkungan yang aman dihayati M sebagai hal yang penting yang harus tercipta di desanya sehingga M bisa hidup dengan tenteram dan nyaman.
RESPONDEN W
X. Identitas
Nama : W
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 17 tahun
Pendidikan : SMA kelas 11
Tinggi/berat badan : ±150cm / ±45kg
Urutan kelahiran : Anak kedua dari 2 bersaudara
XI.Gambaran Diri
W memiliki perawakan yang kecil dan kurus dengan rambut hitam panjang dan kulit berwarna sawo matang. Ketika pengetesan W mengikat rapi rambutnya dan terlihat bersih dalam busana kasual, celana pendek dan t-shirt. Dalam kesehariannya W memakai kalung emas dan cincin emas di jari manis tangan kirinya. W sangat ramah dan mau bekerja sama dengan tester. W bersedia menjawab pertanyaan tester. Bila W tidak mengerti arti kata dari pertanyaan dalam kuesioner maupun dari pertanyaan-pertanyaan tester, W tidak segan-segan untuk bertanya kepada tester. W kurang lancar dan lama dalam menjawab
(45)
pertanyaan tester. Volume suara W cukup keras dengan intonasi yang cukup jelas juga.
W masih memiliki kedua orang tua. W merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ia memiliki seorang kakak perempuan yang sudah lulus sekolah dan bekerja di art shop milik ibunya. Menurut penghayatan W, keluarganya termasuk dalam status ekonomi menengah kebawah. W tinggal di rumah yang tergolong memiliki bangunan yang bagus yang diperindah dengan ornamen-ornamen akar kering yang diikatkan pada setiap tiang penyangga di rumahnya. Lantai rumah W sudah berkeramik dan bersih. Di rumah W terdapat sebuah televisi dengan kondisi yang masih bagus dan sebuah lemari pendingin tua. Suasana di rumah W cukup terang dan rapi.
Pada saat wawancara, art shop milik ibunya dikunjungi oleh wisatawan asing. Kakak dan ibu W yang biasa menangani tamu-tamu asing di art shop mereka. Seketika terjadi tawar-menawar yang seru antara mereka bertiga, dengan bahasa Inggris seadanya. Kakak dan ibu W terlihat tidak malu-malu, tertawa-tawa dengan gembira ketika sedang bertransaksi. Akhirnya sebuah lukisan etnik Bali di atas kanvas berukuran 30x50 cm terjual dengan harga yang cukup mahal. Walaupun jarang wisatawan membeli dagangan mereka, tetapi sekali transaksi dapat menghasilkan uang dengan jumlah yang cukup banyak.
Saat ini W duduk di bangku SMA Amlapura kelas 11. W memiliki prestasi akademik di sekolahnya, yaitu peringkat 1 di kelasnya. Dan W ingin menpertahankan prestasinya tersebut bahkan jika mampu, W ingin meningkatkan
(46)
nilai-nilai pelajarannya. Namun W belum memiliki gambaran apakah ia akan meneruskan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi atau tidak. W mengaku ingin meneruskan pendidikannya tetapi hanya bila orang tuanya mengijinkan. Pendidikan dihayati W sebagai hal yang cukup penting namun tetap memiliki batasan dalam pencapaiannya. Meskipun W menduduki peringkat 1 di kelasnya, yang otomatis memberikan label ”anak pintar” dari teman-temannya, W kurang menonjol dalam kehidupan sosialnya. W jarang berperan sebagai pemimpin dalam pergaulannya, kecuali bila ditunjuk sebagi ketua kelompok belajar oleh gurunya. W menghayati bahwa ia tidak berambisi untuk menjadi pemimpin yang mempunyai pengaruh atas orang lain dan W sama sekali tidak berusaha untuk membuat dirinya mempunyai pengaruh ataupun kuasa atas orang lain.
XII. Anamesa
Orang tua W sejak kecil menanamkan nilai moral kepada W, misalnya untuk hidup sederhana dan tidak sombong. Selain itu sejak kecil W juga sudah dibiasakan untuk mengikuti ritual dan tradisi di desanya. Hal tersebut dilakukan orang tuanya agar W terbiasa dengan adat istiadat di desanya. Orang tua W menuntut W untuk serius dalam menjalankan pendidikan di sekolahnya. Setiap hari W di dorong untuk selalu belajar meskipun orang tua W tidak mengharuskan W untuk mendapatkan prestasi di sekolahnya.
Kelurga W percaya akan adanya Tuhan, roh leluhur dan berlakunya hukum karma dalam setiap perbuatan seperti yang diajarkan dalam agama mereka.
(47)
Pada dasarnya agama Hindu yang mereka anut sama dengan Hindu Bali pada umumnya. Mereka juga masih melakukan Trisandya walaupun sudah jarang dilakukan oleh orang tua W. W mendapatkan pengetahuan mengenai agama Hindu dari pelajaran agama di dekolahnya. Sekolah W mengharuskan siswa-siswanya untuk melakukan Trisandya setiap pagi di sekolah, mereka melakukannya secara bersama-sama di halaman sekolah. Untuk siang dan sore harinya, W melakukan Trisandya jika sempat.
Sedangkan untuk pengetahuan mengenai kebudayaan desa Tenganan, W lebih banyak mendapatkannya dari orang dewasa lain yang berasal dari budaya yang sama yaitu dari keliang desa. W mempelajari kebudayaan desanya ketika mengikuti gotong royong untuk mempersiapkan sebuah upacara. Misalnya ketika akan mempersiapkan upacara Pura, semua daha di desanya termasuk W dikumpulkan di Bale Agung. Pada saat persiapan tersebut hanya kaum perempuan dari desa Tenganan dan sedang tidak mendapat menstruasi yang boleh naik ke Bale Agung. Di sana W mendapatkan pengetahuan mengenai pelaksanaan upacara, adat, ritual, tradisi serta peraturan desanya.
Secara kuantitatif W masih melakukan semua ritual dan tradisi di desanya. Hal tersebut menurut penghayatan W penting untuk dilakukan, selain karena sudah dilakukan turun temurun, W juga tidak ingin dianggap berbeda dari orang lain di desanya bila W tidak menjalankan tradisi dan ritual adat tersebut. W menganggap apa yang ia lakukan merupakan persembahan yang tulus dari dirinya. W menghayati bahwa mengikuti tradisi merupakan hal yang penting sehingga W
(48)
selalu menjalankannya. Namun secara kualitatif, pemahaman W mengenai tradisi dan adat istiadat di desanya masih kurang, namun lebih banyak dibandingkan remaja laki-laki di desanya.
W mengatakan bahwa melestarikan kebudayaan desa Tenganan merupakan hal yang penting bagi dirinya. W merasa bangga menjadi remaja Tenganan dan ingin terus mewariskan adat istiadat dan tradisi desanya tersebut kepada anak cucunya kelak. Hal ini dilakukan agar identitas dirinya sebagai orang Tenganan tidak akan hilang suatu saat nanti.
W memiliki banyak teman baik dari dalam maupun dari luar desa. Tetapi W mengaku lebih dekat dengan teman yang berasal dari desa Tenganan. Hal tersebut dikarenakan aktivitas W yang lebih banyak dihabiskan di dalam desa dan banyak aktivitas-aktivitas desa yang mengharuskan para teruna dan daha desa Tenganan bekerja bersama sehingga mereka semua berkumpul dan menjadi lebih dekat satu sama lain. Semua remaja di desa Tenganan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang hampir sama dengan dirinya, hal tersebut membuat teman sebaya bukanlah sumber yang secara signifikan mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman W mengenai adat istiadat dan tradisi desanya. Namun teman sebaya di desa menjadi batasan dan model bagi W untuk berperilaku sesuai dengan harapan sosial di desanya, dengan demikian W dapat diterima oleh lingkungannya. Misalnya dengan selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan adat yang dilaksanakan di desa Tenganan seperti yang dilakukan oleh remaja dan warga Tenganan lainnya.
(49)
Selain teman dari dalam desa, W juga memiliki teman yang berasal dari luar desa yaitu teman sekolah yang biasanya berasal dari desa tetangga. Teman yang berasal dari luar desa kurang memberi pengaruh terhadap diri W karena adanya kemiripan antara budaya desa Tenganan dan desa tetangga terutama dalam hal agama membuat pengaruh orang yang berasal dari desa lain menjadi kecil.
W menghabiskan waktu luangnya dengan belajar dan bermain bersama teman atau hanya istirahat sambil menonton televisi di rumah. W sendiri jarang berinteraksi dengan wisatawan yang datang ke desa atau rumahnya. W senang menonton tayangan sinetron remaja. Tayangan tersebut memberi pengetahuan baru pada W mengenai keadaan di luar desanya. Tetapi hal tersebut tidak serta merta membuat W ingin meninggalkan desanya dan menikmati kesenangan seperti yang ditawarkan dalam televisi. W merasa bahwa ia harus bersyukur atas apa yang ia miliki. Kondisi W yang tinggal di desa membuat W jauh dari hiburan sehingga W tidak memaksakan diri dalam pencarian stimulus-stimulus yang menyenangkan ataupun dalam mencari kesenangan-kesenangan duniawi. Usia W yang tergolong muda juga membuat W memiliki keterbatasan dalam mengungkapkan keinginannya, dan W juga terlihat pendiam di keluarganya. Untuk bersenang-senang saat jenuh, W memilih untuk pergi bermain bersama teman-temannya ke pantai atau ke bukit di desanya.
W menghayati bahwa hiburan yang ia dapatkan dari televisi merupakan hal yang menyenangkan. Tetapi W merasa bahwa pengaruh adat desanya terhadap perilakunya sehari-hari lebih kuat dibandingkan pengaruh dari kebudayaan luar
(50)
pada dirinya sehingga W tidak terlalu mengikuti kebudayaan luar. W mengaku merasa senang dengan keadaannya yang tinggal di desa dan hal tersebut tidak dihayati akan membuatnya terlihat kuno atau konvensional.
W tidak memiliki gambaran yang jelas mengenai masa depannya. W mengaku ia ingin tinggal di desa Tenganan, meskipun ia sekolah ke luar desa namun ia ingin kembali ke desanya dan tinggal di sana karena W menganggap bahwa desanya merupakan tempat yang aman karena ada banyak saudara di sana sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki, seperti sakit parah, W dapat langsung meminta bantuan kepada saudara-saudaranya. Selain itu desa Tenganan merupakan tempat tinggal yang nyaman bagi W, menurutnya jika tetap tinggal di sana, maka kehidupannya di masa yang akan datang akan lebih terjamin daripada hidup di luar desanya.
(51)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Budaya merupakan konsep yang sangat kompleks karena menyentuh semua aspek kehidupan sehingga mungkin menjadi kehidupan sendiri. Setiap budaya tampaknya juga memahami arti budaya dengan cara pandang yang tidak selalu sama, sangat tergantung dari aspek yang menjadi penekanan dalam budaya sendiri. Sebagai sebuah konsep, budaya membantu memahami bagaimana kita berperilaku tertentu dan menjelaskan perbedaan dari sekelompok orang. Budaya adalah produk yang dipedomani oleh individu-individu yang tersatukan dalam sebuah kelompok. Dalam hal ini budaya juga menjadi pengikat dari individu-individu tersebut yang memberi ciri khas keanggotaan suatu kelompok yang berbeda dengan individu-individu dari kelompok budaya lain (Dayakisni, Tri & Yuniardi, Salis; 2003). Budaya diinternalisasi oleh seluruh individu anggota kelompok sebagai tanda keanggotaan kelompok, baik disadari maupun tidak disadari.
Masyarakat Bali merupakan salah satu kelompok budaya di Indonesia yang terkenal sampai ke manca negara karena keeksotisan alam dan manusianya, serta keromantisan dan kemagisannya. Bali kemudian sering menjadi objek penelitian bagi para peneliti kebudayaan maupun peneliti bidang lain dan sumber
(52)
2
inspirasi bagi para seniman. Kajian tentang Bali tidak pernah lepas dari unsur tradisionalisme, Bali yang statis dengan keeksotisan dan kemagisannya. Keeksotisan Bali tidak hanya terlihat melalui individu, melainkan juga melalui dinamika struktur sosial dan lembaga yang ada. Salah satu dinamika yang terjadi di Bali yaitu hubungan antara negara modern yang ingin mengembangkan perekonomian dengan lembaga adat yang ingin mempertahankan tradisi dan otoritasnya (Schulte Nordholt, 1991: 41-44). Di Bali sendiri terdapat kurang lebih 1305 Desa Adat yang memikili kekhasan masing-masing pada setiap desa. Salah satunya adalah desa adat Tenganan Pegringsingan (selanjutnya hanya disebut desa Tenganan) yang disebut sebagai orang Bali Aga (Bali Asli).
Seperti kelompok masyarakat adat di Bali lainnya, Tenganan memiliki cara-cara tertentu dalam mengatur hubungan yang terjadi antara hidup dengan kehidupannya. Hubungan itu tentu memerlukan aturan-aturan yang didasari atas
values mengenai apa yang dianggap baik atau patut dan apa yang dianggap tidak baik atau tidak patut. Aturan-aturan itu merupakan patokan mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sehingga aturan-aturan itu membatasi sikap, tingkah laku, dan perbuatan dari warga masyarakat itu sendiri. Desa Tenganan memiliki sebuah awig-awig atau peraturan yang mengatur wilayah, masyarakat dalam desa, dan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan berdasarkan adat istiadat dan tradisi mereka.
Terwujudnya suatu desa adat di Bali bukan saja merupakan persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam masyarakat, namun juga persekutuan dalam persamaan kepercayaan memuja Tuhan. Dengan kata lain, identitas desa adat di Bali mempunyai tiga unsur, yaitu : wilayah,
(53)
3
masyarakat yang menempati wilayah itu, dan tempat suci untuk memuja Hyang Widhi sebagai pujaan bersama. Perpaduan ketiga unsur tersebut secara harmonis menjadi landasan untuk terciptanya kehidupan yang aman, tentram, dan damai baik lahir maupun batin. Di dalam desa adat ketiga unsur tersebut disebut
trihanakarana yang berarti tiga penyebab kemakmuran. Inti dari trihitakarana
adalah bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa alam dan tanpa manusia lain. Manusia juga tidak cukup hidup dengan kebahagiaan lahiriah saja melainkan memerlukan kesejahteraan rohani yang berkiblat kepada Hyang Widhi, yang merupakan asal dan tujuan akhir dari kehidupan manusia. Trihitakarana
merupakan eksistensi desa adat di Bali. Dengan tercakupnya konsep ketuhanan dalam kehidupan desa adat di Bali, masyarakat desa adat di Bali disebut sebagai masyarakat sosio-religius (Dayakisni, Tri & Yuniardi, Salis; 2003). Maka dari itu implementasi antara adat dan agama Hindu di Bali sangat kental, sehingga sulit memisahkan secara tegas unsur-unsur adat dengan unsur-unsur agama, karena adat istiadat di Bali dipancari oleh agama Hindu dan aktivitas agama Hindu didukung oleh adat istiadat dalam masyarakat. Hal ini menggambarkan bahwa
values adat desa Tenganan dipancari oleh values yang terkandung dalam ajaran Hindu.
Masyarakat Tenganan mengaku masih menganut Hindu sekte Indra. Hindu Indra adalah aliran agama Hindu yang meyakini bahwa Dewa Indra yang merupakan Dewa Perang adalah Dewa dari Para Dewa, karena orang Tenganan diyakini merupakan keturunan dari para ksatria kuno yang merupakan “anak buah” dari Dewa Indra. Hindu Indra sendiri merupakan aliran agama Hindu yang asli berasal dari India, namun seiring jaman, Hindu Indra disinyallir telah punah
(54)
4
dari bumi Bali (Sugi, 2007). Esensi dari agama Hindu Indra tidaklah berbeda dengan Hindu Dharma (Hindu Bali) yang dianut oleh masyarakat Bali pada umumnya, hanya saja kepercayaan kepada Dewa Indra ini berpengaruh terhadap adat istiadat desa yang diyakini berbeda dari tradisi dan adat istiadat Bali pada umumnya. Perbedaan ini terlihat jelas dari tata cara ritual mereka yang khas, misalnya dalam cara memakamkan mayat. Mayat dikubur telanjang dengan kepalanya menghadap ke selatan (laut) dan posisi badan telungkup saat matahari condong ke barat tidak dibakar seperti yang dilakukan masyarakat Bali pada umumnya.
Dalam sistem value budaya masyarakat Bali, termasuk masyarakat Tenganan, terdapat suatu pandangan yang menilai tinggi kehidupan yang didasarkan atas azas kebersamaan dan azas berbakti yang keduanya berpangkal pada pandangan hidup masyarakat yang menganggap bahwa manusia itu tidak hidup sendiri di dunia melainkan dikelilingi oleh komuniti masyarakatnya dan alam sekitarnya. Pemikiran ini dinamakan sistem makrokosmos, dimana manusia merasa dirinya hanya sebagai unsur kecil saja yang terbawa oleh proses peredaran alam semesta (Surpha, I Wayan, S.H., 2002). Azas berbakti menumbuhkan loyalitas untuk mengabdi. Sesuai dengan keyakinan masyarakat Tenganan, rasa bakti tersebut diwujudkan dalam bentuk yajña yang ditujukan kepada Hyang Widhi, ditujukan kepada sesama manusia serta makhluk lain, dan juga ditujukan kepada alam sekitarnya. Masyarakat Tenganan setiap harinya menaruh banten di depan rumah. Bebantenan ini merupakan persembahan terbaik kepada Hyang Widhi setiap harinya, melaksanakan upacara adat dan keagamaan yang diadakan desa, dan melaksanakan setiap awig yang berlaku dalam desa. Menurut Nengah,
(55)
5
seorang pemuda desa, hal tersebut selalu mereka lakukan sebagai sebuah persembahan yang tulus dari diri mereka kepada Hyang Widhi, dengan harapan diri, keluarga, dan desa mereka akan selalu diberkahi oleh kemakmuran dan dijauhkan dari segala bencana. Hal tersebut mengambarkan adanya value yang mengutamakan kepatuhan kepada tradisi dan peraturan, value yang mengutamakan kesamaan perilaku dengan orang disekitar, serta value yang megutamakan pencapaian rasa aman dalam diri individu.
Azas kebersamaan mendorong masyarakat Tenganan untuk berorientasi terhadap sesamanya. Azas kebersamaan berisi values suka duka yang terwujud dalam semangat gotong-royong yang tampak secara jelas dalam aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukan oleh masyarakat Tenganan. Banyak sekali kegiatan gotong-royong yang dilakukan oleh warga Tenganan baik dalam kegiatan pertanian, kehidupan sehari-hari dan keagamaan. Apabila ada warga yang sedang membuat rumah, maka warga lain akan membantunya, dengan harapan bila suatu ketika ia sedang membuat rumah, maka warga lain akan membantunya. Dalam bidang keagamaan, gotong royong biasanya dilakukan ketika warga sedang melakukan persiapan upacara di desa. Para ibu akan mempersipkan bantenan sebagai persembahan bagi Hyang Widhi, para bapak mempersiapkan tempat dan mendekorasinya, sementara para pemuda, remaja, dan anak-anak bergotong-royong membersihkan jalan-jalan desa yang akan dilewati ketika perayaan upacara. Remaja perempuan/pemudi memiliki tugas yang lebih banyak daripada laki-laki, mereka harus ikut mempersiapkan bebantenan dan mempersiapkan Bale Agung bersama para ibu. Beberapa hari sebelum upacara, remaja perempuan dengan suka rela mereka berbondong-bondong menuju Bale Agung dan
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data PVQ dan wawancara terhadap 4 siswa SMA dengan latar belakang budaya Bali Aga di Desa Tenganan Pegringsingan Bali. Dapat disimpulkan hal sebagai berikut :
1. Kesepuluh Schwartz’s value teridentifikasi pada keempat siswa dan peringkatnya berbeda antar siswa.
2. Keempat responden meyakini bahwa power value kurang penting bagi mereka. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi desa Tenganan yang tidak mengenal kasta dan adanya sistem keturunan dan senioritas dalam menentukan struktur pemerintahan desa adat.
3. Keempat responden meyakini bahwa tradition value paling penting bagi mereka. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi desa Tenganan yang masih kental dengan adat istiadat dan tradisi, kecilnya pengaruh dari budaya luar, serta pola pengajaran adat yang sama pada setiap siswa, sehingga siswa akan melakukan hal yang sama, berbicara hal yang sama, dan memaknakan sesuatu dengan makna yang hampir sama. Keempat responden masih patuh dan menjalankan tradisi serta adat istiadat yang berlaku di desa mereka. Hal ini menunjukkan bahwa desa Tenganan sudah baik dalam mentransmisikan kebudayaannya kepada generasi muda
(2)
128
dengan menanamkan tradisi serta adat istiadat semenjak kecil sehingga setiap warga desa Tenganan patuh dan masih menjalankan secara teratur tradisi dan adat istiadat yang berlaku di desa mereka, termasuk keempat responden namun dalam menjalankannya tidak disertai dengan pemahaman yang cukup mengenai kebudayaan yang mereka jalankan tersebut.
4. Tiga responden (responden S, M, dan W) meyakini self-direction value cukup penting bagi mereka. Ketiga responden merupakan remaja yang hidup dalam sebuah desa adat yang memiliki peraturan adat yang masih kuat dan ketat, sehingga kebebasan yang dimiliki setiap remaja di desa ini menjadi terbatas, termasuk pada ketiga responden, karena bagi ketiga responden adat istiadat dan tradisi desa mereka lebih penting daripada kebebasan mereka sendiri. Sedangkan bagi responden A, self-direction value diyakini kurang penting bagi dirinya. Hidup di dalam desa dengan berbagai peraturan yang mengikat tidaklah mudah, apalagi responden A masih berada dalam usia remaja dan memiliki keinginan dan responden A berusaha untuk mencapai keinginannya tersebut.
5. Jenis kelamin berpengaruh terhadap perkembangan stimulation value pada siswa. Stimulation value pada siswa laki-laki lebih penting daripada siswa perempuan. Hal ini sesuai dengan teori perkembangan bahwa remaja laki-laki lebih ingin selalu mencoba hal-hal baru, dan mulai mencoba hal-hal yang menantang. Sedangkan remaja perempuan akan lebih berhati-hati terhadap hal-hal yang akan mendatangkan bahaya bagi dirinya.
(3)
6. Status ekonomi juga berpengaruh terhadap perkembangan beberapa value pada siswa SMA di desa Tenganan, yaitu:
a. Security value pada siswa dengan status ekonomi menengah ke bawah kurang penting dibandingkan pada siswa dengan status ekonomi menengah ke atas. Hal ini disebabkan karena siswa dengan status ekonomi menengah ke bawah merasa bahwa dirinya tidak memiliki kepastian ekonomi dalam hidupnya sehingga ia akan lebih berhati-hati dalam berperilaku di dalam desa.
b. Benevolence value pada siswa dengan status ekonomi menengah ke bawah kurang penting dibandingkan pada siswa dengan status ekonomi menengah ke atas. Hal ini dikarenakan ia merasa tidak memiliki kelebihan untuk membantu orang-orang disekitarnya, terutama dalam hal materi.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :
• Penelitian lanjutan
1. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada populasi yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda dengan penelitian ini, seperti kepada siswa dengan latar belakang budaya Bali Aga di desa adat lain dan pada masyarakat Bali dataran (masyarakat Bali yang lebih terbuka/membaur dengan masyarakat dari budaya lain).
(4)
130
2. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada budaya yang sama dengan penelitian ini namun dengan membedakan jenis kelamin dan tahap perkembangan yang berbeda, misalnya pada usia dewasa madya.
• Guna laksana
1. Kepada Pemangku Adat dan para tetua desa serta para orang tua di Desa Tenganan Pegringsingan untuk mengevaluasi proses transmisi budaya kepada generasi muda dan sebaiknya perlu diberikan pemahaman-pemahaman oleh Pemangku Adat, para tetua desa, dan orang tua siswa mengenai arti dibalik tradisi dan adat istiadat yang dijalankan oleh para sisawa agar mereka tidak hanya mengetahui dan menjalankan kebudayaan mereka tetapi juga memahaminya, misalnya dengan memberikan pemahaman mengenai tata cara upacara sambil mempersiapkan upacara itu sendiri, dan dengan mengadakan diskusi mengenai kebudayaan mereka di tengah arus perubahan jaman, atau mengenai peran serta pemuda dalam mempertahankan kebudayaan mereka.
2. Kepada siswa SMA dengan latar belakang budaya Bali Aga di Desa Tenganan Pegringsingan untuk mengevaluasi dirinya sendiri dan dapat menentukan sikap agar mereka dapat mempertahankan kebudayaan desa mereka namun tetap membuka diri terhadap perubahan jaman.
(5)
Barker, Chris. 2005. CULTURAL STUDIES: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Bentang
Berry, J.W., Poortinga. Y, H., Segall, M. H., Dasen, P. R. 1992. Psikologi Lintas Budaya : Riset dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia
David, R. Shaffen. 1999. Adolescence, 5th ed. California: Brooks/Cole
Dayakisni, Tri, M.Si. & Salis Yuniardi, S.Psi. 2003. Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press
Graziano, Anthony M, Michael L. Raulin. 2002. Research Methods : A Proseaa Of Inquery. Needham Height: Allyn & Bacon
International Encyclopedia of The Social Science, Vol I & II, pp.450-452. 1998
International Encyclopedia of The Social Science, Vol XV & XVII, pp.283-291.
1998
Koentjaraningrat, Prop., Dr. 1979. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djembatan
Santrock, John W. 1998. Adolescence, 7th ed. New York: McGraw-Hill
Santrock, John W. 2002. Perkembangan Masa Hidup Edisi kelima. Jakarta: Erlangga
Schulte Nordholt, Henk. 1991. State, Village, and Ritual in Bali. Amsterdam: VU University Press
Schwartz & Bilsky. 1987, 1990. Advance in Experimental Social Psychology, Vol. 25
Steinberg, Laurance D., 2002. Adolescence, 6th ed. New York: McGraw-Hill Surpha, I Wayan, S.H. 2002. Seputar Desa Pakraman Dan Adat Bali. Denpasar:
(6)
DAFTAR RUJUKAN
blog.gusLingga
Hapsari, M. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Value Schwartz pada Siswa Kelas III SMA Kristen “X” Bandung. Universitas Kristen Maranatha.
Kurnianingsih, A. 2004. Jaringan Ekowisata Desa: Tradisionalisasi Diri Orang Bali Di Tengah Modernisasi. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Personal Communication dengan I Mangku Widia Personal Communication dengan I Nyoman Sudra Personal Communication dengan I Putu Suarjana, S.S. Personal Communication dengan Ibu Marinta
Personal Communication dengan Sugi
Sariarum, W. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Value pada Siswa SMA Katolik “X” di Bandung. Universitas Kristen Maranatha.
Z, Errol. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Value Schwartz pada Siswa/i dengan Latar Belakang Budaya Sunda di SMU “X” Kecamatan Pacet. Universitas Kristen Maranatha.
www.baliaga.com www.desaadat.com www.geocities.com www.hamline.com www.kehati.or.id www.kompas.co.id www.kunci.co.id www.sapos.co.id www.walhi.or.id