Analisis Partisipasi Masyarakat Kecamatan Medan Johor Dalam Mengawasi Program Pembangunan Dan Pemeliharaan Drainase

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pembangunan

Pembangunan adalah kata yang digunakan secara meluas dalam semua media massa
di seluruh dunia dan merupakan konsep yang kerap kali disebut dan diperbincangkan oleh
semua lapisan masyarakat, terutama di kalangan ahli politik, wartawan, orang pemerintahan,
dll. Pembangunan itu sendiri berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dimana
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menjadi syarat utama pembangunan.l

Beberapa pengertian Pembangunan menurut para ahli antara lain sebagai berikut:
Menurut Johan Galtung Pembangunan merupakan “upaya untuk memenuhan
kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara
yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan
alam”.
Sedangkan menurut Benny H. Hoed, pembangunan adalah “Pembangunan adalah
upaya sistematis melepaskan diri dari keterbelakangan dan upaya untuk memperbaiki
kesejahteraan masyarakat”.
Ahli lain, Drs. Djoko Oentoro mendefinisikan Pembangunan sebagai “pertumbuhan
ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur ekonomi dan corak kegiatan ekonomi

atau usaha meningkatkan pendapatan per kapita”.

Universitas Sumatera Utara

Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai “transformasi ekonomi,
sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk
memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat”.
Sementara Slamet Triyono secara sederhana mendefenisikan Pembangunan
sebagai semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan
terencana.

2.2. Pembangunan Berkelanjutan (Suistainable Development)

Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable
development.

Istilah

pembangunan


berkelanjutan

diperkenalkan

dalam

World

Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations
Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and
Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada
1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan
lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas
penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati
pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission
on Environment and Development - WCED). PBB memilih PM Norwegia Nyonya
Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi
Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987),
pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis,


Universitas Sumatera Utara

masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.”
Pengertian umum pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah
pembangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini tanpa
perlu merusak atau menurunkan kemampuan generasi yang akan datang dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada dasarnya konsep ini merupakan strategi pembangunan yang memberikan
batasan pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sumberdaya yang ada
didalamnya. Ambang batas ini tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan batas yang
luwes (flexible) yang bergantung pada teknologi dan sosial ekonomi tentang
pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer dalam menerima akibat yang
ditimbulkan dari kegiatan manusia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan
adalah semacam strategi dalam pemanfaatan ekosistem alamiah dengan cara tertentu
sehingga kapasitas fungsionalnya tidak rusak untuk memberikan manfaat bagi
kehidupan umat manusia. Hal ini bukan saja untuk kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat generasi mendatang. Dengan
demikian diharapkan bahwa kita tidak saja mampu melaksanakan pengelolaan
pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi juga dituntut untuk mampu

mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh (to do the right thing).
Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan

adalah

bagaimana

memperbaiki

kehancuran

lingkungan

tanpa

mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Budimanta
(2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang

Universitas Sumatera Utara


mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka
peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa
mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati
dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses
perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah
investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang
kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan
masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan
berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu,
pembangunan\ berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,
pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar
Pembangunan berkelanjutan).
Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005
menyebut ketiga pilar tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi
pembangunan berkelanjutan. Idealnya, ketiga hal tersebut dapat berjalan bersama-sama
dan menjadi focus pendorong dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam buku “Bunga
Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21” (Buku 1) Sarosa menyampaikan
bahwa pada era sebelum pembangunan berkelanjutan digaungkan, pertumbuhan
ekonomi merupakan satusatunya tujuan bagi dilaksanakannya suatu pembangunan tanpa

mempertimbangkan aspek lainnya. Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan
saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara. Pada setiap tahap, tujuan
pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan aspekaspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya. Tahap pertama dasar

Universitas Sumatera Utara

pertimbangannya

hanya

pada

keseimbangan

ekologi.

Tahap

kedua


dasar

pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial. Tahap ketiga,
semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi
politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat. Tahapan-tahapan ini digambarkan
sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, seperti dalam Gambar 1 berikut ini.

Peradaban modern yang kapitalistik telah mendorong manusia begitu serakah

terhadap lingkungan hidup. Manusia modern terjangkiti oleh penyakit hedonisme yang
tidak pernah puas dengan kebutuhan materi. Sebab yang mendasar timbulnya
keserakahan terhadap lingkungan ini, karena manusia memahami bahwa sumber daya
alam adalah materi yang mesti dieksploitasi untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan
materinya yang konsumtif. Pengelolaan lingkungan identik dengan upaya untuk
mengoptimalkan sumber daya alam sebagai penyuplai kebutuhan materi semata.
Robert Malthus mengatakan bahwa untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan

penduduk (kelahiran) dengan pertumbuhan pangan (produksi), mau tidak mau

Universitas Sumatera Utara


produktivitas pangan harus ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara
mengoptimalkan sumber daya alam yang dapat dikelola dalam bentuk barang dan jasa.
Karena tingkat kepuasan manusia terhadap barang dan jasa bersifat tidak terbatas, maka
optimalisasi pengurasan sumber daya alam dilakukan tanpa pernah memperdulikan
sumber daya alam bersifat terbatas. Akibat yang timbul kemudian adalah proses
degradasi lingkungan berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan semakin menjadijadi dan bertambah parah.
Kerusakan dan pencemaran lingkungan, menurut J. Barros dan J.M. Johnston erat
kaitannya dengan aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, antara lain
disebabkan:
1. Kegiatan-kegiatan industri, dalam bentuk limbah, zat-zat buangan yang
berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif dan lain-lain.
2. Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan instlasi, kebocoran,
pencemaran buangan penambangan, pencemaran udara dan rusaknya lahan
bekas pertambangan.
3. Kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, naiknya suhu udara kota, kebisingan
kendaraan bermotor, tumpahan bahan bakar, berupa minyak bumi dari kapal
tanker.
4. Kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian zat-zat kimia untuk
memberantas serangga / tumbuhan pengganggu, seperti insektisida, pestisida,

herbisida, fungisida dan juga pemakaian pupuk anorganik.

Universitas Sumatera Utara

Dampak dari pencemaran dan perusakan lingkungan yang amat mencemaskan dan
menakutkan akibat aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia secara lebih luas
dapat berupa :
1. Pemanasan global, telah menjadi isu internasional yang merupakan topik hangat
di berbagai negara. Dampak dari pemanasan global adalah terjadinya perubahan
iklim secara global dan kenaikan permukaan laut.
2. Hujan asam, disebabkan karena sektor industri dan transportasi dalam
aktivitasnya menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara yang dapat
menghasilkan gas buang ke udara. Gas buang tersebut menyebabkan terjadinya
pencemaran udara.Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar,
terutama bahan bakar fosil mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam
nitrat. Asam tersebut dapat diendapkan oleh hutan, tanaman pertanian, danau dan
gedung sehingga dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian organisme
hidup.
3. Lubang ozon,ditemukan sejak tahun 1985 di berbagai tempat di belahan bumi,
seperti diAmerika Serikat dan Antartika. Penyebab terjadinya lubang ozon

adalah zat kimia semacam kloraflurkarbon (CFC), yang merupakan zat buatan
manusia yang sangat berguna dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti
untuk lemari es dan AC.
Sebagai reaksi dari akibat pembangunan dan industrialisasi yang telah
menyebabkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan, di seluruh dunia sedang
terjadi gerakan yang disebut gerakan ekologi dalam (deep ecology) yang
dikumandangkan dan dilakukan oleh banyak aktivis organisasi lingkungan yang

Universitas Sumatera Utara

berjuang berdasarkan visi untuk menyelamatkan lingkungan agar dapat berkelanjutan.
Gerakan ini merupakan antitesa dari gerakan lingkungan dangkal (shallow ecology)
yang berperilaku eksplotatif terhadap lingkungan dan mengkambinghitamkan agama
sebagai penyebab terjadinya kerusakan alam lingkungan. Gerakan ini beranggapan
bahwa bumi dengan sumber daya alam adanya untuk kesejahteraan manusia. Karena itu,
kalau manusia ingin sukses dalam membangun peradaban melalui industrialsiasi, bumi
harus ditundukkan untuk diambil kekayaannya.
Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi
manusia kini dan masa depan. Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak
ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah

dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Secara lebih kongkrit tidak bisa disangkal bahwa hak manusia atas lingkungan
hidup yang sehat dan baik menjadi kebutuhan mendesak sebagai bagian dari hak asasi
manusia. Hak atas pembangunan tidak lepas dari ketentuan bahwa proses pembangunan
haruslah memajukan martabat manusia, dan tujuan pembangunan adalah demi kemajuan
yang terus menerus secara berkelanjutan untuk kesejahteraan manusia secara adil
merata.
Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi,
1. Pemerataan dan keadilan sosial. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan harus
menjamin adanya pemerataan untuk generasi sekarang dan yang akan datang,
berupa pemerataan distribusi sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang
berkeseimbangan (adil), berupa kesejahteran semua lapisan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

2. Menghargai keaneragaman (diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman
hayati dan keanegaraman budaya. Keaneragaman hayati adalah prasyarat untuk
memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk
masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keaneragaman budaya akan
mendorong perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan
terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
3. Menggunakan
mengutamakan

pendekatan
keterkaitan

integratif.
antara

Pembangunan

manusia

dengan

berkelanjutan
alam.

Manusia

mempengaruhi alam dengan cara bermanfaat dan merusak Karena itu,
pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman akan kompleknya keterkaitan
antara sistem alam dan sistem sosial dengan cara-cara yang lebih integratif
dalam pelaksanaan pembangunan.
4. Perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan seringkali
diabaikan, karena masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama dari
masa akan datang. Karena itu persepsi semacam itu perlu dirubah.
Menurut Surya T. Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat berkelanjutan harus
bertumpu pada beberapa factor :
1. Kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses pembangunan secara
berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat berfungsi secara
berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu diolah dalam batas
kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui, maka sumber daya alam
tidak dapat memperbaharuhi dirinya, Karena itu pemanfaatanya perlu dilakukan

Universitas Sumatera Utara

secara efesien dan perlu dikembangkan teknologi yang mampu mensubsitusi
bahan substansinya.
2. Kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan semakin
tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan
yang berkualitas.
3. Faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban sekaligus
dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan.
Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor yang menambah beban
menjadi faktor yang dapat menjadi modal pembangunan.
Agar pembangunan memungkinkan dapat berkelanjutan maka diperlukan pokok-pokok
kebijaksanaan sebagai berikut :
1. Pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung
lingkungannya. Dengan mengindahkan kondisi lingkungan (biogeofisik dan
sosekbud) maka setiap daerah yang dibangun harus sesuai dengan zona
peruntukannya, seperti zona perkebunan, pertanian dan lain-lain. Hal tersebut
memerlukan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW), sehingga diharapkan
akan dapat dihindari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung
lingkungannya.
2. Proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan perlu
dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan
proyek. Melalui studi AMDAL dapat diperkirakan dampak negatif pembangunan
terhadap lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

3. Penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan.
4. Pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas
tatanan lingkungan.
5. Pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan.
6. Pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan ketenagaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup
7. Pengembangan hukum lingkungan yang mendorong peradilan menyelesaikan
sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.
8. Pengembangan kerja sama luar negeri.

2.3. Partisipasi Masyarakat (Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat Dalam
Pembangunan)

Bab ini akan membahas dari sisi teoritik : hubungan antara partisipasi dengan
pemanfaatan

dan

pengendalian

ruang,

definisi

keduanya

serta

hambatan

pelaksanaannya. Untuk lebih memudahkan pembahasan kajian terbagi atas beberapa sub
bab :
2.3.1. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menjadi mengemuka dan penting dalam pelaksanaan
pembangunan termasuk didalamnya penataan ruang diantaranyakarena beberapa hal
positif yang dikandungnya : (Alastaire White dalam RA. Santoso Sastropoetro, 1998)
a. Dengan partisipasi lebih banyak hasil kerja yang dapat dicapai.

Universitas Sumatera Utara

b. Dengan partisipasi pelayanan atau service dapat diberikan dengan biaya yang
rendah.
c. Partisipasi memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta, karena
menyangkut kepada harga dirinya.
d. Merupakan katalisator untuk pembangunan selanjutnya.
e. Mendorong timbulnya rasa tanggungjawab.
f. Menjamin bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat telah
dilibatkan
g. Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.
h. Menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang terdapat
didalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan berbagai keahlian.
i. Membebaskan orang dari kebergantungan kepada keahlian orang lain.
j. Lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab dari kemiskinan, sehingga
menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya.

2.3.2. Definisi Partisipasi

Menurut Keith Davis (Reksopoetranto, 1992), kata partisipasi secara etimologis
berasal dari bahasa inggris “participation” yang berarti mengambil bagian, participator
dimaknai sebagai yang mengambil bagian atau sering disebut dalam bahasa umum
sebagai keikutsertaan. Karenanya partisipasi sering dikatakan sebagai peran serta atau
keikutsertaan mengambil bagian dalam kegiatan tertentu. Karenanya terdapat
keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang

Universitas Sumatera Utara

mendorong partisipan untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha
mencapai tujuan serta tanggungjawab terhadap usaha mencapai tujuan yang
bersangkutan. Hal yang terakhir senada dengan batasan yang diberikan dalam batang
tubuh UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pasal 2 ayat 4
huruf d bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasi
kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Selain kedua
pendapat tersebut, terdapat beberapa pendapat lain tentang definisi pastisipasi :
a. Keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari pemerintah
atau kepentingan eksternal (Sumarto, 2003).
b. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan,
sebagai media penumbuhan kohesifitas antar masyarakat, masyarakat dengan
pemerintahjuga menggalang tumbuhnya rasa memiliki dan tanggungjawab
pada program yang dilakukan (Handayani, 2006).
c. Keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan ataupun kegiatan
(Wardoyo, 1992).
d. Keikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan (Rahardjo,
1985).
e. Aksi dari kepercayaan akan pembangunan. Karena pastisipasi mempunyai
nilai intrinsik kebaikan dan berfokus pada pencarian cara untuk
menyelesaikan masalah (Cooke and Kothari, 2002).
f. Seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya
atau egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau
tugas saja (Alport dalam Reksopoetranto, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Karenanya dalam beberapa definisi tersebut terdapat beberapa kata kunci tentang
definisi pastisipasi :
a. Keikutsertaan
b. Secara sukarela
c. Keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasan
d. Berbentuk pernyataan ataupun kegiatan nyata
e. Media penumbuhan kohesifitas
f. Akomodasi kepentingan bersama

2.3.3. Bentuk-bentuk Partisipasi

Sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat/kelompok terdapat beberapa wujud
dari partisipasi :
1. Menurut Vaneklasen dan Miller membagi pastisipasi atas (Handayani, 2006)
:
a. Partisipasi Simbolis
Masyarakat duduk dalam lembaga resmi tanpa melalui proses pemilihan
dan tidak mempunyai kekuasaan yang sesungguhnya.
b. Partisipasi Pasif
Masyarakat diberi informasi atas apa yang sudah diputuskan dan apa
yang sudah terjadi. Pengambil keputusan menyampaikan informasi tetapi
tidak mendengarkan tanggapan dari masyarakat sehingga informasi
hanya berjalan satu arah.

Universitas Sumatera Utara

c. Partisipasi Konsultatif
Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab beberapa pertanyaan.
Hasil jawaban dianalisis pihak luar untuk identifikasi masalah dan cara
pengatasan masalah tanpa memasukkan pandangan masyarakat.
d. Partisipasi dengan Insentif Material
Masyarakat menyumbangkan tenaganya untuk mendapatkan makanan,
uang, atau imbalan lainnya. Masyarakat menyediakan sumber daya,
namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan sehingga mereka
tidak memiliki keterikatan untuk meneruskan partisipasinya ketika masa
pemberian insentif selesai.
e. Partisipasi Fungsional
Masyarakat berpartisipasi karena adanya permintaan dari lembaga
eksternal untuk memenuhi tujuan. Mungkin ada keputusan bersama tetapi
biasanya terjadi setelah keputusan besar diambil.
f. Partisipasi Interaktif
Masyarakat berpatisipasi dalam mengembangkan dan menganalisa
rencana kerja. Partisipasi dilihat sebagai hak, bukan hanya sebagai alat
mencapai tujuan, prosesnya melibatkan metodologi dalam mencari
perspektif yang berbeda dan serta menggunakan proses belajar yang
terstruktur. Karena masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan
maka mereka akan mempunyai keterikatan untuk mempertahankan
tujuan dan institusi lokal yang ada di masyarakat juga menjadi kuat.
g. Pengorganisasian Diri

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat berpartisipasi dengan merencanakan aksi secara mandiri.
Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga eksternal untuk sumber
daya dan saran-saran teknis yang dibutuhkan, tetapi kontrol bagaimana
sumber daya tersebut digunakan berada di tangan masyarakat
sepenuhnya.
Secara ideal partisipasi semestinya berwujud partisipasi interaktif ataupun
pengorganisasian diri, tetapi tentunya hal tersebut menuntut kapabilitas sumber daya
manusiayang optimal. Di negara dunia ketiga yang umumnya berpemerintahan totaliter
menggunakan model partisipasi simbolis, pasif ataupun konsultatif.
Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengungkan
dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat ikut serta dengan
pemerintah memberi bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan
menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat
diartikan sebagian “pengikutsertaan” atau pengambil bagian dalam kegiatan bersama.
2. Menurut Soetrisno (1995:221), secara umum ada 2 (dua) jenis definisi
partisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:
1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan masyarakat
terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuan
oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam defenisi
ini pun diukur dengan kemauan masyarakat ikut menanggung biaya
pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan
pembangunan.

Universitas Sumatera Utara

2. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama erat
antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak
hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya
pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak masyarakat untuk ikut
menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka.
Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan masyarakat
untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.
Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung
program pembangunan.
3. Menurut Santoso S. Hamidjoyo (1988:67), bahwa partisipasi mengandung tiga
pengertian, yaitu:
1. Partisipasi berarti turut memikul beban pembangunan.

2. Menerima kembali hasil pembangunan dan bertanggung jawab terhadapnya.

3. Partisipasi berarti terwujudnya kreativitasnya dan oto aktifitas.

Dari ketiga hal tersebut di atas, jelas bahwa masalah partisipasi ini sangat urgen,
lebih-lebih dalam pelaksanaan pembangunan, oleh karena itu partisipasi aktif segenap
lapisan dalam pembangunan harus semakin luas dan merata, baikdalam memikul beban
pembangunan maupun di dalam menerima hasil pembangun.

Universitas Sumatera Utara

4. Menurut Sherry Arnstein (1969) menerangkan partisipasi tangga dengan 8

langkah. Secara singkat adalah sebagai berikut:
1) Manipulasi
2) Terapi. Non partisipatif. Tujuannya adalah untuk menyembuhkan atau mendidik
para partisipan. Ini adalah rencana terbaik dan tujuan dari keikut-sertaan adalah
untuk mencapai dukungan publik dari hubungan umum.
3) Pemberitahuan. Ini adalah langkah pertama terpenting untuk partisipasi yang
sah. Tetapi yang terlalu sering terjadi adalah adanya penekanan informasi secara
satu arah. Tidak adanya saluran untuk pemberian masukan.
4) Konsultasi. Survey-survey tingkah laku, pertemuan-pertemuan antar warga, dan
pertanyaan untuk warga umum. Tetapi ritual yang tidak berarti apa-apa
5) Penenangan. Pemilihan beberapa peserta yang berkarya untuk dijadikan komite.
6) Persekutuan. Kekuasaan dibagikan melalu negosiasi antar warna negara dan
pemegang kekuasaan. Tanggung jawab perencanaan dan pembuatan keputusan
ditanggung bersama.
7) Utusan Kekuasaan. Warga-warga negara yang merupakan suara terbanyak dalam
komite adalah utusan sebagai pembuat keputusan. Masyarakat umu sekarang
memiliki kemampuan untuk memastikan berjalannya program-program untuk
rakyat.

Universitas Sumatera Utara

8) Kontrol Masyarakat. Lainnya mengurus seluruh pekerjaan perencanaan,
pembuatan

polis,

dan

mengatur

program.

Menurut Sherry Arnstein 8 tangga partisipasi diatas secara berjenjang akan semakin
memberikan nilai optimal dalam pelibatan masyarakat.
Bahwa pada tahapan 7 dan 8 adalah tahapan yang sering digunakan pada rezim
pemerintahan yang otoritarian, hal tersebut dapat dimengerti karena otoritarianitas tidak
menghendaki perbedaan kepentingan dengan penguasa. Pada tahapan 4, 5, dan 6 sering
dilakukan pada masyarakat demokrasi awal, dimana pemegang kekuasaan dan
masyarakat saling menjajagi fase-fase perkembangan lanjut porsi kekuasaan antar
mereka.

2.4. Fungsi Pengawasan Masyarakat Terhadap Pembangunan

Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja
standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk

Universitas Sumatera Utara

membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan
apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan
perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau
pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan
perusahaan atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu
perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh
manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya
kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui
pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan
untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan,
melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau
evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga
dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana
penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Sedangkan menurut

Stoner, pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang
terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Menurut Winardi “Pengawasan
adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan
bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan”. Sedangkan menurut Basu
Swasta “Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat
memberikan hasil seperti yang diinginkan”. Sedangkan menurut Komaruddin
“Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual

Universitas Sumatera Utara

rencana, dan awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang
berarti”.
Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat
kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang
muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan
good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek
penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam
konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance
itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu
cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja
pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik
pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control). Di
samping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social control).
Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan
atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:
a.

mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;

b.

menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;

c.

mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.

Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau
badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.”

Universitas Sumatera Utara

Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan
atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau
pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada
setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada
di

Indonesia,

dengan

menempatkannya

di

bawah

pengawasan

Kementerian Dalam Negeri. Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan
yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi
yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas
dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK
tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern
pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu
terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses
harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak
memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.

2. Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan,
sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya,
pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari
adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan
membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain,

Universitas Sumatera Utara

pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran
dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif
akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung,
sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi
lebih awal. Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.”
Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di
mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya.
Setelah

itu,

dilakukan

pemeriksaan

dan

pengawasannya

untuk

mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.
3. Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang
dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda
dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui
“penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang
disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain,
pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak
(rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah
sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti
kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran
materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah
“pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip

Universitas Sumatera Utara

ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang
serendah mungkin.”
4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan
pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran
(doelmatigheid). Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara,
pengawasan

ditujukan

untuk

menghindari

terjadinya

“korupsi,

penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada
aparatur atau pegawai negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan
tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan
kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.
Dalam rangka mengamankan pelaksanaan pembangunan agar tercapai secara
efisien dan efektif maka diperlukan suatu sistem pengawasan yang baik. Sama
pentingnya dengan perencanaan dan pelaksanaan program, dimana pengawasan
merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi manajemen.
Efektifitas pengawasan pembangunan juga tergantung pada kesadaran dan
kemampuan masyarakat dalam melakukan pengawasan. Kesadaran masyarakat akan
melahirkan motivasi untuk melakukan kontrol sosial. Kartasasmita (1997;152-153)
menyatakan pengawasan masyarakat

(wasmas) merupakan bentuk partisipasi

masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Partisipasi
masyarakat tersebut bukan tampil dengan sendirinya, tetapi harus di dahului oleh
terbentuknya sikap perduli dan motivasi. Namun sikap perduli dan motivasi hanya dapat
tumbuh jika ada harapan bahwa keikutsertaan itu akan ada hasilnya.

Universitas Sumatera Utara