Uji Efek Diuretik Ekstrak Etanol daun Senduduk (Melastoma malabathricum Linn.) Terhadap Tikus Jantan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
Tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L.) tumbuh liar pada
tempat-tempat yang cukup mendapatkan sinar matahari, seperti di lereng gunung,
semak belukar, lapangan yang tidak terlalu gersang, atau di daerah objek wisata
sebagai tanaman hias. Tumbuh sampai ketinggian 1.650 m di atas permukaan laut,
merupakan tumbuhan perdu, tegak, tinggi 0,5-4 m, bercabang, bersisik, dan
berambut. Senduduk memiliki daun tunggal, helai daun bundar telur memanjang
sampai lonjong, tepi rata, permukaan berambut pendek. Berbunga majemuk yang
bewarna ungu kemerahan, buah masak akan merekah dan bewarna ungu. Buah
dapat dimakan, daun muda juga dapat dimakan sebagai lalap atau disayur
(Dalimartha, 1999).
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Tumbuhan senduduk memiliki sistematika sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi


: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Myrtales

Suku

: Melastomataceae

Marga

: Melastoma

Jenis


: Melastoma malabathricum L.

6
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Sinonim
Nama lain dari senduduk (Melastoma malabathricum L.) adalah
Melastoma affine G. Don., Melastoma polyanthum (Dalimartha, 1999).
2.1.3 Nama Daerah
Nama daerah tumbuhan ini di Sumatera adalah senduduk, sedangkan di
Jawa dikenal dengan nama senggani, sengganen, kluruk, harendong dan
kemanden (Depkes, RI., 1995).
2.1.4 Sifat dan Khasiat
Senduduk memiliki rasa yang pahit. Berkhasiat sebagai pereda demam
(antipiretik),

penghilang

nyeri


(analgesik),

peluruh

kencing

(diuretik),

menghilangkan pembengkakan, melancarkan aliran darah, dan penghentian
perdarahan (hemostatis) (Dalimartha, 1999).
2.1.5 Kandungan Kimia
Daun senduduk mengandung flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid, dan
tanin (Depkes, RI., 1995).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil
ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 2000).

7
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Metode Ekstraksi
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu :
a. Cara dingin
i. Maserasi
Maserasi adalah penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut
dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen
POM, 2000).
ii. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar (Ditjen
POM, 2000).

b. Cara panas
i. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
ii. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana
pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi
dan merendam sampel dalam tabung soklet, kemudian setelah pelarut mencapai
tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi setelah melewati pipa sifon,

8
Universitas Sumatera Utara

demikian berulang-ulang (Ditjen POM, 2000).
iii. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50ºC (Ditjen POM, 2000).
iv. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90ºC selama 15 menit (Ditjen POM, 1979).
v. Dekok
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dengan temperatur sampai titik
didih air (Ditjen POM, 2000).
2.3 Ginjal
Ginjal adalah organ yang berperan dalam mempertahankan kestabilan
tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-basa.
Ginjal juga mengeluarkan produk sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, dan
asam urat. Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin yang
penting untuk mengatur tekanan darah (Price, 2005).
Unit yang menyusun ginjal adalah nefron yang bertanggung jawab dalam
pembentukan urin. Terdapat sekitar 1 sampai 1,2 juta nefron dalam tiap ginjal
manusia. Tiap nefron terdiri atas korpus ginjal dan tubulus. Korpus ginjal terdiri
atas kumpulan kapiler yaitu glomerulus dan dilingkupi oleh suatu kapsul bowman.
(Mutschler, 1991).

9
Universitas Sumatera Utara


2.4 Mekanisme pembentukan urin
Proses pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan
yang bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman. Kebanyakan zat
dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya
pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma.
Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula bowman dan
mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh reabsorbsi air dan zat terlarut
spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari kapiler
peritubulus ke dalam tubulus (Guyton dan Hall, 2007).
Filtrat hasil dari glomerulus saat memasuki tubulus ginjal akan melalui
bagian-bagian tubulus sebagai berikut; tubulus proksimal, ansa Henle, tubulus
distal, tubulus kolingentes, dan akhirnya duktus kolingentes, sebelum akhirnya
diekskresikan sebagai urin. Disepanjang perjalanannya, beberapa zat direabsorbsi
kembali secara selektif dari tubulus dan kembali ke dalam darah, sedangkan yang
lain disekresikan dari darah ke dalam lumen tubulus (Guyton dan Hall, 2007).
Hasil dari urin yang terbentuk dan semua zat yang terdapat dalam urin
akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal yaitu:
a.


filtrasi glomerulus, perpindahan plasma bebas protein dari darah ke dalam
tubulus

b.

reabsorpsi tubulus, pemindahan selektif konstituen tertentu di filtrat kembali
ke dalam darah kapiler peritubulus

c.

sekresi tubulus, perpindahan bahan dari darah kapiler peritubulus ke dalam
cairan tubulus. Zat yang difiltrasi atau disekresikan tetapi tidak direabsorpsi
akan diekskresikan di urin (Sherwood, 2011).

10
Universitas Sumatera Utara

Urin yang terbentuk akan mengalir ke pelvis ginjal, kemudian disalurkan
ke dalam ureter menuju kandung kemih, selanjutnya urin dikosongkan dari
kandung kemih dengan menggunakan saluran yang disebut uretra (Sherwood,

2011). Organ – organ yang membentuk saluran urin dapat dilihat pada Gambar
2.1

Gambar 2.1Organ-organ yang membentuk saluran urin (Dowling, 2008).
2.5 Diuretik
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan
ekskresi air dan natrium klorida. Ekskresi elektrolit yang meningkat diikuti oleh
peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan
osmotik (Neal, 2006).
Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretik bukan obat ginjal, artinya
senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal.
Diuretik digunakan secara terapeutik untuk mempengaruhi gerakan air dan
elektrolit (Mutschler, 1991).

11
Universitas Sumatera Utara

Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting, artinya untuk
menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk mengetahui akibat yang
ditimbulkan oleh penggunaan suatu diuretik (Nafrialdi, 2007).

Penggolongan diuretik berdasarkan mekanisme kerja dan tempat kerjanya
menurut Nugroho, (2012) yaitu :
a. Golongan diuretik kuat (loop diuretics)
Mekanisme kerja golongan obat ini adalah dengan menghambat symporter
Na+/K/+2Cl-pada ascending limblengkung ansa Henle sehingga menghambat
reabsorbsi Na+, dan Cl-. Peningkatan Na+dalam filtrat nefron ketika berada bagian
tubulus

kolingentes

akan

mengakibatkan

sekresi

K+

dan


H+sehingga

menyebabkan hipokalemia. Obat ini termasuk dalam golongan diuretik kuat. Obat
yang termasuk golongan ini adalah furosemid, bumetanid, piretanid, torasemid,
dan asam etakrinat.
b. Golongan diuretik tiazid
Mekanisme kerja golongan obat ini adalah dengan menghambat
symporterNa+/Cl-pada tubulus distal sehingga menghambat reabsorbsi Na+dan Cl-.
Obat ini termasuk first line untuk pengobatan hipertensi. Contoh obat yang
termasuk
pada golongan ini adalah kloritiazid, hidroklortiazid, klorthalidon dan metozalon.
c. Golongan diuretik hemat kalium
Obat ini bekerja pada duktus kolingentis. Golongan obat ini sering
dikombinasi dengan golongan obat diuretik lainnya untuk menjaga keseimbangan
ion kalium. Spironolakton merupakan antagonis aldosteron, suatu hormon yang
menyebabkan retensi air dan ion natrium serta mensekresi ion K+. Amilorid dan

12
Universitas Sumatera Utara

triamteren menghambatkanal ion natrium pada lumen nefron, sehingga
menghambat reabsorbsi Na+dan menurunkan sekresi K+.
d. Golongan diuretik osmotik
Obat ini dapat difiltrasi melalui glomerulus namun tidak mengalami
reabsorbsi pada nefron. Ketika melintasi nefron golongan obat ini mempengaruhi
osmolaritas dalam nefron sehingga menghambat reabsorbsi air pada bagian
tubulus proksimal, descending limb lengkung Henle, dan tubulus kolingentes
sehingga menghasilkan efek diuresis. Namun, ekskresi elektrolit hanya
ditingkatkan sedikit saja. Contoh obat ini adalah manitol, gliserol, urea.
e. Golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Obat ini bekerja pada tubulus proksimal, beraksi menghambat enzim
karbonat anhidrase sehingga mencegah reabsorbsi bikarbonat, dan diiringi
penghambatan Na+, K+, dan air sehingga meningkatkan volume urin. Contoh obat
golongan ini adalah asetazolamid. Bagian – bagian nefron dapat dilihat pada
Gambar 2.2

Gambar 2.2 Bagian nefron (Dowling, 2008).

13
Universitas Sumatera Utara

2.6 Furosemid
Furosemid adalah turunan sulfonamida yang termasuk kedalam golongan
diuretik loop, memiliki aktivitas diuretik kuat dengan cara menghambat symporter
Na+/K+/2Cl-di lengkung henle bagian menaik.
Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam kloroform, larut dalam
75 bagian etanol (95%) dan dalam 850 bagian eter, larut dalam larutan alkali
hidroksida (Depkes, RI.,1979).
Mula kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan
masa kerja ± 6-8 jam. Furosemid diabsorbsi di dalam saluran cerna secara cepat,
terikat oleh plasma protein 91-99% dan memiliki ketersediaan hayati 60-69%.
Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian secara oral, dengan
waktu paruh biologis ± 2 jam (Siswandono,2008).
Efek sampingnya hipokalemia, hipotensi, hiperurisemia, dan dapat
menyebabkan ketulian yang biasanya terjadi akibat pemberian secara parenteral
dengan dosis yang besar dan cepat (Ditjen POM, 2008).
2.7 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu spektrofotometri serapan yang
digunakan untuk mendeteksi uap atom logam. Cara kerja alat ini berdasarkan
penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah
menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya
yang dipancarkan dari lampu katoda (hallow cathode lamp) yang mengandung
unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada
panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Gandjar dan Abdul, 2007).

14
Universitas Sumatera Utara

Alat – alat spektrofotometer serapan atom:
a. Sumber sinar (hallow cathode lamp)
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga
(hallowcathode lamp). Fungsi dari hallow cathode lampadalah sebagai sumber
energi radiasi. Energi radiasi merupakan karakterisasi dari elemen katoda dan
neon. Ion-ion neon yang dipercepat mempengaruhi permukaan katoda yang
menyebabkan atom – atom logam mendidih pada permukaan katoda. Banyak dari
atom – atom dihamburkan ke fase gas yakni pada tingkat pertama tereksitasi
(Gandjar dan Abdul, 2007).
b. Burner dan nyala
Nyala, burner dan nebulizer pada alat AAS menyebabkan kation – kation
logam dalam larutan menghasilkan atom – atom logam. Alat AAS membuat
penyerapan pada keadaan dasar. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung
pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asitilen – udara suhunya sebesar
2200ºC. Sumber nyala asetilen – udara ini merupakan sumber nyala yang paling
banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar,
sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Abdul, 2007).
c. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian
banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Abdul,
2007).
d. Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi

15
Universitas Sumatera Utara

listrik,yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi
yang diserap oleh permukaan yang peka. Detektor digunakan sebagai alat untuk
mengukur intensitas cahaya yangmelaluitempat pengatoman (Gandjar dan Abdul,
2007).
e. Sistem Pengolah (Amplifier)
Sistem pengolah atau Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat
signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil atau
Readout.
f. Alat penunjuk (Readout Device)
Readout device merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan
sebagaipencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva
yangmenggambarkan absorbansi atau emisi (Gandjar dan Abdul, 2007). Bagan
alat spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Bagan alat spektrofotometer serapan atom (Harris, 2007).

16
Universitas Sumatera Utara