Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Pada Kondisi Ambient : Pengaruh Variasi Laju Pengadukan Terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA) Menggunakan Reaktor Semi Batch Chapter III V
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
3.2
Bahan dan Peralatan
3.2.1 Bahan-Bahan
1.
Starter berasal dari penelitian sebelumnya
2.
Sampel LCPKS dari fat pit PKS Rambutan PTPN III
3.
Asam klorida (HCl) 0,1 N
4.
Aquadest (H2O)
5.
Natrium Bikarbonat (NaHCO3)
3.2.2 Peralatan
Rangkaian peralatan yang digunakan dalam proses asidogenesis adalah seperti
yang terlihat pada Gambar 3.1
Starter yang berasal dari penelitian sebelumnya sebanyak 20% dan umpan
sebanyak 80% dari volume total dimasukkan ke dalam fermentor 6 liter. Fermentor
dioperasikan pada kondisi ambient, laju pengadukan 250 rpm, dan pH 5,5 ± 0,2
dengan menggunakan reaktor semi batch. Setiap harinya dilakukan analisis cairan
berupa pH, M-Alkalinity, TS, VS, TSS, dan VSS serta setiap 4 hari dilakukan analisis
COD, SCOD, dan VFA terhadap sampel cairan di dalam fermentor serta analisis
kandungan CO2 dan H2S terhadap produk gas. Selanjutnya dilakukan hal yang sama
untuk variasi laju pengadukan pada 200 dan 300 rpm.
16
Universitas Sumatera Utara
rpm
10
250
UP
11
OFF
3
5
8
6
9
2
1
4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
7
9. Penampung gas
10. Kecepatan pengadukan
11. Stirrer Controller
Jar Fermentor
Water bath
Stirrer
Valve Umpan
Termometer
Sampling injector
Water trap
Gelas Ukur
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan
3.3
Tahapan Penelitian
3.3.1 Analisis Bahan Baku
Bahan baku berupa LCPKS dari PKS Rambutan PTPN III yang sudah
dilakukan pengukuran pH.
3.3.2 Variasi Laju Pengadukan
Proses pengadukan dilakukan pada fermentor dengan memvariasikan laju
pengadukan yaitu 200; 250, dan 300 rpm dengan pH 5,5 ± 0,2 pada kondisi ambient.
17
Universitas Sumatera Utara
3.4
Analisis Data
3.4.1 Analisis pH
Adapun prosedur analisis pH adalah:
1)
Kalibrasi pH meter dilakukan ke dalam pH 4, pH 7, dan pH 10.
2)
Bagian elektroda dari pH meter dicuci dengan aquadest.
3)
Elektroda dimasukkan ke dalam sampel yang akan diukur pH-nya.
4)
Nilai bacaan pH meter ditunggu sampai konstan lalu dicatat nilai bacaannya.
3.4.2 Analisis M-Alkalinity
Adapun prosedur analisis M-alkalinity adalah:
1)
Sampel dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam beaker glass lalu ditambahkan
dengan aquadest hingga volume larutan 80 ml.
2)
Beaker glass diletakkan di atas magnetic stirrer, dan diletakkan pH elektroda
di dalam beaker gelas, kemudian stirrer dihidupkan dan kecepatan diatur
sedemikian rupa hingga sampel tercampur sempurna dengan aquadest.
3)
Campuran dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga pH mencapai 4,8 ± 0,02.
4)
M-Alkalinity dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
M-Alkalinity mg NaHCO3 /L =
Vol.HCl yang terpakai x M HClx 50000
Vol Sampel
(3.1)
3.4.3 Analisis Total Solids (TS)
Adapun prosedur analisis Total Solids (TS) adalah:
1)
Cawan penguap kosong yang telah dibersihkan, dipanaskan pada 105oC di
dalam oven selama 1 jam. Apabila akan dilanjutkan untuk analisis zat
tersuspensi organik, cawan dipanaskan pada 550oC, selama 1 jam.
2)
Cawan didinginkan selama 15 menit di dalam desikator, lalu ditimbang.
3)
Sampel dikocok merata, lalu dituangkan ke dalam cawan. Volume sampel
diatur sehingga berat residu antara 2,5-200 mg.
4)
Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven, suhu 98oC untuk mencegah
percikan akibat didihan air di dalam cawan. Namun bila volum sampel kecil
dan dinding cawan cukup tinggi maka langkah ini tidak perlu.
5)
Pengeringan diteruskan di dalam oven dengan suhu 103-105oC selama 1 jam.
18
Universitas Sumatera Utara
6)
Cawan yang berisi residu zat padat tersebut didinginkan di dalam desikator
sebelum ditimbang.
7)
Langkah 5 dan 6 diulang sampai didapat berat yang konstan atau berkurang
berat lebih kecil 4% berat semula atau 0,5 mg, biasanya pemanasan 1-2 jam
sudah cukup. Penimbangan harus dikerjakan dengan cepat untuk mengurangi
galat.
8)
Kandungan TS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg padatan total/L
Keterangan:
(A - B) 1000
volume sampel, mL
(3.2)
A = berat residu kering + cawan porselen, mg
B = berat cawan porselen, mg
3.4.4 Analisis Volatile Solids (VS)
Adapun prosedur analisis Volatile solids (VS) adalah:
1)
Cawan penguap setelah dari TS dipanaskan dengan menggunakan muffle
furnace pada suhu 550oC selama 1 jam.
2)
Setelah itu cawan penguap didinginkan di dalam desikator hingga mencapai
suhu kamar.
3)
Berat cawan penguap ditimbang.
4)
Kandungan VS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg padatan volatil/L
(A - B) 1000
volume sampel, mL
(3.3)
Keterangan: A = berat residu+cawan porselen sebelum pembakaran, mg
B = berat residu + cawan porselen setelah pembakaran, mg
3.4.5 Analisis Total Suspended Solids (TSS)
Adapun prosedur analisis Total Suspended Solids (TSS) adalah:
1)
Berat kertas saring kering yang digunakan ditimbang.
2)
Kertas saring dibasahi dengan sedikit air suling.
3)
Sampel diaduk dengan magnetic stirrer untuk memperoleh sampel yang lebih
homogen.
19
Universitas Sumatera Utara
4)
Sampel dipipetkan ke penyaringan dengan volume tertentu pada waktu contoh
diaduk dengan magnetic stirer.
5)
Kertas saring dicuci atau disaring dengan 3 x 10 ml aquadest.
6)
Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring ke wadah
timbang dengan aluminium sebagai penyangga.
7)
Dikeringkan di dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC sampai
dengan 105ºC, didinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan
massanya.
8)
Tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan penimbangan diulangi
sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih kecil dari
4% terhadap penimbangan sebelumnya atau 0,5 mg.
9)
Kandungan TSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg padatan tersuspensi total/L
(A - B) 1000
volume sampel, mL
(3.4)
Keterangan: A = berat kertas saring + berat residu, mg
B = berat kertas saring, mg
3.4.6 Analisis Volatile Suspended Solids (VSS)
Adapun prosedur analisis Volatile Solids (VSS) adalah:
1)
Sampel residu hasil analisis TSS dibakar mengunakan api bunsen di dalam
cawan porselen yang telah dikering dan diketahui beratnya.
2)
Setelah terbakar sempurna atau bebas asap, selanjutnya sampel diabukan di
dalam furnace pada suhu 550oC selama 1 jam.
3)
Setelah 1 jam, furnace dimatikan dan sampel diambil setelah suhu furnace
sekitar 100oC dan disimpan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.
4)
Kandungan VSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg padatan tersuspensi volatil/L
(A - B) 1000
volume sampel, mL
(3.5)
Keterangan: A = berat residu + cawan porselen sebelum pembakaran, mg
B = berat residu + cawan porselen setelah pembakaran, mg
20
Universitas Sumatera Utara
3.4.7 Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
Adapun prosedur analisis COD adalah:
1)
Dimasukkan 10 ml contoh uji ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2)
Ditambahkan 0,2 g serbuk raksa (II) sulfat (HgSO4) dan beberapa batu didih.
3)
Ditambahkan 5 ml larutan kalium dikromat, (K2Cr2O7) 0,25 N.
4)
Ditambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat (H2SO4) – perak sulfat (Ag2SO4)
perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.
5)
Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan dididihkan di atas hot plate selama
2 jam.
6)
Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga
volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 ml.
7)
Didinginkan sampai temperatur kamar, ditambahkan indikator ferroin 2 sampai
dengan 3 tetes, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat atau FAS 0,1 N
sampai warna merah kecoklatan, dicatat kebutuhan larutan FAS.
8)
Langkah 1 sampai dengan 7 dilakukan terhadap air suling sebagai blanko.
Kebutuhan larutan FAS dicatat. Analisis blanko ini sekaligus melakukan
pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD.
9)
Kandungan COD dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg/l O 2
(A B)( N)8000
ml sampel
(3.6)
Keterangan: A
= ml FAS untuk titrasi blanko
B
= ml FAS untuk titrasi sampel
N
= Normalitas FAS
8000 = berat miliekivalen oksigen 1000 ml/l
3.4.8 Analisis Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD)
Adapun prosedur analisis SCOD adalah:
1)
Dimasukkan 10 ml contoh uji ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2)
Ditambahkan 0,2 g serbuk raksa (II) sulfat (HgSO4) dan beberapa batu didih.
3)
Ditambahkan 5 ml larutan kalium dikromat, (K2Cr2O7) 0,25 N.
4)
Ditambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat (H2SO4) – perak sulfat (Ag2SO4)
perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.
21
Universitas Sumatera Utara
5)
Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan dididihkan di atas hot plate selama
2 jam.
6)
Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga
volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 ml.
7)
Didinginkan sampai temperatur kamar, ditambahkan indikator ferroin 2 sampai
dengan 3 tetes, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat atau FAS 0,1 N
sampai warna merah kecoklatan, dicatat kebutuhan larutan FAS.
8)
Langkah 1 sampai dengan 7 dilakukan terhadap air suling sebagai blanko.
Kebutuhan larutan FAS dicatat. Analisis blanko ini sekaligus melakukan
pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan SCOD.
9)
Kandungan SCOD dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg/l O 2
(A B)( N)8000
ml sampel
(3.6)
Keterangan: A
= ml FAS untuk titrasi blanko
B
= ml FAS untuk titrasi sampel
N
= Normalitas FAS
8000 = berat miliekivalen oksigen 1000 ml/l
3.5
Analisis Gas
Analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu gas CO2
dan H2S.
22
Universitas Sumatera Utara
3.6
Flowchart Penelitian
3.6.1 Flowchart Prosedur Analisis Data
3.6.1.1 Flowchart Prosedur Analisis pH
Mulai
Dilakukan kalibrasi pH meter
Dicuci bagian elektroda dari pH meter dengan aquadest
Dimasukkan elektoda ke dalam sampel
Ditunggu sampai nilai bacaan pH meter konstan
Apakah bacaan pH
meter sudah konstan?
Tidak
Ya
Dicatat nilai bacaan
Selesai
Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Analisis pH
23
Universitas Sumatera Utara
3.6.1.2 Flowchart Prosedur Analisis M-Alkalinity
Mulai
Dimasukkan 5 ml sampel ke dalam beaker glass
Ditambahkan aquadest hingga volume larutan menjadi 80 ml
Diaduk campuran hingga homogen dengan magnetic stirrer
Dimasukkan pH elektroda ke dalam beaker glass
Dititrasi campuran dengan HCl 0,1 N
Tidak
Apakah bacaan pH
mencapai 4,8±0,02?
Ya
Dicatat volume HCl yang terpakai
Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Analisis M-Alkalinity
24
Universitas Sumatera Utara
3.6.1.3 Flowchart Prosedur Analisis Total Solids (TS)
Mulai
Dipanaskan cawan penguap selama 2 jam pada suhu 105 oC
Didinginkan cawan penguap selama 15 menit di dalam desikator
Ditimbang berat cawan
Didinginkan cawan penguap selama 15 menit di
dalam desikator
Diambil sampel dan masukkan ke dalam cawan
Dimasukkan cawan berisi sampel ke oven
pada suhu 103-105oC selama 1 jam
Didinginkan cawan penguap selama 15 menit
di dalam desikator
Ditimbang berat cawan
Apakah berat cawan
sudah konstan?
Tidak
Ya
Selesai
Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Analisis Total Solids (TS)
25
Universitas Sumatera Utara
3.6.1.4 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Solids (VS)
Mulai
Dimasukkan cawan hasil analisis TS ke dalam furnace
Dipanaskan pada suhu 550 oC selama 1 jam
Didinginkan cawan penguap di dalam desikator hingga
suhunya mencapai suhu kamar
Ditimbang berat cawan
Selesai
Gambar 3.5 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Solids (VS)
3.6.1.5 Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids (TSS)
Mulai
Ditimbang kertas saring kering yang digunakan
Dibasahi kertas saring dengan sedikit air suling
Diaduk sampel dengan magnetic stirrer
hingga homogen
Dipipetkan sampel ke penyaringan
Dicuci kertas saring atau saringan dengan
3 x 10 mL aquadest
A
26
Universitas Sumatera Utara
A
Dipindahkan kertas saring secara hati-hati ke wadah timbang aluminium
Dimasukkan sampel ke dalam oven pada suhu 103-105oC selama 1 jam
Didinginkan cawan penguap selama 15 menit di dalam desikator
Ditimbang berat cawan
Apakah berat cawan
sudah konstan?
Tidak
Ya
Selesai
Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids (TSS)
3.6.1.6 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Suspended Solids (VSS)
Mulai
Dimasukkan cawan hasil analisis TSS ke dalam furnace
Dipanaskan pada suhu 550 oC selama 1 jam
Didinginkan cawan penguap di dalam desikator hingga suhunya mencapai
suhu kamar
Dtimbang berat cawan
Selesai
Gambar 3.7 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Suspended Solids (VSS)
27
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
Bahan baku berupa VFA hasil proses asidogenesis dari LCPKS yang berasal
dari PTPN III PKS Rambutan. Berikut hasil analisis karakteristik LCPKS yang
digunakan pada Tabel 4.1 dibawah ini
Tabel 4.1 Hasil Analisis Karakteristik LCPKS dari PTPN III PKS Rambutan
No.
Parameter
1.
pH
2.
Chemical Oxygen
Satuan
Hasil Uji
Metode Uji
-
4,20
APHA 4500H
mg/L
45.116,2791
APHA 5520C
Demand (COD)*
3.
Total Solid (TS)
mg/L
30.020
APHA 2540B
4.
Volatile Solid (VS)
mg/L
24.600
APHA 2540E
5.
Total Suspended
mg/L
2.2000
APHA 2540D
mg/L
10.580
APHA 2540E
mg/L
6,247
SNI 0
Solid (TSS)
6.
Volatile Suspended
Solid (VSS)
7.
Oil and Grease*
6.6989.10.2004
8.
Protein*
%
0,14008
Kjeldahl
9.
Karbohidrat*
%
1,99
Lane Eynon
10.
Volatile fatty acids
- Asam asetat
3.192,605
APHA 5560B
- Asam propionat
1.309,477
APHA 5560B
- Asam butirat
2.219,604
APHA 5560B
mg/L
* Laporan hasil uji laboratorium terlampir
Tabel 4.1 menunjukkan analisis dari LCPKS dari PKS Rambutan dimana
terdapat beberapa parameter di atas ambang baku mutu limbah buangan. Pada tabel
tersebut dapat dilihat bahwa LCPKS memiliki potensi dalam pencemaran
lingkungan.
30
Universitas Sumatera Utara
LCPKS adalah cairan kental berwarna coklat yang bercampur dengan
padatan-padatan tersuspensi yang bersifat asam merupakan air limbah yang sangat
mencemari baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan [8].
Analisis pH yang diperoleh yaitu 4,2, dengan demikian LCPKS termasuk limbah
yang sangat mencemari lingkungan jika tidak diolah terlebih dahulu serta dapat
menyebabkan korosi. Hasil analisis COD diperoleh 45.116,2791 mg/L, hal tersebut
menunjukkan bahwa kandungan zat organik pada LCPKS sangat tinggi, sedangkan
menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup [18] bahwa kadar COD
limbah yang diizinkan untuk dibuang adalah 350 mg/L dengan pH 6,0 – 9,0.
4.2
Pengaruh Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis
Pada penelitian ini proses digestasi anaerobik dua-tahap dibatasi hanya pada
tahap pertama (proses asidogenesis) saja yang dilangsungkan pada reaktor semi
batch dan menghasilkan VFA sebagai produk. Pengaruh laju pengadukan pada
proses asidogenesis dipelajari dengan memvariasikan laju pengadukan yakni 200,
250, dan 300 rpm, pada keadaan ambient dan pH diatur 5,5 ± 0,2. Pengaturan pH
dilakukan dengan menambahkan NaHCO3 pada umpan. Kinerja dari proses ini
ditentukan dengan menganalisa pertumbuhan mikroba, degradasi bahan-bahan
organik, laju pembentukan VFA, dan laju produksi serta komposisi biogas.
Kestabilan proses asidogenesis ditentukan dengan mengukur pH dan
alkalinitas. Laju pertumbuhan mikroba ditentukan dengan menganalisis TSS, VSS.
Degradasi bahan-bahan organik ditentukan dengan menganalisis TS, VS, COD, dan
SCOD. Laju produksi VFA dan komposisinya ditentukan dengan mengukur VFA
total dan kandungan asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Sedangkan laju
produksi dan komposisi biogas ditentukan dengan mengukur volume gas yang
dihasilkan dan komposisinya.
4.2.1
Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Alkalinitas, Profil Pertumbuhan
Mikroba, dan Volatile Solid (VS)
Alkalinitas pada proses asiogenesis mencerminkan kapasitas buffer terhadap
asam, dan juga dapat secara efektif menetralkan pH dengan cepat. Alkalinitas
menunjukkan kemampuan dari fermentor untuk menjaga kestabilan pH nya. Untuk
31
Universitas Sumatera Utara
menjaga pH sesuai yang diinginkan ditambahkan NaHCO3. Pengaruh laju
pengadukan terhadap alkalinitas, profil pertumbuhan mikroba, dan volatile solid
(VS) ditunjukkan pada Gambar 4.1, 4.3, dan 4.5.
7
4000
6
3500
2500
4
pH
2000
3
1500
2
Alkalinitas (mg/L)
3000
5
1000
1
500
0
0
0
5
10
15
20
25
Waktu (hari)
pH 200 rpm
pH 250 rpm
pH 300 rpm
Alkalinitas 200 rpm
Alkalinitas 250 rpm
Alkalinitas 300 rpm
Gambar 4.1 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Alkalinitas
10
6000
5500
5000
8
4000
6
pH
3500
3000
2500
4
2000
Alkalinitas (mg/L)
4500
1500
2
1000
500
0
0
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
pH
Alkalinitas
Gambar 4.2 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Rata-Rata Alkalinitas
(Error Bar Menyatakan Standar Deviasi)
32
Universitas Sumatera Utara
30000
25000
VSS (mg/L)
20000
15000
10000
5000
0
0
5
10
15
20
25
Waktu (hari)
200 rpm
250 rpm
300 rpm
Gambar 4.3 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Profil Pertumbuhan Mikroba
40000
35000
30000
VSS (mg/L)
25000
24940
24640
250
300
23060
20000
15000
10000
5000
0
150
200
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.4 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Pertumbuhan Mikroba Terbaik
33
Universitas Sumatera Utara
30000
25000
VS (mg/L)
20000
15000
10000
5000
0
0
5
10
15
20
25
Waktu (hari)
200 rpm
300 rpm
250 rpm
Gambar 4.5 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Volatile Solid (VS)
25000
VS (mg/L)
20000
13940
15000
12640
11360
10000
5000
0
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.6 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Volatile Solid (VS) Terbaik
34
Universitas Sumatera Utara
60
50
42,6263
Reduksi VS (%)
40
36,1616
29,5960
30
20
10
0
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.7 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Reduksi Volatile Solid (VS)
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada perubahan laju pengadukan dari 200
rpm, 250 rpm, dan 300 rpm mengalami fluktuasi dan akhirnya konstan. Hasil
alkalinitas pada laju pengadukan 200 rpm berada pada nilai 1.200 – 2.900 mg/L,
pada laju pengadukan 250 rpm berada pada nilai 1.200 – 2.850 mg/L dan pada laju
pengadukan 300 rpm berada pada nilai 1.200 – 3.000 mg/L. Profil pengaruh laju
pengadukan terhadap rata-rata alkalinitas dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 menunjukkan nilai rata-rata alkalinitas menurun namun tidak
terlalu jauh sehingga dapat dikatakan cenderung stabil. Menurut Guang Li et al, 2014
alkalinitas dapat mencerminkan kapasitas buffer pada sistem terhadap asam, dan juga
dapat secara efektif menetralkan pH dengan cepat dimana pH merupakan parameter
yang penting. Jadi dengan kata lain nilai alkalinitas sangat berhubungan dengan pH.
Sementara itu, laju pengadukan tidak berpengaruh terhadap perubahan pH
dikarenakan pH dijaga stabil sebesar 5,5 ± 0,2 dengan cara menambahkan NaHCO3.
Nilai rata-rata alkalinitas dan standar deviasi pada laju pengadukan 200 rpm
adalah 2661,9048 ± 317,3739 mg/L, pada laju pengadukan 250 rpm bernilai
2523,8095 ± 255,7435 mg/L, dan pada laju pengadukan 300 rpm bernilai 2250 ±
290,2585 mg/L. Alkalinitas yang tinggi akan bisa menjaga kestabilan pH sehingga
sangat baik untuk pertumbuhan mikroba [30]. Tetapi, perubahan alkalinitas yang
35
Universitas Sumatera Utara
tinggi dapat menghambat metabolisme mikroba dan menurunkan produksi VFA.
Standar deviasi alkalinitas menunjukkan besarnya perubahan alkalinitas yang terjadi
pada pH tersebut. Alkalinitas tertinggi diperoleh pada laju pengadukan 200 rpm.
Standar deviasi menunjukkan fluktuasi alkalinitas terhadap pH pada kondisi tersebut.
Namun fluktuasi alkalinitas yang diperoleh masih dalam rentang nilai yang masih
wajar yaitu 830 - 7.000 mg/L [25] [31] [32].
Oleh karena itu untuk variasi laju pengadukan pada proses asidogenesis
LCPKS dengan menggunakan reaktor semi batch pada keadaan ambient ini dapat
disimpulkan bahwa seiring bertambahnya laju pengadukan tidak menyebabkan
perubahan alkalinitas yang signifkan dan nilai alkalinitas cenderung stabil.
Gambar 4.3 menunjukkan profil pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan
mikroorganisme pada proses asidogenesis dengan memvariasikan laju pengadukan
dapat dilihat dari perubahan VSS dikarenakan VSS merupakan cara pengukuran
mikroorganisme secara tidak langsung (Medina Herrera et al 2014). Dalam proses
digestasi anaerob khususya pada proses asidogenesis pengadukan berperan penting
dalam mengembangbiakkan mikroorganisme. Hal ini terjadi dikarenakan dengan
pengadukan, substrat dalam fermentor akan homogen dan merata sehingga proses
perombakan akan lebih efektif dan menghindari padatan-padatan terbuang ataupun
mengendap yang dapat mengurangi keefektifan proses digestasi [33]. Pengaruh laju
pengadukan terhadap profil pertumbuhan mikroba ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa profil VSS pada variasi laju pengadukan
200 rpm, 250 rpm dan 300 rpm mengalami fluktuasi dan akhirnya konstan. Pada laju
pengadukan 200 rpm diperoleh konsesntrasi VSS sebesar 14.740-23.420 mg/L, pada
laju pengadukan 250 rpm sebesar 14.740-24.940 mg/L dan pada laju pengadukan
300 rpm diperoleh nilai VSS sebesar 14.740-24.640 mg/L. Profil pertumbuhan
mikroba terbaik untuk setiap laju pengadukan dapat dilihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4 menunjukkan profil VSS terbaik untuk setiap laju pengadukan.
Profil pertumbuhan mikroba terbaik adalah dicapai pada hari ke-4 dengan laju
pengadukan 250 rpm sebesar 24.940 mg/L. Adapun nilai VSS pada laju pengadukan
200 rpm adalah 23.060 mg/L, dan pada laju pengadukan 300 rpm yaitu 24.640 mg/L.
Perubahan konsentrasi mikroba dalam proses digestasi anaerobik disebabkan oleh
perubahan keadaan lingkungannya seperti alkalinitas dan pH. Parameter parameter
36
Universitas Sumatera Utara
ini harus diketahui
sehingga proses asidognesis dapat memberikan hasil yang
maksimal. Mikroba asidognesis pada umumnya akan tumbuh optimal pada pH 5-6
[34].
Pada gambar 4.1 alkalinitas tertinggi diperoleh pada laju pengadukan 200
rpm. Namun deviasi alkalinitas pada 200 rpm sangat besar sehingga terjadi
perubahan alkalinitas yang sangat besar pula. Oleh sebab itu deviasi yang besar
tersebut dapat menghambat atau mengganggu pertumbuhan mikroba. Deviasi
terendah adalah dicapai pada laju pengadukan 250 rpm dengan nilai alkalinitas yang
tinggi juga. Alkalinitas yang tinggi dengan deviasi yang rendah pada laju
pengadukan 250 rpm ini dapat menjadi faktor yang menyebabkan tingginya
konsentrasi mikroba yang diperoleh pada 250 rpm. Sedangkan pada laju pengadukan
300 rpm konsentrasi mikroba yang diperoleh lebih rendah dari 250 rpm. Menurut
penelitian yang dilakukan Rungrawee Yingyuad et al [35] kondisi pengadukan
didalam reaktor menyebabkan bakteri berkembang dengan lebih cepat, pengadukan
menjaga keseragaman didalam fermentor serta menghambat pengendapan. Dengan
demikian pada laju pengadukan 250 rpm bakteri didalam fermentor berkembang
dengan baik dan pada laju pengadukan dari 200 rpm dan 300 rpm, konsentrasi
mikroba semakin menurun. Penurunan tersebut dapat terjadi dikarenakan
mikroorganisme didalam fermentor terganggu secara signifikan akibat dari
pengadukan [36].
Oleh karena itu, pada proses asioegenesis LCPKS dengan menggunakan
reaktor semi batch pada keadaan ambient, variasi laju pengadukan memberikan
dampak yang signifikan terhadap konsentrasi VSS, dimana diperoleh konsentrasi
VSS tertinggi adalah pada laju pengadukan 250 rpm.
Gambar 4.5 menunjukkan profil volatile solid (VS). Proses asidogenesis
merupakan proses konversi senyawa organik terlarut menjadi komponen organik
sederhana yaitu VFA dan sebagian besar VFA terdiri dari asam asetat, asam butirat
dan asam propionat [33] [37].
Kemampuan mikroba untuk mengkonversi senyawa organik tersebut menjadi
salah satu parameter yang mempengaruhi jalannya proses asidogenesis, yaitu dapat
dinyatakan sebagai nilai Volatile Solid (VS). Gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada
laju pengadukan 200, 250, dan 300 rpm profil VS menunjukkan nilai yang fluktuatif
37
Universitas Sumatera Utara
dan akhirnya konstan. Pada laju pengadukan 200 rpm diperoleh VS dengan nilai
14.540 – 19.320 mg/L, pada laju pengadukan 250 rpm diperoleh VS dengan nilai
14.540 – 16.720 mg/L dan pada laju pengadukan 300 rpm diperoleh VS dengan nilai
14.540 – 15.260 mg/L. Profil VS terbaik untuk setiap laju pengadukan dapat dilihat
pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 menunjukkan profil VS terbaik untuk setiap laju pengadukan
yang dicapai pada hari ke-3. Adapun nilai VS terbaik untuk laju pengadukan 200
rpm adalah sebesar 13.940 mg/L dengan reduksi VS sebesar 29,5960 %, pada laju
pengadukan 250 rpm adalah 12.640 mg/L dengan reduksi VS sebesar 36,1616 %,
dan pada laju pengadukan 300 rpm yaitu 11.360 mg/L dengan reduksi VS sebesar
42,6263 %. Menurut Forster-Carnerio et al [38] Volatile Solid mengindikasikan
kandungan organik dalam suatu limbah dimana nilai VS cenderung sama dengan
nilai COD. Sehingga pada penelitian ini diharapkan reduksi konsentrasi VS yang
tidak terlalu besar. Hal tersebut dikarenakan pada proses asidogenesis produk yang
diperoleh berupa VFA (produk intermediet) dimana VFA ini akan diolah lebih lanjut
pada proses metanogenesis untuk menghasilkan gas metana (CH4).
Oleh sebab itu pada proses asidogenesis LCPKS dengan keadaan ambient,
laju pengadukan yang optimum yaitu pada laju pengadukan 200 rpm dengan nilai
reduksi VS sebesar 29,5960 %.
4.2.2
Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Reduksi Chemical Oxygen
Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan parameter yang menunjukkan
banyaknya senyawa organik yang terdapat dalam bahan baku LCPKS sebagai sampel
awal saat t0 dan keluaran dari fermentor sebagai ti. Menurut Yee-Shian Wong et al,
2011 COD merupakan salah satu parameter yang menentukan kinerja bakteri
didalam fermentor. Pengaruh laju pengadukan terhadap degradasi COD dan SCOD
ditunjukkan pada Gambar 4.7.
38
Universitas Sumatera Utara
40000
35000
COD dan SCOD (mg/L)
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Waktu (hari)
COD 200 rpm
COD 250 rpm
SCOD 200 rpm
SCOD 250 rpm
SCOD 300 rpm
COD 300 rpm
Gambar 4.8 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Degradasi Chemical Oxygen
Demand (COD) dan Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD)
Dari gambar 4.7 terlihat bahwa nilai COD dan SCOD semakin menurun
seiring bertambahnya waktu. Dengan demikian maka artinya degradasi bahan
organik (COD dan SCOD) semakin meningkat. Dari gambar 4.7 dapat dilihat bahwa
pada hari ke-4 merupakan saat terbaik untuk proses asidogenesis batch dikarenakan
pertumbuhan mikroba terbaik dicapai pada hari ke-4. Pengaruh laju pengadukan
terhadap reduksi COD pada hari ke-4 ditunjukkan pada Gambar 4.8.
39
Universitas Sumatera Utara
Reduksi COD (%)
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
17,8571
14,2857
3,5714
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.9 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Reduksi Chemical Oxygen
Demand (COD)
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa pada laju pengadukan 200 rpm diperoleh
reduksi COD sebesar 3,5714 %, pada laju pengadukan 250 rpm sebesar 14,2857 %
dan pada laju pengadukan 300 rpm sebesar 17,8571 %. Pada peneilitian ini diperoleh
reduksi COD terbaik yaitu pada laju pengadukan 200 rpm yaitu berkisar 3,5714 %.
Menurut Yee Shian Wong et al, 2013 [32], reduksi COD yang tinggi akan
menyebabkan produksi gas metana yang semakin tinggi. Reduksi COD yang yang
lebih besar akan mempercepat terbentuknya gas metan sehingga VFA yang
dihasilkan semakin rendah, sedangkan pada proses asidogenesis produk yang
diinginkan adalah berupa VFA (produk intermediet) dimana VFA ini akan diolah
lebih lanjut pada proses metanogenesis untuk menghasilkan gas metana (CH4).
Pada proses asidogenesis LCPKS dengan variasi laju pengadukan pada
keadaan ambient menunjukkan bahwa degradasi bahan organik tertinggi pada laju
pengadukan 200 rpm dari parameter VS dan COD.
40
Universitas Sumatera Utara
4.2.3 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Pembentukkan Volatile Fatty
Acid (VFA)
Seperti yang disebutkan dalam subbab 4.2.3 bahwa proses asidognesis
merupakan konversi bahan organik menjadi asam lemak volatil, alkohol, aldehid dan
gas seperti CO2, H2, dan NH3 dan poduk samping lain. VFA merupakan asam lemak
dengan atom karbon 2 sampai 5 (asam asetat, asam propionat, asam butirat dan lain
lain). Gafik 4.9, 4.10, dan 4.11,menunjukkan pengaruh laju pengadukan dan waktu
terhadap pembentukan VFA.
8000
7000
VFA (mg/L)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
4
8
12
16
20
Waktu (hari)
Laju Pengadukan 200 rpm
Asam Asetat
Asam Propionat
Asam Butirat
Total
Gambar 4.10 Pengaruh Waktu Terhadap Pembentukan VFA pada Laju Pengadukan
200 rpm
41
Universitas Sumatera Utara
8000
7000
VFA (mg/L)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
4
8
12
16
20
Waktu (hari)
Laju Pengadukan 250 rpm
Asam Asetat
Asam Propionat
Asam Butirat
Total
Gambar 4.11 Pengaruh Waktu Terhadap Pembentukan VFA pada Laju Pengadukan
250 rpm
8000
7000
VFA (mg/L)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
4
8
12
16
20
Waktu (hari)
Laju Pengadukan 300 rpm
Asam Asetat
Asam Propionat
Asam Butirat
Total
Gambar 4.12 Pengaruh Waktu Terhadap Pembentukan VFA pada Laju Pengadukan
300 rpm
42
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.10, 4.11, dan 4.12 menunjukkan total VFA terbaik untuk setiap laju
pengadukan dicapai pada hari ke-4. Pembenukan VFA terbaik untuk setiap
lajupengadukan dapat dilihat pada gambar 4.13.
8000
7000
6000
VFA (mg/L)
5000
4000
3000
2000
1000
0
200
250
300
Laju Pengadukan (rpm)
Asam Asetat
Asam Propionat
Asam Butirat
Total
Gambar 4.13 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Pembentukan VFA
Gambar 4.13 menunjukkan total VFA yang dihasilkan menurun seiring
dengan meningkatnya laju pengadukan. Pembentukan VFA terbaik adalah pada laju
pengadukan 200 rpm dengan nilai asam asetat paling besar. Selisih pembentukan
asam asetat dan asam propionat paling besar adalah pada hari ke-4 di semua variasi
laju pengadukan. Pembentukan VFA pada laju pengadukan terbaik 200 rpm adalah
sebesar 6.721,685 mg/L dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing
masing adalah 3.192,605 mg/L, 1.309,477 mg/L, dan 2.219,604 mg/L. VFA yang
dihasilkan pada laju pengadukan 250 rpm adalah
5.772,429 mg/L dengan asam
asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 2.924,2321 mg/L,
1.155,5427 mg/L, dan 1.692,6540 mg/L. VFA yang dihasilkan pada laju pengadukan
300 rpm adalah 5.072,896 mg/L dengan asam asetat, asam propionat dan asam
butirat masing masing adalah 2.442,3148 mg/L, 1.112,7256 mg/L, dan 1.517,8557
mg/L.
Komposisi dari VFA juga menjadi faktor yang mempengaruhi proses
digestasi anaerobik. Jumlah asam propionat lebih besar dari 3000 mg/L dapat
43
Universitas Sumatera Utara
menghambat proses digestasi anaerobik [39]. Hasil ini menunjukkan bahwa laju
pengadukan 200 rpm merupakan laju pengadukan terbaik untuk bakteri asidognesis
pada kondisi ambient menggunakan reaktor semi batch untuk memproduksi VFA.
Dari subbab 4.3.2, konsentrasi mikroba rata-rata tertinggi diperoleh pada laju
pengadukan 250 rpm. Pembentukan VFA terbaik dicapai pada 200 rpm sedangkan
konsentrasi mikroba pada 200 rpm lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi
mikroba pada 250 rpm. Hal ini menunjukkan bahwa mikroba pada laju pengadukan
200 rpm memiliki keaktifan yang lebih baik daripada mikroba pada laju pengadukan
250 rpm.
4.2.4
Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Rasio VFA/Alkalinitas
Parameter rasio VFA/Alkalinitas dapat digunakan untuk mengetahui
keseimbangan proses fermentasi [40]. Gambar 4.14 menunjukkan pengaruh laju
pengadukan terhadap rasio VFA/Alkalinitas.
4,0
3,5
VFA/Alkalinitas
3,0
2,4006
2,5
2,2202
2,0706
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.14 Pengaruh laju Pengadukan Terhadap Rasio VFA/Alkalinitas
Rasio VFA/Alkalinitas pada laju pengadukan 200, 250, dan 300 rpm masing
masing adalah 2,4006; 2,2202; dan 2,0706. Kestabilan proses digestasi anaerobik
tahap asidognesis akan tercapai jika rasio VFA/Alkalinitas lebih besar dari 1 dan
44
Universitas Sumatera Utara
rasio VFA/Alkalinitas proses metanognesis lebih kecil 0,8. Semakin tinggi rasio
VFA/Alkalinitas maka proses asidognesis semakin stabil [41]. Dari grafik diatas
rasio tertinggi dicapai pada laju pengadukan 200 rpm yaitu 2,4006. Hasil ini
menunjukkan proses asidognesis pada kondisi ambient menggunakan reaktor semi
batch stabil pada laju pengadukan 200 rpm.
45
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1.
Alkalinitas cenderung stabil terhadap peningkatan laju pengadukan
2.
Konsentrasi VSS terbaik diperoleh pada laju pengadukan 250 rpm hari ke-4
dengan nilai VSS yang lebih besar dibandingkan dengan laju pengadukan
200 rpm dan 300 rpm. Akan tetapi pada laju pengadukan 200 rpm diperoleh
total VFA yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan mikroba pada laju
pengadukan 200 rpm lebih aktif daripada 250 rpm dan 300 rpm.
3.
Reduksi COD dan VS yang tinggi akan menyebabkan produksi gas metana
yang semakin tinggi. Reduksi COD yang yang lebih besar akan
mempercepat terbentuknya gas metan sehingga VFA yang dihasilkan
semakin rendah, sedangkan pada proses asidogenesis produk yang
diinginkan adalah berupa VFA. Reduksi COD dan VS terbaik diperoleh
pada laju pengadukan 200 rpm dengan nilai reduksi yang paling kecil.
4.
Kestabilan proses digestasi anaerobik tahap asidognesis akan tercapai jika
rasio VFA/Alkalinitas lebih besar dari 1 dan rasio VFA/Alkalinitas proses
metanognesis lebih kecil 0,8. Rasio VFA/Alkalinitas yang dihasilkan pada
setiap variasi laju pengadukan dalam penelitian ini yaitu >1. Semakin tinggi
rasio VFA/Alkalinitas maka proses asidognesis semakin stabil. Rasio
VFA/Alkalinitas yang paling besar terdapat pada laju pengadukan 200 rpm
sehingga proses asidogenesis lebih stabil pada laju pengadukan 200 rpm.
5.2
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk peneliti berikutnya adalah:
1.
Melakukan variasi laju pengadukan 50, 100, dan 150 rpm untuk mengetahui
laju pengadukan optimum.
2.
Melakukan identifikasi mikroba untuk mengetahui jenis-jenis mikroba yang
digunakan pada proses asidognesis.
44
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
3.2
Bahan dan Peralatan
3.2.1 Bahan-Bahan
1.
Starter berasal dari penelitian sebelumnya
2.
Sampel LCPKS dari fat pit PKS Rambutan PTPN III
3.
Asam klorida (HCl) 0,1 N
4.
Aquadest (H2O)
5.
Natrium Bikarbonat (NaHCO3)
3.2.2 Peralatan
Rangkaian peralatan yang digunakan dalam proses asidogenesis adalah seperti
yang terlihat pada Gambar 3.1
Starter yang berasal dari penelitian sebelumnya sebanyak 20% dan umpan
sebanyak 80% dari volume total dimasukkan ke dalam fermentor 6 liter. Fermentor
dioperasikan pada kondisi ambient, laju pengadukan 250 rpm, dan pH 5,5 ± 0,2
dengan menggunakan reaktor semi batch. Setiap harinya dilakukan analisis cairan
berupa pH, M-Alkalinity, TS, VS, TSS, dan VSS serta setiap 4 hari dilakukan analisis
COD, SCOD, dan VFA terhadap sampel cairan di dalam fermentor serta analisis
kandungan CO2 dan H2S terhadap produk gas. Selanjutnya dilakukan hal yang sama
untuk variasi laju pengadukan pada 200 dan 300 rpm.
16
Universitas Sumatera Utara
rpm
10
250
UP
11
OFF
3
5
8
6
9
2
1
4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
7
9. Penampung gas
10. Kecepatan pengadukan
11. Stirrer Controller
Jar Fermentor
Water bath
Stirrer
Valve Umpan
Termometer
Sampling injector
Water trap
Gelas Ukur
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan
3.3
Tahapan Penelitian
3.3.1 Analisis Bahan Baku
Bahan baku berupa LCPKS dari PKS Rambutan PTPN III yang sudah
dilakukan pengukuran pH.
3.3.2 Variasi Laju Pengadukan
Proses pengadukan dilakukan pada fermentor dengan memvariasikan laju
pengadukan yaitu 200; 250, dan 300 rpm dengan pH 5,5 ± 0,2 pada kondisi ambient.
17
Universitas Sumatera Utara
3.4
Analisis Data
3.4.1 Analisis pH
Adapun prosedur analisis pH adalah:
1)
Kalibrasi pH meter dilakukan ke dalam pH 4, pH 7, dan pH 10.
2)
Bagian elektroda dari pH meter dicuci dengan aquadest.
3)
Elektroda dimasukkan ke dalam sampel yang akan diukur pH-nya.
4)
Nilai bacaan pH meter ditunggu sampai konstan lalu dicatat nilai bacaannya.
3.4.2 Analisis M-Alkalinity
Adapun prosedur analisis M-alkalinity adalah:
1)
Sampel dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam beaker glass lalu ditambahkan
dengan aquadest hingga volume larutan 80 ml.
2)
Beaker glass diletakkan di atas magnetic stirrer, dan diletakkan pH elektroda
di dalam beaker gelas, kemudian stirrer dihidupkan dan kecepatan diatur
sedemikian rupa hingga sampel tercampur sempurna dengan aquadest.
3)
Campuran dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga pH mencapai 4,8 ± 0,02.
4)
M-Alkalinity dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
M-Alkalinity mg NaHCO3 /L =
Vol.HCl yang terpakai x M HClx 50000
Vol Sampel
(3.1)
3.4.3 Analisis Total Solids (TS)
Adapun prosedur analisis Total Solids (TS) adalah:
1)
Cawan penguap kosong yang telah dibersihkan, dipanaskan pada 105oC di
dalam oven selama 1 jam. Apabila akan dilanjutkan untuk analisis zat
tersuspensi organik, cawan dipanaskan pada 550oC, selama 1 jam.
2)
Cawan didinginkan selama 15 menit di dalam desikator, lalu ditimbang.
3)
Sampel dikocok merata, lalu dituangkan ke dalam cawan. Volume sampel
diatur sehingga berat residu antara 2,5-200 mg.
4)
Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven, suhu 98oC untuk mencegah
percikan akibat didihan air di dalam cawan. Namun bila volum sampel kecil
dan dinding cawan cukup tinggi maka langkah ini tidak perlu.
5)
Pengeringan diteruskan di dalam oven dengan suhu 103-105oC selama 1 jam.
18
Universitas Sumatera Utara
6)
Cawan yang berisi residu zat padat tersebut didinginkan di dalam desikator
sebelum ditimbang.
7)
Langkah 5 dan 6 diulang sampai didapat berat yang konstan atau berkurang
berat lebih kecil 4% berat semula atau 0,5 mg, biasanya pemanasan 1-2 jam
sudah cukup. Penimbangan harus dikerjakan dengan cepat untuk mengurangi
galat.
8)
Kandungan TS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg padatan total/L
Keterangan:
(A - B) 1000
volume sampel, mL
(3.2)
A = berat residu kering + cawan porselen, mg
B = berat cawan porselen, mg
3.4.4 Analisis Volatile Solids (VS)
Adapun prosedur analisis Volatile solids (VS) adalah:
1)
Cawan penguap setelah dari TS dipanaskan dengan menggunakan muffle
furnace pada suhu 550oC selama 1 jam.
2)
Setelah itu cawan penguap didinginkan di dalam desikator hingga mencapai
suhu kamar.
3)
Berat cawan penguap ditimbang.
4)
Kandungan VS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg padatan volatil/L
(A - B) 1000
volume sampel, mL
(3.3)
Keterangan: A = berat residu+cawan porselen sebelum pembakaran, mg
B = berat residu + cawan porselen setelah pembakaran, mg
3.4.5 Analisis Total Suspended Solids (TSS)
Adapun prosedur analisis Total Suspended Solids (TSS) adalah:
1)
Berat kertas saring kering yang digunakan ditimbang.
2)
Kertas saring dibasahi dengan sedikit air suling.
3)
Sampel diaduk dengan magnetic stirrer untuk memperoleh sampel yang lebih
homogen.
19
Universitas Sumatera Utara
4)
Sampel dipipetkan ke penyaringan dengan volume tertentu pada waktu contoh
diaduk dengan magnetic stirer.
5)
Kertas saring dicuci atau disaring dengan 3 x 10 ml aquadest.
6)
Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring ke wadah
timbang dengan aluminium sebagai penyangga.
7)
Dikeringkan di dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC sampai
dengan 105ºC, didinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan
massanya.
8)
Tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan penimbangan diulangi
sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih kecil dari
4% terhadap penimbangan sebelumnya atau 0,5 mg.
9)
Kandungan TSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg padatan tersuspensi total/L
(A - B) 1000
volume sampel, mL
(3.4)
Keterangan: A = berat kertas saring + berat residu, mg
B = berat kertas saring, mg
3.4.6 Analisis Volatile Suspended Solids (VSS)
Adapun prosedur analisis Volatile Solids (VSS) adalah:
1)
Sampel residu hasil analisis TSS dibakar mengunakan api bunsen di dalam
cawan porselen yang telah dikering dan diketahui beratnya.
2)
Setelah terbakar sempurna atau bebas asap, selanjutnya sampel diabukan di
dalam furnace pada suhu 550oC selama 1 jam.
3)
Setelah 1 jam, furnace dimatikan dan sampel diambil setelah suhu furnace
sekitar 100oC dan disimpan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.
4)
Kandungan VSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg padatan tersuspensi volatil/L
(A - B) 1000
volume sampel, mL
(3.5)
Keterangan: A = berat residu + cawan porselen sebelum pembakaran, mg
B = berat residu + cawan porselen setelah pembakaran, mg
20
Universitas Sumatera Utara
3.4.7 Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
Adapun prosedur analisis COD adalah:
1)
Dimasukkan 10 ml contoh uji ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2)
Ditambahkan 0,2 g serbuk raksa (II) sulfat (HgSO4) dan beberapa batu didih.
3)
Ditambahkan 5 ml larutan kalium dikromat, (K2Cr2O7) 0,25 N.
4)
Ditambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat (H2SO4) – perak sulfat (Ag2SO4)
perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.
5)
Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan dididihkan di atas hot plate selama
2 jam.
6)
Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga
volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 ml.
7)
Didinginkan sampai temperatur kamar, ditambahkan indikator ferroin 2 sampai
dengan 3 tetes, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat atau FAS 0,1 N
sampai warna merah kecoklatan, dicatat kebutuhan larutan FAS.
8)
Langkah 1 sampai dengan 7 dilakukan terhadap air suling sebagai blanko.
Kebutuhan larutan FAS dicatat. Analisis blanko ini sekaligus melakukan
pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD.
9)
Kandungan COD dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg/l O 2
(A B)( N)8000
ml sampel
(3.6)
Keterangan: A
= ml FAS untuk titrasi blanko
B
= ml FAS untuk titrasi sampel
N
= Normalitas FAS
8000 = berat miliekivalen oksigen 1000 ml/l
3.4.8 Analisis Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD)
Adapun prosedur analisis SCOD adalah:
1)
Dimasukkan 10 ml contoh uji ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2)
Ditambahkan 0,2 g serbuk raksa (II) sulfat (HgSO4) dan beberapa batu didih.
3)
Ditambahkan 5 ml larutan kalium dikromat, (K2Cr2O7) 0,25 N.
4)
Ditambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat (H2SO4) – perak sulfat (Ag2SO4)
perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.
21
Universitas Sumatera Utara
5)
Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan dididihkan di atas hot plate selama
2 jam.
6)
Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga
volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 ml.
7)
Didinginkan sampai temperatur kamar, ditambahkan indikator ferroin 2 sampai
dengan 3 tetes, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat atau FAS 0,1 N
sampai warna merah kecoklatan, dicatat kebutuhan larutan FAS.
8)
Langkah 1 sampai dengan 7 dilakukan terhadap air suling sebagai blanko.
Kebutuhan larutan FAS dicatat. Analisis blanko ini sekaligus melakukan
pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan SCOD.
9)
Kandungan SCOD dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg/l O 2
(A B)( N)8000
ml sampel
(3.6)
Keterangan: A
= ml FAS untuk titrasi blanko
B
= ml FAS untuk titrasi sampel
N
= Normalitas FAS
8000 = berat miliekivalen oksigen 1000 ml/l
3.5
Analisis Gas
Analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu gas CO2
dan H2S.
22
Universitas Sumatera Utara
3.6
Flowchart Penelitian
3.6.1 Flowchart Prosedur Analisis Data
3.6.1.1 Flowchart Prosedur Analisis pH
Mulai
Dilakukan kalibrasi pH meter
Dicuci bagian elektroda dari pH meter dengan aquadest
Dimasukkan elektoda ke dalam sampel
Ditunggu sampai nilai bacaan pH meter konstan
Apakah bacaan pH
meter sudah konstan?
Tidak
Ya
Dicatat nilai bacaan
Selesai
Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Analisis pH
23
Universitas Sumatera Utara
3.6.1.2 Flowchart Prosedur Analisis M-Alkalinity
Mulai
Dimasukkan 5 ml sampel ke dalam beaker glass
Ditambahkan aquadest hingga volume larutan menjadi 80 ml
Diaduk campuran hingga homogen dengan magnetic stirrer
Dimasukkan pH elektroda ke dalam beaker glass
Dititrasi campuran dengan HCl 0,1 N
Tidak
Apakah bacaan pH
mencapai 4,8±0,02?
Ya
Dicatat volume HCl yang terpakai
Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Analisis M-Alkalinity
24
Universitas Sumatera Utara
3.6.1.3 Flowchart Prosedur Analisis Total Solids (TS)
Mulai
Dipanaskan cawan penguap selama 2 jam pada suhu 105 oC
Didinginkan cawan penguap selama 15 menit di dalam desikator
Ditimbang berat cawan
Didinginkan cawan penguap selama 15 menit di
dalam desikator
Diambil sampel dan masukkan ke dalam cawan
Dimasukkan cawan berisi sampel ke oven
pada suhu 103-105oC selama 1 jam
Didinginkan cawan penguap selama 15 menit
di dalam desikator
Ditimbang berat cawan
Apakah berat cawan
sudah konstan?
Tidak
Ya
Selesai
Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Analisis Total Solids (TS)
25
Universitas Sumatera Utara
3.6.1.4 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Solids (VS)
Mulai
Dimasukkan cawan hasil analisis TS ke dalam furnace
Dipanaskan pada suhu 550 oC selama 1 jam
Didinginkan cawan penguap di dalam desikator hingga
suhunya mencapai suhu kamar
Ditimbang berat cawan
Selesai
Gambar 3.5 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Solids (VS)
3.6.1.5 Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids (TSS)
Mulai
Ditimbang kertas saring kering yang digunakan
Dibasahi kertas saring dengan sedikit air suling
Diaduk sampel dengan magnetic stirrer
hingga homogen
Dipipetkan sampel ke penyaringan
Dicuci kertas saring atau saringan dengan
3 x 10 mL aquadest
A
26
Universitas Sumatera Utara
A
Dipindahkan kertas saring secara hati-hati ke wadah timbang aluminium
Dimasukkan sampel ke dalam oven pada suhu 103-105oC selama 1 jam
Didinginkan cawan penguap selama 15 menit di dalam desikator
Ditimbang berat cawan
Apakah berat cawan
sudah konstan?
Tidak
Ya
Selesai
Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids (TSS)
3.6.1.6 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Suspended Solids (VSS)
Mulai
Dimasukkan cawan hasil analisis TSS ke dalam furnace
Dipanaskan pada suhu 550 oC selama 1 jam
Didinginkan cawan penguap di dalam desikator hingga suhunya mencapai
suhu kamar
Dtimbang berat cawan
Selesai
Gambar 3.7 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Suspended Solids (VSS)
27
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
Bahan baku berupa VFA hasil proses asidogenesis dari LCPKS yang berasal
dari PTPN III PKS Rambutan. Berikut hasil analisis karakteristik LCPKS yang
digunakan pada Tabel 4.1 dibawah ini
Tabel 4.1 Hasil Analisis Karakteristik LCPKS dari PTPN III PKS Rambutan
No.
Parameter
1.
pH
2.
Chemical Oxygen
Satuan
Hasil Uji
Metode Uji
-
4,20
APHA 4500H
mg/L
45.116,2791
APHA 5520C
Demand (COD)*
3.
Total Solid (TS)
mg/L
30.020
APHA 2540B
4.
Volatile Solid (VS)
mg/L
24.600
APHA 2540E
5.
Total Suspended
mg/L
2.2000
APHA 2540D
mg/L
10.580
APHA 2540E
mg/L
6,247
SNI 0
Solid (TSS)
6.
Volatile Suspended
Solid (VSS)
7.
Oil and Grease*
6.6989.10.2004
8.
Protein*
%
0,14008
Kjeldahl
9.
Karbohidrat*
%
1,99
Lane Eynon
10.
Volatile fatty acids
- Asam asetat
3.192,605
APHA 5560B
- Asam propionat
1.309,477
APHA 5560B
- Asam butirat
2.219,604
APHA 5560B
mg/L
* Laporan hasil uji laboratorium terlampir
Tabel 4.1 menunjukkan analisis dari LCPKS dari PKS Rambutan dimana
terdapat beberapa parameter di atas ambang baku mutu limbah buangan. Pada tabel
tersebut dapat dilihat bahwa LCPKS memiliki potensi dalam pencemaran
lingkungan.
30
Universitas Sumatera Utara
LCPKS adalah cairan kental berwarna coklat yang bercampur dengan
padatan-padatan tersuspensi yang bersifat asam merupakan air limbah yang sangat
mencemari baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan [8].
Analisis pH yang diperoleh yaitu 4,2, dengan demikian LCPKS termasuk limbah
yang sangat mencemari lingkungan jika tidak diolah terlebih dahulu serta dapat
menyebabkan korosi. Hasil analisis COD diperoleh 45.116,2791 mg/L, hal tersebut
menunjukkan bahwa kandungan zat organik pada LCPKS sangat tinggi, sedangkan
menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup [18] bahwa kadar COD
limbah yang diizinkan untuk dibuang adalah 350 mg/L dengan pH 6,0 – 9,0.
4.2
Pengaruh Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis
Pada penelitian ini proses digestasi anaerobik dua-tahap dibatasi hanya pada
tahap pertama (proses asidogenesis) saja yang dilangsungkan pada reaktor semi
batch dan menghasilkan VFA sebagai produk. Pengaruh laju pengadukan pada
proses asidogenesis dipelajari dengan memvariasikan laju pengadukan yakni 200,
250, dan 300 rpm, pada keadaan ambient dan pH diatur 5,5 ± 0,2. Pengaturan pH
dilakukan dengan menambahkan NaHCO3 pada umpan. Kinerja dari proses ini
ditentukan dengan menganalisa pertumbuhan mikroba, degradasi bahan-bahan
organik, laju pembentukan VFA, dan laju produksi serta komposisi biogas.
Kestabilan proses asidogenesis ditentukan dengan mengukur pH dan
alkalinitas. Laju pertumbuhan mikroba ditentukan dengan menganalisis TSS, VSS.
Degradasi bahan-bahan organik ditentukan dengan menganalisis TS, VS, COD, dan
SCOD. Laju produksi VFA dan komposisinya ditentukan dengan mengukur VFA
total dan kandungan asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Sedangkan laju
produksi dan komposisi biogas ditentukan dengan mengukur volume gas yang
dihasilkan dan komposisinya.
4.2.1
Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Alkalinitas, Profil Pertumbuhan
Mikroba, dan Volatile Solid (VS)
Alkalinitas pada proses asiogenesis mencerminkan kapasitas buffer terhadap
asam, dan juga dapat secara efektif menetralkan pH dengan cepat. Alkalinitas
menunjukkan kemampuan dari fermentor untuk menjaga kestabilan pH nya. Untuk
31
Universitas Sumatera Utara
menjaga pH sesuai yang diinginkan ditambahkan NaHCO3. Pengaruh laju
pengadukan terhadap alkalinitas, profil pertumbuhan mikroba, dan volatile solid
(VS) ditunjukkan pada Gambar 4.1, 4.3, dan 4.5.
7
4000
6
3500
2500
4
pH
2000
3
1500
2
Alkalinitas (mg/L)
3000
5
1000
1
500
0
0
0
5
10
15
20
25
Waktu (hari)
pH 200 rpm
pH 250 rpm
pH 300 rpm
Alkalinitas 200 rpm
Alkalinitas 250 rpm
Alkalinitas 300 rpm
Gambar 4.1 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Alkalinitas
10
6000
5500
5000
8
4000
6
pH
3500
3000
2500
4
2000
Alkalinitas (mg/L)
4500
1500
2
1000
500
0
0
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
pH
Alkalinitas
Gambar 4.2 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Rata-Rata Alkalinitas
(Error Bar Menyatakan Standar Deviasi)
32
Universitas Sumatera Utara
30000
25000
VSS (mg/L)
20000
15000
10000
5000
0
0
5
10
15
20
25
Waktu (hari)
200 rpm
250 rpm
300 rpm
Gambar 4.3 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Profil Pertumbuhan Mikroba
40000
35000
30000
VSS (mg/L)
25000
24940
24640
250
300
23060
20000
15000
10000
5000
0
150
200
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.4 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Pertumbuhan Mikroba Terbaik
33
Universitas Sumatera Utara
30000
25000
VS (mg/L)
20000
15000
10000
5000
0
0
5
10
15
20
25
Waktu (hari)
200 rpm
300 rpm
250 rpm
Gambar 4.5 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Volatile Solid (VS)
25000
VS (mg/L)
20000
13940
15000
12640
11360
10000
5000
0
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.6 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Volatile Solid (VS) Terbaik
34
Universitas Sumatera Utara
60
50
42,6263
Reduksi VS (%)
40
36,1616
29,5960
30
20
10
0
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.7 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Reduksi Volatile Solid (VS)
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada perubahan laju pengadukan dari 200
rpm, 250 rpm, dan 300 rpm mengalami fluktuasi dan akhirnya konstan. Hasil
alkalinitas pada laju pengadukan 200 rpm berada pada nilai 1.200 – 2.900 mg/L,
pada laju pengadukan 250 rpm berada pada nilai 1.200 – 2.850 mg/L dan pada laju
pengadukan 300 rpm berada pada nilai 1.200 – 3.000 mg/L. Profil pengaruh laju
pengadukan terhadap rata-rata alkalinitas dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 menunjukkan nilai rata-rata alkalinitas menurun namun tidak
terlalu jauh sehingga dapat dikatakan cenderung stabil. Menurut Guang Li et al, 2014
alkalinitas dapat mencerminkan kapasitas buffer pada sistem terhadap asam, dan juga
dapat secara efektif menetralkan pH dengan cepat dimana pH merupakan parameter
yang penting. Jadi dengan kata lain nilai alkalinitas sangat berhubungan dengan pH.
Sementara itu, laju pengadukan tidak berpengaruh terhadap perubahan pH
dikarenakan pH dijaga stabil sebesar 5,5 ± 0,2 dengan cara menambahkan NaHCO3.
Nilai rata-rata alkalinitas dan standar deviasi pada laju pengadukan 200 rpm
adalah 2661,9048 ± 317,3739 mg/L, pada laju pengadukan 250 rpm bernilai
2523,8095 ± 255,7435 mg/L, dan pada laju pengadukan 300 rpm bernilai 2250 ±
290,2585 mg/L. Alkalinitas yang tinggi akan bisa menjaga kestabilan pH sehingga
sangat baik untuk pertumbuhan mikroba [30]. Tetapi, perubahan alkalinitas yang
35
Universitas Sumatera Utara
tinggi dapat menghambat metabolisme mikroba dan menurunkan produksi VFA.
Standar deviasi alkalinitas menunjukkan besarnya perubahan alkalinitas yang terjadi
pada pH tersebut. Alkalinitas tertinggi diperoleh pada laju pengadukan 200 rpm.
Standar deviasi menunjukkan fluktuasi alkalinitas terhadap pH pada kondisi tersebut.
Namun fluktuasi alkalinitas yang diperoleh masih dalam rentang nilai yang masih
wajar yaitu 830 - 7.000 mg/L [25] [31] [32].
Oleh karena itu untuk variasi laju pengadukan pada proses asidogenesis
LCPKS dengan menggunakan reaktor semi batch pada keadaan ambient ini dapat
disimpulkan bahwa seiring bertambahnya laju pengadukan tidak menyebabkan
perubahan alkalinitas yang signifkan dan nilai alkalinitas cenderung stabil.
Gambar 4.3 menunjukkan profil pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan
mikroorganisme pada proses asidogenesis dengan memvariasikan laju pengadukan
dapat dilihat dari perubahan VSS dikarenakan VSS merupakan cara pengukuran
mikroorganisme secara tidak langsung (Medina Herrera et al 2014). Dalam proses
digestasi anaerob khususya pada proses asidogenesis pengadukan berperan penting
dalam mengembangbiakkan mikroorganisme. Hal ini terjadi dikarenakan dengan
pengadukan, substrat dalam fermentor akan homogen dan merata sehingga proses
perombakan akan lebih efektif dan menghindari padatan-padatan terbuang ataupun
mengendap yang dapat mengurangi keefektifan proses digestasi [33]. Pengaruh laju
pengadukan terhadap profil pertumbuhan mikroba ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa profil VSS pada variasi laju pengadukan
200 rpm, 250 rpm dan 300 rpm mengalami fluktuasi dan akhirnya konstan. Pada laju
pengadukan 200 rpm diperoleh konsesntrasi VSS sebesar 14.740-23.420 mg/L, pada
laju pengadukan 250 rpm sebesar 14.740-24.940 mg/L dan pada laju pengadukan
300 rpm diperoleh nilai VSS sebesar 14.740-24.640 mg/L. Profil pertumbuhan
mikroba terbaik untuk setiap laju pengadukan dapat dilihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4 menunjukkan profil VSS terbaik untuk setiap laju pengadukan.
Profil pertumbuhan mikroba terbaik adalah dicapai pada hari ke-4 dengan laju
pengadukan 250 rpm sebesar 24.940 mg/L. Adapun nilai VSS pada laju pengadukan
200 rpm adalah 23.060 mg/L, dan pada laju pengadukan 300 rpm yaitu 24.640 mg/L.
Perubahan konsentrasi mikroba dalam proses digestasi anaerobik disebabkan oleh
perubahan keadaan lingkungannya seperti alkalinitas dan pH. Parameter parameter
36
Universitas Sumatera Utara
ini harus diketahui
sehingga proses asidognesis dapat memberikan hasil yang
maksimal. Mikroba asidognesis pada umumnya akan tumbuh optimal pada pH 5-6
[34].
Pada gambar 4.1 alkalinitas tertinggi diperoleh pada laju pengadukan 200
rpm. Namun deviasi alkalinitas pada 200 rpm sangat besar sehingga terjadi
perubahan alkalinitas yang sangat besar pula. Oleh sebab itu deviasi yang besar
tersebut dapat menghambat atau mengganggu pertumbuhan mikroba. Deviasi
terendah adalah dicapai pada laju pengadukan 250 rpm dengan nilai alkalinitas yang
tinggi juga. Alkalinitas yang tinggi dengan deviasi yang rendah pada laju
pengadukan 250 rpm ini dapat menjadi faktor yang menyebabkan tingginya
konsentrasi mikroba yang diperoleh pada 250 rpm. Sedangkan pada laju pengadukan
300 rpm konsentrasi mikroba yang diperoleh lebih rendah dari 250 rpm. Menurut
penelitian yang dilakukan Rungrawee Yingyuad et al [35] kondisi pengadukan
didalam reaktor menyebabkan bakteri berkembang dengan lebih cepat, pengadukan
menjaga keseragaman didalam fermentor serta menghambat pengendapan. Dengan
demikian pada laju pengadukan 250 rpm bakteri didalam fermentor berkembang
dengan baik dan pada laju pengadukan dari 200 rpm dan 300 rpm, konsentrasi
mikroba semakin menurun. Penurunan tersebut dapat terjadi dikarenakan
mikroorganisme didalam fermentor terganggu secara signifikan akibat dari
pengadukan [36].
Oleh karena itu, pada proses asioegenesis LCPKS dengan menggunakan
reaktor semi batch pada keadaan ambient, variasi laju pengadukan memberikan
dampak yang signifikan terhadap konsentrasi VSS, dimana diperoleh konsentrasi
VSS tertinggi adalah pada laju pengadukan 250 rpm.
Gambar 4.5 menunjukkan profil volatile solid (VS). Proses asidogenesis
merupakan proses konversi senyawa organik terlarut menjadi komponen organik
sederhana yaitu VFA dan sebagian besar VFA terdiri dari asam asetat, asam butirat
dan asam propionat [33] [37].
Kemampuan mikroba untuk mengkonversi senyawa organik tersebut menjadi
salah satu parameter yang mempengaruhi jalannya proses asidogenesis, yaitu dapat
dinyatakan sebagai nilai Volatile Solid (VS). Gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada
laju pengadukan 200, 250, dan 300 rpm profil VS menunjukkan nilai yang fluktuatif
37
Universitas Sumatera Utara
dan akhirnya konstan. Pada laju pengadukan 200 rpm diperoleh VS dengan nilai
14.540 – 19.320 mg/L, pada laju pengadukan 250 rpm diperoleh VS dengan nilai
14.540 – 16.720 mg/L dan pada laju pengadukan 300 rpm diperoleh VS dengan nilai
14.540 – 15.260 mg/L. Profil VS terbaik untuk setiap laju pengadukan dapat dilihat
pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 menunjukkan profil VS terbaik untuk setiap laju pengadukan
yang dicapai pada hari ke-3. Adapun nilai VS terbaik untuk laju pengadukan 200
rpm adalah sebesar 13.940 mg/L dengan reduksi VS sebesar 29,5960 %, pada laju
pengadukan 250 rpm adalah 12.640 mg/L dengan reduksi VS sebesar 36,1616 %,
dan pada laju pengadukan 300 rpm yaitu 11.360 mg/L dengan reduksi VS sebesar
42,6263 %. Menurut Forster-Carnerio et al [38] Volatile Solid mengindikasikan
kandungan organik dalam suatu limbah dimana nilai VS cenderung sama dengan
nilai COD. Sehingga pada penelitian ini diharapkan reduksi konsentrasi VS yang
tidak terlalu besar. Hal tersebut dikarenakan pada proses asidogenesis produk yang
diperoleh berupa VFA (produk intermediet) dimana VFA ini akan diolah lebih lanjut
pada proses metanogenesis untuk menghasilkan gas metana (CH4).
Oleh sebab itu pada proses asidogenesis LCPKS dengan keadaan ambient,
laju pengadukan yang optimum yaitu pada laju pengadukan 200 rpm dengan nilai
reduksi VS sebesar 29,5960 %.
4.2.2
Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Reduksi Chemical Oxygen
Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan parameter yang menunjukkan
banyaknya senyawa organik yang terdapat dalam bahan baku LCPKS sebagai sampel
awal saat t0 dan keluaran dari fermentor sebagai ti. Menurut Yee-Shian Wong et al,
2011 COD merupakan salah satu parameter yang menentukan kinerja bakteri
didalam fermentor. Pengaruh laju pengadukan terhadap degradasi COD dan SCOD
ditunjukkan pada Gambar 4.7.
38
Universitas Sumatera Utara
40000
35000
COD dan SCOD (mg/L)
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Waktu (hari)
COD 200 rpm
COD 250 rpm
SCOD 200 rpm
SCOD 250 rpm
SCOD 300 rpm
COD 300 rpm
Gambar 4.8 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Degradasi Chemical Oxygen
Demand (COD) dan Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD)
Dari gambar 4.7 terlihat bahwa nilai COD dan SCOD semakin menurun
seiring bertambahnya waktu. Dengan demikian maka artinya degradasi bahan
organik (COD dan SCOD) semakin meningkat. Dari gambar 4.7 dapat dilihat bahwa
pada hari ke-4 merupakan saat terbaik untuk proses asidogenesis batch dikarenakan
pertumbuhan mikroba terbaik dicapai pada hari ke-4. Pengaruh laju pengadukan
terhadap reduksi COD pada hari ke-4 ditunjukkan pada Gambar 4.8.
39
Universitas Sumatera Utara
Reduksi COD (%)
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
17,8571
14,2857
3,5714
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.9 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Reduksi Chemical Oxygen
Demand (COD)
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa pada laju pengadukan 200 rpm diperoleh
reduksi COD sebesar 3,5714 %, pada laju pengadukan 250 rpm sebesar 14,2857 %
dan pada laju pengadukan 300 rpm sebesar 17,8571 %. Pada peneilitian ini diperoleh
reduksi COD terbaik yaitu pada laju pengadukan 200 rpm yaitu berkisar 3,5714 %.
Menurut Yee Shian Wong et al, 2013 [32], reduksi COD yang tinggi akan
menyebabkan produksi gas metana yang semakin tinggi. Reduksi COD yang yang
lebih besar akan mempercepat terbentuknya gas metan sehingga VFA yang
dihasilkan semakin rendah, sedangkan pada proses asidogenesis produk yang
diinginkan adalah berupa VFA (produk intermediet) dimana VFA ini akan diolah
lebih lanjut pada proses metanogenesis untuk menghasilkan gas metana (CH4).
Pada proses asidogenesis LCPKS dengan variasi laju pengadukan pada
keadaan ambient menunjukkan bahwa degradasi bahan organik tertinggi pada laju
pengadukan 200 rpm dari parameter VS dan COD.
40
Universitas Sumatera Utara
4.2.3 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Pembentukkan Volatile Fatty
Acid (VFA)
Seperti yang disebutkan dalam subbab 4.2.3 bahwa proses asidognesis
merupakan konversi bahan organik menjadi asam lemak volatil, alkohol, aldehid dan
gas seperti CO2, H2, dan NH3 dan poduk samping lain. VFA merupakan asam lemak
dengan atom karbon 2 sampai 5 (asam asetat, asam propionat, asam butirat dan lain
lain). Gafik 4.9, 4.10, dan 4.11,menunjukkan pengaruh laju pengadukan dan waktu
terhadap pembentukan VFA.
8000
7000
VFA (mg/L)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
4
8
12
16
20
Waktu (hari)
Laju Pengadukan 200 rpm
Asam Asetat
Asam Propionat
Asam Butirat
Total
Gambar 4.10 Pengaruh Waktu Terhadap Pembentukan VFA pada Laju Pengadukan
200 rpm
41
Universitas Sumatera Utara
8000
7000
VFA (mg/L)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
4
8
12
16
20
Waktu (hari)
Laju Pengadukan 250 rpm
Asam Asetat
Asam Propionat
Asam Butirat
Total
Gambar 4.11 Pengaruh Waktu Terhadap Pembentukan VFA pada Laju Pengadukan
250 rpm
8000
7000
VFA (mg/L)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
4
8
12
16
20
Waktu (hari)
Laju Pengadukan 300 rpm
Asam Asetat
Asam Propionat
Asam Butirat
Total
Gambar 4.12 Pengaruh Waktu Terhadap Pembentukan VFA pada Laju Pengadukan
300 rpm
42
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.10, 4.11, dan 4.12 menunjukkan total VFA terbaik untuk setiap laju
pengadukan dicapai pada hari ke-4. Pembenukan VFA terbaik untuk setiap
lajupengadukan dapat dilihat pada gambar 4.13.
8000
7000
6000
VFA (mg/L)
5000
4000
3000
2000
1000
0
200
250
300
Laju Pengadukan (rpm)
Asam Asetat
Asam Propionat
Asam Butirat
Total
Gambar 4.13 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Pembentukan VFA
Gambar 4.13 menunjukkan total VFA yang dihasilkan menurun seiring
dengan meningkatnya laju pengadukan. Pembentukan VFA terbaik adalah pada laju
pengadukan 200 rpm dengan nilai asam asetat paling besar. Selisih pembentukan
asam asetat dan asam propionat paling besar adalah pada hari ke-4 di semua variasi
laju pengadukan. Pembentukan VFA pada laju pengadukan terbaik 200 rpm adalah
sebesar 6.721,685 mg/L dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing
masing adalah 3.192,605 mg/L, 1.309,477 mg/L, dan 2.219,604 mg/L. VFA yang
dihasilkan pada laju pengadukan 250 rpm adalah
5.772,429 mg/L dengan asam
asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 2.924,2321 mg/L,
1.155,5427 mg/L, dan 1.692,6540 mg/L. VFA yang dihasilkan pada laju pengadukan
300 rpm adalah 5.072,896 mg/L dengan asam asetat, asam propionat dan asam
butirat masing masing adalah 2.442,3148 mg/L, 1.112,7256 mg/L, dan 1.517,8557
mg/L.
Komposisi dari VFA juga menjadi faktor yang mempengaruhi proses
digestasi anaerobik. Jumlah asam propionat lebih besar dari 3000 mg/L dapat
43
Universitas Sumatera Utara
menghambat proses digestasi anaerobik [39]. Hasil ini menunjukkan bahwa laju
pengadukan 200 rpm merupakan laju pengadukan terbaik untuk bakteri asidognesis
pada kondisi ambient menggunakan reaktor semi batch untuk memproduksi VFA.
Dari subbab 4.3.2, konsentrasi mikroba rata-rata tertinggi diperoleh pada laju
pengadukan 250 rpm. Pembentukan VFA terbaik dicapai pada 200 rpm sedangkan
konsentrasi mikroba pada 200 rpm lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi
mikroba pada 250 rpm. Hal ini menunjukkan bahwa mikroba pada laju pengadukan
200 rpm memiliki keaktifan yang lebih baik daripada mikroba pada laju pengadukan
250 rpm.
4.2.4
Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Rasio VFA/Alkalinitas
Parameter rasio VFA/Alkalinitas dapat digunakan untuk mengetahui
keseimbangan proses fermentasi [40]. Gambar 4.14 menunjukkan pengaruh laju
pengadukan terhadap rasio VFA/Alkalinitas.
4,0
3,5
VFA/Alkalinitas
3,0
2,4006
2,5
2,2202
2,0706
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
150
200
250
300
350
Laju Pengadukan (rpm)
Gambar 4.14 Pengaruh laju Pengadukan Terhadap Rasio VFA/Alkalinitas
Rasio VFA/Alkalinitas pada laju pengadukan 200, 250, dan 300 rpm masing
masing adalah 2,4006; 2,2202; dan 2,0706. Kestabilan proses digestasi anaerobik
tahap asidognesis akan tercapai jika rasio VFA/Alkalinitas lebih besar dari 1 dan
44
Universitas Sumatera Utara
rasio VFA/Alkalinitas proses metanognesis lebih kecil 0,8. Semakin tinggi rasio
VFA/Alkalinitas maka proses asidognesis semakin stabil [41]. Dari grafik diatas
rasio tertinggi dicapai pada laju pengadukan 200 rpm yaitu 2,4006. Hasil ini
menunjukkan proses asidognesis pada kondisi ambient menggunakan reaktor semi
batch stabil pada laju pengadukan 200 rpm.
45
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1.
Alkalinitas cenderung stabil terhadap peningkatan laju pengadukan
2.
Konsentrasi VSS terbaik diperoleh pada laju pengadukan 250 rpm hari ke-4
dengan nilai VSS yang lebih besar dibandingkan dengan laju pengadukan
200 rpm dan 300 rpm. Akan tetapi pada laju pengadukan 200 rpm diperoleh
total VFA yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan mikroba pada laju
pengadukan 200 rpm lebih aktif daripada 250 rpm dan 300 rpm.
3.
Reduksi COD dan VS yang tinggi akan menyebabkan produksi gas metana
yang semakin tinggi. Reduksi COD yang yang lebih besar akan
mempercepat terbentuknya gas metan sehingga VFA yang dihasilkan
semakin rendah, sedangkan pada proses asidogenesis produk yang
diinginkan adalah berupa VFA. Reduksi COD dan VS terbaik diperoleh
pada laju pengadukan 200 rpm dengan nilai reduksi yang paling kecil.
4.
Kestabilan proses digestasi anaerobik tahap asidognesis akan tercapai jika
rasio VFA/Alkalinitas lebih besar dari 1 dan rasio VFA/Alkalinitas proses
metanognesis lebih kecil 0,8. Rasio VFA/Alkalinitas yang dihasilkan pada
setiap variasi laju pengadukan dalam penelitian ini yaitu >1. Semakin tinggi
rasio VFA/Alkalinitas maka proses asidognesis semakin stabil. Rasio
VFA/Alkalinitas yang paling besar terdapat pada laju pengadukan 200 rpm
sehingga proses asidogenesis lebih stabil pada laju pengadukan 200 rpm.
5.2
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk peneliti berikutnya adalah:
1.
Melakukan variasi laju pengadukan 50, 100, dan 150 rpm untuk mengetahui
laju pengadukan optimum.
2.
Melakukan identifikasi mikroba untuk mengetahui jenis-jenis mikroba yang
digunakan pada proses asidognesis.
44
Universitas Sumatera Utara