Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Tiris Sopi dalam Perkawinan Adat di Desa Romkisar T2 752015010 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Maluku merupakan salah satu Propinsi di Indonesia yang masih kental dengan

adat dan budaya.Banyaknya pulau-pulau kecil di propinsi Maluku sehingga Maluku
juga dikenal dengan propinsi seribu pulau.Salah satu budaya yang masih kental di
Maluku, khususnya Kabupaten Maluku Barat Daya adalah budaya ritual tiris
sopi.Budaya tiris sopi merupakan budaya penghargaan terhadap leluhur yangtelah
memperkenalkan budaya ini sebagai lambang kepercayaan adatyang dibingkai dalam
kehidupan budaya yang dianut oleh masyarakat Kecamatan Mdona Hyera Kabupaten
Maluku Barat Daya.
Secara harafiah tirisadalah menghilangkan airnya dengancarameneteskan terusmenerus, atau meteskan air sedikit demi sedikit, (bocor, merembes, menetes,
menitik).1 Sedangkan secara etimologis, sopi atau tua menu sekian dari namalokal
untuk minuman khas tradisional yang diproduksi secara turun temurun oleh
masyarakat yang ada diberbagai pulau di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan juga di
propinsi Maluku (pulau kisar). Minumam tradisional adalah minuman yang
dihasilkan oleh pengolahan yang berasal daripohon kelapa, koli, enau, atau racikan

lainnya seperti, sopi, bobo, balo, tuak, sageru.2
Pentingnya tiris sopi bagi masyarakat Mdona Hyera menyebabkan, budaya ini
telah menyatu dalam berbagai aktivitas masyarakat.Misalnya kematian, orang sakit,
1

Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), 674.
Elcid Li, dkk. Industrialisasi Sopi di NTT Yang Berkelanjutan (Towards the
sustainability of NTT Sopi).Briefing Paper 001, January 2013 | www.irgsc.org.diunduh, 16 Agustus 2016.
2Dominggus

konflik, upacara perkawinan adat, upacara pelantikan kepala klan (kepala soa/mata
rumah) 3upacara pelantikan kepala desa, pembangunan rumah tinggal, pembangunan
tempat ibadah, mencari nasib di rantau; seperti studi lanjut, tes TNI, Polri, dan lain
sebgainya.
Umumnya sebagai masyarakat yang berbudaya, maka sudah tentu selalu
berupaya untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya yang ada yang
kemudian diharapkan dapat mewariskannya dari generasi ke generasi.Pewarisan
nilai-nilai budaya dimaksudkan agar generasi sekarang dapat mengenal dan
mengetahui sejarah itu sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh
E.B. Taylor seperti yang dikutip oleh Soerjono bahwa, kebudayaan adalah kompleks

yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral hukum, adat istiadat dan
lain-lain. Kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.4Selain itu Eugenedalam Sastrosupono mengatakan
bahwa, kebudayaan adalah semua hal yang merupakan kelakuan manusia,
kebudayaan adalah perilaku manusia yang diajarkan terus menerus dari generasi
yang satu ke generasi berikutnya.5
Koentjaraningrat menguraikan tentang wujud kebudayaan menjadi 3 macam,
yaitu:6
1)

Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sebagainya.

3

Suatu kelompok masyarakat yang terdiri dari beberapa marga.Pemimpin dari kelompok ini
(kepala soa/mata rumah) biasanya ditentukan berdasarkan garis keturunan.
4
SoerjonoSoekanto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Grafindo Persada, 2005), 111.
5

Suprihadi Sastrosupono, Menghampiri Kebudayaan, (Bandung: Alumi, 1982), 50.
6
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1989), 40

2

2)

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat.

3)

Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan.Sifatnya abstrak, tak dapat
diraba dan difoto, letaknya dalam alam pikiran manusia.Di mana kebudayaan ideal
ini banyak tersimpan dalam arsip kartu komputer, dan sebagainya.Ide-ide dan
gagasan manusia ini banyak yang hidup dalam masyarakat, sehingga gagasan itu
tidak terlepas satu sama lain melainkan saling berkaitan menjadi satu sistem yang

disebut sistem budaya atau cultural sytem, sedangkan dalam bahasa Indonesia
disebut adat istiadat.
Wujud kedua adalah yang disebut sistem sosial atau sosial system, yaitu
mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri.Sistem sosial ini terdiri dari aktifitasaktifitas manusia yang berinteraksi satu dengan lainnya dari waktu ke waktu, yang
selalu menurut pola tertentu, sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa
diobservasi, difoto dan didokumentir.
Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik
karya manusia dalam masyarakat.Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang
bisa diraba, difoto dan dilihat.Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam
kehidupan masyarakat tidak terpisah satu dengan yang lainnya.Kebudayaan ideal dan
adat istiadat mengatur dan mengarahkan tindakan manusia baik gagasan, tindakan
dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan secara fisik.Sebaliknya
kebudayaan fisik membentuk lingkungan hidup tertentu yang makin menjauhkan

3

manusia dari lingkungan alamnya sehingga bisa mempengaruhi pola berpikir dan
berbuatnya.
Dalam konteks masyarakat Romkisar kebudayaan dipahami sebagai hasil karya
atau cipta dari para leluhur yang hidup dalam komunitas masyarakat adat.Hal ini

berarti tiris sopi merupakan hasil dari kebudayaan yang diciptakan oleh para leluhur
yang mendiami daerah tersebut (Romkisar) ratusan tahun yang lalu.Sebagai hasil
kebudayaan setempat,tiris sopi tetap dipertahankan sebagai suatu bentuk adat istiadat
atau kebudayaan.
Ditinjau dari dimensi wujudnya menurut Koentjaningrat yang dikutip oleh
Widiarto bahwa, kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu, wujud sebagai suatu
kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia atau ide-ide manusia, dan wujud
sebagai suatu kompleks aktivitas atau tingkah laku manusia, serta wujud sebagai
benda-benda atau fisik. Budaya dalam wujud benda bersifat statis, sedangkan budaya
dalam bentuk kompleksitas gagasan dan kompleksitas aktivitas bersifat dinamis yang
di dalamnya berisi sistem nilai yang masih dipegang teguh masyarakat
pendukungnya, nilai-nilai ini menjadi pedoman untuk bertingkah laku.7
Bagian dari sistem nilai budaya yang lebih terbatas dan lebih khusus lagi tetapi
juga merupakan pedoman hidup sebagian dari suatu masyarakat adalah sistem
kepercayaan atau keyakinan, sistem ini berhubungan dengan bagian dari sistem
religi.Sistem kepercayaan atau religi adalah rangkaian keyakinan dari suatu
kelompok masyarakat manusia terhadap sesuatu yang (dianggap mempunyai
kekuatan) gaib.Oleh sebab itu, di dalam sistem religi juga termasuk berbagai

7


Tri Widiarto, Pengantar Antropologi Budaya, (Salatiga: Widya Sari Pres, 2005), 13

4

aktivitas upacara religius serta sarana yang berfungsi melaksanakan komunikasi
antara manusia dengan (kekuatan dalam) alam gaib.8
Bagi masyarakat pendukung suatu kebudayaan, sistem nilai budaya sering
dijadikan world view atau pandangan hidup.Dengan demikian pandangan hidup suatu
masyarakat berisi sebagian dari nilai-nilai yang telah terpilih yang dianut oleh
individu atau sebagian masyarakat tersebut.9Dalam pandangan masyarakat Romkisar
bahwa melalui ritual tiris sopi, mereka dapat mempertahankan nilai-nilai budaya
yang merupakan peninggalan leluhur bagi mereka dalam membentuk identitas
masyarakat Romkisar yang ditandai dengan sistem kepercayaan melalui ritus
kehidupan mereka.
Ritus atau ibadat adalah bagian dari tingkah-laku keagamaan yang aktif dan
dapat diamati.Dengan demikian sifat sakral pada ritus seperti halnya benda-benda
sakral, tidak tergantung kepada ciri hakikinya tetapi kepada mental dan sikap-sikap
emosional kelompok (masyarakat) terhadapnya dan kepada konteks sosiokultural di
tempat dilaksanakannya ritus tersebut.Jadi salah satu fungsi penting ritus adalah

memperkuat keyakinan terhadap adanya dunia yang gaib dan memberikan cara-cara
pengungkapan emosi keagamaan secara simbolik.10
Berdasarkan pengertian ritus tersebut maka, dapat dilihat pula apa itu ritual
tiris sopi di Maluku khususnya Kabupaten Maluku Barat Daya, Kecamatan Mdona
Hyera atau sering disebut pulau Luang-Sermatang yang terdiri dari dari 10 desa dan
3 dusun. Pada umumnya, pulau Luang-Sermatang ini memiliki kekhasan budaya
yang sama salah satunya yaitu budaya ritual tiris sopi. Namun dalam penulisan ini,
8

Widiarto, Pengantar Antropologi Budaya,13-14.
Kasmun Saparaus, Dasar-dasar Antropologi Budya, (Salatiga: Satya Wacana Press, 2000), 18.
10
Elizabeth Nottingham, Agama dan Masyarakat, (Jakarta: Rajawali, 1985), 5-9.

9

5

penulis dapat membatasi lokasi penelitian yaitu, penulis hanya meneliti di salah satu
desa yaitu desa Romkisar.

Pemilihan lokasi tersebut mengingat bahwa latar belakang identitas penulis
juga berasal dari desa tersebut sehingga dapat mempermudah jalannya penelitian dan
memperoleh informasi-informasi yang berkaitan dengan sakralnya ritual tiris sopi
sebagai warisan nilai-nilai sejarah dari leluhur. Disamping karena minat dari penulis
sendiri maka penulis memilih tentang sakralnya ritual tiris sopi dalam permasalah
masyarakat Romkisar berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, bahwa masyarakat Romkisar adalah salah satu komunitas yang
mengakui bahwa ritual tersebut ada unsur sakral yang menjadikan mereka patuh
terhadap peninggalan leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya.
Kedua, bahwa hingga beberapa saat belakangan ini, ada pergeseran nilai dari
ritual tersebut yang memuat perhatian dikalangan masyarakat setempat dalam hal
memandang ritualtiris sopi sebagai peninggalan leluhur yang kaya akan makna sosial
di antara orang basudara, serta lebih lanjut kepada kesakralan dari ritual ini oleh
tokoh-tokoh adat yang dimanfaatin secara negatif untuk tujuan-tujuan tertentu yang
dindikasikan dapat berdampak pada perubahan sosial bagi generasi berikutnya.
Ketiga, bahwa sebagai anak negeri ketika meneliti ritual tiris sopidan
kesakralannya sebagai arus sejarah, membuat penulis tertantang untuk mengetahui
sejarah dan nilai-nilai sosial dibalik adanya lokasi atau negeri tersebut.
Masyarakat desa Romkisar merupakan masyarakat yang penduduknya masih
tergolong kecil.Masyarakat ini hidup dan berkembang dengan mata pencarian pokok

yaitu, bertani atau bercocok tanam, berburu, dan tipar atau biasanya disebut oleh

6

masyarakat setempat yaitu iris sageru.11Tidak hanya soal mata pencarian masyarakat
ini pula hidup dengan disiplin adat budaya yang paling kuat salah satunya adalah
budaya ritual tiris sopi.
Masyarakat desa Romkisar Kecamatan Mdona Hyera, Kabupaten MalukuBarat
Daya (MBD) dalam kehidupan sehari-hari juga memiliki danmemberlakukan adat
istiadat itu sendiri, salah satunya adalah pewarisan nilai-nilai budaya yang
terkandung dalam ritual tiris sopi.Tiris sopi adalah sebuah tradisi yang telah
diwariskan oleh leluhur sampai saat ini, yang dimaknai sebagai lambang kepercayaan
adat yang mengikat suami istri dalam perkawinan adat yang dimaknai sama dengan
ajaran gereja mengenai baptisan kudus, di mana leluhur meyakini bahwa ketika sopi
di tiris sebanyak tiga kali ke tanah, sama pula tetesan atau percik baptisan kudus
yang menandakan demi Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Sehingga pelayan gereja
(Majelis Jemaat) juga turut mendukung proses ritual tersebut sebab diakui bahwa
sebelum Injil atau agama masuk di desa Romkisar maka yang terlebih dulu diyakini
adalah ritual tiris sopi.12
Oleh sebab itu penulis melihat bahwa ritual yang sakral ini telah mengalami

pergeseran makna yang dikarenakan oleh zaman modern di mana dalam kehidupan
sehari-hari, maupun dalam forum-forum adat tertentu mereka tidak dapat
menonjolkan sifat atau karakteristik yang benar-benar terlihat bahwa mereka patuh
terhadap aturan-atuaran adat yang berlaku dalam masyarakat baik itu dalam tindakan,
tutur kata, maupun perbuatan. Sehinggga sangat terlihat jelas pergesaran nilai yang
terjadi pada zaman dulu dan zaman sekarang. Misalnya, nilai sopan santu, saling
11

Pohon Koli atau Pohon Lontar Yang Di Mayang.
Wawancara dengan Bpk. M. S. (Tokoh Masyarakat), 11 April 2016.

12

7

menghargai, menghormati ipar mantu, pada zaman dulu sangat terjalin dengan baik
mereka saling menghargai tunduk pada aturan adat dalam rumah tangga,
dibandingkan dengan zaman sekarang mereka tidak terlalu mempraktekan nilai-nilai
adat ini dalam kehidupan berumah tangga mereka. Sehingga perlu diteliti kembali
untuk melihat perbedaan di zaman dulu dan zaman sekarang demi memberikan

sebuah sumbangan pemikiran kritis bagi generasi muda dari sekarang maupun yang
akan datang untuk tetap bisa mempertahankan warisan budaya dari leluhur sehingga
tidak begitu mudah luntur atau punah seiring berjalannya zaman.
Dengan demikian, penelitian diarahkan untuk memahami sejauh mana
masyarakat Romkisar terintegrasi melalui ritual tiris sopi tersebut.Maka pemahaman
Durkheim bahwa, ritual memiliki peran yang penting dalam kehidupan sosial, ritual
merupakan bagian dari agama atau suatu kepercayaaan.13Sehingga dapat
dimanfaatkan untuk merekonstruksi penulisan ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah, yakni:
1. Apa makna ritual tiris sopi dalam upacara perkawinan adat?
2. Bagaimana pemahaman Majelis Jemaat Romkisar terhadap ritual tiris sopi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, ialah:
1. Mendeskripsikan makna ritual tiris sopi dalam upacara pernikahan adat.
2. Mendeskripsikan pemahaman Majelis Jemaat terhadap ritual tiris sopi.

13

Emile. Durkheim, The Elementary Forms Of Religious Life, (New York: Free Press, 1964), 13.

8

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka diharapkan tulisan ini dapat memberikan
kotribusi pikir sebagai berikut:
1. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur
budaya bagi program pascasarjana Magister Sosiologi Agama.
2. Secara teoritis penelitian ini diharapakan pula menjadi sumbangan terhadap
analisis antropologis terhadap suku Maluku khususnya di Kabupaten Maluku
Barat Daya yang lebih mendalam. Serta memberikan kontribusi pemikiran
yang baik bagi tua-tua adat, serta generasi yang sekarang maupun yang akan
datang tentang pentingnya kearifan lokal yang dimiliki.
3. Secara praktis penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk memahami
secara mendalam maknaritual tiris sopi yang telah berubah seiring
berjalannya zaman khususnya dalam kehidupan generasi muda di Romkisar.
Sehinggatulisanini dapat memberikan pemahaman baru mengenai pandangan
hidup masyarakat Romkisar terhadap ritus kebudayaan mereka yang
memiliki dampak terhadap proses interaksi sosial dan kultural dalam
kehidupan sehari-hari.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
menurut Crewell (1998) yang dikutip oleh Satori adalah, suatu proses penyelidikan
tentang pemahaman berdasar pada tradisi-tradisi metodologis terpisah; jelas
pemeriksaan bahwa menjelajah suatu masalah sosial atau manusia.Peneliti

9

membangun suatu kompleks, gambaran holistik, meneliti kata-kata, laporan-laporan
memerinci pandangan-pandangan dari penutur asli, dan melakukan studi tentang
suatu yang alami.14Penelitian kualitatif juga merupakan suatu pendekatan yang
mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar,
dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan data yang relevan dan
diperoleh dari situasi yang alamiah.15Sehingga peneliti menggunakan jenis penelitian
ini untuk mendeskripsikan, menggambarkan secara sistematis data-data atau fakta
fenomena situasi sosial masyarakat Romkisar yang berhubungan dengan budaya
ritual tiris sopi dalam perkawinan adat.
2. Lokasi Penelitian
Penulis memilih masyarakat desa Romkisar Kabupaten Maluku Barat Daya
sebagai subjek penelitian karena masyarakatnya masih sangat kental dengan
mempertahankan nilai yang ada dalam ritual tiris sopi tersebut.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama satu bulan terhitung dari mulai tanggal 10 April
sampai 10 Mey 2016.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data penelitian maka teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumupulan data untuk mendapatkan
informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau
Djam’an Satori & Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,

14

2011), 24.
15

Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, 25.

10

tanyajawab.16Informan kunci dalam penelitian terdiri dari 4 orang yaitu,
tokoh masyarakat, pemerintah desa, tua-tua adat, dan tokoh agama.Selain itu
juga wawancara dilakukan dengan anggota masyarakat, perempuan dan lakilaki terutama bagi pasangan suami istri yang sudah terlibat dalam ritual tiris
sopi melalui perkawinan adat tersebut.
b.

Observasi
Obeservasi adalah sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan
peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang,
tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan
perasaan.Obeservasi memberi peluang pada peneliti untuk menggali data
perilaku subjek secara luas, mampu menangkap berbagai macam interaksi,
dan secara terbuka mengeksplorasi topik penelitiannya.Dengan pengamatan
langsung, peneliti bisa mengembangkan satuperspektif menyeluruh mengenai
pemahaman satu konteks yang sedang diteliti.17Untuk mendapatkan informasi
dari data-data yang lebih akurat, dilakukan pengamatan dengan berinteraksi
secara intensif dengan masyarakat yang diteliti dan turut mengikuti ritual
tersebut.

5.

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif naratif. Teknik ini
menurut Miles dan Huberman yang dikutip oleh Prasetya Irawan, diterapkan
melalui tiga alur, yaitu:18
16

Komariah, Metodologi Penelitian, 104.
Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Depok: DIA
FISIP UI, 2006), 104.
18
Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, 220.
17

11

a. Reduksi Data
Maksudnya adalah data yang diperoleh dilapangan diketik dalam bentuk
uraian atau laporan terperinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah
dan akan menambah kesulitan bila tidak segera dianalisis sejak mulanya.
Laporan-laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok,
difokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema atau polanya.
b. Penyajian Data
Agar dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu untuk
mengambil kesimpulan yang benar, harus diusahakan membuat berbagai
pencatatan agar dapat menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan
detail.
c. Penarikan kesimpulan/verifikasi
Mengambil kesimpulan dan verifikasi senantiasa harus diverifikasikan
selama penelitian maupun proses analisa data berlangsung.
F. Defenisi Istilah-istilah
Untuk menjaga agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap persoalan yang
diteliti maka penulis menjelaskan beberapa pengertian dari beberapa istilah sebagai
berikut:


Ritual atau ritus adalah bagian dari tingkah-laku keagamaan yang aktif dan
dapat diamati.19

19

Nottingham, Agama dan Masyarakat, 5.

12



Tiris sopimerupakan budaya penghargaan terhadap leluhur yangtelah
memperkenalkan budaya ini sebagai lambang kepercayaan adatyang
dibingkai dalam kehidupan budaya yang dianut oleh masyarakat Romkisar.20



Perkawinan adalah perilaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar
kehidupan di alam dunia berkembang biak.21



Adat aturan (perbuatan) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu
kala.22



Romkisar adalah salah satu desa di Maluku Barat Daya yang berada di pulau
Luang Sermatang.23

G. Sistematika Penulisan
Secara sistematis tesis ini dibagi dalam lima bab, masing-masing bab
dijelaskan secara singkat dan sederhana dengan tujuan memberikan uraian-uraian
terperinci mengenai garis-garis besar sajian pada setiap bab.
BAB I: PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan uraian mengenai; latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
definisi istilah-istilah dan sistematika penulisan.
BAB II: KAJIAN TEORITIS. Bab ini berisi landasan teori perkawinan dan
ritus terhadap ritual tiris sopi dalam perkawinan adat.
BAB III: HASIL PENELITIAN. Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian tiris
sopi dalam adat perkawinan masyarakat Romkisar. Bagian ini terdiri dari sejarah

20

Hasil wawancara dengan Bpk. A. P. (Tokoh Adat), 11 April 2016.
Hilman. Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia: Menurut Perundangan Hukum Adat,
Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 1990), 1.
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 6
23
Data desa Romkisar tahun 2016.
21

13

terbentuknya desa Romkisar, letak geografis, iklim, jumlah penduduk, mata
pencaharian, pendidikan, sistem pemerintahan, susunan masyarakat, kehidupan sosial
budaya dan kekerabata, dan kehidupan keberagaman dan sistem kepercayaan, serta
diakhiri dengan sejarah tiris sopi, deskripsi adat tiris sopi, tata cara pelaksanaan tiris
sopi, perkembangan tiris sopisampai sekarang, makna tiris sopi bagi masyarakat
Romkisar, sikap masyarakat Romkisar terhadap adat tiris sopi, dan pemahaman
majelis jemaat terhadap ritual tiris sopi.
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dijelaskan mengenai
ritus kehidupan masyarakat Romkisar terlebih khusus generasi muda yang baru
menikah dalam perkawinan adat dalam arus perkembangan zaman, yang dibahas
dalam ritus kehidupan dalam perkawinan adat pada masa lalu dan masa kini, serta
mendekripsikan makna ritus bagi kehidupan masyarakat Romkisar terlebih khusus
generasi muda di tengah perubahan zaman, sehingga dapat memberikan pemahaman
pentingnya mempertahankan identitas sebagai orang yang berbudaya melalui teori
perkawinan dan ritus, dan juga menganlisis pemahaman majelis jemaat mengenai
tiris sopi yang dikemas melalui berteologi dalam konteks budaya.
BAB V: PENUTUP. Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

14