Parenting Stres pada Orang Tua dalam Merawat Anak Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan Chapter III VI

BAB 3
KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka konseptual
Kerangka konsep merupakan visualisasi yang menerangkan tentang
hubungan konsep-konsep yang tidak bisa secara langsung diteliti oleh peneliti.
Konsep-konsep ini dirubah menjadi sebuah variabel sehingga dapat diukur
(Notoatmodjo, 2010). Kerangka konseptual dalam penelitian ini ialah mengenai
parenting stressorang tua dalam merawat anak Tunagrahita yang timbul dari
aspek parent distress (distress orang tua), difficult child (perilaku anak yang sulit),
dan parent-child dysfunctional interaction(tidak berfungsinya interaksi orang tuaanak).

Skema 3.1. Kerangka konseptual
parenting stress:
Distress orang tua

Tinggi

Perilaku anak yang sulit

Sedang


Tidak berfungsinya interaksi orang tua-anak

Rendah

26
Universitas Sumatera Utara

27

3.2. Definisi operasional

Tabel 3.1. Definisi operasional parenting stress
Variabel

Definisi

Alat ukur

Hasil ukur


operasional

Skala
ukur

Parenting

Situasi

penuh Kuesioner

stress

tekanan dalam tugas

total

dengan Rendah =


30

Ordinal

item < 60

mengasuh anak yang pernyataanyang

Sedang =

masih

60-90

menjadi terdiri dari :

tanggungan orang tua

Tinggi =


yang dilihat dari :

> 90

1. Distress
10 item pernyataan
orang tua
10 item pernyataan
2. Perilaku
anak
yang
sulit
3. Tidak
10 item pernyataan
berfungsinya
interaksi
orang
tuaanak

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain penelitian
Jenis penelitian ini ialah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian yaitu
deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat parenting stresspada
orang tua dalam merawat anak Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam
(TPI) Medan dan mengidentifikasi parenting stressyang dilihat dari tingkat
perilaku anak yang sulit, distress orang tua, dan tidak berfungsinya interaksi orang
tua-anak.
4.2. Populasi dan sampel penelitian
4.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh orang tua dari anak Tunagrahita
yang bersekolah di SLB ABC Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan. Adapun
jumlah anak Tunagrahita yang bersekolah di SLB ABC Taman Pendidikan Islam
(TPI) Medan berjumlah 67 orang.
4.2.2. Sampel penelitian
Sampel dalam penelitian ini ialah seluruh orang tua dari anak Tunagrahita
yang bersekolahdi SLB ABC Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total
sampling.Maka jumlah sampel dalam penelitian ini ialah 67 orang.Responden
dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi responden
tersebut ialah :

28
Universitas Sumatera Utara

29

1. Orang tua yang memiliki anak Tunagrahita yang bersekolah di SLB
ABC TPI Medan dan tinggal bersama anaknya.
2. Orang tua yang bersedia menjadi responden penelitian ini.
4.3. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB ABC Taman Pendidikan Islam (TPI)
Medan. Proses untuk melakukan penelitian ini dimulai sejak bulan September
tahun 2016 hingga bulan Juni tahun 2017. Adapun proses pengumpulan data pada
tanggal 17- 29 April 2017.
4.4. Pertimbangan etik penelitian
Masalah etika yang penting untuk diperhatikan dalam penelitian ialah

menghormati harkat dan martabat manusia, menghormati privasi dan kerahasiaan
subjek, dan keadilan (Notoatmodjo, 2010). Peneliti akan menjelaskan tentang
maksud dan tujuan penelitian kepada responden, lalu langsung memberikan
lembar persetujuan penelitian pada responden, agar responden mengetahui
maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia menjadi responden maka
terlebih dahulu harus menandatangani lembar

persetujuan. Jika responden

menolak untuk diteliti maka tidak akan dipaksa. Peneliti tetap menghormati hak
dan privasi responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, kuesioner tidak
akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner).
Lembar tersebut hanya berisi inisial dan diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan
informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti. Peneliti akan
bersikap sama untuk semua responden tanpa membedakan agama, etnis, dan
sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

30


4.5. Instrumen penelitian
Instrumen dalam penelitian ini ialah kuesioner. Kuesioner ini dibuat oleh
peneliti sesuai dengan konsep pada tinjauan pustaka. Kuesioner terdiri dari 30
item. Masing-masing terdiri dari 10 item pernyataan yang menunjukkan perilaku
anak yang sulit, 10 item pernyataan yang menunjukkan distress orang tua, dan 10
item pernyataan yang menunjukkan tidak berfungsinya interaksi orang tuaanak.Pada tingkat parenting stress, bila dalam kategori tinggi akan menunjukkan
bahwa tingginya tingkat parenting stressorang tua. Skala ukur dalam penelitian
ini ialah skala ordinal. Skala ordinal ialah skala yang beranggotakan berdasarkan
urutan lebih besar atau lebih kecil atau perbedaan tingkat antara anggota
himpunan (Notoatmodjo, 2010).
Jawaban pernyataan disediakan 4 pilihan setiap item pernyataan dengan
menggunakan skala likert. Sistem penilaian muai dari 1, 2, 3, dan 4, sedangkan
aternatif jawaban adalah sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai dan sangat tidak sesuai
dengan kondisi yang dialami responden. Penilaian yang diberikan untuk
pernyataan positif (favourable) adalah sangat sesuai (SS) memiliki skor 4, sesuai
(S)memiliki skor 3, tidak sesuai (TS)memiliki skor 2, dan sangat tidak sesuai
(STS)memiliki skor 1. Begitu pula sebaliknya untuk pernyataan negatif
(unfavourabel), penilaian yang diberikan adalah sangat sesuai (SS) memiliki skor
1, sesuai (S)memiliki skor 2, tidak sesuai (TS)memiliki skor 3, dan sangat tidak

sesuai (STS)memiliki skor 4. Setelah dilakukan perhitungan batas kategori skor,
maka didapatkan kategori rendah jika skor responden < 60, kategori sedang jika
skor responden 60 – 90, dan kategori tinggi jika skor responden > 90.

Universitas Sumatera Utara

31

Pada setiap sub variabel akan dilihat juga tingkat parenting stressorang tua.
Tingkat parenting stressorang tua yang terlihat dari 20 pernyataan yang
menunjukkan distress orang tua akan dilihat tinggi bila skor responden > 30, dan
sedang bila skor responden 20-30, serta rendah bila skor responden
30, dan sedang bila skor responden 20-30, serta rendah bila skor responden 30, dan sedang bila skor responden 20-30, serta rendah bila
skor responden 66 tahun)
Usia saat menikah
Remaja akhir (17-25 tahun)
Dewasa awal (26-35 tahun)
Pekerjaan kepala keluarga
Wiraswasta
Karyawan

PNS
Lainnya
Pendidikan terakhir
SD
SMP
SMA
Diploma/PT
Penghasilan keluarga
Rp. 2.528.815
Jumlah anak
Kurang dari atau2 anak
Lebih dari 2 anak
Jumlah anak yang Tunagahita
1 anak
Lebih dari 1 anak

Frekuensi (n)

Persentasi (%)


13
54

19.4
80.6

12
23
23
8
1

17.9
34.3
34.3
11.9
1.5

39
28

58.2
41.8

32
15
7
13

47.8
22.4
10.4
19.4

8
7
34
18

11.9
10.4
50.7
26.9

33
34

49.3
50.7

31
36

46.3
53.7

65
2

97.0
3.0

Universitas Sumatera Utara

38

Hasil data anak dari 67 responden yaitu sebanyak 37 anak Tunagrahita
(55,2%) merupakan anak laki-laki dan selebihnya merupakan anak perempuan.
Jika dilihat dari usia anak, didapatkan hasil bahwa sebagian anak Tunagrahita
berusia di atas 12 tahun yaitu 36 anak (53,7%). Dari hasil penelitian ini juga
didapatkan data anak Tunagrahita lebih banyak sebagai anak bungsu daripada
anak tunggal, anak sulung, dan anak tengah yaitu sebanyak 23 anak (34,3%).

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik demografi responden berdasarkan
data anak (n=67)
Karakteristik demografi
Jeni kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
12 tahun
Posisi anak dalam keluarga
Anak tunggal
Anak sulung
Anak tengah
Anak bungsu

5.1.2.

Frekuensi (n)

Persentasi (%)

37
30

55.2
44.8

31
36

46.3
53.7

13
19
12
23

19.4
28.4
17.9
34.3

Parenting stress pada orang tua dalam merawat anak
Tunagrahita

Parenting stress orang tua dalam merawat anak Tunagrahita di SLB TPI
ABC Medan dibagi menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Dari
hasil penelitian pada 67 responden diperoleh data bahwa lebih dari setengah
responden memiliki tingkat sedang untuk parenting stressdalam merawat anak
Tunagrahita yaitu sebanyak 49 orang (73,1%). Selanjutnya, orang tua memiliki

Universitas Sumatera Utara

39

tingkat tinggi dan rendah pada parenting stress dalam merawat anak Tunagrahita
dengan masing-masing sejumlah 10 orang (14,9%) dan 8 orang (11,9%).

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi parenting stresspada orang tua dalam merawat
anak Tunagrahita di SLB TPI ABC Medan (n=67)
Parenting stress orang tua
Tinggi
Sedang
Rendah
Total

5.1.3.

Frekuensi (n)
10
49
8
67

Persentasi (%)
14.9
73.1
11.9
100.0

Distress orang tua

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa lebih dari setengah
orang tua yang memiliki tingkat distress orang tua pada tingkat sedang yaitu
sebanyak 49 orang (73,1%), sedangkan distress orang tua dengan tingkat tinggi
sebanyak 11 orang (16,4%), dan sisanya ialah orang tua yang memiliki distress
orang tua yang rendah.

Tabel 5.4.Distribusi frekuensi parenting stresspada orang tua dalam merawat
anak Tunagrahita berdasarkan aspek Distress orang tua (n=67)
Distress orang tua
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah

Frekuensi (n)

Presentasi (%)

11
49
7
67

16.4
73.1
10.4
100.0

Universitas Sumatera Utara

40

5.1.4.

Perilaku anak yang sulit

Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar orang tua yang memiliki
perilaku anak yang sulit dengan tingkat yang sedang yaitu sebanyak 45 orang
(67,2%), sedangkan perilaku anak yang sulit dengan tingkat rendah hanya
sebanyak 8 orang (11,9%), dan sisanya ialah orang tua yang memiliki perilaku
anak yang sulit dengan tingkat yang tinggi.

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi parenting stresspada orang tua dalam merawat
anak Tunagrahita berdasarkan aspek perilaku anak yang sulit (n=67)
Perilaku anak yang sulit
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah

5.1.5.

Frekuensi (n)

Presentasi (%)

14
45
8
67

20.9
67.2
11.9
100.0

Tidak berfungsinya interaksi orang tua-anak

Parenting stress pada orang tua berdasarkan tidak berfungsinya interaksi
orang tua-anak menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua memiliki tingkat
yang sedang yaitu 40 orang (59.7%). Tidak berfungsinya interaksi orang tua-anak
dalam tingkat yang rendah yaitu sebanyak 18 orang (26.9%), dan selebihnya
dengan tingkat yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

41

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi parenting stresspada orang tua dalam merawat
anak Tunagrahita berdasarkan aspek tidak berfungsinya interaksi
orang tua-anak (n=67)
Tidak berfungsinya interaksi
orang tua-anak
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah

Frekuensi
(n)
9
40
18
67

Presentasi (%)
13.4
59.7
26.9
100.0

5.2. Pembahasan
Berdasarkan pada hasil penelitian, maka akan dibahas tentang parenting
stress orang tua dalam merawat anak Tunagrahita. Selanjutnya, dilihat lagi dari
tiga aspek yang ada dalam parenting stress tersebut, yaitu distress orang tua,
perilaku anak yang sulit, dan tidak berfungsinya interaksi orang tua-anak.
5.2.1.

Parenting stresspada orang tua dalam merawat anak
Tunagrahita

Tingkat parenting stress orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
akan lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang normal. Sebagaimana diketahui
bahwa anak Tunagrahita adalah salah satu anak dengan kebutuhan khusus. Hal ini
didukung sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Walker (2000)
tentang parenting stress : a comparison of mothers and fathers on disabled and
non-disabled children. Walker menyebutkan bahwa tingkat parenting stressakan
lebih tinggi pada orang tua dengan anak disabled dibandingkan orang tua dengan
anak normal dan hal ini dipengaruhi terutama oleh domain pada anak.
Pada hasil penelitian ini, diperoleh data bahwa dari 67 responden yang ikut
berpartisipasi, sebagian besar orang tua menghadapi parenting stress dalam

Universitas Sumatera Utara

42

merawat anak dengan tingkat sedang yaitu 49 orang (73,1%). Hal ini sesuai
dengan penelitian Astriamitha (2012), dan Purwandari (2013).Hasil yang
didapatkan Astriamitha (2012) tentang hubungan parenting stress dan self efficacy
orang tua yang memiliki anak Tunagrahita dengan taraf ringan dan sedang, yaitu
diperoleh data hasil tingkat parenting stress berupa sebagian besar orang tua
memiliki tingkat parenting stress yang sedang juga, yaitu sebanyak 31 orang
(66.0%) dari 47 responden. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Purwandari
(2013) tentang tingkat stress orang tua dengan anak Tunagrahita dan Tunadaksa
menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua baik ayah dan ibu dengan anak
Tunagrahita mengalami tingkat stres sedang yaitu masing-masing 28 (62%) dan
27 (51%). Hal ini menunjukkan bahwa orang tua sebenarnya masih bisa
menjalankan peran sebagai orang tua, namun terkadang masih mengalami
kesulitan.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Hassal et al (2005) yang
menunjukkan bahwa stres pengasuhan orang tua yang memiliki anak intellectual
dissability lebih tinggi dari yang memiliki anak tanpa keterbatasan. Hal ini karena
tuntutan dari pengasuhan akan lebih besar dan memicu stres pada orang tua.
Keterbatasan intelektual khususnya dalam hal atensi membuat anak Tunagrahita
sulit memusatkan perhatian dan kesulitan berkomunikasi antara orang tua dan
anak, maka timbullah stres pengasuhan pada orang tua (Crombie dan Gunn, 1998
dalam McInnes, 2009).Parenting stress ini dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, namun jika parenting stress pada orang tua yang semakin tinggi dapat

Universitas Sumatera Utara

43

menyebabkan penurunan kualitas dan efektivitas perilaku pengasuhan oleh orang
tua.
Berdasarkan hasil data demografi responden pada penelitian ini ditemukan
bahwa ada sebanyak 13 orang (19,4%) anak Tunagrahita yang merupakan anak
tunggal. Walaupun pada penelitian ini tidak mengkaji secara lanjut penyebab
orang tua hanya memiliki anak tunggal serta sejauh ini peneliti tidak menemukan
teori yang menjelaskan hal ini. Namun hal ini dapat dihubungkan dengan persepsi
orang tua terhadap penerimaan terhadap anaknya yang Tunagrahita. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2013) tentang persepsi orang tua
terhadap anak berkebutuhan khusus menyebutkan bahwa hampir sebagian
responden merasa bersalah dan kurang berhati-hati saat mengandung, serta
sebagian besar orang tua merasa bersalah dan merasa bertanggung jawab atas
kecacatan anaknya. Perasaan bersalah ini dapat menjadi trauma bagi orang tua
untuk memiliki anak lagi. Selain perasaan bersalah ini, terdapat juga faktor lain
yang dapat menjelaskan mengapa orang tua hanya memiliki anak tunggal yaitu
kesulitan dalam mengandung anak. Walau demikian, baik dari faktor perasaan
yang bersalah dan sulit hamil serta faktor lainnya, orang tua yang hanya memiliki
satu anak dan anaknya memiliki kebutuhan khusus akan memiliki waktu yang
lama dan perhatian yang hanya tertuju pada satu anak untuk mengasuh anak, akan
menurunkan tingkat stres atau menaikkan tingkat stress dalam mengasuh anaknya.
Keadaan ini dimungkinkan karena perasaan untuk masa depan anak dan orang tua.
Hal ini juga terlihat pada penelitian ini bahwa orang tua yang memiliki anak

Universitas Sumatera Utara

44

tunggal dengan Tunagrahita ada yang memiliki tingkat parenting stress yang
tinggi, sedang, dan rendah.
Parenting stress yang timbul pada orang tua tentu disebabkan oleh beberapa
aspek yang dapat dilihat, namun pada penelitian yang mendukung hasil penelitian
ini, seperti yang dijelaskan sebelumnya, tidak menampilkan aspek-aspek yang
menyebabkan parenting stress pada orang tua. Maka pada penelitian ini, peneliti
melihat lagi bagaimana Parenting stress pada orang tua berdasarkan distress
orang tua, perilaku anak yang sulit, dan tidak berfungsinya interaksi orang tuaanak. Namun secara umum parenting stress pada orang tua pada penelitian ini
dapat dikatakan bahwa orang tua memiliki masalah dalam merawat anaknya
sehingga orang tua memerlukan pengetahuan yang lebih untuk merawat anak
Tunagrahita.
5.2.2.

Distress orang tua

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa distress orang tua sebagian
besar berada pada tingkat yang sedang yaitu sebanyak 49 orang (73,1%). Namun
jika dilihat dari ayah, maka hanya 1 orang (7,69%) dari 13 orang responden
seorang ayah yang mengalami distress tinggi. Sedangkan pada responden ibu
terdapat 10 orang (18,51%) dari 54 responden ibu yang mengalami distress orang
tua dengan tingkat tinggi.

Walaupun jumlah responden ayah dan ibu pada

penelitian ini tidak sama. Namun dapat dilihat jika seorang ayah tidak begitu
memiliki rasa distressdalam merawat anaknya sebab seorang ayah tidak begitu
sering dibandingkan dengan ibu untuk merawat anak sehari-hari. Namun secara
dukungan sosial, seorang ibu akan lebih banyak mendapatkan dukungan sosial.

Universitas Sumatera Utara

45

Eisenhower (2009) menyatakan bahwa dukungan sosial yang semakin tinggi
maka semakin rendah tingkat stres yang dialami orang tua. Maka didapatkan
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan tinggi atau rendah distress orang tua
ialah dukungan sosial. Responden pada penelitian ini sebagian besar adalah orang
tua yang selalu menunggu anak disekolah baik ayah ataupun ibu. Berdasarkan
pemantauan peneliti, menemukan bahwa para orang tua saling berbagi cerita
bersama selama proses menunggu tersebut dan sangat akrab satu sama lain. Maka
sejalan dengan pendapat diatas, didapatkan bahwa sebagian besar orang tua baik
ayah ataupun ibu memiliki tingkat distress yang sedang, dan terdapat juga orang
tua yang memiliki distress orang tua dalam kategori tinggi karena terdapat banyak
faktor yang mempengaruhinya.
Distress orang tua merupakan sebuah kemampuan orang tua dalam
memenuhi peran sebagai orang tua yang berhubungan dengan karakteristik
individu orang tua. Salah satu karakteristik orang tua tersebut ialah pekerjaan dan
usia. Pada hasil tambahan dari penelitian Andika (2012) menyatakan bahwa
pekerjaan dan usia ibu akan mempengaruhi tingkat parenting stress.Seorang ibu
yang tidak bekerja akan memiliki parenting stress yang lebih besar dan usia ibu
yang lebih dari 40 tahun atau akan memasuki masa usia lanjut awaljuga memiliki
tingkat parenting stress yang lebih besar. Pada penelitian ini ditemukan distress
orang tua yang tingkat tinggi sebesar 11 orang (16,4%) yang terdiri dari 5 orang
yang berusia lanjut awal dan 4 orang yang berusia dewasa akhir. Oleh sebab itu,
penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Andika (2012) dan dapat

Universitas Sumatera Utara

46

dijelaskan bahwa orang tua yang semakin dewasa masih harus tetap belajar untuk
merawat anak Tunagrahita yang lebih baik.
Menjalankan peran sebagai orang tua tentu akan dipengaruhi oleh
penghasilan keluarga dan family cohesion(bentuk perhatian dari keluarga).
Penghasilan keluarga yang cukup dan perhatian dari keluarga tentu akan dapat
menurunkan tingkat stres orang tua dan meningkatkan rasa percaya diri dalam
menjalankan perannya untuk merawat anak Tunagrahita. Penghasilan keluarga
responden pada penelitian ini hampir sama banyak yang berada diatas dan
dibawah

Upah Minimal Kota (UMK) Medan yang mengindikasikan bahwa

sebagian responden akan tercukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
sebagian lagi tidak. Namun berdasarkan hasil yang didapatkan terdapat 6
responden yang memiliki distress orang tua dalam kategori tinggi dengan
penghasilan keluarga di atas UMK Medan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa selain
penghasilan masih terdapat banyak faktor yang mempengaruhi distress orang
tua.
Usia anak Tunagrahita pada penelitian ini tidak terbatas pada usia anak
umumnya (dibawah 18 tahun) karena anak Tunagrahita akan tetap membutuhkan
bimbingan dan pengawasan dari orang tua. Namun dalam penelitian ini terdapat 7
responden yang memiliki tingkat distress orang tua yang tinggi dengan anak usia
diatas 12 tahun. Sedangkan hanya 4 responden yang memiliki tingkat distress
orang tua yang tinggi dengan anak usia di bawah 12 tahun. Berdasarkan hasil ini,
diasumsikan bahwa usia anak yang semakin dewasa akan meningkatkan distress
orang tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dinyatakan Gallagher dan

Universitas Sumatera Utara

47

koleganya (1983) serta Karasavvidis dan koleganya (2011) yaitu ditemukan
bahwa usia anak yang semakin tua dapat memicu parenting stress pada orang tua.
5.2.3.

Perilaku anak yang sulit

Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa orang tua mayoritas memiliki
tingkat perilaku anak yang sulit dalam tingkat sedang. Dari 67 responden, maka
didapatkan hanya 8 orang tua (11,9%) yang mengalami perilaku anak yang sulit
dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku anak yang sulit ini
adalah hal yang mempersulit orang tua dalam mengasuhnya seperti yang
diungkapkan oleh Hassal (2005). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
parenting stress dapat dijelaskan dengan adanya perilaku anak yang sulit,
parental locus of control, dan kepuasan orang tua.
Perilaku anak yang sulit sebagian besar berada pada tingkat yang sedang
yaitu 45 (67,2%). Hal ini menunjukkan bahwa orang tua terkadang masih dapat
menangani perilaku anak, namun di lain waktu sangat sulit untuk menangani
perilaku anak. Perilaku anak yang sulit akan dipengaruhi oleh tingkat
Tunagrahitanya dan juga dari lingkungannya. Pada penelitian ini tidak
mendeskripsikan tingkat Tunagrahita anak, hal ini karena tidak ada data yang
pasti

untuk

mengkategorikan

tingkat

Tunagrahita.

Mengetahui

tingkat

Tunagrahita anak harus melalui pengukuran yang spesifik dengan melihat IQ
anak. Faktor dalam dirinya sendiri atau karena tingkat Tunagrahitanya lebih
dominan dari pada faktor luar atau lingkungan untuk mempengaruhi perilaku anak
Tunagrahita. Seperti pada penjelasan Sofinar (2012) dalam penelitiannya bahwa
akibat dari keterbatasannya tersebut anak Tunagrahita mengalami masalah dalam

Universitas Sumatera Utara

48

menempatkan perilaku yang baik. Maka, semakin tinggi tingkat Tunagrahita anak
akan meningkatkan tingkat perilaku anak yang sulit sehingga parenting stress
pada orang tua akan semakin tinggi juga.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa orang tua yang memiliki anak
Tunagrahita memiliki perilaku anak yang sulit dengan tingkat yang tinggi sebesar
11 orang yang terdiri dari 8 orang tua dengan usia anak di atas 12 tahun dan 6
orang tua dengan usia anak dibawah 12 tahun. Hal ini dapat diasumsikan bahwa
semakin dewasa anak Tunagrahita akan mempengaruhi tingkat perilakunya yang
dianggap sulit. Namun hal ini tidak aakn terlepas pada tingkat kecerdasan anak
tersebut. Oleh karena itu diperlukan juga untuk penelitian selanjutnya dalam
mengidentifikasi tingkat anak Tunagrahita.
Parenting stress yang dialami oleh orang tuaterhadap perilaku anak pada
penelitian ini hanya 14 orang (20,9%) dalam tingkat tinggi. Hal ini bisa terjadi
karena, lebih dari setengah responden menunggu anaknya saat bersekolah dan
selalu tersedia waktu untuk anaknya. Memberikan waktu untuk anak adalah salah
satu hal yang penting untuk dapat mengatasi perilaku anak yang sulit. Hal ini juga
disampaikan oleh Sofinar (2012) dalam hasil penelitiannya tentang perilaku sosial
anak Tunagrahita sedang. Ia menyimpulkan bahwa salah satu kendala yang
dimiliki dalam memodifikasi perilaku anak Tunagrahita ialah kurang ada waktu
yang cukup untuk anak.
Data demografi yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku anak
yaitu status orang tua sebagai ayah dan ibu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Aldosari dan Pufpaff (2014) yang menyatakan bahwa terdapat

Universitas Sumatera Utara

49

perbedaan tingkat stres antara ayah dan ibu dengan anak Intellectual Disabillities.
Hal ini karena ayah lebih berperan untuk memenuhi finansial keluarga sedangkan
seorang ibu akan menjadi primary caregiverbagi anak yang akan lebih
memperhatikan pendidikan anak, perilaku, dan kesulitan fisik lainnya. Sehingga
hal ini membuat tingkat stres ibu lebih tinggi dari ayah dalam menangani perilaku
anak yang sulit.
5.2.4.

Tidak berfungsinya interaksi orang tua-anak

Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari setengah orang tua mengalami tidak
berfungsinya interaksi orang tua-anak dalam tingkat sedang. Hal ini menunjukkan
bahwa orang tua terkadang masih tetap bisa berinteraksi dengan anak namun
mengalami beberapa kesulitan. Anak Tunagrahita memiliki keterbatasan
inteligensi, sosial, dan mental lainnya yang membuat anak akan sulit menerima
informasi, sulit untuk menyesuaikan diri, sulit dalam mengurus diri sendiri, dan
tidak dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk. Selain itu anak
Tunagrahita juga akan mengalami keterbatasan dalam bahasa karena kurangnya
fungsi sistem pusat pengelolaan perbendaharaan kata. Keadaan yang seperti ini
akan menimbulkan kesulitan bagi orang tua untuk berinteraksi dengan anaknya.
Namun keterbatasan yang dimiliki anak Tunagrahita akan dipengaruhi oleh
tingkat Tunagrahitanya. Maka sesuai dengan penjelasan diatas masih terdapat
perilaku anak yang sulit dalam tingkat yang rendah yaitu sebanyak 18 orang
(26,9%) maupun yang tinggi.yaitu sebanyak 9 orang (13,4%)
Berdasarkan hasil pernyataan kuesioner pada bagian tidak berfungsinya
interaksi orang tua-anak yang didapat, bentuk kesulitan yang paling besar adalah

Universitas Sumatera Utara

50

pada bagian pernyataan ke 3, dimana pernyataan ini tentang Child reinforced
parent (anak memberi penguatan pada orang tua)yaituorang tua akan sering marah
ketika anaknya tidak melakukan hal yang diperintahkan. Keadaan ini tentu akan
lebih meningkatkan stres bagi orang tua. Namun sebagai orang tua, tentu akan
memiliki perasaan emosi yang turun naik terhadap anak sepanjang kehidupan
anaknya (Setiono, 2011). Maka sesuai dengan hal ini terdapat tidak berfungsinya
interaksi orang tua-anak dalam tingkat kategori sedang yaitu sebanyak 40 orang
(59,7%).
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa orang tua yang memiliki tingkat yang
tinggi dalam tidak berfungsinya interaksi orang tua-anak sebanyak 9 orang, terdiri
dari 4 orang tua yang berusia dewasa akhir dan 4 orang yang berusia lanjut awal
dan hanya 1 orang tua yang berusia dewasa awal. Hal ini dapat diasumsikan
bahwa semakin dewasa orang tua tidak menjamin dapat berinteraksi dengan anak
lebih baik. Oleh karena itu, sangat diperlukan pembelajaran bagi orang tua untuk
merawat anak Tunagrahita.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada 67 responden di SLB ABC TPI Medan,
maka parenting stress pada orang tua dalam merawat anak Tunagrahita di SLB
ABC TPI Medan berada pada tingkat parenting stress yang sedang. Hal ini
terlihat dari hasil respon terhadap 30 pernyataan yang ada pada kuisioner.
Kuesioner ini menampilkan aspek distress orang tua, perilaku anak yang sulit, dan
tidak berfungsinya interaksi orang tua-anak dalam menentukan parenting stress.
Masing-masing aspek dari parenting stress menunjukkan hasil bahwa pada
kategori sedang
Dari hasil yang diperoleh maka peneliti menyimpulkan bahwa orang tua
sebenarnya memiliki masalah dalam merawat anaknya pada ketiga aspek yaitu
distressorang tua, perilaku anak yang sulit, dan tidak berfungsinya interaksi orang
tua-anak. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua sebenarnya masih bisa
menjalankan peran sebagai orang tua, namun masih mengalami kesulitan. Maka
memiliki anak dengan kondisi berbeda memerlukan pengetahuan untuk dapat
merawatnya.
6.2. Saran
6.2.1.

Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini menjadi masukan untuk meningkatkan peran perawat
dalam memberikan informasi dan pemahaman tentang parenting stress serta
aspek-aspeknya kepada orang tua yang memiliki anak Tunagrahita sehingga

51
Universitas Sumatera Utara

52

selanjutnya dapat menjadi acuan untuk dapat merawat anak yang Tunagrahita
dengan optimal.
6.2.2.

Pelayanan Keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sudah semestinya perawat
berfokus kepada pelayanan yang bersifat preventif dan kuratifyaitu dengan
memahami parenting stress sehingga dapat melihat orang tua dan anak
Tunagrahita secara holistik. Hasil penelitian ini juga sebaiknya terus di eksplorasi
oleh perawat agar dapat memberi pemahaman kepada orang tua untuk merawat
anaknya secara optimal.
6.2.3.

Penelitian Keperawatan

Penelitian ini telah dilakukan secara deskriptif dan penelitian ini tidak
melihat faktor-faktor yang mempengaruhi dan juga tingkat Tunagrahita anak.
Maka untuk peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan topik
yang sama dan ruang lingkup yang sama dengan penelitian ini diharapkan dapat
melihat parenting stress pada orang tua secara kualitatif, mempertimbangkan
tingkat Tunagrahita anak, dan lebih menggunakan referensi yang lebih banyak
serta penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk peneliti selanjutnya. Hasil
penelitian ini juga dapat menjadi asumsi untuk mengetahui teknik mengatasi
berbagai aspek parenting stress pada orang tua dalam merawat anak Tunagrahita.
6.2.4.

Orang tua dari anak Tunagrahita

Untuk orang tua dengan tingkat parenting stress dalam kategori tinggi dan
sedang, diharapkan dapat menerima kondisi anak dan dapat membuka diri untuk
menerima dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya sehingga dapat mengurangi

Universitas Sumatera Utara

53

ataupun menghindari stres pengasuhan yang dialami. Orang tua sebaiknya
membuat perkumpulan dan sering mengikuti kegiatan dari orang tua yang
mempunyai anak Tunagrahita, sehingga orang tua mendapatkan ilmu dan
informasi mengenai anak Tunagrahita dan dapat berbagi cerita dan saran dengan
orang tua lainnya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
acuan membuat suatu instansi bagi orang tua untuk belajar cara merawat anak
Tunagrahita.

Universitas Sumatera Utara