Gambaran Asupan Tiamin pada Siswa yang Mengalami Obesitas diSMP Santo Thomas 1 Medan Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Obesitas

2.1.1. Definisi Obesitas
Obesitas adalah keadaan dimana terjadi penumpukan terlalu banyak atau
akumulasi lemak yang abnormal yang dapat mempengaruhi kesehatan (WHO,
2014).
Obesitas adalah sebuah kondisi klinis yang berhubungan dengan kelainan
metabolik, seperti resistensi insulin, diabetes mellitus tipe – 2, steatosis,
hipertensi, dan dislipidemia (Tanaka et al., 2010).

2.1.2. Penyebab dan Faktor Risiko Obesitas
Menurut Kopelman (2000), obesitas bukanlah suatu kelainan tunggal,
melainkan kelainan heterogen dengan penyebab yang multipel, diantaranya :
1.

Genetik


2.

Faktor lingkungan

3.

Energi ekspenditur

4.

Asupan energi

5.

Budaya

6.

Nutrisi pada masa fetal

Selain faktor di atas, faktor lain yang menyebabkan terjadinya obesitas

adalah: faktor psikis, kesehatan, obat-obatan, dan perkembangan (Muwakhidah
dan Dian, 2008).

2.1.3. Kriteria Obesitas pada Anak
Menurut Hutahaean (2014), untuk mengetahui apakah seorang anak
obesitas atau tidak, maka terlebih dahulu dihitung IMT anak tersebut. Cara
mengukur dan menginterpretasikan kalkulasi IMT untuk anak ialah sebagai
berikut.Pertama ialah mengukur BB dan TB dengan akurat. Kedua menghitung

Universitas Sumatera Utara

IMT dengan rumus : BB/TB2 (kg/m2). Tahap ketiga yaitu meninjau ulang hasil
persentil IMT berdasarkan usia.
Persentil IMT berdasarkan usia digunakan untuk menafsirkan nilai IMT.
Kriteria IMT pada anak berdasarkan usia dan jenis kelamin. Kriteria ini berbeda
dari yang digunakan untuk menginterpretasikan IMT pada dewasa yang tidak
mengambil perhitungan berdasarkan usia atau jenis kelamin. Usia dan jenis
kelamin dipertimbangkan untuk anak-anak dikarenakan ada dua alasan yaitu

jumlah lemak tubuh berbeda-beda sesuai usia dan jumlah lemak tubuh berbeda
antara laki-laki dan perempuan.
Tahap keempat adalah menentukan tingkat obesitas.Untuk anak-anak pada
masa tumbuh kembang (2-20 tahun), penentuan obesitas ditentukan menggunakan
grafik CDC 2000 (terlampir).Setelah data dimasukkan ke grafik maka dapat
ditentukan posisi persentilnya.Untuk persentil ke 85-95 dikategorikan dalam
overweight dan untuk persentil ≥ 95 dikategorikan dalam obesitas.
Tabel 2.1. Kategori Status Berat Badan pada Anak (2-20 Tahun)
Kategori

Rentang Persentil

Underweight

Kurang dari persentil ke- 5

Normal

Antara persentil ke – 5 hingga kurang dari persentil ke – 85


Overweight

Antara persentil ke – 85 hingga kurang dari persentil ke – 95

Obesitas

Sama dengan atau lebih dari persentil ke – 95

Sumber : Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2000

2.1.4. Dampak Obesitas
Menurut Budiyanto (2002), kegemukan (obesitas) dapat menimbulkan
terjadinya berbagai macam jenis penyakit yang serius, antara lain :
1.

Diabetes Mellitus (DM)

2.

Hipertensi (tekanan darah tinggi) dan stroke


Universitas Sumatera Utara

3.

Gangguan ortopedi

4.

Penyakit jantung

5.

Coronary Artery Disease

6.

Penyakit Ginjal

7.


Gall bladder disorder dan bahkan risiko kematian

Obesitas pada anak sampai saat ini masih merupakan masalah yang
kompleks.Penyebabnya

multifaktorial

sehingga

menyulitkan

penatalaksanaannya.Obesitas pada anak berisiko tinggi menjadi obesitas pada
masa dewasa dan berpotensi mengalami berbagai penyebab penyakit dan
kematian karena masalah kardiovaskuler dan diabetes mellitus (Lumoindong,
Umboh, dan Masloman, 2013).
Menurut CDC (2014), obesitas pada anak memiliki dampak segera dan
dampak jangka panjang terhadap kesehatan.
1.


Dampak segera / immediate effects
a.

Peningkatan faktor risiko penyakit kardiovaskuler, seperti kolesterol dan
tekanan darah tinggi. Pada sampel dari populasi anak usia 5-17 tahun,
70% anak obesitas setidaknya memiliki satu faktor risiko untuk penyakit
kardiovaskuler.

b.

Remaja obesitas memiliki kecenderungan menjadi pradiabetes, yaitu
suatu kondisi dimana kadar gula darahnya mengindikasikan risiko yang
cukup tinggi untuk berkembang menjadi diabetes.

c.

Anak-anak dan remaja obesitas berisiko tinggi mendapat masalah tulang
dan persendian, sleep apnea, dan masalah psikologika seperti
stigmatisasi dan harga diri.


2.

Dampak jangka panjang / long-term effects
a.

Anak-anak dan remaja obesitas sama seperti orang dewasa yang obesitas,
bahkan lebih berisiko terhadap masalah kesehatan orang dewasa, seperti
penyakit jantung, diabetes tipe – 2, stroke, beberapa jenis kanker, dan
osteoartritis. Sebuah penelitian menunjukkan anak yang mengalami

Universitas Sumatera Utara

obesitas mulai usia 2 tahun cenderung menjadi obesitas pada saat
beranjak dewasa.
b.

Overweight dan obesitas dikaitkan dengan peningkatan berbagai tipe
kanker,

diantaranya


kanker

yang

menyerang

payudara,

kolon,

endometrium, esofagus, ginjal, pankreas, gall bladder, tiroid, ovarium,
serviks, dan prostat, multiple myeloma, dan limfoma Hodgkin.

Tidak hanya berdampak terhadap fisik, obesitas juga turut mempengaruhi
psikologis seseorang, khususnya anak. Berdasarkan artikel oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (2013), dampak kegemukan pada psikologis anak
antara lain rasa percaya diri yang rendah dan lebih lanjut dapat menyebabkan
stres. Sering kali anak-anak yang punya masalah obesitas menjadi sasaran
intimidasi, baik secara fisik maupun psikis (bullying) berupa cemoohan dan

diskriminasi dari teman-teman sebayanya karena “bentuk fisik berbeda”.

2.1.5. Pencegahan Obesitas
CDC (2014) menyatakan ada beberapa cara untuk mencegah terjadi
obesitas, diantaranya :
1.

Gaya hidup yang sehat, makanan yang sehat dan aktivitas fisik, dapat
menurunkan risiko obesitas dan perkembangan penyakit-penyakit yang
terkait.

2.

Kebiasaan makan dan aktivitas fisik pada anak dan remaja dipengaruhi oleh
faktor sosial, seperti keluarga, komunitas, sekolah, perlindungan anak,
penyedia layanan kesehatan, keagamaan, pemerintah, media, serta industri
makanan dan hiburan.

3.


Sekolah memainkan peranan penting dalam membangun lingkungan yang
baik dan sesuai dengan peraturan dan praktik yang mendukung kebiasaan
hidup sehat. Sekolah juga menyediaan kesempatan untuk siswanya belajar
dan mempraktikkan tentang makanan sehat dan kebiasaan berolahraga.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Tiamin
2.2.1. Struktur dan Sifat Kimia Tiamin
Tiamin relatif mempunyai susunan kimia yang sederhana, terdiri dari
sebuah pirimidin dan suatu cincin tiazol. Dalam dunia perdagangan tiamin
tersedia dalam bentuk hidrokhlorid, kristal putih yang padat dan stabil dalam
bentuk kering, larut dalam air dan agak larut dalam 95% alkohol. Dalam larutan
asam, vitamin B1 tersebut sangat stabil pada temperatur sampai 120ºC.Dalam
larutan biasa vitamin pecah sangat cepat apalagi dengan pemanas (Soehardjo, dan
C.M. Kusharto, 2010).

Gambar 1. Struktur Kimia Tiamin

2.2.2. Fungsi Tiamin
Bentuk koenzim aktif utama tiamin adalah tiamin difosfat (TPP),
fungsinya antara lain (Grober, 2013):
1.

Metabolisme karbohidrat/energi (mitokondria)
a.

Penggabungan

metabolit

karbohidrat

dalam

siklus

asam

sitrat

(trikarboksilat) melalui dekarboksilasi oksidasi piruvat (hasil akhir
glikolisis) menjadi asetil-KoA yang dimediasi oleh asam alfalipoat/piruvat dehidrogenase bergantung tiamin (pyruvate dehydrogenase
– PDH).
b.

Konversi alfa-ketoglutarat menjadi suksinil-KoA yang dimediasi oleh
asam alfa-lipoat/alfa-ketoglutarat dehidrogenase bergantung tiamin
(siklus asam sitrat).

Universitas Sumatera Utara

c.

Jalur pentosa fosfat (transketolase bergantung tiamin) : Pembentukan
NADP untuk biosintesis reduktif dan pembentukan pentosa (misalnya
ribosa-5-fosfat) untuk sintesis ribonukleotida berenergi tinggi (misalnya
ATP, GTP).

2.

Penghambatan glikosilasi protein (pembentukan AGE) dan aktivasi faktor
transkripsi NF-kB yang diinduksi oleh AGE (benfotiamin).

3.

Sistem saraf : Stimulasi/konduksi impuls pada sistem saraf pusat/perifer,
metabolisme neurotransmiter sistem serotonergik, adrenergik, dan kolinergik
(misalnya pelepasan asetilkolin), efek antinosiseptif.

4.

Metabolisme asam amino : Degradasi asam amino rantai-bercabang, seperti
leusin, isoleusin, dan valin.

5.

Sistem imun.
Walaupun tiamin dibutuhkan dalam metabolism lemak, protein, dan asam

nukleat, peran utamanya adalah dalam metabolisme karbohidrat (Almatsier,
2004).
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah banyak dilakukan, tiamin yang
dikonsumsi dalam jumlah tertentu dapat mencegah timbulnya katarak, komplikasi
penyakit diabetes dan vaskular.Tiamin juga digunakan sebagai terapi pada
beberapa penyakit seperti Alzheimer, penyakit jantung kongestif, kanker, penyakit
metabolik, maple syrup urine disease,tiamin – responsive megaloblastic anemia,
(Linus Pauling Institute, 2013).

2.2.3. Sumber Tiamin
Kebanyakan makanan hanya mengandung sedikit tiamin.Namun, tiamin
dapat ditemukan dalam makanan yang diperkaya, seperti roti dan sereal.Sumber
tiamin ini adalah ragi, daging babi, tanaman polong, dan gandum.Kekurangan
tiamin terjadi bila makanan tersebut tidak terdapat dalam menu makanan seharihari.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Nilai Vitamin B1 (Tiamin) Berbagai Bahan Makanan (mg/100gr)
Bahan Makanan

Mg

Bahan Makanan

Mg

Ragi

6000

Kacang kedelai

0,93

Beras tumbuk

0,34

Kacang hijau

0,64

Beras giling

0,26

Kacang merah

0,60

Beras merah

0,34

Kacang panjang

0,33

Beras ketan hitam tumbuk

0,24

Tempe kedelai murni

0,17

Jagung kuning

0,12

Daging sapi muda

0,14

Havermouth

0,60

Hati ayam

0,36

Roti gandum utuh

0,14

Hati sapi

0,30

Roti biasa

0,10

Jantung

0,35

Ubi jalar merah

0,13

Ginjal

0,30

Kacang kapri

0,34

Kuning telur bebek

0,60

Daun kacang panjang

0,28

Kuning telur ayam

0,27

Taoge kacang kedelai

0,23

Ikan selar segar

0,37

Sumber : Daftar Analisis Bahan Makanan, FK UI, 1992 dan Food Composition
Table for Use in East Asia, FAO, 1972 dalam Buku A-Z Multivitamin untuk
Anak dan Remaja

2.2.4. Asupan Harian yang Dianjurkan
Menurut Kim (2013), kebutuhan tiamin bergantung kepada banyak faktor;
pada orang yang sehat, dibutuhkan sekitar 0,5 mg tiamin per 1000 kalori yang
dikonsumsi, dikarenakan vitamin B1 dibutuhkan untuk metabolisme energi. Maka,
kebutuhan bergantung kepada berat badan, jumlah konsumsi kalori, dan jumlah
vitamin B1 yang disintesis oleh bakteri usus, yang mana sangat bervariasi pada
tiap individu.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk tiamin:
Dietary Reference Intakes (DRI)
Kelompok Usia
AKG (mg/hari)
Bayi
0 – 6 bulan
0,2
7 – 12 bulan
0,2
Anak
1 – 3 tahun
0,5
4 – 8 tahun
0,6
Laki-laki
9 – 13 tahun
0,9
14 – 18 tahun
1,2
19 – 30 tahun
1,2
31 – 50 tahun
1,2
51 – 70 tahun
1,2
>70 tahun
1,2
Perempuan
9 – 13 tahun
0,9
14 – 18 tahun
1,0
19 – 30 tahun
1,1
31 – 50 tahun
1,1
51 – 70 tahun
1,1
>70 tahun
1,1
Hamil
≤ 18 tahun
1,4
19 – 30 tahun
1,4
31 – 50 tahun
1,4
Menyusui
≤ 18 tahun
1,4
19 – 30 tahun
1,4
31 – 50 tahun
1,4
Sumber : Food and Nutrition Board, Institute of Medicine, National Academies
dalam Buku Nutrition for Health, Fitness, & Sport Ed.8

Universitas Sumatera Utara

2.3.

Obesitas dan Tiamin
Kejadian malnutrisi umumnya sering dikaitkan dengan penyakit dan/atau

keadaan gizi buruk.Selama beberapa tahun terakhir, penelitian semakin banyak
menunjukkan bukti bahwa obesitas juga dapat berhubungan dengan defisiensi zat
gizi yang penting. Prevalensi defisiensi mikronutrien lebih tinggi pada individu
yang mengalami obesitas dibanding individu dengan berat badan normal pada usia
dan jenis kelamin yang sama. Beberapa mikronutrien tersebut diantaranya:
zinkum, selenium, folat, tiamin atau vitamin B1, B12, A, E, dan D (DammsMachado, 2012).
Kimmons (2006) melaporkan lebih dari 60% penduduk Amerika mengalami
overweight atau obesitas, suatu kondisi yang dikaitkan dengan peningkatan risiko
hipertensi, dislipidemia, diabetes tipe-2, penyakit jantung coroner, dan kanker
tertentu. Pada individu overweight atau obesitas dengan konsumsi total energi
yang adekuat, level mikronutrien yang rendah merupakan hasil dari asupan nutrisi
(makanan, suplemen) yang tidak adekuat dan/atau berhubungan dengan
penyerapan atau metabolisme nutrien.
Aspek overweight atau obesitas dilaporkan telah mengubah absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan/atau ekskresi mikronutrien.Metabolisme tiamin pada
orang obesitas mengalami perubahan, yang mengarah pada penurunan penyerapan
seluler dan peningkatan konservasi intraseluler.Menurut penelitian pada orang
obesitas yang dilakukan oleh Patrini, Griziotti, dan Ricciardi (2004), kelebihan
berat badan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan energi pada subjek obesitas
mengarahkan kita untuk menyadari fakta bahwa subjek obesitas mengkonsumsi
tiamin relatif sedikit dibanding kebutuhannya.

Universitas Sumatera Utara