MIKROFILTRASI LIMBAH ZAT WARNA INDIGO BIRU MENGGUNAKAN MEMBRAN POLISULFON.

(1)

i

MIKROFILTRASI LIMBAH ZAT WARNA INDIGO BIRU

MENGGUNAKAN MEMBRAN POLISULFON

OLEH:

OKA RATNAYANI

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

ii

RINGKASAN

Mikrofiltrasi merupakan salah satu metode filtrasi menggunakan membran yang dapat memisahkan partikel dengan ukuran berkisar antara 10 – 0,05 µm. Membran polisulfon merupakan salah satu membran sintetik yang dapat digunakan untuk pemisahan zat warna. Pada penelitian ini, membran polisulfon digunakan untuk memisahkan limbahtekstilyang mengandung zat warna indigo biru dengan proses mikrofiltrasi. Hasilnya menunjukkan bahwa membran polisulfon yang terbuat dari polisulfon (PSF) dengan komposisi 18% ditambahkan 18% aditif polietilen glikol (PEG) dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) memiliki fluks air rata-rata sebesar 294,27 L/m2/jam/atm dan fluks indigo biru rata-rata sebesar 110,83 L/m2/jam/atm, sedangkan permselektivitasnya sebesar 100%.


(3)

iii

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul“Mikrofiltrasi Limbah Zat Warna Indigo Biru Menggunakan Membran Polisulfon” ini dengan baik.

Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung

2. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana 3. Dekan FMIPA Universitas Udayana

4. Seluruh pihak yang terlibat langsung maupun tak langsung atas konstribusi positif terhadap tersajinya laporan kemajuan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan hasil penelitian ini masih ada kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk meningkatkan kualitas laporan ini.Semogahasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jimbaran, 17 Desember 2015 Penyusun


(4)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….…..……….. i

RINGKASAN……… ii

PRAKATA ……… iii

DAFTAR ISI ……….……..…..…. iv

DARTAR GAMBAR ………. v

DARTAR TABEL………... vi

BAB I PENDAHULUAN … ……….… 1

1.1Latar Belakang………….………..………...…….. 1

1.2Rumusan Masalah ……….. 1

1.3Tujuan Penelian …...……….…….….………… 2

1.4Manfaat Penelitian …...………..……… 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….... 3

2.1Teknologi Membran..………. 3

2.2Membran Mikrofiltrasi………... 3

2.3Pembuatan Membran dengan Metode Inversi Fasa……… 4

2.4Karakterisasi Membran ………....……..……… 4

2.5Scanning Electron Microscopy (SEM)……… 5

2.6Polisulfon……… 6

2.7Polietilen Glikol ………. 6

2.8Zat Warna Indigo Biru……… 6

BAB III METODE PENELITIAN …..……….……….. 7

3.1Alat dan Bahan yang Digunakan...………..……..………….. 7

3.2Cara Kerja ………...………… 7

3.2.1 Pembuatan Membran Polisulfon...……….. 7

3.2.2 Karakterisasi Membran Polisulfon……… 8

3.2.3 Mikrofiltrasi Limbah Zat Warna Indigo Biru……….. 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 10

4.1Pembuatan Membran Polisulfon...……… 10

4.2Karakterisasi Membran ……… 10

4.3Mikrofiltrasi Limbah Zat Warna Indigo Biru……….. 13

BAB V SIMPULANDAN SARAN..………... 15


(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Proses Membran ………..………...………. 3

Gambar 2.2 Skema SEM………... 5

Gambar 4.1 Permukaan MembranPolisulfon………..………... 12


(6)

vi

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 4.1 Fluks Air dan Dextran…..………..………...……… ….. 11 Tabel 4.2 Koefisien Rejeksi Membran terhadap Dextran T-70, T-500 dan T-2000…… 12 Tabel 4.3 Fluks dan Koefisien Rejeksi Membran terhadap Indigo Biru………. 14


(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Pesatnya perkembangan teknologi membran, sebagai salah satu metode yang sangat erat kaitannya dengan proses pemisahan, pemurnian, dan pemekatan, telah menarik perhatian banyakorang baik di kalangan ilmuwan maupun industri. Beberapa keuntungan dari penggunaan teknologi membran adalah : prosesnya sederhana, harganya murah, tidak bereaksi secara kimia dengan zat yang dipisahkan, dapat berlangsung pada suhu kamar, energi yang dibutuhkan dalam pengoperasian relatif rendah, serta dapat berlangsung secara kontinu. Berbagai industri yang melibatkan teknologi membran seperti industri kimia, tekstil, makanan, perminyakan, pertambangan, farmasi, dan sebagainya (Rautenbach). Selain itu, teknologi membran juga sering digunakan dalam pengolahan limbah, penjernihan air bahkan desalinasi air laut (Mulder).

Dalam pengolahan limbah industri tekstil, membran banyak digunakan untuk pemisahan zat warna. Limbah zat warna tekstil memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, terutama dapat mencemari air dan tanah jika limbah tersebut dibuang sembarangan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Limbah zat warna umumnya merupakan bahan organik yang tidak mudah didegradasi oleh alam, sehingga penting dilakukan pengolahan zat warna tekstil untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.

Dengan demikian, pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah tekstil yang mengandung zat warna indigo biru dengan proses mikrofiltrasi menggunakan membran polisulfon.Membran polisulfon dibuat dengan melarutkan polisulfon (PSF) dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) dan dengan penambahan aditif polietilenglikol (PEG). Karakterisasi membran dilakukan dengan pengukuran permeabilitas (flux) air serta flux dan permselektivitas (rejeksi) terhadap dextran T-70, T-500 dan T-2000. Struktur permukaan dan penampang lintang membran dikarakterisasi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM).

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah besar fluks air, serta fluks dan rejeksi dextran T-70, T-500 dan T-2000 dari membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilenglikol


(8)

2 dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc)?

2. Bagaimana struktur permukaan dan penampang lintang membran polisulfon tersebut jika dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)?

3. Berapa fluks air dan rejeksi membran polisulfon tersebut terhadap zat warna tekstil indigo biru?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menentukan fluks air, serta fluks dan rejeksi dextran T-70, T-500 dan T-2000dari membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc).

2. Mengkarakterisasi struktur permukaan dan penampang lintang membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilenglikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc), menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). 3. Menentukanfluks air dan rejeksi membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat

polisulfon, 18% berat polietilenglikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) terhadap zat warna tekstil indigo biru.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan membran yang terbuat dari bahan polisulfon untuk pemisahan zat warna tekstil indigo biru, sehingga dapat dimanfaatkan bagi pengolahan limbah zat warna dalam industri tekstil.


(9)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi Membran

Membran adalah lapisan tipis bersifat permiable. Proses pemisahan dengan membran dilakukan dengan berbagai gaya dorong seperti tekanan, perbedaan konsentrasi, perbedaan potensial dan lainnya (Rautenbach, 1989). Membran umumnya dibuat dari bahan polimer baik sintetik maupun alami. Jenis polimer yang baik sebagai bahan pembuatan membran umumnya yang memiliki kekuatan mekanik yang baik. Skema proses membran filtrasi dapat dilihat di bawah ini (Mulder, 1996).

Gambar 2.1 Proses Membran

2.2 Membran Mikrofiltrasi

Berdasarkan ukuran porinya, membran dibagi menjadi beberapa kategori sebagai berikut : membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan reverse osmosis. Membran mikrofiltrasi digunakan untuk memisahkan molekul dengan ukuran berkisar 0,02 – 10 µm (Mulder, 1996). Umumnya membran mikrofiltrasi digunakan untuk memisahkan suspensi dan emulsi seperti


(10)

4

digunakan dalam industri makanan seperti proses klarifikasi berbagai jenis minuman (juice) dan juga dalam industri farmasi. Membran mikrofiltrasi dibuat dengan berbagai cara seperti : sintering, stretching, track-etching dan inversif fasa (Mulder, 1996).

2.3 Pembuatan Membran dengan Metode Inversi Fasa

Larutan polimer yang sudah homogen dicetak dengan menggunakan alat cetak tergantung bentuk membran yang diinginkan. Untuk pembuatan membran datar dalam skala laboratorium dapat digunakan pelat kaca. Sedangkan membran serat berongga dibuat menggunakan alat spinning (Mulder, 1996).

2.4 Karakterisasi Membran

Untuk memahami proses pemisahan dengan membran, perlu diketahui sifat-sifat kimia dan fisika membran, yang erat kaitannya dengan struktur kimia seperti ukuran pori serta distribusi pori, serta fungsi membran (permeabilitas dan permselektifitas). Sifat lainnya yang juga penting adalah kekuatan membran serta ketahanan terhadap range pH yang besar dan ketahanan terhadap zat kimia, serta kestabilan terhadap perubahan temperatur dan kondisi lingkungan (Rautenbach, 1989).

Kinerja membran diukur dengan mengukur fluks air menggunakan alat (sel) ultrafiltrasi. Membran dipotong berbentuk lingkaran dengan diameter 5 cm, kemudian diletakkan di dalam sel ultrafiltrasi. Pompa bertekanan 1 atm dioperasikan untuk menentukan fluks air dari membrane tersebut. Air digunakan sebagai umpan.Filtrat yang keluar dari sel ultrafiltrasi ditampung dan diukur volumenya terhadap waktu. Fluks air dari membran ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut (Mulder, 1996):

Fluks = Volume permeat waktu x tekanan

Semakin besar fluks membran semakin baik kinerja membran tersebut.

Rejeksi membran diukur dengan menggunakan sel ultrafiltrasi. Larutan umpan yang digunakan adalah Dextran dengan berbagai berat molekul.Filtrat yang keluar ditampung dan dianalisa menggunakan Spektrofotometri. Konsentrasi larutam umpan dan filtrate ditentukan


(11)

5

menggunakan kurva kalibrasi, dan rejeksi diukur dengan rumus sebagai berikut (Mulder, 1996):

% R (rejeksi) = Konsentrasi larutan umpan/konsentrat – Konsentrasi permeat x 100% Konsentrasi larutan umpan

Rejeksi diatas 90% menunjukkan kinerja membran yang baik.

2.5 Scanning Elektron Microscopy (SEM)

Untuk mengetahui ukuran pori dan distribusi pori membran, perlu dilakukan karakterisasi menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM). Hasil foto SEM dapat berupa permukaan membran serta penampang lintangnya. Ukuran pori dan distribusi pori yang diamatidari foto SEM dapat digunakan untuk menentukan kinerja membran. Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(12)

6 2.6 Polisulfon

Salah satu bahan polimer dengan berat molekul tinggi yang bersifat termoplastik dan tahan terhadap temperatur tinggi adalah polisulfon. Selain itu, sifat-sifat polisulfon antara lain (Mulder, 1996) :

- Larut dalam hampir semua pelarut

- Mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi

- Adanya gugus sulfon membuatnya tidak mudah teroksidasi - Tidak mudah rusak oleh larutan alkali atau asam encer

- Transparan, kaku dan mempunyai temperatur transisi gelas 180-250 ºC.

2.7 Polietilen Glikol

Poliester poliol hasil reaksi adisi eter siklik adalah polietilen glikol. Reaksi tersebut diinisiasi dengan penambahan alkilen oksida pada glikol yang bersesuaian dengan menggunakan katalis kalium hidroksida (KOH) (Mulder, 1996).

2.8 Zat Warna Indigo Biru

Indigo Biru adalah zat warna karbonil golongan Indigoida yang diperloleh dari hasil fermentasi tmbuhan Isatis tinctoria (spesi Indigofera). Setelah diekstraksi dan difermentasi, senyawa Indoxyl dihasilkan yang merupakan senyawa prekursor yang tidak berwarna. Oksidasi Indoxyl oleh udara menghasilkan warna biru Indigo yang tidak larut dalam air yang sering disebut Indigo Biru (Adalyna, 2010).

Indigo yang baik dibuat secara sintetik maupun diisolasi dari tumbuhan berbentuk kristal rombik, serbuk lutrous, berwarna biru tua. Kelarutan Indigo Biru baik sekali dalam aseton panas dan tidak larut dalam alkohol, air dan eter (Sumardjo, 2006)..


(13)

7 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Alat dan Bahan yang Digunakan 3.1.1 Alat yang Digunakan

Peralatan gelas, tabung reaksi dan rak, Spectronic-20, neraca analisis dan teknik, Scanning Electron Microscope (SEM), erlenmeyer bertutup, pelat kaca dengan pinggiran selotip, magnetic stirrer, batang stainless-steel, sel mikrofiltrasi, bak koagulasi, micrometer dan stopwatch.

3.1.2 Bahan yang Digunakan

Polisulfon dengan berat molekul Mn 3500, polietilen glikol (PEG) dengan berat molekul Mw 300, N,N-Dimetilasetamid (DMAc), asam sulfat pekat, fenol, natrium azida, aqua d.m., nitrogen cair, kertas saring, dextran T-70 (Mn 70.000), T-500 (Mn 500.000), T-2000 (Mn 2.000.000), limbah tekstil “indigo biru”.

3.2Cara Kerja

3.2.1 Pembuatan Membran Polisulfon

- Sebanyak 18% berat polisulfon dicampur dengan 18% berat polietilen glikol dengan menggunakan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc). Larutan diaduk selama semalam dalam erlenmeyer bertutup menggunakan magnetic stirrer smpai seluruh polimer larut sempurna.

- Larutan polimer yang sudah homogen didiamkan selama sekitar 4 – 6 jam untuk menghilangkan gelembung udara.

- Larutan dicetak di atas pelat kaca dengan bantuan batang yang terbuat dari stainless-steel atau Teflon. Pelat kaca yang telah dilapisi larutan polimer kemudian dicelupkan dalam bak koagulan sampai seluruh larutan polimer terkoagulasi (menghasilkan lapisan tipis berwarna putih).

- Membran yang dihasilkan dicuci dengan air berulang kali, kemudian dipotong berbentuk lingkaran dengan diameter 5 cm dan disimpan dalam air yang mengandung natrium azida sebagai pengawet.


(14)

8 3.2.2 Karakterisasi Membran Polisulfon 3.2.2.1 Penentuan Fluks Air

- Membran polisulfon yang telah dipotong berbentuk lingkaran, diletakkan di dalam sel mikrofiltrasi. Kemudian dilakukan kompaksi dengan menambahkan aqua d.m. sebanyak kurang lebih 150 mL ke dalam sel mikrofiltrasi kemudian diaduk dengan magnetic stirrer. Berikan tekanan sebesar 1 atm, sehingga air mengalir ke luar menembus membran.

- Kompaksi dilakukan selama kurang lebih satu jam sampai fluks air konstan, kemudian dihitung fluks konstannya, dengan cara menampung air yang keluar per satuan waktu dimana akan didapat satuan fluks dalam L/m2/atm/jam.

3.2.2.2 Penentuan Fluks Dextran

- Penentuan Fluks Dextran sama dengan penentuan fluks air, dimana air diganti dengan larutan dextran T-70, T-500 dan T-2000. Tidak perlu melakukan kompaksi lagi.

3.2.2.3 Penentuan Koefisien Rejeksi Terhadap Larutan Dextran

- Penentuan konsentrasi larutan permeat dan umpan/konsentrat dari larutan dextranT-70, T-500 dan T-2000. Setelah dilakukan mikrofiltrasi larutan dextran menggunakan sel mikrofiltrasi, konsentrat dan permeat diambil masing-masing sebanyak 10 mL dan diencerkan sebanyak x kali.

- Larutan dextran yang telah diencerkan, ditambahkan fenol 5% dan asam sulfat pekat dengan perbandingan larutan: fenol: asam sulfat pekat = 1: 1: 5, hingga dihasilkan larutan berwarna coklat.

- Larutan dibiarkan hingga dingin, kemudian diukur transmitannya dengan

menggunakan alat spectronic-20 pada panjang gelombang 490 nm. Nilai absorbansi yang didapatkan diplot pada kurva kalibrasi sehingga didapatkan harga konsentrasi permeat dan konsentratnya, menggunakan rumus sebagai berikut:

% R (rejeksi) = Konsentrasi larutan umpan/konsentrat – Konsentrasi permeat x 100% Konsentrasi larutan umpan


(15)

9 3.2.2.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi

- Larutan standar dextran T-70, T-500 dan T-2000 dibuat dengan konsentrasi 10 – 100 ppm. Masing-masing larutan ditambahkan dengan fenol 5% dan asam sulfat pekat seperti pada prosedur 3.2.2.3, sehingga didapatkan harga absorbansi masing-masing konsentrasi. Kurva kalibrasi dibuat dengan memplot absorbansi terhadap konsentrasi larutan dextran.

3.2.2.5 Pengamatan Struktur Membran dengan Scanning Electron Microscope (SEM) - Ukuran poridan distribusi pori membran diamati dengan menggunakan SEM.

Mula-mula membran dikeringkan dengan kertas tissue kemudian dicelupkan ke dalam nitrogen cair hingga menjadi kaku lalu dipatahkan.

- Permukaan membran dan penampang lintangnya difoto dengan SEM.

3.2.3 Mikrofiltrasi Limbah Zat Warna Tekstil Indigo Biru

- Mikrofiltrasi dilakukan dengan memasukan limbah zat warna tekstil yang mengandung indigo biru ke dalam sel mikrofiltrasi yang telah terpasang membran polisulfon.Larutan diaduk dengan magnetic stirrer dan tekanan sebesar 1 atm diaplikasikan, kemudian permeatnya ditampung.

3.2.3.1 Penentuan Permeabilitas Zat Warna Tekstil Indigo Biru

- Permeabilitasnya ditentukan dengan menghitung fluks indigo biru dengan cara yang sama seperti penentuan fluks air dan fluks dextran.

3.2.3.2 Penentuan Permselektivitas Zat Warna Tekstil Indigo Biru

- Permeat dan konsentrat indigo biru setelah proses mikrofiltrasi ditampung, kemudian ditentukan konsentrasinya dengan cara yang sama dengan penentuan konsentrasi permeat dan konsentrat dextran. Kemudian permselektivitasnya ditentukan dengan menghitung koefisien rejeksinya seperti pada perhitungan rejeksi dextran.


(16)

10 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Membran Polisulfon

Larutn polimer yang digunakan untuk membuat membran harus bersifat homogen (polimer larut sempurna), sehingga campuran polisulfon, polietilen glikol dan DMAc harus memiliki kompatibilitas (derajat pencampuran) yang tinggi, karena jika tidak maka akan terbentuk larutan polimer yang kurang homogen berwarna keruh. Hal ini akan menghasilkan struktur membran yang kurang baik dan dapat menurunkan kinerja membran.

Setelah dhasilkan larutan polimer yang homogen, larutan tersebut dimatangkan dengan cara didiamkan selama 4 – 6 jam untuk menghilangkan gelembung udara karena pengadukan. Adanya gelembung udara dapat membentuk lubang pada membran.

Setelah pematangan, larutan polimer dicetak dengan cara menuangkan larutan polimer ke atas pelat kaca kemudian dicetak dengan batang-stainless steel sehingga terbentuk lapisan tipis di atas pelat kaca. Ketebalan lapisan tipis ini tidak tepat sama karena tergantung tekanan ketika mencetaknya namun dengan adanya selotip di pinggir pelat kaca diharapkan perbedaan ketebalan membran tidak terlalu besar. Dengan demikian, dalam penelitian ini, nilai karakterisasinya tidak tepat sama untuk jenis membran yang sama.

Kemudian lapisan tipis yang dihasilkan segera dicelupkan dengan cepat ke dalam bak koagulasi berisi air agar terbentuk permukaan membran yang rata. Pada saat pencelupan ini, terjadi proses koagulasi dimana pelarut akan berdifusi ke non pelarut (air) yang menyebabkan terjadinya perubahan fasa (transisi fasa) dari lapisan tipis larutan polimer menjadi lapisan membran yang padat (Margiyani, 2014). PEG sebagai aditif larut dalam air, sehingga kedudukan aditif akan menghasilkan rongga atau pori-pori membran (Mulder, 2006).

4.2 Karakterisasi Membran

4.2.1 Fluks terhadap Air, Dextran T-70, T-500 dan T-2000

Pengukuran fluks air dan dextran bertujuan untuk memperkirakan porositas membran serta mengetahui kecepatan air atau dextran melewati membran. Permeabilitas air dan dextran merupakan banyaknya air dan dextran yang pindah melalui satu satuan luas membran per satu


(17)

11

satuan waktu dengan menggunakan satu satuan gradien penggerak sebesar 1 atm. Tabel 4.1 menunjukkan harga fluks air dan dextran.

Tabel 4.1 Fluks Air dan Dextran

No. Membran

FLUKS (L/m2/jam/atm)

Air Dextran T-70 Dextran T-500 Dextran T-2000

1 343,95 137,58 64,97 30,57

2 355,4 145,22 69,55 -

3 359,24 145,22 84,84 36,69

4 366,88 152,87 91,72 53,50

Rata-rata 356,37 145,22 77,77 40,17

Dari data tabel di atas dapat diamati bahwa semakin kecil ukuran partikel yang melewati membran maka semakin besar harga fluksnya. Karena air memiliki ukuran terkecil maka air memiliki harga fluks paling besar. Demikian pula dextran T-70 (Mw 70.000) memiliki fluks lebih besar dibandingkan dengan T-500 (Mw 500.000) dan T-2000 (Mw 2.000.000) karena dextran T-70 lebih mudah melewati membran dibandingkan T-500 dan T-2000.

4.2.2 Koefisien Rejeksi terhadap Dextran

Koefisien rejeksi atau sering disebut sebagai koefisien penolakan membran terhadap larutan, didefinisikan sebagai fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak dapat menembus membran. Bila koefisien rejeksinya 0% artinya seluruh zat terlarut menembus membran, sedangkan jika 100% maka seluruh zat terlarut ditolak oleh membran.

Dari penelitian ini didapat hasil seperti terlihat pada Tabel 4.2. Dari data tabel tersebut dapat diamati bahwa semakin kecil ukuran partikel yang akan melewati membran maka makin kecil harga koefisien rejeksinya karena semakin banyak partikel yang dapat menembus membran.


(18)

12

Tabel 4.2 Koefisien Rejeksi Membran terhadap Dextran T-70, T-500 dan T-2000

No. Membran

KOEFISIEN REJEKSI (%)

Dextran T-70 Dextran T-500 Dextran T-2000

1 10,65 90,89 94,17

2 8,09 58,57 -

3 4,21 42,68 86,85

4 2,59 7,59 77,32

Rata-rata 6,35 49,93 86,11

4.2.3 Penentuan Ukuran Pori Menggunakan SEM

Hasil foto SEM dari membran polisulfon yang dihasilkan dari penelitian ini adalah seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1Permukaan Membran Polisulfon

Sedangkan foto SEM penampang lintang membran tersebut dapat diamati pada Gambar 4.2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa permukaan membran yang sering disebut dengan lapisan kulit memiliki pori yang rapat jika dibandingkan dengan lapisan pendukungnya yang menyerupai jari.


(19)

13

Gambar 4.2 Penampang Lintang Membran Polisulfon

4.3 Mikrofiltrasi Limbah Tekstil Indigo Biru 4.3.1 Penentuan Permeabilitas Indigo Biru

Harga fluks dari mikrofiltrasi limbah tekstil Indigo Biru dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari data tersebut terlihat bahwa harga fluks air lebih besar dari harga fluks Indigo Biru, karena partikel air lebih kecil dari Indigo Biru sehingga lebih mudah menembus membran.

4.3.2 Penentuan Permselektifitas Indigo Biru

Harga koefisien rejeksi dari mikrofiltrasi limbah tekstil Indigo Biru juga dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari data tersebut terlihat bahwa pada penelitian ini koefisien rejeksi membran polisulfon terhadap Indigo Biru mendapatkan hasil yang sangat baik yaitu 100%, artinya tidak ada Indigo Biru yang dapat menembus membran sehingga metode ini baik sekali digunakan untuk pemisahan zat warna tekstil Indigo Biru.


(20)

14

Tabel 4.3 Fluks dan Koefisien Rejeksi Membran terhadap Indigo Biru NO MEMBRAN FLUKS INDIGO BIRU

(L/m2/jam/atm)

KOEFISIEN REJEKSI (%)

9 114,65 100

10 91,72 100

11 76,43 100

12 160,51 100


(21)

15 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian ini didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Harga rata-rata fluks air, serta fluks dan rejeksi dextran T-70, T-500 dan T-2000dari membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) adalah berturut-turut

2. Hasil karakterisasi struktur permukaan dan penampang lintang membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan ukuran pori membran tersebut sangat kecil sekali (jauh lebih kecil dari skala 10 µm). Sedangkan penampang lintang membran tersebut menunjukkan struktur seperti jari, dimana terlihat bahwa lapisan permukaan membran merupakan lapisan tipis dengan pori rapat.

3. Harga rata-ratafluks Indigo Biru pada mikrofiltrasi menggunakan membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) adalah sebesar 110,83 L/m2/jam/atm. Sedangkan koefisien rejeksi terhadap zat warna Indigo Biru menunjukkan hasil yang sangat baik yaitu 100% yang artinya membran dapat memisahkan zat warna Indigo Biru dengan sempurna.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penentuan ukuran pori membran yang lebih akurat, bisa dilakukan dengan perbesaran yang lebih tinggi sehingga ukuran pori membran yang dihasilkan dapat diketahui.


(22)

16

DAFTAR PUSTAKA

Adalina, Y. dkk. 2010. Sumber Bahan Pewarna Alami Sebagai Tinta Sidik Jari Pemilu. Bogor : Pusat

Penelitian Dan Pengembangan Hutan Dan Konservas Alam Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan.

Margiyani, T., Monica M. SBW, Kusumawati, N., Pengaruh Komposisi Larutan Cetak

(PVDF/NMP/PEG) dan Non Pelarut (H2O/Ch3OH) Terhadap Kinerja Membran PVDF

dalam Pemisahan Pewarna Indigo. UNESA Journal of Chemistry. Vol. 3, No. 3, September 2014.

Mulder, M. 1996. Basic Principles of Membran Science and Technology. Kluwer Academic Publisher. Netherland.

Rautenbach, R., Albrect, R. 1989. Membrane Processes. John Wiley & Sons Ltd. USA.

Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Kedoteran


(1)

11

satuan waktu dengan menggunakan satu satuan gradien penggerak sebesar 1 atm. Tabel 4.1 menunjukkan harga fluks air dan dextran.

Tabel 4.1 Fluks Air dan Dextran No.

Membran

FLUKS (L/m2/jam/atm)

Air Dextran T-70 Dextran T-500 Dextran T-2000

1 343,95 137,58 64,97 30,57

2 355,4 145,22 69,55 -

3 359,24 145,22 84,84 36,69

4 366,88 152,87 91,72 53,50

Rata-rata 356,37 145,22 77,77 40,17

Dari data tabel di atas dapat diamati bahwa semakin kecil ukuran partikel yang melewati membran maka semakin besar harga fluksnya. Karena air memiliki ukuran terkecil maka air memiliki harga fluks paling besar. Demikian pula dextran T-70 (Mw 70.000) memiliki fluks lebih besar dibandingkan dengan T-500 (Mw 500.000) dan T-2000 (Mw 2.000.000) karena dextran T-70 lebih mudah melewati membran dibandingkan T-500 dan T-2000.

4.2.2 Koefisien Rejeksi terhadap Dextran

Koefisien rejeksi atau sering disebut sebagai koefisien penolakan membran terhadap larutan, didefinisikan sebagai fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak dapat menembus membran. Bila koefisien rejeksinya 0% artinya seluruh zat terlarut menembus membran, sedangkan jika 100% maka seluruh zat terlarut ditolak oleh membran.

Dari penelitian ini didapat hasil seperti terlihat pada Tabel 4.2. Dari data tabel tersebut dapat diamati bahwa semakin kecil ukuran partikel yang akan melewati membran maka makin kecil harga koefisien rejeksinya karena semakin banyak partikel yang dapat menembus membran.


(2)

12

Tabel 4.2 Koefisien Rejeksi Membran terhadap Dextran T-70, T-500 dan T-2000

No. Membran

KOEFISIEN REJEKSI (%)

Dextran T-70 Dextran T-500 Dextran T-2000

1 10,65 90,89 94,17

2 8,09 58,57 -

3 4,21 42,68 86,85

4 2,59 7,59 77,32

Rata-rata 6,35 49,93 86,11

4.2.3 Penentuan Ukuran Pori Menggunakan SEM

Hasil foto SEM dari membran polisulfon yang dihasilkan dari penelitian ini adalah seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1Permukaan Membran Polisulfon

Sedangkan foto SEM penampang lintang membran tersebut dapat diamati pada Gambar 4.2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa permukaan membran yang sering disebut dengan lapisan kulit memiliki pori yang rapat jika dibandingkan dengan lapisan pendukungnya yang menyerupai jari.


(3)

13

Gambar 4.2 Penampang Lintang Membran Polisulfon

4.3 Mikrofiltrasi Limbah Tekstil Indigo Biru 4.3.1 Penentuan Permeabilitas Indigo Biru

Harga fluks dari mikrofiltrasi limbah tekstil Indigo Biru dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari data tersebut terlihat bahwa harga fluks air lebih besar dari harga fluks Indigo Biru, karena partikel air lebih kecil dari Indigo Biru sehingga lebih mudah menembus membran.

4.3.2 Penentuan Permselektifitas Indigo Biru

Harga koefisien rejeksi dari mikrofiltrasi limbah tekstil Indigo Biru juga dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari data tersebut terlihat bahwa pada penelitian ini koefisien rejeksi membran polisulfon terhadap Indigo Biru mendapatkan hasil yang sangat baik yaitu 100%, artinya tidak ada Indigo Biru yang dapat menembus membran sehingga metode ini baik sekali digunakan untuk pemisahan zat warna tekstil Indigo Biru.


(4)

14

Tabel 4.3 Fluks dan Koefisien Rejeksi Membran terhadap Indigo Biru NO MEMBRAN FLUKS INDIGO BIRU

(L/m2/jam/atm)

KOEFISIEN REJEKSI (%)

9 114,65 100

10 91,72 100

11 76,43 100

12 160,51 100


(5)

15 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian ini didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Harga rata-rata fluks air, serta fluks dan rejeksi dextran T-70, T-500 dan T-2000dari membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) adalah berturut-turut

2. Hasil karakterisasi struktur permukaan dan penampang lintang membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan ukuran pori membran tersebut sangat kecil sekali (jauh lebih kecil dari skala 10 µm). Sedangkan penampang lintang membran tersebut menunjukkan struktur seperti jari, dimana terlihat bahwa lapisan permukaan membran merupakan lapisan tipis dengan pori rapat.

3. Harga rata-ratafluks Indigo Biru pada mikrofiltrasi menggunakan membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) adalah sebesar 110,83 L/m2/jam/atm. Sedangkan koefisien rejeksi terhadap zat warna Indigo Biru menunjukkan hasil yang sangat baik yaitu 100% yang artinya membran dapat memisahkan zat warna Indigo Biru dengan sempurna.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penentuan ukuran pori membran yang lebih akurat, bisa dilakukan dengan perbesaran yang lebih tinggi sehingga ukuran pori membran yang dihasilkan dapat diketahui.


(6)

16

DAFTAR PUSTAKA

Adalina, Y. dkk. 2010. Sumber Bahan Pewarna Alami Sebagai Tinta Sidik Jari Pemilu. Bogor : Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Dan Konservas Alam Badan Penelitian Dan

Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan.

Margiyani, T., Monica M. SBW, Kusumawati, N., Pengaruh Komposisi Larutan Cetak

(PVDF/NMP/PEG) dan Non Pelarut (H2O/Ch3OH) Terhadap Kinerja Membran PVDF dalam Pemisahan Pewarna Indigo. UNESA Journal of Chemistry. Vol. 3, No. 3, September 2014.

Mulder, M. 1996. Basic Principles of Membran Science and Technology. Kluwer Academic Publisher. Netherland.

Rautenbach, R., Albrect, R. 1989. Membrane Processes. John Wiley & Sons Ltd. USA.

Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Kedoteran EGC.