Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating (Studi Empirik Di Kabupaten Padang Lawas Utara)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengendalian internal
SA seksi 319 Pertimbangan atas pengendalian intern dalam audit laporan
keuangan paragraf 06 mendefenisikan pengendalian internal sebagai suatu proses
yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain yang
didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan
tujuan yaitu :
1.

Keandalan laporan keuangan

2.

Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

3.

Efektivitas dan efisiensi operasi


Menurut Mulyadi (2009) dari defenisi pengendalian internal tersebut
terdapat beberapa konsep dasar yaitu :
1.

Pengendalian intern merupakan satu proses untuk mencapai satu tujuan.
Pengendalian intern merupakan satu rangkaian tindakan yang bersifat Perbasi
dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan bukan hanya sebagai tambahan
dari infrastruktur entitas.

2.

Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya
terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang
dari setiap jenjang organisasi.

3.

Pengendalian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan
memadai, bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewankomisaris

entitas.

4.

Pengendalian intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan :
pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.

Menurut Romney dan Steinbart (2009) pengendalian internal adalah
rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga asset,
memberikan informasi yang akurat dan andal mendorong dan memperbaiki
efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang
telah ditetapkan.
Pengendalian internal menurut COSO adalah suatu proses yang
melibatkan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain, yang dirancang untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga tujuan berikut ini:
a.

Efektivitas dan efisiensi operasi.

b.


Keandalan pelaporan keuangan.

c.

Kepatuhan kerhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Menurut GAO (Government Accounting Organization) sebuah lembaga

Badan Pemeriksa Keuangan di Amerika Serikat, sistem pengendalian intern
mengandung 8 unsur pengendalian manajemen yaitu pengorganisasian, kebijakan,
prosedur, perencanaan, pencatatan/akuntasi, personil, pelaporan dan reviu intern.
Sedangkan menurut COSO (Commitee Of Sponsoring Organization of Treadway
Commision) yaitu komisi yang bergerak di bidang manajemen organisasi
pengendalian mengandung 5 unsur yaitu lingkungan pengendalian, peniliaian
risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan
pengendalian.
Tujuan dari sistem pengendalian intern secara umum akan membantu
suatu organisasi mencapai tujuan operasional yaitu efektivitas dan efisiensi
kegiatan, keterandalan laporan keuangan, dan kepatuhan pada peraturan yang
berlaku. Sistem pengendalian intern pemerintah sendiri memiliki tujuan untuk

mencapai kegiatan pemerintahan yang efektif dan efisien, perlindungan aset

negara, keterandalan laporan keuangan, dan kepatuhan pada perundang-undangan
dan peraturan serta kebijakan yang berlaku.
Sistem pengendalian intern ini perlu diketahui oleh seluruh komponen
organisasi pemerintahan karena sistem ini merupakan sistem yang terintegrasi dan
merupakan tanggung jawab bersama untuk mewujudkan tujuan organisasi.
Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai unsur pengendalian intern menurut
COSO.
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian adalah kondisi yang dibangun dan diciptakan
dalam suatu organisasi yang akan mempengaruhi efektivitas pengendalian. Dalam
lingkup organisasi pemerintahan maka lingkungan pengendalian terkait dengan
integritas, etika, dan kompetensi pegawai, kepemimpinan manajemen, serta
pengawasan intern yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
2. Penilaian risiko
Risiko merupakan hal-hal yang berpotensi menghambat tercapainya
tujuan. Identifikasi terhadap risiko (risk identification) diperlukan untuk
mengetahui potensi-potensi kejadian yang dapat menghambat dan menghalangi
terwujudnya tujuan organisasi. Setelah dilakukan identifikasi maka dilakukan

analisis terhadap risiko meliputi analisis secara kuantitatif (quantitative risk
analysis) dan kualitatif (qualitative risk analysis). Analisis risiko akan menentukan
dampak kejadian, serta merupakan input untuk mendapatkan cara mengelola
risiko tersebut.
3. Kegiatan Pengendalian

Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
risiko, menetapkan dan melaksanakan kebijakan serta prosedur, serta memastikan
bahwa tindakan tersebut telah dilaksanakan secara efektif.
Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengatasi risiko dapat dibagi
menjadi 2 jenis tindakan yaitu tindakan preventif dan tindakan mitigasi. Tindakan
preventif adalah tindakan yang dilakukan sebelum kejadian yang berisiko
berlangsung, sedangkan tindakan mitigasi adalah tindakan yang dilakukan setelah
kejadian berisiko berlangsung, dalam hal ini tindakan mitigasi berfungsi untuk
mengurangi dampak yang terjadi. Tindakan-tindakan tersebut juga harus
dilakukan evaluasi sehingga dapat dinilai keefektifan serta keefisienan tindakan
tersebut. Umumnya tindakan preventif dapat mengurangi dampak lebih besar
dibandingkan tindakan mitigasi, sehingga dalam organisasi pemerintahan
diperlukan tindakan preventif agar tidak banyak pengeluaran yang diperlukan
untuk melakukan tindakan mitigasi.


Beberapa kegiatan pengendalian intern pemerintah meliputi reviu kinerja,
pembinaan sumber daya manusia, pengendalian sistem informasi, pengendalian
fisik aset, penetapan ukuran kinerja, pemisahan fungsi, otorisasi transaksi dan
kejadian, pencatatan yang akurat dan tepat waktu, pembatasan akses terhadap
sumber daya, akuntabilitas terhadap sumber daya, dan dokumentasi atas sistem
pengendalian intern.

4. Informasi dan komunikasi
Informasi adalah data yang sudah diolah yang digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi

organisasi. Informasi yang salah dapat menyebabkan keputusan dan kebijakan
yang salah pula. Hal ini juga berlaku untuk organisasi pemerintahan. Kesalahan
informasi dapat terjadi saat melakukan pengambilan data, analisis data dan
kesimpulan data menjadi informasi serta pengelolaan informasi. Unit pengumpul
dan pengolah data serta pengelola informasi merupakan unit yang sentral dalam
unsur pengendalian informasi yang berkualitas. Informasi berkualitas sendiri
harus memenuhi beberapa syarat yaitu informasi harus sesuai kebutuhan, tepat
waktu, mutakhir, akurat, dan dapat diakses dengan mudah oleh pihak-pihak yang

terkait.

Informasi yang berkualitas tentunya harus dikomunikasikan kepada pihakpihak yang terkait. Penyampaian informasi yang tidak baik dapat mengakibatkan
kesalahan interpretasi penerima informasi. Dalam suatu instansi pemerintahan
harus dibentuk unit khusus yang menangani penyampaian informasi, atau ditunjuk
pejabat yang berwenang untuk melakukan penyampaian informasi tersebut.

Unsur pengendalian terhadap informasi dan komunikasi menjadi penting karena
berkembangnya ilmu dan teknologi. Teknologi informasi dapat menjadikan
pengendalian intern pemerintah lebih efektif dan efisien, namun di sisi lain
menuntut adanya pengembangan terhadap pengetahuan dan keterampilan pegawai
akan teknologi informasi.

5. Pemantauan Pengendalian Intern
Pemantauan adalah tindakan pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan
manajemen dan pegawai lain yang ditunjuk dan bertanggung jawab dalam
pelaksanaan tugas sebagai penilai terhadap kualitas dan efektivitas sistem

pengendalian intern. Pemantauan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu pemantauan
berkelanjutan (on going monitoring), evaluasi yang terpisah (separate evaluation),

dan tindak lanjut atas temuan audit (Zakaria, 2013)

2.1.2. Sistem pengendalian internal pemerintah
Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya
sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini
baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan
pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan
demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban,
harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu
dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa
penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai
tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara
secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian
Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah tersebut.
Sistem Pengendalian Intern di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah yang

merupakan adopsi dari COSO. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa sistem
pengendalian intern adalah suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpin an dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
asset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sedangkan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) adalah sistem
pengendalian intern yang dilaksanakan secara menyeluruh dilingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Suwanda (2013), SPIP mengandung beberapa unsur, antara lain :
1. Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam instansi pemerintah yang
mempengaruhi efektivitas pengendalian intern. Pemimpin instansi wajib
menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan
perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern
dalam lingkungan kerjanya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui cara-cara
sebagai berikut :
a. Penegakan integritas
b. Komitmen terhadap kompetensi

c. Adanya kepemimpinan yang kondusif
d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan.
e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat.
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia.
g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif.
h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.
2. Penilaian resiko
Penilaian resiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan terjadinya
sesuatu yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
Penilaian resik terdiri dari :
a. Identifikasi resiko.
b. Analisis resiko.
3. Kegiatan pengendalian
Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi resik
serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan

bahwa tindakan mengatasi resik telah dilaksanakan secara efektif. Kegiatan
pengendalian terdiri dari hal-hal berikut :
a. Peninjauan kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan.

b. Pembinaan sumber daya manusia.
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi.
d. Pengendalian fisik dan aset.
e. Penetapan dan peninjauan indikator dan ukuran kinerja.
f. Pemisahan fungsi.
g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian penting.
h. Pencatatan transaksi dan kejadian yang akurat dan tepat waktu.
i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya.
j. Akuntabilitas akses atas sumber daya dan pencatatannya.
k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern pemerintah serta
transaksi dan kejadian penting.
4. Informasi dan komunikasi
Informasi adalah data yang diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas fungsi instansi pemerintah.
Komunikasi memiliki pengertian sebagai proses penyampaian pesan atau
informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik. Pemimpin
instansi

pemerintah

wajib

mengidentifikasi,

mencatat,

dan

mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat dengan
cara sebagai berikut :
a. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi.

b. Mengelola dan mengembangkan, serta memperbarui sistem informasi
secara terus-menerus (manajemen sistem informasi).
5. Pemantauan
Pemantauan adalah proses penilaian atas mutu kerja sistem pengendalian
intern dan proses yang memberikan keyakinan bahea temuan audit dan
evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Pemantauan pengendalian dapat
dilakukan melalui :
a. Pemantauan berkelanjutan.
b. Evaluasi terpisah.
c. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit serta peninjauan lainnya.

Penyelenggaraan SPIP bertujuan untuk :
1. Memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektifitas dan
efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara
2. Keandalan pelaporan keuangan
3.

Pengamanan asset Negara, dan

4. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

2.1.3. Komitmen Pimpinan
Komitmen pimpinan adalah mempertahankan keikutsertaan pimpinan
puncak dalam organisasi yang ditunjukkan melalui kemauan untuk memainkan
upaya tertentu atas nama profesi, dan upaya manajemen perusahaan dalam
melaksanakan tugas pokoknya.
Rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggung jawab seseorang
dalam menjalankan tugasnya. Mempersoalkan komitmen sama dengan
mempersoalkan tanggung jawab, dengan demikian, ukuran komitmen seorang
pimpinan terkait dengan pendelegasian wewenang (empowerment). Dalam konsep
ini pimpinan dihadapkan pada komitmen untuk mempercayakan tugas dan

tanggung jawab ke bawahan. Sebaliknya, bawahan perlu memiliki komitmen
untuk meningkatkan kompetensi diri (Adha, 2014).

Menurut Sopiah (2008) komitmen merupakan suatu ikatan psikologis
karyawan pada organisasi ditandai dengan adanya :


Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai
organisasi



Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi



Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota
organisasi.

Meyer dan Allen (1991) mengemukakan bahwa ada tiga komponen
komitmen organisasional, yaitu :
1) Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari
organisasi karena adanya ikatan emosional.
2) Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada satu
organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau
karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.
3) Normative Commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan.Karyawan
bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen
terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Dessler (1999) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk
membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :


Make it charismatic, jadikan visi dan misi organisasi sebagai satu yang
karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam
berperilaku, bersikap dan bertindak.



Build the tradition, segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai
satu tradisi yang secara terus menerus dipelihara, dijaga oleh generasi
berikutnya.



Have compeherensive grievance procedure, bila ada keluhan atau komplain
dari pihak luar ataupun dari internal organisasi maka organisasi harus
memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.



Provide extebsive two-way communications, jalinlah komunikasi dua arah di
organisasi tanpa memandang rendah bawahan.



Create a sense of Community, jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai
satu Community Diana didalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa
memiliki, kerja sama, berbagi dan lain-lain.



Build value-based homogeneity, membangun nilai-nilai yang didasarkan
adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang
sama, misalnya untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi
adalah kemauan, keterampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa ada
diskriminasi.



Share and share alike, sebaiknya organisasi membuat kebijakan Diana antara
karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda atau
mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik,
dll.



Emphasize barnraising, Cross-utilization, and teamwork, organisasi sebagai
satu Community harus bekerja sama, saling berbagi, saling memberi manfaat
dan kesempatan yang sama pada anggota organisasi. Misalnya perlu adanya

rotasi sehingga orang yang bekerja di “tempat basah” perlu juga
diditempatkan di “tempat kering”.


Go together, adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi
sehingga kebersamaan bisa terjalin.



Support employee development, hasil studi menunjukkan bahwa karyawan
akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi
memperhatikan perkembangan karier karyawan dalam jangka panjang.



Commit to actualizing, setiap karyawan diberi kesempatan yang sama untuk
mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan
kapasitas masing-masing.



Provide First-year job challenge, karyawan masuk ke organisasi membawa
mimpi dan harapan, kebutuhannya. Berikan bantuan yang konkret bagi
karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mewujudkan
impiannya.



Enrich and empower, ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara
monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan.



Promote from within, bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan
pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut
karyawan dari luar perusahaan.



Provide developmental Activities, bila organisasi membuat kebijakan untuk
merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal
ini akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang
personalnya juga jabatannya.



The question of employee security, bila karyawan merasa aman, baik fisik
maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya.



Commit to people-first values, membangun komitmen karyawan pada
organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara
instan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar memberikan perlakuan
yang benar pada masa awal karyawan memasuki organisasi.



Put it in writing, data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi,
sejarah, Strategi, dll, sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan sekedar
bahas lisan.



Hire “Rights-kind”managers, bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai,
kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin dll, pada bawahannya sebaiknya
pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku
sehari-hari.



Walk to talk, tindakan lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila pimpinan
ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai
berbuat sesuatu tidak sekedar kata-kata atau berbicara.

2.1.4.Pengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan keuangan daerah menurut PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang
pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan daerah.
Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban daerah
yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalmnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Ruang lingkup keuangan daerah meliputi:

a. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan daerah;
d. pengeluaran daerah;
e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.

Dalam pengelolaan keuangan daerah tersebut harus mentaati azas-azas
umum pengelolaan keuangan daerah yang diamanahkan dalam Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006, yaitu :
1. Tertib yaitu keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang
didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan
2. Taat yaitu pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan
perundang-undangan
3. Efektif yaitu pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan
dengan membandingkan keluaran dengan hasil
4. Efisien yaitu pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu
atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu

5. Ekonomis yaitu pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu
pada tingkat harga yang terendah
6. Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat
untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang
keuangan daerah
7. Bertanggung jawab yaitu merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan
pelaksanaan

kebijakan

yang

dipercayakan

kepadanya

dalam

rangka

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
8. Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaanya
dan/atau

keseimbangan

distribusi

hak

dan

kewajiban

berdasarkan

pertimbangan yang objektif
9. Kepatutan yaitu suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional
10. Manfaat untuk masyarakat yaitu keuangan daerah diutamakan untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Pelaku pengelolaan keuangan daerah terdiri dari :
1.

Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah
mempunyai

kewenangan

menyelenggarakan

keseluruhan

pengelolaan

keuangan daerah.
2.

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah
kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut
dengan. kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan
APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.

3.

Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD
yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.

4.

Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang
dipimpinnya.

5.

Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang
milik daerah.

6.

Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat Kuasa BUD
adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD.

7.

Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk
melaksanakan

sebagian

kewenangan

pengguna

anggaran

dalam

melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.
8.

Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat PPKSKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada
SKPD.

9.

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah
pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa
kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.

10. Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk
menerima,

menyimpan,

mempertanggungjawabkan

menyetorkan,
uang

pendapatan

menatausahakan,
daerah

dalam

dan
rangka

pelaksanaan APBD pada SKPD.
11. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima,

menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada
SKPD.
Secara garis besar proses pengelolaan keuangan daerah dapat
dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu :
1. Perencanaan dan penganggaran
Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses
penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang
pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas
dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi
masyarakat. Oleh karenanya dalam proses dan mekanisme penyusunan APBD
yang diatur dalam peraturan pemerintah ini akan memperjelas siapa yang
bertanggung jawab apa sebagai landasan pertanggungjawaban baik antara
eksekutif dan DPRD, maupun di internal eksekutif itu sendiri.
Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing
satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang disusun dalam format Rencana Kerja
dan Anggaran (RKA) SKPD harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang
jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja
dan harga satuan) denganmanfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh
masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu penerapan
anggaran berbasis kinerja mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara
berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber
dayanya.
Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa (1) Pendapatan yang direncanakan
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap
sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas
tertinggi pengeluaran belanja; (2) Penganggaran pengeluaran harus didukung
dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan
tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak
mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD; (3) Semua
penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan

harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum
Daerah.

2. Pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah
Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan
adalah juga pemegang kekuasaan pengelolaan daerah. Selanjutnya kekuasaan
tersebut dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku
pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat
daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah dibawah koordinasi
sekretaris daerah. Pemisahan ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian
wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and
balancesserta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan.

3. Pertanggungjawaban keuangan daerah
Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk
menguatkan pilar akuntabilitas dan tranparansi. Dalam rangka pengelolaan
keuangan daerah yang akuntabel dan transparansi, pemerintah daerah wajib
menyampaikan pertanggungjawaban berupa :
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Neraca
c. Laporan arus Kas
d. Catatan Atas Laporan Keuangan.

Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan.
Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu
diperiksa terlebih dahulu oleh BPK.
Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga
tidak dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. Berkaitan dengan
pemeriksaan telah dikeluarkan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Terdapat dua jenis
pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap pengelolaan keuangan negara, yaitu
pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern.
Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan
dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan atas
laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dengan
demikian BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah daerah.
Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai
auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai dengan standar audit
yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan.
Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari kesesuaiannya
terhadap standar akuntansi pemerintahan. Selain pemeriksaan ekstern oleh BPK,
juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada pemerintah daerah
dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah.

2.2. Penelitian Terdahulu

Fathurrahman (2014) melakukan penelitian berjudul analisis pengaruh
faktor regulasi, faktor komitmen organisasi, faktor sumber daya manusia, dan
faktor perangkat pendukung terhadap keberhasilan pengelolaan keuangan daerah
berdasarkan penerapan permendagri nomor 59 tahun 2007 di Pemerintahan
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil dari penelitian tersebut diperoleh bahwa
faktor regulasi, faktor komitmen organisasi, faktor sumber daya manusia, dan
faktor perangkat pendukung berpengaruh baik secara parsial maupun secara
simultan terhadap keberhasilan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan
penerapan permendagri nomor 59 tahun 2007 di Pemerintahan Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
Safwan (2014) melakukan penelitian yang berjudul pengaruh kompetensi
dan motivasi terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah pada pemerintah
daerah Kabupaten Pidie Jaya. Hasil penelitian diperoleh bahwa kompetensi dan
motivasi berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah Kabupaten
Pidie Jaya baik secara simultan maupun secara parsial.
Halim (2012) melakukan penelitian berjudul pengaruh komitmen
organisasi dan peran pimpinan dalam meningkatkan pengelolaan keuangan daerah
pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Banggai
Kepulauan. Hasil penelitian diperoleh bahwa komitmen organisasi dan peranan
pimpinan berpengaruh dalam peningkatan pengelolaan keuangan daerah pada
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Banggai
Kepulauan baik secara parsial maupun secara simultan.

Tuasikal (2006) melakukan penelitian yang

berjudul pengaruh

pengawasan internal dan eksternal, pemahaman sistem akuntansi terhadap
pengelolaan keuangan daerah serta implikasinya terhadap kinerja satuan kerja
perangkat daerah Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan
internal dan eksternal, pemahaman sistem akuntansi berpengaruh terhadap
pengelolaan keuangan daerah, tetapi tidak berpengaruh terhadap kinerja satuan
kerja perangkat daerah.

Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti

Judul Penelitian

Variabel

Fathurrahman
(2014)

Analisis pengaruh
faktor regulasi,
faktor komitmen
organisasi, faktor
sumber daya
manusia, dan faktor
perangkat
pendukung terhadap
keberhasilan
pengelolaan
keuangan daerah
berdasarkan
Permendagri nomor
59 tahun 2007 di
Provinsi Nusa
Tenggara Barat

Variabel Independen
Faktor regulasi (X1),
Faktor Komitmen
Organisasi (X2),
Faktor Sumber Daya
Manusia (X3),
Faktor Perangkat
pendukung (X4),

Variabel Dependen

Hasil Penelitian
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa :
1. Faktor Regulasi
berpengaruh positif
terhadap pengelolaan
keuangan daerah Prov.
NTB
2. Faktor Komitmen
Organisasi berpengaruh
positif terhadap
pengelolaan keuangan
Prov. NTB

Pengelolaan
Keuangan Daerah (Y) 3. Faktor Sumber Daya
Manusia berpengaruh
positif terhadap
pengelolaan Keuangan
Prov. NTB

4. Faktor Perangkat
Pendukung berpengaruh
positif terhadap
pengelolaan Keuangan
daerah Prov. NTB.
5. Faktor Regulasi, Faktor
Komitmen Organisasi,
Faktor Suber Daya
Manusia dan Faktor

Perangkat pendukung
secara simultan
berpengaruh positif
terhadap pengelolaan
keuangan daerah Prov.
NTB.
Safwan
(2014)

Rahmawaty
Halim (2012)

Askam
Tuasikal
(2006)

Pengaruh
Kompetensi dan
Motivasi terhadap
Kinerja Pengelolaan
Keuangan Daerah
pada Pemerintah
Daerah Kabupaten
Pidie Jaya

Variabel Independen

Pengaruh Komitmen
Organisasi Dan
Peranan Pimpinan
Dalam
Meningkatkan
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Pada Dinas
Pendapatan,
Pengelolaan
Keuangan Dan
Asset Kabupaten
Banggai Kepulauan
Pengaruh
Pengawasan
Internal dan
Eksternal,
Pemahaman Sistem
Akuntansi Terhadap
Pengelolaan
Keuangan Daerah,
Serta Implikasinya
Terhadap Kinerja
Satuan Kerja
Perangkat Daaerah

Variabel Independen
Komitmen Organisasi
(X1), Peranan
Pimpinan (X2)

Kompetensi (X1),
Motivasi (X2)
Variabel dependen
Kinerja Pengelolaan
Keuangan Daerah

Hasil penelitian diperoleh
bahwa kompetensi dan
motivasi berpengaruh
terhadap kinerja
pengelolaan keuangan
daerah pada pemerintah
daerah Kabupaten Pidie
Jaya baik secara simultan
maupun secara parsial.

Hasil penelitian diperoleh
bahwa komitmen
organisasi dan peranan
pimpinan berpengaruh
dalam peningkatan
pengelolaan keuangan
Variabel dependen
daerah pada Dinas
Pendapatan, Pengelolaan
Pengelolaan
Keuangan dan Aset
Keuangan Daerah (Y)
Kabupaten Banggai
Kepulauan baik secara
parsial maupun secara
simultan.

Variabel Independen
Pengawasan Internal
dan Eksternal (X1),
Pemahaman Sistem
Akuntansi (X2)
Variabel Intervening
Pengelolaan
Keuangan Daerah (Z)
Variabel Dependen
Kinerja SKPD (Y)

Hasil penelitian
disimpulkan bahwa :
Pengawasan internal,
eksternal
dan pemahaman sistem
akuntansi berpengaruh
terhadap
pengelolaan keuangan
daerah.
Pengawasan internal,
eksternal
dan pemahaman sistem
akuntansi tidak
berpengaruh terhadap
kinerja SKPD

Dokumen yang terkait

Peranan Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Dan Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Di Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Sela

3 58 114

Pengaruh Pengendalian Intern Terhadap Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.

0 2 47

Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating (Studi Empirik Di Kabupaten Padang Lawas Utara)

0 0 19

Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating (Studi Empirik Di Kabupaten Padang Lawas Utara)

0 0 2

Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating (Studi Empirik Di Kabupaten Padang Lawas Utara)

0 0 8

Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating (Studi Empirik Di Kabupaten Padang Lawas Utara)

0 0 2

Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating (Studi Empirik Di Kabupaten Padang Lawas Utara)

0 0 44

PENGARUH PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH, AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PENGAWASAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PROVINSI SUMATERA UTARA

1 7 9

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Medan Dengan Sistem Pengendalian Intern Sebagai Variabel Moderating

0 0 14

PENGARUH PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN ASET (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas)

0 0 17