Perbedaan Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah Di SMA Dan MA

(1)

PERBEDAAN SIKAP TERHADAP ABORSI PRA-NIKAH PADA

REMAJA YANG BERSEKOLAH DI SMA DAN MA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

ADY WASKITO NIM : 203070001455

FAKULTAS PSIKOLOGI NON REGULER

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh : ADY WASKITO NIM : 203070001455

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si Dra. Diana Mutiah, M.Si

NIP. 150215283 NIP. 150277469

FAKULTAS PSIKOLOGI NON REGULER

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PERBEDAAN SIKAP TERHADAP ABORSI PRA-NIKAH PADA REMAJA YANG BERSEKOLAH DI SMA DAN MA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 22 Juni 2009 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar Ph.d Dra. Fadhilah Suralaga M.Si

NIP. 130 885 522 NIP. 150 215 283

Anggota :

Penguji I Penguji II

Dr. Sururin M. Ag Dra. Fadhilah Suralaga M.Si

NIP.19710319 19980302 001 NIP. 150 215 283

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Fadhilah Suralaga M.Si Dra. Diana Mutiah, M. Si


(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ady Waskito NIM : 203070001455

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perbedaan Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 22 Juni 2009

Ady Waskito 204070001455


(5)

“Demi Pena dan Segala yang di Tuliskan”

(QS. Al-Qolam : 1-2)

Karya sederhana ini ku

persembahkan untuk diriku

sebagai bentuk pertanggung

jawabanku pada NYA,

Untuk bapak dan mamah,

kakak dan kedua adik ku,

serta orang-orang yang

menyayangiku dan ku


(6)

(B) Juni 2009 (C) Ady Waskito

(D) Perbedaan Sikap Terhadap aborsi Pra-Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA

(E) x + 76 halaman

(F) Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk dibangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari disekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dihabiskan disekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan, sebagai mana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat. Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan

masyarakat. Hubungan seks bebas sebelum menikah pada akhirnya akan membawa resiko, seperti kehamilan. Suatu kehamilan yang tidak diinginkan, karena tidak sesuai dengan tuntutan dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, mengakibatkan terjadinya pengguguran kandungan sebagai suatu jalan yang dianggap dapat memecahkan permasalahan mereka.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan sikap terhadap aborsi pra-nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian komparatif. Penelitian dilaksanakan di SMA Dharma Karya UT, Pamulang dan MA Manaratul Islam, Jakarta dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang, 25 orang siswa SMA dan 25 orang siswa MA, yang diambil dengan teknik Random Sampling (acak). Instrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala model Likert. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik yang meliputi korelasi Product Moment Pearson untuk meguji validitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, dan T-test untuk pengujian hipotesis penelitian.


(7)

40 item. Reliabilitas skala sikap terhadap seks pra-nikah adalah 0,8366. Berdasarkan uji T-test, diperoleh hasil thitung (0,989) < ttabel (2,021). Tidak

terdapat perbedaan yang signifikan terhadap sikap aborsi pra-nikah antara remaja yang bersekolah di SMA dan MA.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan sikap terhadap aborsi pra-nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA. Hal ini terlihat dari kategorisasi, baik siswa SMA maupun siswa MA sebanyak (40%) memiliki sikap yang cukup negatif terhadap aborsi pra-nikah.

Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk membuat item aborsi pra-nikah dalam konteks remaja, supaya dapat mewakili sampel penelitian. Kemudian perlu ditelusuri lebih lanjut, faktor-faktor apa sajakah kiranya yang dapat membentuk sikap positif remaja terhadap aborsi pra-nikah. Sehingga hal ini dapat di jadikan sebagai tindakan preventif dalam mencegah semakin meningkatnya degradasi moral di kalangan remaja khususnya pelajar Indonesia, terkait dengan perbuatan aborsi pra-nikah. (G) Bahan Bacaan : 20 (dari thn 1993 - 2007) + 2 skripsi + 5 pustaka online.


(8)

Assalamu`alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA”. Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Jahja Umar, Ph.D yang telah banyak memberikan pengarahan dan perhatian kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. 2. Pembimbing Akademik Bapak Abdurachman, M.Si, atas bimbingannya

selama penulis menjalani perkuliahan.

3. Ibu. Fadhilah Suralaga M.Si, atas segala bimbingan, saran, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Diana Mutiah, M. Si, yang senantiasa memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

5. Pembimbing seminar skripsi, Bapak Abdurachman, M.Si, yang tidak pernah bosan untuk menyumbangkan pendapatnya, memberikan saran yang membangun, motivasi, sehingga penulis dapat mengatasi kendala dalam penyusunan skripsi ini.

6. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis. 7. Bapak Wahid sebagai kepala sekolah SMA Dharma Karya UT Pamulang,

yang telah mengiijnkan saya untuk melakukan penelitian.

8. Bapak H. Safei sebagai pembina yayasan di MA Manaratul Islam Jakarta, yang telah mengiijnkan saya untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh siswa SMA Dharma Karya UT Pamulang dan Manaratul Islam Jakarta yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.

10. Yang paling penulis hormati dan kasihi setelah Allah dan Rasul-Nya, Bapa, Mama, dan Keluarga yang tak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih yang tulus kepada penulis.


(9)

yang telah kalian berikan.

12. Teman seperjuangan (Erza, Peni, Ikhsan, Abdu, Fachdi, Elyna, Fathin, Arniyati, Rizki, Dewi, Lutfi, Amir, Zaki), atas segala motivasi yang tiada henti dan waktu yang di sediakan untuk berbagi di setiap kesempatan. 13. Anggita Krisnandika yang selalu siap membantu dan selalu memberi

motivasi kepada penulis.

Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang di berikan.

Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait. Untuk kesempurnaan karya ini, penulis harapkan saran dan kritiknya.

Jakarta, 22 Juni 2009


(10)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Batasan dan Rumusan Masalah Penelitian ... 9

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Sistematika Penulisan ... 11

BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1 Sikap ... 13

2.1.1 Pengertian sikap ... 13


(11)

2.1.3 Ciri-ciri Sikap... 15

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi perubahan dan Pembentukan Sikap ... 15

2.1.5 Pengukuran Sikap ... 19

2.2 Remaja ... 20

2.2.1 Pengertian Remaja ... 20

2.2.2 Karakteristik Perkembangan Remaja ... 22

2.2.3 Tugas Perkembangan Remaja ... 26

2.2.4 Perkembangan Seksual Remaja ... 27

2.3 Aborsi ... 30

2.3.1 Pengertian Aborsi ... 30

2.3.2 Macam-macam Aborsi ... 31

2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Aborsi ... 33

2.3.4 Gambaran dan Proses Aborsi ... 36

2.3.5 Aborsi dalam tinjauan Islam ... 39

2.4 Kerangka Berpikir ... 41

2.5 Hipotesis ... 44

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 45

3.1.1 Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian ... 45


(12)

3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 47

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.3.1 Instrumen Penelitian ... 48

3.3.2 Skala ... 48

3.4 Teknik Analisis Data ... 52

3.4.1 Uji Validitas ... 52

3.4.2 Uji Reliabilitas ... 53

3.4.3 Uji Hipotesis ... 54

3.5 Prosedur Penelitian ... 54

3.5.1 Tahap Persiapan ... 54

3.5.2 Tahap Pengambilan Data ... 55

3.5.3 Tahap Pengolahan Data ... 56

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 57

4.1.1 Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

4.1.2 Gambaran Umum Berdasarkan Usia ... 58

4.1.3 Gambaran Umum Berdasarkan Kelas ... 58

4.2 Presentasi Data ... 59


(13)

4.2.2 Uji Homogenitas ... 62 4.3 Kategorisasi ... 63 4.4 Hasil Utama Penelitian ... 68

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5.1 Kesimpulan ... 71 5.2 Diskusi ... 71 5.3 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

Tabel 3.2 Blue print Skala Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah ... 51

Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin ... 57

Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan usia ... 58

Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan kelas ... 59

Tabel 4.4 Uji Normalitas Shapiro-Wilk ... 60

Tabel 4.5 Uji Homogenitas ... 63

Tabel 4.6 Kategori Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA ... 65

Tabel 4.7 Kategori Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada siswa SMA ... 66

Tabel 4.8 Kategori Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada siswa MA ... 68

Tabel 4.9 Independent Sample Test ... 69


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 QQ plot Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Angket Try Out

Lampiran 2 Skoring Try Out Lampiran 3 Angket Penelitian Lampiran 4 Skoring Penelitian

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas

Lampiran 7 QQ plot Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA

Lampiran 8 Hasil Uji T Lampiran 9 T tabel


(17)

3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada negara-negara berkembang atau pada suatu negara yang sedang berkembang pesat pada umumnya atau dengan sendirinya masyarakat di negara tersebut akan berkembang menjadi masyarakat modern. Di mana sisi lain masyarakat modern sebagian besar sudah membawa implikasi kepada penyimpangan, adapun bentuk tindakanmenyimpang dari masyarakat modern itu sendiri salah satunya adalah perilakuseks bebas.Namun bagi masyarakat modern, seks bebas sudah menjadi aktifitas yang wajar. Seks bebas dilakukan sebagai salah satu aktifitas seksual oleh mereka yang memiliki ataupun tidak memiliki pasangan, kapan saja dan di mana saja, tanpa harus terikat dengan pasangan tersebut. Hubungan seks bebas sebelum menikah pada akhirnya akan membawa resiko, seperti kehamilan. Suatu kehamilan yang tidak diinginkan, karena tidak sesuai dengan tuntutan dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, mengakibatkanterjadinya pengguguran kandungan sebagai suatu jalan yang dianggap dapat


(18)

Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan masyarakat. Dengan demikian dibutuhkan sifat yang sangat bijaksana dari orang tua, pendidik, dan

masyarakat pada umumnya. Serta tentunya para remaja itu sendiri, agar mereka dapat melewati masa transisi itu dengan baik. Adapun yang

dimaskud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. (Sarwono, 2007). Bentuk tingakah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkan. Akan tetapi, pada bagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis yang terpasa menggugurkan kandungannya. (Simkins dalam Sarwono, 2007).

Akibat dari psikososial lainnya adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil. Juga akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya.


(19)

5

kematian bayi yang tinggi. Selain itu, juga ada akibat-akibat putus sekolah dan akibat-akibat ekonomis karena diperlukan ongkos perawatan, dan lain-lain. (Sanderowitz & Paxman dalam Sarwono, 2007).

Menurut Prof. DR Dr Nukman Moeloek, Sp And, Ketua PKBI DKI Jakarta menyatakan dari 2.479 responden berusia 15-24 tahun, mereka yang mengaku berhubungan seksual saat berpacaran sebanyak 14,73%. Kebanyakan melakukannya dengan pacar (74,89%) Sebagian besar responden berpacaran di rumah (61,54%). Selain itu, sekolah, kampus, tempat rekreasi, bioskop, tempat bekerja, rumah teman dan rumah saudara menjadi pilihan untuk menghabiskan waktu berduaan bersama pasangan mereka. Pintu-pintu menuju hubungan seksual bahkan menjangkau rumah kos dan hotel, motel, atau losmen. Meski remaja yang berpacaran di hotel jumlahnya kecil, tapi di tempat itu pula mereka selalu berhubungan seksual. Survei PKBI Jakarta juga mencatat bahwa responden yang mengaku telah berhubungan seksual, 40% di antaranya tidak memakai alat kontrasepsi. Alasannya, hampir 60% mengatakan tidak nyaman menggunakan alat kontrasepsi. (http://abortus.blogspot.com)

Menurut Gulardi HW dalam (Maria Ulfah, 2006) Aborsi ialah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu (dihitung haid


(20)

25cm. Sedangkan menurut Mardjono Reksodiputro dalam (Maria Ulfah, 2002) aborsi ialah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum hasil konsepsi dapat lahir secara alamiah dengan adanya kehendak merusak hasil konsepsi tersebut. Umumnya aborsi terjadi pada masa tiga bulan pertama kehamilan. Akan tetapi, pada prinsipnya aborsi mempunyai dua arti yang berbeda, yaitu keguguran kandungan yang tidak disengaja (abortus spontan) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai "keguguran" dan keguguran

kandungan yang sengaja dilakukan (abortus provocatus) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai "pengguguran". Biasanya yang kedua istilah inilah yang sering mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat.

Menurut Siswanto Agus Wilopo (Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, BKKBN). Setiap tahun terjadi 2,6 juta kasus aborsi di Indonesia. Jika dirata-rata, setiap jamnya terdapat 300 wanita telah

menggugurkan kandungannya. Tidak semua kehamilan diinginkan atau disambut baik kehadirannya. Dua pertiga (50 juta) dari 75 juta kehamilan yang tidak diinginkan di dunia akan berakhir dengan aborsi disengaja; 20 juta diantaranya dilakukan secara tidak aman. Aborsi tidak aman berkontribusi 13% (78.000) terhadap kematian ibu di dunia. Aborsi tidak aman selalu menjadi masalah kesehatan masyarakat. Dan secara formal, aborsi tidak aman diperkirakan menyumbang 11,1% pada kematian ibu.


(21)

7

Pada saat dan setelah melakukan aborsi seorang perempuan bisa

mengalami kematian mendadak karena pendarahan hebat, pembiusan gagal, kematian lambat akibat infeksi, rahim sobek, kerusakan leher rahim, kanker payudara, kanker indung telur, kanker leher rahim, kanker hati, kelainan plasenta, kemandulan, infeksi rongga panggul dan infeksi lapisan rahim. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Dr Boyke Dian Nugraha, Ginekolog dan Konsultan Seks dalam sebuah acara seminar yang digelar Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB Bogor. Mayoritas perempuan pelaku aborsi, terang Boyke, secara psikologis akan menderita.Sebuah penelitian menunjukkan mereka yang kehilangan harga diri (82%), berteriak-teriak histeris (51%), mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%), ingin bunuh diri (28%), terjerat obat-obatan terlarang dan tidak bisa menikmati hubungan seksual (41%). (http://cindien.multiply.com/reviews/item/33).

Masa remaja adalah satu masa yang pasti dilewati oleh setiap orang setelah masa kanak-kanak berakhir. Remaja oleh Hurlock (2000) dibagi atas dua masa yaitu masa remaja awal yang diperkirakan berada pada rentang usia tiga belas atau empat belas tahun hingga usia tujuh belas tahun. Masa kedua adalah masa remaja akhir dengan rentang usia tujuh belas tahun hingga dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun. Sekolah adalah lingkungan


(22)

remaja yang sudah duduk dibangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari disekolahnya. Ini berarti bahwa hampir

sepertiga dari waktunya setiap hari dihabiskan disekolah. Tidak

mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan, sebagai mana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Menurut Sarwono (2007), sebagai lembaga pendidikan sekolah mengajarkan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat disamping mengajarkan

keterampilan dan kepandaian kepada siswanya. Dimulai dari mata pelajaran yang diberikan, kegiatan pembiasaan mengenai pengadaan peraturan

sekolah hingga kegiatan ekstra kulikuler di sekolah yang bersangkutan. Lebih khusus MA melakukan penanaman nilai-nilai moral yang diperoleh dari mata pelajaran agama yang dibebankan lebih banyak dari pada SMA, yaitu

sebanyak 30% dari mata pelajaran yang ada. Dengan demikian siswa MA memiliki pengalaman pelajaran agama lebih banyak dibandingkan dengan siswa SMA. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams & Gullota dalam (Sarwono, 2007) bahwa agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang ada didunia. Agama menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi meraka yang


(23)

9

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) berada pada rentang usia remaja. Setelah remaja memasuki jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (STLP) maka remaja memasuki jenjang SLTA dengan mata pelajaran yang lebih kompleks, lingkungan baru dengan norma dan peraturan baru yang menuntutnya untuk lebih bersikap dewasa. Pada masa ini remaja lebih spesifik dalam memilih teman, khususnya teman sebaya karena orientasinya tidak lagi sekedar bermain tetapi juga untuk teman berbagi rasa. Di Indonesia terdapat berbagai lembaga pendidikan setaraf dengan SLTA (Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas). Antara lain Sekolah Menegah Atas (SMA) dan juga sekolah yang berciri khas agama seperti MA (Madrasah Aliyah).

Bagi sebagian orang yang merasa ingin memperdalam ilmu agama disamping ilmu-ilmu umum lainnya maka mereka lebih cenderung untuk memilih MA (Madrasah Aliyah). Mereka juga mengharapkan perkembangan diri dan kepribadian karena dianggap ketika mendapatkan porsi pelajaran agama yang lebih banyak, maka sedikit banyak akan merubah perspektifnya. Sedangkan bagi orang tertentu memilih SMA (Sekolah Menengah Umum) menjadai alternatif pilihan, karena dianggap lebih konsen mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu umumnya. SMA (Sekolah Menengah Atas) dan M A (Madrasah MA) adalah lembaga tingkat atas setelah SMP atau MTS. Namun perbedaannya SMA merupakan lembaga pendidikan umum yang berada


(24)

dibawah pembinaan dan kebijakan DEPDIKNAS (Depertemen Pendididkan Nasional), sedangkan MA merupakan pendidikan umum berciri khas agama Islam yang berada dibawah pembinaan dan kebijakan DEPAG (Depertemen Agama). Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang : “Perbedaan Sikap Terhadap Aborsi Pra Nikah Pada Remaja Yang bersekolah di SMA dan MA”

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa yang mendasari remaja untuk melakukan aborsi pra nikah? 2. Bagaimana sikap remaja yang bersekolah di SMA dan MA

terhadap aborsi pra nikah?

3. Faktor apa saja yang menyebabkan remaja melakukan aborsi? 4. Bagaimana dampak aborsi terhadap psikologis remaja?

5. Bagaimana gambaran psikologis remaja yang melakukan aborsi pra nikah?

6. Apakah ada perbedaan sikap remaja yang bersekolah di SMA dan MA terhadap aborsi pra nikah?


(25)

11

1.3. Batasan dan Rumusan Masalah

1.3.1. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan penelitian tidak meluas, maka penulis memberikan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Sikap adalah efek atau penilaian positif dan negatif terhadap suatu objek, yang terdiri dari unsur kognisi, afeksi dan konasi. (Fishbein & Ajzen dalam Azwar 2007)

2. Aborsi ialah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu (dihitung haid terakhir) atau berat janin kurang dari 500g atau panjang janin kurang dari 25cm. (Gulardi HW dalam Maria ulfah 2002) 3. Masa remaja adalah suatu periode transisi dari kanak-kanak menuju

dewasa secara biologis, psikologis, sosial, ekonomi. (Sarwono 2007). Remaja yang diteliti disini adalah siswa/i SMA Dharma Karya UT Pamulang dan MA Manaratul Islam Jakarta.

1.3.2. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : Apakah ada perbedaan sikap terhadap Aborsi pra Nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA?


(26)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan sikap remaja yang bersekolah di SMA dan MA terhadap Aborsi pra Nikah.

1.4.2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis.

Manfaat teoritis dilaksanakannya penelitian ini adalah bahwa Hasil dari penelitian diharapkan dapat menambah khasanah wacana dalam ilmu pengetahuan psikologi mengenai sikap remaja yang bersekolah di SMA dan MA terhadap Aborsi pra Nikah.

b. Sedangkan manfaat Praktis dilaksanakannya penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan bagi para pendidik agar dapat

membimbing serta mengarahkan siswa/inya kearah yang positif. 2. Sebagai referensi bagi setiap keluarga, sehingga para orang tua

dapat lebih memperhatikan, mengerti dan memahami kebutuhan serta kondisi anak-anak mereka.

3. Kepada para remaja agar dapat menghindarinya (memberikan gambaran kepada para siswa khususnya remaja mengenai bahaya aborsi, sehingga diharapkan mereka dapat menjaga pergaulannya dengan baik).


(27)

13

4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan masyarakat agar saling bekerja sama dan lebih memperhatikan masalah ini dengan sebaik-baiknya, sehingga perilaku aborsi dapat ditekan. 5. Dapat memperkaya pengetahuan setiap pembaca, khususnya

orang tua, ahli-ahli pendidikan dan praktisi terkait lainnya.

1.5. Sistimatika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan sistematika penulisan karya ilmiah psikologi menurut APA (American Psychology Association) sebagai mana yang dicantumkan dalam buku pedoman penulisan skripsi terbitan Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Sistimatika penulisan yang penulis susun adalah sebagai berikut :

BAB 1 Pendahuluan ; dalam bab ini penulis akan menguraikan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistimatika penulisan.

BAB 2 Tinjauan Pustaka ; dalam bab ini penulis akan menguraikan deskripsi teori yang terdiri dari definisi sikap, komponen-komponen atau

struktur sikap, ciri-ciri sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap, pengukuran sikap. Definisi remaja, karakteristik perkembangan remaja, tugas perkembangan remaja, perkembangan


(28)

seksual pada remaja. Definisi aborsi, macam-macam aborsi, fator-faktor penyebab aborsi, gambaran dan proses aborsi, aborsi dalam pandangan Islam, kerangka berpikir dan hipotesa.

BAB 3 Metodologi Penelitian ; dalam bab ini penulis akan menguraikan jenis penelitian, meliputi pendekatan dan metode penelitian, definisi

variabel dan operasional variabel. Populasi dan sampel serta teknik pengambilan sampel. Pengumpulan data meliputi metode dan instrumen data, analisis data.

BAB 4 Hasil Pelenitian ; dalam bab ini penulis akan menguraikan gambaran umum responden yang meliputi gambaran umum responden

berdasarkan jenis kelamin, usia dan kelas. Presentasi data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil utama penelitian, dan kategorisasi..


(29)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 SIKAP

2.1.1 Pengertian Sikap

Sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude yaitusuatu cara bereaksi

terhadap suatu perangsang. Sikap oleh Fishbein & Ajzen dalam Azwar (2007) didefiniskan sebagai afek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek. Menurut G.W. Allport dalam Azwar (2007) sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang

memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.

Menurut Krech dan Crutcchfield dalam David (1994) sikap adalah sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu.

J.PChaplin (2000) mengartikan sikap atau attitude sebagai satu predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus menerus untuk bertingkah laku dan bereaksi dengan suatu cara tertentu terhadap pribadi


(30)

lain, objek, lembaga, atau persoalan tertentu. Gerungan (2004)

mendefinisikan sikap sebagai kesediaan beraksi terhadap sesuatu hal.

Dari bebagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap sebagai kecenderungan untuk bertingkah laku terhadap suatu objek yang bersifat menetap.

2.1.2 Komponen-Komponen atau Struktur Sikap

Menurut Azwar (2007) stuktur sikap terdiri atas komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognisi, afeksi,dan konasi /perilaku :

1. Komponen kognisi ; berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang benar bagi objek sikap yang mengandung pikiran, kepercaaan/

pengetahuan seseorang tentang objek sikap. Didalamnya juga

mengandung argumen, generalisasi, stereotype (seringkali terpola dalam pikiran dan sulit sekali menerima perubahan), rasionalisasi, dan evaluasi mengenai hal terentu.

2. Komponen afeksi ; emosi, perasaan/ mood yang berhubungan dengan objek sikap. Hal ini bisa dinyatakan dengan suka/ tidak suka favorabel/ unfavorable dan negatif/ positif.

3. Komponen konasi/ perilaku ; merupakan kesiapsediaan untuk bertingkah laku/ berprilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek


(31)

17

yang tidak perlu diekspresikan dalam overt behavior. Sikap positif

terhadap objek tertentu menunjukan kesiapsediaan untuk mendekati objek tersebut dan juga sebaliknya.

2.1.3 Ciri-Ciri Sikap

Gerungan (2004) menjabarkan tentang ciri-ciri sikap, yaitu:

1. Sikap tidak dibawa manusia sejak lahir, akan tetapi dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan manusia tersebut dalam hubungan dengan objeknya.

2. Sikap dapat berubah-ubah, karena sikap dapat dipelajari. Atas dasar ini fungsi dari pendidikan, pelatihan, orasi politik, iklan, pemasaran, dan lain sebagainya, yang semuanya ini diharapkan dapat mengubah sikap seseorang.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek.

4. Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu dan dapat pula merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan dan Perubahan Sikap Pembentukan sikap pada seseorang tidak terjadi begitu saja melainkan


(32)

lingkungannya maupun dengan individu lainnya. Dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sifat menurut Azwar (2007) :

a) Pengalaman pribadi

Sesuatu yang telah dan sedang dialami akan membentuk dan

mempengaruhi sikap seseorang terhadap sesuatu. Pembentukan kesan atau tanggapan akan menjadi salah satu dasar. Seseorang yang tidak mempunyai pengalaman atau kesan terhadap suatu objek cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.

Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses yang kompleks dalam individu yang melibatkan individu yang

bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu terbentuk dan atribut atau ciri-ciri objektif yang dimiliki oleh stimulus. Sikap akan mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Karena ketika emosi dilibatkan penghayatan akan

pengalaman lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Namun dari

semua hal diatas tidaklah sesederhana karena suatu pengalaman tunggal jarang sekali dapat menjadi dasar pembentukan sikap.

b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting


(33)

19

seseorang yang berada disekitar itu dianggap penting dan diharapkan persetujuannya. Biasanya orang yang dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, temen sebaya, teman dekat, suami dan istri.

c) Pengaruh kebudayaan

Pembentukan sifat juga sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Ketika budaya dalam suatu tempat mempunyai peraturan norma yang longgar, maka budaya kebebasan akan semakin besar. Begitu juga ketika budaya dalam suatu tempat itu mempunyai peraturan norma yang ketat, maka budaya kebebasan akan semakin sempit. Tetapi seberapapun besarnya pengaruh kebudayaan terhadap sikap, kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang mendominasi pembentukan sikap individual.

d) Media massa

Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dan memberikan sugesti yang dapat

mengarahkan opini seseorang dan kepercayaan orang. Contoh pengaruh media massa terhadap pembentukan sikap adalah sugesti tayangan iklan yang dapat mempengaruhi penonton sehingga menjadi konsumtif.


(34)

e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

Lembaga agama dan pendidikan sangat menentukan sistem

kepercayaan, konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap suatu hal.

Ketika terjadi suatu hal yang sifatnya kontroversial orang akan mencari informasi untuk dapat memperkuat posisi sikapnya. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau dari lembaga agama seringkali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.

f) Faktor pengaruh emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego. Sikap yang timbul dari pengaruh emosional merupakan sikap sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. Suatu contoh bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah


(35)

21

2.1.5 Pengukuran Sikap

Sikap merupakan konstruk hipotesis yang harus diinferensikan dari respon-respon terukur (measurable responses) karena tidak dapat diketahui dari observasi langsung, sikap hanya dapat diukur berdasarkan inferensi yang didapat dari respon-respon individu terhadap objek.

Berbagai teknik dan metode telah dikembangkan oleh para ahli guna mengungkap sikap manusia dan memberikan interpretasi yang valid. Skala sikap merupakan cara paling umum digunakan untuk mengukur sikap. Dalam skala sikap, seseorang menyatakan persetujuan atau tidak kesetujuannya terhadap sejumlah pertanyaan dalam beberapa skala point berkisar antara sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Dengan cara ini respon terhadap tiap pernyataan atau item mengidentifikasilkan arah dan derajat sikap.

Skala sikap merupakan cara umum yang digunakan untuk mengukur sikap. Skala sikap berbeda-beda baik dalam tipe maupun metode konstruksinya, tetapi tujuannya selalu sama yaitu menempatkan individu ke dalam posisi numerik dalam suatu kontinum. Adapun pengembangan skala sikap membutuhkan seleksi item-item relevan yang harus membedakan antara individu dengan posisi sikap yang berbeda. Hubungan diagnostik antara item dengan manifest content yang langsung berhubungan dengan objek sikap.


(36)

langsung dengan objek sikap. Karena sifat interkoneksi yang luas dari sikap satu sikap individu akan cenderung mempengaruhi penilaian terhadap berbagai hal yang hanya berhubungan tidak langsung dengan obyek sikap yang ingin diukur. (Azwar,2007).

2.2 REMAJA

2.2.1 Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau

tumbuh menjadi dewasa. Istilah tersebut yang dipergunakan saat ini, memiliki arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2000). Piaget dalam (Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa secara psikologis,masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Menurut WHO dalam Sarwono (2007) batasan usia remaja adalah 14 sampai 24 tahun. Masa remaja adalah suatu periode transisi secara biologis,

psikologis, sosial, ekonomi. Remaja mulai tertarik kepada seks dan secara biologis mampu untuk memiliki anak.


(37)

23

Sarwono (2007) menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1. Usia sebelas tahun adalah usia dimana umumnya tanda-tanda seksual

sekunder mulai nampak (kriteria fisik).

2. Dibanyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baliq, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak perlu lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

3. pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut freud), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget), mapun moral (Konlberg).

4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat atau tradisi), belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan perkataan lain orang orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis masih dapat digolongkan sebagai remaja.

5. Dalam definisi diatas status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting dimasyarakat kita secara menyaluruh.


(38)

diperlukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluaraga. Oleh karena itu definisi remaja disini dibatasi khusus untuk yang belum menikah.

Dari berbagai teori diatas maka remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.

2.2.2 Karakteristik Perkembangan Remaja a) Perkembangan Fisik

Santrock (2002), mengatakan bahwa dalam perkembangan pertumbuhan pada anak laki-laki pada umumnya terjadi kira kira 2 tahun lebih telat daripada anak-anak perempuan, yakni 12,5 tahun usia awal rata-rata pada anak laki-laki, 10,5 tahun usia rata-rata pada anak perempuan. Dan kematangan individual pada masa pubertas bersifat menyeluruh. Aspek aspek psikologi yang menyerupai perubahaan – perubahan pubertas pada remaja dengan mempelihatkan minat yang semakin besar pada citra tubuhnya. Dan kematangan yang lebih awal cenderung terjadi pada anak laki-laki, setidak tidaknya selama masa remaja. Meskipun demikian, sebagai orang dewasa, anak laki-laki yang terlambat matang mencapai identitas yang lebih berhasil. Para peneliti semakin menemukan bahwa


(39)

25

sejumlah masalah. Perubahan fisik pada remaja nampak pada gambar dan tabel dibawah ini :

P

PeerruubbaahhaannFFiissiikk

a. Tampak luar Pria:

Otot menguat Tumbuh Jakun

Tumbuh bulu-bulu di ketiak, sekitar muka, sekitar kemaluan Ketiak berminyak

Suara menjadi besar

Wanita:

Tumbuh payudara Putting meonjol keluar Bentuk tumbuh berlekuk

Tumbuh bulu-bulu di ketiak dan kemaluan

Kulit berminyak b. Tampak dalam

Pria:

Mimpi basah

Wanita:

Menstruasi

P

PeerruubbaahhaannEEmmoossii//PPhhiikkoollooggiiss Pria:

Timbul perhatian pada lawan jenis

Ingin diakui kedewasaannya

Wanita:

Menjadi lebih sensitive Ingin diperhatikan

Timbul perhatian pada lawan jenis

Suka bercermin didepan kaca


(40)

b) Perkembangan Kognitif

Piaget dalam (Agustiani, 2006) menyebut sebagai tahap formal operation dalam perkembangan kognitifnya. Pada tahap ini remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari relitas. Misalnya, aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok sebaya dan aturan-aturan yang diberlakukan padanya tidak lagi

dipandang sebagai hal-hal yang tak mungkin berubah. Kemampuan berfikir ini memungkinkan individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal. Singkatnya pada tahap ini individu menjadi lebih fokus dalam tujuannya.

c) Perkembangan Psikososial

Menurut Erikson dalam (Agustiani, 2006) pada tahap ini seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi bagaimana dan dalam konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan. Dengan kata lain, identitas seseorang tergantung pula pada bagaimana orang lain mempertimbangkan kehadirannya. Karenanya bisa lebih dipahami mengapa keinginan untuk diakui, keinginan untuk

memperkuat kepercayaan diri dan keinginan untuk menegaskan


(41)

27

d) Perkembangan Moral

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan. Tahap pertama disebut tahap realisme moral. Pada tahap ini perilaku remaja ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Dalam tahap ini mereka menilai benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi dibelakangnya. Sedangkan tahap yang kedua disebut tahap moralitas otonomi. Pada tahap ini mereka menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Mereka mampu mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu dan dapat bernalar atas dasar hipotesis dan dalil. Ini memungkinkan mereka untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkannnya.

e) Perkembangan Kepribadian

Kepribadian remaja mengalami perubahan yang diiringi dengan

perkembangan jati diri. Menurut Erikson dalam Hurlock (2000) pencarian identitas jati diri sangat berpengaruh terhadap prilaku remaja ia


(42)

“Dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan tahun-tahun lalu, meskipun untuk melakukannya mereka harus menunjuk secara artificial orang-orang yang baik hati untuk berperan sebagai musuh; dan mereka slalu siap utuk menempatkan idola dan ideal mereka sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akahir. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjumlahan identifikasi masa kanak-kanak.”

Selain itu, perkembangan identitas remaja berkaitan dengan komitmenya terhadap okupasi masa depan,peran-peran masa dewasa dan sistim

keyakinan pribadi. Identitas juga merupakan aspek sentral pribadi yang sehat untuk merefleksikan kesadaran diri, kemampuan mengidentifikasi orang lain dan mempelajari tujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya.

2.2.3 Tugas Perkembangan Remaja

Dari berbagai teori mengenai perkembangan manusia, Erik Erikson (1902-1994) mengemukakan bahwa manusia berkembang melalui tahapan-tahapan psikososial. Tahapan perkembangan menurut teori Erikson ini terdiri dari delapan tahapan. Setiap tahapan terdiri dari tugas perkembangan yang unik, dimana individu akan menghadapi situasi krisis. (Santrock, 2002). Remaja mengadapi tugas-tugas perkembangan seperti mencari jati diri dan mencari tahu tujuan mereka dalam hidup dan menjadi seorang dewasa yang utuh dan memiliki peran yang bernilai dimasyarakat. Robert Havighurst (dalam


(43)

29

1. menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif. 2. menerima hubungan yang lebih matang dari teman sebaya dari jenis

kelamin manapun.

3. menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan). 4. berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua. 5. mempersiapkan karir ekonomi.

6. mempersiapkan perkawinan dalam kehidupan berkeluarga. 7. merencanakan tingka laku sosial yang bertanggung jawab.

8. mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.

2.2.4 Perkembangan Seksual Pada Remaja

Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan sebagainya. Dengan demikian dibutuhkan sifat yang sangat bijaksana dari orang tua, pendidik, dan

masyarakat pada umumnya. Serta tentunya para remaja itu sendiri, agar mereka dapat melewati masa transisi itu dengan selamat. Adapun yang dimaskud dengan perilaku seksual adalah segala taingkah laku yang didorong oelh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. (Sarwono, 2007).


(44)

Bentuk tingakah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek

seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkan. Akan tetapi, pada bagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis-gadis yang terpasa menggugurkan kandungannya. (Simkins dalam Sarwono 2007).

Akibat dari psikososial lainnya adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil. Juga akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. Akibat lainya adalah terganggunya kesehatan dan resiko kehamilan serta kematian bayi yang tinggi. Selain itu, juga ada akibat-akibat putus sekolah dan akibat-akibat ekonomis karena diperlukan ongkos perawatan, dan lain-lain. (Sanderowitz& Paxman, dalam Sarwono 2007).

Menurut Sarwono (2007), masalah seksual pada remaja timbul karena faktor-faktor berikut :

1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Pengingkatan hasrat seksual ini membutuhkan


(45)

31

2. Akan tetapi, penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut

persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain).

3. Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku. Seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan, larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah-tingkah laku yang lain seperti beciuman dan mastrubasi. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan melanggar saja larangan-larangan tersebut.

4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya

penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih (video casette, foto copy, satelit, VCD, DVD, telepon genggam, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa yang dilihat dan didengarnya dari media massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual dari orang tuanya.


(46)

5. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentadabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka terhadap anak. Malah, orang tua cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah yang satu ini.

6. Dipihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat. Hal ini akibat berkembangnya peran pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita sejajar dengan pria.

2.3 ABORSI

2.2.5 Pengertian

Kata aborsi berasal dari bahasa Inggris yaitu abortion dan bahasa Latin abortus. secara etimologis berarti, gugur kandungan atau keguguran.

Menurut Gulardi HW dalam (Maria ulfah 2006) Aborsi ialah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu (dihitung haid terakhir) atau berat janin kurang dari 500g atau panjang janin kurang dari 25cm. Menurut Al-Ghazali aborsi ialah pelenyapan nyawa yang ada didalam janin, atau merusak sesuatu yang sudah terkonsepsi (al-maujd al-hashil). (Maria ulfah, 2006)


(47)

33

Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut : “Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berta 1.000 gram. Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, dalam (Maria ulfah, 2006) aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu. Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan).

Dari berbagai definisi diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa aborsi adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin sepenuhnya berkembang dan dapat hidup di luar tubuh ibu.

2.2.6 Macam - Macam Aborsi

Macam-macam aborsi menurut Maria ulfah (2006), yaitu : 1. Spontaneus Abortion (aborsi spontan/ alamiah)

Terjadi secara tidak sengaja. Umumnya disebut keguguran. Bisa terjadi pada perempuan dengan trauma kehamilan, bekerja terlalu berat tau keadaan patalogis lain. Aborsi spontan dapat terjadi akibat kondisi janin


(48)

atau rahim yang tidak normal, penyakit atau kecelakaan fisik yang dialami ibu, maupun pengaruh obat-obatan.

Abortus spontan dibagi lagi menjadi:

a. Abortus Imminens (threatened abortion), yaitu adanya gejala-gejala yang mengancam akan terjadi aborsi. Dalam hal demikian kadang-kadang kehamilan masih dapat diselamatkan.

b. Abortus Incipiens (inevitable abortion), artinya terdapat gejala akan terjadinya aborsi, namun buah kehamilan masih berada di dalam rahim. Dalam hal demikian kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi. c. Abortus Incompletus, apabila sebagian dari buah kehamilan sudah

keluar dan sisanya masih berada dalam rahim. Pendarahan yang terjadi biasanya cukup banyak namun tidak fatal, untuk pengobatan perlu dilakukan pengosongan rahim secepatnya.

d. Abortus Completus, yaitu pengeluaran keseluruhan buah kehamilan dari rahim. Keadaan demikian biasanya tidak memerlukan

pengobatan.

e. Missed Abortion, Istilah ini dipakai untuk keadaan dimana hasil pembuahan yang telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. Penderitanya biasanya tidak menderita gejala, kecuali tidak mendapat haid. Kebanyakan akan berakhir dengan pengeluaran buah kehamilan secara spontan dengan gejala yang sama dengan abortus


(49)

35

2. Induced / provocatus abortion (aborsi secara sengaja/ buatan)

Yaitu penghentian kehamilan secara sengaja dengan prosedur yang sah dan aman (safe abortion), biasanya dilakukan ditempat praktek dokter, klinik atau rumah sakit Jenis aborsi ini dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu :

a. Abortus Artificialis therapicus yaitu pengguguran yang dilakukan oleh dokter berdasarkan indikasi medis, sebagai bentuk penyelamatan atas jiwa ibu yang terancam bila kehamilannya dipertahankan.

b. Abortus Provocatus Criminalis yaitu pengguguran yang dilakukan dengan sengaja tanpa dasar indikasi medis. Biasanya aborsi jenis ini dilakukan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki

2.2.7 Faktor - Faktor Penyebab Aborsi

Menurut Maria Ulfah (2002) pada dasarnya aborsi dilaksanakan karena ada beberapa faktor yang mendorongnya antara lain :

a. Indikasi medis, jika kehamilan diteruskan dapat membahayakan ibu seperti adanya penyakit jantung, paru-paru, ginjal, dan sebagainya. b. Indikasi psychitris, jika kehamilan diteruskan akan memberatkan penyakit

jiwa yang dibawa ibu.

c. Indikasi eugenetik, jika khawatir akan adanya penyakit bawaan pada keturunan seperti sipilis, virus dan sebagainya.


(50)

Perempuan manapun yang meminta aborsi pada hakikatnya berada dalam keadaan terjepit (terpaksa).Tidak ada satupun perempuan yang

menginginkan aborsi. Tetapi dipihak lain ia takut pada dampaknya jika tidak diaborsi (Sarwono, 2007). Adapun faktor-faktor yang membuat perempuan tidak ingin diaborsi adalah :

1. Takut sakit. Praktek aborsi pada umumnya lebih banyak dilakukan oleh dukun beranak karena para ahli medis memang sudah terikat kode etik untuk tidak sembarangan melakukan tindakan aborsi kecuali dengan alasan medis. Sebagaimana layaknya para dukun, peralatan yamg digunakan untuk mengeluarkan janindalamrahim seorang perempuan merupakan peralatan yang masih tradisional, seperti sebatang lidi, sebatang pohon, atau apapun yang sekiranya dapat mengorek rahim. Peralatan tersebut pastilah menyebabkan rasa sakit yang diderita ketika proses aborsi berlangsung lebih parahdibandingkan dengan

melahirkannya. Karena itu, biasanya perempuan yang ingin diaborsi takut merasakan sakit tersebut.

2. Takut resikonya (mungkin : kematian). Tidak sedikit perempuan yang aborsi berakhir dengan pendarahan yang tiada henti bahkan sampai mengakibatkan kematian. Bagaimana tidak, dipaksanya rahim untuk mengeluarkan benih yang ada didalamnya dengan cara yang tidak normal tentunya membuat rahim tersebut bekerja dengan tidak wajar pula,


(51)

37

rahim. Terjadinya pendarahan jika tidak segera dihentikan dapat berakibat pada kematian si pelaku aborsi.

3. Biayanya mahal. Praktek aborsi yang dianggap illegal dalam negara Indonesia umumnya memekan biaya yang tidak sedikit apalagi bila dilakukan oleh para ahli medis yang bersedia melanggar kode etik profesinya. Apalagi nantinya terjadi pendarahan atau apaun yang

menyebabkan campur tangan rumah sakit untuk menyelesaikannya. Akan butuh biaya lebih banyak untuk membunuh janin yang tak berdosa

tersebut.

4. Perasaan berdosa. Sebagai muslim, menggugurkan kandungan yang dapat diibaratkan dengan pembunuhan akan menimbulkan perasaan berdosa bagi pelakunya. Pertimbangan akan mendapat dosa inilah yang teras berat bagi pelaku aborsi. Yang terpenting adalah naluri ke-ibu-annya menolak aborsi. Secara alamiah, setiap perempuan pasti memiliki naluri seorang ibu yang tidak akan hilang sampai kapan pun. Ketika perempuan yang sedang hamil ingin melakukan tindakan aborsi, secara alamiah pun naluri tersebut akan berusaha menolaknya. Sedalam apapun rasa

bencinya terhadap janin dalam rahimnya, pasti ada rasa sayang pada janin yang tidak bersalah itu.


(52)

2.2.8 Gambaran dan Proses Aborsi

Berikut ini adalah gambaran mengenai apa yang terjadi didalam suatu proses aborsi seperti apa yang dikemukakan oleh Jalu.S dalam

(www.newsgroups.com) :

a. Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan)

Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.

b. Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)

Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa


(53)

39

dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.

c. Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan)

Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik. Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan akhirnya setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari bayi itu akhirnya meninggal. Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi


(54)

pembunuhan secara amat keji. Setiap wanita harus sadar mengenai hal ini.

d. Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan).

Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik. Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara

mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh. Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini bahwa pembunuhan keji telah terjadi.


(55)

41

2.2.9 Aborsi Dalam Tinjauan Islam

Aborsi (Al-Ijhadl) dalam bahasa Arab artinya pengguguran janin dari rahim. Para fuqaha mendefinisikan al-ijhadl (aborsia) sebagai gugurnya janin sebelum dia menyempurnakan masa kehamilannya. Definisi ini dalam bahasa Arab diungkapkan dengan beberapa istilah yang inti maksudnya sama. (Maria Ulfah, 2002). Untuk membahas boleh atau tidaknya aborsi dilakukan, ada baiknya menyimak hadist Bukhari dari Ibnu Mas’ud tentang perkembangan janin, berikut ini :

“Sesungguhnya kamu dikumpulkan selama 40 hari sabagai nutfah kemudian

menjadi alaqah selama masa yang sama, lalu menjadi mudgah pada masa

yang sama pula. Lalu Allah mengutus seorang malaikat diperintahkan untuk

menulis empat kalimat, lalu malaikat itu menulis rizkinya, ajalnya, amalnya,

kebahagiaan dan kesengsaraannya, kemudian meniupkan roh kedalam

tubuhnya”. (HR. Bukhari)

Dari hadist di atas dapat diketahui bahwa proses kejadian manusia terdiri dari dua tahap, meliputi tahap penciaptaan fisik atau jasad manusia dan tahap non fisik berupa peniupan roh yang merupakan hakikat manusia, dan dalil yang membedakan manusia dengan mahluk yang lain. Dalil-dalil inilah yang kemudian menjadi bahan acuan dan rujukan para ulama dalam memberi pengertian tentang proses kejadian manusia dimulai, yang juga akan menjadi


(56)

dijelaskan bahwa Islam melarang tindakan aborsi seperti dalam surat Al-An'aam:151: “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".

Serta surat . At-Takwiir:8-9

"Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa

apakah ia dibunuh".

Menurut Maria Ulfah (2002), pada dasarnya hukum aborsi adalah haram. Dalam Fatwa MUI dijelakan bahwa secara umum aborsi hukumnya haram kecuali dalam keadaan darurat yaitu suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan aborsi maka ia akan mati. Adapun mengenai hukum aborsi yang disengaja para ulama sepakat melarang atau mengharamkan aborsi setelah ditiupkan ruh pada janin (setelah usia kandungan 4 bulan atau 120 hari). Sebelum usia tersebut para ulama berbeda pendapat. Diantaranya adalah :

1. Menurut ulama Hanafiyah diperbolehkan menggugurkan kandungan yang belum berusia 120 hari, dengan alasan bahwa sebelum janin usia 120 hari atau 4 bulan belum ditiupkan ruh. Dengan demikian kehidupan insaniyah belum dimulai. Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat makruh apabila


(57)

43

pengguguran tersebut tanpa udzur, dan jika terjadi pengguguran maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa.

2. Madzhab Malikiyah mengharamkan aborsi sejak terjadinya konsepsi atau bertemunya sel telur dengan sperma di rahim ibu. Sebagian ulama Malikiyah lainnya berpendapat bahwa dimakruhkan aborsi ketika usia kandungan 40 hari. Dan apabila telah mencapai usia 120 hari (4 bulan), maka haram hukumnya melakukan aborsi.

3. Madzhab Syafi’iyah berpendapat dimakruhkamn aborsi ketika usia kandungan belum sampai 40 hari, 42 hari atau 45 hari. Disamping itu, ulama Syafi’iyyah juga mensyaratkan adanya kerelaan kedua belah pihak. Dan apabila usia kandungan lebih dari 40 hari, maka hukumnya haram. 4. Menurut Madzhab Hanabilah sebagaimana pendapat ulama Hanfiyah

memperbolehkan aborsi ketika usia kendungan belum sampai 120 hari atau sebelum ditiupkan ruh. Apabila lebih dari 120 hari atau telah ditiupkan ruh maka hukumnya haram.

2.4 KERANGKA BERPIKIR

Remaja berada pada masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Remaja bisa dikatakan masih anak-anak, tetapi disisi lain ia bertingkah seperti orang dewasa. Situasi ini menurut Sarwono (2007)


(58)

bisa dikontrol, maka bisa menjadi kenakalan. Pada masa ini, remaja tengah mencari jati dirinya dengan pendapat serta nilai-nilai yang berbeda dari orang tuanya,ia menganggap bahwa pendapat orang tua tidak dapat dijadikan pegangan padahal sebenarnya dia belum bisa berdiri sendiri dan

menghadapi masalahnya sendiri. Pada saat inilah, teman sebaya menjadi sangat berperan. Sedikit banyak, sekolah dan lingkungannya berperan dalam membentuk sikap dan perilaku siswa SLTA yang rata-rata masih remaja.

Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak ramaja yang sudah duduk dibangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari

disekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dihabiskan disekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan,

sebagai mana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Menurut Sarwono (2007), sebagai lembaga pendidikan, sekolah mengajarkan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat disamping mengajarkan


(59)

45

sekolah hingga kegiatan ekstra kulikuler di sekolah yang bersangkutan. Lebih khusus MA melakukan penanaman nilai-nilai moral yang diperoleh dari mata pelajaran agama yang dibebankan lebih banyak dari pada SMA, yaitu

sebanyak 30% dari mata pelajaran yang ada. Dengan demikian siswa MA memiliki pengalaman pelajaran agama lebih banyak dibandingkan dengan siswa SMA. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams & Gullota dalam (Sarwono, 2007) bahwa agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang ada didunia. Agama menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi meraka yang sedang mencari identitas dirinya.

Berdaraskan paparan diatas, diduga siswa MA akan memiliki sikap yang lebih negatif terhadap aborsi pra-nikah dari pada siswa SMA.


(60)

Bagan 2.1

Kerangka Berfikir Penelitian

Perbedaan Sikap Terhadap Aborsi Pra Nikah pada remaja yang bersekolah di SMU dan MA

2.5 HIPOTESA

Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan sikap terhadap aborsi pra nikah antara remaja yang bersekolah di SMA dan MA.

Ha : Ada perbedaan yang signifikan sikap terhadap aborsi pra nikah antara remaja yang bersekolah di SMA dan MA.

SIKAP SISWA

SMA Bersikap lebih

positif terhadap aborsi pra-nikah

Bersikap lebih negatif terhadap aborsi pra-nikah SIKAP

SISWA MA - Pelajaran Umum

80%

- Pelajaran Agama 20%

- Pelajaran Umum 70%

- Pelajaran Agama 30%


(61)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan Kuantitatif, dimana pada pendekatan kuantitatif data penelitian hanya akan dapat diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh melalui suatu pengukuran yang disamping valid dan reliabel, juga objektif. Dengan

pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang akan diteliti. (Azwar, 2005).

Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian perbedaan atau perbandingan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang meneliti perbedaan sikap terhadap aborsi pra nikah terhadap remaja atau siswa/i yang bersekolah di SMA dengan MA, dimana data yang diperoleh dari penelitian ini adalah berupa angka-angka, kemudian dianalisis dengan mengunakan rumus statistik.


(62)

3.1.2 Devinisi Variabel dan Variabel Oprasional 1. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Kerlinger (dalam Sevilla, 1993)

menyebutkan bahwa variabel sebagai konstruk atau sifat yang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis variabel. Variabel yang pertama adalah Variabel Bebas (INDEPENDENT VARIABLE), dan yang kedua adalah Variabel Terikat (DEPENDENT VARIABLE). Yang menjadi Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah siswa/I SMA dan MA. Sedangkan variabel terikatnya adalah sikap terhadap aborsi pra nikah. 2. Definisi Variabel Operasional

Variabel operasional sikap remaja terhadap aborsi adalah skor yang diperoleh dari skala sikap yang indikatornya berdasarkan pada tiga aspek penting, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Aspek kognisi meliputi seluruh pikiran (kognisi) yang dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentu seperti fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang objek. Aspek afeksi meliputi seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek. Aspek konasi meliputi kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.


(63)

49

3.2. Pengambilan sampel Penelitian

3.2.1 Populasi dan Sampel

Menurut Arikunto (2005), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa/i SMA dan MA, mereka adalah siswa perempuan dan laki-laki yang bersekolah di SMA

Dharma Karya UT Pamulang dan MA Manaratul Islam Jakarta dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang.

Sedangkan sampel adalah bagian atau wakil populasi yang diteliti,

(Arikonto,2005). Adiputra (2004) menyebutkan untuk analisis non parametik dapat diterapkan kurang dari 30, dan untuk analisis parametik minimal sebanyak 30. Maka dalam penelitian ini subjek yang akan diambil sebanyak 50 orang yaitu 25 siswa SMA Dharma Karya UT dan 25 siswa MA Manaratul Islam Jakarta.

3.2.2 Teknik Pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik stratifiedrandom sampling, yaitu individu yang memiliki tingkat strata yang sama dikategorikan dalam suatu kelompok dan di seleksi secara acak (Sevilla,1993). Alasan penulis menggunakan teknik ini adalah karena


(64)

diambil berdasarkan perwakilan tersebut. Agar lebih mempermudah peneliti, maka setiap kelas harus diseleksi secara acak dan anggota siswa tersebut harus mendapatkan peluang untuk menjadi sampel penelitian. Cara

pengacakannya ialah dengan mengacak semua kelas dengan sistem nomer undian yang didalamnya terdapat nama-nama kelas.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Instrument Penelitian

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode koesioner dalam bentuk skala Likert. Azwar (2005) menyatakan bahwa skala adalah daftar pernyataan yang akan mengungkapkan performansi yang akan menjadi karakter tipikal pada setiap subyek yang diteliti, yang akan dimunculkan dalam bentuk respon – respon terhadap situasi yang dihadapi.

3.3.2. Skala

Skala dalam penelitian ini adalah skala sikap terhadap aborsi pra-nikah. Skala ini bertujuan untuk mengungkap sikap terhadap pengguguran kandungan (aborsi). Indikator sikap dalam penelitian ini terdiri dari afeksi, kognisi, dan konasi. Alat ukur yang digunakan dalam mengukur sikap terhadap aborsi pra-nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA


(65)

51

adalah skala sikap model Likert berupa metode summated ratings. Item-item yang disusun pada skala model Likert disusun berdasarkan keharusan bahwa semua item di dalamnya mengukur hal yang sama.Menurut Azwar (2005) Komponen objek sikap terhadap aborsi meliputi :

1. Aspek psikologis ; kecemasan pra dan pasca aborsi, trauma, takut resiko aborsi.

2. Aspek medis ; efek pada kehamilan selanjutnya, kemungkinan kegagalan aborsi dan komplikasi, kesehatan si ibu.

3. Aspek moral dan sosial ; perasaan berdosa, perbuatan yang memalukan, terputusnya atau terganggunya sekolah, karir dan masa depan,

dikucilkan, tidak sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang ada dimasyarakat.

4. Aspek hukum ; hak-hak untuk hidup, perlindungan terhadap anak dan undang-undang aborsi.

5. Aspek ekonomi ; kecilnya pendapatan, belum ada pekerjaan.

Dalam skala ini subyek diharuskan memilih jawaban yang paling menggambarkan dirinya sendiri, bukan pendapat orang lain. Skala ini mengukur derajat persetujuan dan ketidaksetujuan (strongly agree-strongly disagree) yang menggambarkan kadar sikap positif dan negatif subyek terhadap objek sikap. Dalam skala model Likert ini, skor akhir subyek


(66)

Skala ini diberikan langsung kepada responden. Skala ini menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu SS [sangat setuju], S [setuju], TS [tidak setuju], STS [sangat tidak setuju]), Item-item di-skor berdasarkan jawaban yang dipilih dari jenis pernyataan, favorable atau unfavorabledengan bobot skor jawaban berkisar antara 1-4. Jika digambarkan dalam bentuk tabel, maka hasilnya sebagai berikut :

Tabel 3.1

Format Penilaian Skala Sikap terhadap Aborsi

Jawaban Favorabel Unfavorabel

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3


(67)

53

Tabel 3.2

Blue Print Skala Sikap Terhadap Aborsi

Jumlah No Indikator

Sikap

Komponen Objek

Sikap Favorable Unfavorable TO V

1 Afeksi Psikologis 11*, 51*, 71* 1*, 16*, 26*, 46, 76

8 6

Medis 2, 12*, 27, 37,

72

77 6 1

Moral dan Sosial 53* 13*, 59* 3 3

Hukum 4, 9* 54* 3 2

Ekonomi 30*, 40*, 50, 3 2

2 Kognisi Psikologis 6*, 21, 66 31*, 41, 61 6 2

Medis 22*, 32 47* 3 2

Moral dan Sosial 28, 68, 78* 3, 23*, 58*, 63, 73

8 3

Hukum 14, 19*, 24*,

49*, 64

39, 69 7 3

Ekonomi 20, 25, 45*, 55,

60*

15* 6 2

3 Konasi Psikologis 36 56* 2 1

Medis 17, 52, 57, 67* 7*, 18*, 42, 62* 8 4

Moral dan Sosial 8* 33*, 38*, 43*, 48 5 4

Hukum 74 5*, 29*, 34*, 44,

79

6 3

Ekonomi 10*, 35, 70, 80 65, 75 6 1

Total 40 40 80 40


(68)

3.4. Teknik Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan analisa statistik sebagai cara untuk mengetahui perbedaan sikap terhadap aborsi pra-nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA. Dengan metode statistik penulis ingin

mengetahui signifikansi sikap terhadap aborsi pra-nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA dan bagaimana perbedaan antara variabel tersebut.

3.4.1 Validitas data

Menurut Azwar (2005), validitas adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya, atau dengan kata lain apakah alat tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dan gambaran tentang variabel yang dimaksud. Validitas skala dilakukan dengan mengkorelasikan antar skor masing-masing item dengan skor total. Dalam hal ini, peneliti menggunakan formula korelasi product moment person dengan rumus :

rxy =

] Y) ( -Y ][N X) ( -X [N Y) X)( ( -XY N 2 2 2 2 Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ


(69)

55

Keterangan

rxy = Koefisien korelasi variabel X dan variabel Y

N = Jumlah responden penelitian

ΣXY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y X = Jumlah nilai tiap item

Y = Jumlah nilai skor total

3.4.2 Reliabilitas data

Azwar (2005) mengatakan bahwa reliabilitas adalah konsistensi atau

kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran, atau dengan kata lain menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas digunakan rumus Formula Alpha Cronbach dengan perhitungannya menggunakan SPSS versi 11.5.

Rumus :

= 2

2

2 2 ]

1 1 [ 2

SX S S + − Keterangan :

= Koefisien Alpha

S1² = Varians skor belahan satu S2² = Varians skor belahan dua SX² = Varians skor tes


(70)

pada siswa yang bersekolah di SMA Dharma Karya UT dan MA Manaratul Islam Jakarta. Peneliti menggunakan t – test dengan rumus :

t = + − + Σ + Σ nb . na 1 1 2 nb na Xb Xa Mb -Ma Keterangan :

t = Perbedaan mean kedua kelompok

X = Rata – rata dari jumlah kelompok 1 dan 2

x = Jumlah kuadrat skor X pada masing – masing kelompok n = Jumlah sampel masing – masing kelompok

Pada perhitungannya digunakan program statistic SPSS versi 11.5 untuk menguji hipotesa nol dengan = 0.05

3.5. Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan

a. Dimulai dengan perumusan masalah. b. Menentukan variabel penelitian.

c. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis yang tepat mengenai variabel penelitian.


(71)

57

d. Menentukan menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala sikap terhadap aborsi. e. Menentukan lokasi penelitian dan menyelesaikan administrasi

perizinan penelitian.

f. Melakukan uji coba alat ukur (try out). Uji coba skala dilakukan untuk melihat tingkat validitas dan reabilitas alat ukur. Uji coba dilakukan pada 50 siswa SMA 82 Jakarta dan MAN 4 Jakarta yang memiliki karakteristik yang mirip dengan subyek penelitian. Uji coba dilakukan dengan cara menyebarkan angket skala sikap terhadap aborsi. Setelah uji coba dilakukan, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas.

2. Tahap pengambilan data

a. Menentukan sampel penelitian dan melakukan konfirmasi dengan pihak SMA Dharma Karya UT dan MA Manaratul Islam Jakarta . b. Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta

kesediaan para subyek untuk mengisi angket.

c. Melaksanakan pengambilan data dengan memberikan angket yang telah disiapkan kepada responden penelitian yang memiliki karakter sesuai dengan karakteristik subyek.


(72)

3. Tahap pengolahan data

a. Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden.

b. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data.

c. Melakukan analisa data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian.


(73)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Responden

Responden pada penelitian ini adalah siswa SMA dan MA. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 50 siswa yang terdiri dari 25 orang siswa SMA Dharma Karya UT Pamulang dan 25 orang siswa MA Manaratul Islam

Jakarta. Dalam penelitian ini pengambilan sampel di ambil secara acak (stratified random sampling) dengan teknik fishbowl atau undian. Berikut ini adalah gambarannya :

4.1.1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini, sebanyak 50 orang siswa sebagai responden, 26 orang berjenis kelamin laki-laki (52%) dan 24 orang yang berjenis kelamin

perempuan (48%) dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 4.1.

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

SMA MA JUMLAH

JK

N % N % N %

LAKI-LAKI 14 28% 12 24% 26 52%

PEREMPUAN 11 22% 13 26% 24 48%


(74)

4.1.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia

Dari 50 responden yang diteliti berdasarkan usia pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa responden berasal dari usia yang berbeda, mulai dari usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun. Responden yang berusia 15 tahun

dengan total persentase 34%. Sementara, untuk responden yang berusia 16 tahun sebesar 32%, responden yang berusia 17 tahun sebesar 32%, serta 2% untuk responden yang berusia 18 tahun. Berikut ini adalah gambaran umum responden berdasarkan usia berupa tabel :

Tabel 4.2.

Gambaran umum responden berdasarkan usia

SMA MA

JUMLAH USIA

N % N % N %

15 Tahun 9 18% 8 16% 17 34 %

16 Tahun 7 14% 9 18% 16 32 %

17 Tahun 9 18% 7 14% 16 32 %

18 Tahun - - 1 2% 1 2%

TOTAL 25 50% 25 50% 50 100%

4.1.3. Gambaran Umum Responden Berdasarkan kelas

Dari 50 responden yang diteliti berdasarkan kelas pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa responden berasal dari kelas yang berbeda, mulai dari kelas X sampai dengan XII. Responden kelas X dengan total persentase 30%.


(75)

61

Untuk responden kelas XI sebesar 36%, dan responden kelas XII sebesar 34%. Berikut ini adalah gambaran umum responden berdasarkan kelas berupa tabel :

Tabel 4.3.

Gambaran umum responden berdasarkan kelas

SMA MA JUMLAH

KELAS

N % N % N %

X 6 12% 9 18% 15 30%

XI 8 16% 10 20% 18 36%

XII 11 22% 6 12% 17 34%

TOTAL 25 50% 25 50% 50 100%

4.2 Presentasi Data

4.2.1. Uji Normalitas

Jika data yang dianalisis berskala interval pada umumnya mengikuti asumsi distribusi normal. Namun tidak mustahil suatu data tidak mengikuti asumsi normalitas. Untuk membuktikan bahwa sebaran data sudah bisa dikatakan normal atau mendekati normal, perlu dilakukan pengujian normalitas data (Singgih Santoso, 2008). Uji normalitas sampel atau menguji normal tidaknya sampel, tidak lain sebenarnya adalah mengadakan pengujian terhadap normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis (Arikunto, 2005). Dengan


(76)

demikian, uji normalitas data dan uji varians adalah hal yang lazim dilakukan sebelum sebuah metode statistik diterapkan.

Adapun uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk. Karena uji Shapiro-Wilk adalah salah satu cara untuk menguji goodness of fit (keselarasan) dan baik digunakan apabila responden

pengujian kurang dari 100 (Kuncono, 2005). Dalam hal ini digunakan untuk menentukan apakah distribusi frekuensi pengamatan dari suatu variabel secara signifikan berbeda dari yang diharapkan atau distribusi frekuensi teoritis. Sehingga hipotesis statistiknya adalah distribusi frekuensi hasil pengamatan bersesuaian dengan distribusi frekuensi harapan (teoritis) (Sevilla, 1993). Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dapat dilihat pada tabel berikut :

Table 4.4 Uji Normalitas Tests of Normality

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

Sikap terhadap

Aborsi Pra-nikah .974 50 .338

* This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction


(77)

63

Dan dari tabel nilai uji normalitas diatas, dapat diketahui bahwa sikap terhadap aborsi pra-nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA memiliki probabilitas dengan nilai signifikansi 0,388 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan dari skala tersebut bahwa Ho diterima yang berarti data

berdistribusi normal.

Normalitas data berdasarkan skala sikap terhadap aborsi pranikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA dapat dilihat berdasarkan gambar diagram Q-Q plot keluaran SPSS 11.5 berikut ini :

Gambar 4.1

Q-Q Plot Sikap Terhadap Aborsi Pra Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA

170 160

150 140

130 120

110 100

90 3

2

1

0

-1


(78)

Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa sebaran data variabel sikap terhadap aborsi pra nikah pada remaja SMA dan MA disekitar garis diagonal, dan penyebaran titik data searah dengan garis diagonal. Jadi data skala sikap terhadap aborsi pra nikah pada remaja SMA dan MA dapat dikatakan normal.

4.2.2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui variabilitas mean dari data dalam suatu kelompok. Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Leavene’s Test. Adapun hipotesis diajukan adalah ; Ho : Varians data bersifat homogen

Ha : Varians data bersifat tidak homogen

Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu menggunakan probabilitas atau dengan cara membandingkan antara uji F hitung dengan F tabel. Jika pengambilan keputusan mengunakan

probabilitas, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah “probabilitas > 0,05” maka Ho diterima. Dan jika “probabilitas < 0,05” maka Ha ditolak. Berdasarkan hasil uji homogenitas yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 11.5 diperoleh hasil sebagai berikut :


(79)

65

Table 4.5 Tabel Homogenitas Sikap terhadap Aborsi Pra-nikah Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.377 2 47 .688

Untuk pengambilan keputusan dalam penelitian ini penulis menggunakan probabilitas. Dari tabel uji homogenitas diatas, dapat diketahui bahwa sikap terhadap aborsi pra nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA memiliki probabilitas dengan nilai signifikansi 0,688 > 0,05. sehingga dapat disimpulkan bahwa skala tersebut Ho diterima yang berarti varians dari data tersebut bersifat homogen.

4.3. Kategorisasi

4.3.1. Kategorisasi Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja SMA dan MA

Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu kedalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kuantum

berdasarkan atribut yang diukur, misalnya dari rendah ke tinggi, dari negatif ke positif, dari paling jelek ke baik, dan semacamnya. Dalam menentukan nilai tersebut menggunakan skala sikap terhadap aborsi pra nikah yang terdiri dari 40 item kalimat pernyataan.


(1)

Q-Q Plot Sikap Terhadap Aborsi Pra-nikah

170 160

150 140

130 120

110 100

90 3

2

1

0

-1


(2)

170 160

150 140

130 120

110 100

90 .3

.2

.1

.0

-.1

-.2

-.3

-.4


(3)

Oneway

Descriptives

Sikap terhadap Aborsi Pra-nikah

95% Confidence Interval for Mean

N Mean

Std. Deviation

Std.

Error Bound Lower Bound Upper Minimum Maximum Kelas

10 17 125.2353 12.51763 3.03597 118.7993 131.6713 98.00 141.00 Kelas

11 18 125.0000 16.35633 3.85522 116.8662 133.1338 94.00 157.00 Kelas

12 15 128.6000 17.90371 4.62272 118.6853 138.5147 94.00 160.00 Total 50 126.1600 15.43302 2.18256 121.7740 130.5460 94.00 160.00

ANOVA

Sikap terhadap Aborsi Pra-nikah

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 128.061 2 64.031 .261 .772 Within Groups 11542.659 47 245.588

Total 11670.720 49

Test of Homogeneity of Variance

Levene

Statistic df1 df2 Sig. Based on Mean .022 1 48 .883 Based on Median .016 1 48 .899 Based on Median and

with adjusted df .016 1 45.349 .899 Sikap terhadap Aborsi

Pra-nikah

Based on trimmed

mean .022 1 48 .884

Test of Homogeneity of Variances

Sikap terhadap Aborsi Pra-nikah Levene

Statistic df1 df2 Sig.


(4)

T-Test

Group Statistics

Asal Sekolah N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Madrasah Aliyah 25 128.3200 13.82245 2.76449 Sikap terhadap

Aborsi Pra-nikah SMA 25 124.0000 16.89675 3.37935

Independent Samples Test

Sikap terhadap Aborsi Pra-nikah

Equal variances assumed Equal variances not assumed

F .603

Levene's Test for

Equality of Variances Sig.

.441

t .989 .989

df 48 46.186

Sig. (2-tailed) .327 .328

Mean Difference

4.3200 4.3200

Std. Error Difference

4.36605 4.36605 Lower -4.45853 -4.46745 t-test for Equality of

Means

95% Confidence Interval of the

Difference Upper 13.09853 13.10745

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differen ce Std. Error Differenc e 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Sikap terhadap Aborsi Pra-nikah Equal varianc es assume d


(5)

Equal varianc es not assume d


(6)