Kadar Kortisol Saliva Sebagai Penanda Gangguan Gejala Menopause Pada Paramedis Poli Rawat Jalan Usia Perimenopause Di RSUP H.Adam Malik Medan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menopause 2.1.1. Definisi

Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen akibat tidak bekerjanya folikel ovarium. Sehingga untuk menentukan onset dilakukan secara retrospektif, yaitu dimulai dari amenorea spontan sampai 12 bulan kemudian. Menopause merupakan kegagalan ovarium, ditandai dengan tidak adanya estrogen, progesteron, dan androgen ovarium.

Istilah yang sering digunakan untuk membagi masa klimakterik:

1

A. Pramenopause

2

Pramenopause adalah masa sekitar usia 40 tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit, atau banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa nyeri. Pada wanita tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindroma prahaid. Dari hasil analisis hormonal dapat ditemukan kadar FSH dan estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan sehingga kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi. Keluhan yang muncul pada fase premenopause ini ternyata dapat terjadi baik pada keadaan sistem hormon yang normal maupun tinggi, sedangkan keluhan yang muncul pasca menopause umumnya disebabkan oleh kadar hormon yang masih normal maupun tinggi, hingga kini belum diketahui.


(2)

B. Perimenopause

Perimenopause merupakan masa perubahan antara pramenopuse dan pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya > 38 hari dan sisanya < 18 hari. Sebanyak 40% wanita mengalami siklus haid yang anovulatorik. Pada sebagian wanita, telah muncul keluhan vasomotorik, atau keluhan sindrom prahaid. Kadar FSH, LH dan estrogen sangat bervariasi. Disini juga terlihat bahwa keluhan klimakterik dapat terjadi tidak hanya pada kadar hormon yang rendah saja

C. Menopause

.

Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar estrogen rendah. Pada wanita gemuk kadar estrogen biasanya tinggi. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause.

D. Pascamenopause

Pasca menopause adalah masa setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estrodiol yang rendah mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin terjadi lagi. Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan kadar estradiol yang tinggi. Hampir semua wanita pascamenopause


(3)

umumnya telah mengalamiberbagai macam keluhan yang diakibatkan oleh rendahnya kadar estrogen.

E. Senium

Seorang wanita disebut senium bila telah memasuki usia pasca menopause lanjut sampai usia > 65 tahun.

Gambar 2.1. Kategori menopause berdasarkan usia

2.1.2. Gejala

Keluhan-keluhan pada wanita perimenopause muncul akibat suatu proses alami dari penuaan. Proses penuaan menyebabkan proses degenerasi sel-sel tubuh termasuk di dalamnya adalah organ ovarium. Fungsi ovarium yang menurun menyebabkan penurunan produksi hormon seks yaitu estrogen dan progesteron. Proses degenerasi ini menyebabkan penurunan sistem imunologi dan fungsi sel sehingga mempengaruhi sistem aktivitas siklik ke hipotalamus dan hipofisis. Penurunan fungsi


(4)

hipotalamus dan hipofisis mempengaruhi kerja saraf parasimpatis dan sistem saraf sentral yang pada akhirnya menimbulkan gangguan pada neurovegetatif, neurofisiologis, neuromotorik, dan sistem metabolik yang secara klinis muncul sebagai gejala perimenopause. 11

Gambar 2.2. Fisiologi sekresi hormon estrogen dan progesteron

Berkurang atau hilangnya estrogen dapat menyebabkan gejala vasomotor, gangguan tidur, gangguan mood, depresi, atrofi saluran kemih dan vagina, serta meningkatnya risiko kelainan kronis seperti osteoporosis, penyakit kardiovaskular dan penurunan fungsi kognitif. Gejala vasomotor merupakan keluhan terbanyak yang dilaporkan pasien. Dasar perubahan patofisiologi tersebut berkaitan dengan defisiensi estrogen yang mekanismenya telah banyak diketahui.

Dua tipe gejala utama yaitu:

11 11


(5)

a. Gangguan vasomotor

Gejala vasomotor yang terdiri dari gejolak panas (hot flush) dan keringat malam terjadi pada 75% wanita pascamenopause dengan berbagai derajat keparahan. Etiologi gejolak panas masih belum diketahui dengan pasti, namun mungkin disebabkan oleh labilnya pusat termoregulator tubuh di hipotalamus yang diinduksi oleh penurunan kadar estrogen dan progesteron. Instabilitas ini menimbulkan perubahan yang tiba-tiba berupa vasodilatasi perifer mendadak dan bersifat sementara yang dikeluhkan pasien sebagai gejolak panas yang ditandai adanya peningkatan suhu tubuh pada saat itu. Bila terjadi pada malam hari, keadaan ini dilaporkan pasien sebagai keringat malam.

b. Keluhan urogenital

Defisiensi estrogen menyebabkan atrofi pada uretra dan vagina. Dinding vagina akan menipis, dan terjadi atrofi kelenjar vagina, sehingga lubrikasi berkurang dan menyebabkan dispareuni. Menurunnya aktifitas seksual juga makin menurunkan lubrikasi dan memperparah atrofi. Efek defisiensi estrogen pada uretra dan kandung kemih berhubungan dengan sindrom uretral berupa frequency, urgency dan disuria. Estrogen mempengaruhi mukosa uretra, otot polos dan tonus alfa adrenergik sehingga terdapat pernyataan estrogen mungkin dapat memperbaiki inkontinensia urin yang terjadi pada wanita pascamenopause dengan difisiensi estrogen.


(6)

2.2. MENOPAUSE RATING SCALE(MRS)

Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang dikembangkan pada awal tahun 90an untuk menilai tingkat keparahan keluhan menopause sebagai respon terhadap kurangnya skala yang terstandarisasi untuk mengukur keparahan gejala penuaan serta efeknya terhadap kalitas hidup.12,13,14,15 Sebenarnya, versi MRS yang pertama seharusnya diisi oleh dokter yang menangani kasus yang bersangkutan, namun beberapan kritik dari ahli metodologi akhirnya memunculkan skala baru yang dapat dengan mudah diisi sendiri oleh wanita yang bersangkutan, bukan oleh dokternya. Pembenaran penggunaan MRS dimulai beberapa tahun yang lalu dengan tujuan untuk membentuk suatu alat untuk mengukur gambaran kualitas hidup, yang secara mudah dapat diisi. Tujuan pembuatan MRS adalah (1) untuk memungkinkan perbandingan gejala penuaan antara diantara kelompok wanita dengan kondisi yang berbeda, (2) untuk membandingkan keparahan penyakit yang dialami dalam selang waktu tertentu, dan (3) untuk mengukur perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah diberikan pengobatan. Skala MRS telah dibakukan secara resmi berdasarkan peraturan psikometrik dan diterbitkan pertama kali di Jerman. Sewaktu alat ini sedang dibakukan, tiga dimensi yang terpisah ternyata teridentifikasi, yang menjelaskan 59% variansi total yang dijumpai (analisis faktor): psikologis, somato vegetatif, dan sub skala urogenital. Skala MRS terdiri dari 11 item (gejala atau keluhan). Masing-masing gejala yang terkandung didalam skala tersebut dapat diberikan nilai 0 (tidak ada


(7)

keluhan) sampai 4 (gejala berat) tergantung pada tingkat keluhan yang diperoleh setelah wanita yang bersangkutan mengisi skala tersebut (dengan cara mencentang kotak yang telah disediakan). Cara penilaian pada dasarnya sederhana, contohnya: skornya akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat keparahan subjektivitas gejala yang diperoleh dari setiap item (skor 0 : tidak ada keluhan, skor 4: gejala yang sangat berat]). Responden dengan sendirinya akan menunjukkan persepsinya sendiri dengan mencentang 1 dari kemungkinan 5 kotak “keparahan” yang tersedia untuk setiap item.

Hal ini terlihat pada kuesioner yang tersedia pada file tambahan yang dilampirkan dalam penelitian ini. Skor komposit untuk setiap dimensi (sub-skalanya) diperoleh setelah menambahkan skor pada setiap item dari masing-masing dimensi. Skor kompositnya (skor total) diperoleh setelah menjumlahkan semua skor dimensi. Ketiga dimensi tersebut, pertanyaan yang tercantum didalamnya diuraikan secara terperinci dan disimpulkan dalam satu file yang terlampir dalam penerbitan ini.

12,13,14,15

Saat ini, skala MRS diterima secara Internasional. Skala ini pertamaka kali dialihbahasakan ke bahasa Inggris, yang diikuti dengan terjemahan ke dalam bahasa yang lain. Rekomendasi metodologi Internasional yang terbaru juga dimasukkan. Saat ini skala ini tersedia dalam beberapa bahasa: bahasa Brasil, Inggris, Perancis, Jerman, Indonesia, Italia, Mexico/Argentina, Spanyol, Swedia, dan Turki.12


(8)

Penilaian Menopause Rating Scale

Gambar 2.3. Menopause Rating Scale

Hubunganantarasub-skala dengan skor total dari skalaadalahhal yangpenting dalammetodologipenilaian dari skala. Skor untuk tingkat / derajat keparahan keluhan berdasarkan subskala adalah sebagai berikut:14


(9)

• Skor Keluhan Somatis-vegetatif - Tidak ada / sedikit : 0-2

- Ringan : 3-4

- Sedang : 5-8

- Berat : 9+

• Skor Keluhan Psikologi - Tidak ada / sedikit : 0-1

- Ringan : 2-3

- Sedang : 4-6

- Berat : 7+

• Skor Keluhan Urogenital - Tidak ada / sedikit : 0

- Ringan : 1

- Sedang : 2-3

- Berat : 4

• Skor Total

- Tidak ada, sedikit : 0-4

- Ringan : 5-8

- Sedang : 9-16

- Berat : 17+

2.3. KELENJER ADRENAL DAN HORMON KORTISOL

Terdapat 2 (dua) organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu medulla pada bagian dalam dan korteks pada bagian luar. Korteks adrenal


(10)

mempunyai kemampuan untuk mensintesis lebih dari 25 hormon steroid. Sel-sel korteks terdiri dari 3 lapisan (Lihat Gambar 2.3).6,16

Gambar 2.4 Kelenjar Adrenal

a. Zona Glomerulosa (lapisan luar) menghasilkan mineralokortikoid

Menghasilkan hormon aldosteron dalam meregulasi keseimbangan elektrolit cairan ekstraseluler terutama Na+ dan K+

b. Zona Fasikulata (lapisan tengah) menghasilkan glukokortikoid

. Kelainan hiposekresi dari mineralokortikoid dan glukokortikoid disebut Addison’s

disease bermanifestasi pada hipoglikemia, dehidrasi berat,


(11)

Mempengaruhi metabolisme sel-sel tubuh terkait stres. Hormon kortisol yang dihasilkan dari trigger ACTH dari hipofisis anterior berperan dalam proses glukoneogenesis (menyimpan cadangan gula pada otak, katabolisme protein, berperan dalam perbaikan jaringan dan sistesis enzim). Hormon kortisol juga membantu kerja vasokonstriktor adrenalin untuk meningkatkan tekanan darah terkait distribusi nutrisi. Kadar kortisol yang berlebihan mengganggu metabolisme tubuh, diantaranya menekan sistem imun, menurunkan formasi tulang, menghambat inflamasi serta berpengaruh pada fungsi gastrointestinal dan jantung. Gangguan hipersekresi dari glukokortikoid disebut

Cushing’s Syndrome bermanifestasi pada hiperglikemia, penurunan

densitas tulang, retensi cairan dan garam menimbulkan hipertensi dan edema, penyembuhan luka yang buruk, dan mencetus terjadinya infeksi.

c. Zona Retikularis (lapisan dalam) menghasilkan gonadokortikoid

Paling banyak menghasilkan dehydroepiandrosterone (DHEA) dan androgen yang berperan dalam fisiologi reproduktif pria dan wanita. DHEA dikonversi menjadi testosteron (terutama pada wanita) dan dikonversi lagi menjadi estrogen (estradiol). Berperan menghasilkan

adrenal sex hormone, dimana adrenal androgen kadarnya meningkat

pada usia 7-13 tahun sehingga menstimulasi onset pubertas, menstimulasi pertumbuhan bulu pubis dan aksila, juga menstimulasi libido.


(12)

Hormon steroid berasal dari kolesterol dan dibangun oleh kerja enzim yang khas. Seluruh jaringan penghasil steroid dapat menghasilkan androgen dan estrogen, tetapi hanya korteks adrenal yang memiliki enzim yang diperlukan bagi pembentukan kortisol. Kortisol sebagai produk dari glukokortioid korteks adrenal yang disintesis pada zona fasikulata dapat mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, dan lipid serta berbagai fungsi fisiologis lainnya.

Pada tahap selanjutnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan metabolisme tubuh seluruhnya, sehingga pemahaman terhadap anatomi, fisiologi dan metabolisme dari glukokortikoid khususnya kortisol sangat diperlukan.

17

Banyak senyawa telah dihasilkan oleh korteks adrenal (lebih kurang 40 macam). Namun, hanya sebagian yang dijumpai di dalam darah vena adrenal. Kerja fisiologis utama dari hormon-hormon adrenal khususnya glukokortikoid adalah sebagai berikut :

16

1. Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yaitu memacu glikogenolisis, ketogenesis, katabolisme protein dan fungsi hormonal lain.

17

2. Memiliki kerja anti insulin, dimana glukokortikoid menaikkan glukosa, asam-asam lemak dan asam-asam amino dalam sirkulasi. Dalam jaringan perifer seperti otot, adiposa dan jaringan limfoid, steroid adalah katabolik dan cenderung menghemat glukosa, pengambilan glukosa dan glikolisis ditekan.


(13)

3. Terhadap pembuluh darah meningkatkan respon terhadap katekolamin.

4. Terhadap jantung memacu kekuatan kontraksi (inotropik positif) 5. Terhadap saluran cerna meningkatkan sekresi asam lambung dan

absorbsi lemak,

6. menyebabkan erosi selaput lendir.

7. Terhadap tulang dan metabolisme menyebabkan terjadinya osteoporosis, olehkarena menghambat aktifitas osteoblast dan absorbsi kalsium di usus.

8. Meningkatkan aliran darah ginjal dan memacu eksresi air oleh ginjal.

9. Pada dosis farmakologis menurunkan intensitas reaksi peradangan, dimana pada

10. konsentrasi tinggi glukokortikoid menurunkan reaksi pertahanan seluler dan khususnya memperlambat migrasi leukosit ke dalam daerah trauma.

2.4. Metabolisme Kortisol

Sintesis steroid adrenal bermula dari kolesterol dan melalui beragam langkah-langkah enzimatik dalam proses pembentukan glukokortikoid. Jalannya reaksi diawali dari sintesis kolesterol dari bahan dasar protein (30-d protein), yaitu: steroidogenic acute regulatory protein


(14)

serangkaian rantai samping, yang selanjutnya diubah menjadi A5-pregnenolon.

Korteks adrenal mengandung relatif banyak kolesterol, sebagian besar merupakan gugus ester-kolesterol yang berasal dari sintesis de nuvo enzim dan sumber-sumber ekstra adrenal. Perubahan ester-kolesterol menjadi ester-kolesterol merupakan langkah yang diperlukan dalam sintesis steroid dan diatur oleh adenocorticotropic hormone (ACTH). Dalam hal ini, ACTH melalui cAMP mengaktifkan protein kinase, suatu enzim yang selanjutnya mengaktifkan protein-protein melalui proses fosforilasi (penambahan fosfat) untuk mengkatalisis hidrolisis ester-kolesterol. Protein kinase ini awalnya juga meningkatkan gugus 20-hidroksilasi kolesterol. Hasil akhir dari reaksi ini adalah C-27 steroid 20α,

22β-dihidroksikolesterol dan 17α,20α-dihidroksikolesterol. Senyawa ini

diubah langsung menjadi pregnenolon atau 17α-pregnenolon dengan

kehilangan bagian isokaproat-aldehid yang terdapat pada rantai samping.

6

Sekresi ACTH diatur secara umpan balik oleh steroid yang beredar di dalam darah. Pada manusia, kortisol adalah regulator yang paling penting. Kortisol bebas di dalam darah memiliki umpan balik negatif terhadap pelepasan hormon pelepas kortikotropin (corticotropin releasing

hormone/CRH) dari hipothalamus. CRH turun melalui vena-vena sistem

portal hipotalamus ke hipofisis anterior dan memicu sekresi ACTH. Respon CRH terhadap umpan balik negatif mengikuti irama diurnal, sehingga pada pagi hari ACTH dan kortisol dapat ditemukan dalam jumlah


(15)

yang lebih besar dan lebih kecil pada malam hari. Namun dalam keadan stres baik fisik maupun psikologis seperti rasa nyeri, ketakutan, infeksi, beban fisik yang berat, trauma, hipoglikemia atau tumor otak dan obat-obatan kortikosteroid, irama sirkadian dari ACTH dan kortisol ini dapat berubah.

Kortisol dimetabolisme di dalam hati, yang merupakan organ utama tempat terjadinya katabolisme glukokortikoid, sebagian besar kortisol direduksi menjadi dihidrokortisol yang selanjutnya menjadi tetrahidrokortisol yang dikonyugasikan dengan asam glukoronat sehingga mudah larut. Glukoronida ini tidak terikat oleh protein, sehingga senyawa tersebut mudah dieksresikan oleh ginjal bersama urin.

6,15

Kira-kira 5-10 % kortisol dipecah menjadi 11-hidroksi-17ketosteroid dan selanjutnya menjadi 11-β-hidroksiandrosteron. Eksresi kortisol bebas hanya sebesar 1-3% jumlahnya di dalam darah dan hanya 10% jumlah yang difiltrasi lalu dikeluarkan bersama urin, karena telah terlebih dahulu direabsorbsi di tubulus ginjal. Pada orang dewasa normal dalam urin 24

jam ditemukan kortisol tidak lebih dari 80μg, kortison 50 μg,

tetrahidrokortisol 3 mg, tetrahidrokortison 5 mg, dan 11-hidroksi-17-ketosteroid 1 mg. Kecepatan clearance metabolik kortisol adalah 65 ± 12 ml/menit/m

6,16

2, kecepatan pembersihan metabolik yang rendah

menyebabkan waktu paruh memanjang. Ini perlu diperhatikan pada pengobatan dengan kortikosteroid, karena efek sampingnya menjadi lebih besar.18


(16)

Gambar 2.5 Biosintesis Adrenokortikosteroid dan Androgen adrenal

2.5. Stres, Menopause dan Hormon Kortisol

Masa menopause seringkali ditandai dengan berbagai macam keluhan atau gejala yang meliputi aspek fisik maupun psikologis. Salah satu gejala fisik yang timbul akibat perubahan hormonal adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium. Pada usia sekitar 45 tahun didapati keluhan haid yang mulai tidak teratur. Biasanya ditandai dengan memendeknya siklus haid dibandingkan dengan siklus haid pada wanita yang lebih muda. Selain itu timbul pula gejolak rasa panas (hot


(17)

flashes). Arus panas biasanya timbul pada saat darah haid mulai berkurang dan berlangsung sampai haid benar-benar berhenti.

Sheldon H.C (dalam Rosetta Reitz, 1979) mengatakan “ kira-kira 60% wanita mengalami arus panas”. Ketika terjadi pada malam hari, keringat ini dapat menggangu tidur dan bila hal ini sering terjadi akan menimbulkan rasa letih yang serius bahkan menjadi depresi.

4

Sedangkan munculnya gejala psikologi ketika menopause sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan wanita. Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas, stres, dan depresi. Stres adalah ketegangan fisik dan mental atau emosional karena tubuh merespon terhadap tuntutan, tekanan dan gangguan yang ada di sekeliling kita. Stres adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stres sangat individual sifatnya.

19

Konsekuensi yang paling menonjol bagi pengertian menopause dari determinasi biological yaitu “sehat” dan “sakit” adalah melabel menopause sebagai sebuah penyakit. Hubungan positif usia dengan kemunculan penyakit mendukung sistem sosial untuk memberi label “menopause sebagai penyakit” Label tersebut sudah sangat kuat dalam sistem sosial di masyarakat juga terkait dengan anggapan produksi estrogen adalah normal, dan ketika tubuh wanita tidak memproduksinya lagi, dianggap tidak normal.Penjelasan di atas merupakan salah satu faktor yang dapat


(18)

menjelaskan mengapa wanita mengalami stres pada masa menopause menurut teori “Cognitive Stress System”.

Stres bermula dengan primary appraisal yaitu ketika kita merasakan bahwa keadaan fisiologis atau psikologis akan mengancam kita, baik itu nyata atau imajinatif. Secondary appraisal menjawab dengan apa yang harus saya lakukan terhadap keadaan tersebut respon apa yang akan saya tampilkan, stres akan berakhir jika kita behasil mempraktikkan metode coping untuk menetralisasi keadaan tersebut. Maka, menurut teori ini, stres lebih merupakan sebuah produk dari proses kognitif, tentang apa yang kita pikirkan dan bagaimana kita menilai keadaan. Menopause yang dianggap sebagai hal yang negatif menciptakan sebuah persepsi yang negatif pula yang berpotensi menjadi primary appraisal, awal dari stres.

20

Stres pada masa menopause merupakan salah satu dari harm-loss

stressful appraisal yang terkait erat dengan penurunan self-esteem

wanita. Penurunan self-esteem ini merupakan kehilangan yang bersifat psikologis. Hal ini terlihat dari persepsi bahwa menopause mengakibatkan menurunnya daya tarik fisik dan seksual. Tubuh semakin renta, kulit semakin peyot, dan wajah semakin suram. Tentu saja ini bagi istri akan berlanjut dengan sikap cemas dan rasa takut. Terutama tentang perhatian suami terhadap mereka. Mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang.

20

Stres pada masa menopause dapat dipercepat oleh ketidakstabilan hormon yang menyebabkan wanita masuk dalam siklus yang jahat.


(19)

Menopause menyebabkan stres. Stres yang terjadi memicu semakin banyak produksi hormon sehingga hormon tidak seimbang. Semakin besar ketidakseimbangan hormon yang terjadi membawa wanita semakin stres.

Keadaan stres fisik seperti: cedera, infeksi, trauma, temperatur ekstrim, serta keadaan stres emosional seperti: cemas dan depresi menimbulkan reaksi tubuh dalam suatu jalur stres respon berupa general

adaptation syndrome/GAS dan menimbulkan stimulus pada sistem limbik

yang melibatkan hipokampus dan amigdala. Adaptasi terhadap stres ini dimediasi oleh saraf otonom dalam sistem neuroendokrin sampai ke kelenjar adrenal, yang pada akhirnya terjadi sekresi kortisol. Melalui suatu mediator yaitu neurotransmitter: Gamma Amino Butyric Acid (GABA), serotonin (5-HT), katekolamin, dopamin, terjadi perubahan homeostasis yang melibatkan intercellular signaling dan merangsang neuron-neuron pada hipotalamus. Perangsangan diteruskan melalui median eminence (ME) sampai mencapai sel neuroendokrin tertentu di dalam hipotalamus yang mengakibatkan terjadinya sekresi CRH (corticotropin releasing hormone) dan AVP (arginine vasopressin) oleh Paraventricular Nucleus (PVN) di hipotalamus. Dengan cara ini, rangsangan diteruskan ke hipofisis anterior yang menyebabkan sekresi ACTH (adrenocorticotrophin hormone) ke sirkulasi sistemik. ACTH kemudian mencapai korteks adrenal dan terjadi sekresi hormon kortikoid, khususnya glukokortikoid yaitu: kortisol atau kortikosteron.

8


(20)

Peningkatan kortisol pada masa perimenopause banyak dikaitkan dengan munculnya gejala gangguan vasomotor dan gangguan tidur. Kortisol diseksresikan oleh kelenjar adrenal melalui respon feedback pada tubuh. Tingginya kadar kortisol mengganggu restoratif tidur REM , dan mengganggu ritme tidur , itulah sebabnya mengapa begitu banyak wanita dalam laporan perimenopause bahwa mereka mampu untuk tertidur , tetapi mereka tidak bisa untuk tetap tidur. Kadar kortisol yang tinggi juga dapat menyebabkan jantung berdebar-debar , dan bahkan serangan panik. Bahkan jika wanita menderita kelelahan, dengan tingkat tinggi kortisol dalam tubuh, maka wanita tetap tidak akan bisa tidur.

Pada penelitian oleh Cagnacci et al (2011) , wanita perimenopause dinilai faktor psikologimelalui skor Greene yang dikaitkan dengan peningkatan 24 jam kadar kortisol urin. Didapatkan terjadi peningkatan kadar kortisol, peningkatan ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti resistensi insulin dan penurunan kadar HDL-kolesterol.

9


(1)

yang lebih besar dan lebih kecil pada malam hari. Namun dalam keadan stres baik fisik maupun psikologis seperti rasa nyeri, ketakutan, infeksi, beban fisik yang berat, trauma, hipoglikemia atau tumor otak dan obat-obatan kortikosteroid, irama sirkadian dari ACTH dan kortisol ini dapat berubah.

Kortisol dimetabolisme di dalam hati, yang merupakan organ utama tempat terjadinya katabolisme glukokortikoid, sebagian besar kortisol direduksi menjadi dihidrokortisol yang selanjutnya menjadi tetrahidrokortisol yang dikonyugasikan dengan asam glukoronat sehingga mudah larut. Glukoronida ini tidak terikat oleh protein, sehingga senyawa tersebut mudah dieksresikan oleh ginjal bersama urin.

6,15

Kira-kira 5-10 % kortisol dipecah menjadi 11-hidroksi-17ketosteroid dan selanjutnya menjadi 11-β-hidroksiandrosteron. Eksresi kortisol bebas hanya sebesar 1-3% jumlahnya di dalam darah dan hanya 10% jumlah yang difiltrasi lalu dikeluarkan bersama urin, karena telah terlebih dahulu direabsorbsi di tubulus ginjal. Pada orang dewasa normal dalam urin 24 jam ditemukan kortisol tidak lebih dari 80μg, kortison 50 μg, tetrahidrokortisol 3 mg, tetrahidrokortison 5 mg, dan 11-hidroksi-17-ketosteroid 1 mg. Kecepatan clearance metabolik kortisol adalah 65 ± 12 ml/menit/m

6,16

2, kecepatan pembersihan metabolik yang rendah

menyebabkan waktu paruh memanjang. Ini perlu diperhatikan pada pengobatan dengan kortikosteroid, karena efek sampingnya menjadi lebih besar.18


(2)

Gambar 2.5 Biosintesis Adrenokortikosteroid dan Androgen adrenal

2.5. Stres, Menopause dan Hormon Kortisol

Masa menopause seringkali ditandai dengan berbagai macam keluhan atau gejala yang meliputi aspek fisik maupun psikologis. Salah satu gejala fisik yang timbul akibat perubahan hormonal adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium. Pada usia sekitar 45 tahun didapati keluhan haid yang mulai tidak teratur. Biasanya ditandai dengan memendeknya siklus haid dibandingkan dengan siklus haid pada wanita yang lebih muda. Selain itu timbul pula gejolak rasa panas (hot


(3)

flashes). Arus panas biasanya timbul pada saat darah haid mulai berkurang dan berlangsung sampai haid benar-benar berhenti.

Sheldon H.C (dalam Rosetta Reitz, 1979) mengatakan “ kira-kira 60% wanita mengalami arus panas”. Ketika terjadi pada malam hari, keringat ini dapat menggangu tidur dan bila hal ini sering terjadi akan menimbulkan rasa letih yang serius bahkan menjadi depresi.

4

Sedangkan munculnya gejala psikologi ketika menopause sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan wanita. Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas, stres, dan depresi. Stres adalah ketegangan fisik dan mental atau emosional karena tubuh merespon terhadap tuntutan, tekanan dan gangguan yang ada di sekeliling kita. Stres adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stres sangat individual sifatnya.

19

Konsekuensi yang paling menonjol bagi pengertian menopause dari determinasi biological yaitu “sehat” dan “sakit” adalah melabel menopause sebagai sebuah penyakit. Hubungan positif usia dengan kemunculan penyakit mendukung sistem sosial untuk memberi label “menopause sebagai penyakit” Label tersebut sudah sangat kuat dalam sistem sosial di masyarakat juga terkait dengan anggapan produksi estrogen adalah normal, dan ketika tubuh wanita tidak memproduksinya lagi, dianggap tidak normal.Penjelasan di atas merupakan salah satu faktor yang dapat


(4)

menjelaskan mengapa wanita mengalami stres pada masa menopause menurut teori “Cognitive Stress System”.

Stres bermula dengan primary appraisal yaitu ketika kita merasakan bahwa keadaan fisiologis atau psikologis akan mengancam kita, baik itu nyata atau imajinatif. Secondary appraisal menjawab dengan apa yang harus saya lakukan terhadap keadaan tersebut respon apa yang akan saya tampilkan, stres akan berakhir jika kita behasil mempraktikkan metode coping untuk menetralisasi keadaan tersebut. Maka, menurut teori ini, stres lebih merupakan sebuah produk dari proses kognitif, tentang apa yang kita pikirkan dan bagaimana kita menilai keadaan. Menopause yang dianggap sebagai hal yang negatif menciptakan sebuah persepsi yang negatif pula yang berpotensi menjadi primary appraisal, awal dari stres.

20

Stres pada masa menopause merupakan salah satu dari harm-loss stressful appraisal yang terkait erat dengan penurunan self-esteem wanita. Penurunan self-esteem ini merupakan kehilangan yang bersifat psikologis. Hal ini terlihat dari persepsi bahwa menopause mengakibatkan menurunnya daya tarik fisik dan seksual. Tubuh semakin renta, kulit semakin peyot, dan wajah semakin suram. Tentu saja ini bagi istri akan berlanjut dengan sikap cemas dan rasa takut. Terutama tentang perhatian suami terhadap mereka. Mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang.

20

Stres pada masa menopause dapat dipercepat oleh ketidakstabilan hormon yang menyebabkan wanita masuk dalam siklus yang jahat.


(5)

Menopause menyebabkan stres. Stres yang terjadi memicu semakin banyak produksi hormon sehingga hormon tidak seimbang. Semakin besar ketidakseimbangan hormon yang terjadi membawa wanita semakin stres.

Keadaan stres fisik seperti: cedera, infeksi, trauma, temperatur ekstrim, serta keadaan stres emosional seperti: cemas dan depresi menimbulkan reaksi tubuh dalam suatu jalur stres respon berupa general adaptation syndrome/GAS dan menimbulkan stimulus pada sistem limbik yang melibatkan hipokampus dan amigdala. Adaptasi terhadap stres ini dimediasi oleh saraf otonom dalam sistem neuroendokrin sampai ke kelenjar adrenal, yang pada akhirnya terjadi sekresi kortisol. Melalui suatu mediator yaitu neurotransmitter: Gamma Amino Butyric Acid (GABA), serotonin (5-HT), katekolamin, dopamin, terjadi perubahan homeostasis yang melibatkan intercellular signaling dan merangsang neuron-neuron pada hipotalamus. Perangsangan diteruskan melalui median eminence (ME) sampai mencapai sel neuroendokrin tertentu di dalam hipotalamus yang mengakibatkan terjadinya sekresi CRH (corticotropin releasing hormone) dan AVP (arginine vasopressin) oleh Paraventricular Nucleus (PVN) di hipotalamus. Dengan cara ini, rangsangan diteruskan ke hipofisis anterior yang menyebabkan sekresi ACTH (adrenocorticotrophin hormone) ke sirkulasi sistemik. ACTH kemudian mencapai korteks adrenal dan terjadi sekresi hormon kortikoid, khususnya glukokortikoid yaitu: kortisol atau kortikosteron.

8


(6)

Peningkatan kortisol pada masa perimenopause banyak dikaitkan dengan munculnya gejala gangguan vasomotor dan gangguan tidur. Kortisol diseksresikan oleh kelenjar adrenal melalui respon feedback pada tubuh. Tingginya kadar kortisol mengganggu restoratif tidur REM , dan mengganggu ritme tidur , itulah sebabnya mengapa begitu banyak wanita dalam laporan perimenopause bahwa mereka mampu untuk tertidur , tetapi mereka tidak bisa untuk tetap tidur. Kadar kortisol yang tinggi juga dapat menyebabkan jantung berdebar-debar , dan bahkan serangan panik. Bahkan jika wanita menderita kelelahan, dengan tingkat tinggi kortisol dalam tubuh, maka wanita tetap tidak akan bisa tidur.

Pada penelitian oleh Cagnacci et al (2011) , wanita perimenopause dinilai faktor psikologimelalui skor Greene yang dikaitkan dengan peningkatan 24 jam kadar kortisol urin. Didapatkan terjadi peningkatan kadar kortisol, peningkatan ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti resistensi insulin dan penurunan kadar HDL-kolesterol.

9