Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Percut Daerah Irigasi Bandar Sidoras Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Irigasi
Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan
dan saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian. Kata irigasi
berasal dari kata irrigate dalam bahasa Belanda dan irrigation dalam bahasa
Inggris (Mawardi, 2007).
Air merupakan faktor yang penting dalam bercocok tanam. Selain jenis
tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh sifat dan jenis
tanah, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara bercocok tanam, luas areal
pertanaman, topografi, periode tumbuh dan sebagainya. Cara pemberian air irigasi
pada tanaman padi, tergantung

pada umur dan varietas padi yang ditanam

(Mawardi, 2007).
Sistem irigasi di Indonesia dikembangkan untuk mengairi persawahan,
walaupun tidak semua persawahan yang ada sekarang ini dilayani oleh sistem
irigasi. Persawahan itu sendiri dikembangkan secara bertahap sejalan dengan
kemampuan masyarakat setempat menanggapi umpan balik yang berasal dari
lingkungan produksi (Pasandaran, 1991).

Sistem irigasi dibagi menjadi dua yaitu Irigasi Pedesaan dan Irigasi
Pekerjaan Umum (PU) atau Negara. Irigasi pedesaan yaitu suatu sistem irigasi
yang dibangun oleh masyarakat dan pengelolaan seluruh bagian jaringan
dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat. Irigasi PU adalah suatu sistem irigasi
yang dibangun oleh pemerintah dimana pengelolaan jaringan utama yang terdiri
dari bendung, saluran primer, saluran sekunder dan seluruh bangunan dilakukan

5
Universitas Sumatera Utara

6

oleh negara, dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum atau Pemerintah Daerah
setempat, dan jaringan tersier dikelola oleh masyarakat tani (Pasandaran, 1991).
Irigasi yang dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah mulai dari
perencanaan, perancangan, konstruksi hingga pengelolaan, sekarang telah
menerapkan teknologi mutakhir. Penggunaan sistem informasi geografis, peta
indera-jauh yang dikoreksi dengan peta terestris untuk perencanaan dan
perancangan irigasi sudah lama diterapkan. Apalagi elemen organisasi teknologi
yang menyatukan kegiatan petugas dengan masyarakat petani pemakai air dalam

penjatahan dan pemanfaatan air, masih jauh dari memadai. Akibatnya nilai
kesepadanan teknologi dari sistem irigasi yang dikembangkan dan juga dikelola
pemerintah tersebut sangat rendah (Pusposutardjo, 2001).
Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi yang dipergunakan untuk membawa dan mengagih air dari
sumbernya ke pemakai atau pemanfaat (petani) merupakan suatu sistem yang
utuh. Sistem tersebut merupakan bagian dari sistem A-PI-P-T-A. Jaringan irigasi
A-PI-P merupakan subsistem jaringan utama, jaringan P-T merupakan subsistem
jaringan tersier ke orde yang lebih awal, dan subsistem T-A merupakan jaringan
drainase. Dasar perancangan jaringan irigasi yang pada waktu sekarang ini lebih
ditekankan pada pemenuhan persyaratan teknik hidrolika dan hidrologi serta
persyaratan ekonomi saja, belum dapat mencukupi kebutuhan persyaratan
keberlanjutan suatu sistem irigasi (Pusposutardjo, 2001).
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) yang dimaksud dengan
jaringan irigasi yaitu prasarana irigasi yang pada pokoknya terdiri dari bangunan
dan saluran pemberi air pengairan beserta perlengkapannya. Berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

7


pengelolaannya dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi
tersier.
1. Jaringan Irigasi Utama :
Meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder
termasuk bangunan-bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan
saluran pembuang. Bangunan utama merupakan bangunan yang mutlak
diperlukan bagi eksploitasi meliputi bangunan pembendung, bangunan
pembagi, dan bangunan pengukur.
2. Jaringan Irigasi Tersier
Merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai air luar dari
bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan kuarter termasuk
bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap
lainnya yang terdapat di petak tersier.
Jaringan irigasi tersier atau jaringan tersier dikelola oleh petani pemakai
air. Dengan demikian struktur jaringan yang ada di lapangan (aktual)
mencerminkan pilihan terbaik bagi petani dari jaringan tersier yang paling sesuai
dengan kepentingan mereka. Untuk menelaah bentuk perubahan struktur jaringan
tersier sesuai dengan kehendak petani, dibandingkan antara struktur jaringan
sebelum direhabilitasi dan setelah direhabilitasi dengan peran serta petani pemakai

air (Pusposutardjo, 2001).
Sifat Fisik Tanah
Ditinjau dari sifat fisiknya, tanah adalah benda alami yang bersifat
komplek, heterogen, tersusun dari tiga fase yaitu fase padat (butir-butir bahan
anorganik dan lapukan bahan organik); fase gas (udara); dan fase cair (air tanah).

Universitas Sumatera Utara

8

Bagian padat terdiri dari bahan anorganik dan bahan organik. Bagian gas adalah
udara tanah, sedang bagian cair adalah tanah yang mengandung bahan-bahan
terlarut didalamnya (Yuliprianto, 2010).
Beberapa sifat fisik tanah yaitu: struktur tanah, tekstur tanah, warna tanah,
temperatur tanah, tata air dalam tanah dan sebagainya, namun yang terpenting
adalah struktur tanah dan teksturnya (Yuliprianto, 2010).
Tekstur Tanah
Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang
mengacu pada kehalusan atau kekerasan tanah. Lebih khasnya tekstur adalah
perbandingan relatif pasir, debu dan tanah liat. Partikel debu terasa halus seperti

tepung dan mempunyai sedikit kecenderungan untuk saling melekat atau
menempel pada partikel lain. Tanah dengan kapasitas terbesar untuk menahan air
melawan tarikan gravitasi merupakan ciri utama tanah liat. Tanah berdebu
mempunyai kapasitas besar untuk menyimpan air yang tersedia untuk
pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang bertekstur lebih halus, kadar air pada
tegangan air yang sama lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur kasar. Dengan
demikian tanah bertekstur halus lebih kuat menahan air dibanding tanah yang
bertekstur kasar (Foth, 1994).
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan
kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan
mempengaruhi

kemampuan

tanah

menyimpan

dan


menghantarkan

air,

menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Tanah berpasir memiliki porositas
rendah ( 1 maka
akan terjadi penggerusan, dan jika m < 1 maka akan terjadi pengendapan. Maka
melalui nilai m ini kondisi saluran dapat diprediksi terjadi penggerusan atau
pengendapan.
Kecepatan minimum yang diizinkan atau kecepatan tanpa pengendapan
(nonsliting velocity) merupakan kecepatan terendah yang tidak menimbulkan
sedimentasi dan mendorong pertumbuhan tanaman air dan ganggang. Kecepatan
ini sangat tidak menentu dan nilainya yang tepat tidak dapat ditentukan dengan
mudah. Bagi air yang tidak mengandung lanau (silk), hal ini tidak membawa
pengaruh besar kecuali terhadap pertumbuhan tanaman. Umumnya dapat
dikatakan bahwa kecepatan rata-rata 2 sampai 3 kali per detik dapat digunakan
bila persentase lanau ditunjukkan dalam saluran kecil tidak kurang dari 2,5 kaki
per detik dapat mencegah pertumbuhan tanaman air yang dapat mengurangi
kapasitas saluran tersebut (Chow, 1997).
Kemiringan Saluran

Persoalan kedudukan saluran dalam berbagai segi serupa dengan persoalan
letak jalan raya, tetapi pemecahannya dapat lebih sulit karena kemiringan dasar
saluran haruslah selalu mengarah ke bawah dan perubahan kemiringan yang

Universitas Sumatera Utara

26

berkali-kali (dan demikian juga perubahan penampangnya) haruslah dihindari.
Dalam batasan topografi, jalur saluran yang pasti ditentukan oleh kemiringan yang
dapat diterima. Kemiringan yang berlebihan dapat mengakibatkan kecepatan yang
cukup untuk menggerus dasar dari sisi saluran. Kecepatan yang mengakibatkan
mulainya penggerusan tergantung pada jenis bahan dasar dan bentuk penampang
saluran. Tanah berbutir halus biasanya tergerus oleh kecepatan yang lebih rendah
daripada untuk tanah berbutir kasar, tetapi tidak selalu demikian, karena adanya
bahan-bahan perekat pada tanah yang bersangkutan dapat sangat meningkatkan
daya tahannya terhadap penggerusan (Linsley and Franzini, 1991).
Kemiringan memanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf
muka air yang diperlukan. Ketinggian taraf muka air ini direncanakan berdasarkan
tinggi air di sawah yang diperlukan yang selanjutnya dihitung berdasarkan

kehilangan tinggi tekan di setiap bangunan dan di sepanjang saluran. Kemiringan
talud saluran bergantung kepada jenis tanah, kedalaman saluran, dan terjadinya
rembesan saluran. Kemiringan minimum talud saluran pembawa untuk jenis tanah
lempung pasiran, tanah pasiran kohesif yaitu 1,5 – 2,5. Untuk jenis tanah pasir
lanauan 2 – 3 dan untuk jenis batu < 0,25 (Mawardi, 2007).
Rancangan SaluranTersier Daerah Irigasi Bandar Sidoras
Pengendapan sedimen dan penggerusan di saluran pembawa dapat terjadi
akibat perubahan kapasitas debit. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian
hilir dari jaringan saluran dapat menimbulkan terjadinya pengendapan sedimen.
Untuk itu dalam desain harus disyaratkan bahwa pengendapan dan penggerusan
setempat di setiap potongan melintang harus seimbang sepanjang tahun. Agar
terjadi keseimbangan tersebut maka dalam desain ditentukan perbandingan

Universitas Sumatera Utara

27

kedalaman air (h) dengan lebar dasar (b), (h:b) dan kemiringan memanjang
saluran (i). Perbandingan antara kedalaman air dengan dasar saluran (h:b) tersebut
berkisar antara 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4; dan 4,5 serta 5, 6,8, 10, dan 12 yang

tergantung pada besarnya debit saluran dari 0,0050 m3/dt sampai dengan 80 m3/dt.
Bentuk penampang melintang saluran untuk mengalirkan air dengan penampang
sekecil mungkin bentuk penampang basah yang paling baik adalah bentuk
setengah lingkaran. Dalam praktek bentuk ini sulit dibangun sehingga bentuk
yang lazim digunakan yaitu bentuk trapesium (Mawardi, 2007).
Secara umum, pengendapan dapat mengubah saluran yang sangat tidak
beraturan menjadi cukup beraturan dan memperkecil n, sedangkan penggerusan
dapat berakibat sebaliknya dan memperbesar n. Namun efek utama dari
pengendapan akan tergantung pada sifat alamiah bahan yang diendapkan.
Endapan yang tidak teratur seperti gelombang pasir dan alur-alur pasir
menjadikan saluran tidak beraturan dan kekasaran meningkat. Besar dan
keserbasamaan penggerusan akan tergantung pada bahan pembentuk keliling
basah. Sebab itu, bahan yang berpasir atau berkerikil akan tererosi secara lebih
seragam dibandingkan dasar yang berlempung. Pengendapan lanau hasil erosi di
hulu akan cenderung memperbaiki ketidakteraturan saluran dibandingkan dengan
tanah liat. Energi yang dipakai untuk menggerus dan mengangkut bahan dalam
suspensi atau menggulingkannya sepanjang dasar saluran juga memperbesar nilai
n. Efek penggerusan tidak terlalu nyata selama erosi pada dasar saluran yang
diakibatkan oleh kecepatan air yang tinggi berlangsung secara terus menerus dan
serba sama (Chow, 1997).


Universitas Sumatera Utara

28

Menurut Hansen, dkk (1992) tepi saluran tanah biasanya dibuat miring
sedemikian rupa seperti kemampuan tanah berdiri bila keadaan basah. Kemiringan
tepi (�) berbeda dari tiga horizontal dan satu vertikal (bagi material yang sangat
stabil). Hubungan antara lebar dasar saluran (B) dengan kedalaman pada saluran
tanah (d) ditentukan sesuai dengan keadaan topografi. Lebar dasar saluran dapat
lebih kecil dari kedalamannya atau dapat sepuluh kali atau lebih besar dari
kedalamannya. Potongan melintang hidrolik terbaik pada keadaan bangunan yang
sesuai adalah :
B = 2d tan

θ

2

………………………………………………………………….(25)


Universitas Sumatera Utara