PEMURNIAN CAIRAN PULPA HASIL SAMPING FERMENTASI BIJI KAKAO DENGAN WADAH SISTEM "TERMOS" UNTUK PRODUKSI ASAM ASETAT.
PEMURNIAN CAIRAN PULPA HASIL SAMPING FERMENTASI BIJI KAKAO
DENGAN WADAH SISTEM "TERMOS" UNTUK PRODUKSI ASAM ASETAT
G.P. Ganda-Putra
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Jalan Kampus
Bukit Jimbaran, Badung-Bali E-mail : putu
[email protected]
ABSTRACT
The application of cocoa fermentation methods using fermentation container of "thermos" system allows liquid waste of
pulp of cocoa beans can be accommodated. The purpose of this study were: 1) to study the effect of evaporation, extraction,
and distillation method to purification of the watery sweatings byproduct of cocoa beans fermentation for the characteristics
and purity level of acetic acid and 2) get the standard conditions of acetic acid purification process from sources of watery
sweatings byproduct of cocoa beans fermentation. This study used a factorial BRD with 3 factors. The first factor is the
length of evaporation which consists of 3 levels: 15, 30, and 45 minutes; the second factor is the addition of a solvent
extraction with water at a ratio: 1:1, 1:2, and 1:3, and the third factor is the length of distillation which consists of 3 levels:
10, 20, and 30 minutes. Each treatment combination were made in 2 groups to obtain 54 units of the experiment.
Observations made include: the quantity (% w/w), pH, total acid (meq NaOH/ g), and acetic acid content (%). The results
show that: 1) solvent ratio, length of distillation and the interaction between solvent ratio with the length of distillation effect
on the yield, total acid and acetic acid content of distillate produced and 2) refining process of watery sweatings byproduct
with long evaporation 30 minutes, adding water solvent at a ratio of 1:1, and long distillation 3 0 minutes produce the most
potential distillate as a raw material of acetic acid.
Keywords: cocoa, watery sweatings, purification, acetic acid
PENDAHULUAN
Kakao merupakan komoditas perkebunan andalan yang terus dipacu pengembangannya, terutama untuk meningkatkan
ekspor non migas. Selain itu juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan beberapa industri dalam negeri, seperti: industri
makanan dan minuman, farmasi dan kosmetika. Dewasa ini pengusahaan perkebunan kakao berkembang cukup pesat, baik
dalam bentuk pengembangan luas areal tanaman maupun peningkatan produksi biji kakao kering. Sampai dengan tahun
2010 luas areal perkebunan kakao Indonesia telah mencapai 1.651.539 ha, dengan produksi mencapai 844.626 ton biji kakao
kering (Ditjen Perkebunan, 2011). Data ICCO pada tahun 2009 menempatkan Indonesia sebagai produsen biji kakao ketiga
di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, bahkan diprediksi akan dapat menjadi produsen terbesar dunia pada tahun 2014.
Pengolahan kakao pada esensinya adalah usaha untuk memproses buah kakao menjadi biji kakao kering yang memenuhi
standar mutu dan dapat memunculkan karakteristik khas kakao, yaitu cita rasa. Tahapan pengolahan yang dianggap paling
dominan mempengaruhi mutu hasil biji kakao kering adalah fermentasi (Alamsyah, 1991). Fermentasi biji kakao bertujuan
untuk menghancur-kan pulpa dan mengusahakan kondisi untuk terjadinya reaksi biokimia dalam keping biji, yang berperan
bagi pembentukan prekursor cita rasa dan warna coklat. Pulpa yang telah hancur akan mudah lepas dari biji, membentuk
cairan pulpa (watery sweatings) yang menetes keluar tumpukan biji.
Cairan pulpa, sebagai limbah hasil samping selama fermentasi biji kakao, diantaranya mengandung asam asetat atau
asam cuka, asam laktat dan alkohol. Asam-asam organik tersebut terbentuk dari fermentasi gula yang terkandung dalam
pulpa biji kakao. Pulpa biji kakao adalah selaput berlendir berwarna putih yang membungkus biji kakao, terdapat sekitar
25-30% dari berat biji, diantaranya mengandung gula dengan kadar yang relatif tinggi sekitar 10-13% (Lopez, 1986). Selama
fermentasi dihasilkan 15-20% limbah cairan pulpa dari berat biji kakao yang difermentasi (Ganda-Putra dkk., 2008). Potensi
cairan pulpa yang cukup besar tersebut selama ini hanya dibuang begitu saja disekitar tempat pengolahan, selain akan
340
mengotori juga berdampak buruk atau mencemari lingkungan disekitarnya. Padahal asam asetat sebagai salah satu
kandungan cairan pulpa mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Wadah fermentasi sistem "termos" adalah salah satu wadah fermentasi biji kakao yang menggunakan dua buah wadah
yang saling bertumpukan. Wadah bagian dalam diberi lubang-lubang sebagai tempat keluarnya cairan pulpa, sedangkan
wadah bagian luar tertutup, yang dapat dibuat dari bahan kayu maupun plastik. Wadah fermentasi tersebut selain berguna
untuk mengisolasi panas yang terbentuk selama fermentasi biji kakao, juga dapat digunakan untuk menampung cairan pulpa.
Perbedaan bahan wadah fermentasi dari kayu dan plastik adalah dalam mengisolasi panas yang timbul selama fermentasi,
karena perbedaan dalam daya hantar panas.
Atas dasar hasil penelitian tahap I/2012 yang mendapatkan bahwa wadah fermentasi sistem "termos" dari bahan kayu
dengan waktu fermentasi 1-2 hari menghasilkan cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao yang paling potensial
sebagai bahan baku asam asetat. Selanjutnya terhadap cairan pulpa tersebut dilakukan evaporasi, ekstraksi, dan distilasi
untuk pemurnian kandungan asam asetatnya.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji pengaruh proses evaporasi, ekstraksi dan distilasi pada pemurnian cairan
pulpa hasil samping fermentasi biji kakao terhadap karakteristik dan tingkat kemurnian asam asetat; dan (2) mendapatkan
standar kondisi proses pemurnian asam asetat dari sumber cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao. Bila diketahui
bahwa cairan pulpa potensial sebagai sumber bahan baku asam asetat, tentunya akan dapat meningkatkan nilai tambah hasil
perkebunan kakao dan memberi kontribusi dalam penyediaan bahan baku asam asetat.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan utama pada penelitian ini adalah buah kakao jenis lindak yang diperoleh dari sentra-sentra produksi kakao
Provinsi Bali (Kabupaten Jembrana dan Tabanan). Buah kakao yang dipilih adalah buah yang sudah masak optimal dan
ukuran seragam. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan diantaranya: NaOH, H2SO4_ kloroform, indikator
fenolftalein, standar asam asetat, dan aquades. Peralatan yang digunakan diantaranya: wadah fermentasi sistem "termos" dari
bahan kayu (hasil penelitian tahap I), timbangan, pengaduk magnetik, kertas saring Whatman, water bath, pH meter, dan alat
gelas.
Metode
Rancangan Percobaan
Percobaan dalam penelitian ini menggunakan Rangcangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 faktor. Faktor I
adalah lama evaporasi yang terdiri atas 3 taraf : 15, 30, dan 45 menit; faktor II adalah proses ekstraksi dengan penambahan
pelarut air pada perbandingan : 1:1, 1:2, dan 1:3; dan faktor III adalah lama proses distilasi yang terdiri atas 3 taraf : 10, 20,
dan 30 menit. Masing-masing kombinasi perlakuan (27 kombinasi) dikelompokkan menjadi 3 kelompok sehingga diperoleh
54 unit percobaan.
Pelaksanaan
Sampel buah kakao dipilih yang masak optimal dan ukuran seragam, sebanyak 500 buah untuk mendapatkan 50 kg biji
kakao segar. Biji kakao selanjutnya difermentasi dalam wadah fermentasi sistem "termos" dari bahan kayu. Selama
fermentasi dilakukan pengadukan dan pengambilan sampel cairan pulpa yang ditampung pada bagian wadah luar pada hari 1
dan 2. Cairan pulpa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses pemurnian asam asetat dengan proses evaporasi
menggunakan rotary evaporator pada tekanan vakum 100 mBar suhu 70oC dengan waktu tertentu, ekstraksi dengan
penambahan pelarut air pada perbandingan tertentu, dan distilasi pada suhu 100oC dengan waktu tertentu, sesuai perlakuan.
Destilat hasil pemurnian asam asetat yang diperoleh dari proses-proses tersebut selanjutnya dianalisis.
341
Pengamatan
Pengamatan terhadap sampel asam asetat yang dihasilkan, meliputi: rendemen ( %, v/v), pH, total asam (meq NaOH/g)
(James, 1995), dan kadar asam asetat (%).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi (RAK faktorial 3 faktor) dan dilanjutkan dengan uji BNT 5% bila
perlakuan berpengaruh signifikan (p0.05) terhadap pH destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa biji kakao. Keasaman
(pH) destilat hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Keasaman (pH) destilat hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil
samping fermentasi biji kakao
Perlakuan
pH destilat
Perlakuan
pH destilat
I
II
Waktu
Perbandingan
Waktu
Evaporasi dgn. Pelarut Air Distilasi
(menit)
(menit)
3.00
2.99
15
1:1
10
3.12
2.93
15
1:1
20
3.11
2.89
15
1:1
30
3.14
3.02
15
1:2
10
3.14
3.01
15
1:2
20
3.13
2.95
15
1:2
30
3.17
3.09
15
1:3
10
3.18
3.01
15
1:3
20
3.17
2.98
15
1:3
30
3.14
2.96
30
1:1
10
3.09
2.87
30
1:1
20
3.05
2.84
30
1:1
30
3.18
3.20
30
1:2
10
3.11
2.95
30
1:2
20
3.09
2.92
30
1:2
30
3.22
3.02
30
1:3
10
3.15
2.95
30
1:3
20
3.15
3.01
30
1:3
30
3.21
3.13
45
1:1
10
3.16
2.96
45
1:1
20
3.15
2.88
45
1:1
30
3.23
3.06
45
1:2
10
3.18
3.06
45
1:2
20
3.20
2.97
45
1:2
30
3.22
3.09
45
1:3
10
3.20
3.04
45
1:3
20
3.22
2.96
45
1:3
30
Rata-rata
3.00
3.03
3.00
3.08
3.08
3.04
3.13
3.10
3.08
3.05
2.98
2.95
3.19
3.03
3.01
3.12
3.05
3.08
3.17
3.06
3.02
3.15
3.12
3.09
3.16
3.12
3.09
Dari Tabel 2 selanjutnya dapat dikemukakan bahwa pH destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian tersebut
cenderung relatif sama. Pada perlakuan lama evaporasi diperoleh destilat dengan pH berkisar 3,05 -3.11, perlakuan
perbandingan penambahan pelarut berkisar 3,03 - 3,10, dan pada perlakuan lama destilasi berkisar 3,04 - 3,12. Proses
pemurnian yang dilakukan tidak banyak berpengaruh terhadap pH destilat yang dihasilkan karena pH (tingkat keasaman)
lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kekuatan ion H+ dari senyawa asam organik penyusunnya, sehingga pengolongan
asam menjadi asam kuat - asam lemah.
Total Asam
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan pelarut berpengaruh sangat nyata (p0.05) terhadap
343
total asam destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa biji kakao. Total asam destilat (meq NaOH/g)) hasil
perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Total asam destilat (meq NaOH/g) hasil perlakuan pemurnian cairan
pulpa hasil samping fermentasi biji kakao
Perlakuan
Total asam (meq
NaOH/g)
Waktu
Perbandingan
Waktu
Evaporasi
(menit)
dgn. Pelarut
Air
Distilasi
(menit)
I
II
Rata-r
ata
15
15
15
15
15
15
15
15
15
30
30
30
30
30
30
30
30
30
45
45
45
45
45
45
45
45
45
1:1
1:1
1:1
1:2
1:2
1:2
1:3
1:3
1:3
1:1
1:1
1:1
1:2
1:2
1:2
1:3
1:3
1:3
1:1
1:1
1:1
1:2
1:2
1:2
1:3
1:3
1:3
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
0.032
0.024
0.040
0.019
0.022
0.027
0.016
0.017
0.024
0.027
0.036
0.041
0.019
0.024
0.028
0.012
0.017
0.016
0.029
0.035
0.038
0.018
0.022
0.023
0.015
0.016
0.016
0.017
0.017
0.021
0.013
0.015
0.013
0.010
0.010
0.011
0.020
0.020
0.031
0.013
0.015
0.016
0.011
0.011
0.013
0.019
0.018
0.021
0.010
0.012
0.012
0.010
0.009
0.010
0.024
0.021
0.031
0.016
0.018
0.020
0.013
0.013
0.017
0.024
0.028
0.036
0.016
0.019
0.022
0.011
0.014
0.014
0.024
0.026
0.029
0.014
0.017
0.017
0.012
0.012
0.013
Dari Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa pada perlakuan perbandingan pelarut menun-jukkan terjadinya penurunan kadar
total asam distilat dengan semakin banyak penambahan pelarut, yaitu berturut-turut dari 0,027, 0,018, dan 0,013 meq
NaOH/g pada perbandingan pelarut 1:1, 1;2, dan 1:3. Hal demikian terjadi karena dengan semakin banyak penambahan
pelarut air, kemungkinan destilat yang dihasilkan juga makin banyak terdapat air sehingga secara relatif mengurangi kadar
total asam. Sedangkan pada perlakuan lama evaporasi dan lama destilasi diperoleh destilat dengan kadar total asam
cenderung relatif sama. Pada lama evaporasi 15 - 45 menit dan lama destilasi 10 - 30 menit, diperoleh destilat dengan kadar
total asam berkisar 0,018 - 0,020 meq NaOH/g dan berkisar 0,018 - 0,022 meq NaOH/g. Hal ini terjadi kemungkinan karena
kisaran waktu evaporasi tidak memberikan hasil destilat dengan kadar total asam yang berbeda, begitu pula pada kisaran
waktu destilasi yang digunakan. Pada proses destilasi selain faktor waktu, juga sangat dipengaruhi oleh faktor suhu.
Kadar Asam asetat
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan pelarut berpengaruh sangat nyata (p0.05) terhadap
kadar asam asetat destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa biji kakao. Kadar asam asetat (%) destilat hasil
perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao disajikan pada Tabel 4.
344
Dari Tabel 4 selanjutnya dapat dikemukakan bahwa pada perlakuan perbandingan pelarut menunjukkan terjadinya
penurunan kadar asam asetat distilat dengan semakin banyak penambahan pelarut, yaitu berturut-turut dari 16,17%, 10,52%,
dan 7,99% pada perbandingan pelarut 1:1, 1;2, dan 1:3. Hal demikian sejalan dengan
Tabel 4. Kadar asam asetat (%) destilat hasil perlakuan pemurnian cairan
pulpa hasil samping fermentasi biji kakao
Perlakuan
Waktu
Perbandingan
Waktu
Evaporasi dgn. Pelarut Air Distilasi
(menit)
(menit)
15
1:1
10
15
1:1
20
15
1:1
30
15
1:2
10
15
1:2
20
15
1:2
30
15
1:3
10
15
1:3
20
15
1:3
30
30
1:1
10
30
1:1
20
30
1:1
30
30
1:2
10
30
1:2
20
30
1:2
30
30
1:3
10
30
1:3
20
30
1:3
30
45
1:1
10
45
1:1
20
45
1:1
30
45
1:2
10
45
1:2
20
45
1:2
30
45
1:3
10
45
1:3
20
45
1:3
30
Kadar asam asetat (%)
I
II
Rata-rat
a
19.08
14.22
24.12
11.28
13.02
15.90
9.48
9.96
14.22
16.08
21.48
24.30
11.34
14.22
17.04
7.08
10.08
9.54
17.28
21.06
22.53
10.68
13.05
13.71
8.88
9.54
9.81
9.90
10.44
12.84
7.56
8.70
7.56
5.85
5.80
6.36
12.24
12.18
18.60
7.56
8.70
9.30
6.36
6.36
7.50
11.28
10.50
12.84
5.85
6.96
6.96
5.85
5.21
5.85
14.49
12.33
18.48
9.42
10.86
11.73
7.67
7.88
10.29
14.16
16.83
21.45
9.45
11.46
13.17
6.72
8.22
8.52
14.28
15.78
17.69
8.27
10.01
10.34
7.37
7.37
7.83
kadar total asam destilat, dimana dengan semakin banyak penambahan pelarut air, kemungkinan destilat yang dihasilkan
juga makin banyak terdapat air sehingga secara relatif mengurangi kadar asam asetat. Sedangkan pada perlakuan lama
evaporasi dan lama destilasi diperoleh destilat dengan kadar total asam cenderung relatif sama. Pada lama evaporasi 15 - 45
menit dan lama destilasi 10 - 30 menit, diperoleh destilat dengan kadar total asam berkisar 10,99% - 12,22% dan berkisar
10,20% - 13,28%. Hal ini terjadi kemungkinan karena kisaran waktu evaporasi tidak memberikan hasil destilat dengan kadar
total asam yang berbeda, begitu pula pada kisaran waktu destilasi yang digunakan. Pada proses destilasi selain faktor waktu,
juga sangat dipengaruhi oleh faktor suhu sehingga sangat dianjurkan untuk melakukan destilasi dengan perlakuan interaksi
antara waktu dan suhu sesuai dengan karakteristik titik didihnya.
Dari pertimbangan rendemen dan kadar asam asetat destilat yang diperoleh dari proses pemurnian cairan pulpa hasil
samping fermentasi biji kakao, dapat ditetapkan bahwa kondisi proses pemurnian dengan waktu evaporasi 30 menit,
penambahan pelarut air dengan perbandingan 1:1, dan waktu destilasi 30 menit sebagai kondisi proses terbaik karena
menghasilkan rendemen dan kadar asam asetat yang relatif paling tinggi. Kondisi proses tersebut menghasilkan destilat
dengan rendemen 69,50% (v/v), pH 2,95, kadar total asam 0,036 meq NaOH/g, dan kadar asam asetat 21,45%.
345
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perbandingan pelarut, lama destilasi, dan interaksi antara perbandingan pelarut dengan lama destilasi berpengaruh
terhadap rendemen, total asam dan kadar asam asetat destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa hasil
samping fermentasi biji kakao.
2. Proses pemurnian cairan pulpa dengan lama evaporasi 30 menit, penambahan pelarut air pada perbandingan 1:1, dan
lama destilasi 30 menit menghasilkan destilat dengan kadar asam asetat yang relatif paling tinggi.
Saran
1. Perlu penelitian lanjutan untuk pemurnian cairan pulpa yang dapat menghasilkan destilat dengan kadar asam asetat yang
lebih tinggi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana yang telah membiayai penelitian ini
melalui skim Penelitian Hibah Desentralisasi Univeritas Udayana, dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan
Penelitian Nomor : 175.81/UN14.2/PNL.01.03.00/2013 tanggal 16 Mei 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Abied. (2010). Penanganan Limbah Asam Asetat. http://www.w3.org/TR/ xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd. Diakses
tanggal 11 April 2011.
Alamsyah, T.S. 1991. Peranan fermentasi dalam pengolahan biji kakao kering. Suatu Tinjauan. Berita Perkebunan, 1 (2) :
97-103.
Amin, S. (2004). Pentingnya
Proses
Fermentasi
Biji
Kakao.
http://www.iptek.net.id/
ind/terapan/cocoa_idx.php?doc=a5. Diakses tanggal 13 Pebruari 2004.
Anonymous. 2011. Asam Asetat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam asetat. Diakses tanggal 11 April 2011.
Case, C.L. 2004. The Microbiology of Chocolate. http://smccd.net/accounts/ case/chocolate.html. Diakses tanggal 18
Maret 2004.
Chong, C.F., R. Shepherd and Y.C. Foon. (1978). Mitigation of cocoa bean acidity-fermentary investigations. Proceedings
of The International Conference on Cocoa and Coconut, Kualalumpur: 537-560.
Ditjen Perkebunan. (2011). Statistik Perkebunan Indonesia. Ditjen Perkebunan Deptan RI, Jakarta.
Galvez, S.L., G. Loiseau, J.L. Paredes, M.l Barel and J.P. Guiraud. (2007). Study on the microflora and biochemistry of
cocoa fermentation in the Dominican Republic. International Journal of Food Microbiology, 114 : 124-130.
Ganda-Putra, G.P., Harijono, S. Kumalaningsih dan Aulani'am. (2008). Optimasi kondisi depolimerisasi pulp biji kakao oleh
enzim poligalakturonase endojinus. Jurnal Teknik Industri 9 (1): 24-34 (Terakreditasi).
Guritno, P. dan B. Hardjosuwito. (1984). Keasaman dan kadar lemak serta kadar asam amino; pengaruh suhu pengeringan
terhadapnya. Menara Perkebunan, 52 (5a) : 189-192.
Haryadi dan M. Supriyanto. (1991). Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
James, C.S. (1995). Analytical Chemistry of Foods. Blackie Academic & Professional, London.
Lopez, A.S. (1986). Chemical change occurring during the processing of cacao. Proceeding of The Cacao Biotechnology
Symposium. Dept. Of Food Science College of Agricultutre, The Pennsylvania State University, Pennsylvania, USA.
Said, M.B. and R.J. Samarakhody. (1984). Cocoa fermentation : effect of surface area, frequency of turning and depth of
cocoa masses. Proceeding of International Conference on Coco and Coconut. Kualalumpur, 533-544.
Said, M.B., M.P.G.S. Jayawardena, R.J. Samarakhody and W.T. Parera. 1990. Preconditioning of fresh cocoa beans prior to
fermentation to improve quality : A commercial approach. The Planter, 66 : 332-345.
Schwan, R.F. (1998). Cocoa fermentations conducted with a defined microbial cocktail inoculum. Appl. Environ Microbiol.,
64 (4) : 1477-1483.
Sulistyowati. 1988. Keasaman biji kakao dan masalahnya. PelitaPerkebunan, 3 (4) : 151-158.
Tomlins, K.I., D.M. Baker, P. Daplyn and D. Adomako. 1993. Effect of fermentation and drying practices on the chemical
and physical profiles of Ghana cocoa. Food Chem., 46 (3) : 257-263.
Yusianto dan T. Wahyudi. 1991. Peningkatan mutu biji kakao lindak dengan beberapa metode pengolahan. Prosiding
Konperensi Nasional Kakao III, Medan: 87 - 99.
346
DENGAN WADAH SISTEM "TERMOS" UNTUK PRODUKSI ASAM ASETAT
G.P. Ganda-Putra
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Jalan Kampus
Bukit Jimbaran, Badung-Bali E-mail : putu
[email protected]
ABSTRACT
The application of cocoa fermentation methods using fermentation container of "thermos" system allows liquid waste of
pulp of cocoa beans can be accommodated. The purpose of this study were: 1) to study the effect of evaporation, extraction,
and distillation method to purification of the watery sweatings byproduct of cocoa beans fermentation for the characteristics
and purity level of acetic acid and 2) get the standard conditions of acetic acid purification process from sources of watery
sweatings byproduct of cocoa beans fermentation. This study used a factorial BRD with 3 factors. The first factor is the
length of evaporation which consists of 3 levels: 15, 30, and 45 minutes; the second factor is the addition of a solvent
extraction with water at a ratio: 1:1, 1:2, and 1:3, and the third factor is the length of distillation which consists of 3 levels:
10, 20, and 30 minutes. Each treatment combination were made in 2 groups to obtain 54 units of the experiment.
Observations made include: the quantity (% w/w), pH, total acid (meq NaOH/ g), and acetic acid content (%). The results
show that: 1) solvent ratio, length of distillation and the interaction between solvent ratio with the length of distillation effect
on the yield, total acid and acetic acid content of distillate produced and 2) refining process of watery sweatings byproduct
with long evaporation 30 minutes, adding water solvent at a ratio of 1:1, and long distillation 3 0 minutes produce the most
potential distillate as a raw material of acetic acid.
Keywords: cocoa, watery sweatings, purification, acetic acid
PENDAHULUAN
Kakao merupakan komoditas perkebunan andalan yang terus dipacu pengembangannya, terutama untuk meningkatkan
ekspor non migas. Selain itu juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan beberapa industri dalam negeri, seperti: industri
makanan dan minuman, farmasi dan kosmetika. Dewasa ini pengusahaan perkebunan kakao berkembang cukup pesat, baik
dalam bentuk pengembangan luas areal tanaman maupun peningkatan produksi biji kakao kering. Sampai dengan tahun
2010 luas areal perkebunan kakao Indonesia telah mencapai 1.651.539 ha, dengan produksi mencapai 844.626 ton biji kakao
kering (Ditjen Perkebunan, 2011). Data ICCO pada tahun 2009 menempatkan Indonesia sebagai produsen biji kakao ketiga
di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, bahkan diprediksi akan dapat menjadi produsen terbesar dunia pada tahun 2014.
Pengolahan kakao pada esensinya adalah usaha untuk memproses buah kakao menjadi biji kakao kering yang memenuhi
standar mutu dan dapat memunculkan karakteristik khas kakao, yaitu cita rasa. Tahapan pengolahan yang dianggap paling
dominan mempengaruhi mutu hasil biji kakao kering adalah fermentasi (Alamsyah, 1991). Fermentasi biji kakao bertujuan
untuk menghancur-kan pulpa dan mengusahakan kondisi untuk terjadinya reaksi biokimia dalam keping biji, yang berperan
bagi pembentukan prekursor cita rasa dan warna coklat. Pulpa yang telah hancur akan mudah lepas dari biji, membentuk
cairan pulpa (watery sweatings) yang menetes keluar tumpukan biji.
Cairan pulpa, sebagai limbah hasil samping selama fermentasi biji kakao, diantaranya mengandung asam asetat atau
asam cuka, asam laktat dan alkohol. Asam-asam organik tersebut terbentuk dari fermentasi gula yang terkandung dalam
pulpa biji kakao. Pulpa biji kakao adalah selaput berlendir berwarna putih yang membungkus biji kakao, terdapat sekitar
25-30% dari berat biji, diantaranya mengandung gula dengan kadar yang relatif tinggi sekitar 10-13% (Lopez, 1986). Selama
fermentasi dihasilkan 15-20% limbah cairan pulpa dari berat biji kakao yang difermentasi (Ganda-Putra dkk., 2008). Potensi
cairan pulpa yang cukup besar tersebut selama ini hanya dibuang begitu saja disekitar tempat pengolahan, selain akan
340
mengotori juga berdampak buruk atau mencemari lingkungan disekitarnya. Padahal asam asetat sebagai salah satu
kandungan cairan pulpa mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Wadah fermentasi sistem "termos" adalah salah satu wadah fermentasi biji kakao yang menggunakan dua buah wadah
yang saling bertumpukan. Wadah bagian dalam diberi lubang-lubang sebagai tempat keluarnya cairan pulpa, sedangkan
wadah bagian luar tertutup, yang dapat dibuat dari bahan kayu maupun plastik. Wadah fermentasi tersebut selain berguna
untuk mengisolasi panas yang terbentuk selama fermentasi biji kakao, juga dapat digunakan untuk menampung cairan pulpa.
Perbedaan bahan wadah fermentasi dari kayu dan plastik adalah dalam mengisolasi panas yang timbul selama fermentasi,
karena perbedaan dalam daya hantar panas.
Atas dasar hasil penelitian tahap I/2012 yang mendapatkan bahwa wadah fermentasi sistem "termos" dari bahan kayu
dengan waktu fermentasi 1-2 hari menghasilkan cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao yang paling potensial
sebagai bahan baku asam asetat. Selanjutnya terhadap cairan pulpa tersebut dilakukan evaporasi, ekstraksi, dan distilasi
untuk pemurnian kandungan asam asetatnya.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji pengaruh proses evaporasi, ekstraksi dan distilasi pada pemurnian cairan
pulpa hasil samping fermentasi biji kakao terhadap karakteristik dan tingkat kemurnian asam asetat; dan (2) mendapatkan
standar kondisi proses pemurnian asam asetat dari sumber cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao. Bila diketahui
bahwa cairan pulpa potensial sebagai sumber bahan baku asam asetat, tentunya akan dapat meningkatkan nilai tambah hasil
perkebunan kakao dan memberi kontribusi dalam penyediaan bahan baku asam asetat.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan utama pada penelitian ini adalah buah kakao jenis lindak yang diperoleh dari sentra-sentra produksi kakao
Provinsi Bali (Kabupaten Jembrana dan Tabanan). Buah kakao yang dipilih adalah buah yang sudah masak optimal dan
ukuran seragam. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan diantaranya: NaOH, H2SO4_ kloroform, indikator
fenolftalein, standar asam asetat, dan aquades. Peralatan yang digunakan diantaranya: wadah fermentasi sistem "termos" dari
bahan kayu (hasil penelitian tahap I), timbangan, pengaduk magnetik, kertas saring Whatman, water bath, pH meter, dan alat
gelas.
Metode
Rancangan Percobaan
Percobaan dalam penelitian ini menggunakan Rangcangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 faktor. Faktor I
adalah lama evaporasi yang terdiri atas 3 taraf : 15, 30, dan 45 menit; faktor II adalah proses ekstraksi dengan penambahan
pelarut air pada perbandingan : 1:1, 1:2, dan 1:3; dan faktor III adalah lama proses distilasi yang terdiri atas 3 taraf : 10, 20,
dan 30 menit. Masing-masing kombinasi perlakuan (27 kombinasi) dikelompokkan menjadi 3 kelompok sehingga diperoleh
54 unit percobaan.
Pelaksanaan
Sampel buah kakao dipilih yang masak optimal dan ukuran seragam, sebanyak 500 buah untuk mendapatkan 50 kg biji
kakao segar. Biji kakao selanjutnya difermentasi dalam wadah fermentasi sistem "termos" dari bahan kayu. Selama
fermentasi dilakukan pengadukan dan pengambilan sampel cairan pulpa yang ditampung pada bagian wadah luar pada hari 1
dan 2. Cairan pulpa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses pemurnian asam asetat dengan proses evaporasi
menggunakan rotary evaporator pada tekanan vakum 100 mBar suhu 70oC dengan waktu tertentu, ekstraksi dengan
penambahan pelarut air pada perbandingan tertentu, dan distilasi pada suhu 100oC dengan waktu tertentu, sesuai perlakuan.
Destilat hasil pemurnian asam asetat yang diperoleh dari proses-proses tersebut selanjutnya dianalisis.
341
Pengamatan
Pengamatan terhadap sampel asam asetat yang dihasilkan, meliputi: rendemen ( %, v/v), pH, total asam (meq NaOH/g)
(James, 1995), dan kadar asam asetat (%).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi (RAK faktorial 3 faktor) dan dilanjutkan dengan uji BNT 5% bila
perlakuan berpengaruh signifikan (p0.05) terhadap pH destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa biji kakao. Keasaman
(pH) destilat hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Keasaman (pH) destilat hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil
samping fermentasi biji kakao
Perlakuan
pH destilat
Perlakuan
pH destilat
I
II
Waktu
Perbandingan
Waktu
Evaporasi dgn. Pelarut Air Distilasi
(menit)
(menit)
3.00
2.99
15
1:1
10
3.12
2.93
15
1:1
20
3.11
2.89
15
1:1
30
3.14
3.02
15
1:2
10
3.14
3.01
15
1:2
20
3.13
2.95
15
1:2
30
3.17
3.09
15
1:3
10
3.18
3.01
15
1:3
20
3.17
2.98
15
1:3
30
3.14
2.96
30
1:1
10
3.09
2.87
30
1:1
20
3.05
2.84
30
1:1
30
3.18
3.20
30
1:2
10
3.11
2.95
30
1:2
20
3.09
2.92
30
1:2
30
3.22
3.02
30
1:3
10
3.15
2.95
30
1:3
20
3.15
3.01
30
1:3
30
3.21
3.13
45
1:1
10
3.16
2.96
45
1:1
20
3.15
2.88
45
1:1
30
3.23
3.06
45
1:2
10
3.18
3.06
45
1:2
20
3.20
2.97
45
1:2
30
3.22
3.09
45
1:3
10
3.20
3.04
45
1:3
20
3.22
2.96
45
1:3
30
Rata-rata
3.00
3.03
3.00
3.08
3.08
3.04
3.13
3.10
3.08
3.05
2.98
2.95
3.19
3.03
3.01
3.12
3.05
3.08
3.17
3.06
3.02
3.15
3.12
3.09
3.16
3.12
3.09
Dari Tabel 2 selanjutnya dapat dikemukakan bahwa pH destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian tersebut
cenderung relatif sama. Pada perlakuan lama evaporasi diperoleh destilat dengan pH berkisar 3,05 -3.11, perlakuan
perbandingan penambahan pelarut berkisar 3,03 - 3,10, dan pada perlakuan lama destilasi berkisar 3,04 - 3,12. Proses
pemurnian yang dilakukan tidak banyak berpengaruh terhadap pH destilat yang dihasilkan karena pH (tingkat keasaman)
lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kekuatan ion H+ dari senyawa asam organik penyusunnya, sehingga pengolongan
asam menjadi asam kuat - asam lemah.
Total Asam
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan pelarut berpengaruh sangat nyata (p0.05) terhadap
343
total asam destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa biji kakao. Total asam destilat (meq NaOH/g)) hasil
perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Total asam destilat (meq NaOH/g) hasil perlakuan pemurnian cairan
pulpa hasil samping fermentasi biji kakao
Perlakuan
Total asam (meq
NaOH/g)
Waktu
Perbandingan
Waktu
Evaporasi
(menit)
dgn. Pelarut
Air
Distilasi
(menit)
I
II
Rata-r
ata
15
15
15
15
15
15
15
15
15
30
30
30
30
30
30
30
30
30
45
45
45
45
45
45
45
45
45
1:1
1:1
1:1
1:2
1:2
1:2
1:3
1:3
1:3
1:1
1:1
1:1
1:2
1:2
1:2
1:3
1:3
1:3
1:1
1:1
1:1
1:2
1:2
1:2
1:3
1:3
1:3
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
0.032
0.024
0.040
0.019
0.022
0.027
0.016
0.017
0.024
0.027
0.036
0.041
0.019
0.024
0.028
0.012
0.017
0.016
0.029
0.035
0.038
0.018
0.022
0.023
0.015
0.016
0.016
0.017
0.017
0.021
0.013
0.015
0.013
0.010
0.010
0.011
0.020
0.020
0.031
0.013
0.015
0.016
0.011
0.011
0.013
0.019
0.018
0.021
0.010
0.012
0.012
0.010
0.009
0.010
0.024
0.021
0.031
0.016
0.018
0.020
0.013
0.013
0.017
0.024
0.028
0.036
0.016
0.019
0.022
0.011
0.014
0.014
0.024
0.026
0.029
0.014
0.017
0.017
0.012
0.012
0.013
Dari Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa pada perlakuan perbandingan pelarut menun-jukkan terjadinya penurunan kadar
total asam distilat dengan semakin banyak penambahan pelarut, yaitu berturut-turut dari 0,027, 0,018, dan 0,013 meq
NaOH/g pada perbandingan pelarut 1:1, 1;2, dan 1:3. Hal demikian terjadi karena dengan semakin banyak penambahan
pelarut air, kemungkinan destilat yang dihasilkan juga makin banyak terdapat air sehingga secara relatif mengurangi kadar
total asam. Sedangkan pada perlakuan lama evaporasi dan lama destilasi diperoleh destilat dengan kadar total asam
cenderung relatif sama. Pada lama evaporasi 15 - 45 menit dan lama destilasi 10 - 30 menit, diperoleh destilat dengan kadar
total asam berkisar 0,018 - 0,020 meq NaOH/g dan berkisar 0,018 - 0,022 meq NaOH/g. Hal ini terjadi kemungkinan karena
kisaran waktu evaporasi tidak memberikan hasil destilat dengan kadar total asam yang berbeda, begitu pula pada kisaran
waktu destilasi yang digunakan. Pada proses destilasi selain faktor waktu, juga sangat dipengaruhi oleh faktor suhu.
Kadar Asam asetat
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan pelarut berpengaruh sangat nyata (p0.05) terhadap
kadar asam asetat destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa biji kakao. Kadar asam asetat (%) destilat hasil
perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao disajikan pada Tabel 4.
344
Dari Tabel 4 selanjutnya dapat dikemukakan bahwa pada perlakuan perbandingan pelarut menunjukkan terjadinya
penurunan kadar asam asetat distilat dengan semakin banyak penambahan pelarut, yaitu berturut-turut dari 16,17%, 10,52%,
dan 7,99% pada perbandingan pelarut 1:1, 1;2, dan 1:3. Hal demikian sejalan dengan
Tabel 4. Kadar asam asetat (%) destilat hasil perlakuan pemurnian cairan
pulpa hasil samping fermentasi biji kakao
Perlakuan
Waktu
Perbandingan
Waktu
Evaporasi dgn. Pelarut Air Distilasi
(menit)
(menit)
15
1:1
10
15
1:1
20
15
1:1
30
15
1:2
10
15
1:2
20
15
1:2
30
15
1:3
10
15
1:3
20
15
1:3
30
30
1:1
10
30
1:1
20
30
1:1
30
30
1:2
10
30
1:2
20
30
1:2
30
30
1:3
10
30
1:3
20
30
1:3
30
45
1:1
10
45
1:1
20
45
1:1
30
45
1:2
10
45
1:2
20
45
1:2
30
45
1:3
10
45
1:3
20
45
1:3
30
Kadar asam asetat (%)
I
II
Rata-rat
a
19.08
14.22
24.12
11.28
13.02
15.90
9.48
9.96
14.22
16.08
21.48
24.30
11.34
14.22
17.04
7.08
10.08
9.54
17.28
21.06
22.53
10.68
13.05
13.71
8.88
9.54
9.81
9.90
10.44
12.84
7.56
8.70
7.56
5.85
5.80
6.36
12.24
12.18
18.60
7.56
8.70
9.30
6.36
6.36
7.50
11.28
10.50
12.84
5.85
6.96
6.96
5.85
5.21
5.85
14.49
12.33
18.48
9.42
10.86
11.73
7.67
7.88
10.29
14.16
16.83
21.45
9.45
11.46
13.17
6.72
8.22
8.52
14.28
15.78
17.69
8.27
10.01
10.34
7.37
7.37
7.83
kadar total asam destilat, dimana dengan semakin banyak penambahan pelarut air, kemungkinan destilat yang dihasilkan
juga makin banyak terdapat air sehingga secara relatif mengurangi kadar asam asetat. Sedangkan pada perlakuan lama
evaporasi dan lama destilasi diperoleh destilat dengan kadar total asam cenderung relatif sama. Pada lama evaporasi 15 - 45
menit dan lama destilasi 10 - 30 menit, diperoleh destilat dengan kadar total asam berkisar 10,99% - 12,22% dan berkisar
10,20% - 13,28%. Hal ini terjadi kemungkinan karena kisaran waktu evaporasi tidak memberikan hasil destilat dengan kadar
total asam yang berbeda, begitu pula pada kisaran waktu destilasi yang digunakan. Pada proses destilasi selain faktor waktu,
juga sangat dipengaruhi oleh faktor suhu sehingga sangat dianjurkan untuk melakukan destilasi dengan perlakuan interaksi
antara waktu dan suhu sesuai dengan karakteristik titik didihnya.
Dari pertimbangan rendemen dan kadar asam asetat destilat yang diperoleh dari proses pemurnian cairan pulpa hasil
samping fermentasi biji kakao, dapat ditetapkan bahwa kondisi proses pemurnian dengan waktu evaporasi 30 menit,
penambahan pelarut air dengan perbandingan 1:1, dan waktu destilasi 30 menit sebagai kondisi proses terbaik karena
menghasilkan rendemen dan kadar asam asetat yang relatif paling tinggi. Kondisi proses tersebut menghasilkan destilat
dengan rendemen 69,50% (v/v), pH 2,95, kadar total asam 0,036 meq NaOH/g, dan kadar asam asetat 21,45%.
345
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perbandingan pelarut, lama destilasi, dan interaksi antara perbandingan pelarut dengan lama destilasi berpengaruh
terhadap rendemen, total asam dan kadar asam asetat destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa hasil
samping fermentasi biji kakao.
2. Proses pemurnian cairan pulpa dengan lama evaporasi 30 menit, penambahan pelarut air pada perbandingan 1:1, dan
lama destilasi 30 menit menghasilkan destilat dengan kadar asam asetat yang relatif paling tinggi.
Saran
1. Perlu penelitian lanjutan untuk pemurnian cairan pulpa yang dapat menghasilkan destilat dengan kadar asam asetat yang
lebih tinggi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana yang telah membiayai penelitian ini
melalui skim Penelitian Hibah Desentralisasi Univeritas Udayana, dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan
Penelitian Nomor : 175.81/UN14.2/PNL.01.03.00/2013 tanggal 16 Mei 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Abied. (2010). Penanganan Limbah Asam Asetat. http://www.w3.org/TR/ xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd. Diakses
tanggal 11 April 2011.
Alamsyah, T.S. 1991. Peranan fermentasi dalam pengolahan biji kakao kering. Suatu Tinjauan. Berita Perkebunan, 1 (2) :
97-103.
Amin, S. (2004). Pentingnya
Proses
Fermentasi
Biji
Kakao.
http://www.iptek.net.id/
ind/terapan/cocoa_idx.php?doc=a5. Diakses tanggal 13 Pebruari 2004.
Anonymous. 2011. Asam Asetat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam asetat. Diakses tanggal 11 April 2011.
Case, C.L. 2004. The Microbiology of Chocolate. http://smccd.net/accounts/ case/chocolate.html. Diakses tanggal 18
Maret 2004.
Chong, C.F., R. Shepherd and Y.C. Foon. (1978). Mitigation of cocoa bean acidity-fermentary investigations. Proceedings
of The International Conference on Cocoa and Coconut, Kualalumpur: 537-560.
Ditjen Perkebunan. (2011). Statistik Perkebunan Indonesia. Ditjen Perkebunan Deptan RI, Jakarta.
Galvez, S.L., G. Loiseau, J.L. Paredes, M.l Barel and J.P. Guiraud. (2007). Study on the microflora and biochemistry of
cocoa fermentation in the Dominican Republic. International Journal of Food Microbiology, 114 : 124-130.
Ganda-Putra, G.P., Harijono, S. Kumalaningsih dan Aulani'am. (2008). Optimasi kondisi depolimerisasi pulp biji kakao oleh
enzim poligalakturonase endojinus. Jurnal Teknik Industri 9 (1): 24-34 (Terakreditasi).
Guritno, P. dan B. Hardjosuwito. (1984). Keasaman dan kadar lemak serta kadar asam amino; pengaruh suhu pengeringan
terhadapnya. Menara Perkebunan, 52 (5a) : 189-192.
Haryadi dan M. Supriyanto. (1991). Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
James, C.S. (1995). Analytical Chemistry of Foods. Blackie Academic & Professional, London.
Lopez, A.S. (1986). Chemical change occurring during the processing of cacao. Proceeding of The Cacao Biotechnology
Symposium. Dept. Of Food Science College of Agricultutre, The Pennsylvania State University, Pennsylvania, USA.
Said, M.B. and R.J. Samarakhody. (1984). Cocoa fermentation : effect of surface area, frequency of turning and depth of
cocoa masses. Proceeding of International Conference on Coco and Coconut. Kualalumpur, 533-544.
Said, M.B., M.P.G.S. Jayawardena, R.J. Samarakhody and W.T. Parera. 1990. Preconditioning of fresh cocoa beans prior to
fermentation to improve quality : A commercial approach. The Planter, 66 : 332-345.
Schwan, R.F. (1998). Cocoa fermentations conducted with a defined microbial cocktail inoculum. Appl. Environ Microbiol.,
64 (4) : 1477-1483.
Sulistyowati. 1988. Keasaman biji kakao dan masalahnya. PelitaPerkebunan, 3 (4) : 151-158.
Tomlins, K.I., D.M. Baker, P. Daplyn and D. Adomako. 1993. Effect of fermentation and drying practices on the chemical
and physical profiles of Ghana cocoa. Food Chem., 46 (3) : 257-263.
Yusianto dan T. Wahyudi. 1991. Peningkatan mutu biji kakao lindak dengan beberapa metode pengolahan. Prosiding
Konperensi Nasional Kakao III, Medan: 87 - 99.
346