Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
Pirdot adalah nama tanaman liar yang tumbuh di dekat aliran air atau
ditempat lembab/teduh. Nama lain dari Pirdot ini di daerah desa Girsang sering
disebut dengan Garuan.
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Berikut adalah sistematika daun pirdot :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Magnoliopsida/ Dicotyledoneae


Bangsa

: Theales

Suku

: Actinidiacae

Marga

: Saurauia

Spesies

: Saurauia vulcani Korth

2.1.2 Morfologi tumbuhan
Tumbuhan pirdot tumbuh di dekat aliran air atau di tempat yang lembab dan
teduh. Pirdot mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut: berbentuk pohon
namun memiliki dahan yang gampang patah. Daunnya berukuran lebar dengan

lebar 12-15 cm dan panjang 27-29 cm dan memiliki dua sisi warna yang berbeda.
Sisi daun bagian atas berwarna hijau dan sisi daun bagian bawah berwarna
kecoklatan. Pirdot memiliki buah kecil yang jika sudah matang buahnya dapat
dimakan. Buah yang matang berisi lendir bening dan biji-biji kecil halus (seperti
biji dalam buah naga).

5

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Kandungan kimia
Tumbuhan pirdot (Saurauia vulcani Korth) berdasarkan penelitian
sebelumnya

mengandung

flavonoida,

glikosida,


saponin,

tanin

dan

steroid/triterpenoid (Andriani, 2015).
2.1.3.1. Flavonoida
Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang mengandung 15
atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu
dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau
tidak dapat membentuk cincin ketiga, pada umumnya tersebar luas pada
tumbuhan hijau (Markham, 1988).
Umumnya senyawa flavonoida dalam tumbuhan terikat dengan gula disebut
sebagai glikosida dan aglikon. Flavonoida yang berbeda-beda mungkin saja
terdapat pada satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh
karena itu dalam menganalisis flavonoida biasanya lebih baik memeriksa aglikon
yang telah dihidrolisis dibandingkan dalam bentuk glikosida dengan kerumitan
strukturnya


(Harborne,

1987).

Flavonoida

berkhasiat

sebagai

antifungi,

antioksidan, antibakteri dan antiinflamasi (Robinson, 1995).
2.1.3.2. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpenoida dan sterol. Senyawa golongan ini
banyak terdapat pada tumbuhan tinggi, merupakan senyawa dengan rasa yang
pahit dan mampu membentuk larutan koloidal dalam air serta menghasilkan busa
jika dikocok dalam air. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan, bersifat
seperti sabun dan dapat di uji berdasarkan kemampuannya membentuk busa.
Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada

waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya

6

Universitas Sumatera Utara

saponin (Harbone, 1987). Senyawa ini dapat mengiritasi membran mukosa dan
pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisa sel darah merah. Saponin
dapat menurunkan tegangan permukaan dari larutan berair sehingga dalam bidang
farmasi digunakan sebagai penstabil sediaan suspensi (Tyler, 1976).
2.1.3.3. Tanin
Tanin didefinisikan sebagai makromolekul senyawa fenolik yang larut
dalam air yang mempunyai sifat khusus yaitu kemampuannya mengendapkan
alkaloid, gelatin dan protein lainnya. Metabolit sekunder ini dibagi menjadi 2
kelompok utama yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
Penyebarannya hampir pada semua tumbuhan dan biasanya terdapat pada
bagian daun, buah, akar serta batang. Tanin dan senyawa turunannya bekerja
dengan jalan menciutkan selaput lendir pada saluran pencernaan dan di bagian
kulit yang luka. Pada perawatan untuk luka bakar, tanin dapat mempercepat
pembentukan jaringan yang baru sekaligus dapat melindunginya dari infeksi atau

sebagai antiseptik (Tyler, 1976). Menurut batasannya tanin dapat bereaksi dengan
protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam industri,
tanin mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang protein. Tanin dapat diidentifikasi dengan
cara penambahan pereaksi ferri klorida, menghasilkan warna hijau kehitaman atau
biru kehitaman (Harborne, 1987).
2.1.3.4 Steroida/triterpenoida
Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentano
perhidrofenantren dan merupakan senyawa organik yang berasal dari hewan dan
tumbuhan dan dengan struktur inti molekulnya C27, tetrasiklin dengan susunan 3
cincin segi enam dan 1 cincin segi lima. Triterpenoid adalah senyawa yang

7

Universitas Sumatera Utara

kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isopren dan secara biosintesis
diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen (Harbone, 1987).
2.1.3.5. Glikosida
Glikosida adalah suatu senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan

bagian gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon. Gula
yang dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa, dan lain sebagainya. Jika
bagian gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida, sedangkan jika bagian
gulanya selain glukosa disebut glikosida.

2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Ditjen POM RI, 1995).
Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloida, flavonoid dan lain-lain. Setelah diketahui senyawa aktif
yang dikandung oleh simplisia akan memudahkan pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah
ditembus oleh pelarut, karena itu proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai

sangat halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar sulit untuk

8

Universitas Sumatera Utara

ditembus oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai sangan halus (Depkes,
2000).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu:
1.

Cara dingin
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari:

a. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak

(perkolat).
2. Cara panas
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari :
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
b. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40-50oC).
d. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 9698oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

9

Universitas Sumatera Utara

e. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur
sampai titik didih air (Depkes, 2000).


2.3 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat
tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya. Simplisia hewani adalah simplisia
yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh
hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan adalah simplisia yang
berupa bahan pelikan yang belum diolah dengan cara sederhana atau belum
berupa zat kimia murni (Depkes RI., 2000).
Simplisia sebagai produk hasil petanian atau pengumpulan dari tumbuhan
liar memiliki kandungan kimia yang tidak terjamin selalu konstan karena adanya
variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara) panen, serta proses
pasca panen dan preparasi akhir. Variasi kandungan senyawa dalam produk hasil
panen tumbuhan obat disebabkan oleh beberapa aspek sebagai berikut (Depkes
RI., 2000):
a. Genetik (bibit)

b. Lingkungan (tempat tumbuh, iklim)
c. Rekayasa agronomi (fertilizer, perlakuan selama masa tumbuh)
d. Panen (waktu dan pasca panen)

10

Universitas Sumatera Utara

Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang dapat
menentukan mutu simplisia dalam artian, yaitu komposisi senyawa kandungan
kontaminasi dan stabilitas bahan (Depkes RI, 2000).

2.4 Sterilisasi
Steril merupakan keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik
yang menimbulkan penyakit maupun tidak menimbulkan penyakit, sedangkan
sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril
(Syamsuni, 2006).
Peralatan yang dipergunakan dalam uji antibakteri harus dalam keadaan
steril, artinya pada peralatan tersebut tidak didapatkan bakteri, baik yang akan
merusak media dan proses yang sedang berlangsung.
Sterilisasi didapatkan melalui sterilisasi, cara sterilisasi yang umum
dilakukan antara lain :
a. Sterilisasi secara fisik, misalnya dengan pemanasan penggunaan sinar
gelombang pendek seperti sinar X, sinar gamma dan sinar ultra violet.
b. Sterilisasi secara kimiawi, dengan menggunakan desinfektan dan larutan
alkohol (Pratiwi, 2008).
2.4.1 Sterilisasi dengan pemanasan secara kering
Pemanasan secara kering menggunakan alat yang dinamakan dengan oven,
yaitu lemari pengering dengan dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan
lubang tempat keluar masuknya udara, dan dipanaskan dengan gas atau listrik
(Depkes RI, 1979). Selain dengan oven, sterilisasi dengan pemanasan secara
kering bisa dilakukan dengan pemijaran. Pemijaran dilakukan dengan memakai
api gas dengan nyala api tidak berwarna atau api dari lampu spiritus. Cara ini
sangat
11

Universitas Sumatera Utara

sederhana, cepat dan menjamin sterilisasi bahan atau alat yang disterilkan, tetapi
penggunaannya terbatas hanya untuk beberapa alat atau bahan saja. Biasanya alatalat yang disterilkan dengan pemijaran ini antara lain benda-benda logam (pinset,
penjepit krus), tabung reaksi, mulut wadah seperti erlemeyer, botol dan lainnya.
Sedangkan mortar dan stamfer disiram dengan alkohol kemudian dibakar
(Syamsuni, 2006).
2.4.2 Sterilisasi dengan pemanasan secara basah
Sterilisasi dengan pemanasan secara basah menggunakan temperatur di atas
100°C dilakukan dengan uap yaitu menggunakan autoklaf. Prinsip autoklaf adalah
terjadinya koagulasi protein yang cepat dalam keadaan basah dibandingkan
keadaan kering. Siklus sterilisasi dengan pemanasan secara basah meliputi tahap
pemanasan, tahap sterilisasi dan tahap pendinginan (Pratiwi, 2008).

2.5 Bakteri
Bakteri merupakan suatu organisme prokariot yang berarti tidak mempunyai
inti sel sejati. Struktur sel yang paling penting adalah dinding sel yang bersifat
kaku dan berfungsi untuk mempertahankan bentuknya dan melindungi sel dari
perubahan tekanan osmotik antara sel dengan lingkungannya. Bakteri pada
umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 μm kali 2,0-5,0 μm. Berdasarkan proses
pewarnaan gram, bakteri dibagi menjadi dua golongan yaitu bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu
kristal violet yang menyebabkan warna ungu, sedangkan bakteri gram negatif
menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan menyebabkannya berwarna merah.
Perbedaan hasil dalam pewarnaan gram disebabkan perbedaan struktur, terutama
dinding sel kedua bakteri tersebut (Waluyo, 2010).

12

Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Morfologi bakteri
Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu:
a. Bentuk basil
Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk batang atau silinder,
membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun bentuk rantai pendek atau
panjang. Bentuk basil dapat dibedakan atas:
- Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul.
- Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul.
- Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung tajam.

Gambar 2.1 Bakteri bentuk basil

Adapun contoh bakteri dengan bentuk basil yaitu Eschericia coli, Bacillus
anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella dysentriae (Pelczar, dkk.,1986).
b. Bentuk kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang
hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan. Bentuk kokus ini dapat
dibedakan atas:
- Monokokus yaitu sel bakteri kokus yang tunggal
- Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua.
- Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.
- Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan membentuk anggur.
13

Universitas Sumatera Utara

- Streptokokus yaitu kokus yang bergandengan panjang menyerupai rantai.
- Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.

Gambar 2.2 Bakteri bentuk kokus

Contoh bakteri dengan bentuk kokus yaitu Staphylococcus aureus, Sarcina luten,
Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis (Volk dan Wheeler, 1993).
c. Bentuk spiral
Bakteri dalam bentuk spiral apat dibedakan sebagai berikut:
- Spiral yaitu menyerupai spiral atau lilitan.
- Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.
- Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam
kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.

Gambar 2.3 Bakteri bantuk spiral

Contoh: Vibrio cholerae, Spirochaeta palida (Volk dan Wheeler, 1993).

14

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Fase pertumbuhan mikroorganisme
Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase
log (fase esksponensial), fase stasioner dan fase kematian.
- Fase lag
Fase lag atau fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada
suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak ada peningkatan jumlah sel, yang
ada hanya peningkatan ukuran sel. Lama fase tergantung pada kondisi dan jumlah
awal mikroorganisme dan media pertumbuhan mikroorganisme. Pada fase ni
mikroorganisme belum berkembang biak, tetapi aktivitas metabolismenya sangat
tinggi. Fase ini merupakan persiapan untuk fase berikutnya (Pratiwi, 2008).
- Fase log (fase eksponensial)
Fase ini merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah
pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat
media, dan kondisi pertumbuhan. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan
adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme
yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil
metabolisme bakteri yang bersifat racun dapat menganggu pertumbuhan bakteri
(Pratiwi, 2008).
- Fase stationer
Pada

fase ini

pertumbuhan mikroorganisme berhenti

dan

terjadi

keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.
Pada fase ini, terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Adanya kehilangan
sel yang lambat karena kematian diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru
melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang dilepaskan oleh sel-sel
yang mati karena lisis (Pratiwi, 2008).

15

Universitas Sumatera Utara

- Fase kematian
Pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat. Konsentrasi produk buangan
yang bersifat toksis meningkat dan ketersediaan makanan untuk bakteri menurun.
Jumlah bakteri yang mati meningkat dengan cepat. Sebagian bakteri terlihat
berbeda dari bakteri yang sehat pada fase log. Perubahan morfologi bakteri juga
terlihat seperti bakteri semakin panjang, terlihat bercabang (Pratiwi, 2008).
2.5.3 Uraian bakteri
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh :
1. Zat makanan (nutrisi)
Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen,
sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga
dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Pelczar,
dkk.,1986).
2. Keasaman dan kebasaan (pH)
Bakteri patogen untuk pertumbuhannya pada pH 7,2-7,6.
3. Temperatur
Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi
kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30oC,
dengan temperatur optimum umtuk pertumbuhannya adalah 10-20oC.
b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5-60oC,
temperatur optimum adalah 25-40oC.
c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur optimum
adalah 55-65oC (Pelczar, dkk.,1986).

16

Universitas Sumatera Utara

4. Oksigen
Pembagian bakteri berdasarkan kebutuhan oksigen adalah:
a. Aerobik, yaitubakteri yangmembutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya.
b. Anaerobik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.
c. Anaerobik fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun
tanpa oksigen.
d. Mikroaerofilik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit
oksigen.
5. Tekanan osmosa
Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis
terhadap isi sel bakteri (Pelczar,dkk.,1986).
6. Kelembapan
Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada
lingkungan yang lembap. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya
(Pelczar, dkk.,1986)
Berdasarkan pengecatan Gram, maka bakteri dapat dibedakan menjadi dua
bagian (Pratiwi, 2008) yaitu :
1. Bakteri Gram positif, yaitu bakteri yang memberikan warna ungu saat diwarnai
dengan zat warna pertama (kristal violet) dan setelah dicuci dengan alkohol,
warna ungu tersebut akan tetap kelihatan. Kemudian ditambahkan zat warna
kedua (safranin), warna ungu pada bakteri tidak berubah.
2. Bakteri Gram negatif, yaitu bakteri yang yang memberikan warna ungu saat
diwarnai dengan zat warna pertama (kristal violet) namun setelah dicuci
dengan alkohol, warna ungu tersebut akan hilang. Kemudian ditambahkan zat
warna kedua (safranin) akan menghasilkan warna merah.

17

Universitas Sumatera Utara

2.5.3.1 Uraian Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan sel gram positif, berbentuk bulat dengan
diameter 0,4-1,2 µm (rata-rata 0,8 µm) dengan koloni, biasanya tersusun dalam
rangkaian tak beraturan seperti anggur, tahan hidup dalam lingkungan yang
mengandung garam dengan konsentrasi tinggi (Jawetz, et al., 2005), berwarna
kuning dan bersifat saprobe atau patogen (Dwidjoseputro, 1978).
Sistematika Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1978)
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Famili

: Micrococcacea

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus

Morfologi Staphylococcus aureus (Jawetz, et al., 2005)
a. Ciri-ciri bakteri Staphylococcus aureus
Sel berbentuk bola dengan diameter rata sekitar 1μm dan tersusun dalam
kelompok-kelompok tak beraturan. Pada biakan cair terlihat dalam bentuk kokus
tunggal,

berpasangan,

berbentuk

tetrad

dan

berbentuk

rantai.

Bakteri

Staphylococcus aureus tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
b. Biakan Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada kebanyakan perbenihan bakteri
dalam keadaan aerobik atau mikroaerofilik dan tumbuh paling cepat pada suhu
37°C, tidak membentuk spora, katalase positif, oksidasi negatif. Koloni pada
perbenihan berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Bakteri ini
membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua.

18

Universitas Sumatera Utara

2.5.3.2 Uraian Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dan
hidupnya aerobik atau anaerobik fakultatif yang habitat alaminya adalah usus
besar manusia dan hewan, bergerak dengan flagel yang peritrik atau tidak
bergerak dan memiliki kemampuan menguraikan glukosa dan menghasilkan gas.
Bakteri ini dapat berubah menjadi patogen bila hidup di luar usus. E.coli tumbuh
pada suhu antara 10-400C, dengan suhu optimumnya 370C (Jawetz, et al., 2005).
Sistematika Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1978)
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Odo

: Eubacteriales

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Escherichia

Spesies

: Escherichia coli

2.6 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengukuran aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan metode difusi
atau dengan metode dilusi.
a. Cara difusi
Metode yang digunakan adalah cakram kertas, silinder gelas/logam dan
pencetak lubang yang diletakkan pada media agar padat yang telah dicampurkan
dengan mikroba uji dan zat yang bersifat antimikroba diteteskan ke dalam
pencadang kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Selanjutnya
diamati adanya area (zona) jernih di sekitar pencadang yang menunjukkan tidak
adanya pertumbuhan mikroba dan ini digunakan untuk mengukur kekuatan
hambatan obat (Dzen,2003).
19

Universitas Sumatera Utara

b. Cara dilusi
Metode ini digunakan untuk menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM)
dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari zat antimikroba. Metode ini
menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah mikroba
uji. Tabung diuji dengan zat antimikroba yang telah diencerkan secara serial. Seri
tabung diinkubasi pada suhu ± 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya
kekeruhan pada tabung. Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih
diinokulasikan pada media agar padat, diinkubasikan pada suhu ± 37oC selama
18-24 jam. Lalu diamati ada tidaknya mikroba yang tumbuh (Dzen, 2003).

2.7 Mekanisme Kerja Antibakteri
Berbagai faktor yang mempengaruhi penghambatan mikroorganisme
mencakup kepadatan populasi mikroorganisme, kepekaan terhadap bahan
antimikroba, volume bahan yang disterilkan, lamanya bahan antimikroba
diaplikasikan pada mikroorganime, konsentrasi bahan antimikroba, suhu dan
kandungan bahan organik (Lay, 1994). Semua substansi yang diketahui memiliki
kemampuan untuk menghalangi pertumbuhan organisme lain khususnya
mikroorganisme disebut sebagai antibiotik. Antibiotik berdasarkan spektrum atau
kisaran kerja dapat diklasifikasikan menjadi antibiotik berspektrum sempit
(narrow spectrum) yang hanya mampu menghambat atau membunuh segolongan
jenis bakteri saja dan antibiotik berspektrum luas (broad spectrum) yang dapat
menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun gram
negatif. Berdasarkan mekanisme kerja, antibiotik dibedakan menjadi lima, yaitu
antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel, perusakan
membran plasma, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam
nukleat dan penghambatan sintesis metabolit esensial (Pratiwi, 2008).
20

Universitas Sumatera Utara

2.8 Proses Pewarnaan Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif
Langkah dalam proses pewarnaan bakteri Gram positif dan bakteri Gramnegatif dapat dilakukan dalam beberapa langkah yang ditunjukkan dalam Tabel
2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1 Proses pewarnaan bakteri Gram-positif dan Gram negatif
Prosedur Pewarnaan Gram
1. Ungu kristal Gram (suatu
partikel zat warna kecil).
2. Iodium Gram (suatu bahan
yang
menyebabkan
terbentuknya kompleks atau
mordant).
3. Pengaburan warna alkohol
aseton.
4. Counterstain (zat warna
tandingan) Safranin (zat
warna merah pucat).

Gram positif

Gramnegatif

Ungu tua (partikel
zat warna kecil)
Ungu
tua
(kompleks
zat
warna besar)

Ungu tua (partikel zat
warna kecil)
Ungu tua (kompleks
zat warna besar)

Ungu

Tidak berwarna

Ungu/biru

Merah/merah muda

21

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

4 78 71

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

2 59 77

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 53 68

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 82 96

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Nipah (Nypa fruticans Wurmb) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

23 113 70

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

4 10 16

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

1 2 2

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

6 30 4

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

2 8 3

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

0 0 20