Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

(1)

KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DAN PUTUS SEKOLAH DI KALANGAN REMAJA PUTRI DI DESA PATUMBAK I

(Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

NOVIA KUMALA DEWI 100901011

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ABSTRAK

Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan setiap masyarakat guna mendapatkan kesejahteraan di dalam hidupnya. Mahalnya pendidikan dan tingginya angka putus sekolah memaksa pemerintah melakukan upaya berupa pemberian bantuan dana kepada setiap anak agar dapat menikmati dunia belajar di sekolah. Dengan cara ini diharapkan agar setiap anak mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, dari waktu kewaktu masih di dapat anak-anak khususnya para remaja yang tidak sekolah. Bukan karena mahalnya pendidikan, namun diakibatkan oleh kehamilan di luar nikah. Kehamilan tercebut terjadi karena pergaulan bebas, kurangnya pendidikan agama pada remaja, kurangnya control orang tua terhadap perilaku anak dan sikap permisif pemerintah desa terhadap nilai dan norma yang ada di masyarakat sebagai budaya masyarakat setempat. Dalam penelitian ini khususnya pada remaja putri di Desa Patumbak 1. Pada hal, pada usia tersebut para remaja seharusnya berperilaku sesuai nilai dan norma yang baik sebagai bibit unggul generai bangsa.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehamilan di luar nikah di kalangan remaja putri di Desa Patumbak 1 dan untuk mengetahui mengapa remaja yang hamil menjadi putus sekolah, padahal undang-undang membenarkan untuk tetap sekolah. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi dan studi kepustakaan. Dalam proses pengumpulan datanya dilakukan snow ball sampling yakni teknik pengumpulan data dimana informan awal dipilih berdasarkan criteria penelitian, kemudian mereka diminta untuk memberikan informasi mengenai rekan-rekan lainnya sehingga diperoleh informan tambahan. Penelitian ini dilakukan terhadap 11 orang informan yang berada di Desa Patumbak 1.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat bersikap permisif dalam menyikapi masalah kehamilan di luar nikah pada remaja, kurangnya kontrol sosial orang tua terhadap media masa elektronik adalah penyebab terjadinya kenakalan remaja terutama mengenai kehamilan di luar nikah, pudarnya nilai moral dan norma agama yang ada di masyarakat di Desa Patumbak 1 yang menyebabkan kurangnya kontrol sosial terhadap para pelaku kejahatan terutama kenakalan remaja berupa kehamilan di luar nikah, dan sikap permisif orang tua, masyarakat beserta tokoh masyarakat terhadap pendidikan sekolah dan pengembangan diri pada remaja mengenai sosialisasi reproduksi pada remaja baik dampak pernikahan dini serta dampak kehamilan usia muda.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta taufiq-Nya kepada penyusun, sehingga atas segala karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Tak lupa pula saya ucapkan shalawat serta salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, dan sahabat-sahabatnya yang senantiasa memberikan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir yang diberikan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh penyusun guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu dalam Ilmu Sosiologi. Penulis pun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya lah milik Allah SWT. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun oleh para pembacanya agar skripsi ini mendekati kesempurnaan.

Adapun terlaksananya skripsi ini, adalah berkat adanya bimbingan dari dosen yang ditetapkan oleh Fakultas, serta berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penyusun mengucapkan terima kasih atas bimbingan serta pertolongan yang diterima penulis dari berbagai pihak-pihak yang mendukung dalam persiapan penulisan skripsi ini dari awal hingga selesai, serta selama penulis dalam masa perkuliahan di Universitas Sumatera Utara Medan. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya dari hati yang tulus kepada:


(4)

1. Bapak Prof. Subhilhar, Ph.D, selaku Rektor Universita Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Badaruddin, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M. Si, selaku Ketua Jurusan Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara Medan dan selaku Dosen Pembimbing.

4. Bapak/Ibu Dosen serta para Staf dan Pegawai di Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Kepala Desa beserta para Staf Desa Patumbak 1, yang telah memberikan izin penelitian di Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

6. Segenap remaja di Desa Patumbak 1 atas kesediaannya memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 7. Segenap mayarakat Desa Patumbak 1 atas kesediaannya memberikan

informasi dalam menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini. 8. Ayahanda Syahfrizal Koto dan ibunda Dra. Karolina yang tercinta atas

do’a, dukungan, dan pengorbanannya dalam studi saya ini dan menjadi motivator terbesar dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Kakanda tersayang yang kini tinggal di pulau seberang, Kepulauan BintanTanjung Pinang, sebagai tokoh pejuang wanita sejati bagi saya karena mampu berdiri sendiri walau pun sebagai seorang wanita. Sehingga memotivasi saya dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

10.Adinda yang saat ini juga mulai mempersiapkan tugas akhirnya dalam menyelesaikan program studi S1 di Fasilkom-TI USU, sebagai lawan dalam persaingan sehat dalam penyelesaian tugas akhir kami.

11.Abang yang tercinta yang sudah dengan sabar memberikan dukungan dan tenaganya demi selesainya studi saya ini.

12. Kepada paman, oom, ibu, dan sepupu saya tercinta. Terima kasih atas do’a dan dukungannya.

13.Sahabat-sahabat tercinta saya Tengku Hani Silvia dan Hanani Anggi Wardani yang saat ini juga masih sama-sama sedang memperjuangkan gelar S1-nya, serta sahabat tercinta saya Afriani yang sudah terlebih dahulu mendapatkan gelar S1. Trima kasih atas kerjasama dan dukungannya.

14.Kawan-kawan seperjuangan di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik stambuk 2010 yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu.

15.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

Tidak ada kata yang dapat penyusun sampaikan terkecuali hanya do’a, semoga mereka semua mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT, atas jasa-jasanya kepada penyusun.

Dan akhirnya penyusun berharap semoga pembahasan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan bagi pembaca umumnya. Amin…


(6)

Patumbak, Maret 2015 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Abstrak …..………..

Kata Pengantar ………

Daftar Isi ……….

Daftar Tabel ………

BAB I PENDAHULUAN ……….

i ii v vii

1 1.1.Latar Belakang………. 1.2.Perumusan Masalah ………

1.3.Tujuan Penelitian……….

1.4.Manfaat Penelitian……….. 1.5.Defenisi Konsep……….. 1 9 9 10 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 17

2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja ……….……… 2.2. Teori Penyimpangan Sosial dan Norma Sosia……….……….

2.3. Nilai Pendidikan Bagi Masyarakat Desa……… 17 26 33

BAB III METODE PENELITIAN ………. 36

3.1. Jenis Penelitian………. 3.2. Lokasi Penelitian……… 3.3. Unit Analisis dan Informan……… 3.4. Teknik Pengumpulan Data ……… 3.5. Interpretasi Data ……… 3.6. Jadwal Kegiatan Penelitian……… 3.7. Keterbatasan Penelitian………

36 36 37 38 40 41 41

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN TEMUAN DATA ………… 43

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 4.1.1. Keadaan Geografis Desa Patumbak 1………

43 43


(8)

4.1.2. Keadaan Penduduk Desa Patumbak 1……… 4.1.3. Keadaan Perekonomian Desa Patumbak 1 ……… 4.1.4. Keadaan Sosial Budaya Desa Patumbak 1 ………

44 47 48 4.2. PROFIL INFORMAN ………

4.2.1. Remaja Yang Hamil Di Luar Nikah dan Putus Sekolah……… 4.2.2. Latar Belakang Remaja Melakukan Hubungan Luar Nikah ……… 4.2.3. Lokasi yang Dipergunakan Untuk Melakukan Seks Bebas………... 4.2.4. Alat Kontrasepsi Dalam Melakukan Hubungan Seks……… 4.2.5. Awal Terjadinya Kehamilan……….. 4.2.6. Pengaruh Kehamilan Di Luar Nikah pada Remaja Pelaku Seks

Bebas ………. 4.2.7. Profil Informan Masyarakat Setempat ………

48 48 55 60 63 67 71 75 4.3. Temuan Data Penelitian Terhadap Remaja Yang Hamil Di LuarNikah

Dan Putus Sekolah……… 4.3.1. Pandangan Masyarakat Tentang Kehamilan Di Luar Nikah………. 4.3.2. Pandangan Masyarakat Dalam Mencegah terjadinya Kehamilan Di

Luar Nikah ………... 4.3.3. Peran Keluarga dalam Mencegah Perilaku Seks Bebas pada

Remaja ……… 4.3.4. Alasan Pelaku Seks Bebas Putus Sekolah……… 4.3.5. Pandangan Pelaku Seks Bebas Mengenai Pendidikan Sekolah …….

78 78 82 88 94 99

BAB V PENUTUP ……… 105

5.1. Kesimpulan ……… 5.2. Saran ………..

105 106


(9)

DAFTAR TABEL

halaman Table

1.1

Umur Perkawinan Pertama Wanita 16 Tahun Kebawah Di

Pedesaan Menurut SUPAS ……… 8

Table 4.1

Jumlah Penduduk Perdusun Di Desa Patumbak 1 ……… 44 Table

4.2

Jumlah Penduduk Menurut Usia Di Desa Patumbak 1 ………… 45 Table

4.3

Jumlah Sarana Pendidikan Di Desa Patumbak 1 ……… 46 Table

4.4


(10)

ABSTRAK

Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan setiap masyarakat guna mendapatkan kesejahteraan di dalam hidupnya. Mahalnya pendidikan dan tingginya angka putus sekolah memaksa pemerintah melakukan upaya berupa pemberian bantuan dana kepada setiap anak agar dapat menikmati dunia belajar di sekolah. Dengan cara ini diharapkan agar setiap anak mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, dari waktu kewaktu masih di dapat anak-anak khususnya para remaja yang tidak sekolah. Bukan karena mahalnya pendidikan, namun diakibatkan oleh kehamilan di luar nikah. Kehamilan tercebut terjadi karena pergaulan bebas, kurangnya pendidikan agama pada remaja, kurangnya control orang tua terhadap perilaku anak dan sikap permisif pemerintah desa terhadap nilai dan norma yang ada di masyarakat sebagai budaya masyarakat setempat. Dalam penelitian ini khususnya pada remaja putri di Desa Patumbak 1. Pada hal, pada usia tersebut para remaja seharusnya berperilaku sesuai nilai dan norma yang baik sebagai bibit unggul generai bangsa.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehamilan di luar nikah di kalangan remaja putri di Desa Patumbak 1 dan untuk mengetahui mengapa remaja yang hamil menjadi putus sekolah, padahal undang-undang membenarkan untuk tetap sekolah. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi dan studi kepustakaan. Dalam proses pengumpulan datanya dilakukan snow ball sampling yakni teknik pengumpulan data dimana informan awal dipilih berdasarkan criteria penelitian, kemudian mereka diminta untuk memberikan informasi mengenai rekan-rekan lainnya sehingga diperoleh informan tambahan. Penelitian ini dilakukan terhadap 11 orang informan yang berada di Desa Patumbak 1.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat bersikap permisif dalam menyikapi masalah kehamilan di luar nikah pada remaja, kurangnya kontrol sosial orang tua terhadap media masa elektronik adalah penyebab terjadinya kenakalan remaja terutama mengenai kehamilan di luar nikah, pudarnya nilai moral dan norma agama yang ada di masyarakat di Desa Patumbak 1 yang menyebabkan kurangnya kontrol sosial terhadap para pelaku kejahatan terutama kenakalan remaja berupa kehamilan di luar nikah, dan sikap permisif orang tua, masyarakat beserta tokoh masyarakat terhadap pendidikan sekolah dan pengembangan diri pada remaja mengenai sosialisasi reproduksi pada remaja baik dampak pernikahan dini serta dampak kehamilan usia muda.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan dalam arti luas merupakan sebuah usaha manusia yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya. Pendidikan yang mahal kerap di sangkut-pautkan dengan kemiskinan dan pendapatan masyarakat yang beragam, dan kemiskinan mengakibatkan sulitnya anak-anak Indonesia mendapatkan pendidikan. Mahalnya pendidikan menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan keterbatasan masyarakat yang berpendapatan rendah memperoleh pendidikan yang layak. Masalah ini merupakan masalah besar yang dihadapi oleh Indonesia yang sampai saat ini belum dapat diatasi. Masalah klasik ini semakin lama semakin marak terjadi walau pun sudah dilakukan berbagai upaya namun masalah ini belum juga terselesaikan.

Dalam Kompas.Com disebutkan bahwa berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7-12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13-15 tahun sebanyak 2,21 persen atau 209.976 anak; dan anak usia 16-18 tahun lebih tinggi yaitu mencapai 3,14 persen atau 223.676 anak.


(12)

Dari data di atas maka pemerintah berusaha dan berupaya menyeleseaikan masalah tersebut dengan menetapkan program pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimaksudkan sebagai bantuan pada sekolah/ madrasah/sanawiah dalam rangka membebaskan iuran siswa namun sekolah tetap dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Meski dana BOS diharapkan dapat meningkatkan jumlah keikutsertaan peserta didik, tapi masih banyak anak- anak yang tidak dapat bersekolah, putus sekolah, tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang pendidikan berikutnya. Salah satu penyebab alasan tersebut adalah orang tua/keluarga tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan pendidikan lainnya seperti baju seragam, buku tulis, sepatu, biaya transportasi maupun biaya pendidikan lainnya yang tidak ditanggung oleh dana BOS. Maka dari itu pemerintah mengeluarkan lagi program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Program BSM adalah program nasional yang bertujuan untuk menghilangkan halangan siswa/siswi miskin dalam berpartisipasi dalam bersekolah dengan membantu siswa/siswi miskin memperoleh akses layanan pendidikan yang layak, mencegah putus sekolah, menarik siswa miskin untuk kembali bersekolah, membantu siswa dalam memenuhi kebutuhan kegiatan pembelajaran, mendukung program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (bahkan sampai tingkat menengah atas), serta membantu kelancaran program sekolah. Tidak hanya itu, pemerintah juga menjalankan program BKM dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat keluarga kurang/tidak mampu akan layanan pendidikan jenjang sekolah lanjutan atas dan sederajat (SLTA).


(13)

Dari berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah diharapkan masalah putus sekolah dapat diatasi. Namun pada kenyataannya saat ini masih banyak terjadi kasus anak putus sekolah di Indonesia. Hal ini mengubah pandangan bahwa kemiskinan bukan lagi menjadi faktor utama dalam penghambat pendidikan. Saat ini yang terjadi adalah putus sekolah tidak hanya di alami oleh masyarakat berperekonomian rendah, melainkan oleh masyarakat berperekonomian menengah atau bahkan menengah atas. Hal ini seperti yang terjadi pada Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

Desa Patumbak merupakan desa perkebunan. Dahulunya desa ini dikelilingi oleh perkebunan tembakau, namun kini telah beralih keperkebunan kelapa sawit. Penduduk asli Desa Patumbak (Senembah) adalah Suku Karo dan Melayu, kemudian datang kaum migran dari berbagai suku bangsa di nusantara yang di domonasi oleh Suku Simalungun dan Suku Jawa yang pada dasarnya didatangkan sebagai buruh perkebunan dan buruh tani yang sekarang sudah beralih menjadi buruh pabrik. Kemudian di susul oleh Suku Minang dan Suku Batak, serta suku lainnya sehingga pada saat ini penduduk dominan di desa ini adalah Suku Jawa dan Suku Karo yang sebagian besar penduduk masih bekerja sebagai buruh, yaitu yang terdiri dari buruh tani, buruh bangunan, buruh sebagai pembantu rumah tangga, dan buruh pabrik. Menurut hasil survei 2011 dari BPS Kabupaten Deli Serdang, populasi penduduk Desa Patumbak telah mencapai 20795 rumah tangga, dengan jumlah penduduk 88961 jiwa, dimana terdiri dari 45123 jiwa penduduk laki- laki dan 43838 penduduk wanita.


(14)

Lain suku, lain kebiasaannya. Salah satunya tampak dalam bidang pendidikan. Latar belakang pendidikan pada setiap keluarga memang berbeda- beda, namun secara umum rata- rata pasangan suami istri hanya mengecam pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD), dikarenakan tidak adanya sarana pendidikan di desa ini pada saat itu. Dahulunya desa ini termasuk dalam desa yang masih primitif, hal ini ditandai oleh orang-orang terdahulu (orang tua saat ini) yang tidak mengenal baca tulis pada masa kini. Oleh karenanya penduduk desa khususnya para orang tua ingin anaknya bersekolah agar tidak mengalami nasib seperti para orang tua terdahulu yang tidak mengenal baca tulis dan nantinya bekerja hanya menjadi seorang buruh. Maka para orang tua bekerja keras dan semangat dalam mencari nafkah agar anak- anaknya dapat sekolah. Ini ditandai dengan tidak hanya suami yang bekerja, tetapi sang istri juga ikut bekerja untuk menambah penghasilan keluarga dan mampu memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Namun di sisi lain, akibat hal tersebut membuat para orang tua tidak mengetahui bagaimana perkembangan anak- anaknya, karena kebanyakan orang tua menitipkan anak mereka dengan neneknya bahkan di asuh oleh tetangga mereka, akibatnya sang anak mengalami kurang sosialisasi, perhatian dan kasih sayang dalam keluarganya sehingga dampaknya si anak akan mencari perhatian dari orang lain seperti teman dekat yang di anggap bisa memberikan perhatian kepada mereka. Hal ini lah yang nantinya menimbulkan anomi dalam perkembangan anak yang sangat mempengaruhi pada kenakalan anak ketika beranjak remaja yang salah satunya adalah menikah di usia muda ( sekolah ) akibat perkawinan di luar pernikahan.


(15)

Pengaruh sosial seperti kurangnya kehangatan dari orang tua akan memberikan penilaian negatif dari orang tua yang menyebabkan ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua. Hal ini mempengaruhi budaya dan tata krama dan memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional yang berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll (http://www.slideshare.net/MugiwaraHaqiem/remaja-dan-masalahnya).

Masalah ini pula lah yang kini mulai merambah dan marak terjadi pada para remaja di pedesaan, seperti kasus yang ada pada Desa Patumbak 1. Masalah yang kini muncul adalah pernikahan yang dilakukan oleh para remaja akibat kehamilan di luar nikah di kalangan remaja Desa Patumbak I. Kehamilan di luar nikah ini di perkirakan akibat anomi para remaja tentang perilaku seksual yaitu terjadi hubungan di luar pernikahan yang mengakibatkan remaja hamil di luar nikah. Walau pun perilaku seksual manusia merupakan perilaku alamiah, namun perilaku ini memiliki norma dan batasan- batasan tertentu khususnya bagi para remaja. Apabila batasan tersebut di langgar maka akan menimbulkan berbagai masalah seperti, penyakit kelamin, aborsi, pernikahan usia muda, masalah kehamilan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan (unwanted atau unitended pregnacy), dan masalah reproduksi yang menyebabkan kematian pada ibu dan bayi. Sejalan dengan meningkatnya hubungan seksual sebelum menikah, dan hal ini lah yang kini kerap terjadi pada desa ini yaitu masalah kehamilan di luar nikah yang merupakan penyimpangan seksual yang terjadi pada remaja Desa Patumbak I.


(16)

Tidak hanya itu kehamilan di luar nikah juga sangat berpengaruh pada pendidikan remaja. Walau pun di dalam undang-undang dibenarkan siswi bersekolah walau pun dalam keadaan hamil, namun ada beberapa faktor lain yang dipertimbangkan para remaja untuk memilih tidak bersekolah contohnya seperti menanggung malu dan pemberhentian oleh pihak sekolah karena di anggap akan mencoreng nama baik sekolah. Ironisnya kehamilan di luar nikah ini tidak hanya terjadi pada siswi di kalangan SMA, masalah ini juga kerap terjadi pada siswi SLTP. Selain itu, akibat hamil di luar pernikahan orang tua calon pasangan terpaksa menikahkan anak-anak mereka. Keluarga dari pihak pria menikahkan anaknya sebagai wujud tanggung jawab orang tua, sedangkan bagi pihak keluarga wanita pernikahan dilakukan untuk menutupi aib keluarganya. Dengan kata lain, pernikahan dini yang terjadi pada remaja di Desa Patumbak I ini bukan dikarenakan oleh faktor ekonomi, melainkan akibat faktor jaman dimana pergaulan bebas yang menyebabkan hamil di luar nikah ini menjadi trend pada remaja masa kini yang disebut MBA (Merried by Aciden). Sehingga nilai dan norma yang ada di masyarakat desa yang cenderung masih sangat kental dan kuat pun telah memudar. Dan pandangan bahwa gadis desa pun berubah, dahulu gadis desa yang dianggap lugu, memiliki sopan santun yang baik, menjunjung tinggi harkat dan martabat keluaga. Sebaliknya, pada saat ini gadis desa di pandang buruk, tidak memiliki sopan santun dan terkesan tidak memiliki harga diri. Hal ini terbukti semakin banyaknya para remaja desa khususnya pada remaja Desa Patumbak I yang melakukan hubungan di luar nikah yang menyebabkan kehamilan di luar pernikahan.


(17)

Dari hasil observasi, peneliti mendapatkan informasi bahwa pada dua tahun terakhir telah terjadi 30 pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang masih berumur 12-19 tahun di Desa Patumbak 1. Salah satunya seperti masalah yang terjadi pada salah satu pasangan yang menikah dan bertempat tinggal di Desa Patumbak 1. Kasus perkawinan di luar nikah terjadi di tahun 2012 di mana pada saat itu si A (remaja wanita) yang berumur 12 tahun yang masih duduk di kelas VIII SLTP menikah akibat hamil di luar pernikahan dengan seorang pria berumur 23 tahun. Mereka berdua merupakan remaja Desa Patumbak 1 yang menjalin hubungan melebihi hubungan berpacaran dan menikah setelah si A hamil sehingga ia harus menikah dan mengakhiri pendidikannya.

Selain itu dari data yang di dapat dari salah satu sekolah yang berada di Desa Patumbak 1, pada tiga tahun terakhir telah terjadi 8 kasus putus sekolah akibat kehamilan yang terjadi karena perkawinan di luar nikah pada tingkat SMA, dan 3 orang siswi pada tingkat SLTP. Pada tingkat SLTP, rata- rata perkawinan terjadi ketika sang siswi telah duduk di kelas IX. Dan pada siswa siswi SMA perkawinan yang terjadi beragam, baik dari kelas X, sampai kelas XII. Contoh kasus seperti yang terjadi pada pasangan Y dan Z pada tahun 2011. Anak berusia 18 tahun ini dahulunya adalah teman satu kelas pada saat SMA. Kemudian tidak berapa lama mereka menjalin hubungan ‘pacaran’ ketika mereka masih sama- sama duduk di kelas X SMA. Mereka menjalin hubungan sampai kela s XII SMA, sampai akhirnya tiba- tiba mereka tidak pernah masuk sekolah lagi, tepatnya sebelum ujian nasional berlangsung. Ketika di selidiki oleh pihak sekolah, ternyata si Y malu untuk datang kesekolah karena ia sudah hamil, dan si Z juga


(18)

tidak bersekolah lagi karena akan menikahi si Y. Walau pun orang tua si Z bermaksud agar anaknya tetap melanjutkan sekolah dan menunda pernikahan sampai si Z melakukan UN, namun si Y tidak mau dan memilih menikah. Ironinya, tidak hanya pada sekolah ini saja, kasus pernikahan di luar nikah juga kerap terjadi pada sekolah- sekolah lainnya khususnya yang berada di wilayah desa Patumbak 1. Dari kasus di atas masih banyak lagi terjadi kasus pernikahan di luar nikah pada remaja yang terjadi di setiap wilayah Indonesia khususnya di pedesaan.

Tabel 1.1 Umur Perkawinan Pertama Wanita 16 tahun ke Bawah di Pedesaan Menurut SUPAS

Umur Perkawinan Pertama Frekuensi Jumlah (%)

< 13 Tahun 1.393.411 5,10

14 Tahun 1.481.929 5,42

15 Tahun 2.522.914 9,23

16 Tahun 3.310.195 12,10

Total 8.708.449 31,85

Sumber: Thirwaty Arsal (2012)

Dari gambaran diatas maka penulis tertarik untuk memperoleh gambaran lebih mendalam tentang kehamilan di luar nikah di kalangan remaja yang hamil sebelum menikah yang berada di Desa Patumbak 1 Kec. Patumbak Kab. Deli Serdang dengan fokus penelitian Kehamilan Di Luar Nikah Dan Putus Sekolah Di Kalangan Remaja Desa Patumbak I dengan studi kasus pada remaja Desa


(19)

Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang . Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap agar masalah perkawinan di luar nikah di Desa Patumbak 1 semakin diperhatikan dan segera melakukan tindakan berupa perubahan dan pembuatan peraturan perundang-undangan bagi instalansi terkait yang bersangkutan, agar tidak semakin marak terjadi kasus kehamilan di luar nikah di berbagai wilayah Indonesia khususnya di Desa Patumbak 1 Kec. Patumbak Kab. Deli Serdang.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti memfokuskan rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehamilan di luar nikah di kalangan remaja putri di Desa Patumbak I?

2. Mengapa remaja yang hamil menjadi putus sekolah pada hal Undang- Undang membenarkan untuk tetap sekolah?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehamilan di luar nikah di kalangan remaja putri di Desa Patumbak I.

2. Untuk mengetahui penyebab remaja yang hamil menjadi putus sekolah pada hal Undang- Undang membenarkan untuk tetap sekolah.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan menambah sumber pengetahuan di bidang ilmu sosial khususnya pada sosiologi pendidikan dan sosiologi keluarga sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang memiliki keterkaitan dengan kehamilan di luar nikah dan putus sekolah di kalangan remaja Desa Patumbak I Kecamatan Patumbak, dalam rangka menambah wawasan dan perbandingan dengan lokasi penelitian lainnya.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan bagi pemerintah, masyarakat, sekolah, dan perangkat desa dalam meningkatkan kontrol sosial terhadap pada siswa/siswi agar tidak semakin banyak kasus perkawinan di luar nikah pada siswa/siswi yang merupakan para remaja di desa Patumbak 1.Disamping itu juga merupakan prasyarat bagi penyelesaian studi di perguruan tinggi, sesuai disiplin ilmu yang digeluti.

1.5. Defenisi Konsep

1. Hubungan di luar nikah adalah hubungan seksual (memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan) yang dilakukan oleh


(21)

seorang perempuan dengan seorang laki-laki tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah yang disebut sebagai seks bebas.

2. Kehamilan Tidak Direncanakan (unwanted atau unitended pregnancy) yaitu suatu kehamilan yang harus dialami oleh seorang perempuan, pada suatu kondisi dimana perempuan tersebut belum melakukan suatu ikatan yang sah menurut norma-norma yang ada (baik norma agama maupun norma hukum yang berlaku), maupun secara psikis belum siap menerima kehamilan yang dialaminya.

Jika kehamilan yang terjadi pada perempuan merupakan suatu hal yang tidak diharapkan atau diinginkan, itu yang dimaksud dengan KTD. Bisa saja KTD dialami oleh perempuan yang sudah menikah, karena kegagalan KB, karena jumlah anak sudah banyak, atau kondisi dimana anak masih kecil, atau memang belum ingin memiliki anak, kemudian terjadi kehamilan.

Secara konseptual, istilah KTD juga bisa diartikan sebagai Kehamilan Tidak Dikehendaki (Unintended Pregnancy). Kehamilan yang tidak dikehendaki adalah kehamilan yang terjadi baik karena alasan waktu yang tidak tepat (mistimed) atau karena kehamilan tersebut tidak diinginkan (unwanted).

Kehamilan yang dikehendaki (intended) adalah kehamilan yang kejadiannya diinginkan atau kehamilan yang diharapkan akan terjadi karena


(22)

menginginkan kehamilan yang terjadi dengan berbagai alasan dan tidak ingin ada kehamilan di kemudian hari, maka kehamilan tersebut bisa dikategorikan sebagai kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted).

Dalam hal ini, pihak yang banyak dirugikan adalah pihak perempuan. Dimana resiko kehamilan pada remaja, rentan bagi diri remaja dan kandungannya. Sistem reproduksi pada remaja masih sangat labil untuk mengalami kehamilan, masih sangat rentan organ reproduksinya. Besar kemungkinan dikeluarkan dari sekolahnya dan sangsi sosial. Tidak hanya itu, beban berat bagi seorang perempuan ketika harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya mengalami kehamilan sebelum waktunya. Bagaimana ia harus berusaha menyembunyikan kehamilannya dari orang lain, belum lagi ketika nanti bayinya telah lahir, akan menjadi beban baru baginya.

3.Pernikahan Dini (early marriage) merupakan pernikahan yang di lakukan karena keterterpaksaan. Keterpaksaan “paksa” adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan tidak iklas atau tidak sesuai kehendak. Terkait dengan penelitian ini, keterpaksaan tersebut diartikan sebagai suatu yang dilakukan untuk menutupi kehamilan yang terjadi sebelum adanya ikatan pernikahan yang sah yang terjadi pada para pelajar. Masyarakat mengijinkan pernikahan atas dasar kemanusiaan, sedangkan keluarga melakukan pernikahan atas dasar untuk menutupi aib keluarga agar status anak tersebut jelas di dalam masyarakat.


(23)

Menurut Suhadi (2012) dalam penelitiannya tentang pernikahan dini (early marriage) dapat dipetakan dalam empat temuan mengenai

pernikahan dini. Temuan pertama adalah pernikahan dini dianggap mampu membantu ikatan suci dalam membentuk keluarga harmoni. Hal serupa yang ditemukan oleh Sawardi (2009) dalam penelitiannya ia

mengemukakan bahwa pernikahan dini mampu membentuk ikatan suci keluarga karena mampu membangun rasa setia dan keberkahan yang dipancarkan setelah terjadi jalinan pernikahan. Temuan kedua adalah kritikan dari hasil penelitian pertama dimana beberapa peneliti

melanjutkan penelitian pertama dan didapatkan temuan bahwa pernikahan dini justru akan meruntuhkan ikatan suci keluarga. Ditemukan adanya disfungsi pernikahan dini dimana keluarga yang berantakan dalam menjalani nantangan yang harmoni. Seperti penelitian yang ditemukan juga oleh Pasaribu (2009) yang menyimpulkan bahwa terjadi banyak pasangan nikah dini yang meninggalkan tradisi pernikahan dini dengan alasan rumitnya menjalani hubungan yang harmoni. Dimana Pasaribu mengemukakan bahwa “sekarang calon pasangan suka melestarikan adat perkawinan lain yaitu menikah pada usia di atas batas yang telah

mentradisi”.

Hal serupa juga ditemukan RK. Ardhikari (1996) dalam penelitiannya yang membuktikan bahwa pernikahan dini cenderung melahirkan kemiskinan struktural. Dimana kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang muncul bukan karena ketidakmampuan sistem dan


(24)

struktur sosial dalam menyediakan kesempatan yang memungkinkan seorang dapat bekerja. Struktur sosial tersebut tidak mampu

menghubungkan masyarakat dengan sumber- sumber yang tersedia. Baik yang disediakan oleh alam, pemerintah, maupun masyarakat yang ada di sekitarntya. Hal ini lah yang terjadi pada pasangan nikah dini, dimana mereka yang melakukan nikah dini atau muda cenderung melupakan orang yang tidak mempelajadi dan tidak terlatih, sehingga tidak mampu

mendapatkan pekerjaan yang layak, akibatnya kebanyakan dari mereka bekerja sebagai buruh, pemulung, penggali pasir dengan pendapatan yang rendah dan hidup dalam keterbatasan ekonomi.

Temuan ketiga yaitu pernikahan dini merupakan media peraih kuasa, dimana pernikahan dini terjadi karena pergulatan akan kekuasaan dan pengendalian peran. Seperti penelitia Wardany (2009) yang

mengemukakan bahwa kekuasaan sebagai kado spesial saat menikahi perempuan dibawah umur, dimana dengan menikah seseorang akan mendapat peran yang lebih dibandingkan perannya sebelum manikah. Adapun Wardany mengemukakan bahwa kekuasaan tersebut di dapat oleh laki- laki dimana tanda- tanda kekuasaan pada saat menikah yaitu:

berprilaku agresif, berkepuasan, bebas meluapkan rasa jengkel, selalu menang sendiri, rasa menekan, dan luapan kemarahan. Perempuan yang tidak mendapat kekuasaan selalu berada di bawah dan di tindas laki- laki sehingga tak jarang pernikahan dini menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada pihak perempuan dan anak.


(25)

Temuan ke empat yaitu pernikahan dini sebagai simbol kemuliaan seperti penelitian oleh Leleury (2010) dalam penelitiannya tentang kewajiban perkawinan Levirat yang di dalamnya membahas tentang reproduksi kemuliaan sebagai defenisi akan ritual perkawinan. dalam penelitia Leleury menyimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah menghasilkan keturunan meneruskan nama dari orang yang telah meninggal sehingga namanya tidak hilang. Dengan demikian pernikahan akan dilaksanakan secepatnya jika ada keinginan untuk mendapatkan keberlangsungan status sosial sebagai simbol.

4. Nilai adalah sebuah tolak ukur untuk mengukur perilaku seseorang sebagai bagian dari suatu masyarakat. Baik buruk, benar salah, patut tidak patut, hina mulia, atau pun penting tidaknya sebuah perilaku merupakan hasil dari penilaian seseorang terhadap sesuatu sebagai respon, anggapan, maupun sikapnya.

5. Norma adalah aturan-aturan hidup bermasyarakat baik suatu perintah maupun larangan pada suatu masyarakat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama untuk dipatuhi dan menjadi pedoman hidup bermasyarakat guna mencapai ketertiban dan kedeamaian bersama.

6. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dilakukan oleh para remaja (pelajar) yang dianggap tercela,hina dan di luar batas toleransi.


(26)

7. Putus sekolah adalah suatu keadaan dimana terhenti atau putusnya pendidikan (pendidikan formal) seseorang (siswa/siswi) dikarenakan kehamilan akibat seks bebas yang berujung pada pernikahan.


(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja

Konsep diri merupakan suatu ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui oleh individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan membedakan orang lain. Proses yang berkesinambungan dari perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang memberikan perasaan positif, memahami kompetensi pada area yang bernilai bagi individu dan dipelajari melalui akumulasi kontak-kontak sosial dan pengalaman dengan orang lain (http://www.scribd.com/doc/98046816/MAKALAH-KONSEP-DIRI).

Menurut George Herbert Mead dalam teorinya tentang interaksionisme simbolikdalam George Ritzer dan Douglas J. Goodman (2010: 280), ia menyebutkan bahwa konsep diri (Self) pada dasarnya adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek. Dalam bahasannya mengenai diri, Mead menolak gagasan yang meletakkannya dalam kesadaran dan sebaliknya meletakkannya dalam pengalaman sosial dan proses sosial. Dengan cara ini, Mead mencoba memberikan arti behavioristis tentang diri “diri” adalah dimana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan kepada orang lain dan


(28)

dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, dimana ia tak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri, berbicara dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana orang lain menjawab kepada dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku dimana individu menjadi objek untuk dirinya sendiri” ( 1934/ 1962:139). Karena itu diri adalah aspek lain dari proses sosial menyeluruh dimana individu adalah bagiannya.

Mekanisme umum untuk mengembangkan diri adalah refleksivitas atau kemampuan menempatkan diri secara tak sadar ke dalam tempat orang lain dan bertindak seperti mereka bertindak. Akibatnya, orang mampu memeriksa diri sendiri sebagaimana orang lain memeriksa diri mereka sendiri. Seperti dikatakan Mead:

Mead, 1934/1962:134 menyatakan bahwa dengan cara merefleksikan - dengan mengembalikan pengalaman individu pada dirinya sendiri - keseluruhannya proses sosial menghasilkan pengalaman individu yang terlibat di dalamnya; dengan cara demikian, individu bisa menerima sikap orang lain terhadap dirinya, individu secara sadar mampu menyesuaikan dirinya sendiri terhadap proses sosial dan mampu mengubah proses yang dihasilkan dalam tindakan sosial tertentu dilihat dari sudut penyesuaian dirinya terhadap tindakan sosial itu ( Ritzer,2010:281).

Dalam Doyle (1990:20), Mead juga membahas mengenai asal usul diri. Mead merunut asal-usul diri melalui beberapa tahapan dalam perkembangan konsep diri. Tahap- tahap tersebut meliputi:

1. Tahap Bermain, dimana si individu itu “memainkan” peran sosial dari orang lain. tahap ini menyumbang perkembangan kemampuan untuk merangsang


(29)

prilaku orang itu sendiri menurut perspektif orang lain dalam suatu peran yang berhubungan dengan itu.

2. Tahap pertandingan (game), tahap ini dapat dibedakan dari tahap bermain dengan dengan adanya suatu tingkat organisasi sosial yang lebih tinggi. Para peserta dalam suatu pertandingan mampu menjalankan peran dari beberapa orang lain secara serentak dan mengorganisasinya dalam suatu keseluruhan yang lebih besar. Mereka menjangkau hubungannya dengan orang-orang lain hanya sebagai individu-individu dan menghubungkan mereka dalam rangka kegiatan bersama dimana mereka semua terlibat. Dalam situasi ini juga terdapat peraturan- peraturan umum yang mengatur dan mengontrol tindakan- tindakan mereka sendiri (atau berusaha untuk mengontrol) menurut pada peraturan- peraturan yang bersifat impersonal.

3. Generalized Other. Konsep ini digunakan untuk menunjukkan harapan- harapan dan standar-standar ini bisa meliputi kebiasaan- kebiasaan tertentu pada pola- pola normatif atau ideal-ideal yang sangat abstrak serta nilai- nilai dengan mana orang membatasi orientasi keseluruhannya serta tujuan- tujuan hidup. Namun individu- individu tidak perlu menciptakan suatu warisan budaya yang permanen untuk menyatakan generalized other. Bilamana individu- individu itu menilai tindakan- tindakan atau kehidupannya sendiri menurut nilai- nilai universal atau kindisi kemanusiaan yang umum, pada hakikatnya mereka mengambil pern dari generalized other itu.


(30)

Sehubungan dengan konsep diri, pada remaja konsep diri akan berkembang terus hingga memasuki masa dewasa. Perkembangan konsep diri remaja memiliki karakteristik yang khas dibanding dengan usia perkembangan lainnya. Perkembang pada masa remaja dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: Pengetahuan tentang diri sendiri bertambah, harapan-harapan yang ingin dicapai di masa depan, terjadi penilaian diri atas tingkah laku dan cara mengisi kehidupan.

Masa remaja dapat diartikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja juga merupakan masa-masa dimana terjadi berbagai perubahan bagi setiap individu, baik perubahan secara fisik, mental, sosial, maupun cara berfikir. Masa remaja dianggap adalah masa yang paling indah karena pada masa ini anak-anak mengalami yang disebut pubertasi, yaitu keadaan dimana individu mengenal lawan jenisnya.

Sebelum memasuki masa dewasa seorang individu mengalami tahap – tahap masa remaja yang digolongkan menjadi 3 tahap yaitu :

1. Masa pra remaja : 12 – 14 tahun

Yaitu periode sekitar kurang lebih 2 tahun sebelum terjadinya pemasakan sek sual yang sesungguhnya tetapi sudah terjadi perkembangan fisiologi yang ber hubungan dengan pemasakan beberapa kelenjar endokrin.

2. Masa remaja awal : 14 – 17 tahun

Yaitu periode dalam rentang perkembangan dimana terjadi kematangan alat – alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi.


(31)

3. Masa remaja akhir : 17 – 21 tahun

Berarti tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosion al, sosial dan fisik (Hurlock, Elizabeth B. 1999 : 206).

Pada remaja juga mengalami berbagai perubahan yang di ciri – cirikan pada hal-hal berikut:

1. Pertumbuhan fisik

Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa anak – anak dan masa dewasa.

2. Perkembangan seksual

Perkembangan ini dibedakan melalui beberapa karakteristik seks sekunder seperti organ seksual, proporsi tubuh, berat badan, dan tinggi badan. Pada perkembangan seksual mengalami perkembangan yang kadang – kadang menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian, bunuh diri, dan sebagainya.

3. Cara berfikir

Cara berpikir causatif yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat. Misalnya remaja duduk didepan pintu, kemudian orang tua

melarangnya sambil berkata “pantang”. Andai yang dilarang itu anak kecil, pasti ia akan menuruti perintah orang tuanya, tetapi remaja yang dilarang itu akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh duduk didepan pintu.

4. Emosi yang meluap luap


(32)

ngkatan ketegangan emosional yang dihasilkan dari perubahan fisik da n hormonal. Pada masa ini emosi seringkali sangat intens, tidak terko ntrol dan nampak irasional. Pada masa ini remaja lebih iri hati terhada p mereka yang memiliki materi lebih, keadaan emosi remaja masih lab il karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu saat ia bisa sedih sekali, dilain waktu ia bisa marah sekali.

5. Perubahan Sosial

Dalam kehidupan sosial remaja, mereka lebih tertarik dan minat pada lawan jenisnya meningkat dan mulai pacaran. Pada masa ini remaja pa ling banyak menghabiskan waktu mereka di luar rumah bersama deng an teman sebaya mereka.

6. Menarik perhatian lingkungan

Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peran seperti melalui kegiatan remaja di kampung – kampung.

7. Terikat dengan kelompok

Remaja dalam kehidupan sosialnya tertarik pada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomor duakan sedangkan

kelompoknya dinomor satukan.

(http://www.lintas.me/go/sarjanaku.com/pengertian-remaja-defenisi-menurut-para-ahli-ciri-tahap-danperkembangan-masa-remaja)


(33)

Pada diri remaja proses perubahan itu merupakan hal yang harus terjadi oleh karena dalam proses pematangan kepribadiannya remaja sedikit demi sedikit memunculkan permukaan sifat-sifatnya yang sesungguhnya yang harus berbenturan dengan rangsang-rangsang dari luar. Menurut Richmond dan Sklansky (1984, hlm. 110-111) inti dari tugas perkembangan seorang pada periode remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan. Sedangkan menemukan bentuk kepribadian yang khas (yang oleh Alporrt dinamakan “ unifying philosophy of life”) dalam periode itu belum menjadi sasaran utama (Sarwono, 1989:74).

Hurlock (1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian

melalui pengaruhnya pada konsep diri

(http://www.academia.edu/3778904/Konsep_Diri_Seorang_Remaja).

Dari hal di atas sehingga dibutuhkan pihah- pihak dalam proses sosialisasi disebut agen sosialisasi. Fuller dan Jacobs dalam Sunarto Kamanto (2004: 24), mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media masa, dan sistem pendidikan.

1. Keluarga, merupakan unit terkecil di masyarakat dan merupakan institusi sosial setiap individu yang diperolehnya dari sejak ia dilahirkan. Di dalam sebuah keluarga seorang individu pertama sekali mendapatkan dan memainkan pran sebelum ia memainkan peran di masyarakat. Gertrude Jaeger (1997) mengemukakan bahwa peran para agen sosialisasi pada tahap


(34)

ini, terutama orang tua, sangat penting. Arti penting agen sosialisasi pada tahap pertama ini adalah agar seorang anak dapat berinteraksi dan berbahasa dengan baik, karena dalam tahap ini anak mulai memasuki play stage dalam pengambilan peran orang lain dimana ia mulai mengidentifikasikan diri sebagai anak laki- laki atau anak perempuan. Jelas disini bahwa orang tua sepenuhnya berpengaruh terhadap kontrol pada anak- anaknya. Dengan kontrol yang diberikan, sang anak akan mendapatkan pengajaran yang baik dan mendapatkan hukuman ketika melakukan kesalahan. Sebaliknya, jika orang tua kurang peduli terhadap anak- anaknya, maka seorang anak akan tumbuh menjadi individu yang kurang baik pula, baik dari bahasa dan tindakannya.

2. Teman bermain, setelah seorang anak dapat mengambil peran orang lain, maka ia akan mencari teman bermain agar ia dapat memainkan perannya. Pada tahap ini agen sosialisasi adalah teman bermain. Biasanya teman bermain terdiri atas kerabat atau pun tetangga dan teman sekolah. Pada tahap ini, seorang anak memasuki game stage, dimana ia mulai mempelajari aturan yang mengatur peran orang yang kedudukannya sederajat. Dalam kelompok bermain pulalah seorang anak mulai belajar nilai- nilai keadilan ( Soenarto Kamanto, 2004: 25). Pada tahap ini, orang tua tetap harus mengawasi dengan siapa anak bermain. Karena jika kontrol orang tua kurang, anak bisa terjerumus dalam pergaulan bebas. Pergaulan bebas merupakan salah satu penyebab pernikahan dini, dimana orang tua terpaksa menikahkan anaknya yang mengalami hamil diluar nikah. Agak orang tua tidak malu dengan


(35)

keadaan anaknya yang hamil tanpa suami dan agar keluarga laki- laki tidak dipersalahkan akibat perbuatannya, terpaksa orang tua harus menikahkan anaknya (dalam skripsi “ Dampak Sosial Pernikahan Dini”).

3. Sekolah, agen sosialisasi yang biasanya dikenal dengan pendidikan formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diperoleh melalui beberapa jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, sampai ke Universitas. Pendidikan formal bertujuan untuk mempersiapkan seorang individu agar mampu menguasai peran- peran baru disaat seseorang tidak tergantung lagi dengan orang tuanya. Dimana seperti yang dikatakan Robert Dreeben (1968) dalam Sunarto Kamanto (2004: 25), ia berpendapat bahwa yang dipelajari anak di sekolah disamping membaca, menulis, dan berhitung, adalah aturan mengenai kemandirian (independence). Tidak hanya itu, dengan sekolah juga seorang anak mendapatkan pengajaran atas nilai dan norma serta berbagai peraturan yang ada dalam sekolah yang akan diimplementasikannya pada kehidupan sehari- hari. Kontrol seorang guru kepada murid sudah jelas terjadi di sekolah, dimana ketika seorang siswa akan diberikan sanksi apabila seorang anak melanggar peraturan. Dengan demikian seorang anak akan mengerti tentang nilai dan norma yang ada.

4. Media masa, Light, Keller dan Calhoun (1989) mengemukakan bahwa media masa yang terdiri atas media cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik (radio, televisi, film, internet), merupakan bentuk komunikasi yang menjangkau sejumlah besar orang. Media masa diidentifikasikan sebagai suatu agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku khalayaknya.


(36)

Pesan- pesan yang ditayangkan melalui media elektronok dapat mengarahkan khalayak ke arak perilaku prososial maupun antisosial. Penayangan adegan- adegan yang menjurus ke pornografi di layar televisi sering dikaitkan dengan perubahan moralitas serta meningkatkan pelanggaran susila dalam masyarakat. Fuller dan Jacobs (1973), juga mengemukakan bahwa dampak televisi sebagai agen sosialisasi belum diketahui dengan pasti. Bronfenbrenner (1970), setelah mempelajari berbagai data penelitian terhadap dampak televisi terhadap perilaku anak, merasa yakin bahwa media masa ini memberikan sumbangan berarti bagi tumbuh dan dipertahankannya suatu tingkat kekerasan tinggi dalam masyarakat Amerika.

2.2. Teori Penyimpangan Sosial dan Norma Sosial

Pandangan terhadap penyimpangan sosial berangkat dari suatu kebudayaan atau pandangan hidup setiap masyarakat. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat perbedaan mengenai penyimpangan sosial dari satu peradaban dengan peradaban lain. Walau demikian, jika di kaji kembali dengan standar penyimpangan sosial yang dimiliki semua manusia, maka terdapat beberapa persamaan dalam beberapa hal. Telah kita sepakati sejak dahulu bahwa tampaknya tindakan sekelompok orang yang suka minum-minuman keras, penggunaan narkoba, pemerkosaan, perilaku seks bebas, pencurian, kekerasan, perjudian, dan pembunuhan dapat kita kategorikan pada suatu bentuk penyimpangan. Membahas tentang penyimpangan maka tidak terlepas dari perilaku menyimpang karena tanpa adanya perilaku


(37)

menyimpang yang dilakukan oleh seseorang, maka tidak akan terjadi penyimpangan di masyarakat.

Perilaku menyimpang adalah semua perilaku manusia yang dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam kelompok tersebut. (Setiadi, 2011: 188).

Terjadinya perilaku menyimpang dapat di bedakan menjadi dua, yaitu penyimpangan primer (primary deviance) dan penyimpangan sekunder (secondary deviance). Penyimpangan primer (primary deviance) yaitu perilaku menyimpang yang bermula dari penyimpangan-penyimpangan kecil yang mungkin tidak disadari. Penyimpangan seperti ini terjadi pada seseorang manakala ia belum mengetahui konsep dari suatu penyimpangan atau dengan tidak disadari ia melakukan perilaku menyimpang. Sedangkan perilaku sekunder (secondary deviance) yaitu tindakan menyimpang yang berkembang ketika perilaku dari si penyimpang tersebut mendapat penguatan (reinforcement) dari orang-orang atau sekelompok orang yang melakukan penyimpangan itu juga.

Selain itu, terjadinya perilaku menyimpang sebagaimana juga terjadi perilaku yang tidak menyimpang (conform), dipastikan selalu ada dalam setiap kehidupan masyarakat. Sifat permisif (serba boleh atau control social yang sangat longgar) juga berpengaruh pada perilaku menyimpang. Bagi masyarakat yang sudah semakin modern dan gaya hidup masyarakat yang semakin kompleks menjadikan nilai dan norma memudar. Sifat baik buruk, atau pun hina terpuji, tidak lagi menjadi hal penting. Nilai dan norma sosial yang ada di dalam


(38)

masyarakat pun kini bersifat relatif dan telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Yang dimaksud dengan relatif adalah nilai dan norma soaial yang berlaku pada suatu kelompok tertentu belum pasti menjadi nilai dan norma pada kelompok masyarakat lainnya. Dengan kata lain, hal yang dianggap baik belum tentu dinilai baik oleh kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan perubahan nilai dan norma sosial dari waktu ke waktu adalah adanya pergeseran nilai dan norma terdahulu yang tidak berlaku lagi pada saat ini. Dalam arti lain berbeda era berbeda pula hal-hal yang “sedang ngetrend” atau dengan istilah trendy.

Salah satunya adalah mengenai nilai dan norma tentang perilaku seks bebas. Seks bebas sejak dahulu hingga sekarang dapat dikategorikan sebagai penyimpangan sosial sebagai suatu perilaku yang menyimpang. Begitu pula dalam ajaran agama yang ada di dunia, pasti setiap agama melarang dan melawan perbuatan seks yang berlebihan. Tidak hanya itu, seharusnya ajaran tersebut juga ada dan melekat pada diri setiap manusia. Namun kini ajaran tersebut tergeser dan perilaku seks bebas yang menyimpang menjadi hal yang dianggap biasa terjadi akibat pergaulan dan trendy masa kini, contohnya seperti kumpul kebo atau free sex yang mendapat dukungan dari berbagai media luar (Barat) dan media- media lain.

Di Indonesia, perbincangan mengenai perilaku seks bebas sudah menjadi menu berita sehari-hari dalam berbagai media massa. Gejala-gejala ini secara umum diakui sebagai salah satu bentuk perilaku menyimpang sebab jika dilihat


(39)

dari sistem nilai dan norma sosial yang berlaku pada umumnya adalah jika seseorang hendak menjalin hubungan seks maka harus melalui beberapa persyaratan dimana yang dibenarkan dalam norma susila, norma agama, dan norma hukum.

Tidak berhenti sampai disitu saja, perilaku seks bebas kini mulai merambah bagi para remaja khususnya para pelajar SMP Dan SMA. Secara umum di Indonesia penyimpangan perilaku pada remaja disebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja ini dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan masyarakat yang masih tabu untuk membagi informasi tentang seks, sehingga membuat para remaja terpaksa memperoleh pengetahuan seks dari media yang salah. Selain itu, hubungan seks bebas juga di dorong oleh maraknya film-film porno yang dapat dengan mudah diperoleh melalui situs porno di internet. Aksi ini menimbulkan rasa penasaran di kalangan para remaja dan mulain ingin mencoba dan melakukannya sendiri.

Trimingga dalam penelitiannya yang berjudul Penyesuaian Diri Pada Pasangan Suami Istri Usia Remaja Yang Hamil Sebelum Menikah menyebutkan bahwa pasangan yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Seberapa jauh tingkat penerimaan masyarakat, budaya setempat serta orang-orang terdekat yang menjadi tokoh pentingnya seperti keluarga dan teman dekat, terhadap perilaku seksual tersebut.


(40)

b. Ada atau tidaknya kesenjangan antara nilai-nilai pribadi dengan perilaku seksual yang dilakukan.

c. Dalam suasana yang bagaimana perilaku seksual tersebut dilakukan. Apakah secara sukarela atau terpaksa, dalam suasana yang menyenangkan atau tidak, aktivitas itu sendiri secara fisik mendatangkan kenikmatan atau justru menyakitkan.

d. Apakah pengalaman melakukan hubungan seks tersebut dapat mendatangkan kepuasan secara emosional atau justru menimbulkan perasaan fru stasi. e. Pengalaman melakukan hubungan seksual sebelum menikah pertama kali

akan menimbulkan reaksi-reaksi negatif apabila tingkat penerimaan masyarakat, budaya setempat dan tokoh panutan terhadap perilaku itu sendiri sangat kuat bertentangan dengan nilai-nilai pribadi pelaku, apabila perilaku tersebut dilakukan dengan terpaksa dalam suasana yang tidak menyenangkan dan menimbulkan rasa sakit, serta apabila pada akhirnya keterlibatan dalam perilaku tersebut menyebabkan furstasi dalam diri pelaku (Soesilo, 1998).

Dari hal tersebut, muncul lah berbagai kasus seperti pencabulan anak di bawah umur. Tidak hanya itu, dampak hubungan seks pra nikah sangat jelas terlihat, salah satunya yang paling banyak terjadi adalah menyebabkan kehamilan pra nikah pada remaja. Sarwono (1989), mengemukakan bahwa kehamilan diluar nikah bagi remaja akan menimbulkan masalah lain, seperti : dikeluarkannya remaja tersebut dari sekolah, kemungkinan penguguran kandungan (aborsi) yang tidak bertanggung jawab dan membahayakan, adanya masalah seksual yang dapat memberi akibat di masa dewasa dan pernikahan yang dipaksakan sehingga


(41)

pernikahan tersebut tidak memiliki fondasi yang baik. Penguguran kandungan dapat menyebabkan timbulnya perasaan bersalah, depresi dan marah pada remaja tersebut, lebih dari separuh mereka yang telah melakukan hubungan seks pranikah ini mengalami stres emosi seperti shock, cemas, malu, takut diketahui orang lain dan merasa bersalah.

Akibat lain dari perilaku ini, yaitu menyebabkan sebagian anggota masyarakat menempatkan seks tidak lagi sebagai sesuatu yang suci, melainkan semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan biologis yaitu hanya untuk kepuasan akan hubungan seksual. Dengan mudahnya anggota masyarakat tersebut melanggar etika dan norma yang berlaku di masyarakat. Meskipun suatu bangsa mengakui suatu pernikahan, namun pernikahan bukan lagi suatu jalan yang diambil bagi para pelaku seks bebas. Dengan tetap pemberlakuan dan mempertahankan sistem pernikahan yang sah di suatu negara, ini dapat mencerminkan bahwa nilai dan norma sebagai wujud dari kepribadian suatu bangsa hanya mengakui hubungan seks anatara laki-laki dan perempuan dengan disahkan oleh badan hukum, yaitu hukum pernikahan.

Oleh karenanya, maka diperlukan adanya norma sosial sebagai acuan atau pedoman yang mengatur kehidupan bermasyarakat sebagai penentu baik buruknya tindakan seorang individu maupun kelompok masyarakat. Agar suatu norma tersebut tidak di langgar maka perlu adanya suatu sanksi tertentu yang diberikan pada pelaku kejahatan tersebut. Dalam konteks sosiologi, sanksi sosial dapat diartikan sebagai kontrol sosial. Kontrol sosial sebagai suatu lembaga sosial,


(42)

berperan sebagai pengendali perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari agar setiap masyarakt tidak melakukan penyimpangan. Namun, kuat lemahnya sanksi juga tergantung pada pemberlakuan sanksi tersebut di masyarakat. Dalam buku Setiadi Elly M & Kolip Usman (2011:256) dikatakan ada tiga sanksi yang dapat digunakan dalam usaha menciptakan ketertiban di masyarakat, yaitu:

1. Sanksi fisik, yaitu sanksi yang mengakibatkan penderitaan fisik pada pihak yang terbebani sanksi tersebut, misalnya didera, dipenjara, diikat, dijemur di panas matahari, tidak diberi makan, dihukum mati, dan sebagainya.

2. Sanksi psikologis, yang merupakan beban penderitaan yang dikenakan pada pihak yang terbebani sanksi dengan beban kejiwaan, seperti dipermalukan di depan umum, diumumkannya kejahatan mereka di berbagai media masa sehingga aibnya diketahui oleh khalayak, dicopot kepangkatannya di suatu upacara, dan sebagainya.

3. Sanksi ekonomik, yang merupakan beban penderitaan yang dikenakan kepada pelanggar norma berupa pengurangan benda dalam bentuk penyitaan dan denda, membayar ganti rugi, dan sebagainya.

Oleh karena itu, dalam kehidupan bemasyarakat, baik buruknya seseorang di ukur dari perbuatannya. Bagi sebagian orang hal yang dianggap dapat membahagiakan dirinya adalah suatu hal yang baik. Namun kesenangan menjadikan seseorang melakukan segala hal yang di anggapnya menyenangkan bagi dirinya tanpa memperdulikan norma yang ada. Apabila kesenangan tersebut


(43)

perbuatan apapun dengan sesuka hatinya walau pun perbuatan tersebut termasuk perbuatan menyimpang.

Dalam teori penyimpangan sosial, kesadaran umum merupakan langkah untuk mencegah penyimpangan itu. Kesadaran umum meliputi norma-norma atau nilai-nilai yang mulia, hal tersebut harus dibangun ditengah-tengah masyarakat. Membangun kesadaran umum akan nilai-nilai sosial yang mulia membutuhkan keseriusan dari berbagai pihak.

Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan. Pada perkembangan selanjutnya, Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya sarana-sarana yang tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan struktur kesempatan. Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. struktur sosial yang berbentuk kelas-kelas menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan peradaban struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi di kalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan. Situasi ini akan menimbulkan keadaan dimana para warga tidak


(44)

lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan serta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat.

2.3. Nilai Pendidikan Bagi Masyarakat Desa

Kemiskinan seringkali menjadi alasan penyebab anak putus sekolah, namun sebenarnya tidak setiap anak putus sekolah disebabkan oleh perekonomian orang tua yang rendah. Irzan Fachrizi mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian tentang anak putus sekolah di kecamatan Jangka di Kab. Biren, Madura, dan Sumsel (Alifiyanto, 2008) ditemukan penyebab anak putus sekolah adalah dari faktor demigrafi, geografis, sosial budaya, dan ekonomi. Dan dari penelitian yang dia lakukan diketahui bahwa faktor lingkungan yang berpengaruh signifikan terhadap anak putus sekolah di daerah Ciputat di tolak, dan menerima hipotesis alternatif yang mengatakan faktor lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap anak putus sekolah. Tetapi faktor ini tidak berpengaruh signifikan dan berdasarkan analisis data dari koesioner faktor lingkungan lebih berpengaruh kepada motivasi belajar atau melakukan penyimpangan seperti bolos sekolah. Sedangkan menurut Jejen Musfah faktor paradigma orang tua, perhatian guru, dan kebijakan kepala sekolah, yang tidak memihak pada amat pentingnya pada pendidikan anak. Menurutnya orang tua, guru, dan kepala sekolah abai terhadap hak anak memperoleh pendidikan yang baik. Dari tingkat dasar hingga menengah, apalagi perguruan tinggi. Dan berdasarkan penelitian oleh Tanti Citrasari Wijayanti jumlah angka putus sekolah bagi anak usis wajib belajar di Jawa Timur adalah model yang melibatkan tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan


(45)

yaitu persentase laju pertumbuhan ekonomi, persentase guru (SD/MI dan SMP/ MTS) terhadap jumlah siswa, dan tingkat kesempatan kerja di Jawa Timur.

Dari penelitian di atas menunjukkan bahwa tidak hanya partisipasi orang tua sangat di butuhkan dalam proses pendidikan anak, peran guru juga diperlukan yang di dapat melalui sekolah, dari itu pemerintah telah membuat berbagai program untuk menunjang pendidikan, sebab selain sebagai indokator pembangunan, pendidikan juga dapat berfungsi sebagai penghambat dan memperlambat usia perkawinan di masyarakat, dimana dengan norma- norma yang telah ada didalam sebuah institusi khususnya institusi pendidikan maka akan memaksa seseorang untuk mematuhi norma yang terdapat didalamnya. Tak berbeda dengan institusi lainnya, pada institusi pendidikan juga di kenal dengan adanya sanksi bagi yang melanggarnya. Sehingga dengan adanya norma- norma yang ada di sekolah, maka jika ada siswa atau pun siswi yang melakukan pelanggaran maka ia juga akan mendapat sanksi. Oleh sebab itu, guru sebagai pendidik juga harus mengajarkan norma- norma yang tidak jauh berbeda dengan norma yang ada di masyarakat.

Dalam buku Sosiologi Pendidikan Nasution (2010: 68) dikatakan bahwa norma- norma di sekolah juga harus memperhatikan apa yang diharapkan masyarakat. Guru harus memanfaatkan harapan-harapan orang tua dan menerapkannya dalam kelasnya dalam bentuk norma-norma. Sedapat mungkin norma- norma yang dijalankan di sekolah jangan betentangan dengan norma yang berlaku dalam keluarga anak didik.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah dengan studi kasus yakni jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan bebagai metode alamiah ( Moleong, 2010:6). Dengan penelitian kualitatif peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai kasus yang akan diteliti.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Patumbak I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Lokasi ini di pilih oleh peneliti dengan alasan adanya para remaja yang menikah disebabkan oleh kehamilan yang menyebabkan para remaja putus sekolah dan menikah di usia muda di desa tersebut.


(47)

3.3. Unit Analisis dan Informan Penelitian 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah hal- hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian keseluruhan yang menjadi fokus penelitian ( Bungin, 2007: 51- 52). Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah para remaja yang pernah melakukan hubungan seks bebas dan hamil serta putus sekolah dan tinggal atau berdomisili di Desa Patumbak 1, dan seluruh masyarakat seperti tokoh masyarakat, guru, masyarakat setempat, dan orang tua dari remaja yang hamil di luar pernikahan dan putus sekolah yang bertempat tinggal di Desa Patumbak I Kec. Patumbak Kab. Deli Serdang.

3.3.2. Informan

Informan adalah orang- orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian yang memberikan informasi yang aktual serta memahami dan menguasai data dan informasi terkait dengan masalah penelitian. Adapun yang menjadi informan didalam penelitian ini adalah: 1. Informan dalam penelitian ini adalah para remaja pelaku seks bebas. 2. Informan lainnya adalah masyarakat dilingkungan setempat, tempat

tinggal remaja pelaku seks bebas seperti tokoh masyarakat, guru, masyarakat setempat, dan orang tua dari remaja pelaku seks bebas.


(48)

Pengambilan informan dilakukan dengan snowball sampling yaitu teknik sampling dimana responden awal dipilih berdasarkan kriteria penelitian, kemudian mereka diminta untuk memberikan informasi mengenai rekan-rekan lainnya sehingga diperoleh lagi informan tambahan.

Adapun yang menjadi informan adalah mereka yang sesuai dengan beberapa kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1. Melakukan hubungan seks bebas sebelum menikah; 2. Remaja melakukan seks bebas tersebut dengan pacar; 3. Menikah antara usia 12-19 Tahun;

4. Pernikahan disebabkan oleh kehamilan di luar nikah; 5. Melaksanakan pernikahan ketika masih sekolah;

6. Remaja tersebut tinggal dan berdomisili di Desa Patumbak I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

7. Serta seluruh masyarakat yang berdomisili di Desa Patumbak I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan kriteria tersebut diatas, maka diperoleh 6 orang informan pelaku seks bebas, dan 5 informan lainnya yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini.


(49)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan yakni dengan teknik berikut:

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mencari data- data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti, teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

1. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada saat penelitian. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan perilaku dan tindakan seseorang khususnya pada remaja, yang hasil dari observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.

2. Wawancara mendalam, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatapan muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama


(50)

(Bungin, 2007: 108). Wawancara mendalam dilakukan pada informan yang memiliki beberapa karakteristik tertentu.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi pustaka yang dilakukan untuk mendukung data primer. Adapun bentuk studi kepustakaan yaitu untuk mencari informasi melalui jurnal, internet, artikel, foto, dokumen atau catatan-catatan lainnya yang di anggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi yang akurat yang diperoleh dari lapangan. Data-data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Interpretasi data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia, yaitu dari pengamatan dan wawancara mendalam yang sudah tercatat. Kemudian hasil wawancara akan ditampilkan sebagai bahan pendukung analisis yang akan disampaikan dalam laporan penelitian. Selanjutnya data- data tersebut akan dikomparasikan dan diinterpretasikan sebaik mungkin, dengan harapan


(51)

memperoleh data yang sebaik- baiknya, sehingga pada gilirannya peneliti dapat memahami dan menemukan jawaban dari penelitian tersebut.

3.6. Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan

Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra Observasi

2. ACC Judul

3. Penyusunan Proposal Penelitian 4. Seminar Proposal Penelitian 5. Revisi Provosal Penelitian 6. Penelitian Ke Lapangan 7. Pengumpulan Data dan Analisis 8. Bimbingan/ Penulisan Laporan Akhir

9. Sidang Meja Hijau

3.7. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengalami banyak kendala yang menjadi keterbatasan penelitian. Adapun yang menjadi keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Keterbatasan kemampuan dalam pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah.


(52)

2. Keterbatasan dalam mendapatkan teori dalam pemahaman analisis data. 3. Keterbatasan dalam pemilihan teori yang tepat dikarenakan analisis yang agak

rumit sehingga sangat membutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam menyelesaikannya.

4. Keterbatasan mendapatkan informan karena penelitian ini menyangkut masalah pribadi dan bersifat sensitif.


(53)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Keadaan Geografis Desa Patumbak 1

Desa Patumbak 1 adalah salah satu dari 8 desa yang berada di kecamatan Patumbak. Desa Patumbak 1 memiliki luas wilayah 714,5 Ha dengan luas pemukiman 96,70 Ha dan berbatasan dengan beberapa wilayah sekitarnya, yakni sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Patumbak II.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir (Sungai). - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Si Biru-Biru. - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lantasan Baru.

Adapun jarak dari desa Patumbak 1 ke pusat pemerintahan desa (orbitasi) adalah sebagai berikut:

- Jarak Desa Patumbak 1 ke Pusat Kecamatan adalah 7 Km. - Jarak Desa Patumbak 1 ke Ibu Kota Kabupaten adalah 29 Km. - Jarak Desa Patumbak 1 ke Ibu Kota Propinsi adalah 20 Km.


(54)

4.1.2. Keadaan Penduduk Desa Patumbak 1

Desa Patumbak 1 memiliki jumlah penduduk 7.806 jiwa dengan kepadatan penduduk adalah 80,7 jiwa/Ha yang terbagi pada VII dusun yakni dusun I Gondang Legi, dusun II Pondok Kereta, dusun III Kampung Banten, dusun IV Emplasment, dusun V Kongsi, dusun VI Psr. 7 Timur, dan dusun VII Psr. 7 Barat. Untuk lebih lengkapnya penulis membuat tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin di rinci menurut Dusun di Desa Patumbak 1 Tahun 2014

No Dusun

Laki-laki Perempuan

Jumlah Menikah Lajang Menikah Lajang

1. Dsn. I Gondang Legi 642 354 534 337 1.867 2. Dsn. II Pondok Kereta 351 162 380 129 1.022

3. Dsn. III Kp. Banten 301 149 331 158 939

4. Dsn. IV Emplasment 201 49 215 58 523

5. Dsn. V Kongsi 408 265 410 259 1.342

6. Dsn. VI Psr. 7 Timur 361 203 395 207 1.166 7. Dsn. VII Psr. 7 Barat 308 150 330 159 947

Total Penduduk 2.572 1.332 2.595 1.307 7.806 Sumber: Data Monografi Desa Patumbak 1

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pada tiap dusun memiliki perbandingan jumlah penduduk yang tinggi. Dan dapat di lihat pula dusun I merupakan dusun dengan jumlah penduduk terbanyak di Desa Patumbak 1 yakni


(55)

sebanyak 1.867 jiwa, dan dusun IV memiliki jumlah penduduk terendah dengan jumlah jiwa 523.Sedangkan jika di lihat perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan maka total penduduk laki-laki dan total penduduk perempuan tidak memiliki banyak selisih, dimana total penduduk laki-laki sebanyak 3.904 jiwa dan total penduduk perempuan sebanyak 3.902 jiwa. Namun, selisih tersebut dapat memberikan kesimpulan bahwa penduduk Desa Patumbak 1 didominasi oleh penduduk laki-laki dengan total tersebut di atas.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin di rinci menurut usia penduduk Desa Patumbak 1.

Sumber: Data Monografi Desa Patumbak 1

Dari data di atas juga menunjukan bahwa jumlah penduduk yang termasuk dalam usia remaja lebih sedikit dibandingkan usia lanjut (dewasa dan tua),

USIA (Tahun)

JENIS KELAMIN JUMLAH

Laki-laki

Persen Tase

Perempuan

Persen tase

LK & PR

Persen tase

1 – 10 791 20,26 % 768 19,68 % 1.559 19,97 %

11 – 20 1.011 25,89 % 1.166 29,88 % 2.177 27,88 %

21 – 30 763 19,54 % 682 17,47 % 1.445 18,51 %

31 – 40 347 8,88 % 332 8,50 % 679 8,69 %

41 – 50 321 8,22 % 309 7,91 % 630 8,07 %

>51 671 17,18 % 645 16,52 % 1.316 16,85 % TOTAL 3.904 99,97 % 3.902 99,96 % 7.806 99,97 %


(56)

remaja tidak mengalami anomi dalam hidupnya dan terbebas dari perilaku amoral seperti yang terjadi pada pelaku seks bebas yang menyebabkan kehamilan. Selain itu, tingkat pendidikan juga seharusnya bisa lebih tinggi bagi para remaja karena di desa tersebut sudah memiliki fasilitas pendidikan (sekolah) yang memadai sehingga seorang remaja dapat menentukan dengan mudah dimana ia akan melanjutkan pendidikannya. Hal tersebut dapat di lihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Fasilitas Pendidikan menurut tingkat pendidikan dirinci menurut jumlah guru dan siswa.

No. URAIAN

Jlh. Gedung

Jlh. Guru

Jlh. Murid

Jlh. Kelas

1. Taman kanak- kanak 2 7 90 3

2. SD Swasta 3 11 405 12

3. SD Negeri 3 30 325 18

4. Madrasah 1 5 110 4

5. SMP Swasta 3 25 625 12

6. SMA Swasta 2 10 103 6

7. SMK Swasta 2 12 162 6

8. SMK Negeri 3 15 140 6

Total 19 115 1.960 67


(57)

4.1.3. Keadaan Perekonomian Desa Patumbak 1

Di Desa Patumbak 1 terdapat 1 minimarket, 1 pasar mingguan, dan 97 toko yang tersebar di wilayah Desa Patumbak 1. Banyaknya penduduk di desa ini yang bermata pencaharian sebagai pengusaha menjadikan keadaan perekonomian di desa ini cukup lancar yang terbukti dengan mudahnya penduduk Desa Patumbak 1 ini mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan. Berikut adalah Tabel 4.4 menunjukan data mata pencaharian penduduk Desa Patumbak 1.

Tabel 4.4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Patumbak 1

No. Pekerjaan Jumlah/Orang Persentase

1. Karyawan :

- Pegawai Negeri Sipil 71 17,53 %

- TNI/POLRI 3 0,74 %

- Karyawan Swasta 110 27,16 %

2. Wirausaha/Pedagang 97 23,95 %

3. Tani 228 56,29 %

4. Pertukangan 20 4,93 %

5. Buruh Tani 149 36,79 %


(1)

PENUTUP BAB V

5.1. Kesimpulan

Kehamilan di luar nikah dan putus sekolah di kalangan remaja ditemukan di Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Kehamilan di luar nikah dan putus sekolah adalah bentuk dari tindakan menyimpang yang dilakukan oleh para remaja putri. Remaja adalah para generai penerus bangsa sebagai bibit baru yang seharusnya mampu belajar dalam melihat, memilih, membatasi, menerapkan, dan menanamkan pada dirinya nilai-nilai dan norma poitif dan menjauhkan diri dari hal-hal negatif yang ada di masyaraka.

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sikap permisif masyarakat dalam menyikapi masalah kehamilan di luar nikah pada remaja. Hal ini terbukti dengan terjadinya penyimpangan sekunder dimana penyimpangan tersebut tidak disikapi walau pun masyarakat tahu akan masalah tersebut dan merasakan keresahannya. 2. Kurangnya kontrol sosial orang tua terhadap media masa elektronik adalah

penyebab terjadinya kenakalan remaja terutama mengenai kehamilan di luar nikah. Di mana media masa sering memperlihatkan adegan pornografi atau pun mudahnya para remaja mengakses film-film porno sehingga para


(2)

remaja bersikap dan berperilaku seperti yang terdapat pada tontonan yang mereka lihat.

3. Pudarnya nilai moral dan norma agama yang ada di masyarakat di Desa Patumbak 1 yang menyebabkan kurangnya kontrol sosial terhadap para pelaku kejahatan terutama kenakalan remaja berupa kehamilan di luar nikah.

4. Sikap permisif orang tua, masyarakat beserta tokoh masyarakat terhadap pendidikan sekolah dan pengembangan diri pada remaja mengenai sosialisasi reproduksi pada remaja baik dampak pernikahan dini serta dampak kehamilan usia muda.

5.2. Saran

Dari kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Para remaja adalah generasi bangsa yang harus diutamakan. Oleh karenanya masalah kehamilan di luar nikah dan putus sekolah yang terjadi pada para remaja harus benar-benar disikapi secara serius dan tegas dengan cara memberikan sanksi tegas baik secara lisan maupun tulisan, baik sanksi fisik, sanksi psikologi, sanksi ekonomik sesuai dengan kesalahannya agar para remaja terhindar dari berbagai pengaruh negatif masa kini.

2. Hendaknya para orang tua, pemerintah desa, serta tokoh agama mensosialisasikan pengetahuan tentang bahaya kehamilan di usia muda bagi


(3)

para remaja dan mengutamakan pentingnya sebuah pendidikan bagi masa depan remaja.

3. Hendaknya para orang tua lebih peka terhadap kontrol sosial pada anak. Baik kontrol terhadap media masa elektronik (tontonan), teman bermain, pendidikan agama, dan pendidikan sekolah pada anaknya.

4. Hendaknya para remaja memahami makna pacaran dan memahami bahwa di usia mereka seharusnya mereka konsentrasi pada pendidikan, sehingga masalah putus sekolah akibat kehamilan di luar nikah tidak terjadi dan dihindari. Serta benar-benar memilih teman bermain agar tidak terpengaruh pada pergaulan bebas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. 2007. Hubungan antara pola komunikasi orang tua dan remaja dengan konsep diri remaja (pendekatan analisis transaksional). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Jakarta.

Arsal, Thirwati.2012. Nikah Siri dalam Tinjauan Demografi. Jurnal Soiologi Pedesaan, 6 (2), 160-168.

Bungin, H. M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenanda Media.

Christy, S. Monica. 2013. Studi Kasus: Perilaku Seksual “Dating Couples” di Kota Medan. Skripsi (S-1) Tidak Diterbitkan. Medan: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Hartomo, H. Drs. dan Aziz, Arnicun. Dra. 2008. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hawa, Siti. 2007. Hubungan komunikasi orang tua dan anak dengan prestasi belajar siswa SMAN 3 Depok. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta.

Karim. B. Zairina Anaris. 2008. Perkainan Hamil Zina dalam Mencapai Keutuhan Rumah Tangga (Studi Pandangan Tokoh Masyarakat Di Kelurahan Prenggan Kotagede Yogyakarta). Skripsi. Yogyakarta : Ilmu Hukum Islam

Fakultas Syari’ah Univeritas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Leleury, R. 2010. Kewajiban Perkawinan Levirat. Disertasi Tidak Diterbitkan. Salatiga: Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Moleong, Lexy. J. Prof. Dr. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Musfah, Jejen. 2013. Gerakan Anti Putus Sekolah. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah.

Nafs, Dian. 2004. Hubungan iklim sosial keluarga dengan prestasi belajar siswa MTsN 4 Jakarta. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta. Narwoko J. Dwi & Suyanto, Bagong. (3). 2010. Sosiologi Teks Pengantar Dan

Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(5)

Pasaribu, PJ. 2009. Perubahan Adat Perkawinan pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Taruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan). Skripsi (S-1) Tidak Diterbitkan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Ritzer, George & Goodman, Douglas J. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Santoso, Ardian. 2008. Pengaruh Broken Home Terhadap Pendidikan Anak di RT. 02/04 Kelurahan Manis Jaya Tangerang. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Sarwono, Sarlito. W. Dr. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali.

Setiadi, Elly M. & Kolip, Usman. 2010. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Sarwadi, J. 2009. Hakikat Perkawinan Menurut Komunitas Kejawen Urip Sejati. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Trimingga, D.A.Yuda. 2008. Penyesuaian Diri Pada Pasangan Suami Istri Usia Remaja Yang Hamil Sebelum Menikah. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Wardany, T. 2009. Konflik Perkawinan pada Istri Perwira Polisi yang Menikah pada Usia Muda. Disertasi Tidak Diterbitkan. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

Sumber Lain:

Fachrizi, Irzan. dkk. 2012. Faktor- Faktor Putus Sekolah, (Online), (Pendidikan/faktor-faktor-putus-sekolah.html. diakses 9 Desember 2013).

Fadlyana, Eddy. dan Larasaty, Shinta. 2009. Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya, Vol. 11, No. 2 : 136: 140:Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Padjajaran/RS Dr Hasan Sadikin, Bandung, (Online), (http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-2-11.pdf, di akses 12 November 2013).

Suhadi. 2012. Pernikahan Dini, Perceraian, dan Pernikahan Ulang, V0l. 4, No.2 : 168:177: Sebuah Telaah dalam Perspektif Sosiologi, (Online),


(6)

(http://journal.unnese.ac.idnju/inde.php/komunitas, di akses 13 Desember 2013)

RK, Ardhikari. 1996. Early Marrige And Childbearing: Risks And Consequences, (Online). (http://www.popline.org/node/233254#sthash.SC11QPK8.dpuf), diakses 13 Desember 2013).

Haqiem, Mugiwara. 2010. Remaja dan Masalahnya, (online), (http://www.slideshare.net/MugiwaraHaqiem/remaja-dan-masalahnya), diakses 13 Desember 2013).

http://www.scribd.com/doc/98046816/MAKALAH-KONSEP-DIRI. di akses pada tanggal 13 Desember 2013 Pukul 21: 54 WIB.

http://www.academia.edu/3778904/Konsep_Diri_Seorang_Remaja. di akses pada tanggal 13 Desember 2013 Pukul 21: 60 WIB.

http://www.scribd.com/doc/84906928/NIKAH-DINI. di akses pada 16 Desember 2013 Pukul 20: 40 WIB

http://lipsus.kompas.com/kemendikbud/read/2013/10/16/1236445/Si.Miskin.Tida k.Dilarang.Sekolah. di akses pada 27/10/2014 pukul 13:54 WIB

http://www.lintas.me/go/sarjanaku.com/pengertian-remaja-defenisi-menurut-para-ahli-ciri-tahap-danperkembangan-masa-remaja diakses pada 27/10/2014 pukul 14:40 WIB


Dokumen yang terkait

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

7 125 115

Persepsi Remaja Putri Tentang Perkawinan Usia Muda di Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005

1 40 80

Faktor-Faktor yang Mendorong Ibu Memakai Kontrasepsi Implant di Desa Patumbak I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 12

Analisis Kelayakan Usahatani Jagung (Kasus: Desa Lantasan Baru, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang)

0 1 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja - Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 16

Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 9

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

0 2 23

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

0 0 9

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

0 0 12