Analisa Kandungan Timbal (Pb) Pada Terasi Bermerek dan Terasi Hasil Olahan Industri Rumah Tangga Yang Di Jual Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan Tahun 2013

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Air
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, terjadi peningkatan
aktivitas manusia. Namun tidak jarang, aktivitas manusia sendiri juga dapat
menyebabkan penurunan kualitas (mutu) air. Bila penurunan mutu air ini tidak
diminimalkan maka akan terjadi pencemaran air (Mulia, 2005).
Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan
global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan
tanah atau daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan,
maka air tersebut sudah tercemar. Beberapa jenis bahan kimia untuk pupuk dan
pestisida pada lahan pertanian akan terbawa air ke daerah sekitarnya sehingga
mencemari air pada permukaan lokasi yang bersangkutan. Pengolahan tanah yang
kurang baik akan dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan
tanah endapan. Dengan demikian banyak sekali penyebab terjadinya pencemaran air
ini, yang akhirnya akan bermuara ke lautan, menyebabkan pencemaran pantai dan
laut sekitarnya (Darmono, 2001).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 menyebutkan
bahwa pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh

kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.

Universitas Sumatera Utara

Pencemaran air terdiri dari bermacam kategori. Mulia (2005) mengemukakan
bahwa pencemaran air dapat dikelompokkan ke dalam Infectious Agents, Zat-zat
pengikat oksigen, Sedimen, Nutrisi/ unsur hara, pencemar anorganik, zat kimia
organik, energi panas, zat radioaktif.
Tabel 2.1. Pencemar-pencemar Air Utama
Kategori
Contoh
A. Penyebab gangguan kesehatan
1. Infectious agents
2. Zat kimia organik
3. Pencemar anorganik

4. Zat radioaktif

Sumber


Bakteri, virus, parasit
Pestisida, plastik, detergen,
minyak, bensin.
Asam,basa, garam, logam.

Excreta manusia dan hewan
Industri, rumah tangga dan
pertanian.
Air limbah industri, bahan
pembersih rumahtangga, air
limpahan.
Uranium, thorium, cesium, Pertambangan
dan
pengolhan mineral alam,
iodine, radon.
pembangkit
listrik,
produksi senjata, sumber
alamiah.


B. Penyebab gangguan ekosistem
1. Sedimen
2. Nutrisi/Unsur hara

Tanah, lumpur.
Nitrat, posfat, ammonium.

Erosi daratan.
Pupuk
pertanian,
pembuangan
kotoran,
pupuk.
3. Zat-zat pengikat oksigen
Pupuk kandang dan residu Pembuangan
kotoran
limpasan pertanian, pabrik
tumbuhan.
kertas,

pemrosesan
makanan.
4. Energi panas
Panas.
Pembangkit listrik, air
pemdingin industri.
Sumber: Cunningham-Saigo (2001) yang dikutip oleh Mulia (2005)

Mengenai pencemaran logam di perairan, Darmono (2001) berpendapat pada
air tawar yang biasanya mengalir di sungai, logam yang terkandung di dalamnya
biasanya berasal dari buangan air limbah, erosi dan dari udara secara langsung. Pada
danau besar yang besar biasanya logam diperoleh dari polusi udara. Air tawar

Universitas Sumatera Utara

biasanya mengandung material anorganik dan organik yang mengambang lebih
banyak dari laut. Material tersebut mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi
logam, sehingga pencemaran logam pada air tawar lebih mudah terjadi. Hal ini
bukan hanya karena terdapat di daratan, tetapi karena pengaruhnya terhadap manusia
yang mempergunakannya setiap hari. Pada air lautan lepas


kontaminasi logam

biasanya terjadi secara langsung dari atmosfer atau karena tumpahan minyak dari
kapal tanker yang melewatinya. Sedangkan di daerah sekitar pantai kontaminasi
logam kebanyakan berasal dari mulut sungai yang terkontaminasi oleh limbah
buangan industri atau pertambangan.
2.1.1. Pencemaran Laut
Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, manusia harus
menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya.
Dengan demikian laut seakan-akan merupakan sabuk pengaman kehidupan manusia
di muka bumi ini. Di lain pihak, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda
asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia. Lautan juga
menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian dan limbah rumah
tangga, dari atmosfer, sampah dan bahan buangan dari kapal, tumpahan minyak dari
kapal tanker dan pengeboran minyak lepas pantai, dan masih banyak lagi bahan yang
terbuang ke lautan. Lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut
sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan
laut dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah
pantai, terutama daerah muara sungai, sering mengalami pencemaran berat, yang

disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan sangat lamban (Darmono, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Pencemaran laut adalah masuk atau dimasukannya zat, mahluk hidup, energi,
atau komponen lain ke dalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia
atau oleh proses alami sehingga kualitas air turun sampai tingkat tingkat tertentu yang
menyebabkan air kurang berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1988).
Secara umum sumber pencemaran di lingkungan pesisir dan laut dapat
bersumber dari limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan,
pertambangan, pelayaran, pertanian dan perikanan budidaya. Bahan pencemar utama
yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa sedimen, logam beracun
(toxic metal), pestisida , organisme patogen, sampah dan bahan - bahan yang
menyebabkan oksigen terlarut berkurang (Pramaribo, 1997).
Lautan sebagai salah satu lingkungan hidup dapat tercemar yang berasal dari
kegiatan manusia di sepanjang pantai atau lautan sendiri. Darmono (2001)
mengemukakan lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan - bahan tersebut
sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan
laut dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah

pantai, terutama daerah muara sungai, sering mengalami pencemaran berat, yang
disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan sangat lambat.
Perairan pesisir timur Sumatera Utara termasuk perairan yang tercemar berat
oleh limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian termasuk limbah tambak
(Siagian, 2008).

Namun demikian, perairan ini masih tetap menjadi daerah

penangkapan ikan dan udang yang intensif. Menurut Dahuri (2003), perairan pantai

Universitas Sumatera Utara

timur Sumatera (Selat Malaka) merupakan kawasan perairan yang mengalami
tangkap lebih (over fishing) khususnya ikan, udang dan kerang laut.
2.1.2. Kontaminasi Logam Berat Pada Air Laut
Bahan pencemar logam berat biasanya masuk dari darat. Pencemaran logam
berat yang masuk ke lingkungan laut kebanyakan terjadi akibat adanya buangan
limbah industri yang masuk melalui tiga cara yaitu (Windom, 1992) :
1. Pembuangan limbah industri yang tidak dikontrol.
2. Lumpur minyak yang juga mengandung logam berat dengan konsentrasi

tinggi.
3. Adanya pembakaran minyak hidrokarbon dan batubara di daratan dimana
logam berat dilepaskan di atmosfir dan akan bercampur dengan air hujan dan
jatuh ke laut.
Limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dan beracun akan
terbawa oleh sungai atau udara ke lingkungan laut. Secara sederhana bahan cemaran
tersebut akan mengalami tiga macam proses akumulasi, yaitu proses fisik, kimia dan
biologi. Pencemaran laut oleh logam berat menyebabkan efek yang merugikan karena
dapat merusak sumberdaya hayati, membahayakan kesehatan manusia, menghalangi
aktivitas perikanan, menurunkan mutu air laut dan merugikan kenyamanan di laut
(Hutagalung, 1994).
Di dalam air biasanya logam berikatan dalam senyawa kimia atau dalam
bentuk logam ion, bergantung pada tempat logam tersebut berada. Tingkat kandungan
logam pada setiap tempat sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, dan tingkat
pencemarannya (Darmono, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Peningkatan logam berat dalam air laut, selain disebabkan oleh peningkatan
aktivitas di sekitar perairan, dapat pula disebabkan oleh rendahnya pH dan salinitas,

tingginya suhu dan masuknya nutrien dari muara ke dalam laut. Hoshika et al., (1991)
mengemukakan bahwa keberadaan logam berat dalam perairan dipengaruhi oleh pola
arus. Arus perairan dapat menebarkan logam berat yang terlarut dalam air laut
permukaan ke segala arah. Tinggi atau rendahnya kadar logam berat dalam suatu
perairan bukan saja dipengaruhi oleh letaknya yang jauh dari pantai, tetapi juga
sangat tergantung pada kondisi perairan setempat.
Menurut Darmono (1995), dinamika logam dalam air baik jenis air, maupun
makhluk yang hidup di air tersebut telah banyak diteliti, terutama dalam memonitor
pencemaran logam berat pada lingkungan sekitarnya.
Di Sumatera Utara sendiri, dari data dari Pemantau Pelindo I (2004)
menunjukkan bahwa kadar kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg) di perairan Belawan
telah melebihi batas maksimum pencemaran pada air laut. Dimana kadar dari logamlogam tersebut telah melewati ambang batas pencemaran air laut.
2.2. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di
dalam kerak bumi. Namun, timbal (Pb) juga bisa berasal dari kegiatan manusia
bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami
(Widowati, 2008). Darmono (2001) mengatakan logam ini sangat populer dan banyak
dikenal orang awam. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya timah hitam yang
digunakan di pabrik dan paling banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup.


Universitas Sumatera Utara

Rahde (1994) dalam Widowati (2008) mengatakan timbal adalah logam yang
mendapat perhatian karena bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman,
udara dan air serta debu yang tercemar Pb. Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui oral,
lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata serta
lewat parental. Menurut Darmono (2001), selain dalam bentuk logam murni, timbal
dapat ditemukan dalam bentuk senyawa inorganik dan organik. Semua bentuk Pb
tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada manusia karena sifatnya yang
kumulatif dalam tubuh makhluk hidup.
2.2.1. Karakteristik Timbal (Pb)
Menurut Slamet (1994), Timbal atau plumbun (Pb) adalah metal kehitaman.
Dahulu digunakan sebagai konstituen di dalam cat, baterai, dan saat ini banyak
digunakan dalam bensin. Sementara Palar (2004) menyebutkan logam Pb termasuk
kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia.
Timbal mempunyai Nomor Atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2.
Menurut Palar (2004), timbal (Pb) mempunyai sifat khusus seperti berikut :
1. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan
menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.
2. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga

logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating.
3. Mempunyai titik lebur rendah, hanya 327,5 0C dan titik didih 1620 0C.
4. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam
biasa, kecuali emas dan merkuri.
5. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.

Universitas Sumatera Utara

Sifat lainnya dari timbal yakni, mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga
dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan dan bila dicampur
dengan logam lain, akan membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada
logam murninya (Darmono, 1995), serta mudah larut dalam larutan garam, misalnya
larutan ammonium asetat (Sartono, 2001), dan larut dalam minyak dan lemak.
Widowati (2008) mengatakan sehari-hari timbal (Pb) dikenal dengan nama
timah hitam, yang terdiri dari empat macam, yakni:
1. Timbal 204 dengan jumlah sebesar 1,48% dari seluruh isotop timbal.
2. Timbal 206 sebanyak 23,06%.
3. Timbal 207 sebanyak 22,60%.
4. Timbal 208 yang merupakan hasil akhir dari peluruhan radioaktif thorium
(Th).
Timbal (Pb) dalam bentuk anorganik yang biasanya mencemari lingkungan
merupakan Pb yang bersifat reaktif dalam berinteraksi dengan logam lain. Daya
toksisitas dari Pb banyak dipengaruhi oleh hadirnya logam esensial dalam pakan,
seperti Fe, Ca, Zn, Se, Cu, dan Co. Pada umumnya, defesiensi dari unsur-unsur
tersebut dapat menaikkan absorpsi Pb sehingga menjadi keracunan, sedangkan jika
kelebihan akan dapat mencegah terjadinya keracunan (Darmono, 2001).
2.2.2. Penggunaan Timbal (Pb)
Timbal (Pb) dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang.
Dalam industri baterai, timbal digunakan sebagai grid yang merupakan alloy (suatu
persenyawaan) dengan logam bismuth (Pb-Bi). Kemampuan berikatan dengan atom
N dapat membentuk senyawa azida yang banyak digunakan sebagai detonator.

Universitas Sumatera Utara

Persenyawaan Pb dengan Cr (chromium), Mo (molybdenum), dan Cl (chlor)
digunakan dalam industri cat untuk mendapatkan warna “kuning-chrom”. Dan dalam
industri kimia, persenyawaan Pb dengan (CH 3 ) 4 (tetrametil-Pb) dan (C 2 H 5 ) 4
(tetraetil-Pb) digunakan sebagai aditif ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor
(Palar, 2004).
Widowati (2008) menyebutkan bahwa dalam pertambangan, logam berbentuk
sulfida logam (PbS) disebut gelena. Logam Pb digunakan dalam industri baterai,
kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri
atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya
kontak antara air rumah tangga dengan Pb. Kemampuan Pb membentuk alloy dengan
berbagai jenis logam lain sehingga bisa meningkatkan sifat metalurgi dari Pb yaitu:
a. Pb + Sb sebagai kabel telepon.
b. Pb + As + Sn + Bi sebagai kabel listrik.
c. Pb + Ni senyawa azida sebagai bahan peledak.
d. Pb + Cr + Mo + Cl sebagai pewarnaan cat.
e. Pb + Asetat untuk mengkilapkan keramik dan bahan anti api.
f.

Pb + Te sebagai pembangkit listrik tenaga panas.

g. Tetrametil-Pb dan Tetraetil-Pb sebagai bahan aditif pada bahan bakar
kendaraan bermotor.
2.2.3. Sumber Pencemaran Timbal (Pb) di Air
Salah satu logam berat berbahaya yang mencemari laut adalah timbal (Pb).
Menurut Palar (2004), timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada dalam badan
perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Secara alamiah

Universitas Sumatera Utara

timbal (Pb) dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan timbal (Pb) di
udara dengan bantuan air hujan. Di samping itu proses pelapukan dari bantuan
mineral akibat hempasan gelombang dan angin juga merupakan salah satu jalur
sumber timbal (Pb) yang akan masuk ke badan perairan. Timbal (Pb) yang masuk ke
dalam badan perairan sebagai dampak aktivitas manusia ada bermacam bentuk seperti
air buangan dari yang berkaitan dengan timbal (Pb), air buangan dari penambangan
biji timah hitam dan sisa pembuangan industri baterai.
Fardiaz (2002) menyebutkan sumber utama adanya timbal di air berasal dari
pembuangan limbah yang mengandung timbal. Salah satu industri yang dalam air
limbahnya mengandung timbal adalah industri aki penyimpanan di mobil, di mana
elektrodanya mengandung 93% timbal dalam bentuk timbal oksida (PbO 2 ).
Sementara itu, data dari Pemantau Pelindo I (2004) menunjukkan bahwa
kadar kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg) di perairan Belawan telah melebihi batas
maksimum pencemaran pada air laut, dimana ada kecenderungan mengalami
peningkatan tiap tahunnya.
2.2.4. Efek Toksik Timbal (Pb)
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam timbal (Pb) dapat
terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses
masuknya timbal (Pb) ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui
makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau
lapisan kulit (Palar, 2004).
Sartono (2001) mengatakan jika mengabsorpsi timbal (Pb) lebih dari 0,5
mg/hari akan terjadi akumulasi yang selanjutnya menyebabkan keracunan. Dosis fatal

Universitas Sumatera Utara

kira-kira 0,5 g. Batas paparan untuk timbal tetrametil dan timbal tetraetil 0,07 mg/m3.
Efek toksik timbal terutama terjadi pada otak dan sistem saraf pusat. Kadar timbal
(Pb) dalam otak dan hati dapat mencapai 5 sampai 10 kali dari kadarnya dalam darah.
Akibat keracunan timbal (Pb) ialah gangguan sistem saraf pusat, saluran cerna dan
dapat juga menimbulkan anemia.
Walaupun pengaruh toksisitas akut jarang dijumpai, tetapi pengaruh toksisitas
kronis paling sering ditemukan. Pengaruh toksisitas kronis ini sering dijumpai pada
pekerja di pertambangan dan pabrik pemurnian logam, pabrik mobil (proses
pengecatan), penyimpanan baterai, percetakan, pelapisan logam dan pengecatan
sistem semprot (Darmono, 2001).
Widowati (2008) menyebutkan bagaimana timbal (Pb) memberikan efek
racun terhadap berbagai fungsi organ tubuh. Berikut adalah mekanisme toksisitas
timbal (Pb) berdasarkan organ yang dipengaruhinya:
1.

Sistem haemopoietik di mana timbal (Pb) menghambat sistem pembentukan
hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.

2.

Sistem saraf di mana timbal (Pb) bisa menimbulkan kerusakan otak dengan
gejala, epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium. Kelainan
fungsi otak terjadi karena timbal (Pb) secara kompetitif menggantikan peran
Zn, Cu, dan Fe dalam mengatur fungsi sistem syaraf pusat.

3.

Sistem urinaria di mana timbal (Pb) bisa menyebabkan lesi tubulus
proksimalis, loop of henle, serta menyebabkan aminosiduria.

4.

Sistem Gastro-intestinal di mana timbal (Pb) menyebabkan kolik dan
konstipasi.

Universitas Sumatera Utara

5.

Sistem kardiovaskuler di mana timbal (Pb) bisa menyebabkan peningkatan
permiabilitas pembuluh darah.

6.

Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin
belum lahir menjadi peka terhadap (Pb). Ibu hamil yang terkontaminasi timbal
(Pb) bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio,
kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria.

7.

Sisitem endokrin di mana timbal (Pb) mengakibatkan gangguan fungsi tiroid
dan fungsi adrenal.

8.

Bersifat karsinogenik dalam dosisis tinggi.
Batas kadar timbal dalam darah yang diperbolehkan diperhitungkan

berdasarkan Threshold limit value for chemical substances and physical agent &
biological exposure indices 200l. Berdasarkan acuan tersebut kadar timbal dalam
darah dinyatakan normal apabila di bawah 30 µg/100 ml (ACGIH, 200l). Sedangkan
WHO (1995) menyebutkan batasan toleransi Pb yang masuk kedalam tubuh per
mingguan (provisional tolerable weekly intake/ PTWI) Pb adalah 50 µg/kg berat
badan untuk dewasa dan 25 µg/kg berat badan untuk anak-anak. Kadar normal dalam
darah orang dewasa rata-rata adalah 10-25 µg/100 ml. Bila kandungan Pb lebih dari
80 µg/100 ml membahayakan bagi kesehatan.
Dalam tubuh manusia timbal masuk dalam sirkulasi darah, setelah diabsorpsi
dari usus, terutama hubungannya dengan sel darah merah (eritrosit). Mula-mula
didistribusikan ke dalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi
berinkorporasi dalam tulang, rambut, dan gigi untuk dideposit (strorage). Sekitar
90% deposit terjadi dalam tulang dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak.

Universitas Sumatera Utara

Dalam tulang, Pb ditemukan dalam bentuk Pb-fosfat atau Pb 3 (PO 4 ) 2 . Secara teori,
selama Pb masih terikat dalam tulang tidak akan menyebabkan gejala sakit pada
penderita. Tetapi yang berbahaya ialah toksisitas Pb yang diakibatkan oleh gangguan
absorpsi Ca, di mana terjadinya desorpsi Ca dari tulang menyebabkan terjadinya
penarikan deposit Pb dari tulang tersebut. Misalnya terjadi pada diet yang
mengandung fosfat rendah akan menyebabkan pembebasan Pb dari tulang ke dalam
darah. Penambahan vitamin D dalam makanan akan meningkatkan deposit Pb dalam
tulang, walaupun kadar fosfatnya rendah dan hal ini justru mengurangi pengaruh
negatif Pb (Darmono, 2001).
Sebagai tindakan pengamanan dan pencegahan terjadinya keracunan timbal
(Pb), maka Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia mengatur batas
cemaran timbal dalam makanan pada peraturan nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun
2009 sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Batas Cemaran Logam Timbal (Pb) pada Makanan
Batas maksimum
No.
Jenis makanan
(ppm atau mg/kg)
1.

Susu olahan

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Lemak dan minyak nabati
Lemak dan minyak hewani
Mentega
Margarin
Minarin
Buah olahan dan sayur olahan
Pasta tomat
Kembang gula/permen dan cokelat
Serealia dan produk serealia
Tepung terigu
Produk Bakteri
Daging olahan
Ikan olahan
Ikan predator olahan misalnya cucut, tuna, marlin dll
Kekerangan (bivalve) moluska olahan dan teripang
Olahan
Udang olahan dan krustasea olahan lainnya

17.

0,02
(dihitung terhadap
produk siap
konsumsi)
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,5
1,0
1,0
0,3
1,0
0,5
1,0
0,3
0,4
1,5
0,5

18. Terasi
1,0
19. Garam
10,0
20. Ragi
5,0
21. Pangan olahan lainnya
0,25
Sumber : Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009
2.3. Pengaruh Timbal (Pb) Terhadap Biota Air Laut
Logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu
akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi perairan. Meskipun daya racun yang
dihasilkan oleh suatu jenis logam berat tidak sama, namun kehancuran dari suatu

Universitas Sumatera Utara

kelompok dapat menjadi terputusnya satu rantai kehidupan. Pada tingkat selanjutnya
keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan suatu tatanan ekosistem (Palar,
2004).
Palar (2004) mengemukakan bahwa logam berat dapat mengumpul dalam
tubuh organisme dan akan tetap tinggal dalam tubuh pada waktu yang lama sebagai
racun yang terakumulasi. Pengeluaran logam berat dari tubuh organisme laut melalui
dua cara yaitu ekskresi permukaan tubuh dan insang, serta melalui isi perut dan urine.
Sementara Darmono (1995) mengatakan dalam memonitor pencemaran
logam, analisis biota air sangat penting artinya daripada analisis air itu sendiri. Hal ini
disebabkan kandungan logam dalam air yang dapat berubah-ubah dan sangat
tergantung pada lingkungan dan iklim. Pada musim hujan, kandungan logam akan
lebih kecil karena proses pelarutan, sedangkan musim kemarau kandungan logam
akan lebih tinggi karena logam menjadi terkonsentrasi. Kandungan logam dalam
biota air biasanya akan selalu bertambah dari waktu ke waktu karena sifat logam
yang “bioakumulatif”, sehingga biota air sangat baik digunakan sebagai indikator
pencemaran logam dalam lingkungan perairan.
Badan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion-ion Pb, sehingga
jumlah Pb yang ada dalam badan perairan melebihi konsentrasi semestinya, dapat
mengakibatkan kematian bagi biota perairan tersebut. Konsentrasi Pb yang mencapai
188 mg/l, dapat membunuh ikan-ikan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan
pada tahun 1979 (oleh Murphy P.M., Inst. Of Science and Technology Publication,
Univ. Of Wales, 1979), diketahui bahwa biota-biota perairan seperti Crustacea akan
mengalami kematian setelah 245 jam, bila pada badan perairan di mana biota itu

Universitas Sumatera Utara

terlarut Pb pada konsentrasi 2,75 – 49 mg/l. Sedangkan biota perairan lainnya, yang
dikelompokkan dalam golongan insecta akan mengalami kematian dalam rentang
waktu yang lebih panjang, yaitu antara 168 sampai dengan 336 jam, bila pada badan
perairan tempat hidupnya terlarut 3,5 sampai dengan 64 mg/l timbal (Palar, 2004).
2.3.1. Kandungan Pb pada Ikan
Logam berat dalam air mudah terserap dan tertimbun dalam fitoplankton yang
merupakan titik awal dari rantai makanan, selanjutnya melalui rantai makanan sampai
ke organisme lainnya, termasuk udang dan ikan (Fardiaz (1992). Terdapat beberapa
penelitian yang telah membuktikan adanya kandungan timbal (Pb) dalam tubuh ikan
dan crustacea sebagai akibat dari tercemarnya laut atau sungai dari pembuangan
limbah maupun tumpahan minyak yang mengandung logam-logam berat.
Uly (2011) yang meneliti cemaran timbal dan kadmium pada ikan yang hidup
di daerah pesisir dan laut dangkal perairan Belawan, kadar logam timbal yang
terdapat pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu masing-masing adalah 0,4676 ±
0,0205 mcg/g dan 0,6331 ± 0,0283 mcg/g. Sedangkan kadar logam kadmium yang
terdapat pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu masing-masing adalah 0,0405 ±
0,0033 mcg/g dan 0,0608 ± 0,0043 mcg/g. Kadar logam timbal yang terdapat di
dalam kedua ikan tersebut telah melewati ambang batas maksimum yang diizinkan
menurut SNI 7387-2009 2009 (batas maksimum 0,3 mcg/g atau 0,3 ppm).
Sebelumnya Nauli (2004) juga meneliti cemaran timbal (Pb) pada ikan asin jenis
kepala batu yang beredar di pusat pasar Kota Medan. Dalam kesimpulannya
disebutkan bahwa ikan asin yang bersumber dari Belawan ternyata memiliki

Universitas Sumatera Utara

kandungan timbal (Pb) sebesar 2,24 ppm yang melewati batas maksimum dan lebih
tinggi dibandingkan ikan asin asin yang berasal dari daerah lainnya.
Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan
minuman serta pernafasan dan kulit. Peningkatan kadar logam berat dalam air laut
akan diikuti oleh peningkatan logam berat dalam tubuh ikan dan biota lainnya,
sehingga pencemaran air laut oleh logam berat akan mengakibatkan ikan yang hidup
di dalamnya tercemar. Pemanfatan ikan-ikan ini sebagai bahan makanan akan
membahayakan kesehatan manusia (Hutagalung, 1994).
2.3.2. Kandungan Pb pada Udang
Biota lain yang terkena pengaruh cemaran timbal (Pb) di laut adalah udang.
Penelitian Siagian (2004) yang meneliti cemaran logam berat pada biota laut di
Kelurahan Bagan Belawan ditemukan bahwa kadar timbal (Pb) pada ikan, kerang dan
udang telah melebihi ambang batas maksimum pencemaran. Penelitian Armanda
(2009) juga menyebutkan bahwa sampel udang windu yang berasal dari Belawan
memiliki kadar logam timbal (Pb) sebesar 0,8195 ± 0,0290 mg/kg, ini sangat jauh
dari batas maksimum berdasarkan SNI 7387-2009 (batas maksimum 0,5 mg/kg).
Terdapatnya kadar logam dalam udang disebabkan karena ada akumulasi
logam berat Pb di tubuh udang. Hal ini terjadi melalui proses penyerapan pada
permukaan tubuh, secara difusi dari lingkungan perairan (Conell dan Miller, 1995).
Penyerapan tertinggi terjadi pada saat moulting (pergantian kulit), karena kutikula
lama dilepas dan terjadi penyerapan logam secara langsung pada tubuh udang tanpa
melalui kulit (kutikula), sehingga toksisitas logam menjadi lebih kuat dan
menimbulkan banyak kematian (Darmono, 2001). Selain itu, karena sifat udang yang

Universitas Sumatera Utara

mencari makan di dasar perairan yaitu pada sedimen yang mengandung logam berat
sehingga menyebabkan udang terkontaminasi logam Pb dari pakan yang berupa
detritus (hasil dari penguraian binatang yang telah mati).
2.4. Pencemaran Makanan
Pencemaran makanan dapat disebabkan oleh 3 faktor yakni faktor fisik, faktor
kimia dan faktor mikrobiologi (Mulia, 2005). Menurut Chandra (2006) terdapat 2
faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia yaitu:
1. Kontaminasi
Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh:
a. Parasit, misalnya cacing dan amuba.
b. Golongan mikroorganisme, misalnya Salmonella dan shigella.
c. Zat kimia, misalnya bahan pengawet dan bahan pewarna.
d. Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti
stafilokokus dan Clostridium botulinum.
2. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap
dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi tiga
golongan:
a. secara alami makanan itu telah mengandung zat kimia beracun, misalnya
singkong yang mengandung HCN dan ikan dan kerang yang mengandung
unsur toksik tertentu (logam berat, misal Hg dan Cd) yang dapat
melumpuhkan sistem syaraf dan napas.

Universitas Sumatera Utara

b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat
menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus
keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).
c. Makanan sebagai perantara. Jika suatu

makanan terkontaminasi

dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agen penyakit pada
makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan
setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit.
Contoh penyakitnya antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler.
Khusus pangan tradisional seperti terasi, ikan asin, petis, tempe, dan lain-lain,
umumnya memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau
mikrobiologi, kimia, dan fisik. Adanya bahaya atau cemaran tersebut seringkali
terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan,
belum diterapkannnya praktek sanitasi dan higiene yang memadai, dan kurangnya
kesadaran

pekerja

maupun

produsen

yang

menangani

pangan

tradisional

(Mahmudatussa'adah, 2008).
2.4.1. Kontaminasi Logam Berat pada Makanan
Manusia bukan hanya menderita sakit karena menghirup udara yang tercemar,
tetapi juga akibat mengasup makanan yang tercemar logam berat. Sumbernya sayursayuran dan buah-buahan yang ditanam di lingkungan yang tercemar atau daging dari
ternak yang makan rumput yang sudah mengandung logam berat yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia. Akhir-akhir ini kasus keracunan logam berat yang
berasal dari bahan pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat

Universitas Sumatera Utara

terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan
penggunaan bahan tersebut oleh manusia (Astawan, 2008).
2.4.2. Cemaran Timbal (Pb) pada Makanan
Naria (2005) mengatakan bahan pangan yang dikonsumsi manusia
mengandung timbal secara alami. Pada ikan dan binatang lain mengandung timbal
0,2-2,5 mg/kg, pada daging atau telur mengandung timbal sebesar 0-0,37 mg/kg,
padi-padian mengandung timbal sebesar 0-1,39 mg/kg dan sayur-sayuran
mengandung 0-1,3 mg/kg. Dengan demikian, maka kita perlu memperhatikan menu
makanan yang dikonsumsi setiap hari.
Pada produk makanan yang berasal dari perairan atau kelautan seperti ikan,
udang, kerang, cumi dan lain-lainnya, pencemaran logam berat pada umumnya
berasal dari air laut itu sendiri. Mahmudatussa'adah (2008) menyebutkan bahan kimia
penyebab keracunan diantaranya logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Cemarancemaran tersebut berasal dari cemaran industri, residu pestisida, hormon, dan
antibiotika.
Tabel 2.3. Kelompok Makanan yang Tercemar Timbal (Pb)
Kelompok Makanan
Kadar Timbal (Kg/mg)
Makanan kaleng

50-100

Hasil ternak (hati, ginjal)

150

Daging

50

Ikan

170

Udang dan kerang

>250

Susu sapi, buah dan sayuran

15-20

Sumber : Sibuea (2002) dalam Aprilia (2010)

Universitas Sumatera Utara

Makanan yang mengandung kadar timbal (Pb) yang tinggi adalah dari
kelompok makanan kaleng, jeroan (hati, ginjal dari hasil ternak), ikan, kerangkerangan, sayuran, dan buah-buahan yang ditanam di tepi jalan yang padat lalu
lintasnya. Sayuran seperti ini kadar timbalnya bisa 10 kali lebih tinggi daripada di
daerah pedesaan (Posman, 2000; Agustina, 2010).
2.5. Terasi
Salah satu produk olahan dari hasil perikanan sebagai usaha pemanfaatan ikan
dan udang yang berkualitas rendah adalah terasi. Terasi merupakan produk perikanan
yang berbentuk pasta. Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi berkualitas baik.
Sedangkan terasi bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan, sisa ikan sortiran
dengan bahan tambahan biasanya tepung tapioka atau tepung beras, dan berbagai
jenis ikan kecil (teri) atau udang kecil/ rebon (Adawyah, 2008).
2.5.1. Pengertian Terasi
Terasi atau belacan adalah bumbu masak yang dibuat dari ikan dan/atau udang
rebon yang difermentasikan, berbentuk seperti adonan atau pasta dan berwarna hitamcoklat, kadang ditambah dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Terasi
merupakan bumbu penting di kawasan asia tenggara dan china selatan. Terasi
memiliki bau yang tajam dan biasanya digunakan untuk membuat sambal terasi, tapi
juga ditemukan dalam berbagai resep tradisional Indonesia (Wikipedia, 2013).
Dalam SNI 01-2716-1992 disebutkan terasi adalah suatu jenis bahan
penyedap makanan yang berbentuk padat, berbau khas, hasil fermentasi udang atau
ikan atau campuran keduanya dengan garam, dengan atau tanpa bahan tambahan lain
yang diizinkan. Terasi digunakan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada

Universitas Sumatera Utara

masakan sayuran, sambal, rujak dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah
basah yang berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan.
Terasi memliki nilai gizi yang cukup tinggi. Kandungan unsur gizi dalam
proses 100 gr terasi adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4. Kandungan Gizi Dalam 100 gram Terasi
Kadar Unsur
No. Nama Unsur
Protein
30,0 gr
1.
Lemak
3,5 gr
2.
Karbohidrat
3,5 gr
3.
Mineral
23,0 gr
4.
Kalsium
100,0 mg
5.
Fosfor
250,0 mg
6.
Besi
3,1 mg
7.
Air
40,0 gr
8.
Sumber : Suprapti (2002) yang dikutip dari Daftar Analisis Bahan Makanan FK UI
(1992)
Terasi tidak hanya digunakan sebagai sambal, tetapi terasi juga menjadi bahan
penyedap berbagai jenis masakan, dari nasi goreng sampai sayur asam. Sebagai
penyedap masakan, terasi merupakan warisan yang secara turun-temurun diproduksi
masyarakat nelayan di Indonesia. Saat ini, terasi masih diproduksi secara tradisional.
Daerah yang terkenal sebagai penghasil terasi adalah Bagansiapi-api. Namun ternyata
beberapa kota di Pulau Jawa dikenal pula sebagai sentra industri rumah tangga terasi,
seperti Sidoarjo, Indramayu, Cirebon, Pati serta Rembang.Terasi yang bermutu baik
teksturnya tidak terlalu keras, juga tidak terlalu lembek, dengan kandungan protein
15-20 %, warna asli seperti tanah yakni coklat kehitam-hitaman.
Kandungan padatan (protein, garam, Ca, dan sebagainya) terasi udang sekitar
27-30%, air 50-70%, dan garam 15-20%. Sedangkan terasi yang dibuat dari ikan

Universitas Sumatera Utara

kandungan protein 20-45%, kadar air, 35-50%, garam 10-25% dan komponen lemak
dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin B 12 cukup tinggi (Adawyah,
2008).
2.5.2. Pembuatan Terasi
Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Selama fermentasi
protein dihidrolisis menjadi turunan-turunannya, seperti pepton, peptida, dan asamasam amino. Fermentasi juga menghasilkan amonia. Yang menyebabkan terasi
berbau merangsang. Di dalam masakan, terasi digunakan sebagai penyedap dan
menimbulkan cita rasa (favouring agent) (Anonimous, 2013).
Menurut Rahayu (1992), prinsip dari fermentasi ikan atau udang adalah
fermentasi di dalam larutan garam atau dengan penambahan garam kristal sehingga
terbentuk flavour yang masih enak atau yang menyerupai daging. Proses dari
fermentasi dari substrat tidak diharapkan sempurna dalam pembuatan bagoong
(terasi) karena produk harus mengandung protein yang terhidrolisis atau tanap
hidrolisis. Salah satu perubahan selama fermentasi yang diharapkan adalah liquid
fiksi. Setelah proses penggaraman, cairan dari dalam ikan (udang) terekstrak keluar.
Kandungan nitrogen pada cairan mula-mula rendah tapi setelah disimpan beberapa
hari, yaitu selama proses fermentasi menyebabkan terjadinya proses hidrolisis protein
sehingga kandungan nitrogen terlarut naik. Bila menggunakan garam yang kurang
murni menyebabkan pengerasan jaringan, sehingga memperlambat penetrasi garam
kedalam jaringan ikat (udang). Dengan menggunakan garam murni bakteri halofil
dapat tumbuh baik sehingga terbentuk flavour yang enak. Pada suhu fermentasi yang
tinggi 55ºC dapat mempercepat proses hidrolisis. Tetapi setelah 1 minggu fermentasi

Universitas Sumatera Utara

kandungan protein terlarut dalam cairan lebih tinggi bila fermentasinya dilakukan
pada suhu 45ºC . Suhu optimal untuk fermentasi adalah 20-400 C selama 1-4 minggu.

Udang kecil

Pencucian

Penambahan garam

Pengeringan matahari (1-2 hari)

Penumbukan dan penambahan garam

Pencetakan / penggumpalan

Pengeringan dan penumbukan

Pencetakan / penggumpalan

Pembungkusan dengan daun pisang

Fermentasi (1-4minggu)

Terasi

Gambar 2.1. Gambar alur proses pembuatan terasi (Irianto, 2012)
Menurut Clucas dan Ward (1996) dalam Irianto (2012), secara rata-rata
rendemen produk akhir terasi adalah 40-50% dari bobot bahan mentah udang ataupun
ikan.

Universitas Sumatera Utara

Teknologi pembuatan terasi instan kini telah dikembangkan. Menurut Subagio
(2006) dalam Irianto (2012), tahap pengolahan yang dilakukan adalah pengecilan
ukuran terasi, pra-pengeringan, pengeringan yang sekaligus sebagai pemasakan,
penepungan, pengayakan, dan pengemasan. Pengecilan ukuran terasi dengan diiris
tipis setebal kurang lebih 3 mm untuk mempercepat pengeringan dan mendapatkan
hasil pengeringan yang sempurna. Pra-pengeringan dilakukan dengan peng-ovenan
pada suhu 40-500 C selama 12 jam atau dijemur selama sehari. Tahap pengeringan
dan pemasakan sebaiknya menggunakan oven pada suhu 1500 C selama 30 menit.
Pengeringan dan pemasakan juga dapat dilakukan dengan cara digoreng
menggunakan minyak sawit atau dioven pada suhu 1000 C selama 1,5 jam. Produk
hasil pengeringan dan pemasakan selanjutnya ditepungkan dan diayak dengan ukuran
60 mesh. Jika diinginkan, selama penepungan dapat dicampur dengan maltodekstrin
yang dapat bertindak sebagai pengisi. Produk yang dihasilkan dikemas menggunakan
alumunium foil atau botol.
Suprapti

(2002)

mengemukakan

ada

beberapa

faktor

yang

dapat

mempengaruhi kualitas terasi, antaralain adalah sebagai berikut :
a. Tingkat kesegaran bahan
Meskipun terasi merupakan produk yang ber “bau” spesifik, namun bukan
berarti busuk. Kualitas terasi sangat ditentukan oleh tingkat kesegaran bahan
bakunya. Bahan baku dengan tingkat kesegaran yang baik, akan menghasilkan
produk terasi yang berkualitas tinggi.

Universitas Sumatera Utara

b. Aroma dan cita rasa
Lama waktu yang dipergunakan bagi pemeraman atau fermentasi,sangat
menentukan aroma dan cita rasa terasi yang dihasilkan. Makin lama waktu yang
dipergunakan, kualitas terasi yang dihasilkan makin tinggi. Disamping itu, cita rasa
terasi juga dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan. Cita rasa terasi udang
berbeda dengan cita rasa terasi ikan.
c. Kehalusan butiran
Tingkat kehalusan atau kelembutan butir-butir terasi memang tidak dapat
diukur dengan skala mesh, namun justru langsung nampak pada penampilannya.
Butiran yang kasar pada terasi, disebabkan antara lain oleh proses penghancuran
bahan yang tidak sempurna. Ketidaksempurnaan proses penghancuran bahan baku
tersebut

antaralain

disebabkan

oleh

kemampuan

alat

penghancur

dalam

menghancurkan bahan serta urutan proses yang digunakan. Pada proses pembuatan
terasi secara tradisonal, penghancuran dilakukan saat penjemuran. Sehingga dengan
demikian bahan baku tersebut telah menjadi kering dan liat sehingga sulit
dihancurkan hingga halus.
d. Warna
Penambahan warna buatan yang dimaksudkan agar penampilan produk terasi
menjadi lebih baik. Namun, bila pencampuran bahan pewarna buatan tersebut
dilakukan secara tidak merata, maka justru akan berakibat sebaliknya.
2.5.3. Ikan dan Udang Sebagai Bahan Baku Terasi
Terasi yang banyak diperdagangkan dipasar, secara umum dapat dibedakan
menjadi dua macam berdasarkan bahan bakunya, yaitu terasi udang dan terasi ikan.

Universitas Sumatera Utara

Terasi udang biasanya memiliki warna cokelat kemerahan, sedangkan terasi ikan
berwarna kehitaman. Terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan terasi ikan (Suprapti, 2002).
BPOM RI dalam peraturannya nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009
menyebutkan bahwa terasi memiliki batas maksimum pencemaran timbal (Pb)
sebesar 1,0 ppm. Sumber pencemaran timbal (Pb) diduga kuat berasal dari bahan
baku terasi sendiri, yakni ikan dan udang. Ini menarik perhatian tersendiri mengingat
ikan dan udang merupakan biota laut yang telah tercemar timbal (Pb) melebihi
ambang batas seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Makanan yang rusak bisa terjadi karena pemilihan bahan baku yang keliru.
Makanan yang rusak bisa menjalar ke makanan yang sehat jika tidak diwaspadai,
karena bisa terjadi pencemaran silang sehingga merugikan dalam jumlah dan nilai
yang besar, baik bagi keluarga pengguna makanan dan masyarakat dimana makanan
yang rusak itu berada (Saksono, 2007).
2.6. Pemeriksaan Secara Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) digunakan untuk analisis logam berat.
Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan untuk menganalisis zat
atau unsur logam berat pada konsentrasi rendah, sehingga sangat tepat digunakan
untuk memeriksa timbal (Pb) pada terasi. Prinsip kerja SSA adalah penguapan
larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom
bebas. Atom tersebut mengarbsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan
dari lampu

katoda (hollow cathode lamp) yang mengandung unsur yang akan

ditentukan. Banyak penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang

Universitas Sumatera Utara

tertentu tergantung pada jenis logam (Darmono, 1995).
Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan sebanding dengan jumlah atom
pada tingkat energi dasar yang menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur
intensitas radiasi yang diteruskan (transmitan) atau mengukur intensitas radiasi yang
diserap (absorbansi) maka konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan
(Sheet, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.7. Kerangka Konsep
Adapun .kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2
berikut:

Pemeriksaan
kadar timbal (Pb)

Memenuhi
syarat

Bermerek

Kadar timbal
(Pb) pada terasi

Terasi

Tidak
memenuhi
syarat

Olahan industri
rumah tangga

Batas maksimum Peraturan
Ka.BPOM RI No.
HK.00.06.1.52.4011
tahun 2009

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemeriksaan Escherichia coli Pada Air Tebu Yang Dijual Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan Tahun 2006

2 47 82

Higiene Sanitasi Industri Rumah Tangga Pengolahan Terasi dan Analisa Rhodamin B Pada Terasi Berbagai Merek di Pasar Kota Medan Tahun 2011.

5 65 87

Potensi Pasar ikan Olahan Tradisionai ( lkan Asin, lkan Pindang dan Terasi ) di Kota Bogor.

0 12 92

Analisa Kandungan Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai Roti Yang Bermerek Dan Tidak Bermerek Serta Tingkat Pengetahuan Penjual Di Pasar Petisah Kota Medan Tahun 2013

4 33 110

Analisa Kandungan Timbal (Pb) Pada Terasi Bermerek dan Terasi Hasil Olahan Industri Rumah Tangga Yang Di Jual Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan Tahun 2013

0 1 13

Analisa Kandungan Timbal (Pb) Pada Terasi Bermerek dan Terasi Hasil Olahan Industri Rumah Tangga Yang Di Jual Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan Tahun 2013

0 1 2

Analisa Kandungan Timbal (Pb) Pada Terasi Bermerek dan Terasi Hasil Olahan Industri Rumah Tangga Yang Di Jual Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan Tahun 2013

0 1 5

Analisa Kandungan Timbal (Pb) Pada Terasi Bermerek dan Terasi Hasil Olahan Industri Rumah Tangga Yang Di Jual Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan Tahun 2013

0 3 4

Analisa Kandungan Timbal (Pb) Pada Terasi Bermerek dan Terasi Hasil Olahan Industri Rumah Tangga Yang Di Jual Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Medan Tahun 2013

0 0 9

Analisa Kandungan Natrium Benzoat, Sikt Pada Selai Roti Yang Bermerek Dan Tidak Bermerek Serta Tingkat Pengetahuan Penjual Di Pasar Petisah Kota Medan Tahun 2013

0 0 13