Perbedaan Faal Hemostasis Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Dan Tanpa Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Menggunakan Tromboelastografi (Teg)

25

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DIABETES MELLITUS
2.1.1 Defenisi
American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan DM sebagai suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin/ resistensi insulin atau keduanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah.1
2.1.2. Klasifikasi Diabetes




Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi absolut.





-Autoimun
-Idiopatik

Tipe 2 : Bervariasi , mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang



dominan defek sekresi insulin

disertai resisten insulin.
Tipe lain : Defek genetik fungsi sel beta , defek genetic kerja insulin ,
penyakit eksokrin pancreas endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi,sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan




dengan DM.
Diabetes Mellitus gestasional.1,2
Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan

angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO
memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar
pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang
DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada
tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada
tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan

Universitas Sumatera Utara

26

angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 .

Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur

hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat
menimbulkan komplikasi. DM biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala
yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat komplikasi
akut maupun kronis.2
2.1.2. Komplikasi Diabetes
Komplikasi akut
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
2. Hiperosmolar non ketotik (HNK)
3. Hipoglikemia
Komplikasi kronis
1. Makroangiopati




Pembuluh darah jantung



penyandang diabetes


Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada

Pembuluh darah otak.

2. Mikroangiopati






Retinopati Diabetik
Nefropati Diabetik
Neuropati

2.2. PENYAKIT JANTUNG KORONER
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat
penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau
cabang-cabangnya, sehingga aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak

adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai
infark, karena oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme sel otot jantung. PJK bermakna didefinisikan sebagai
adanya stenosis ≥ 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan dari

Universitas Sumatera Utara

27

pemeriksaan angiografi.19

2.2.1 Aterosklerosis dan Inflamasi
Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya
akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa
dan deposit matrik ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai
patogenesis yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut
maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri. Inflamasi
merupakan mekanisme pertahanan yang kompleks sebagai reaksi terhadap
masuknya agen yang merugikan ke dalam sel ataupun organ dalam rangka
melenyapkan atau setidaknya melemahkan agen tersebut, memperbaiki kerusakan

sel

atau

jaringan

dan

memulihkan

homeostasis.

Aterosklerosis

dapat

menyebabkan iskemia dan infark jantung, stroke, hipertensi renovaskular dan
penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh darah yang terkena.
Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK.20


2.2.2 Patofisiologi Aterosklerosis
Proses terjadinya aterosklerosis pada manusia dimulai dari adanya
kerusakan endotel, proliferasi sel otot polos, perkembangan dan infiltrasi dari
foam cell, aktivasi platelet, dan peningkatan inflamasi.. Tempat dari lei ditandai
dari peningkatan arus hemodinamik dan juga sumber luar kerusakan sel endotel..
Peningkatan permeabiltas endotel selanjutnya mengakibatkan penahanan sejumla
low density lipoprotein (LDL) yang berinteraksi terhadap matriks ekstraseluler

dibawahnya. Interaksi ini menahan LDL di dinding pembuluh darah yang
selanjutnya terjadi oksidasi oleh Reactive Oxygen Species (ROS). LDL teroksidasi
ini selanjutnya selanjutnya merangsang sel ondotel untuk mengupregulasi
molekul adhesi seluler, protein kemotaksis, growth faktor, dan menghambat
pembentukan Nitric Oxide (NO). Aktivitas ini mengambil monosit dan makrofag
yang berinteraksi dengan LDL teroksidasi membentuk foam cell. Produksi sitokin
proinflamasi dari makrofag yang teraktivasi merangsang proliferasi dari vascular
smooth muscle cells (VSMCs ) . Sel otot polos intima secara bertahap

memproduksi matriks ekstraseluler sehingga terbentuk suatu fibrous cap. Hasil

Universitas Sumatera Utara


28

akhirnya adalah suatu plak aterosklerosis yang tidak stabil, gampang rupture dan
bersamaan dengan suatu keadaan thrombosis dapat menyebabkan suatu keadaan
sumbatan vaskuler akut. 20

Gambar 2.1. Tahapan Perkembangan Plak aterosklerosis. (1) LDL diambil
oleh endotel (2) OKsidasi LDL oleh makrofag dan. (3) Pelepasan growth factor
dan sitokin (4) Keterlibatan monosit. (5) Akumulasi sel foam. (6) Proliferasi sel
otot polos. (7, 8) Pembentukan plak
[sumber: Faxon DP, Fuster V, Libby P. Atherosclerotic vascular disease
conference:
Writing
Group
III:
Pathophysiology.
Circulation.
2004;109(21):2617–25.]
Pada diabetes, hiperglikemia, asam lemak bebas berlebih, dan resistensi

insulin mengakibatkan beberapa kejadian metabolic pada sel endotel. Hal ini
dapat mengganggu fungsi endotel, merangsang vasokontriksi, meningkatkan
inflamasi, dan merangsang trombosis. Penurunan kadar NO dan peningkatan
endothelin-1 dan konsentrasi angiotensin II meningkatkan tonus vaskuler dan
pertumbuhan sel otot polos. Peningkatan transkripsi sitokin proinflamasi
mengakibatkan pelepasan sitokin inflamasi dan

molekul adhesi seluler.

Peningkatan produksi tissue factor (TF) dan Plasmin Activator Inhibitor 1 (PAI1) membuat suatu keadaan protrombotik, sementara penurunan NO juga
meningkatkan aktivitas platelet.21
Plak aterosklerosis dengan adanya diabetes secara umum meningkatkan
kalsifikasi

inti

nekrotik,

peningkatan


Receptor

Advanced

Glycosylation

Endproducts (RAGE), dan infiltrasi makrofag dan sel T. Hal ini secara potensial

berkontribusi terhadap aterosklerosis yang lebih berat dan insidensi yang lebih

Universitas Sumatera Utara

29

tinggi terhadap keadaan reaksi akut.20

Gambar 2.2 . Proses Aterogenesis Pada Diabetes Mellitus ( sumber: Beckman
JA, Creager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis Epidemiology,
Pathophysiology, and Management. JAMA, May 15, 2002)


2.3. HEMOSTASIS
Faal hemostasis adalah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk
mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh
darah dan menutup kerusakan dinding pembuluh darah sehingga mengurangi
kehilangan darah pada saat terjadinya kerusukan pembuluh darah.
Faal hemostasis melibatkan sistem berikut:
1. Sistem vaskular.
2. Sistem trombosit
3. Sistem koagulasi
4. Sistem fibrinolisis
Untuk mendapatkan faal hemostasis yang baik maka keempat sistem
tersebut harus bekerja sama dalam suatu proses yang berkeseimbangan dan saling
mengontrol. Kelebihan atau kekurangan suatu komponen akan menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

30

kelainan. Kelebihan fungsi hemostasis akan menyebabkan trombosis, sedangkan
kekurangan faal hemostasis akan menyebabkan pendarahan.22
Faal hemostasis untuk dapat berjalan normal memerlukan 3 langkah yaitu :
1. Langkah I : hemostasis primer, yaitu pembentukan “primary platelet plug”
2. Langkah II : hemostasis sekunder,yaitu pembentukan stable hemostatic plug
(platelet+ fibrin plug)

3. Langkah III : fibrinolisis yang menyebabkan lisis dan fibrin setelah dinding
vaskuler mengalami reparasi sempurna
2.3.1. Sistem Koagulasi22
Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang
terdapat dalam plasma (darah) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Protein ini
dalam keadaan tidak aktif (proenzim atau zymogen) jika terjadi aktivasi, protein
aktif ini (enzim) akan mengaktifkan rangkaian aktivasi berikutnya secara
beruntun, seperti sebuah tangga (kaskade) atau seperti air terjun (water fall).
2.3.2. Sistem Fibrinolisis23
Proses fibrinolitik bertujuan untuk membentuk plasmin yang berguna
untuk menghancurkan bekuan fibrin yang berlebihan atau menghancurkan fibrin
setelah proses reparasi dinding pembuluh darah selesai sehingga pembuluh darah
tersebut kembali paten.
Fibrinolosis merupakan proses dimana fibrin di degradasi oleh plasmin. Sirkulasi
pro-enzim, plasminogen, diaktifkan oleh plasmin :
1.

Pada saat terjadi perlukaan, oleh tissue plasminogen activator (tPA) dan

urokinase-like plasminogen activator (UPA) yang dilepaskan sel yang rusak atau

yang sel aktif atau oleh
2.

Bahan eksogen seperti streptokinase, atau oleh TPA atau UPA terapetik
Plasmin mengubah fibrin atau fibrinogen

menjadi fibrin degradation

product (FDP) dan juga mendegradasi faktor V dan VII. Plasmin yang bebas di

nonaktifkan oleh plasma α2 antiplasmin dan α2 makroglobulin

Universitas Sumatera Utara

31

Gambar 2.3. Kaskade Koagulasi dan Fibrinolitik ( sumber: Grant PJ. Diabetes
Mellitus as a Prothrombotic Condition. J Intern Med 2007; 262: 157–172.

2.3.3. Inhibitor Koagulasi
Terdapat juga suatu inhibitor koagulasi alami pada tubuh untuk
menyeimbangkan reaksi tersebut diatas.. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI)
menghambat produksi faktor Xa dan juga menghambat komples TF/ Faktor VIIa.
Inhibitor utama dari thrombin adalah antitorombin dan thrombin-antithrombin
complex (TAT). Yang dibentuk ketika antitrombin terikat ireversibel dan

Universitas Sumatera Utara

32

menginaktivasi thrombin. Antitrombin juga menginaktivasi faktor IXa, Xa, XIa
dan XIIa. Ikatan thrombin dengan trombomodulin mengaktivasi protein C, yang
kombinasi dengan kofaktornya protein S menginaktivasi faktor VIII dan Va.24
2.3.4. Gangguan Hemostasis pada Diabetes 25
Telah lama diketahui bahwa pada penderita diabetes mellitus, terutama
DM tipe 2, terdapt keadaan yang disebut kondisi protrombotik, dimana lebih
mudah timbul thrombosis dibandingkan keadaan fisiologis normal. Kondisi
protrombotik menunjukkan adanya abnormalitas baik pada aktifasi thrombosis
maupun fibrinolysis. Salah satu penyebab dari kedua abnormalitas tersebut adalah
resistensi insulin, hiperglikemia dan inflamasi. Selain itu pada DM tipe 2
ditemukan adanya bukti perubahan dari berbagai faktor yang berperan pada faal
hemostasis.
1. Peningkatan kadar Fibrinogen
Kadar fibrinogen yang meningkat akan menyebabkan agregasi trombosit
dan perubahan reologik serta bekuan yang kaya akan fibrin. Banyak penelitian
pada DM tipe 2 melaporkan peningkatan kadar fibrinogen. Pada pasien DM tipe 2
didapatkan penekanan fibrinolisis yang disebabkan peningkatan kadar PAI-1.
Penurunan aktifitas fibrinolitik trombosit mengakibatkan penurunan deposit fibrin
dan perubahan pada komponen-komponen dari pembuluh darah. Kadar PAI-1
meningkat pada pasien-pasien resistensi insulin yang obes. Kadar plasma PAI-1
berhubungan dengan indeks massa tubuh, lemak visceral, tekanan drah dan kadar
plasma insulin, trigliserida, small dense LDL, dan kolesterol HDL.
2. Peningkatan Aktivitas Faktor VII,
Terjadi sebagai akibat adanya hiperlipidemia post-prandial. Selain itu,
hiperglikemia juga mempunyai efek independent pada faktor VII, dimana pada
suatu penelitian dijumpai keadaan hiperglikemia yang lama berhubungan dengan
peningkatan dari faktor VII.26
3. Ekspresi Plasminogen Aktivator Inhibitor-1 yang berlebihan
Adanya perubahan ini telah dibuktikan terjadi baik pada penderita DM tipe
2, resistensi insulin, maupun hiperinsulinemia. Hal ini diduga sebagai efek
langsung dari insulin dan proinsulin. Sebagai mana telah diketahui, insulin akan
merangsang sinstesis PAI-1. Selanjutnya peningkatan PAI-I dalam darah akan

Universitas Sumatera Utara

33

menyebabkan penghabatan aktivitas fibrinolysis. Menurunnya kadar PAI-1 pada
penderita DM tipe 2 setelah pemberian terapi dengan obat golongan tiazolidindion
memperkuat bukti peranan resistensi insulin sebagai penyebabnya.26
4. Peningkatan Agregasi Trombosit
Telah terbukti bahwa pada penyandang DM tipe 2 diperlukan dosis asam
asetil salisilat yang lebih tinggi untuk mencegah agregasi trombosit dibandingkan
pada non diabetes. Masih belum dapat dipastikan apakah faktor glukosa sendiri
atau gangguan metabolic penyerta yang merupakan penyebabnya.25
5. Penurunan Kadar Urokinase pada plak Aterosklerotik.
Pasien dengan DM tipe 2 juga mempunyai kadar TF yang tinggi, yang
secara langsung dimodulasi oleh insulin dan glukosa, dan keduanya
memperlihatkan efek adiksi. Perbaikan control glikemik

memberikan hasil

berupa penurunan dari kadar TF, sehingga dapt dipengaruhi dengan pemakaian
obat hipoglikemik.26

2.3.5. Gangguan Hemostasis Pada Aterosklerosis
Aterosklerosis sudah lama dikenal sebagai suatu keadan inflamasi kronik.
Inflamasi dihubungkan dengan upregulasi dari faktor prokoagulan dan down
regulasi antikoagulan serta menghambat proses fibrinolitik secara lokal maupun
sistemik. Hal ini secara potensial mengakibat peningkatan risiko terbentuknya
trombus lanjutan.. Kehilangan dari aktivitas antikoagulan dan stimulus berlebih
dari system koagulasi selanjutnya dihubngkan dengan peningkatan respon
inflamasi berkelanjutan. Hal ini berlangsung terus menerus ehingga membuat
suatu siklus yang hanya dapat dihentikan dengan menurukan reaksi inflamasi dan
atau mengkontrol pembentukan trombus.27

2.3.6. Penilaian Koagulasi Konvensional
Pemeriksaan meliputi penilaian jalur intrinsik dan ekstirnsik dari sistem
koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin :
1.

Waktu protormbin (Protrombin Time/PT)
Waktu protrombin (PT) digunakan untuk menilai jalur ekstrinsik

pembekuan, yang terdiri dari faktor jaringan dan faktor VII, dan faktor koagulasi

Universitas Sumatera Utara

34

pada jalur umum (faktor II (protrombin), V, X, dan fibrinogen). Nilai normal 1014 detik.
Rasio waktu protorombin : PT pasien dinyatakan sebagai rasio, di mana hasil nya
adalah = (PT kontrol : PT pasien). Sebagai contoh, PTR> 1,2 dikaitkan dengan
peningkatan risiko yang signifikan dari koagulopati trauma akut dalam studi
retrospektif multicenter. Dalam penelitian ini, reagen yang digunakan memiliki
kepekaan yang sama (indeks sensitivitas internasional [ISI] berkisar 1,03-1,09).
Keterbatasan metode ini adalah bahwa variabilitas pereaksi atau instrumen dapat
mempengaruhi hasil.
2.

aPTT (Activated Partial Thromboplastin Time )
Digunakan untuk menilai integritas koagulasi jalur intrinsik (prekallikrein,

tinggi kininogen berat molekul, faktor XII, XI, IX, VIII) dan jalur akhir yang
umum (faktor II, V, X, dan fibrinogen), dan untuk memantau respon terapi
pemakaian heparin.Nilai normal aPTT antara 30-40 detik.
3.

Waktu trombin (thrombin time, TT)
Cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau adanya hambatan

terhadap trombin. TT digunakan untuk mengukur langkah terakhir dari jalur
pembekuan, konversi fibrinogen menjadi fibrin. Nilai normal antara 14-16 detik.28
Pemeriksaan yang dapat memberikan taksiran global dari hemostasis
adalah thromboelastografi (TEG). TEG adalah metode pengujian efisiensi
koagulasi dalam darah yang ditunjukkan sebagai suatu metode untuk mengatasi
keterbatasan tes koagulasi konvensional. TEG menghasilkan pengawasan
koagulasi darah keseluruhan yang efektif dan tepat karena mengevaluasi sifat
elastis dari darah dan memberikan taksiran global dari fungsi hemostasis.24,29

2.4. TROMBOELASTOGRAFI
2.4.1. Defenisi
Tromboelastografi (TEG) adalah metode pengujian efisiensi koagulasi
dalam darah. Pertama kali dikembangkan oleh dr Hellmut Hartert di Universitas
Heidelberg, tahun 1948. TEG ditunjukkan sebagai suatu metode untuk mengatasi
keterbatasan tes koagulasi konvensional. TEG menghasilkan pengawasan
koagulasi darah keseluruhan yang efektif dan tepat. Alat ini mengevaluasi sifat

Universitas Sumatera Utara

35

elastis dari darah dan memberikan taksiran global dari fungsi hemostasis.13,29-30
Keuntungan dari TEG adalah kemampuan bedsidenya yang dapat
menunjukkan ringkasan dari fungsi platelet, proses koagulasi dan inhibisinya, dan
system fibrinolysis dalam waktu sekitar 30 menit. Hasil dari pemeriksaan TEG ini
dapat digunakan untuk menilai keperluan terapi komponen darah. Waktu yang
diperlukan untuk pembentukan klot digunakan sebagai dasar pemberian fresh
frozen plasma (FFP), Kekuatan bekuan untuk menilai keperluan pemberian
platelet, penambahan heparinase untuk menilai disis protamine dan penilaian
derajat lisis untuk keperluan pemberian antifibrinolitik.

Beberapa bentuk

penggunaan TEG dilakukan juga ketika pemeriksaan konvensional tidak adekuat
seperti skrining hiperkoagulabilitas dan penilaian risiko thrombosis, dan pada
populasi hemophilia dimana TEG telah digunakan untuk memantau pengobatan
dengan recombinan FVIIa dan protrombin teraktivasi.30

Gambar 2.4. Tromboelastografi (sumber : Thakur, M., Ahmed, A.B. A review
of thromboelastography. International Journal of Perioperative Ultrasound and
Applied Technologies. 2012)

2.4.2 Parameter Penilaian Trombelastografi
Parameter perhitungan pada TEG terdiri dari:30
-

Waktu r: menunjukkan periode waktu laten dari awal tes sampai
pembentukan fibrin inisial. Hal ini merepresentasikan studi pembekuan
darah standar. Nilai normal 15-23 menit (pada darah natif), 5-7 menit
(pada darah yang bercampur dengan kaolin).

Universitas Sumatera Utara

36

-

Waktu k: menunjukkan waktu untuk mencapai tingkat kekuatan bekuan
(dimana waktu r = nol) dengan amplitudo 20 mm. Nilai normal 5-10 menit
(pada darah natif), 1-3 menit (pada darah yang bercampur dengan kaolin).

-

Sudut α: mengukur kecepatan fibrin terbentuk dan jembatan-jembatan
fibrin bekerja (penguatan bekuan) dan menilai laju pembentukan bekuan.
Nilai normal: 22-38 (pada darah natif), 53-67 (pada darah yang bercampur
dengan kaolin).

-

Amplitudo maksimal (MA): fungsi langsung dari ikatan trombosit dan
fibrin maksimal melalui Gp IIb/IIIa dan merepresentasikan kekuatan
terakhir dari bekuan fibrin yang berkorelasi dengan fungsi trombosit: 80%
trombosit, 20% fibrinogen. Nilai normal: 47-58 mm (pada darah natif), 5068 mm (pada darah yang bercampur dengan kaolin).

-

Nilai G: merupakan fibrin clot strength yang menunjukkan fungsi
hemostasis secara global dan dihitung dengan rumus G=(5000 x
MA)/(100- MA)

-

Coagulation Index: indikator koagulasi secara menyeluruh dengan
menggunakan formula yang ditentukan oleh produsen alat untuk
menentukan nilai normal, hipo atau hiperkoagulasi. Nilai normal: 3-3mm.

-

LY30: persentase yang menurun dalam ampitudo 30 menit setelah MA
dan memberi perhitungan tingkat fibrinolisis. Nilai normal LY30 (30 menit EPL = LY30), EPL normal < 15%,
fibrinolisis menyebabkan peningkatan LY30, LY60, EPL dan penurunan
A30 dan A60.
Interpretasi klinis dari berbagai tahap koagulasi yang diukur dengan TEG:

-

Pembentukan bekuan: faktor pembekuan (waktu r dan k)

Universitas Sumatera Utara

37

-

Kinetik bekuan: faktor pembekuan (waktu r dan k), trombosit (MA)

-

Kekuatan/ stabilitas bekuan: trombosit (MA), fibrinogen (reopro-mod
MA)

-

Resolusi bekuan: fibrinolisis (LY30/60; EPL A30/60)

Gambar 2.5. Grafik Tromboelastografi ((sumber : Thakur, M., Ahmed, A.B. A
review of thromboelastography. International Journal of Perioperative Ultrasound
and Applied Technologies. 2012)

TEG sampai saat ini belum digunakan secara rutin sebagai alat
pemeriksaan tes koagulasi, namun kegunaanya telah ditetapkan dalam beberapa
spesialisasi, terutama pada prosedur transplantasi hati dan operasi jantung yang
memerlukan pintas kardiopulmoner. Pasien yang menjalani prosedur transplantasi
hati biasanya mengalami keadaan trombositopenia dan defesiensi faktor
pembekuan darah oleh karena penyakit hati dasarnya dan selanjutnya juga
menentukan status hipokoagulasi sebelum tindakan pembedahan. Selama prose
transplantasi fibrinolysis yang berlebih menyebabkan kondisi hipokoagulasi
semakin berat. Kang dkk menunjukkan bahwa status koagulasi pasien selama
diruang operasi dapat dimonitor dengan menggunakan TEG, dan hal ini membuat
penurunan kejadian kehilangan darah pada banyak pasien yang menjalani operasi
transplantasi hati. Terapi spesifik yang diperlukan pada kondisi ini juga dapat
dipandu oleh hasil grafik TEG.30-32

Universitas Sumatera Utara

38

Gambar 2.6. Contoh interpretasi Grafik Tromboelastografi (sumber : Thakur,
M., Ahmed, A.B. A review of thromboelastography. International Journal of
Perioperative Ultrasound and Applied Technologies. 2012)

Universitas Sumatera Utara

39

2.5. KERANGKA KONSEPTUAL
DIABETES MELLITUS

Hiperglikemia

Resistensi
Insulin

Asam lemak bebas




Stress Oksidatif
Aktifasi Protein Kinase C
Aktivasi Resceptor for
Advanced Glycation End
Product (RAGE)

Endotel




Vasokonstriki
Hipertensi
VSCMC
proliferasi



Inflamasi






TROMBOSIS

Pelepasan
chemokine
Pelepasan sitokin

Hiperkoagulasi
Aktivasi Platelet
Penurunan
Fibrinolisis

ATEROSKLEROSIS



TROMBOELASTOGRAFI
HST KONVENSIONAL

Gambar 2.7 Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KADAR LDL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DAN TANPA Perbedaan Kadar LDL Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Penyakit Jantung Koroner Dan Tanpa Penyakit Jantung Koroner Di RSUD Dr. Moewardi.

1 8 15

PERBEDAAN KADAR LDL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DAN TANPA Perbedaan Kadar LDL Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Penyakit Jantung Koroner Dan Tanpa Penyakit Jantung Koroner Di RSUD Dr. Moewardi.

0 4 15

PERBEDAAN RERATA KOLESTEROL TOTAL PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DAN Perbedaan Rerata Kolesterol Total Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Penyakit Jantung Koroner Dan Tanpa Penyakit Jantung Koroner.

0 0 14

PENDAHULUAN Perbedaan Rerata Kolesterol Total Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Penyakit Jantung Koroner Dan Tanpa Penyakit Jantung Koroner.

0 0 4

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Rerata Kolesterol Total Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Penyakit Jantung Koroner Dan Tanpa Penyakit Jantung Koroner.

0 1 6

Perbedaan Faal Hemostasis Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Dan Tanpa Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Menggunakan Tromboelastografi (Teg)

0 1 20

Perbedaan Faal Hemostasis Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Dan Tanpa Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Menggunakan Tromboelastografi (Teg)

0 0 2

Perbedaan Faal Hemostasis Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Dan Tanpa Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Menggunakan Tromboelastografi (Teg)

1 2 4

Perbedaan Faal Hemostasis Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Dan Tanpa Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Menggunakan Tromboelastografi (Teg)

0 0 4

Perbedaan Faal Hemostasis Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Dan Tanpa Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Menggunakan Tromboelastografi (Teg)

0 0 33