Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Uraian Tumbuhan
Tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L.) tumbuh liar, berumur

menahun, batang perdu, berkayu, bercabang. Kulit batang warna ungu muda dan
tinggi batang mencapai 4 m. Daun warna hijau, tangkai dan tulang daun hijau
keungunan. Bentuk daun bundar, bundar telur atau lonjong, pinggir daun rata,
kedua permukaan daun berbulu halus dan rapat, daun duduk berseling
berhadapan. Bunga mengelompok pada ujung cabang, berwarna ungu muda. Buah
buni, kulit buah warna coklat muda, bulat seperti vas bunga. Daging buah
berwarna ungu, rasanya manis, pada kulit buah terdapat banyak biji. Senduduk
berkembang biak dengan biji. Senduduk tumbuh liar di lahan terbuka atau agak
terlindung, pada tanah kering atau agak lembap. Tumbuh di dataran rendah
sampai ketinggian 2.000 m dpl (Djauhariyah, 2004).
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Divisi

: Spermatophyta


Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Myrtales

Suku

: Melastomataceae

Marga

: Melastoma


Jenis

: Melastoma malabathricum L. (Simanjuntak, 2008)

2.1.2 Sinonim
Nama lain dari daun senduduk (Melastoma malabathricum L.) adalah
Melastoma affine G. Don., Melastoma polyanthum B1 (Ditjen POM, 1995).
2.1.3 Nama daerah
Nama daerah tumbuhan ini di Sumatera adalah senduduk, sedangkan di
Jawa dikenal dengan nama senggani, sengganen, kluruk, harendong dan
kemanden (Ditjen POM, 1995).
2.1.4 Khasiat
Tumbuhan senduduk digunakan sebagai obat tradisional. Daun tumbuhan
ini secara tradisional berkhasiat mengobati keputihan, cacingan pada anak-anak,
diare, sariawan, pendarahan rahim, bisul, luka berdarah dan luka bakar
(Djauhariya, 2004).
2.1.5 Kandungan senyawa kimia
Telah dilakukan penelitian terhadap tumbuhan yang sama yaitu tumbuhan
senduduk (Melastoma malabathricum L.) menunjukkan adanya kandungan

senyawa

steroid/triterpenoid,

flavonoid,

glikosida,

saponin

dan

tanin

(Simanjuntak, 2008).
2.2

Golongan Senyawa Kimia

2.2.1 Steroid/triterpenoid

Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana pehidrofenantren dan merupakan senyawa organik yang berasal dari
hewan dan tumbuhan dengan struktur inti molekulnya C-27, tetrasiklis dengan
susunan 3 cincin segi enam dan 1 cincin segi lima. Triterpenoid adalah senyawa

yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isopren dan secara biosintesis
diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualen (Harbone, 1987)
2.2.2 Flavonoid
Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang
tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsenterasi.
Flavonoid memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri atas 15 atom karbon, di
mana dua cincin benzen (C 6 ) terikat pada suatu rantai propan (C 3 ) sehingga
membentuk susunan C 6 -C 3 -C 6 (Lenny, 2006). Komponen tersebut pada
umumnya terdapat dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula
(Havsteen, 1983). Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan
biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhan. Senyawa
flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar,
kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah dan biji. Flavonoid merupakan senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan berwarna hijau, kecuali alga.
Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu

angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham, 1988) . Flavonoid yang lazim
ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) adalah flavon, flavonol,
flavonon, isoflavon, khalkon dan auron, proantosianidin dan antosianin. Golongan
flavon, flavonol, flavonon, isoflavon dan khalkon juga sering ditemukan dalam
bentuk non glikon. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air dan
dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Robinson, 1995).
2.2.3 Glikosida
Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian, yaitu
bagian gula dan bukan gula. Keduanya dihubungkan oleh ikatan berupa jembatan

oksigen, jembatan nitrogen, jembatan sulfur maupun jembatan karbon. Bagian
gula disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut bagian aglikon atau
genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai
glikosida. Jembatan oksigen yang menghubungkan glikon-aglikon ini sangat
mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air dan panas. Semakin pekat
kadar asam atau basa maupun semakin panas lingkingannya maka glikosida akan
semakin mudah dan cepat terhidrolisis (Gunawan, 2004).
Menurut Farnsworth (1966), pembagian glikosida berdasarkan ikatan yang
menghubungkan bagian gula dan bukan gula adalah:
1. C-glikosida, jika atom C menghubungkan bagian gula dan bukan

gula. Contoh: aloin.
2. O-glikosida, jika atom O menghubungkan bagian gula dan bukan
gula. Contoh: salisin.
3. N-glikosida, jika atom N menghubungkan bagian gula dan bukan
gula. Golongan ini sebagian gulanya bukan gulasebenarnya tetapi

derivatnya.

Contoh: vidarabin.
4. S-glikosida, jika thiol (SH) yang menghubungkan bagian gula dan
bagian bukan gula. Contoh: sinirgin.
2.2.4 Saponin
Saponin adalah glikosida sterol dan triterpena yang telah terdeteksi pada
90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa
dan menghemolisis sel darah. Saponin diberi nama demikian karena sifatnya yang
seperti sabun (bahasa latin “sapo” berarti sabun). Pada larutan yang sangat encer

saponin sangat beracun untuk ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin telah
digunakan sebagai racun ikan sejak dahulu oleh masyarakat. Beberapa saponin

bersifat antimikroba juga. Saponin menjadi penting karena dapat digunakan
sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang
kesehatan (Robinson, 1995).
Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau
waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti akan adanya saponin.
Paling sederhana untuk membuktikan adanya unsur saponin dalam simplisia
adalah dengan cara mengocoknya dan perhatikan apakah akan terbentuk busa
tanan lama pada permukaan cairan (Harbone, 1987).
2.2.5 Tanin
Tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu
mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang protein. Tanin tumbuhan dibagi menjadi dua
golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kadar tanin yang
tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan yakni pertahanan bagi tumbuhan
dan membantu mengusir hewan pemakan tumbuhan. Tanin terkondensasi terdapat
pada

paku-pakuan,

gimnospermae


dan

angiospermae,

sedangkan

tanin

terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Beberapa
tanin terbukti mempunyai antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor
(Harborne, 1987).
2.3

Metode Ekstraksi
Menurut Depkes (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering

digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut
remaserasi.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature
kamar.
b. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur
lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstrak-

si kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit.
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.
2.4

Sterilisasi
Sterilisasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk tujuan

membunuh atau menghilangkan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada
suatu objek atau spesimen (Pratiwi, 2008).
2.5


Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti

tongkat atau batang. Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran
mikroskopis) dengan lebar 0,5-1 μm dan panjang hingga 10 μm (1mikron=10-3)
sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Irianto, 2006).
2.5.1 Faktor pertumbuhan dan perkembangan bakteri
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri menurut Irianto, (2006) dan
Pratiwi, (2008), dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a.

Temperatur
Temperatur optimum bakteri yang pathogen bagi manusia biasanya

tumbuh dengan baik pada temperatur 37°C. Berdasarkan temperatur pertumbuhan
bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Bakteri psikofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur
maksimal 20 oC, temperatur optimum adalah 0-15oC.
2. Bakteri mesofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur
maksimal 45 oC, temperatur optimum adalah 20-40oC
3. Bakteri termofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur
maksimal 100 oC, temperatur optimum 55-65oC
b.

pH
pH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun

ada beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang sangat asam
atau alkali.
c.

Tekanan osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel

karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik
untuk pertumbuhan sel adalah medium isotonis terhadap sel tersebut. Dalam
larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan sel
membengkak, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel
sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis).
d.

Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen di kenal mikroorganisme menjadi 5

golongan yaitu:
1. Bakteri aerobik yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya.
2. Bakteri anaerobik yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.
Adanya oksigen pada bakteri ini akan menghambat pertumbuhannya.
Energi pada bakteri anaerob dihasilkan dengan cara fermentasi.

3. Bakteri anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan
oksigen ataupun tanpa oksigen.
4. Bakteri mikroaerob yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya
sedikit oksigen tetapi dalam konsenterasi yang rendah.
e.

Nutrisi
Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan

pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua
yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak) dan
mikroelemen (elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah sedikit).
2.5.2 Fase pertumbuhan bakteri
Fase pertumbuhan bakteri menurut Irianto (2006) meliputi: fase
pertumbuhan diperlambat, fase log (logaritma), fase konstan dan fase kematian
atau penurunan.
1. Fase pertumbuhan diperlambat
Fase ini merupakan fase penyesuaian bakteri terhadap suatu lingkungan
baru dimana jumlah bakteri mulai bertambah sedikit demi sedikit, akan tetapi
kecepatan berkembang biak menjadi berkurang sekali. Ini bukan karena keadaan
medium memburuk, karena perubahan pH atau bertambahnya limbah kotoran
sehingga tampak menyusut jumlah sel-sel yang segar.
2. Fase logaritma
Fase ini terjadi setelah sel bakteri menyesuaikan diri terhadap lingkungan
baru dimana pembiakan bakteri berlangsung paling cepat, jumlah sel bakteri baru
meningkat secara eksponensial. Bakteri dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan
inokulum.

3. Fase konstan
Fase konstan disebut juga dengan fase stationer (fase diam). Pada fase ini
kecepatan tumbuh bakteri yang berkembang biak sama dengan kecepatan bakteri
yang mati. Kurva menunjukkan garis yang hampir horizontal, sehingga jumlah sel
yang hidup menjadi tetap.
4. Fase penurunan (period of decline) atau fase kematian
Pada fase ini bakteri mengalami penurunan dimana jumlah bakteri yang
mati bertambah. Hal ini tergantung kepada spesies dan keadaan medium serta
faktor-faktor lingkungan, maka besar kemungkinan bakteri tidak dapat dihidupkan
kembali dalam medium baru.
Grafik pertumbuhan bakteri sebagai berikut:

Grafik pertumbuhan bakteri
2.5.3

Klasifikasi bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga

golongan (Irianto, 2006), yaitu:

2.5.3.1 Golongan basil (bacillus)
Golongan basil berbentuk batang dan silindris. Basil dapat dibedakan atas:
a

Monobasil (batang tunggal) contohnya: Escherichia coli dan
Salmonella thyposa.

b

Diplobasil (batang bergandengan dua-dua) contohnya: Klebsilla
pneumoniae.

c

Streptobasil (batang bergandengan panjang membentuk rantai)
contohnya: Streptobacillus moniliformis dan Bacillus anthracis.

2.5.3.2 Golongan kokus (Coccus)
Golongan kokus merupakan bakteri yang bentuknya bulat atau bola.
Kokus dapat dibedakan atas:
a

Monokokus (kokus tunggal) contohya: Monococcus ghonorhoea dan
Chlamydia trachomatis.

b

Diplokokus

(bergandengan

dua-dua

(diplokolus))

contohnya:

Diplococcus pneumoniae dan Neisseria ghonorhoea.
c

Tetrakokus

(berbentuk

segi

empat)

contohnya:

Pediococcus

cerevisiae.
d

Streptokokus (berkelompok memanjang seperti rantai) contohnya:
Streptococcus pyogenes dan Streptococcus mutans.

e

Stafilokokus

(berbentuk

bulat

seperti

anggur)

contohnya:

Stphylococcus aureus.
f

Sarcina (bergandengan empat-empat
Thiosarcina rosea.

mirip kubus) contohnya:

2.5.3.3 Golongan spiril (Spirila)
Golongan spiril merupakan bakteri yang melilit atau berbengkok-bengkok
dinamalan spirillium atau spiral. Ada tiga macam bentuk spiral, yaitu:

2.6

a

Spiral (tubuhnya kaku) contohnya: Thiospirillopsis floridana.

b

Vibrio (spiral tak sempurna) cotohnya: Vibrio cholerae.

c

Spirochaeta (spiral lentur) contohnya: Treponema pallidum.

Uraian Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis
dan Esherichia coli

2.6.1 Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika bakteri Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1978)
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Familia

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Species

: Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, aerob atau
anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter
1,0 μm, tidak membentuk spora, tidak bergerak dan koloni berwarna kuning.
Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan
penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam
jaringan (Jawetz, 2001).

2.6.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis (Dwidjoseputro, 1978)
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Familia

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus epidermidis
Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif

berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk seperti anggur. Staphylococcus
epidermidis membentuk koloni berupa abu-abu sampai putih, memfermentasi
glukosa, dapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Staphylococcus epidermidis
merupakan flora normal pada kulit. Infeksi staphylococcus lokal tampak sebagai
jerawat, infeksi folikel rambut, terdapat juga sebagai reaksi inflamasi yang kuat
dan terlokalisir (Irianto, 2006).
2.6.3 Bakteri Ecsherichia coli
Sistematika bakteri Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1978).
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Familia

: Enterobacteriaceae

Genus

: Escherichia

Species

: Escherichia coli

Escherichia coli disebut juga Bacterium coli, merupakan bakteri Gram
negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1-4 μm, lebar 0,4-1,7 μm,
berbentuk batang dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37° C
tetapi dapat tumbuh pada suhu 8-40° C, membentuk koloni yang bundar,
cembung, lembut dengan tepi rata. Eschericia coli biasanya terdapat dalam
saluran cerna sebagai flora normal. Bakteri ini dapat menjadi patogen bila berada
diluar usus atau dilokasi lain dimana flora normal jarang terdapat (Jawetz, 2001).
2.7

Uji Aktivitas Antimikroba
Uji kepekaaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan

melalui tiga cara, yaitu :
a. Metode dilusi
Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan
KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi
adalah sebagai berikut :
Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah
tertentu sel mikroba yang diuji. Masing-masing tabung diuji dengan obat yang
telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 1824 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat
pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih
(tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah
obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan
koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Pratiwi, 2008).

b. Metode difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan
menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini
adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi
zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang.
Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram.
Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin
kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode
ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya: pH, suhu, zat
inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas
dari bahan obat (Jawetz, et al., 2001).
c. Metode turbidimetri
Pada cara ini digunakan media cair, pertama dilakukan penuangan media
kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan
pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Pengukuran kekeruhan dilakukan.
Kekeruhan

yang

disebabkan oleh pertumbuhan

bakteri diukur

dengan

menggunakan instrumen yang cocok, misalnya nephelometer, setelah itu
dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes, 1995).

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

4 78 71

Pemeriksaan Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Gendong Dari Beberapa Penjual Jamu Gendong

4 120 85

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

2 59 77

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 82 96

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli

23 109 87

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli

0 0 15

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli

0 3 2

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli

5 22 4

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli

4 14 3

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli

0 0 27