Parenting Stres pada Orang Tua dalam Merawat Anak Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Anak Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan
suatu kondisi anak yang memiliki keterbatasan mental. Banyak istilah yang
digunakan untuk menyatakan keadaan Tunagrahita seperti mental subnormal,
defisit mental, defisit kognitif, cacat mental,
defisiensi mental, terbelakang
mental, lemah ingatan, dan febleminded (Effendi, 2006). Sebelum istilah
Tunagrahita, kata yang menggambarkan kondisi ini ialah Retardasi Mental
(Schalock, Luckasson, & Shogren et al., 2007; Soemantri, 2007). Tunagrahita
ditandai dengan IQ yang kurang atau dibawah rata-rata.
Analisa yang dilakukan Global Burden of Disease (2004 dalam
Kementerian Kesehatan RI, 2014) menyebutkan bahwa penyandang disabilitas di
dunia pada populasi usia 0 tahun sebanyak 5.1% (93 juta orang) dan pada populasi
umur 14 tahun sebanyak 0,7% (13 juta orang).
Jumlah anak Tunagrahita di
Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2009 di Indonesia
penyandang disabilitas sebanyak 0,92 % dari penduduk Indonesia dan meningkat
pada tahun 2012 menjadi sebanyak 2.45% (Badan Pusat Statistik [BPS], 2012
dalam Kementerian Kesehatan RI, 2014). Pernyataan Tula (2015) berdasarkan
data BPS tahun 2012 mengatakan bahwa jumlah Tunagrahita di Indonesia
sebanyak 402.817 orang. Sebanyak 1.71% di Sumatera Utara yang mengalami
disabilitas (BPS, 2012 dalam Kementerian Kesehatan RI, 2014). Hal ini
1
Universitas Sumatera Utara
2
menunjukkan bahwa cukup banyak orang tua yang memiliki anak Tunagrahita di
Indonesia khususnya di Sumatera Utara.
Keluarga dapat mengalami permasalahan dengan adanya anak mereka
yang Tunagrahita. Sejak awal orang tua harus dihadapkan dengan kenyataan
bahwa anak mereka adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus maka orang tua
akan memerlukan waktu untuk menerima keadaan ini. Ketika orang tua
mengetahui anak mereka memiliki keterbatasan maka akan menimbulkan
berbagai perasaan seperti rasa kekecewaan atau tidak sesuai dengan harapan
(Faradina, 2016). Penelitian yang dilakukan Anggraini (2013) menyatakan bahwa
sebanyak 34,5 % orang tua merasa sangat kecewa dan 65,5 % merasa tidak sangat
kecewa karena anaknya tergolong anak disabilitas dan 58,6 % orang tua merasa
malu dengan kondisi anaknya. Orang tua juga merespon keadaan ini dengan
berbeda-beda pada setiap orang tua seperti syok, marah, menyangkal, dan
kesedihan yang mendalam (Kaur, 2013).
Selain pada penerimaan anak Tunagrahita, banyak stresor yang dihadapi
orang tua dalam merawat anak Tunagrahita sehingga akan mempengaruhi
pengasuhan yang diberikan orang tua. Stresor ini akhirnya menjadi parenting
stress pada orang tua dalam merawat anak Tunagrahita. Stressor tersebut seperti
beban waktu, emosi dan finansial orang tua untuk merawat anak Tunagrahita,
keterbatasan anak, dan perilaku anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Belsky’s
(1984), bahwa satu dari tiga faktor yang mempengaruhi pengasuhan orang tua
ialah karakteristik anak. Seperti yang telah diketahui bahwa anak Tunagrahita
Universitas Sumatera Utara
3
memiliki keterbatasan intelektual. Maka anak dengan Tunagrahita dapat
mempengaruhi pengasuhan orang tua.
Faktor finansial mempengaruhi tanggung jawab orang tua untuk
memenuhi kebutuhan anak Tunagrahita yang memerlukan pelayanan pendidikan.
Hal ini seperti yang dinyatakan Brooks (2008 dalam Astriamitha, 2012) bahwa
faktor ekonomi sosial keluarga yang merupakan pendidikan, pendapatan, dan
pekerjaan orangtua akan mempengaruhi stres pada orang tua. Kemudian faktor
anak Tunagrahita yang memiliki batasan untuk melakukan keterampilan dasar
dapat menjadi parenting stresspada orang tua.
Anak Tunagrahita juga dapat
disertai dengan gangguan kepribadian (Wink, Erickson, Chambers, & McDougle,
2010), cemas (Davis, Saeed, & Antonacci, 2008), dan gangguan perilaku terutama
hiperaktif (Totsika, Hastings, Emerson, Berridge, & Lancaster, 2011).
Anak Tunagrahita memiliki masalah dalam berperilaku dan tidak dapat
menyesuaikan diri dengan sosial dan lingkungannya. Penelitian yang dilakukan
Sofinar (2012) menunjukkan bahwa anak Tunagrahita dengan tingkat sedang
dapat memiliki perilaku yang berbeda-beda seperti mau menang sendiri/egois,
suka berbuat kerusakan, tidak mau diam, tidak mau dilarang, pendendam,
pendiam, mudah bosan, dan sayang dengan anak kecil.
Stresor yang ada harus dapat di respon dengan baik oleh keluarga terutama
orang tua dalam merawat anak. Pada dasarnya, anak Tunagrahita masih dapat
dididik khususnya pada tingkat yang masih ringan. Didikan dapat menyebabkan
kemampuan dan perkembangan anak Tunagrahita berkembang. Namun hal ini
harus memiliki lingkungan yang menstimulasi dan dukungan dari orang tua.
Universitas Sumatera Utara
4
Perilaku pengasuhan orang tua yang tepat sangat diperlukan untuk mengasuh anak
Tunagrahita karena dapat mempengaruhi perkembangan dan keberhasilan mereka.
Maka sangat penting bagi orang tua merawat anak Tunagrahita dengan tepat.
Perawatan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan anak akibat keterbatasan
mereka, yaitu mengasuh agar dapat melakukan kegiatan perawatan diri, mobilitas,
dan fungsi sosial (Teles, Rosa, & Rosana, 2016).
Parenting stress pada orang tua akan memiliki dampak yang saling
berkaitan dengan sumber stres tersebut. Parenting stress dapat saling berkaitan
dengan diagnosis, tingkat keparahan anak, perilaku anak, dukungan keluarga,
serta kualitas hubungan suami istri (Karasavvidis, Avgerinou, & Lianou et al.,
2011). Sesuai dengan penelitian lain yang dilakukan Neece, Green, dan Baker
(2012) menyatakan bahwa parenting stress pada orang tua dapat saling
mempengaruhi dengan perilaku anak Tunagrahita. Orang tua juga akan
mengalami masalah fungsi psikologi dalam memberi perawatan pada anak
Tunagrahita, karena ketidakmampuan orang tua dalam memberikan perawatan
untuk anak mereka (Karrasavidis et al., 2011). Hal yang menjadi perhatian ialah
bahwa keadaan parenting stress akan dapat menimbulkan parenting yang bersifat
negatif (Walker, 2000).
Pelayanan pendidikan yang disediakan untuk anak Tunagrahita ialah
sekolah luar biasa. Anak Tunagrahita berada dalam kelas C. Pendidikan ini
bertujuan untuk mengembangkan potensi yang ada pada anak tersebut dan
memandirikan anak (Utina, 2014). Walaupun anak Tunagrahita mendapatkan
pendidikan, namun tidak terbatas oleh usia, melainkan pada kemampuan. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
5
sesuai dengan hasil survei awal peneliti yang mendapatkan informasi bahwa pada
SLB ABC TPI Medan terdapat anak Tunagrahita yang masih bersekolah dengan
usia lebih 20 tahun.Kebutuhan anak untuk tetap bersekolah dapat menjadi stressor
juga bagi orang tua dalam merawat anaknya.
Penelitian-penelitian sebelumnya banyak yang mengkaji terkait parenting
stress pada orang tua yang memiliki anak Tunagrahita. Berdasarkan penelitian
literatur yang dilakukan Karasavvidis dan koleganya (2011), menyatakan bahwa
terdapat kesamaan parenting stress pada tingkat gejala dan dampak dari
disabilitas anak pada budaya Barat dan Timur, namun terdapat perbedaan pada
kategori dukungan sosial yang tersedia untuk orang tua. Penelitian sebelumnya
banyak yang melihat parenting stress pada orang tua dengan anak Tunagrahita
berusia lebih muda atau preshcool (Johnston, Hessl, & Blasey et al., 2003;
Astriamitha, 2012). Namun pada penelitian lainnya juga ditemukan bahwa usia
anak yang semakin tua dapat memicu parenting stress pada orang tua (Gallagher,
Beckman, & Cross, 1983; Karasavvidis et al., 2011).
Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti mengambil sampel penelitian
ini pada komunitas orang tua yang anaknya bersekolah di SLB ABC Taman
Pendidikan Islam (TPI) Medan. Hal ini disebabkan karena terdapat anak
Tunagrahita yang berusia di bawah dan di atas 12 tahun dan sekolah ini
merupakan sekolah yang dengan mudah dijangkau oleh peneliti untuk melakukan
penelitian dengan batas waktu yang ditentukan. Selain itu komunitas akan sulit
ditemukan di masyarakat karena tersebar luas. Maka peneliti tertarik untuk
Universitas Sumatera Utara
6
mengetahui parenting stress pada orang tua dalam merawat anak Tunagrahita di
SLB ABC Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini ialah
“Bagaimana parenting stresspada orang tua dalam merawat anak
Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan?”. Parenting
stress ini ditinjau dari tingkat perilaku anak yang sulit, distress orang tua, dan
tidak berfungsinya interaksi orang tua-anak serta melihat parenting stresspada
orang tua yang memiliki anak Tunagrahita berusia di bawah dan diatas 12 tahun
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengidentifikasi parenting
stress pada orang tua dalam merawat anak Tunagrahita di SLB ABC Taman
Pendidikan Islam (TPI) Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini ialah :
1. Untuk mengidentifikasi parenting stresspada orang tua dalam
merawat anak Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam
(TPI) Medan yang dilihat dari tingkat distress orang tua.
2. Untuk mengidentifikasi parenting stresspada orang tua dalam
merawat anak Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam
(TPI) Medan yang dilihat dari tingkat perilaku anak yang sulit.
Universitas Sumatera Utara
7
3. Untuk mengidentifikasi parenting stresspada orang tua dalam
merawat anak Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam
(TPI) Medan yang dilihat dari tingkat tidak berfungsinya interaksi
orang tua-anak.
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Bagi pendidikan keperawatan
Penelitian ini berguna sebagai bahan literaturuntuk pendidikan keperawatan
jiwa dan komunitas dalam mengedukasi orang tua dengan anak Tunagrahitauntuk
mengetahui parenting stresspada orang tua sehingga dapat menjadi pengetahuan
bagi orang tua untuk merawat anak Tunagrahita dengan baik.
1.4.2. Bagi pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi praktisi perawat dalam
melihat orang tua secara holistic untuk mengedukasi orang tua dalam memberi
perawatan pada anak dengan Tunagrahita agar tercapai perawatan orang tua yang
maksimal terhadap anak Tunagrahita.
1.4.3. Bagi penelitian keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi dasar atau asumsi untuk penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan pengasuhan orang tua seperti untuk mengetahui teknik
mengatasi berbagai aspek parenting stress pada orang tua dalam merawat anak
Tunagrahita.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Anak Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan
suatu kondisi anak yang memiliki keterbatasan mental. Banyak istilah yang
digunakan untuk menyatakan keadaan Tunagrahita seperti mental subnormal,
defisit mental, defisit kognitif, cacat mental,
defisiensi mental, terbelakang
mental, lemah ingatan, dan febleminded (Effendi, 2006). Sebelum istilah
Tunagrahita, kata yang menggambarkan kondisi ini ialah Retardasi Mental
(Schalock, Luckasson, & Shogren et al., 2007; Soemantri, 2007). Tunagrahita
ditandai dengan IQ yang kurang atau dibawah rata-rata.
Analisa yang dilakukan Global Burden of Disease (2004 dalam
Kementerian Kesehatan RI, 2014) menyebutkan bahwa penyandang disabilitas di
dunia pada populasi usia 0 tahun sebanyak 5.1% (93 juta orang) dan pada populasi
umur 14 tahun sebanyak 0,7% (13 juta orang).
Jumlah anak Tunagrahita di
Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2009 di Indonesia
penyandang disabilitas sebanyak 0,92 % dari penduduk Indonesia dan meningkat
pada tahun 2012 menjadi sebanyak 2.45% (Badan Pusat Statistik [BPS], 2012
dalam Kementerian Kesehatan RI, 2014). Pernyataan Tula (2015) berdasarkan
data BPS tahun 2012 mengatakan bahwa jumlah Tunagrahita di Indonesia
sebanyak 402.817 orang. Sebanyak 1.71% di Sumatera Utara yang mengalami
disabilitas (BPS, 2012 dalam Kementerian Kesehatan RI, 2014). Hal ini
1
Universitas Sumatera Utara
2
menunjukkan bahwa cukup banyak orang tua yang memiliki anak Tunagrahita di
Indonesia khususnya di Sumatera Utara.
Keluarga dapat mengalami permasalahan dengan adanya anak mereka
yang Tunagrahita. Sejak awal orang tua harus dihadapkan dengan kenyataan
bahwa anak mereka adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus maka orang tua
akan memerlukan waktu untuk menerima keadaan ini. Ketika orang tua
mengetahui anak mereka memiliki keterbatasan maka akan menimbulkan
berbagai perasaan seperti rasa kekecewaan atau tidak sesuai dengan harapan
(Faradina, 2016). Penelitian yang dilakukan Anggraini (2013) menyatakan bahwa
sebanyak 34,5 % orang tua merasa sangat kecewa dan 65,5 % merasa tidak sangat
kecewa karena anaknya tergolong anak disabilitas dan 58,6 % orang tua merasa
malu dengan kondisi anaknya. Orang tua juga merespon keadaan ini dengan
berbeda-beda pada setiap orang tua seperti syok, marah, menyangkal, dan
kesedihan yang mendalam (Kaur, 2013).
Selain pada penerimaan anak Tunagrahita, banyak stresor yang dihadapi
orang tua dalam merawat anak Tunagrahita sehingga akan mempengaruhi
pengasuhan yang diberikan orang tua. Stresor ini akhirnya menjadi parenting
stress pada orang tua dalam merawat anak Tunagrahita. Stressor tersebut seperti
beban waktu, emosi dan finansial orang tua untuk merawat anak Tunagrahita,
keterbatasan anak, dan perilaku anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Belsky’s
(1984), bahwa satu dari tiga faktor yang mempengaruhi pengasuhan orang tua
ialah karakteristik anak. Seperti yang telah diketahui bahwa anak Tunagrahita
Universitas Sumatera Utara
3
memiliki keterbatasan intelektual. Maka anak dengan Tunagrahita dapat
mempengaruhi pengasuhan orang tua.
Faktor finansial mempengaruhi tanggung jawab orang tua untuk
memenuhi kebutuhan anak Tunagrahita yang memerlukan pelayanan pendidikan.
Hal ini seperti yang dinyatakan Brooks (2008 dalam Astriamitha, 2012) bahwa
faktor ekonomi sosial keluarga yang merupakan pendidikan, pendapatan, dan
pekerjaan orangtua akan mempengaruhi stres pada orang tua. Kemudian faktor
anak Tunagrahita yang memiliki batasan untuk melakukan keterampilan dasar
dapat menjadi parenting stresspada orang tua.
Anak Tunagrahita juga dapat
disertai dengan gangguan kepribadian (Wink, Erickson, Chambers, & McDougle,
2010), cemas (Davis, Saeed, & Antonacci, 2008), dan gangguan perilaku terutama
hiperaktif (Totsika, Hastings, Emerson, Berridge, & Lancaster, 2011).
Anak Tunagrahita memiliki masalah dalam berperilaku dan tidak dapat
menyesuaikan diri dengan sosial dan lingkungannya. Penelitian yang dilakukan
Sofinar (2012) menunjukkan bahwa anak Tunagrahita dengan tingkat sedang
dapat memiliki perilaku yang berbeda-beda seperti mau menang sendiri/egois,
suka berbuat kerusakan, tidak mau diam, tidak mau dilarang, pendendam,
pendiam, mudah bosan, dan sayang dengan anak kecil.
Stresor yang ada harus dapat di respon dengan baik oleh keluarga terutama
orang tua dalam merawat anak. Pada dasarnya, anak Tunagrahita masih dapat
dididik khususnya pada tingkat yang masih ringan. Didikan dapat menyebabkan
kemampuan dan perkembangan anak Tunagrahita berkembang. Namun hal ini
harus memiliki lingkungan yang menstimulasi dan dukungan dari orang tua.
Universitas Sumatera Utara
4
Perilaku pengasuhan orang tua yang tepat sangat diperlukan untuk mengasuh anak
Tunagrahita karena dapat mempengaruhi perkembangan dan keberhasilan mereka.
Maka sangat penting bagi orang tua merawat anak Tunagrahita dengan tepat.
Perawatan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan anak akibat keterbatasan
mereka, yaitu mengasuh agar dapat melakukan kegiatan perawatan diri, mobilitas,
dan fungsi sosial (Teles, Rosa, & Rosana, 2016).
Parenting stress pada orang tua akan memiliki dampak yang saling
berkaitan dengan sumber stres tersebut. Parenting stress dapat saling berkaitan
dengan diagnosis, tingkat keparahan anak, perilaku anak, dukungan keluarga,
serta kualitas hubungan suami istri (Karasavvidis, Avgerinou, & Lianou et al.,
2011). Sesuai dengan penelitian lain yang dilakukan Neece, Green, dan Baker
(2012) menyatakan bahwa parenting stress pada orang tua dapat saling
mempengaruhi dengan perilaku anak Tunagrahita. Orang tua juga akan
mengalami masalah fungsi psikologi dalam memberi perawatan pada anak
Tunagrahita, karena ketidakmampuan orang tua dalam memberikan perawatan
untuk anak mereka (Karrasavidis et al., 2011). Hal yang menjadi perhatian ialah
bahwa keadaan parenting stress akan dapat menimbulkan parenting yang bersifat
negatif (Walker, 2000).
Pelayanan pendidikan yang disediakan untuk anak Tunagrahita ialah
sekolah luar biasa. Anak Tunagrahita berada dalam kelas C. Pendidikan ini
bertujuan untuk mengembangkan potensi yang ada pada anak tersebut dan
memandirikan anak (Utina, 2014). Walaupun anak Tunagrahita mendapatkan
pendidikan, namun tidak terbatas oleh usia, melainkan pada kemampuan. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
5
sesuai dengan hasil survei awal peneliti yang mendapatkan informasi bahwa pada
SLB ABC TPI Medan terdapat anak Tunagrahita yang masih bersekolah dengan
usia lebih 20 tahun.Kebutuhan anak untuk tetap bersekolah dapat menjadi stressor
juga bagi orang tua dalam merawat anaknya.
Penelitian-penelitian sebelumnya banyak yang mengkaji terkait parenting
stress pada orang tua yang memiliki anak Tunagrahita. Berdasarkan penelitian
literatur yang dilakukan Karasavvidis dan koleganya (2011), menyatakan bahwa
terdapat kesamaan parenting stress pada tingkat gejala dan dampak dari
disabilitas anak pada budaya Barat dan Timur, namun terdapat perbedaan pada
kategori dukungan sosial yang tersedia untuk orang tua. Penelitian sebelumnya
banyak yang melihat parenting stress pada orang tua dengan anak Tunagrahita
berusia lebih muda atau preshcool (Johnston, Hessl, & Blasey et al., 2003;
Astriamitha, 2012). Namun pada penelitian lainnya juga ditemukan bahwa usia
anak yang semakin tua dapat memicu parenting stress pada orang tua (Gallagher,
Beckman, & Cross, 1983; Karasavvidis et al., 2011).
Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti mengambil sampel penelitian
ini pada komunitas orang tua yang anaknya bersekolah di SLB ABC Taman
Pendidikan Islam (TPI) Medan. Hal ini disebabkan karena terdapat anak
Tunagrahita yang berusia di bawah dan di atas 12 tahun dan sekolah ini
merupakan sekolah yang dengan mudah dijangkau oleh peneliti untuk melakukan
penelitian dengan batas waktu yang ditentukan. Selain itu komunitas akan sulit
ditemukan di masyarakat karena tersebar luas. Maka peneliti tertarik untuk
Universitas Sumatera Utara
6
mengetahui parenting stress pada orang tua dalam merawat anak Tunagrahita di
SLB ABC Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini ialah
“Bagaimana parenting stresspada orang tua dalam merawat anak
Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan?”. Parenting
stress ini ditinjau dari tingkat perilaku anak yang sulit, distress orang tua, dan
tidak berfungsinya interaksi orang tua-anak serta melihat parenting stresspada
orang tua yang memiliki anak Tunagrahita berusia di bawah dan diatas 12 tahun
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengidentifikasi parenting
stress pada orang tua dalam merawat anak Tunagrahita di SLB ABC Taman
Pendidikan Islam (TPI) Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini ialah :
1. Untuk mengidentifikasi parenting stresspada orang tua dalam
merawat anak Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam
(TPI) Medan yang dilihat dari tingkat distress orang tua.
2. Untuk mengidentifikasi parenting stresspada orang tua dalam
merawat anak Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam
(TPI) Medan yang dilihat dari tingkat perilaku anak yang sulit.
Universitas Sumatera Utara
7
3. Untuk mengidentifikasi parenting stresspada orang tua dalam
merawat anak Tunagrahita di SLB ABC Taman Pendidikan Islam
(TPI) Medan yang dilihat dari tingkat tidak berfungsinya interaksi
orang tua-anak.
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Bagi pendidikan keperawatan
Penelitian ini berguna sebagai bahan literaturuntuk pendidikan keperawatan
jiwa dan komunitas dalam mengedukasi orang tua dengan anak Tunagrahitauntuk
mengetahui parenting stresspada orang tua sehingga dapat menjadi pengetahuan
bagi orang tua untuk merawat anak Tunagrahita dengan baik.
1.4.2. Bagi pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi praktisi perawat dalam
melihat orang tua secara holistic untuk mengedukasi orang tua dalam memberi
perawatan pada anak dengan Tunagrahita agar tercapai perawatan orang tua yang
maksimal terhadap anak Tunagrahita.
1.4.3. Bagi penelitian keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi dasar atau asumsi untuk penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan pengasuhan orang tua seperti untuk mengetahui teknik
mengatasi berbagai aspek parenting stress pada orang tua dalam merawat anak
Tunagrahita.
Universitas Sumatera Utara