Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

BAB II
KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KEMENTERIAN NEGARA
BERDASARKAN KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI
INDONESIA DAN BERDASARKAN KONSTITUSI
BEBERAPA NEGARA LAIN

Sebelum perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada tahun 1999-2002,
Indonesia pernah beberapa kali berganti konstitusi mulai dari UUD RI 1945,
Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara tahun 1950, sampai kembali lagi pada
UUD RI 1945 melalui dekrit Presiden tahun 1959. Pergantian konstitusi ini sudah
pasti berpengaruh pada sistem ketatanegaraan Indonesia serta berpengaruh pula
pada Lembaga Kepresidenan dan Lembaga Kementerian Negara. Dimana masingmasing konstitusi tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing.
A. Kementerian Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum
Perubahan
Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan mengatur bahwa
Indonesia menjalankan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini terlihat dari
ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI TAHUN 1945 yang mengatakan bahwa:
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar”.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, ketentuan pasal tersebut mempunyai
makna bahwa Presiden Republik Indonesia adalah satu-satunya orang yang

memimpin seluruh pemerintahan.20 Presiden memegang kekuasaan penuh untuk
                                                            

20

 Wirjono Prodjodikoro dalam Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia 
Sebelum Perubahan UUD NRI TAHUN 1945 dengan Delapan Negara Maju, Kencana, Jakarta, 
2009, hlm 77 

Universitas Sumatera Utara

menjalankan roda pemerintahannya. Karena kekuasaan dan kedudukan inilah
salah satu kewenangan Presiden adalah mengangkat dan menetapkan pejabat
tinggi negara, seperti mengangkat menteri-menteri.
Dalam Bab V tepatnya pada pasal 17 UUD RI 1945 diatur mengenai
Kementerian Negara, yang berbunyi :
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
(3) Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.21
Pasal 17 ayat (1) menegaskan bahwa kedudukan menteri adalah sebagai

pembantu Presiden. Para menteri ini bertanggung jawab kepada Presiden bukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena statusnya sebagai pembantu
presiden. Disinilah terlihat bahwa UUD NRI TAHUN 1945 menganut sistem
presidensial, karena kekuasaan dan tangung jawab pemerintahan tetap berada di
tangan Presiden.
Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri didasarkan
pada Pasal 17 ayat (2) UUD Tahun 1945. Presidenlah yang memiliki kewenangan
untuk

mengangkat dan

memberhentikan

menteri-menteri negara karena

kedudukannya sebagai kepala pemerintahan. Kekuasaan ini tidak diatur lebih
lanjut dengan suatu peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan kekuasaan
tersebut dalam praktik kenegaraan diserahkan secara mutlak kepada Presiden.
Pengangkatan menteri-menteri dilakukan oleh Presiden semenjak ia mendapat
mandat dari MPR dalam Sidang Umum MPR sampai dengan masa jabatannya

selesai. Pemberhentian menteri-menteri oleh Presiden dapat dilakukan di tengah                                                            

21

 Pasal 17 UUD RI Tahun 1945 sebelum amandemen 

Universitas Sumatera Utara

tengah masa jabatannya tersebut. Seluruh tindakan tersebut dalam praktiknya
dapat dilakukan secara tertutup tanpa perlu meminta nasihat, mendapatkan usulan
dan pertanggungjawaban dari lembaga negara yang lain, karena ini adalah
merupakan hak prerogatif presiden.22 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
kedudukan menteri-menteri tidak tergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) tetapi bergantung pada Presiden.
Meskipun Pasal 17 ayat (3) menyatakan bahwa menteri-menteri itu
memimpin Departemen Pemerintahan, tetapi dalam prakteknya terdapat beberapa
menteri yang tidak memimpin Departemen Pemerintahan, seperti Menteri
Sekretaris Negara dan ada juga diangkat Menteri Koordinator dan Menteri Muda.
Secara yuridis hal ini tidak bertentangan dengan ketentuan UUD 1945, sebab
Menteri Koordinator itu hanya berfungsi untuk mengkoordinir beberapa menteri

yang memimpin departemen pemerintahan, sedangkan menteri muda adalah
membantu untuk menangani bidang khusus dari seseorang menteri yang
memimpin departemen pemerintahan. Jika ditafsirkan dari Pasal 17 pun bahwa
menteri adalah pembantu presiden maka tidak ada persoalan sebab Presiden
sebagai kepala pemerintahan bisa saja menentukan pembantu yang diberi tugas
khusus tanpa harus memimpin departemen, artinya ketentuan pasal 17 ayat (3)
bahwa menteri itu memimpin departemen pemerintahan bukanlah suatu
keharusan, semuanya tergantung pada Presiden sesuai dengan kebutuhan yang
dihadapi.23

                                                            

22

23

 Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.cit., hlm 119 
 Moh. Mahfud MD, Dasar… Op.cit., hlm 115‐116 

Universitas Sumatera Utara


Penjelasan UUD NRI TAHUN 1945 menyatakan bahwa “menteri-menteri
negara bukan pegawai tinggi biasa.” Walaupun ketentuan UUD NRI TAHUN
1945 menunjukkan bahwa menteri negara tergantung pada Presiden baik
pengangkatan maupun pemberhentiannya, akan tetapi menteri-menteri tersebut
bukan pegawai tinggi biasa.

Hal ini dikarenakan menteri-menterilah yang

menjalankan kekuasaan pemerintahan (pouvoir executive) dalam prakteknya.
Sebagai pemimpin departemen, menterilah yang paling mengetahui hal-hal
mengenai lingkungan pekerjaannya. Menteri memiliki pengaruh besar terhadap
Presiden dalam menentukan politik negara mengenai departemen yang
dipimpinnya. Sehingga jelas bahwa menteri-menteri itu berkedudukan sebagai
pemerintah atau pemegang kekuasaan sebagai pembantu presiden di tingkat pusat.
Untuk menetapkan politik pemerintahan dan koordinasi dalam pemerintahan
negara maka para menteri bekerja sama, satu sama lain seerat-eratnya di bawah
kepemimpinan seorang presiden.
Untuk menjalankan roda pemerintahan, pada tanggal 2 September 1945
Presiden Soekarno membentuk kabinet pertama berdasarkan usul Panitia

Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI). Kabinet ini kemudian tercatat dalam
sejarah sebagai Kabinet Presidensial pertama. Dalam susunan kabinet presidensial
ini, Presiden memegang kekuasaan eksekutif.24
Kedudukan Presiden sebagai kepala pemerintahan pada saat itu dapat
dikatakan sangat kuat. Hal ini dikarenakan berdasarkan ketentuan Pasal IV Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dikatakan bahwa Presiden
                                                            
24

  Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.Cit, hlm 2 

Universitas Sumatera Utara

memegang kekuasaan pemerintahan dalam arti luas karena dalam menjalankan
kekuasaannya hanya dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Namun, besarnya
kekuasaan presiden sebagaimana yang tertulis itu tidak berlangsung lama, yakni
hanya sekitar dua bulan. Besarnya kekuasaan yang dimiliki Presiden Soekarno
sedikit berkurang dengan dikeluarkannya Maklumat No. X oleh Wakil Presiden
Moh. Hatta atas usul dari Komite Nasional Pusat yang ditetapkan pada tanggal 16
Oktober 1945. Inti dari maklumat tersebut adalah penyerahan kekuasaan legislatif

kepada Komite Nasional Pusat sebelum DPR dan MPR dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Dasar yang berlaku. Maklumat tersebut juga berisi pembentukan
suatu Badan Pekerja dari Komite Nasional Pusat.
Untuk menghindari kesalahpahaman, pada tanggal 20 Oktober 1945,
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat menjelaskan kedudukan dan fungsinya
sesuai dengan Maklumat Wakil Presiden tersebut, yaitu :
1.

Turut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Artinya, badan
pekerja bersama-sama dengan Presiden menetapkan GBHN. Namun, badan
pekerja tidak turut campur dalam kebijaksanaan negara (dagelijks beleid)
pemerintah sehari-hari. Kekuasaan untuk itu tetap berada di tangan Presiden.

2.

Bersama-sama dengan Presiden menetapkan Undang-Undang. Pelaksana dari
ketentuan Undang-Undang ini tetap pemerintah dalam hal ini presiden dan
para menterinya.25
Dalam perkembangannya, Komite Nasional Pusat ini sangat berpengaruh


dalam roda pemerintahan Soekarno. Hal ini terlihat dengan disetujuinya usul
                                                            

25

  Ibid, hlm 3 

Universitas Sumatera Utara

Komite Nasional Pusat oleh pemerintah agar para menteri tidak lagi bertanggung
jawab terhadap presiden melainkan kepada Komite Nasional Pusat. Persetujuan
tersebut dituangkan dalam sebuah Maklumat Pemerintah pada tanggal 14
November 1945. Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, Presiden tidak lagi
berkedudukan sebagai kepala pemerintahan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal
4 ayat (1) UUD RI 1945, melainkan hanya berfungsi sebagai kepala negara atau
presiden konstitusional. Untuk kedua kalinya terjadi pengurangan kekuasaan
presiden.26
Maklumat ini pada dasarnya juga berisi perubahan sistem pemerintahan,
yakni dari sistem pemerintahan presidensial ke sistem parlementer. Hal ini
dibuktikan


dengan

perubahan

sistem

pertanggungjawaban

yakni

sistem

pertanggungjawaban pemerintahan negara yang terletak ditangan dewan menteri
yang dipimpin oleh seorang perdana menteri (prime minister). Perlu ditegaskan
lagi bahwa perubahan sistem pemerintahan tersebut adalah tidak dengan
melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasarnya. Juga perlu diketahui
bahwa

sebelum


dikeluarkannya

Maklumat

Pemerintah

tentang

sistem

pemerintahan tanggal 14 November 1945 tersebut, telah keluar pula Maklumat
Pemerintah pada tanggal 3 November 1945 tentang partai-partai politik

dan

organisasi politik yang pada pokoknya menganjurkan didirikannya partai-partai
dan organisasi politik sesuai dengan aliran-aliran yang hidup dalam masyarakat.
Hal ini dimaksudkan juga menjunjung tinggi asas demokrasi serta untuk


                                                            

26

  Ibid 

Universitas Sumatera Utara

memudahkan dalam mengatur kekuatan perjuangan bangsa Indonesia pada waktu
itu.27
Selama masa tahun 1945-1950 terjadi banyak pergantian kabinet,
diantaranya adalah sebagai berikut :28
1. Kabinet Presidensiil. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,
dengan jumlah menteri sebanyak 21 orang. Kabinet ini terbentuk pada tanggal
2 September 1945 dan berakhir pada tanggal 14 November 1945.
2. Kabinet Syahrir Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai
Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian .
Kabinet ini terbentuk pada tanggal 14 November 1945 dan dipaksa berhenti
pada tanggal 12 Maret 1946 oleh oposisi persatuan perjuangan, suatu koalisi
partai-partai dan golongan-golongan diluar Badan Pekerja atau Komite
Nasional Pusat.
3. Kabinet Syahrir Kedua. Kabinet ini juga dipimpin kembali oleh Sutan Syahrir
sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 25
kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 12 Maret 1946 dan berakhir
pada tanggal 2 Oktober 1946. Pada masa ini kekuasaan pemerintahan diambil
alih oleh Presiden Soekarno ketika terjadi penculikan Perdana Menteri Sutan
Syahrir. Setelah beliau dibebaskan, Presiden Soekrao menunjukkan beliau
sebagai formatur kabinet.

                                                            

27

28

 Moh. Mahfud MD, Dasar… Op.Cit, hlm 93‐94 
 Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintahan dan Kekuasaan di Indonesia, Thafa Media, Yogyakarta, 
2012, hlm 20‐23.  http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_Indonesia, diakses pada tanggal 
18 April 2013 

Universitas Sumatera Utara

4. Kabinet Syahrir Ketiga. Kabinet ini juga dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai
Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian 32 kementerian. Kabinet ini
dibentuk tanggal 2 Oktober 1946 dan berakhir pada tanggal 3 Juli 1947.
5. Kabinet Amir Syarifuddin Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Amir
Syarifuddin sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak
34 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 3 Juli 1947 dan berakhir pada
tanggal 11 November 1947, karena diadakannya reshuffle kabinet.
6. Kabinet Amir Syarifuddin Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Amir Syarifuddin
sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian termasuk kementerian
negara sebanyak 37 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 11
November 1947 dan harus berakhir pada tanggal 23 Januai 1948 dengan
dikeluarkannya Maklumat Presiden No. 2 Tahun 1948.
7. Kabinet Presidensial (Kabinet Hatta Pertama). Kabinet ini dipimpin oleh
Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 17
kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 23 Januari 1948 dan berakhir
pada tanggal 4 Agustus 1949.
8. Kabinet Darurat. Kabinet ini dipimpin oleh Syarifuddin Prawiranegara
sebagai Ketua/Perdana Menteri. Kabinet ini berkedudukan di Bukit Tinggi
Sumatera Barat yang terdiri dari 8 kementerian dan ditambah dengan 4
kementerian di Komisariat PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia).
Kabinet ini dibentuk pada tanggal 19 Desember 1948 dan berakhir pada
tanggal 13 Juli 1949.

Universitas Sumatera Utara

9. Kabinet Hatta Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Moh. Hatta sebagai Perdana
Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 19 kementerian. Kabinet ini
dibentuk pada tanggal 4 Agustus 1949 dan berakhir pada tanggal 20 Desember
1949.

B. Kementerian Negara Berdasarkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(RIS)
Menurut Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS, “Republik Indonesia Serikat
yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan
berbentuk federasi.” Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa
“Kekuasaan berkedaulatan di dalam negara Republik Indonesia Serikat dilakukan
oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat.”29 Pasal 68 ayat (2)
menyatakan bahwa, “Yang dimaksud dengan pemerintah menurut Konstitusi RIS
ialah Presiden dengan seorang atau beberapa atau para Menteri, yakni menurut
tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umum mereka itu.30
Berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menempatan Presiden
sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara, pada Konstitusi RIS
Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara, sedangkan kekuasaan
pemerintahan dijalankan oleh kainet yang dikepalai oleh Perdana Menteri. Hal ini
dikarenakan dalam Konstitusi RIS, Indonesia menganut sistem pemerintahan
parlementer.
Secara formal, Presiden adalah juga merupakan pemerintah. Karena
sifatnya cuma formalitas, maka kekuasaan dalam pemerintahan bergantung pada
                                                            

29
30

 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi… Op.cit., hlm 121 
 Moh. Mahfud MD, Dasar… Op.cit., hlm 95 

Universitas Sumatera Utara

menteri-menteri. Semua keputusan atau peraturan harus diambil oleh kabinet,
kemudian keputusan atau peraturan tersebut ditandatangani oleh presiden dan
ditandatangani oleh menteri.31
Salah satu kekuasaan administratif yang diberikan Konstitusi RIS kepada
Presiden adalah mengangkat perdana menteri, menteri-menteri, ketua senat
setelah mendapat anjuran dari senat, serta pejabat-pejabat tinggi lainnya. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 74 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Presiden sepakat
dengan orang-orang yang dikuasakan oleh daerah-daerah bagian sebagai tersebut
dalam Pasal 69, menunjuk 3 pembentuk kabinet”. Ketentuan ini menunjukkan
sistem quasi-federal yang ditimbulkan oleh Konstusi RIS. Selanjutnya Pasal 74
ayat (2) juga menyatakan bahwa, “Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk
kabinet itu, Presiden mengangkat seorang daripadanya menjadi Perdana Menteri
dan mengangkat Menteri-Menteri yang lain”. Presiden juga memiliki kewenangan
untuk menetapkan siapa-siapa dari Menteri-Menteri itu diwajibkan memimpin
departemen masing-masing. Boleh juga diangkat Menteri-Menteri yang tidak
memangku departemen.32
Meskipun dalam Konstitusi RIS telah ditetapkan bahwa ada seorang
Perdana Menteri, tetapi mengenai kedudukannya tidak ada ketentuan-ketentuan
lebih lanjut, selain daripada apa yang diatur dalam Pasal 76 Konstitusi RIS yang
menyebutkan bahwa ia harus mengetuai Dewan Menteri. Meskipun demikian
dalam pratek, ia adalah pemimpin kabinet dan namanya dipakai untuk sebutan

                                                            

31

32

 Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.Cit, hlm 82 
 Pasal 73 ayat (3) Konstitusi RIS tahun 1949 

Universitas Sumatera Utara

kabinet. Selanjutnya, jika perlu karena Presiden berhalangan, maka Perdana
Menteri menjalankan pekerjaan jaatan Presiden sehari-hari.33
Pada masa pemberlakuan Konstitusi RIS, menteri-menteri adalah bagian
dari alat-alat perlengkapan sekaligus bagian dari pemerintah bersama Presiden.
Sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem pemerintahan parlementer
sehingga segala tindakan pemerintah yang bertanggung jawab adalah menterimenteri. Presiden tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. Oleh karena itu,
segala pemerintahan harus melibatkan menteri-menteri yang terkait. Sementara itu
keterlibatan Presiden hanya bersifat formalitas untuk sekedar mengetahui.34
Sistem parlementer dianut dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia menurut konstitusi adalah dalam dua masa/kurun waktu yakni dengan
berlakunya konstitusi yang berbeda, yaitu Konstitusi RIS 1949 dam UUDS tahun
1950. Menurut Wilopo, terdapat perbedaan antara sistem parlementer menurut
Konstitusi RIS dengan sistem parlementer menurut UUD tahun 1950, yaitu dalam
hal kekuatan parlemen unuk menjatuhkan pemerintah. Kalau menurut Konstitusi
RIS pemerintah tak dapat dijatuhkan oleh parlemen dan parlemen tak dapat
dibubarkan oleh presiden, tapi sebaliknya menurut UUD tahun 1950, pemerintah
dapat jatuh oleh karena kebijaksanaannya tidak didukung oleh parlemen,
sedangkan presiden tidak berhak membubarkan parlemen.35
Tetapi Joeniarto berpendapat bahwa sebenarnya menurut Konstitusi RIS
bukan tidak dapat menjatuhkan pemerintah. Begitu juga Presiden menurut
                                                            

 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1986, hlm 96 
 Naskah Komprehensif Perubahan Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 
1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999‐2002, Sekretaris Jendral dan 
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2010, hlm 39 
35
 Wilopo dalam Ismail Suny, Pergeseran… Op.cit., hlm 95 

33
34

Universitas Sumatera Utara

Konstitusi RIS bukan tidak dapat membubarkan Parlemen, kedua hal yang seperti
itu bisa saja terjadi dan dibenarkan menurut Konstitusi RIS, hanya saja selama
berlakunya Konstitusi RIS hal itu belum pernah (tidak dapat) dilaksanakan
sehubungan dengan DPR yang pada waktu itu bukanlah DPR yang dibentuk
berdasarkan Pemilihan Umum sesuai dengan perintah pasal 111, tetapi masih
merupakan DPR yang ditunjuk berdasarkan pasal 109 dan 110.36
Oleh karena itu, maka DPR tidak dapat menjatuhkan kabinet karena ada
ketentuan pasal 122 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk
berdasarkan pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa kabinet atau masing-masing
menteri meletakkan jabatannya.” Seandainya dalam kurun waktu berlakunya
Konstitusi RIS itu berhasil dibentuk DPR melalui Pemilu sesuai dengan ketentuan
isi pasal 111 maka dapat saja DPR itu menjatuhkan kabinet. Dengan demikian
sebenarnya tidak ada perbedaan antara sistem kabinet parlementer menurut
Konstitusi RIS dengan sistem parlemen menurut UUD tahun 1950.37
Dalam sistem pemerintahan parlementer, dikatakan bahwa apabila
kebijakan menteri/para menteri ternyata tidak dapat dibenarkan oleh DPR, maka
menteri/para menteri harus mengundurkan diri.  Namun pada sistem ini selama
berlakunya Konstitusi RIS belum dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan DPR
yang ada belum didasarkan kepada pemilihan umum sesuai Pasal 111, tetapi
masih DPR yang ditunjuk atas dasar Pasal 109 dan Pasal 110 Konstitusi RIS.
Sedangkan Pasal 122 Konstitusi RIS menentukan “Dewan Perwakilan Rakyat

                                                            

36
37

 Joeniarto dalam Ibid, hlm 96 
 Ismail Suny, Pergeseran… loc.cit 

Universitas Sumatera Utara

yang ditunjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa Kabinet atau
masing-masing Menteri meletakkan jabatannya”.
Kabinet-kabinet yang pernah terbentuk selama masa Pemerintahan
Republik Indonesia Serikat adalah sebagai berikut38 :
1. Kabinet Susanto atau Kabinet Peralihan. Kabinet ini dipimpin oleh Susanto
Tirtoprodjo sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 13
kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 20 Desember 1949 dan harus
berakhir pada tanggal 21 Januari 1950.
2. Kabinet Halim. Kabinet ini berkedudukan di Yogyakarta yang dipimpin oleh
Dr.Abdul Halim sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian
sebanyak 15 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 21 Januari 1950
dan harus berakhir pada tanggal 6 September 1950.

C. Kementerian Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara
Tahun 1950
Dalam Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950, sistem
pemerintahan yang dianut Indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer atau
pertanggungjawaban Dewan Menteri kepada Parlemen, sedangkan Presiden
hanyalah merupakan Kepala Negara, bukan Kepala Pemerintahan (Pasal 45
UUDS tahun 1950).39 Sehingga penanggung jawab atas pemerintahan dipegang
oleh menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Sedangkan

                                                            

 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 22‐23. 
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_Indonesia, diakses pada tanggal 24 April 2013 
39
Moh. Mahfud MD, Dasar… Op.cit, hlm 97 
38

Universitas Sumatera Utara

Presiden sebagai kepala negara tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. Hal
ini ditegaskan dalam Pasal 83 UUDS tahun 1950 yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat.
(2) Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan Pemerintah,
baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri.
Sebagaimana dalam Konstitusi RIS, kedudukan menteri pada masa
pemberlakuan UUD Sementara tahun 1950 lebih tinggi daripada pada saat
diberlakukan UUD RI 1945. Pada masa ini menteri-menteri menjadi bagian dari
alat-alat perlengkapan negara (pasal 44).40 Dari beberapa ketentuan pasal-pasal
dalam UUDS tahun 1950 dapat disimpulkan bahwa menteri-menteri atau
pemerintah mempunyai kewenangan yang cukup besar. Selain sebagai bagian dari
alat-alat kelengkapan negara, ia juga mempunyai kewenangan dan previllege. Ia
terlibat secara langsung dalam proses pembuatan Undang-Undang, proses
pembuatan anggaran belanja negara sekaligus pemegang umum anggaran,
penerbitan uang, serta dalam kaitan dengan hubungan luar negeri.
UUDS tahun 1950 secara tegas memberikan kekuasaan kepada Presiden
untuk mengangkat menteri-menteri (Pasal 50) dan perdana menteri. Dalam
menjalankan kewenangannya ini, UUDS tahun 1950 juga mengatur lebih lanjut
bahwa presiden dapat menunjuk pembentuk (formatur) kabinet. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 51 UUDS tahun 1950 yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk
kabinet.
                                                            

40

 Naskah Komprehensif… Op.cit, hlm 42 

Universitas Sumatera Utara

(2) Sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet itu, presiden
mengangkat seorang dari padanya menjadi Perdana Menteri dan
mengangkat Menteri-Menteri yang lain.
(3) Sesuai dengan anjuran pembentuk itu juga, Presiden menetapkan
siapa-siapa dari menteri-menteri itu diwajibkan memimpin
kementerian masing-masing. Presiden boleh mengangkat menteri menteri yang tidak memangku sesuatu kementerian.
(4) Keputusan-keputusan presiden yang memuat pengangkatan yang
diterangkan dalam ayat (2) atau (3) asal ini ditandatangani serta
oleh pembentuk kabinet.
(5) Pengangkatan atau penghentian antara-waktu menteri-menteri
begitu pula penghentian kabinet dilakukan dengan Keputusan
Presiden.
UUDS tahun 1950 tidak memperkenanankan adanya rangkap jabatan
seorang menteri. Hal ini berlainan dengan ketentuan dalam Konstitusi RIS tahun
1949 yang memperbolehkan seorang menteri untuk menjadi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, dan mereka menjadi nonaktif sesudah mereka menjadi
menteri karena hukum (lipso jure).41 Pasal 61 ayat (2) UUDS tahun 1950
menegaskan bahwa, “Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang
merangkap menjadi Menteri tidak boleh mempergunakan hak atau melakukan
kewajibannya sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan
Menteri.” UUDS tahun 1950 juga menentukan kualifikasi untuk dapat menjabat
sebagai seorang menteri yang diatur dalam Pasal 49 yang berbunyi sebagai
berikut: “Yang dapat diangkat menjadi Menteri ialah Warga Negara Indonesia
yang telah berusia 25 tahun dan yang bukan orang yang tidak diperkenankan serta
dalam atau menjalankan hak pilih atau orang yang telah dicabut haknya untuk
dipilih.”
Seperti yang telah diketahui bahwa dalam sistem pemerintahan
parlementer, pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan pemerintahan
                                                            
41

 Ismail Suny, Pergeseran… Op.cit, hlm 141 

Universitas Sumatera Utara

berada pada menteri-menteri baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Pertanggungjawaban

menteri

pertanggungjawaban

politis

dapat

dibedakan

dan

menjadi

pertanggungjawaban

dua,

yaitu

kriminil.

Pertanggungjawaban politis itu sendiri dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu
pertanggungjawaban bersama-sama sebagai

kabinet yakni yang menyangkut

segala persoalan yang berkaitan dengan kebijaksanaan umum pemerintah, dan
pertanggungjawaban sendiri-sendiri yakni yang menyangkut segala persoalan
yang termasuk aktivitasnya secara pribadi sebagai menteri. Pertanggungjawaban
politis ini dapat berujung pada kemungkinan diberhentikannya seseorang dari
jabatan

menteri,

dalam

hal

pertanggungjawaban

sendiri-sendiri,

atau

dibubarkannya suatu kabinet, dalam hal pertanggungjawaban bersama-sama.
Disini jelas bahwa kabinet (dewan menteri) dapat dijatuhkan oleh
parlemen, yaitu bilamana parlemen menganggap cukup alasan bahwa satu atau
beberapa kebijaksanaan pemerintah tidak dapat diterima atau tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Tetapi sebagai imbangan dari pertanggungjawaban
menteri maka apabila dalam perbedaan pendapat itu dewan menteri menganggap
DPR sudah tidak representatif dapatlah dewan menteri mengajukan permohonan
kepada Presiden agar DPR (parlemen) dibubarkan. Keputusan yang menyatakan
pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan anggota DPR
dalam tempo 30 hari (Pasal 84 UUDS tahun 1950).42
Selain pertanggungjawaban politis, terdapat pula pertanggungjawaban
kriminil dari menteri-menteri secara sendiri-sendiri dalam setiap hal. Sebagaimana
                                                            

42

 Moh. Mahud MD, Dasar… Op.cit, hlm 97‐98 

Universitas Sumatera Utara

pejabat tinggi lainnya, menteri-menteri juga mendapat keistimewaan di muka
peradilan. Ia hanya bisa diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi oleh
Mahkamah Agung, baik saat menjabat maupun sesudah tidak menjabat, dalam
beberapa perkara kriminil (Pasal 106 ayat (1)), yaitu sebagai berikut :
1.

2.

Kejahatan dan pelanggaran jabatan. Yang dikatakan sebagai kejahatan
dan pelanggaran jabatan adalah sesuai dengan yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Buku Kedua Titel XXVIII (Kejahatan
yang dilakukan dalam jabatanan) dan Buku Ketiga Titel VIII
(Pelanggaran dilakukan dalam jabatan);
Kejahatan dan pelanggaran lain yang dilakukannya dalam masa
pekerjaannya. Yang termasuk dalam kejahatan dan pelanggaran lain
yan dilakukan dalam masa pekerjaan adalah sebagai berikut :
a. Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan hukuman mati;
b. Kejahatan-kejahatan yang termaktub dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana Buku Kedua Titel-titel I, II dan III,
yaitu kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan terhadap
martabat presiden atau wakil presiden, kejahatan terhadap
negara sahabat dan terhadap kepala dan wakil kepala negara
sahabat;
c. Kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukannya dalam keadaan yang memberatkan kesalahannya
sebagai termaktub dalam pasal 52 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.43

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa menteri-menteri
diberikan keistimewaan di muka pengadilan dalam hal mengenai perkara-perkara
tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Namun
apabila menteri-menteri atau pejabat tinggi lainnya melakukan tindak pidana
diluar dari yang telah dijelaskan di atas, mereka harus tetap tunduk pada ketentuan
yuridiksi Pengadilan Negeri yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.

                                                            
43

 Undang‐Undang Nomor 22 Tahun 1951 Tentang Penetapan Undang‐Undang Darurat Tentang 
Penetapan Kejahatan‐Kejahatan dan Pelanggaran‐Pelanggaran yang Dilakukan dalam Masa 
Pekerjaan oleh Para Pejabat yang Menurut Pasal 148 Konstitusi Republik Indonesia Serikat 
dalam Tingkat Pertama dan Tertinggi Diadili oleh Mahkamah Agung Indonesia Menjadi 
Undang‐Undang. 

Universitas Sumatera Utara

Kabinet-kabinet yang pernah terbentuk selama masa berlakunya UndangUndang Dasar Sementara Tahun 1950 adalah sebagai berikut44 :
1. Kabinet Natsir. Kabinet ini dipimpin oleh Mohammad Natsir sebagai Perdana
Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 18 kementerian. Kabinet ini
dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.9 Tahun 1950, tanggal
6 September 1950 dan harus berakhir pada tanggal 27 April 1951 ;
2. Kabinet Sukiman. Kabinet ini dipimpin oleh Sukiman Wirjosandjojo sebagai
Perdana Menteri dan Suwirjo sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah
kementerian sebanyak 20 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan
mandat dan Keputusan Presiden RI No.80 Tahun 1951, tanggal 27 April 1951
dan harus berakhir pada tanggal 3 April 1952 ;
3. Kabinet Wilopo. Kabinet ini dipimpin oleh Wilopo sebagai Perdana Menteri
dan Prawoto Mangkusasmita sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah
kementerian sebanyak 18 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan Presiden RI No.99 Tahun 1952, tanggal 3 April 1952 dan harus
berakhir pada tanggal 30 Juli 1953 ;
4. Kabinet Ali Sastroamidjojo Pertama atau Kabinet Ali- Wongso- Arifin.
Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri serta
Wongsonegoro dan Zainul Arifin sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan
jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian. Kabinet ini dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.132 Tahun 1953, tanggal 30 Juli
1953 dan harus berakhir pada tanggal 12 Agustus 1955;
                                                            
44

 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 24‐28. 
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_Indonesia, diakses pada tanggal 3 Mei 2013 

Universitas Sumatera Utara

5. Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet ini dipimpin oleh Burhanuddin
Harahap sebagai Perdana Menteri serta R.Djamu Ismadi dan Harsono
Tjoktoaminoto sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian
sebanyak 20 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 12 Agustus 1955 dan
harus berakhir pada tanggal 24 Maret 1956;
6. Kabinet Ali Sastroamidjojo Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Ali
Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri serta Mohammad Rum dan KH Dr.
Idham Chalid sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian
sebanyak 25 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 24 Maret 1956 dan
harus berakhir pada tanggal 9 April 1957;
7. Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya. Kabinet ini dipimpin oleh Djuanda
sebagai Perdana Menteri serta Hardi, KH.Dr.Idham Chalid, dan Dr.J.Leimina
sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 26
kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 9 April 1957 dan harus berakhir
pada tanggal 10 Juli 1959.

D. Kementerian Negara Saat Kembali Pada Undang-Undang Dasar 1945
Kembalinya negara Indonesia setelah berjalan dalam bentuk Federal
menjadi negara kesatuan lagi menuntut konsekuensi adanya Undang-Undang
Dasar untuk negara kesatuan tersebut. Pada saat itu ditetapkan bahwa UndangUndang Dasar untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia akan segera dibentuk
oleh suatu badan yang disebut Konstituante. Selama masa pembentukan UndangUndang Dasar oleh Konstituante maka berlakulah Undang-Undang Dasar

Universitas Sumatera Utara

Sementara Tahun 1950. Tetapi saat itu, Konstituante tidak berhasil mencapai
rumusan tentang Undang-Undang Dasar yang dapat dijadikan pengganti dari
Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Karena kemacetan kerja dan
perdebatan yang terus menerus terjadi di dalam Konstituante, maka dengan
pertimbangan demi keselamatan negara dan bangsa, pada tanggal 5 Juli 1959
Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit yang berisi :
1. Pembubaran Konstituante ;
2. Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan
tidak berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 ;
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya.
Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 tersebut, maka UndangUndang Dasar Tahun 1945 kembali berlaku di Indonesia. Sehingga terjadi
perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia, yang sebelumnya adalah sistem
parlementer berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, menjadi
menganut sistem presidensial yang menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara
dan Kepala Pemerintahan.
Secara normatif, tidak ada satu perubahan pasal pun dalam UndangUndang Dasar 1945 pasca dekrit. Dekrit hanyalah sebuah instrument yang
digunakan oleh Soekarno dalam memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar
1945 setelah Konstituante hasil pemilu tahun 1955 tidak berhasil merumuskan
suatu Undang-Undang Dasar yang baru.45
Setelah kembali ke Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Presiden
mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk mengangkat menteri-menterinya
                                                            

45

 Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.cit., hlm 89 

Universitas Sumatera Utara

secara langsung, tanpa harus menunjuk formatuer. Sesuai dengan Pasal 17,
kedudukan menteri–menteri hanyalah sebagai pembantu presiden. Kata-kata
Undang-Undang Dasar adalah bahwa “Presiden dibantu oleh menteri-menteri”.
Dengan demikian berlakulah sistem presidensial dimana menteri-menteri
bertanggung jawab kepada presiden bukan lagi kepada parlemen. Mereka dapat
diberhentikan setiap waktu oleh presiden.46
Mulai saat Indonesia kembali menggunakan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai dasar negara hingga sampai perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah
terbentuk beberapa kabinet dengan kekhususannya masing-masing, diantaranya47 :
1. Kabinet Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
a. Kabinet Kerja Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,
dengan Menteri pertama dijabat oleh Ir. H. Djuanda. Kabinet ini dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.153 Tahun 1959, tanggal 10 Juli
1959 dan harus berakhir pada tanggal 18 Februari 1960. Dalam kabinet ada
sebutan Menteri-Menteri Kabinet Inti (inner cabinet), yang bersama-sama
dengan Presiden harus mengkoordinir dan mengawasi berbagai Departemen
Pemerintahan. Ada pula Menteri Negara ex-officio bukan anggota kabinet dan
hanya mempunyai hak untuk menghadiri dan mempunyai suara dalam sidangsidang pleno kabinet. Selain kedua jenis menteri tersebut, Kabinet Kerja ini
terdiri pula para Menteri Muda yang berada di dalam bidang-bidang keamanan
pertahanan, bidang keuangan, bidang distibusi, bidang produksi, bidang
pembangunan, bidang kesejahteraan rakyat, dan bidang sosial kultural, yang
                                                            

46
47

 Ismail Sunny, Pergeseran… Op.cit, hlm 200‐201 
 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 28‐31. 
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_Indonesia, diakses pada tanggal 20 Mei 2013 

Universitas Sumatera Utara

kesemua menteri muda ini berjumlah 20 orang. Kabinet Kerja ini terdiri dari
33 orang;
b. Kabinet Kerja Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,
dan terdiri dari 40 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 18 Februari 1960 dan
harus berakhir pada tanggal 6 Maret 1962;
c. Kabinet Kerja Ketiga. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,
dan terdiri dari 60 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 6 Maret 1962 dan harus
berakhir pada tanggal 13 November 1963. Pada Kabinet Kerja Ketiga ini
terjadi beberapa perubahan mengenai susunan kementerian. Dalam kabinet ini
terdapat jabatan Menteri Pertama dan Wakil Menteri Pertama, jabatan Menteri
Koordinator Kompartemen, dan terjadi pula penghapusan jabatan Menteri
Muda. Di Kabinet ini juga semua pimpinan Lembaga Tertinggi Negara dan
Lembaga Tinggi Negara diangkat

menjadi menteri. Ketua Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat-Gotong Royong (DPR-GR), Wakil Ketua Dewan Pertimbangan
Agung (DPA), dan Ketua Dewan Perancang Nasional diberikan kedudukan
sebagai Wakil Menteri Pertama. Sedangkan para Wakil Ketua MPRS dan
DPR-GR diberikan kedudukan sebagai Menteri;
d. Kabinet Kerja Keempat. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,
dan terdiri dari 66 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 13 November 1963 dan
harus berakhir pada tanggal 27 Agustus 1964. Istilah Menteri pertama yang
dipakai pada kabinet sebelumnya tidak digunakan lagi dalam kabinet ini dan
diganti dengan istilah Presidium, yang merupakan badan kepemimpinan

Universitas Sumatera Utara

kolektif yang terdiri dari Wakil Perdana Menteri Pertama, Wakil Perdana
Menteri Kedua, dan Wakil Perdana Menteri Ketiga. Dalam Kabinet ini
kedudukan Ketua MPRS disamakan dengan Wakil Perdana Menteri. Dengan
demikian kedudukan Ketua MPRS berada di bawah Presiden.48 Ada pula
jabatan yang diperbantukan pada Presidium, ada jabatan Menteri Koordinator
(Menko) yang masing-masing memimpin suatu kompartemen. Jabatan
Menteri Negara tidak diadakan lagi hanya khusus bagi Menteri Negara yang
diperbantukan sebagai Penasehat Presiden. Pimpinan Lembaga Tertinggi dan
Tinggi Negara diberi jabatan sebagai Menteri Koordinator;
e. Kabinet Dwikora Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai
Presiden, dan terdiri dari 42 Departemen dan 68 Menteri. Kabinet ini dibentuk
tanggal 27 Agustus 1964 dan harus berakhir pada tanggal 22 Februari 1966.
Kabinet ini juga menempatkan Pimpinan Lembaga Negara Tertinggi dan
Lembaga Tinggi Negara sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Koorinator,
maupun sebagai Menteri;
f. Kabinet Dwikora Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai
Presiden, dan terdiri dari 132 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 24 Februari
1966 dan harus berakhir pada tanggal 28 Maret 1966;
g. Kabinet Dwikora Ketiga. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai
Presiden, dan terdiri dari 79 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 28 Maret
1966 dan harus berakhir pada tanggal 25 Juli 1966. Dalam kabinet ini, Ketua
Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara kedudukannya
                                                            

48

  Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.cit., hlm 90 

Universitas Sumatera Utara

ditempatkan setingkat Menteri, sedangkan Wakil-Wakil Ketua Lembaga
Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara kedudukannya setingkat Deputi
Menteri49;
h. Kabinet Ampera Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai
Presiden, dan terdiri dari 31 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 25 Juli 1966
dan harus berakhir pada 11 Oktober 1967. Dalam kabinet ini dibentuk suatu
Dewan Presiden yang bertugas membantu Presiden menjalankan tugasnya
sebagai pimpinan kabinet yang terdiri dari 5 Menteri Utama yang dipimpin
oleh Ketua Presidium Letjen Soeharto.50

2. Kabinet Era Pemerintahan Orde Baru (1966-1999)
a. Kabinet Ampera Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Letjen Soeharto sebagai
Penjabat Sementara Presiden, dan terdiri dari 24 orang. Kabinet ini dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Presiden no 171 tahun 1967 tanggal 11 Oktober
1967 dan harus berakhir pada tanggal 6 Juni 1968. Dalam Kabinet ini dikenal
istilah Presidium dan Pimpinan Kabinet. Istilah Menteri Negara kembali
digunakan untuk menamakan jabatan Menteri anggota Kabinet;
b. Kabinet Pembangunan Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai
Presiden, dan terdiri dari 24 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 6 Juli 1968
dan harus berakhir pada tanggal 28 Maret 1973. Pada Kabinet ini istilah
Menteri Negara dipergunakan lagi untuk jabatan Menteri yang membantu
Presiden di bidang-bidang tertentu. Pada masa pemerintahan ini, penempatan
                                                            
49

50

 Ibid, hlm 93 
 Ibid, hlm 95 

Universitas Sumatera Utara

pimpinan Lembaga Tertinggi Negara dan/atau Lembaga Tinggi Negara
sebagai Menteri tidak terjadi lagi51;
c. Kabinet Pembangunan Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai
Presiden, dan terdiri dari 24 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 28 Maret
1973 dan harus berakhir pada tanggal 29 Maret 1978;
d. Kabinet Pembangunan Ketiga. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai
Presiden, dan terdiri dari 32 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 29 Maret
1978 dan harus berakhir pada tanggal 19 Maret 1983. Pada Kabinet ini istilah
kembali digunakan istilah Menteri Muda;
e. Kabinet Pembangunan Keempat. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai
Presiden, dan terdiri dari 42 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 19 Maret
1983 dan harus berakhir pada tanggal 23 Maret 1988;
f. Kabinet Pembangunan Kelima. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai
Presiden, dan terdiri dari 44 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 23 Maret
1988 dan harus berakhir pada tanggal 17 Maret 1993;
g. Kabinet Pembangunan Keenam. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai
Presiden, dan terdiri dari 43 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 17 Maret
1993 dan harus berakhir pada tanggal 14 Maret 1998;
h. Kabinet Pembangunan Ketujuh. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai
Presiden, dan terdiri dari 38 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 14 Maret
1998 dan harus berakhir pada tanggal 21 Mei 1998;

                                                            

51

 Abdul Ghoffar, Perbandingan… loc.cit 

Universitas Sumatera Utara

i. Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet ini dipimpin oleh B.J. Habibie
sebagai Presiden, dan terdiri dari 37 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 21
Mei 1998 dan harus berakhir pada tanggal 26 Oktober 1999.

E. Kementerian Negara Berdasarkan Konstitusi Beberapa Negara Lain
1. Amerika Serikat
Konstitusi Amerika Serikat secara tegas mengatakan bahwa Presiden
adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi (Pasal 2 Ayat 1 Konstitusi
Amerika). Sebagai kepala eksekutif atau kepala pemerintahan, Presiden Amerika
Serikat memiliki kewenangan untuk mengangkat pejabat-pejabat tinggi, seperti
Menteri, hakim Mahkamah Agung, serta duta dan konsul, atas persetujuan dari
senat. Dalam menjalankan pemerintahannya, administrasi dan pelaksanaan
hukum-hukum federal ada ditangan berbagai departemen yang diciptakan
Kongres untuk mengurus hal-hal khusus dalam urusan dalam dan luar negeri. Di
Amerika sendiri, menteri-menteri ini memimpin suatu departemen yang
mengurusi hal-hal tertentu sesuai dengan ruang lingkup tugasnya. Presiden
Amerika Serikat, selaku kepala pemerintahan, berhak mengajukan usulan namanama menteri kepada Senat untuk nantinya disetujui oleh Senat dan dibentuklah
suatu dewan penasehat presiden yang secara umum disebut sebagai kabinet.
Konstitusi Amerika sendiri tidak memuat secara jelas hal-hal mengenai
kabinet presiden. Akan tetapi di dalamnya tertulis bahwa Presiden dapat
menanyakan pendapat, dalam bentuk tulisan, dari pejabat penting dari tiap
departemen berkenaan dengan area tanggung jawab mereka. Namun, Undang-

Universitas Sumatera Utara

Undang Dasar tidak memuat nama-nama departemen dan deskripsi tugas mereka.
Demikian halnya, tidak ada juga kualifikasi-kualifikasi yang diakui secara
konstitusional untuk bertugas dalam kabinet.52
Kabinet yang berkembang di luar Undang-Undang Dasar memang ada
karena kebutuhan, karena bahkan di zaman George Washington, Presiden pertama
Amerika Serikat, sungguh tidak mungkin untuk mendelegasikan tugas-tugasnya
tanpa nasihat dan bantuan. Kabinetlah yang membentuk seorang presiden.
Beberapa presiden benar-benar mengandalkan kabinetnya untuk mencari nasihat,
yang lainnya tidak terlalu peduli, dan ada yang benar-benar mengacuhkan para
menterinya. Apakah anggota kabinet benar-benar bertugas sebagai penasihat atau
tidak, mereka memegang tanggung jawab untuk mengarahkan kegiatan
pemerintahan dalam area-area yang spesifik.53
Menurut Konstitusi Amerika Serikat, para menteri adalah pembantu
Presiden. Menteri-menteri ini berasal dari partai politik. Dengan demikian dapat
dikatakan partai politik memang merupakan kendaraan yang ditumpangi orang
yang mau bepergian menuju ke kabinet atau menjadi pejabat politik. Sehingga
dapat dikatakan juga bahwa jabatan menteri di Amerika Serikat merupakan
jabatan politis. Beberapa menteri yang dianggap amat penting seperti Menteri
Luar Negeri, Pertahanan, Keuangan, dsb sebelum diangkat dimintakan
persetujuannya kepada Kongres. Persetujuan Kongres ini amat penting, karena di
Kongres para wakil rakyat mempertaruhkan kompetensi menteri tersebut. Dengan
demikian diharapkan para menteri yang mewakili partai politik yang ada di
                                                            

 Richard C. Schroeder, Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, Kantor Program Informasi 
Internasional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, hlm 58 
53
 Ibid, hlm 58‐59 

52

Universitas Sumatera Utara

Kongres mempercayainya karena kompetensi dan keahliannya di dalam
membantu Presiden menjalankan pemerintahan.54
Setiap departemen memiliki ribuan pegawai, dengan kantor yang tersebar
di seluruh negeri, termasuk di Washington. Departemen-departemen ini dibagi
dalam berbagai divisi, biro, jabatan dan dinas, masing-masing dengan tugas yang
terperinci dan berbeda satu sama lain. Departemen-departemen yang ada di
pemerintahan Amerika Serikat meliputi :
a. Departemen Pertanian. Dibentuk pada tahun 1862;
b. Departemen

Perdagangan.

Dibentuk

pada

tahun

1903.

Departemen

Perdagangan dan Tenaga Kerja dipisah menjadi dua departemen yang berbeda
pada tahun 1913;
c. Departemen Pertahanan. Disatukan pada tahun 1947. Departemen Pertahanan
merupakan gabungan dari Departemen Perang (didirikan pada tahun 1789),
Departemen Angkatan Laut (didirikan pada tahun 1798), Departemen
Angkatan Udara (didirikan pada tahun 1947). Meski Menteri Pertahanan
adalah anggota kabinet, tetapi Menteri Angkatan Darat, Laut dan Udara tidak
termasuk di dalamnya;
d. Departemen Pendidikan. Dibentuk pada tahun 1979. Sebelumnya adalah
bagian dari Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan;
e. Departemen Energi. Dibentuk pada tahun 1977;

                                                            
54

 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 46 

Universitas Sumatera Utara

f. Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan. Dibentuk pada tahun
1979, ketika Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan (dibentuk
pada tahun 1953) mulai dipisah-pisahkan;
g. Departemen Perumahan dan Pengembangan Urban. Dibentuk pada tahun
1965;
h. Departemen Dalam Negeri. Dibentuk pada tahun 1849;
i. Departemen Kehakiman. Dibentuk pada tahun 1870. Departemen Kehakiman
dipimpin oleh seorang Jaksa Umum. Antara tahun 1789 dan 1870, Jaksa
Agung merupakan anggota kabinet, tapi tidak mengepalai sebuah departemen;
j. Departeme Tenaga Kerja. Dibentuk pada tahun 1913;
k. Departemen Luar Negeri. Dibentuk pada tahun 1789. Di dalam tradisi politik
keamerikaan disebut Secretary of State, yang secara harfiah diartikan sebagai
Sekretaris Negara, tetapi perannya berbeda dengan Sekretaris Negara di
Indonesia. Menteri Luar Negeri adalah Kepala Petugas Eksekutif dari
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, yang paling dituakan di antara
semua departemen eksekutif federal. Menteri Luar Negeri adalah petugas
tertinggi ketiga di dalam cabang eksekutif Pemerintah Federal Amerika
Serikat, setelah Presiden dan Wakil Presiden. Menteri Luar Negeri adalah
anggota Kabinet Presiden dan sekretaris kabinet berperingkat tertinggi, baik
itu di dalam garis pergantian kepresidenan maupun di dalam urutan
protokoler;
l. Departemen Transportasi. Dibentuk pada tahun 1966;
m. Departemen Keuangan. Dibentuk pada tahun 1789;

Universitas Sumatera Utara

n. Departemen Urusan Veteran. Dibentuk pada t

Dokumen yang terkait

Partisipasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Dalam Perubahan Orde Lama – Orde Baru

6 97 112

Peran Kepolisian Republik Indonesia Dalam Mendukung Penegakan Syariat Islam Di Propinsi Aceh

6 49 137

Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945

1 74 100

Tinjauan Yuridis Pergantian Antarwaktu Pejabat Badan Pemeriksaan Keuangan (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/Puu-Xi/2013)

0 39 201

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011)

0 7 104

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

0 0 8

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

0 0 1

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

0 0 23

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

0 0 4

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi: Studi Terhadap Putusan Nomor 92/PUU-X/2012

0 0 21