Analisis Partisipasi Masyarakat Kecamatan Medan Johor Dalam Mengawasi Program Pembangunan Dan Pemeliharaan Drainase

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muhammad, 2007. Perencanaan pembangunan partisipasi (studi Tentang

penyusunan Rencana Pembangunan jangka Menengah Daerah Kota Medan tahun 2006-2010)

Arikunto, Suharsimi. 2001. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka

J. Muller. 1989. Partisipasi Bukan Unsur Baru Dalam Pembangunan. Jakarta: Kompas.

Nugroho. T. Rianto. 2004. Kebijakan Publik, Formulas, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia.

Sarwoto. 1990. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Singarimbun, Masri, dan Sofyan Effendi. 1993. Metode Penelitian Survay. Jakarta: LP3ES.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Steers, Richard M. 1998. Efektivitas Organisasi, Terjemahan. Jakarta: PPm Erlangga. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi Negara. Bandung: Alfabeta

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.

Utomo, Tri Widodo. 1998. Administrasi Pembangunan. Bandung: Lembaga Administrasi Negara.


(2)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Penelitian ini tergolong dalam bentuk penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat di wilayah kecamatan khususnya dalam hal melaksanakan peran pengawasannya terhadap setiap proses pembangunan di wilayahnya. Dengan demikian penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah, penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat/ mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis. (Zuriah, 2006 : 47)

Berdasarkan pengertian diatas, maka penelitian ini adalah penelitian yang diarahkan untuk mengungkapkan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi serta menganalisis kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.


(3)

Tempat ataupun lokasi penelitian ini dilaksanakan yakni di wilayah Kecamatan Medan Johor Kota Medan Sumatera Utara. Alasan mengenai penetapan lokasi ini dikarenakan Kecamatan Medan Johor dengan luas wilayahnya ±12,81 km² merupakan daerah pemukiman di Kota Medan di sebelah Selatan yang sekaligus menjadi daerah resapan air utama bagi Kota Medan. Sehingga program pembangunan/pemeliharaan saluran air (drainase) senantiasa dilaksanakan pada lokasi ini. Dengan demikian sudah sepatutnya masyarakat di lokasi penelitian menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam hal mengawasi pelaksanaan pembangunan yang dilakukan tersebut.

Selanjutnya direncanakan pula interval waktu pelaksanaan penelitian ini dari proses awal hingga akhir sebagaimana dirincikan pada tabulasi schedule di bawah ini.

pelaksanaan penelitian ini tentunya direncan 3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian


(4)

Tabel 3.1

Waktu Pelaksanaan Penelitian dirincikan berdasarkan tahapan penelitiannya.

No.

Rincian Tahapan Pelaksanaan

Penelitian

I II III

M-1 M-2 M-3 M-4 M-1 M-2 M-3 M-4 M-1 M-2 M-3 M-4

(1) (2) (3)

1. Penyusunan Draft Kasar Proposal Penelitian 2. Pengajuan Draft

Kasar Proposal Penelitian 3. Proses

Pembimbingan Proposal Penelitian 4. Seminar Proposal

Penelitian

5. Perbaikan Proposal Penelitian setelah Seminar


(5)

No.

Rincian Tahapan Pelaksanaan

Penelitian

I II III

M-1 M-2 M-3 M-4 M-1 M-2 M-3 M-4 M-1 M-2 M-3 M-4

(1) (2) (3)

6. Pengumpulan data dan informasi penelitian

7. Proses Analisis Data Penelitian

8. Penyusunan Laporan Hasil 9. Meja Hijau

Keterangan :

I s.d III : Bulan Pertama hingga Ketiga

M-1 : Minggu Pertama

M-1 : Minggu Kedua

M-1 : Minggu Ketiga

M-1 : Minggu Keempatejak awal Bulan Februaru Tahun 2012. Secara sederhana rincian tahapan


(6)

3.3. Informan Penelitian

Sumber informasi serta data yang diperlukan dalam penelitian ini tentunya adalah pihak-pihak yang memiliki keterkaitan erat serta memiliki kapasitas dan pemahaman yang memadai dengan permasalahan yang sedang diteliti. Dengan demikian penelitian ini memutuskan penggunaan teknik snowball dimana secara berkesinambungan data dan informasi dikumpulkan melalui key informan hingga data dan informasi yang didapatkan mencapai titik kejenuhan. Dengan demikian proses pengumpulan data telah selesai dilakukan.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam (deep interview) dilakukan dengan pedoman wawancara yang mencakup indikasi-indikasi operasional yang perlu ditelusuri.

2. Observasi Langsung pada lapangan penelitian yaitu mencakup beberapa fenomena yang terlihat dan berkaitan erat dengan pelaksaan Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase di Kecamatan Medan Johor

3. Penelusuran Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data–data sekunder yang memiliki relevasi terhadap penelitian ini.


(7)

3.5. Jenis dan Sumber Data

Secara integral penelitian ini menggunakan 2 jenis data yakni data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dan observasi langsung peneliti di lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder: yakni merupakan data atau informasi yang telah diolah oleh sumber terkait yang diperoleh dari studi dokumentasi.

3.6. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik deskriptif. Menguraikan serta menginterprestasikan data yang diperoleh dari lapangan yang di dapat dari para responden. Penganalisaan ini diperoleh berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban responden serta penelaahan peneliti dalam menghubung-hubungkan fakta, data dan informasi terhadap teori serta pengalaman di beberapa penelitian yang relevan. Sehingga dari analisis tersebut diharapkan muncul gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan dapat mengungkapkan permasalahan penelitian. Data-data yang terkumpul tersebut akan disajikan melalui analisa data tunggal.


(8)

BAB IV

Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Medan Johor

Kecamatan Medan Johor terletak di wilayah Selatan Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Tuntungan Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia. Kecamatan Medan Johor dengan luas wilayahnya 12,81 KM ². Kecamatan Medan Johor adalah merupakan daerah pemukiman di Kota Medan di sebelah Selatan, dan merupakan daerah resapan air bagi Kota Medan, dengan penduduknya berjumlah : 113.593 Jiwa (2006)

Disini juga terdapat Balai Pembibitan Pertanian dan sebuah Asrama Haji yang besar dan megah dengan pelayanan hajinya setiap tahun sering mendapat penghargaan secara Nasional. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri di Kecamatan Medan Johor ini juga terdapat beberapa industri kecil seperti Pengolahan Kopi dan Produk Minuman ringan.

. Di Kecamatan Medan Johor ini banyak terdapat perumahan-perumahan kelas menengah dan mewah, daerah ini sangat potensial bagi para investor yang bergerak dibidang Real Estate, disamping itu juga sangat berpotensi dibidang agrobisnis dan pendidikan.


(9)

4.1.1. Geografis

Secara geografis,Kecamatan Medan Johor sama dengan wilayah Medan yang lainnya. Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia

pada tahun 2001 berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC -

33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan

suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC - 33,1ºC.Kelembaban udara di wilayah Kota Medan

rata-rata berkisar antara 84 - 85%. kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata

total lajupenguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2001 ratarata

per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm (menurutStasiun Sampali)

dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia.

4.1.2. Demografi (Kependudukan)

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa.Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan.Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan


(10)

37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan—tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.


(11)

Secara spesifik, jumlah penduduk di Kecamatan Medan Johor dapat dilihat di tabel berikut :

Kelompok Umur

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

0-4 4.911 5.155 10.066

5-14 5.315 5.102 10.418

15-44 5.424 5.586 11.010

45-64 6.126 5.854 11.980

>=65 6.395 5.854 11.980

Jumlah 56.961 58.221 11.5182

4.1.3. Pemerintahan

Kota Medan dipimpin oleh seorang wali kota. Saat ini, jabatan wali kota Medan dijabat oleh Rahudman Harahap dengan jabatan wakil wali kota dijabat oleh Dzulmi Eldin. Pasangan Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin memperoleh jumlah suara terbanyak pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan yang dilaksanakan dalam 2 putaran. Putaran pertama diikuti oleh 10 pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota. Dalam putaran kedua, pasangan Rahudman-Dzulmi bertemu dengan pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti. Rahudman Harahap dan Dzulmi Eldin dilantik pada tanggal 26 Juli 2010 di gedung DPRD Kota Medan oleh Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin, atas nama Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.


(12)

4.1.4. Struktur Organisasi

Struktur Pemerintahan Kecamatan Medan Johor dapat dilihat pada bagan dibawah ini :


(13)

Camat

MHD.Azwarlin Nst,SH

Sekretaris Camat Noor Alfi Pane.AP Noor Alfi Pane.AP

Kelompok Jabatan Fungsional

Seksi Tata Pemerintahan Drs.Ys.Putra Siregar

Sub Bagian Keuangan Agustina,SH Agustiana,SH Sub Bagian Umum Idah N Bintang,SE Idah N

Seksi Pemberdayaan Masyarakat Elida Mahyani,SH Elida Mahyani,SH

Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum Rustam Harahap,SH Rustam Harahap,SH Kel.Suka Maju Lurah M.Yasir Rizka,S.STP M.Yasir Rizka,S.STP Kel.Titi Kuning Lurah Drs.A Muhzi Dr.A Muhzi Kel.Kedai Durian Lurah Fatimah Gabena Harahap,S.Sos Fatimah Gabena Kel.Pkl.Mahsyur Lurah Ahmad Minwal,S.Sos Kel.Gdg Johor Lurah Edwin Faisal,SH Edwin Faisal,SH Seksi Tata Pemerintahan

Drs.YS. Putra Siregar Drs.Ys.Putra Siregar

Seksi Kesejahteraan Sosial Syahril,Sm.HK Syahril.Sm.HK Sub Bagian Penyelenggaraan Program Siti Nur Kel.Kuala Bekala Lurah Enoh Tavip,S.Sos Enoh Tavip,S.Sos


(14)

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis

Tuntutan otonomi daerah secara penuh terus dilakukan agar setiap daerah dapat memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumber daya di daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonimi daerah juga diharapkan sebagai upaya untuk mempercayai masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengembangkan potensi daerahnya sendiri. Terlalu besarnya dominasi negara selama ini yang menjadi alasan penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pemerintahan daerah terlebih dalam pemerintahan desa. Proses prencanaan, pengambilan keputusan dan program pembangunan kerap kali dilakukan dengan sistem dari atas kebawah (top-down). Rencana program-program pembangunan diseragamkan di buat ditingkat pusar (atas) dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten, sedangkan potensi setiap daerah berbeda-beda. Sistem perencanaan pembangunan top-donw yang bersifat sentralistik ini menyebabkan mandulnya partisipasi masyarakat. sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam peleksanaan program-program kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tetapi juga mulai dari tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.

Suatu skema baru otonomi daerah, yang didalamnya termuat semangat melibatkan masyarakat, dengan menekankan bahwa kualitas otonomi daerah akan ditentukan oleh


(15)

sejauh mana keterlibatan masyarakat, maka dengan sendirinya harus ditunjukkan adanya saluran aspirasi masyarakat semenjak dini.

Di sini dapat kita ketahui bahwa sudah seharusnya ide awal proses pembangunan harus menyertakan masyarakat di dalam perumusannya. Maka perumusan ini merupakan proses perumusan yang umum, yang mana pada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan pokok-pokok harapan, dan kepentingan dasarnya. Artinya skema politik dan sistem perencanaan pembangunan yang lama, dimana rakyat hanya menerima putusan dari pemerintah (sistem bottom-up) supaya dapat terlaksana dengan baik. Dalam UU No. 25 Tahun 2004, pemerintah meletakan komitmen politik untuk memperbaiki kualitas pembangunan manusia Indonesia mulai dari pemetaan sisitem perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta profesional masyarakat dan pemerintah daerah dari sejak awal tahap perencanaan sampai pemanfaatan dan pelestarian. Untuk mendukung pelaksanaan amanat UU No.25 Tahun 2004 ini, maka pemerintah atas nama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappena ssudah mengeluarkan surat edaran tentang sisitem perencanaan pembangunan Daerah. Dalam surat edaran tersebut pemerintah daerah diwajibkan menyusun rencana pembangunan jangka panjang (RPJP/D), rencana pembangunan jangka menengah (RPJM/D), dan rencana kerja pemerintah daerah (RKP/D) sebagai rencana tahunan. Setiap proses penyusunan harus mempunyai koordinasi antara instansi pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan, melalui sutu forum yang disebut sebagai musyawarah perencanaan pembangunan atau yang disebut dengan Musrenbang.

Berkaitan dengan hasil penelitian ini dapat dijelaskan secara keseluruhan beberapa indikasi mengenai keberadaan partisipasi masyarakat Kecamatan Medan Johor


(16)

khususnya dalam Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase di lokasi penelitian. Adapun hasil penelitian tersebut terbagi dalam sub bagian analisis berikut ini.

5.1.1. Keterlibatan Masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam Perencanaan Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase.

Partisipasi dalam pembangunan dipandang sebagai sebuah metodelogi yang mengantarkan pelaku-pelakunya untuk dapat memahami masalah-masalah yang dihadapi, sehingga dapat menganalisa dan mencari selusi dari masalah yang dihadapi tersebut, sehingga memberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan.

Hasil wawancara terhadap informan kunci menginterpretasikan bahwa dalam hal keikutsertaan Masyarakat Kecamatan Medan Johor baik yang langsung berdekatan lokasi domisilinya dengan lokasi pembangunan/ pemeliharaan drainase dimaksud masih belum mendapatkan ruang yang memadai. Artinya sebagai anggota masyarakat kecamatan yang membutuhkan hasil program pembangunan tersebut juga masih merasa keterlibatan mereka dalam proses perencanaan Pembangunan saluran Drainase di lokasi penelitian sangat minim sekali. Padahal banyak sebenarnya masyarakat yang mengharapkan bahwaw sebagai obyek pembangunan berarti masyarakat terkena langsung atas kebijakan dan kegiatan pembangunan. Dalam hal ini perlu masyarakat Kecamatan Medan Johor ikut dilibatkan baik dari segi formulasi kebijakan maupun aplikasi kebijakan tersebut, sebab merekalah yang dianggap lebih tahu tentang kondisi lingkungannya.

Partisipasi masyarakat apalagi hingga ke tahap pengawasan terhadap pelaksanaan proyek pembangunan seperti drainase merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam rangka mensinergikan antara keinginan penguasa dengan dengan keinginan rakyat.


(17)

Yang mana pada dasarnya partisipasi masyarakat timbul tidaklah semata-mata dengan sendirinya melainkan ada hal-hal yang mampu mempengaruhinya, sehingga masyarakat merasa sadar dan terdorong untuk terlibat lebih jauh dalam segala aspek kehidupan negara. Perencanaan pembangunan merupakan sebuah instrumen yang sangat penting. Sebab perencanaan partisipatif merupakan sala satu dari serangkaian perjalanan pembangunan dan juga tahap awal yang sangat menentukan bagi keberhasilan proses pembangunan khususnya di Kecamatan Medan Johor. Pada fase ini sudah selayaknya pembangunan di Kecamatan Medan Johor merupakan hasil dari musyawarah yang senantiasa memperhatikan aspirasi masyarakat secara utuh.

Disamping hal tersebut penyusunan perencanaan dan proses pembangunan merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lainnya. Dalam tahap penyusunan perencanaan, proses pemebangunan yang nantinya akan terjadi dalam periode perencanaan tersebut diperkirakan akan sesuai dengan kerangka perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Perencanaan merupakan jawaban sementara atas persoalan-persoalan pembangunan yang dihadapi masyarakat. Jadi dalam hal ini perencanaan cendrung menetapkan langkah-langkah yang hendak dilakukan dengan belajar dari pengalaman-pengalaman yang sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu. Bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang terus-menerus dan menyeluruh dari penyusunan suatu rencana, penyusunan program kegiatan, pelaksanaan serta pengawasan dan evaluasi dari pelaksanaannya. Kembali hasil wawancara terhadap informan kunci di lokasi penelitian ini dilaksakan menggambarkan bahwa manajemen yang telah dilakukan justru kurang efektif. Informan kemudian memaparkan bahwa selama pembangunan/ pemeliharaan drainasi di Kecamatan Medan johor dilaksanakan, pernah disaksikan secara langsung bahwa ada salah satu anggota masyarakat jusrtru menunjukkan kemarahan yang


(18)

cukup mengganggu jalannya proses pembangunan. Masyarakat tersebut menilai bahwa pembangunan yang sedang dilakukan tanpa kompromi sehingga setiap jam-jam sibuk, banyak sekali dijumpai titik kemacetan lalu lintas.

Padahal ekses penghambatan penyelesaian pelaksanaan pembagunan sebagaimana ekses di atas dapat dihindari jika saja program pembangunan/ pemeliharaan drainase di Kecamatan Medan Johor itu sendiri telah menerapkan perencanaan yang berbasis prakarsa masyarakat dimana perencanaan yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan kongkrit masyarakat dan dalam proses penyusunannya benar-benar melibatkan aspirasi masyarakat setempat dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat dan mencapai kehidupan baru yang lebih baik dan bermakna melalui langkah-langkah pembangunan. Untuk menampung keinginan masyarakat dalam pembangunan ditempuh dengan sistem perencanaan dari bawah ke atas (bottom up). Inilah yang sebenarnya merupakan perencanaan partisipatif.

5.1.2. Kondisi Aksesibilitas Masyarakat Kecamatan Medan Johor Mengajukan Alternatif atau Keputusan Dalam Perencanaan hingga Pengawasan Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase.

Meskipun pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata sebuah konsep ekonomi, dari sudut pandang kita pemberdayaan masyarakat secara implisit mengandung arti menegakkan demokrasi. Demokrasi secara harafiah berarti kedaulatan rakyat di dalam rangkaian pembangunan, dimana kegiatan pembangunan yang berlangsung adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep ini menyangkut masalah penguasaan


(19)

teknologi, pemilikan modal, akses ke pasar dan ke dalam sumber-sumber informasi, serta keterampilan manajemen.

Agar demokrasi dapat berjalan, maka aspirasi masyarakat yang tertampung harus diterjemahkan menjadi rumusan-rumusan kegiatan yang nyata. Untuk menerjemahkan rumusan menjadi kegiatan nyata tersebut, negara mempunyai birokrasi. Birokrasi ini harus dapat berjalan efektif, artinya mampu menjabarkan dan melaksanakan rumusan-rumusan kebijaksanaan publik (public policies) dengan baik, untuk mencapai tujuan dan sasaran yang dikehendaki. Dalam paham bangsa Indonesia, masyarakat adalah pelaku utama pembangunan, sedangkan pemerintah (birokrasi) berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan iklim yang menunjang. Selanjutnya berturut-turut akan dibahas tujuan pembangunan, konsep pemberdayaan masyarakat dalam konteks perkembangan paradigma pembangunan, pendekatan, aspek kelembagaan beserta mekanismenya serta strategi dalam mewujudkannya.

Salah satu fokus penelitian ini tentu melihat bagaimana sebenarnya keberadaan keterbukaan bagi akses masyarakat tersebut hingga ke taraf pengusulan alternatif dalam rangkaian pembangunan drainase di Kecamatan Medan Johor atau keleluasaan masyarakat di lokasi penelitian dalam memuttuskan apa yang menjadi kebutuhan hingga bagaimana drainase yang diinginkan.

Sebagian besar informan penelitian mendeskripsikan interpretasi terhadap pertanyaan yang diajukan dengan cukup antusias. Adapun informasi yang diterima melalui hasil wawancara yang dilakukan menjelaskan bahwa hampir keseluruhan cenderung menginginkan bahwa saluran drainase yang sesuai dengan kondisi di lingkungan mereka berdomisili haruslah memiliki kedalaman yang cukup disertai pelindung.


(20)

Jelaslah bahwa sebenarnya hasil pelaksanaan pembangunan/ pemeliharaan saluran drainase yang telah dilakukan tidak singkron dengan keinginan masyarakat di Kecamatan Medan Johor pada umumnya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa keterbukaan terhadap akses masyarakat dalam mengajukan alternatif atau memutuskan sendiri apa yang menjadi keinginannya masih belum terwujud dengan semestinya.

5.1.3. Sosialisasi Informasi Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase bagi Masyarakat di Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

Salah satu aspek penting dalam implementasi kebijakan pembangunan adalah adanya asas transparansi atau keterbukaan. Prasyarat ini adalah mutlak mengingat dalam era demokrasi saat ini masyarakat berhak mengetahui secara lebih spesifik, konsep dan penerapan kebijakan macam apa yang dapat segera diwujudkan dan sekaligus memberi manfaat yang sebesar-besaranya bagi hajat hidup masyarakat itu sendiri. Karenanya disisi lain ketertutupan aparatur pemerintah dalam memutuskan berbagai kebijakan dalam pembangunan akan berdampak pada kurang efektifnya penerapan kebijakan dan terhambatnya proses pembangunan yang dijalankan. Sehingga boleh jadi ketertutupan justru menimbulkan resistensi di masyarakat.

Hasil wawancara menjelaskan bahwa selama pelaksanaan program pembangunan/ pemeliharaan Drainase di Kecamatan Medan Johor berlangsung, banyak informan beranggapan bahwa sosialisasi program pembangunan/ pemeliharaan Drainase di Kecamatan Medan Johor yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kota masih sangat minim. Padahal sosialisasi program tersebut juga termasuk dalam ruang debat publik,


(21)

sehingga masyarakat bisa mengetahui darimana dan kemana anggaran belanja daerah dialokasikan dan bagaimana pendistribusiannya.

Sosialisasi kebijakan sebelumnya juga penting guna pengawasan yang lebih baik dan efektif, artinya masyarakat juga akan turut mengawasi. Sosialisasi juga jangan sekadar formalitas dan kerangka kerja saja, penjelasan yang lebih detail pada kenyataannya akan mampu menyumbangkan legitimasi yang lebih kuat dari masyarakat terhadap setiap kegiatan proyek-proyek pembangunan. Orientasi kerja dan kinerja aparatur juga selayaknya harus lebih kepada urgensi kebutuhan masyarakat, ketimbang sekadar formalitas pengalokasikan dana pembangunan/ proyek dalam setiap tahun anggaran untuk proyek-proyek rutin, dalam hal APBD misalnya, selain ada fungsi alokasi, maka fungsi fiskal anggaran tersebut harus optimal. Sehingga aparatur akan lebih luwes lagi mengelola anggaran daerah, yang merupakan hasil optimal dari partisipasi masyarakat. Demikian juga dengan sosialisasi Perda (Peraturan Daerah), harus diumumkan secara jelas dan terbuka, sehingga anggota masyarakat akan merasa “well-informed” dengan kebijakan pemerintah di daerahnya. Selama ini tidak jarang masyarakat kurang mengetahui perda-perda apa saja yang mengakomodir kepentingan yang lebih luas, dan apa saja manfaat perda-perda yang telah dan akan dikeluarkan.

Dalam hal kebijakan publik ada komitmen terhadap pola kepemerintahan yang baik (good-governance), yang dalam Peraturan Pemerintah No.1/2000 dijelaskan bahwa kepemerintahan yang baik adalah yang mampu mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Pemerintahan yang bijaksana memiliki arti tidak sekadar mengandalkan legalitas hukum yang dimiliki untuk menjalankan administrasi publik, akan tetapi juga berusaha


(22)

menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap proses administrasi dan hasil-hasil pembangunan yang dicapai (Nisjar dalam Sedarmajanti, 2004). Dengan dermikian transparansi adalah suatu prinsip atau karakteristik dalam mengembangkan sistim kepemerintahan yang baik.

Budaya transparansi memang relatif baru bagi kita, meskipun di negara-negara yang menganut faham demokrasi hal demikian tidaklah tabu. Soal bagaimana proses pembelajaran seluruh lapisan masyarakat, khususnya aparatur pemerintahan dalam mewujudkan transparansi kebijakan publik, semestinya dimulai dari aparatur pemerintahan sendiri, atau peran proaktif para wakil rakyat.di DPR maupun DPRD. Sementara itu dikalangan akademisi harus dibiasakan untuk secara terbuka dan sportif mendiskusikan bagian-bagian dari kebijakan pemerintahan, terutama yang langsung menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalkan soal pendidikan, kesehatan, perumahan, pangan, subsidi, kenaikan BBM, dana kompensasi dan lain sebagainya. Adanya argumentasi akademik dari dasar pengambilan keputusan yang didiskusikan secara terbuka, baik melalui saluran media massa ataupun seminar-seminar, akhirnya akan menjadi sebuah tradisi akademis yang sangat bermanfaat, sehingga implementasi kebijakan tidak melulu menjadi polemik yang menimbulkan pertentangan politik yang tak berujung di kemudian hari.

Transparansi atau keterbukaan memerlukan pula data-data yang lengkap, dan ini juga merupakan tugas pihak-pihak yang kompeten untuk itu, disisi pemerintah misalnya ada Badan-badan yang berwewenang mempublikasikan data-data baku seperti BPS (Badan Pusat Statistik) atau Bapeda serta instansi resmi lainnya yang memiliki otoritas untuk itu. Adakalanya data-data pembangunan tidak secara lengkap disajikan dengan berbagai alasan kendala teknis, padahal semestinya data-data dan informasi baku harus


(23)

lebih cepat disosialisasikan dengan kesenjangan waktu (time-gap) yang tidak terlalu lama. Dalam hal ini kita memang jauh tertinggal dari negara-negara industri maju dalam hal kecepatan merilis data-data pembangunan mutakhir, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pentingnya data ini dapat menghindarkan situasi informasi yang asimetrik (assymetric information), dimana terjadinya ketimpangan informasi antara aparatur dengan masyarakat. Iklim demikian menjadi tidak sehat bagi proses demokratisasi dan mungkin saja akan membuka celah untuk terjadinya korupsi, kolusi dan manipulasi. Untuk mengoreksinya, lembaga otoritas harus membuat peraturan keterbukaan informasi. Tidak jarang bahwa kegagalan atau kelalaian menyampaikan informasi yang lengkap dapat digolongkan sebagai tindakan pidana, dengan hukuman kurungan, denda ataupun sanksi administratif .

5.1.4. Keberadaan Wadah Komunikasi Masyarakat Kecamatan Medan Johor yang Terfokus pada Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase.

Dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan proses, yang penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya. Dengan demikian pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga komponen, yakni komunikator pembangunan, bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan yang berisi ide-ide atau pun program-program pembangunan, dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi sasaran pembangunan.


(24)

Dengan demikian pembangunan di Indonesia adalah rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia, harus bersifat pragmatik yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi bagi masa kini dan yang akan datang. Dalam hal ini tentunya fungsi komunikasi harus berada di garis depan untuk merubah sikap dan perilaku manusia Indonesia sebagai pemeran utama pembangunan, baik sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan.

Hasil wawancara dengan informan penelitian ini menjelaskan bahwa dalam hal pelaksanaan Program Pembangunan/ Pemeliharaan drainase di Kecamatan medan johor belum menyertakan forum komunikasi khusus yang juga memfokuskan informasi dan komunikasinya terhadap program pembangunan tersebut. Mayoritas masyarakat yang hidup dengan pola kota metropolitan masih menjadi problema utama dan memberikan hambatan yang sangat berarti bagi berkumpulnya masyarakat di kecamatan Medan Johor pada suatu waktu tertentu. Tingkat kepadatan jadwal dalam pelaksanaan rutinitas masyarakat di Kecamatan Medan Johor sehari-hari justru semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Oleh karenanya keberadaan lembaga ataupun forum komunikasi khusus masih jauh dari harapan sebagaimana konsepsi partisipasi masyarakat yang telah dipaparkan sebelumnya.

5.1.5. Kerjasama antara Masyarakat Kecamatan Medan Johor dengan Aparatur Pemerintah dalam rangka Pengawasan Program Pembangunan/

Pemeliharaan Drainase.

Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam


(25)

pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan keputusan. Namun dalam mengeluarkan kebijakan publik masih diwarnai keputusan, kebijakan, dan/atau ketetapan yang tidak sesuai dengan ketentuan keinginan masyarakat

Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”.

Demi mennggapai mimpi pemerintahan yang baik, reformasi birokrasi juga menjadi salah satu jawaban. Menuju nagara dan pemerintahn yang baik tentu harus memiliki birokrasi yang berkompeten agar memicu usaha peningkatan kapasitas dan kwalitas birokrasi. Tidak lagi dengan birokrasi yang cenderung berbelit-belit, dipersulit dan lama. Banyak jalur birokrasi yang harus dipangkas dan beberapa jalan pintas yang


(26)

legal dan bisa ditenpuh dalam mencapai birokrasi yang mudah dan cepat. Hal ini tentu akan berdampak pada mininya celah terjadinya korupsi melalui administrasi.

Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi.

Sebagaimana fokus penelitian ini menyangkut keberadaan kerjasama yang dijalin antara Ketiga pihak dalam pemahaman di atas, Kerjasama antara Masyarakat Kecamatan Medan Johor dengan Aparatur Pemerintah dalam rangka Pengawasan Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase masih belum berjalan sebagaimana konsep good governance yang sama-sama dicitakan. Oleh karenanya Pemerintah Kota Medan serta penyelenggara Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase di kecamatan Medan Johor seharusnya memperhatikan bagaimana mengelola sumberdaya lembaga yang ada agar sesuai dengan kebutuhan yang ada dan tujuan yang ingin dicapai, sehingga efisiensi kerja dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang direncanakan.


(27)

5.1.6. Ciri/ Tindakan Masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam Mengawasi Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase.

Anggota masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan semata, tetapi sebagai subjek pembangunan pula. Partisipasi masyarakat adalah pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan perencanaan dan implementasi program atau proyek pembangunan, dan merupakan aktualisasi, ketersediaan, dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program pembangunan

Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang telah disusun.

Dikembangkan oleh Bappenas bersama BPS semacam angka indeks kesejahteraan rakyat yang menggabungkan indikator ekonomi, kesehatan, dan pendidikan ke dalam suatu angka indeks. Di dunia internasional indeks kesejahteraan semacam ini telah dikembangkan oleh UNDP yang dikenaldengan nama Human Development Index (HDI) seperti telah dikemukakan di atas. Manusia juga harus mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi melalui pembangunan spiritual, sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat, dalam rangka membangun masyarakatberakhlak. Terkait dengan itu adalah pembangunan budaya, yakni untuk menciptakan, di atas budaya yang menjadi jati diri


(28)

bangsa Indonesia, sikap budaya kerja keras, disiplin, kreatif, ingin maju, menghargai prestasi dan siap bersaing. Ukurannya tentu sangat relatif dan terutama bersifat

kualitatif.

Dalam pembangunan budaya perlu dikembangkan orientasi kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemberdayaan teknologi, merupakan jawaban yang berjangkauan jauh ke depan dan berkesinambungan dalam membangun masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Pemberdayaan masyarakat harus pula berarti membangkitkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakatnya. Masyarakat yang secara politik terisolasi bukanlah masyarakat yang berdaya, artinya tidak seluruh aspirasi dan potensinya tersalurkan. Maka, aspek politik juga terdapat dalam pemberdayaan masyarakat.

5.2. Pembahasan

Partisipasi masyarakat sesuai dengan model pembangunan saat ini tentu masih menjadi pertanyaan di segala sisi pembangunan itu sendiri. Sudah sepantasnya sebagai anggota masyarakat menunjukkan perilaku pembangunan yang partisipatif demikian pula dengan pemerintahan yang sedang mengemban tugas pengelolaan pembangunan di daerah. Artinya setiap pihak tentunyamemposisikan dirinya pada porsi yang proporsiolnal dalam setiap upaya pembangunan.Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, didapatkan berbagai informasi dan data tentangfenomena partisipasi masyarakat di Kecamatan Medan Johor Kota Medan yang masih memerlukan perhatian serta langkah penanganan yang integratif.


(29)

Meski pelaksanaan Program Pembangunan dan pemeliharaan drainase yang telah dilaksanakanmemberikan hasil yang nyata dari dimensi outputnya, namun penelitian ini justru belummenangkap adanya manfaat yang optimal bagi masyarakat di masa yang akan datang. Kehadiranoutput berupa saluran drainase yang berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan saatwawancara dengan berbagai informan yang memahami persoalan pembangunan dan pemeliharaandrainase di lokasi penelitian, masih belum sesuai dengan keinginan perkembangan dinamikamasyarakat di Kecamatan Medan Johor. Masih banyak informan yang ragu akan daya tampungvolume air yang dapat dialiri saluran drainase yang ada. Fenomena ini justru sangat tajam terlihatdengan semakin tumbuhnya lokasi pemukimamn warga berupa Kompleks Perumahan yang jugameningkat tajam dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

Kondisi yang demikian juga diperburuk dengan hadirnya saluran pengendalian banjir Kota Medanyang juga menjadikan wilayah Kecamatan Medan Johor sebagai salah satu urat nadi dalampengelolaan banjir kota tesebut. Dengan demikian partisipasi yang ada selama ini yang jugamenggambarkan masih adanya gap antara pemerintah kota sebagai fasilitator, maupun masyarakatyang sekaligus menjadi objek serta subjek suatu upaya pembangunan seperti drainase menjadisandaran partikel yang teramat penting. Kondisi yang demikian kompleksnya akan dapatdiminimalisasi dengan adanya model kemitraan yang strategis. Tentu saja tetap melihat kepadakapasitas rutinitas masyarakat di Kecamatan Medan Johor yang semakin sulit menemukan waktuluang untuk bertukar informasi bersama anggota masyarakat lainnya juga dengan pemerintah lokal.

Hasil wawancara terhadap informan menunjukkan kenyataan bahwa partisipasi masyarakatKecamatan Medan Johor dalam konteks pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase masihdalam tahapan non partisipatif atau masih membutuhkan


(30)

manipulasi serta pemberitahuan yangintens sebagaimana penjelasan Arnstein dalam konsep tangga partisipasinya. Kondisi ini justrudiperkuat oleh adanya fenomena spesifik seperti kompleksitas kehidupan masyarakat di lokasipenelitian yang secara signifikan meningkat serta degradasi perilaku partisipatif itu sendiriterhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Informasi yang diperoleh justrumenggambarkan bahwa sebagaimana keinginan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan,pelaksanaan, pengawasan hingga evaluasi hasil-hasil pembangunanmasih belum mendapatkanposisi yang ideal.


(31)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini berfokus pada salah satu dimensi wajah pembangunan KotaMedan seperti yang dilaksanakan di Kecamatan Medan Johor khususnya di bidang Infrastruktur dalam pembangunan drainase. Kemudian mempersempit pembahasan penulis juga melihat salah satu sisi utama yang sangat pentingberkaitan dengan pembangunan tersebut yakni mengenai partisipasi yangdilakukan masyarakat kecamatan Medan Johor sendiri terhadap berbagai upayapembangunan dan pemeliharaan infrastruktur sebagaimana drainase di wilayah mereka.

Tuntutan otonomi daerah secara penuh terus dilakukan agar setiap daerah dapat memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumberdaya di daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonimi daerah juga diharapkan sebagai upaya untuk mempercayai masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengembangkan potensi daerahnya sendiri. Terlalu besarnya dominasi negara selama ini yang menjadi alasan penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pemerintahan daerah terlebihdalam pemerintahan desa. Proses prencanaan, pengambilan keputusan danprogram pembangunan kerap kali dilakukan dengan sistem dari atas kebawah (top-down). Rencana program-program pembangunan diseragamkan di buat ditingkat pusar (atas) dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten,sedangkan potensi setiap daerah berbeda-beda. Sistem perencanaanpembangunan top-down yang bersifat sentralistik ini menyebabkan mandulnyapartisipasi masyarakat. sejauh ini, partisipasi


(32)

masyarakat masih terbatas padakeikutsertaan dalam peleksanaan program-program kegiatan pemerintah,padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaantetapi juga mulai dari tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwasanya partisipasi masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam konteks pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase masih dalam tahapan non partisipatif atau masih membutuhkan manipulasi serta pemberitahuan yang intens sebagaimana penjelasan Arnstein dalam konsep tangga partisipasinya. Kondisi ini justru diperkuat oleh adanyafenomena spesifik seperti kompleksitas kehidupan masyarakat di lokasipenelitian yang secara signifikan meningkat serta degradasi perilaku partisipatif itu sendiri terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Informasi yang diperoleh justru menggambarkan bahwa sebagaimana keinginan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hinggaevaluasi hasil-hasil pembangunan masih belum mendapatkan posisi yang ideal.

6.2. Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas, penulis bermaksud menjelaskan beberapa hal penting sekaligus menjadi saran penelitian ini bagiupaya perbaikan pelksanan pembangunan di kota medan secara umum dan khususnya diKecamatan Medan Johor yang mencakup beberapa hal berikut ini.

Tuntutan otonomi daerah secara penuh terus dilakukan agar setiap daerah dapat memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumberdaya di daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah juga diharapkan sebagai upaya untuk mempercayai masyarakat dan Pemerintah Daerah dalammengatur dan mengembangkan potensi


(33)

daerahnya sendiri. Terlalu besarnyadominasi negara selama ini yang menjadi alasan penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pemerintahan daerah terlebih dalam pemerintahan desa. Proses perencanaan, pengambilan keputusan danprogram pembangunan kerap kali dilakukan dengan sistem dari atas kebawah(top-down). Rencana program-program pembangunan diseragamkan di buat ditingkat pusar (atas) dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten,sedangkan potensi setiap daerah berbeda-beda. Sistem perencanaan pembangunan top-down yang bersifat sentralistik ini menyebabkan mandulnya partisipasi masyarakat. sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam peleksanaan program-program kegiatan pemerintah,padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaantetapi juga mulai dari tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan. Olehkarennya, di masa mendatang, keterlibatan segenap masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam tahap perncanaan dan penentuan alternatif keputusan seyogyanya dapat ditingkatkan dengan intens tidk hanya sebatas program pembangunan fisik saja akan tetapi juga mencakup upaya pembangunan sumber daya manusia pula. Peneliti menganggap keterlibatanmasyarakatdalam proses perencanaan penentuan alternatif keputusan pembangunan diwilayah mereka merupakan tahap awal yang paling pentig yang akanmenentukan partisipasi masyarakat pada tataran pelaksanaan pembangunan berikutya.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pembangunan

Pembangunan adalah kata yang digunakan secara meluas dalam semua media massa di seluruh dunia dan merupakan konsep yang kerap kali disebut dan diperbincangkan oleh semua lapisan masyarakat, terutama di kalangan ahli politik, wartawan, orang pemerintahan, dll. Pembangunan itu sendiri berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dimana

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menjadi syarat utama pembangunan.l Beberapa pengertian Pembangunan menurut para ahli antara lain sebagai berikut: Menurut Johan Galtung Pembangunan merupakan “upaya untuk memenuhan

kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam”.

Sedangkan menurut Benny H. Hoed, pembangunan adalah “Pembangunan adalah

upaya sistematis melepaskan diri dari keterbelakangan dan upaya untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat”.

Ahli lain, Drs. Djoko Oentoro mendefinisikan Pembangunan sebagai “pertumbuhan

ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur ekonomi dan corak kegiatan ekonomi atau usaha meningkatkan pendapatan per kapita”.


(35)

Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai “transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat”.

Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development - WCED). PBB memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis,

Sementara Slamet Triyono secara sederhana mendefenisikan Pembangunan sebagai semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.


(36)

masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.”

Pengertian umum pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini tanpa perlu merusak atau menurunkan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada dasarnya konsep ini merupakan strategi pembangunan yang memberikan batasan pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sumberdaya yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan batas yang luwes (flexible) yang bergantung pada teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer dalam menerima akibat yang ditimbulkan dari kegiatan manusia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan

Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang adalah semacam strategi dalam pemanfaatan ekosistem alamiah dengan cara tertentu sehingga kapasitas fungsionalnya tidak rusak untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal ini bukan saja untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat generasi mendatang. Dengan demikian diharapkan bahwa kita tidak saja mampu melaksanakan pengelolaan pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi juga dituntut untuk mampu mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh (to do the right thing).


(37)

mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan\ berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan).

Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga pilar tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Idealnya, ketiga hal tersebut dapat berjalan bersama-sama dan menjadi focus pendorong dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam buku “Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21” (Buku 1) Sarosa menyampaikan bahwa pada era sebelum pembangunan berkelanjutan digaungkan, pertumbuhan ekonomi merupakan satusatunya tujuan bagi dilaksanakannya suatu pembangunan tanpa mempertimbangkan aspek lainnya. Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara. Pada setiap tahap, tujuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan aspek-aspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya. Tahap pertama dasar


(38)

pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi. Tahap kedua dasar pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial. Tahap ketiga, semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat. Tahapan-tahapan ini digambarkan sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, seperti dalam Gambar 1 berikut ini.

Peradaban modern yang kapitalistik telah mendorong manusia begitu serakah terhadap lingkungan hidup. Manusia modern terjangkiti oleh penyakit hedonisme yang tidak pernah puas dengan kebutuhan materi. Sebab yang mendasar timbulnya keserakahan terhadap lingkungan ini, karena manusia memahami bahwa sumber daya alam adalah materi yang mesti dieksploitasi untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan materinya yang konsumtif. Pengelolaan lingkungan identik dengan upaya untuk mengoptimalkan sumber daya alam sebagai penyuplai kebutuhan materi semata.

Robert Malthus mengatakan bahwa untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan penduduk (kelahiran) dengan pertumbuhan pangan (produksi), mau tidak mau


(39)

produktivitas pangan harus ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengoptimalkan sumber daya alam yang dapat dikelola dalam bentuk barang dan jasa. Karena tingkat kepuasan manusia terhadap barang dan jasa bersifat tidak terbatas, maka optimalisasi pengurasan sumber daya alam dilakukan tanpa pernah memperdulikan sumber daya alam bersifat terbatas. Akibat yang timbul kemudian adalah proses degradasi lingkungan berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan semakin menjadi-jadi dan bertambah parah.

Kerusakan dan pencemaran lingkungan, menurut J. Barros dan J.M. Johnston erat kaitannya dengan aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, antara lain disebabkan:

1. Kegiatan-kegiatan industri, dalam bentuk limbah, zat-zat buangan yang berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif dan lain-lain.

2. Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan instlasi, kebocoran, pencemaran buangan penambangan, pencemaran udara dan rusaknya lahan bekas pertambangan.

3. Kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, naiknya suhu udara kota, kebisingan kendaraan bermotor, tumpahan bahan bakar, berupa minyak bumi dari kapal tanker.

4. Kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian zat-zat kimia untuk memberantas serangga / tumbuhan pengganggu, seperti insektisida, pestisida, herbisida, fungisida dan juga pemakaian pupuk anorganik.


(40)

Dampak dari pencemaran dan perusakan lingkungan yang amat mencemaskan dan menakutkan akibat aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia secara lebih luas dapat berupa :

1. Pemanasan global, telah menjadi isu internasional yang merupakan topik hangat di berbagai negara. Dampak dari pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim secara global dan kenaikan permukaan laut.

2. Hujan asam, disebabkan karena sektor industri dan transportasi dalam aktivitasnya menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara yang dapat menghasilkan gas buang ke udara. Gas buang tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran udara.Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar, terutama bahan bakar fosil mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat. Asam tersebut dapat diendapkan oleh hutan, tanaman pertanian, danau dan gedung sehingga dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian organisme hidup.

3. Lubang ozon,ditemukan sejak tahun 1985 di berbagai tempat di belahan bumi, seperti diAmerika Serikat dan Antartika. Penyebab terjadinya lubang ozon adalah zat kimia semacam kloraflurkarbon (CFC), yang merupakan zat buatan manusia yang sangat berguna dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti untuk lemari es dan AC.

Sebagai reaksi dari akibat pembangunan dan industrialisasi yang telah menyebabkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan, di seluruh dunia sedang terjadi gerakan yang disebut gerakan ekologi dalam (deep ecology) yang dikumandangkan dan dilakukan oleh banyak aktivis organisasi lingkungan yang


(41)

berjuang berdasarkan visi untuk menyelamatkan lingkungan agar dapat berkelanjutan. Gerakan ini merupakan antitesa dari gerakan lingkungan dangkal (shallow ecology) yang berperilaku eksplotatif terhadap lingkungan dan mengkambinghitamkan agama sebagai penyebab terjadinya kerusakan alam lingkungan. Gerakan ini beranggapan bahwa bumi dengan sumber daya alam adanya untuk kesejahteraan manusia. Karena itu, kalau manusia ingin sukses dalam membangun peradaban melalui industrialsiasi, bumi harus ditundukkan untuk diambil kekayaannya.

Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi manusia kini dan masa depan. Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

Secara lebih kongkrit tidak bisa disangkal bahwa hak manusia atas lingkungan hidup yang sehat dan baik menjadi kebutuhan mendesak sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hak atas pembangunan tidak lepas dari ketentuan bahwa proses pembangunan haruslah memajukan martabat manusia, dan tujuan pembangunan adalah demi kemajuan yang terus menerus secara berkelanjutan untuk kesejahteraan manusia secara adil merata.

Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi,

1. Pemerataan dan keadilan sosial. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi sekarang dan yang akan datang, berupa pemerataan distribusi sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang berkeseimbangan (adil), berupa kesejahteran semua lapisan masyarakat.


(42)

2. Menghargai keaneragaman (diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman hayati dan keanegaraman budaya. Keaneragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keaneragaman budaya akan mendorong perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.

3. Menggunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan

mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara bermanfaat dan merusak Karena itu, pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman akan kompleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial dengan cara-cara yang lebih integratif dalam pelaksanaan pembangunan.

4. Perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan seringkali diabaikan, karena masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama dari masa akan datang. Karena itu persepsi semacam itu perlu dirubah.

Menurut Surya T. Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat berkelanjutan harus bertumpu pada beberapa factor :

1. Kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses pembangunan secara berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat berfungsi secara berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu diolah dalam batas kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui, maka sumber daya alam tidak dapat memperbaharuhi dirinya, Karena itu pemanfaatanya perlu dilakukan


(43)

secara efesien dan perlu dikembangkan teknologi yang mampu mensubsitusi bahan substansinya.

2. Kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan yang berkualitas.

3. Faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban sekaligus dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan. Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor yang menambah beban menjadi faktor yang dapat menjadi modal pembangunan.

Agar pembangunan memungkinkan dapat berkelanjutan maka diperlukan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut :

1. Pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Dengan mengindahkan kondisi lingkungan (biogeofisik dan sosekbud) maka setiap daerah yang dibangun harus sesuai dengan zona peruntukannya, seperti zona perkebunan, pertanian dan lain-lain. Hal tersebut memerlukan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW), sehingga diharapkan akan dapat dihindari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya.

2. Proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan perlu dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan proyek. Melalui studi AMDAL dapat diperkirakan dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.


(44)

3. Penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan.

4. Pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas tatanan lingkungan.

5. Pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan. 6. Pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan ketenagaan dalam

pengelolaan lingkungan hidup

7. Pengembangan hukum lingkungan yang mendorong peradilan menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.

8. Pengembangan kerja sama luar negeri.

2.3. Partisipasi Masyarakat (Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan)

Bab ini akan membahas dari sisi teoritik : hubungan antara partisipasi dengan pemanfaatan dan pengendalian ruang, definisi keduanya serta hambatan pelaksanaannya. Untuk lebih memudahkan pembahasan kajian terbagi atas beberapa sub bab :

2.3.1. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menjadi mengemuka dan penting dalam pelaksanaan pembangunan termasuk didalamnya penataan ruang diantaranyakarena beberapa hal positif yang dikandungnya : (Alastaire White dalam RA. Santoso Sastropoetro, 1998)


(45)

b. Dengan partisipasi pelayanan atau service dapat diberikan dengan biaya yang rendah.

c. Partisipasi memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta, karena menyangkut kepada harga dirinya.

d. Merupakan katalisator untuk pembangunan selanjutnya. e. Mendorong timbulnya rasa tanggungjawab.

f. Menjamin bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat telah dilibatkan

g. Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.

h. Menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang terdapat didalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan berbagai keahlian.

i. Membebaskan orang dari kebergantungan kepada keahlian orang lain.

j. Lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab dari kemiskinan, sehingga menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya.

2.3.2. Definisi Partisipasi

Menurut Keith Davis (Reksopoetranto, 1992), kata partisipasi secara etimologis berasal dari bahasa inggris “participation” yang berarti mengambil bagian, participator dimaknai sebagai yang mengambil bagian atau sering disebut dalam bahasa umum sebagai keikutsertaan. Karenanya partisipasi sering dikatakan sebagai peran serta atau keikutsertaan mengambil bagian dalam kegiatan tertentu. Karenanya terdapat keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang


(46)

mendorong partisipan untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggungjawab terhadap usaha mencapai tujuan yang bersangkutan. Hal yang terakhir senada dengan batasan yang diberikan dalam batang tubuh UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pasal 2 ayat 4 huruf d bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Selain kedua pendapat tersebut, terdapat beberapa pendapat lain tentang definisi pastisipasi :

a. Keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari pemerintah atau kepentingan eksternal (Sumarto, 2003).

b. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan, sebagai media penumbuhan kohesifitas antar masyarakat, masyarakat dengan pemerintahjuga menggalang tumbuhnya rasa memiliki dan tanggungjawab pada program yang dilakukan (Handayani, 2006).

c. Keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan ataupun kegiatan (Wardoyo, 1992).

d. Keikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan (Rahardjo, 1985).

e. Aksi dari kepercayaan akan pembangunan. Karena pastisipasi mempunyai nilai intrinsik kebaikan dan berfokus pada pencarian cara untuk menyelesaikan masalah (Cooke and Kothari, 2002).

f. Seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya atau egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja (Alport dalam Reksopoetranto, 1992).


(47)

Karenanya dalam beberapa definisi tersebut terdapat beberapa kata kunci tentang definisi pastisipasi :

a. Keikutsertaan b. Secara sukarela

c. Keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasan d. Berbentuk pernyataan ataupun kegiatan nyata e. Media penumbuhan kohesifitas

f. Akomodasi kepentingan bersama

2.3.3. Bentuk-bentuk Partisipasi

Sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat/kelompok terdapat beberapa wujud dari partisipasi :

1. Menurut Vaneklasen dan Miller membagi pastisipasi atas (Handayani, 2006) :

a. Partisipasi Simbolis

Masyarakat duduk dalam lembaga resmi tanpa melalui proses pemilihan dan tidak mempunyai kekuasaan yang sesungguhnya.

b. Partisipasi Pasif

Masyarakat diberi informasi atas apa yang sudah diputuskan dan apa yang sudah terjadi. Pengambil keputusan menyampaikan informasi tetapi tidak mendengarkan tanggapan dari masyarakat sehingga informasi hanya berjalan satu arah.


(48)

c. Partisipasi Konsultatif

Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab beberapa pertanyaan. Hasil jawaban dianalisis pihak luar untuk identifikasi masalah dan cara pengatasan masalah tanpa memasukkan pandangan masyarakat.

d. Partisipasi dengan Insentif Material

Masyarakat menyumbangkan tenaganya untuk mendapatkan makanan, uang, atau imbalan lainnya. Masyarakat menyediakan sumber daya, namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan sehingga mereka tidak memiliki keterikatan untuk meneruskan partisipasinya ketika masa pemberian insentif selesai.

e. Partisipasi Fungsional

Masyarakat berpartisipasi karena adanya permintaan dari lembaga eksternal untuk memenuhi tujuan. Mungkin ada keputusan bersama tetapi biasanya terjadi setelah keputusan besar diambil.

f. Partisipasi Interaktif

Masyarakat berpatisipasi dalam mengembangkan dan menganalisa rencana kerja. Partisipasi dilihat sebagai hak, bukan hanya sebagai alat mencapai tujuan, prosesnya melibatkan metodologi dalam mencari perspektif yang berbeda dan serta menggunakan proses belajar yang terstruktur. Karena masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan maka mereka akan mempunyai keterikatan untuk mempertahankan tujuan dan institusi lokal yang ada di masyarakat juga menjadi kuat. g. Pengorganisasian Diri


(49)

Masyarakat berpartisipasi dengan merencanakan aksi secara mandiri. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga eksternal untuk sumber daya dan saran-saran teknis yang dibutuhkan, tetapi kontrol bagaimana sumber daya tersebut digunakan berada di tangan masyarakat sepenuhnya.

Secara ideal partisipasi semestinya berwujud partisipasi interaktif ataupun pengorganisasian diri, tetapi tentunya hal tersebut menuntut kapabilitas sumber daya

manusiayang optimal. Di negara dunia ketiga yang umumnya berpemerintahan totaliter menggunakan model partisipasi simbolis, pasif ataupun konsultatif.

Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengungkan dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat ikut serta dengan pemerintah memberi bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagian “pengikutsertaan” atau pengambil bagian dalam kegiatan bersama.

2. Menurut Soetrisno (1995:221), secara umum ada 2 (dua) jenis definisi partisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:

1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan masyarakat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuan oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam defenisi ini pun diukur dengan kemauan masyarakat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan pembangunan.


(50)

2. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak masyarakat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan masyarakat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.

Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan.

3. Menurut Santoso S. Hamidjoyo (1988:67), bahwa partisipasi mengandung tiga pengertian, yaitu:

1. Partisipasi berarti turut memikul beban pembangunan.

2. Menerima kembali hasil pembangunan dan bertanggung jawab terhadapnya.

3. Partisipasi berarti terwujudnya kreativitasnya dan oto aktifitas.

Dari ketiga hal tersebut di atas, jelas bahwa masalah partisipasi ini sangat urgen, lebih-lebih dalam pelaksanaan pembangunan, oleh karena itu partisipasi aktif segenap lapisan dalam pembangunan harus semakin luas dan merata, baikdalam memikul beban pembangunan maupun di dalam menerima hasil pembangun.


(51)

4. Menurut Sherry Arnstein (1969) menerangkan partisipasi tangga dengan 8 langkah. Secara singkat adalah sebagai berikut:

1) Manipulasi

2) Terapi. Non partisipatif. Tujuannya adalah untuk menyembuhkan atau mendidik para partisipan. Ini adalah rencana terbaik dan tujuan dari keikut-sertaan adalah untuk mencapai dukungan publik dari hubungan umum.

3) Pemberitahuan. Ini adalah langkah pertama terpenting untuk partisipasi yang sah. Tetapi yang terlalu sering terjadi adalah adanya penekanan informasi secara satu arah. Tidak adanya saluran untuk pemberian masukan.

4) Konsultasi. Survey-survey tingkah laku, pertemuan-pertemuan antar warga, dan pertanyaan untuk warga umum. Tetapi ritual yang tidak berarti apa-apa

5) Penenangan. Pemilihan beberapa peserta yang berkarya untuk dijadikan komite. 6) Persekutuan. Kekuasaan dibagikan melalu negosiasi antar warna negara dan

pemegang kekuasaan. Tanggung jawab perencanaan dan pembuatan keputusan ditanggung bersama.

7) Utusan Kekuasaan. Warga-warga negara yang merupakan suara terbanyak dalam komite adalah utusan sebagai pembuat keputusan. Masyarakat umu sekarang memiliki kemampuan untuk memastikan berjalannya program-program untuk rakyat.


(52)

8) Kontrol Masyarakat. Lainnya mengurus seluruh pekerjaan perencanaan,

pembuatan polis, dan mengatur program.

Menurut Sherry Arnstein 8 tangga partisipasi diatas secara berjenjang akan semakin memberikan nilai optimal dalam pelibatan masyarakat.

Bahwa pada tahapan 7 dan 8 adalah tahapan yang sering digunakan pada rezim pemerintahan yang otoritarian, hal tersebut dapat dimengerti karena otoritarianitas tidak menghendaki perbedaan kepentingan dengan penguasa. Pada tahapan 4, 5, dan 6 sering dilakukan pada masyarakat demokrasi awal, dimana pemegang kekuasaan dan masyarakat saling menjajagi fase-fase perkembangan lanjut porsi kekuasaan antar mereka.

2.4. Fungsi Pengawasan Masyarakat Terhadap Pembangunan

Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk


(53)

membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut. Sedangkan menurut Stoner, pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Menurut Winardi “Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan”. Sedangkan menurut Basu Swasta “Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan”. Sedangkan menurut Komaruddin “Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual


(54)

rencana, dan awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti”.

Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social control

1. Pengawasan Intern dan Ekstern

).

Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

a. mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan; b. menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;

c. mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana. Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.”


(55)

Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control

2. Pengawasan Preventif dan Represif

) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri. Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.

Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain,


(56)

pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal. Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.

3. Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip


(57)

ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”

4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid

Dalam rangka mengamankan pelaksanaan pembangunan agar tercapai secara efisien dan efektif maka diperlukan suatu sistem pengawasan yang baik. Sama pentingnya dengan perencanaan dan pelaksanaan program, dimana pengawasan merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi manajemen.

Efektifitas pengawasan pembangunan juga tergantung pada kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam melakukan pengawasan. Kesadaran masyarakat akan melahirkan motivasi untuk melakukan kontrol sosial. Kartasasmita (1997;152-153) menyatakan pengawasan masyarakat (wasmas) merupakan bentuk partisipasi masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Partisipasi masyarakat tersebut bukan tampil dengan sendirinya, tetapi harus di dahului oleh terbentuknya sikap perduli dan motivasi. Namun sikap perduli dan motivasi hanya dapat tumbuh jika ada harapan bahwa keikutsertaan itu akan ada hasilnya.

). Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.


(58)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan efisiensi dari prasarana ini akan menjaga kesehatan dari sistem sosial kota, menjamin kelangsungan perekonomian dan aktivitas bisnis dan menentukan kualitas hidup masyarakat kota. Kekuatan ekonomi suatu kota dapat dilihat dari kondisi prasarana kotanya. Drainase perkotaan sebagai salah satu prasarana kota memiliki keterkaitan dengan prasarana kota lainnya, instansi penanggungjawabnya berbeda-beda dengan sumber dana yang beragam, sehingga apabila penanganannya tidak terpadu (integrated) maka sulit untuk menjaga suatu tingkat pelayanan yang baik. Salah satu kondisi yang menunjukkan kurangnya tingkat pelayanan prasarana perkotaan khususnya prasarana drainase perkotaan adalah terjadinya genangan air (banjir). Genangan air menimbulkan berbagai kerugian bagi masyarakat kota. Sumber daya yang ada dalam penanganan drainase kota meliputi informasi pengelolaan, institusi pengelola, keterlibatan masyarakat, pendanaan dan peraturan adalah terbatas sehingga perlu dikelola dengan manajemen yang lebih baik, terpadu dan berkelanjutan. Dalam penyelesaian penelitian ini, penulis mengunakan metodologi penelitian dengan beberapa tahapan penelitian, yaitu : penentuan objek penelitian dan batasan penelitian, pengumpulan data dan analisis data. Metode analisis dan pengembangan suatu sistem


(59)

drainase kota Medan yang dilakukan melalui evaluasi kualitatif. Dari hasil evaluasi yang dilakukan diketahui bahwa kapasitas saluran secara teoritis saat ini pada beberapa titik pengamatan tidak mempunyai kapasitas yang cukup, perencanaan pada masing-masing saluran dilakukan belum secara menyeluruh dan terpadu, kapasitas saluran yang berkurang, terjadi peningkatan debit oleh karena perubahan peruntukan lahan, koordinasi antar instansi penanggungjawab dan yang terlibat dalam pengelolaan drainase sub sistem Medan Johor belum terlaksana dengan baik. Saran dari hasil studi antara lain perlunya dilakukan perumusan dan perencanaan rencana induk (master plan) drainase kota Medan, studi lanjutan untuk pengembangan dan peningkatan kapasitas dan sistem saluran dan perencanaan fasilitas penahan air. Perlunya dilakukan kajian lebih lanjut untuk merumuskan kelembagaan yang efektif dalam membentuk suatu wadah koordinasi antar instansi, swasta dan masyarakat dan kajian lebih lanjut untuk merumuskan sistem pengelolaan yang lebih efektif.

Kota Medan yang merupakan kota terbesar ke tiga di Indonesia sudah berusia 335 tahun. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2001 -2005 sebesar 1.35% (BPS Kotamadya Medan, 2005) dipengaruhi oleh arus urbanisasi dari daerah disekitarnya. Pada saat ini Kota Medan sedang mengalami perkembangan yang ditunjukkan dengan pertumbuhan perekonomian sebesar 5.49 % (Pemko Medan, 2007) sejalan dengan pencanangan kota Medan sebagai suatu Metropolitan. Prasarana-prasarana kota untuk mendukung perkembangan kota harus terus dibenahi termasuk penanganan sistem drainase. Namun demikian pada saat ini masih terdapat daerah-daerah strategis yang masih digenangi air walau hujan berlangsung dengan durasi yang singkat. Hal ini merupakan suatu masalah yang besar yang perlu ditangani karena genangan air


(1)

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M. IMAM KASEGER 060903071

ABSTRAK

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT KECAMATAN MEDAN JOHOR DALAM MENGAWASI PROGAM PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN

DRAINASE

Partisipasi secara etimologis berasal dari bahasa inggris “participation” yang berarti mengambil bagian. Partisipasi sering dikatakan sebagai peran serta atau keikutsertaan mengambil bagian dalam kegiatan tertentu. Karenanya terdapat keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorong partisipan untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggungjawab terhadap usaha mencapai tujuan yang bersangkutan.

Penelitian ini dilaksanakan yakni di wilayah Kecamatan Medan Johor Kota Medan Sumatera Utara. Alasan mengenai penetapan lokasi ini dikarenakan Kecamatan Medan Johor dengan luas wilayahnya ±12,81 km² merupakan daerah pemukiman di Kota Medan di sebelah Selatan yang sekaligus menjadi daerah resapan air utama bagi Kota Medan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwasanya partisipasi masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam konteks pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase masih dalam tahapan non partisipatif atau masih membutuhkan manipulasi serta pemberitahuan yang intens sebagaimana penjelasan Arnstein dalam konsep tangga partisipasinya.


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatNya sehingga skripsi berjudul “Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Kecamatan Medan Johor Dalam Mengawasi Program Pembangunan Dan Pemeliharaan Drainase” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam juga tak lupa diucapkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, semoga kelak kita mendapat syafaat dan pertolongan dari beliau sekaligus diakui sebagai umatnya. Amin.

Skripsi ini merupakan sebuah karya tulis yang diperlukan untuk melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta sebagai wadah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam hal isi maupun penulisan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, Penulis sangat mengharapkan kritik atau saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Secara khusus ungkapan terima kasih dan rasa hormat juga ingin diungkapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu, membimbing dan mengarahkan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Terima kasih. Wassalamualaikum Wr. WB.


(3)

Medan, Februari 2013

Penulis


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. .. i

DAFTAR ISI ……… .. ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pembangunan ... 11

2.2 Pembangunan Berkelanjutan (Suistainable Development)……… ... 12

2.3 Partisipasi Masyarakat ... 21

2.4 Pengawasan ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ... 36

3.2 Lokasi Penelitian ... 37

3.3 Informan Penelitian ………. ... 39

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 39

3.5 Jenis dan Sumber Data ………...40


(5)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……… ....41

4.1.1 Geografis ………...42

4.1.2 Demografi ……….42

4.1.3 Pemerintahan ………...44

4.1.4 Struktur Pemerintahan ………...45

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis ………... ... 47

5.1.1 Keterlibatan Masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam Perencanaan Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase ... ....49

5.1.2 Kondisi Aksesibilitas Masyarakat Kecamatan Medan Johor Mengajukan Alternatif atau Keputusan Dalam Perencanaan ...52

5.1.3 sosialisasi Informasi Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase bagi Masyarakat di Kecamatan Medan Johor Kota Medan ...53

5.1.4 Keberadaan Wadah Komunikasi Masyarakat Kecamatan Medan Johor yang Terfokus pada Program Pembangunan…………...57

5.1.5 Kerjasama antara Masyarakat Kecamatan Medan Johor dengan Aparatur Pemerintah dalam rangka Pengawasan Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase………..58

5.1.6 Ciri/ Tindakan Masyarakat Kecamatan Medan Johor dalam Mengawasi Program Pembangunan/ Pemeliharaan Drainase………....61


(6)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ………..65 6.2 Saran ……….66 DAFTAR PUSTAKA………....iii