Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor 149 PID.SUS 2015 PN.Tembilahan)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah anugerah Allah Yang Maha Kuasa sebagai calon generasi penerus
bangsa yang masih dalam masa perkembangan fisik dan mental. Anak pada kenyataannya
selalu dianggap sepele oleh orang dewasa, kewajiban mereka selalu dituntut tanpa
memperhatikan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, sehingga hak-hak mereka
seringkali terabaikan, padahal pembinaan dan perlindungan yang baik terhadap anak akan
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik, mental, dan sosialnya kelak. Ketiga
elemen tersebut seharusnya diperoleh anak secara seimbang, sehingga masa depannya
tidak berantakan, bahkan berpotensi untuk mewujudnyatakan cita-cita perjuangan bangsa
yang mungkin belum tercapai hingga sekarang 1.
Anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah
kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan. Anak
sebagai generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang
berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia.
Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan
membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur,
1


M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum (Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan
Pidana Anak), Sinar Grafika, Jakarta, 2013,Halaman. 1.

Universitas Sumatera Utara

materil spritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Upaya-upaya perlindungan anak
harus telah dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi
pembangunan bangsa dan negara 2.
Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berakibat
hukum, oleh karena itu perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak.
Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegitan kelangsungan perlindungan anak dan
mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam
pelaksanaan kegiatan perlindungan anak. Perlindungan anak dapat dibedakan menjadi 2
(dua) bagian yaitu: perlindungan anak yang bersifat yuridis dan non yuridis. Perlindungan
anak yang bersifat yuridis meliputi: perlindungan dalam bidang hukum publik dan bidang
hukum keperdataan. Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi: perlindungan
dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan 3.
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa
perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartipsipasi, secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi. Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang
ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak yang mengalami tindak
2

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak Indonesia, Raja Grafindo Persada
Jakarta, 2012, Halaman. 1.
3
Maidin Gultom Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
di Indonesia, PT. Refika Utama, Bandung, 2013, Halaman.34. (selanjutnya disebut Maidin Gultom I)

Universitas Sumatera Utara

perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup
dan tumbuh kembang secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya. Perlindungan anak
adalah usaha melindungi anak agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya 4.
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang menjadi lumbung
trafficking, secara tidak langsung memiliki beberapa peran dalam perdagangan manusia
diantaranya sebagai negara asal, perantara, dan tujuan. Korban perdagangan manusia
beragam mulai dari anak-anak, gadis belia, wanita dewasa, dan pria yang diperdagangkan

untuk eksploitasi seks dan kerja paksa. Perbudakan dan perdagangan budak merupakan
bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kejahatan Internasional.
Bentuk tradisional dari perbudakan dan perdagangan budak hampir tidak ada lagi,
namun bentuk lain dari perbudakan tetap ada seperti perhambaan (sevitude), kerja paksa
(forced labour), dan perdagangan manusia khususnya wanita dan anak-anak. Larangan
perbudakan dapat ditemukan di dalam instrumen umum hak asasi manusia, yaitu Pasal 4
Deklarasi Universal Hak Asasi manusia, Pasal 8 Konvenan Hak Sipil dan Politik (International
on Civil an Political Rights), Pasal 6 (1) Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia.
Perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak telah menjadi masalah
nasional dan internasional bagi berbagai bangsa di dunia termasuk negara Indonesia.
Kasus perdagangan manusia sudah demikian akrap terjadi di masyarakat, namun
secara termilogis belum banyak dipahami orang. Pemahaman masyarakat terhadap
trafficking masih sangat terbatas, hal ini dikarenakan informasi yang diperoleh dimasyarakat
4

Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Jakarta, Sinar Grafika, 2011 Halaman. 57.

Universitas Sumatera Utara

mengenai trafficking masih rendah. Isu perdagangan anak dan perempuan di Indonesia

mulai menarik pihak takkala ESCAP (Komite Sosisal Ekonomi PBB untuk Wilayah Asia Fasifik)
mengeluarkan pernyataan yang menempatkan Indonesia bersama 22 negara lain pada
peringkat ketiga atau terendah didalam merespon isu ini, angka perdagangan anak di
Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya 5.
Perempuan dan anak merupakan yang paling banyak menjadi korban perdagangan
orang (trafficking in person). Kondisi ini menempatkan mereka pada posisi yang sangat
beresiko khususnya yang berkaitan dengan kesehatannya, baik fisik maupun mental
spritual, dan sangat rentan terhadap tindak kekerasan, kehamilan yang tidak dikehendaki,
dan infeksi penyakit seksual termasuk HIV/AIDS. Kondisi yang seperti ini akan mengancam
kualitas ibu bangsa dan generasi penerus ibu bangsa 6.
Perdagangan anak dibeberapa kasus, para sindikat bekerja sama dengan klinik-klinik
yang membantu perawatan persalinan ibu yang punya banyak anak atau keluarga miskin.
Sindikat cukup lihai dalam membangun kerja sama dengana para bidan dibeberapa klinik
swasta. Sindikat cukup lihai membangun kerja sama dengan yayasan atau panti
penampungan atau penyantunan bayi dimana orang tua anak menyerahkan atau
menitipkan anak tersebut karena ketiadaan biaya merawat dan mengasuh anak tersebut, ini
semua beberapa modus yang mereka lakukan, Situasi diatas diperparah lagi dengan

5


Alfitra, Modus Operandi Khusus diluar KUHP, Jakarta, Penebar Swadaya Grup, 2014,
Halaman 106-107.
6
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, PT Refika Aditama,
Bandung, 2013 Halaman. 36. (selanjutnya disebut Maidin Gultom II)

Universitas Sumatera Utara

lemahnya upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan dan mencegah terjadinya
perdagangan anak tersebut 7.
KPAI mencatat tahun 2012 jumlah pengaduan kasus trafficking dan eksploitasi anak
yang masuk ke KPAI melalui pelapor datang langsung, surat dan telepon sebanyak 19 kasus.
Berdasarkan pemantauan di media cetak, elektronik maupun online yang di lakukan KPAI
terdapat 125 kasus trafficking dan eksploitasi anak. Data Bareskrim Polri mencatat bahwa
selama tahun 2010 s/d 2013 terdapat 467 kasus trafficking. Jumlah anak yang menjadi
korban trafficking dan eksploitasi sebanyak 197 orang sebagian besar adalah anak
perempuan. Eksploitasi anak dapat terjadi di daerah berbahaya bagi keselamatan jiwanya.
berdasarkan data dari Bareskrim Polri tahun 2011 s/d 2013 jenis pekerjaan yang
mengeksploitasi anak terbesar adalah Ekspoitasi Seks Komersial Anak (ESKA)sebanyak 205
kasus, Ekspoitasi Ekonomi (Pekerja Anak) sebanyak 213 kasus 8.

Data dari IOM, hingga Desember 2014 human trafficking tercatat ada 7.193 orang
korban yang terindentifikasi, demikian disampaikan oleh National Project Coordinatorfor
Counter Trafficking and Labor Migration Unit International Organization for Migration (IOM)
Nurul Qoiriah di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (11/6/2015). “Indonesia menempati posisi
pertama dengan jumlah 6.651 orang atau sekitar 92,46 persen dengan rincian korban
wanita usia anak sebanyak 950 orang dan wanita usia dewasa sebanyak 4.888 orang,

7

Ahmad Sofian, Perlindungan Anak di Indonesia Dilema dan Solusinya, PT.Sofmedia,
Jakarta, 2012, Halaman.73-74.
8

http://www.kpai.go.id/artikel/temuan-dan-rekomendasi-kpai-tentang-perlindungananak-di-bidang-perdagangan-anak-trafficking-dan-eksploitasi-terhadap-anak/

Universitas Sumatera Utara

sedangkan korban pria usia anak 166 orang dan pria dewasa sebanyak 647 orang. Jumlah
itu, 82 persen adalah perempuan yang telah bekerja di dalam dan di luar negeri untuk
eksploitasi tenaga kerja, sedangkan sisanya sebanyak 18 persen merupakan lelaki yang

mayoritas mengalami eksploitasi ketika bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) untuk
mencari ikan atau buruh lainnya, termasuk di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat,
Sumatera, Papua, dan Malaysia.Daerah tempat terjadinya tindak pidana pedagangan orang
(TPPO) di Indonesia, provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama dengan jumlah korban
mencapai 2.151 orang atau mewakili lebih dari 32,35 persen. Posisi kedua yaitu Jawa
Tengah dengan 909 orang atau 13,67 persen dan ketiga yaitu Kalimantan sebanyak 732
orang atau 11 persen. Kebanyakan mereka diperdagangkan ke Jakarta 20 persen, Kepulauan
Riau 19 persen, Sumatera Utara 13 persen, Jawa Timur 12 persen dan Banten 13 persen 9.”
Perdagangan orang semakin menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat
diikuti dengan modus operandi yang semakin beragam dan kompleks, sehingga dibutuhkan
penanganan yang secara komprehensif dan sinergi. Lalulintas perdagangan orang
berlangsung menjadi semakin memprihatinkan dan menyedihkan. Masalah perdagangan
orang membelenggu hak-hak asasi serta kemerdekaan diri korban yang mayoritas anak
menghambat pertumbuhan dan kepribadian anak yang bersangkutan, lebih lanjut akan
menghambat juga terhadap proses pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang
potensi dan berkualitas. Anak adalah bagian yang sangat penting bagi kelangsungan dan
kualitas hidup serta penentu masa depan bangsa. Kejahatan perdagangan orang sudah

9


http://news.okezone.com/read/2015/06/11/337/1163986/human-trafficking-di-indonesiatertinggi-di-dunia

Universitas Sumatera Utara

seharusnya segera ditanggulangi karena korban sangat membutuhkan perlindungan.
Persiapan dan pembinanaan yang terencana harus dilakukan kepada aparat dilapangan dan
kepada masyarakat luas agar masing-masing pihak dapat berpartisipasi aktif sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan masing-masing dalam pencegahan, peningkatan hukum dan
perlindungan kepada korban perdagangan orang. Hak asasi manusia merupakan hak-hak
dasar atau hak hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa. Hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
lain. Hak yang melekat pada manusia, yaitu hak hidup dengan selamat, hak kebebasan, dan
hak kebersamaan yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Manusia dibekali
karsa untuk mengadakan pilihan secara bebas menurut keinginanya sendiri berdasarkan
rasa tanggung jawab. Perdagangan orang bertentangan dengan hak asasi manusia karena
perdagangan orang melalui cara ancaman, pemaksaan, penculikan, penipuan, kecurangan,
kebohongan dan penyalahgunaan kekuasaan serta bertujuan prostitusi, pornografi,
kekerasan atau eksploitasi, kerja paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa 10.
Korban kejahatan merupakan pihak yang menderita dalam suatu tindak pidana,
tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan undang undang terhadap pelaku

kejahatan. Kondisi korban tidak diperdulikan setelah pelaku kejahatan telah dijatuhi sanksi
pidana oleh pengadilan. Keadilan dan penghormatan hak asasi manusia tidak hanya berlaku

10

Farhana,Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2010,
Halaman.10.

Universitas Sumatera Utara

terhadap pelaku kejahatan saja, tetapi juga korban kejahatan yang akibatnya dapat
dirasakan seumur hidup 11.
Masalah kemiskinan menjadi alasan utama mengapa perdagangan manusia terus
mengalami peningkatan. Perdagangan manusia ini sudah menjadi salah satu sumber
penghasilan yang sangat menggiurkan. Perdagangan manusia merupakan kejahatan yang
keji terhadap HAM, yang mengabaikan hak seseorang untuk hidup bebas, tidak disiksa,
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, beragam hak untuk tidak diperbudak dan
lainnya 12.
Pemerintah berusaha dalam penghapusan perdagangan manusia di Indonesia pada
periode 2002 sampai dengan sekarang sudah terlihat. Usaha ini sejak dilahirkanya UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Keppres Nomor 59 tahun 2002

tentang RAN Penghapusan Bentuk-Bentuk Terburuk untuk Anak, Keppres Nomor 87 tahun
2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuaan dan Anak,
serta aksi-aksi nyata dari pihak terkait, LSM, organisasi kemasyarakatan, kepolisian dan lainlain maka pada akhir bulan Juni 2003 Indonesia telah naik ke peringkat kedua yang
melakukan upaya, yang berarti satu tingkat lebih baik. Pemerintah indonesia pada tahun
2004, menunjukkan kemajuan nyata dalam dalam menerapkan usaha penegakan hukum
yang lebih besar dalam memerangi perdagangan manusia dan membantu korban

11

Ibid., Halaman.162
Alfitra, loc.cit

12

Universitas Sumatera Utara

perdagangan manusia asal indonesia di luar negeri, termasuk pekerja migran yang telah
diperdagangkan 13.
Pasal 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan

penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan anak” 14.
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Yaitu Setiap Orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah)” 15.
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 sama halnya seperti dalam KUHP
tidak merinci apa yang dimaksud dengan perdagangan anak dan untuk tujuan apa anak itu
dijual. Undang-Undang Perlindungan Anak ini mampu melindungi anak dari ancaman
penjualan anak dengan memberikan sanksi yang lebih berat dibandingkan KUHP. UndangUndang perlindungan anak ini sering digunakan sebagi dasar untuk menangkap pelaku
perdagangan orang. Penerapan Pasal tersebut bukan berarti secara otomatis menyelesaikan

13

Farhana, op.cit.,Halaman.152.
Pasal 76FUndang-UndangNomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
15
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
14

Universitas Sumatera Utara

masalah. Kekurangan dalam Pasal tersebut tidak jarang membuat para pelaku perdagangan
manusia lolos dari hukum yang seharusnya diterima 16.
Pemerintah Indonesia mengambil tindakan penting dalam mensahkan UndangUndang tindak pidana perdagangan orang yang kuat dan konprehensif. Menghadapi
perdagangan orang dalam negeri, mengakui dan mengambil langkah-langkah untuk
menghapuskan jeratan utang bagi pekerja migran, menangkap dan melakukan penuntutan
terhadap pejabat atau aparat yang terlibat dalam perdagangan orang. Indonesia telah
mempunyai Undang-Undang pemberantasan perdagangan orang yang lengkap dan telah
disahkan oleh DPR bulan April 2007 yang disebut dengan Undang-Udang Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 17.
Menyadari bahwa anak merupakan bagian yang sangat penting bagi kelangsungan
dan kualitas hidup serta penentu masa depan bangsa, sudah seharusnya kejahatan
perdagangan anak segera ditanggulangi secara memadai karena korban sangat
membutuhkan perlindungan demi pemenuhan hak asasi manusia yang dimilikinya sejak
lahir, maka penulis mengangkat judul “ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (STUDI PUTUSAN NO
149/PID.SUS/2014/PN. TEMBILAHAN).

16

Ibid., Halaman. 65
Ibid., Halaman.154

17

Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun rumusan masalah dalam
skripsi ini adalah
1. Bagaimanakah pengaturan hukum pidana terhadaptindak pidana perdagangan
orang khusus anak di Indonesia?
2. Apasajakah faktor-faktor penyebabterjadinyatindak pidana perdagangan anak
di Indonesia?
3. Bagaimanakah perlindungan hukumterhadap anak korban tindak pidana
perdagangan orang (studi putusan nomor 149/Pid.Sus/2015/PN. Tembilahan)

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah, antara
lain:

1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan pengaturan hukum terhadap
perdagangan orang khusus anak di Indonesia
2. Untuk menganalisis faktor-faktorpenyebab terjadinya perdagangan anak di
Indonesia
3. Untuk menganalisisperlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana
perdaganganorang dalam putusan nomor 149/pid.sus/2015/pn.tbh

Universitas Sumatera Utara

D. Mamfaat Penulisan
1. Secara Teoritis
Penulisaan ini diharapkan memberi manfaat untuk ilmu pengetahuan dan
menambah literatur dan referensi mengenai perlindungan terhadap anak
korban tindak pidana perdagangan orang, juga diharapkan memberikan
sumbangsih terhadap kalangan civitas akademika, serta para ilmuwan lainnya.
2. Secara Praktis
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk aparat penegak hukum dan
pemerintah sehingga dapat memperhatikan hak-hak Anak yang menjadi
korban tindak pidana perdagangan orang dalam proses peradilan pidana dan
juga masalah bantuan hukum kepada korban yang tidak mampu dan buta
hukum. Penulisan ini juga diharapkan bermanfaat untuk masyarakat agar
dapat memahami tentang kejahatan perdagangan anak sehingga nantinya
dapat melakukan tindakan pencegahan timbulnya tindak pidana perdagangan
anak yang melibatkan orang-orang disekitarnya,dengan demikian turwujud
perlindungan yang optimal terhadap anak.

E. Keaslian Penulisan
Judul Skripsi ”ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK
PIDANA

PERDAGANGAN

ORANG

(STUDI

PUTUSAN

NOMOR

149/PID.SUS/2015/PN.TEMBILAHAN”, yang penulis angkat menjadi judul skripsi ini adalah
hasil dari pemikiran penulis sendiri. Judul Skripsi ”ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN

Universitas Sumatera Utara

HUKUM TERHHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (STUDI
PUTUSAN NOMOR 149/PID.SUS/2015/PN.TEMBILAHAN)” belum pernah ditulis di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, hal tersebut dibuktikan dengan adanya bukti uji bersih
dari pihak fakultas hukum USU. Judul penulisan skripsi jika ada yang hampir sama dengan
judul penulisan skripsi ini, namun isi dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini berbeda
dan juga merupakan penulisan yang ditulis melalui proses dan upaya pemikiran sendiri.
Penulis juga menelusuri berbagai macam karya ilmiah melalui media internet, dan
sepanjang itu tidak pernah penulis temukan kemiripan yang sangat mendasar dengan
penulis lain. Judul penulisan skripsi sekalipun ada yang hampir sama, hal itu berada di luar
sepengetahuan penulis dan substansinya jelas berbeda dengan substansi dari skripsi ini.
Pengangkatan permasalahan dalam skripsi ini juga murni merupakan hasil pemikiran penulis
berdasarkan problematika yang sering terjadi di kehidupan sekarang, maupun dari mediamedia yang pernah penulis baca, oleh karena itu, tidak ada yang dapat dijadikan dasar
bahwa skripsi ini merupakan hasil plagiat dari karya ilmiah lain, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Universitas Sumatera Utara

F. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Anak
a. Defenisi Anak
Convention on the Right of the Child (Konvensi Hak Anak) pada tanggal 20
November 1989 yang telah diratifikasikan oleh Indonesia, disebutkan dalam Pasal 1
pengertian anak adalah 18:
“Semua orang yang berada dibawah umur 18 tahun. Kecuali Undang-Undang
menetapkan kedewasaan dicapai lebih awal”
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang peradilan anak.
Pasal 1 menyatakan anak adalah “orang yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin. Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak Pasal 1 ayat (3) yang
menyatakan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak
yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga
melakukan tindak pidana. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, LN 1979-32 tentang
Kesejahteraan Anak dalam Pasal 1, anak adalah: seseorang yang belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun dan belum kawin. Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa 19.

18

Convention on The Right of The Child (Konvensi Hak Anak) Perserikatan Bangsa-Bangsa

1989.
19

Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafficking (Perdagangan Perempuan dan
Anak), Medan, USU Press, 2005, Halaman 3

Universitas Sumatera Utara

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu,
maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa, mereka yang
belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada dibawah
perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana diatur dalam bagian ketiga,
keempat, kelima, dan keenam bab ini”
Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan 20.

b. Hak-hak dan Kewajiban Anak
1. Hak-hak anak
Konvensi hak anak tahun 1989 yang disepakati dalam sidang Majelis Umum
(General Assembly) PBB ke-44, yang selanjutnya telah dituangkan kedalam Resolusi PBB
Nomor 44/25 tanggal 5 Desember 1989. Konvensi hak anak merupakan hukum Internasional
yang mengikat negara peserta termasuk Indonesia 21.
Materi hukum mengenai hak-hak anak dalam Konvensi hak anak, dikelompokkan
dalam 4 kategori hak-hak anak yaitu:

20

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Muhamad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak (Dalam
Perspektif Konvensi Hak Anak), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Halaman.33.
21

Universitas Sumatera Utara

a. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival right)
Hak terhadap kelangsungan hidup dalam konvensi hak anak terdapat kepada setiap
negara peserta untuk menjamin kelangsungan hak hidup (rights to life), kelangsungan
hidup dan perkembangan anak (thesurvivaland development of the child). Pasal 24
Konvensi Hak Anak mengatur mengenai kewajiban Negara-negara peserta untuk
menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau untuk memperoleh
pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya pelayanan kesehatan primer.

b. Hak terhadap Perlindungan (protection rights)
Hak terhadap Perlindungan (protection rights) dalam Konvensi Hak Anak merupakan hak
anak yang penting. Anak dalam kenyataannya sering menderita oleh berbagai jenis
pelanggaran, perkosaan sebagai akibat dari keadaan ekonomi, politik dan lingkungan
sosial mereka. Hak terhadap perlindungan anak dalam Konvensi Hak Anak, dikemukakan
dalam 3 (tiga) kategori yaitu: perlindungan atas diskriminasi anak, perlindungan atas
eksploitasi anak, perlindungan dari keadaan krisis dan darurat anak.

c. Hak untuk tumbuh kembang (development rights)
Hak untuk tumbuh kembang (development right) dalam Konvensi Hak Anak pada intinya
terdapat hak untuk memperoleh akses pendidikann dalam segala bentuk dan tingkatan
(education rights), dan hak yang berkaitan dengan taraf hidup anak secara memadai
untuk pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak (the righs to
standartnof living). Pasal 28 ayat 1 Konvensi Hak Anak, menyebutkan hak anak untuk
mendapatkan pendidikan sekaligus memberi langkah kongkret terselenggaranya hak

Universitas Sumatera Utara

terhadap pendidikan. Pasal 29 konvensi hak anak menyebutkan arah dan tujuan
pendikan dalam konvensi ini, dimana pendidikan harus diarahkan sebagaimana diatur
dalam Pasal 29 konvensi hak anak.

d. Hak untuk berpartisipasi
Hak anak untuk berpatisipasi merupakan hak anak mengenai identitas budaya
mendasarbagi anak, masa kanak-kanaknya, dan pengembangan keterlibatanya dalam
masyarakat luas. Hak partisipasi ini memberi makna bahwa anak-anak ikut memberikan
sumbang peran, bukan hannya penerima yang bersifat pasif dalam segala sesuatu yang
berkaitan dengan perkembangannya 22.
Ketentuan Pasal 4 sampai Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, terdapat 19 hak anak sebagai berikut:

1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. (Pasal 4)
2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan. (Pasal 5)
3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bingbingan orang tua. (Pasal
6)

22

Ibid., Halaman. 35-46.

Universitas Sumatera Utara

4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh
orang tuanya sendiri. (Pasal 7 ayat 1)
5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tubuh kembang
anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau
diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 7 ayat 2)
6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanankesehatan dan jaminan sosial sesuai
dengan kebutuhan fisik, mental, spritual, dan sosial. (Pasal 8)
7. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya. (Pasal 9 ayat 1)
8. Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan
luar biasa, sedangkan anak memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus. (Pasal 9 ayat 2)
9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari,
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nila-nilai kesusilaan dan kepatutan. (Pasal
10)
10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memamfaatkan waktu luang, bergaul
dengan anak sebaya, bermain dan berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan
tingkat kecerdasanya demi pengembangan diri. (Pasal 11)

Universitas Sumatera Utara

11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. (Pasal 12)
12. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun
yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari
perlakuan:
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan;
f. Perlakuan salah lainnya. (Pasal 13)
13. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. (Pasal 14)
14. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari
a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e. Pelibatan dalam peperangan. (Pasal 15)

Universitas Sumatera Utara

15. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaaan,
penyiksaan, dan penjatuahan hukuman yang tidak manusiawi.
(Pasal 16 ayat 1)
16. Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
(Pasal 16 ayat 2)

2. Pengertian Korban
a. Pengertian Korban
Pengertian korban banyak dikemukan oleh para ahli maupun bersumber dari
konvensi-konvensi internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian
diantaranya sebagai berikut:

1. Arief Gosita
Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat
dari tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau
orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan.
2. Muladi
Korban (Victim) adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah
menderita kerugian termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau
ganguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau
komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk
penyalagunaan kekuasaan.

Universitas Sumatera Utara

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumahtangga.
Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan
dalam lingkungan rumah tangga.
4. Undang-Undang nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi.
Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami
penderitaan, baik fisik, mental, maupun emosional, kerugian ekonomi atau
mengalami pengabaian, pengurangan atau, perampasan hak-hak dasarnya, sebagai
akibat pelangagaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli
warisnya.
5. Peraturan Pemeritah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan
terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggararan Hak Asasi Manusia yang Berat.
Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami
penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan
kekerasan pihak manapun 23.
Anak korban dan/atau anak saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak korban yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan, anak korban dan/atau anak saksi berhak atas:

23

Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan
(Antara Norma dan Realita), PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2008, Halaman.46-48.

Universitas Sumatera Utara

1. Upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik didalam lembaga maupun
diluar lembaga;
2. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial;
3. Kemudahan dalam mendapatkan infomasi mengenai perkembangan perkara.
Anak korban, dalam hal memerlukan tindakan pertolongan segera, Penyidik tanpa
laporan sosial dari Pekerja Sosial Propesional, dapat langsung merujuk anak korban
kerumah sakit atau lembaga yang menangani perlindungan anak sesuai dengan kondisi anak
korban. Hasil Penelitian Kemasyarakatan dari Pembingbing dan laporan sosial dari Pekerja
Sosial Propesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi
berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial dari
lembaga atau Instansi yang menangani perlindungan anak. Anak Korban dan/atau Anak
Saksi yang memerlukan perlindungan dapat memperoleh perlindungan dari lembaga yang
menangani perlindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan 24.

b. Hak-Hak dan Kewajiban Korban
1. Hak-hak korban
Manusia dilahirkan kemuka bumi dengan membawa hak-hak dasar yang diberikan
Tuhan Yang Maha Esa atau lazim disebut dengan hak asasi manusia. Hak asasi manusia
diberikan kepada setiap individu tanpa memandang suku, ras, warna kulit, asal-usul,
24

Muhammad Taufik Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Rineka Cipta, Jakarta, 2013, Halaman. 94-95.

Universitas Sumatera Utara

golongan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Hak ini tidak akan pernah lepas dan selalu
melekat seumur hidup 25.
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa
Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat) bukan negara kekuasaan (mactstaat).
Indonesia sebagai negara hukum, ada berbagai konsekuensi yang melekat kepadanya,
sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, bahwa konsepsi rechtstaat maupun
konsepsi the rule of law, menempatkan hak asasi manusia sebagai ciri khas pada negara
yang disebut rechtstaat atau menjungjung tinggi the rule of law, bagi suatu negara
demokrasi perlindungan dan pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia merupakan salah satu
ukuran tentang baik buruknya suatu pemerintahan 26.
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (KDRT) , korban berhak mendapatkan

1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga
sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdesarkan penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan;
2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada seriap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

25

Ibid., Halaman. 158
Ibid

26

Universitas Sumatera Utara

5. Pelayanan bimbingan rohani.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur beberapa hak korban
kejahatan dalam suatu proses peradilan pidana yakni sebagai berikut:

1. Hak untuk melakukan kontrol terhadap penyidik dan penuntut umum
Hak ini adalah hak untuk mengajukan keberatan terhadap tindakan penghentian
penyidikan dan/atau penununtutan dalamkkapasitasnya sebagai pihak ketiga yang
berkepentingan (Pasal 77 jo 80 KUHAP). Hak ini penting diberikan untuk
menghindari adanya upaya dari pihak-pihak tertentu dengan berbagai motif, yang
bermaksud menghentikan proses pemeriksaan.
2. Hak korban berkaitan dengan kedudukannya sebagai saksi
Hak ini adalah hak untuk mengundurkandiri sebagai saksi (Pasal 168 KUHAP)
Kesaksian (saksi) korban sangat penting untuk diperoleh dalam rangka mencapai
suatu kebenaran materil. Mencegah korban mengundurkan diri sebagai saksi,
diperlukan sikap proaktif dari aparat penegak hukum untuk memberikan jaminan
keamanan bagi korban dan keluarganya pada saat mengajukan diri sebagai saksi.
3. Hak untuk menuntut ganti rugi akibat suatu tindak pidana/kejahatan yang
menimpa diri korban melalui cara penggabungan perkara perdata dengan perkara
pidana (Pasal 98 sampai dengan Pasal 101)
Hak diberikan guna memudahkan koban untuk menuntut ganti rugi pada
tersangka/terdakwa. Permintaan penggabungan perkara gugatan gantirugi hannya
dapat diajukselambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan

Universitas Sumatera Utara

pidana, atau jika penuntut umum tidak hadir, permintaan tersebut dapat diajukan
selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan. Pengabungan guagatan
ganti rugi apabila pihak yang dirugikan mengajukan penggabungan ganti
rugiterhadap si terdakwa dalam kasus didakwakan kepadanya. Pengabungan
gugatan ganti rugi dapat dilaksanakan berdasarkan hukum acara perdata dn harus
diajukan pada tingkat banding.
4. Hak bagi keluarga korban untuk mengijinkan atau tidak mengijinkan polisi untuk
melakukan otopsi (Pasal 134-136 KUHAP)
Mengijinkan atau tidak mengijinkan polisi untuk melakukan otopsi juga merupan
suatu bentuk perlindungan korban kejahatan, mengingat masalah otopsi ini bagi
beberapa kalangan sangat erat kaitannya dengan masalah agama, adat istiadat,
serta aspek kesusilaan/kesopanan lainnya 27.
c. Kewajiban korban
Kewajiban umum korban kejahatan antara lain:

1. Kewajiban untuk tidak melakukan upaya main hakim sendiri/balas dendam
terhadap pelaku (tindakan pembalasan);
2. Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dari kemungkinan terulangnya
tindak pidana;
3. Kewajiban untuk memberikan informasi yang memadai mengenai terjadinya
kejahatan kepada pihak yang berwewenang;

27

Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom, op.cit., Halaman. 95-96.

Universitas Sumatera Utara

4. Kewajiban untuk tidak melakukan tuntutan yang berlebihan terhadap pelaku;
5. Kewajiban untuk menjadi saksi atas suatu kejahatan yang menimpa dirinya,
sepanjang tidak membahayakan bagi korban dan keluarganya;
6. Kewajiban untuk membantu berbagai pihak yang berkepentingan dalam upaya
penanggulangan kejahatan;
7. Kewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi
korban lagi 28.

3.

Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang

a. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu
strafbaar feit. Istilah ini walaupun terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS
Hindia Belanda, dengan demikian (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa
yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Para ahli hukum berusaha untuk memberi arti dan
isi dari istilah itu, namun tidak ada keseragaman pendapat 29.
Pengertian tindak pidana penting penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur
tindak pidana yang terkandung didalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi
patokan dalam upaya menetukan apakah perbuatan seseorang itu tindak pidana atau tidak.

28

Ibid., Halaman. 54-55.
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I (Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori
Pemidanaan Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana), Rajawali Pers, Jakarta, 2013,
Halaman 67
29

Universitas Sumatera Utara

Sudarto

mengemukakan,

bahwa

unsur

pertama

dari

tindak

pidana

adalah

tindakan/perbuatan (gedraging), perbuatan orang ini merupakan titik penghubung dan
dasar untuk pemberian pidana. Perbuatan (gedraging), meliputi berbuat dan tidak berbuat.
Van Hattum dalam Sudarto, tidak menyetujui untuk memberikan defenisi tentang
gedraging, sebab defenisi harus meliputi pengertian berbuat dan tidak berbuat, sehingga
defenisi itu tetap kurang kurang atau berbelit-belit dan tidak jelas. Barda Nawawi Arief
menyebutkan bahwa didalam KUHP (WvS) hannya ada asas legalitas (Pasal 1 KUHP) yang
merupakan landasan yuridis untuk menyatakan suatu perbuatan (feid) sebagai perbuatan
yang dapat dipidana (straafbaarfeid).
R. Tresna menyebutkan, pertimbangan atau pengukuran terhadap perbuatanperbuatan terlarang, yang mana yang harus ditetapkan sebagai peristiwa pidana dan mana
yang tidak dianggap sedemikian pentingnya, dapat berubah-ubah tergantung dari keadaan,
tempat dan waktu atau suasana serta berhubungan erat dengan perkembangan pikiran dan
pendapat umum 30.
Pengertian tindak pidana menurut para ahli yang digolongkan menganut pandangan (aliran)
dualistis.

1. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefenisikan beliau
sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar
larangan tersebut”
30

Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, Usu Press, Medan, 2013, Halaman.74-

76.

Universitas Sumatera Utara

Isrtilah perbuatan pidana lebih tepat dengan alasan sebagai berikut 31:
a. Perbuatan yang dilarang adalah perbuatannya (perbuatan manusia, yaitu suatu
kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), artinya
larangan itu ditujukan pada perbuatannya, sementara ancaman pidananya
ditujukan pada orangnya.
b.

Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman pidana
(yang diitujukan pada orangnya), ada hubungan yang erat. Perbuatan yang
berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi, melanggar
larangan dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat
pula.

c. Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat
digunakan istialah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang menunjuk
pada dua keadaan kongkrit yaitu pertama, adanya kejadian tertentu
(perbuatan); dan kedua, adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan
kejadian itu (Moeljatno, 1983:54).
2. Tindak pidana menurut Vos adalah suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan
perundang-undangan diberi pidana. Istilah perbuatan berarti melakukan,berbuat
(activehandeling) tidak mencakup pengertian mengakibatkan atau tidak berbuat.
Istilah peristiwa, tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia.
3. Menurut Pompe tindak pidana dirumuskan sebagai straafbaar feid adalah suatu
pelanggaran kaidah (terganggunya ketertiban umum) terhadap pelaku mempunyai
31

Adami Chazawi., op.cit, Halaman. 71.

Universitas Sumatera Utara

kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan
ketertiban umum dan menjamin kesejahteraan umum 32.
4. Menurut R. Tresna, Peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian
perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturanperaruran lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. R.
Tresna menyatakan dapat diambil sebagai patokan bahwa peristiwa pidana harus
memenuhi syarat-syarat berikut ini:
a. Harus ada suatu perbuatan manusia;
b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan
hukum;
c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus
dapat dipertanggungjawabkan;
d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum;
e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancamannya dalam Undang-Undang 33.
Pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum yang digolongkan
menganut pandangan monistik

1. Tindak pidana menurut D. Simons dirumuskan dengan strafbaar feid adaalah
kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum
yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab. Pemaknaan istilah perbuatan manusia yang diungkapkan
32

Alfitra., op.cit, Halaman. 110-113.
Ekaputra, op.cit., Halaman.81.

33

Universitas Sumatera Utara

D.Simons dimaksudkan tidak hanya “perbuatan tetapi juga melalaikan atau tidak
berbuat”. Seseorang yang tidak berbuat atau melalaikan dapat dikatakan
bertanggungjawab atas suatu peristiwa pidana, apabila ia tidak berbuat atau
melalaikan sesuatu, padahal kepadanya dibebankan suatu kewajiban hukum atau
keharusan untuk berbuat 34.
2. Tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa tindak pidana
berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.
3. J.E Jonkers dalam Bangbang Poernomo telah memberikan defenisi staafbaar feid
menjadi dua pengertian:
a. Defenisi pendek memberikan pengertian “straafbaar feid” adalah suatu
kejadian (feid) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang;
b. Defenisi panjang yang lebih mendalam memberikan pengertian “staafbaar
feid” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum (wederrechthttelijk)
berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh seorang yang dapat
dipertanggungjawabkan. Menurut Jonkers, sifat melawan hukum dipandang
sebagai unsur yang tersembunnyi dari tiap unsur tindak pidana, namun tidak
adanya kemampuan untuk dapat dipertanggungjawabkan merupakan alasan
umum untuk dibebaskan dari pidana

34

Alfitra, op.cit., Halaman.111.

Universitas Sumatera Utara

c. J. Bauman dalam Sudarto merumuskan, bahwa tindak pidana merupakan
perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan
dilakukan kesalahan 35.

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang
Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli hukum, terdiri dari
beberapa unsur/elemen. Ahli hukum ada yang mengemukakan unsur-unsur tindak pidana
secar sederhana yang hanya terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif, dan ada pula
yang merinci unsur-unsur tindak pidana yang diambil berdasarkan rumusan UndangUndang. Bangbang Poernomo menyebutkan beberapa ahli yang membagi-bagi unsur tindak
pidana secara mendasar, sebagai berikut:

1. Van Apeldoorn
Menurut Van Apeldorn, bahwa elemen delik itu sendiri dari elemen objektif yang
berupa adanya suatu kelakuan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum
(onrechtatig/wederrechttelijk) dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang
pembuat (dader) mampu bertanggungjawab atau dapat dipersalahkan (toerekeningsvatbaarheid) terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum itu.

35

Ekaputra, op.cit., Halaman.85.

Universitas Sumatera Utara

c. Van Bemmelen
Van Bemmelen menyatakan bahwa elemen-elemen dari straafbaar feid dapat
dibedakan menjadi:

1. Elementen voor desstrafbaafheid van het feid, yang terletak dalam bidang
objektif karena pada dasarnya menyangkut tata kelakuan yang melanggar
hukum.
2. Mengenai elementen voor strafbaarfheid van dedader dalam bidang subjektif
karena pada dasarnya menyangkut keadaan/sikap batin orang yang melanggar
hukum, yang semuanya itu merupakan elemen yang diperlukan untuk
menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana diancamkan.
d. Pompe
Pompe mengadakan pembagian elemen straafbaar feid atas

a. Wederrechthtelijkheid (unsur melawan hukum);
b. Schuld (unsur kesalahan);
c. Subsosiale (unsur bahaya/gangguan/merugikan).
Pandangan Pompe termasuk golongan pembagian strafbaar feid yang mendasar,
namun ditambah dengan elemen subsosial yang diperkenalkan oleh Vrij.
Vrij dalam Sudarto menyebutkan bahwa unsur-unsur delik yang sudah tetap adalah
sifat melawan hukum dan kesalahan, namun hal itu menurutnya belum lengkap. Vrij
menambahkan satu unsur lagi untuk dapat dikatakan sebagai delik, yaitu unsur Het

Universitas Sumatera Utara

subsosiale yang merupakan semacam “kerusakan dalam ketertiban hukum (deuk in de
rechtsorde). Menurut Vrij kegelisahan masyarakat itu ditimbulkan oleh:

1. Hasrat pelaku tindak pidana untuk melakukan kembali perbuatan tersebut;
2. Keinginan untuk membalas dari pihak korban;
3. Adanya keingin dari orang-orang yang dekat dengan sipelaku untuk meniru
berbuat jahat;
4. Ketidakpercayaan kepada pemerintah untuk menjamin keamanan.
Vrij menyebutkan agar bahaya-bahaya tersebut tidak timbul dalam masyarakat
maka hukuman yang dijatuhkan harus dapat mencegah timbulnya bahaya itu, dengan
perkataan lain bahwa hukuman yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan kejahatan yang
dibuatnya 36.
Moeljanto merumuskan suatu unsur-unsur tindak pidana menjadi 2 unsur, yaitu
unsur unsur formal dan materil.

1. Unsur formal meliputi:
a. Perbuatan manusia.
b. Perbuatan itu dilarang oleh suatu aturan hukum.
c. Larangan itu disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu.
d. Larangan itu dilanggar oleh manusia.
2. Unsur Materil.
Unsur materilnya adalah perbuatan itu harus melawan hukum.
36

Ibid ., Halaman.103-105.

Universitas Sumatera Utara

Satochid menyebutkan unsur-unsur delik atau tindak pidana ada dua golongan, yaitu unsur
objektif unsur subjektif.

1. Unsur-unsur yang objektif adalah unsur-unsur yang terdapat diluar diri manusia,
yaitu berupa:
a. Suatu tindak tanduk atau tingkah laku;
b. Suatu akibat tertentu;
c. Keadaan.
Semua unsur objektif diatas harus dilarang dan dengan hukuman oleh Undang-Undang.

2. Unsur-unsur subjektif yang berupa:
a. Dapat dipertangungjawabkan, yaitu adanya hukuman atau ancaman pidana;
b. Ada kesalahannya

c. Pengertian Perdagangan Orang dan Unsur-Unsurnya
1. Pengertian menurut Protokol PBB
Undang-Undang Tindak pidana Perdagangan Orang, sebelum disahkan, pengertian
tindak pidana Perdagangan Orang yang umum paling banyak digunakan adalah pengertian
dari protokol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku perdagangan orang.
Pengertian perdagangan orang dalam Protokol PBB tersebut adalah:

a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari

Universitas Sumatera Utara

pemaksaan, penculikan penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan
atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh
keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa
atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk paling tidak
ekksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi
seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa
perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.
b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud dalam
subalinea (a) ini tidak relevan jika salah satu dari yang dimuat dalam subalinea (a)
digunakan.
c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang
anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika
kegiatan ini tidak melibatkan satupun yang dikemukakan dalam subalinea (a)
Pasal ini.
d. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun.
Pengertian tindak pidana perdagangan orang diatas tidak menekankan pada
perekrutan atau pengiriman, yang menentukan suatu perbuatan tersebut adalah tindak
pidana perdagangan orang, tetapi juga kondisi eksploitatif terkait kedalam mana oarang
diperdagangkan 37.

37

Farhana, op.cit., Halaman. 20.

Universitas Sumatera Utara

2. Pengertian perdagangan Orang menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan Orang, Pasal 2
ayat (1) berbunnyi:

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan,penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau
mamfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi orang tersebut diwilayah
Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp 120.000.000,00 (seratus duapuluh juta rupiah) dan paling bannyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.
Pasal 2 ayat (1) terdapat kata “untuk tujuan” sebelum kata mengeksploitasi orang
tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan delik formil.
Unsur-unsur perdagangan orang, yang harus dipahami dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu adanya tindak
pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah
dirumuskan dalam Undang-Undang dan tidak dibutuhkan lagi harus mensyaratkan adanya
akibat dieks

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

2 67 120

Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Perkosaan) Oleh Orang Tua Tiri Terhadap Anak Dibawah Umur (Studi Putusan No. 1599/Pid.B/2007/PN Medan)

1 53 82

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

1 78 149

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor 149/PID.SUS/2015/PN.Tembilahan)

0 16 157

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor 149 PID.SUS 2015 PN.Tembilahan)

0 0 1

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor 149 PID.SUS 2015 PN.Tembilahan)

0 0 23

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor 149 PID.SUS 2015 PN.Tembilahan)

0 0 4