Uji Efek Diuretik Ekstrak Etanol Daun Andong HijaU (Cordyline fruticosa. Goepp) Terhadap Tikus Putih Jantan

(1)

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL DAUN ANDONG HIJAU (Cordyline fruticosa. Goepp) TERHADAP

TIKUS PUTIH JANTAN SKRIPSI

OLEH: SISMA ARITA NIM 071524066

PROGRAM EKSTENSI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL DAUN ANDONG HIJAU (Cordyline fruticosa. Goepp) TERHADAP

TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: SISMA ARITA NIM 071524066

PROGRAM EKSTENSI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Pengesahan Skripsi

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL DAUN ANDONG HIJAU (Cordyline fruticosa. Goepp) TERHADAP

TIKUS PUTIH JANTAN

OLEH: SISMA ARITA NIM 071524066

Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: September 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Drs. Nahitma Ginting, M.Si.,Apt.) (

NIP 195504241983031003 NIP 195409091982011001 Dr. Karsono, Apt.)

(Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt.)

Pembimbing II, NIP 195504241983031003

(Dr. Dr. Edy Suwarso, SU,.Apt.) (

NIP 195709091985112001 NIP 195109081985031002

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt)

(

NIP 195011171980022001 Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt)

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan karuniaNya yang luar biasa besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda Tawar, SE.MM dan Ibunda Siti Rahmah, Kakanda Andriadi, serta Adinda Apriandiora, Rizki Pira Seni dan Reni Mahara yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan moril dan materil yang tiada putus-putusnya.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan beserta para

Pembantu Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas serta sarana.

2. Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si.,Apt sebagai penasehat akademik, sebagai pembimbing, terima kasih atas segala arahan dan nasehat selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Edy Suwarso, SU,.Apt sebagai pembimbing terima kasih atas segala arahan dan nasehat selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Panitia Penguji atas segala arahan dan masukan yang sangat berarti dalam penyempurnaan skripsi ini.


(5)

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis dalam perkuliahan.

6. Bapak Drs.Panal Sitorus, M.Si,.Apt selaku Kepala Laboratorium Farmakognosi dan Drs. Syaiful Bahri M.Si.,Apt selaku Kepala Laboratorium Farmakologi beserta seluruh staf yang telah mengizinkan penulis menggunakan fasilitas laboratorium selama penelitian.

Penulis paham bahwa tulisan ini masih jauh dari titik kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaannya. Akhir kata, harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, September 2010 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Serbuk daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) mula-mula di ekstraksi dengan etanol 80% secara perkolasi, diuapkan dengan bantuan rotary evaporator lalu difreez driyer didapat ekstrak kental. Ekstrak etanol diuji pada hewan percobaan untuk mengetahui efek diuretic dan dibandingkan menggunakan furosemid (3,6 mg/kg BB). Setelah itu volume urin di ukur dan di hitung kadar natrium dan kalium dengan alat AAS.

Hasil karakterisasi serbuk daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) di peroleh hasil kadar air 5,99%, kadar abu total 6,81%, kadar abu total tidak larut dalam asam 1,46%, kadar sari larut air 28,32%, kadar sari larut dalam etanol 14,48%.

Ekstrak etanol 80% daun andong dengan dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB, dan dosis 400 mg/kg BB memberikan efek diuretika dibandingkan dengan kontrol (CMC 5 mg) yang diberikan secara oral selama 6 jam. Setelah pemberian ekstrak etanol daun andong (EEDA) dengan dosis yang bervariasi yaitu untuk control CMC ( 5 mg), dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB, dosis 400 mg/kg BB dan Furosemid( 3,6 mg/kg BB) sebagai pembanding. Didapat volume urin total secara berturut-turut yaitu 18,4 ml; 23,2 ml; 27,5 ml; 30,4 ml dan 34,1 ml. Kemudian dihitung kadar natrium dan kalium dengan alat AAS. Rata-rata kadar natrium didapat hasilnya secara berturut-turut adalah 15,80 mcg; 19,22 mcg; 19,86 mcg; 32,44 mcg; dan 42,49 mcg. Rata-rata kadar kalium didapat hasilnya secara berturut-turut adalah 61,45 mcg; 62,35 mcg; 77,71 mcg; 81,29 mcg; dan 91,80 mcg.

Dapat disimpulkan bahwa pada pemberian ekstrak etanol daun andong dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB dan dosis 400 mg/kg BB menunjukkan efek sebagai diuretika. Semakin tinggi dosis EEDA yang digunakan maka akan bersifat diuretika.

Kata kunci : Simplisia daun andong, perkolasi, ekstrak kental, uji diuretika, furosemid alat AAS


(7)

ABSTRACT

Andong leaf powder (Cordyline fruticosa. Goepp) first in the extraction with 80% ethanol by percolation, evaporated with the aid of rotary evaporator and the extract obtained driyer difreez thick. The ethanol extract was tested in animal experiments to determine the effect of diuretics and compared using furosemide (3.6 mg / kg BW). After urine volume was measured and calculated levels of sodium and potassium by means of AAS.

The results of powder characterization andong leaf (Cordyline fruticosa. Goepp) was obtained the results of water content 5.99%, 6.81% total ash, total ash insoluble in acid 1.46%, water soluble extract concentration 28.32%, soluble in ethanol extract concentration 14.48%.

80% ethanol extract of leaves of carriage with a dose of 100 mg / kg, a dose of 200 mg / kg, and doses of 400 mg / kg BW diuretic effect compared to controls (CMC 5 mg) given orally for 6 hours. After treatment with ethanol extract of leaves of carriage (EEDA) with varying doses for the control of CMC (5 mg), doses of 100 mg / kg, a dose of 200 mg / kg, a dose of 400 mg / kg BW and furosemide (3.6 mg / kg BW) as a comparison. Obtained a total volume of urine in a row is 18.4 ml, 23.2 ml, 27.5 ml, 30.4 ml and 34.1 ml. Then the calculated concentration of sodium and potassium by means of AAS. Average sodium content of the results obtained in a row is 15.80 mcg; 19.22 mcg; 19.86 mcg; 32.44 mcg; and 42.49 mcg. Average potassium content of the results obtained in a row is 61.45 mcg; 62.35 mcg; 77.71 mcg; 81.29 mcg; and 91.80 mcg.

It can be concluded that the ethanol extract of leaves andong dose 100 mg / kg, a dose of 200 mg / kg bw and the dose of 400 mg / kg BW showed a diuretic effect.The higher dose used EEDA will be diuretic.

Keywords: Crude leaf carriage, percolation condensed extract, test the diuretic, furosemide AAS instrument


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tinjauan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan Andong Hijau ... 6

2.1.1 Sinonim ... 6

2.1.2 Klasifikasi ... 6

2.1.3 Nama Daerah ... 7

2.1.4 Morfologi Tanaman ... 7

2.1.5 Sifat dan Khasiat ... 8


(9)

2.2 Uraian Kimia ... 8

2.2.1 Triterpenoida dan Steroida ... 8

2.3 Metode Ekstraksi ... 9

2.4 Diuretika ... 12

2.4.1 Furosemid ... 13

2.5 Mekanisme Kerja Diuretik ... 13

2.6 Mekanisme Pembentukan Urin... 15

2.7 Spektrofotometri Serapan Atom ... 16

BAB II METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat – alat yang digunakan ... 18

3.2 Bahan – bahan yang digunakan ... 19

3.2.1 Bahan Tumbuhan . ... 19

3.2.2 Bahan Kimia. ... 19

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 19

3.3.1 Asam Klorida 2 N b/v ... 19

3.3.2 Besi (III) Klorida 10 % b/v ... 19

3.3.3 Timbal (II) Asetat 0,4 M b/v ... 19

3.3.4 Pereaksi Molish ... 20

3.3.5 Pereaksi Meyer ... 20

3.3.6 Pereaksi Bouchardat ... 20

3.3.7 Pereaksi Dragendorff ... 20

3.3.8 Natrium Klorida 0,9% b/v ... 20

3.3.9 Natrium Klorida 0,0113 N ... 20


(10)

3.3.11 Kalium Kromat 5% ... 21

3.3.12 Larutan Induk Kalium ... 21

3.3.13 Larutan Induk Natrium... 21

3.4 Penyiapan Bahan ... 21

3.4.1 Determinasi Tumbuhan ... 21

3.4.2 Pengumpulan Sampel ... 21

3.4.3 Pengolahan Sampel ... 22

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol ... 22

3.6 Karakterisasi Simplisia ... 23

3.6.1 Penetapan Kadar Air ... 23

3.6.2 Penetapan Kadar Abu Total ... 24

3.6.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam ... 24

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 24

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 24

3.6.6 Pemeriksaan Makroskopik Simplisia... 25

3.6.7 Pemeriksaan Mikroskopik Simplisia ... 25

3.7 Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia ... 25

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida ... 25

3.7.2 Pemeriksaan Glikosida... 26

3.7.3 Pemeriksaan Flavonoida ... 27

3.7.4 Pemeriksaan Saponin ... 27

3.7.5 Pemeriksaan Tanin... 28

3.7.6 Pemeriksaan Steroida / Triterpenoida ... 28


(11)

3.9 Pembuatan Suspensi CMC 0,5% ... 28

3.10 Pembuatan Suspensi Furosemid ... 29

3.11 Pembuatan Larutan Induk Suspensi Ekstrak Etanol ... 29

3.12 Persiapan Hewan Percobaan... 29

3.13 Prosedur Kerja Untuk Pengujian Farmakologi ... 30

3.14 Penentuan Kadar Na dan K dengan alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) ... 30

3.15 Pengolahan Data ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 32

4.2 Hasil Pengujian Farmakologi ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Identifikasi / Determinasi Tumbuhan Andong

Hijau (Cordyline fruticosa. Goepp) ... 48

2. Gambar Tumbuhan daun Andong Hijau ... 49

3. Simplisia Daun Andong Hijau dan Serbuk Daun Andong Hijau... 50

4. Gambar Hewan Tikus Putih Jantan ... 51

5. Mikroskopis penampang melintang daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 52

6. Mikroskopis penampang membujur atas daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 53

7. . Mikroskopis penampang membujur bawah daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 54

8. Mikroskopis serbuk daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 55

9. Hasil Skrining Golongan Senyawa Kimia Daun Andong Hijau ... 56

10. Perhitungan Penetapan Kadar Air Simplisia Daun Andong Hijau ... 57

11. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Etanol Simplisia Daun Andong Hijau ... 58

12. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Air Simplisia Daun Andong Hijau ... 59

13. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total ... 60

14. Seperangkat Alat Modifikasi Penampung Urin Tikus... 62

15. Kandang Metabolik (A), Neraca hewan (Presica, (Geniweight GW – 1500) (B), Penangas Air (C) dan Neraca Listrik (D). ... 63


(13)

16. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Andong Hijau ... 64

17. Perhitungan CMC 0,5% ... 65

18. Perhitungan Dosis Furosemid 40 mg ... 66

19. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Daun Andong Hijau ... 67

20. Perhitungan Kadar Na dan K ... 68

21. Tabel Hasil Penelitian ... 70

22. Grafik Volume total urin,kadar natrium urin total dan kadar kalium urin total, pada pemberian Ekstrak Daun Andong Hijau (EEDAH) dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb dan Furosemid 3,6 mg/kgbb ... 71

23. Prosedur Kerja Perlakuan Terhadap Tikus... 73


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data volume urin total ± SD pada pemberian EEDAH dosis 100 mg/Kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/Kg BB, Furosemid 3,6 mg/Kg BB dan Kontrol (CMC 1 mg/Kg BB) dengan

Pengulangan n=6 ... 34 2 . Perhitungan SPSS dari Volume Total Urin ... 35 3. Data kadar natrium urin total ± SD pada pemberian EEDAH dosis

100 mg/Kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/Kg BB, Furosemid 3,6 mg/Kg BB dan Kontrol (CMC 1 mg/Kg BB) dengan

Pengulangan n=6 ... 38 4. Hasil Perhitungan SPSS dari Kadar Urin Total ... 39 5. Data kadar kalium urin total ± SD pada pemberian EEDAH dosis

100 mg/Kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/Kg BB, Furosemid 3,6 mg/Kg BB dan Kontrol (CMC 1 mg/Kg BB) dengan

Pengulangan n=6 ... 41 6. Hasil Perhitungan SPSS dari Kadar Kalium Urin Total ... 42 7. Hasil Skrining Golongan Senyawa Kimia Daun Andong Hijau

(Cordyline fruticosa. Goepp ... 56 8. Tabel Hasil Penelitian ... 70


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram balok nilai rata-rata volume total urin ... 37

2. Diagram balok jumlah kadar natrium pada urin ... 40

3. Diagram balok jumlah kadar natrium pada urin ... 42

4. Tumbuhan Andong Hijau ( Cordyline fruticosa. Goepp ) ... 49

5. Simplisia Daun Andong Hijau dan Serbuk Daun Andong Hijau ... 50

6. Hewan Tikus Putih Jantan ... 51

7. Mikroskopis penampang melintang daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 52

8. Mikroskopis penampang membujur daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 53

9. Mikroskopis serbuk daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 54

10. Seperangkat Alat Modifikasi Penampung Urin Tikus ... 62

11. Kandang Metabolik (A), Neraca hewan (Presica, Geniweight (GW – 1500) (B), Penangas Air (C) dan Neraca Listrik (D) ... 63

12. Grafik volume total urin pada pemberian Ekstrak Daun Andong Hijau (EEDAH) dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan Furosemid 3,6 mg/kg BB ... 71

13. Grafik kadar natrium urin total pada pemberian Ekstrak Daun Andong Hijau dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan Furosemid 3,6 mg/kg BB ... 71

14. Grafik kadar kalium urin total pada pemberian Ekstrak Daun Andong Hijau dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan Furosemid 3,6 mg/kg BB ... 72


(16)

ABSTRAK

Serbuk daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) mula-mula di ekstraksi dengan etanol 80% secara perkolasi, diuapkan dengan bantuan rotary evaporator lalu difreez driyer didapat ekstrak kental. Ekstrak etanol diuji pada hewan percobaan untuk mengetahui efek diuretic dan dibandingkan menggunakan furosemid (3,6 mg/kg BB). Setelah itu volume urin di ukur dan di hitung kadar natrium dan kalium dengan alat AAS.

Hasil karakterisasi serbuk daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) di peroleh hasil kadar air 5,99%, kadar abu total 6,81%, kadar abu total tidak larut dalam asam 1,46%, kadar sari larut air 28,32%, kadar sari larut dalam etanol 14,48%.

Ekstrak etanol 80% daun andong dengan dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB, dan dosis 400 mg/kg BB memberikan efek diuretika dibandingkan dengan kontrol (CMC 5 mg) yang diberikan secara oral selama 6 jam. Setelah pemberian ekstrak etanol daun andong (EEDA) dengan dosis yang bervariasi yaitu untuk control CMC ( 5 mg), dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB, dosis 400 mg/kg BB dan Furosemid( 3,6 mg/kg BB) sebagai pembanding. Didapat volume urin total secara berturut-turut yaitu 18,4 ml; 23,2 ml; 27,5 ml; 30,4 ml dan 34,1 ml. Kemudian dihitung kadar natrium dan kalium dengan alat AAS. Rata-rata kadar natrium didapat hasilnya secara berturut-turut adalah 15,80 mcg; 19,22 mcg; 19,86 mcg; 32,44 mcg; dan 42,49 mcg. Rata-rata kadar kalium didapat hasilnya secara berturut-turut adalah 61,45 mcg; 62,35 mcg; 77,71 mcg; 81,29 mcg; dan 91,80 mcg.

Dapat disimpulkan bahwa pada pemberian ekstrak etanol daun andong dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB dan dosis 400 mg/kg BB menunjukkan efek sebagai diuretika. Semakin tinggi dosis EEDA yang digunakan maka akan bersifat diuretika.

Kata kunci : Simplisia daun andong, perkolasi, ekstrak kental, uji diuretika, furosemid alat AAS


(17)

ABSTRACT

Andong leaf powder (Cordyline fruticosa. Goepp) first in the extraction with 80% ethanol by percolation, evaporated with the aid of rotary evaporator and the extract obtained driyer difreez thick. The ethanol extract was tested in animal experiments to determine the effect of diuretics and compared using furosemide (3.6 mg / kg BW). After urine volume was measured and calculated levels of sodium and potassium by means of AAS.

The results of powder characterization andong leaf (Cordyline fruticosa. Goepp) was obtained the results of water content 5.99%, 6.81% total ash, total ash insoluble in acid 1.46%, water soluble extract concentration 28.32%, soluble in ethanol extract concentration 14.48%.

80% ethanol extract of leaves of carriage with a dose of 100 mg / kg, a dose of 200 mg / kg, and doses of 400 mg / kg BW diuretic effect compared to controls (CMC 5 mg) given orally for 6 hours. After treatment with ethanol extract of leaves of carriage (EEDA) with varying doses for the control of CMC (5 mg), doses of 100 mg / kg, a dose of 200 mg / kg, a dose of 400 mg / kg BW and furosemide (3.6 mg / kg BW) as a comparison. Obtained a total volume of urine in a row is 18.4 ml, 23.2 ml, 27.5 ml, 30.4 ml and 34.1 ml. Then the calculated concentration of sodium and potassium by means of AAS. Average sodium content of the results obtained in a row is 15.80 mcg; 19.22 mcg; 19.86 mcg; 32.44 mcg; and 42.49 mcg. Average potassium content of the results obtained in a row is 61.45 mcg; 62.35 mcg; 77.71 mcg; 81.29 mcg; and 91.80 mcg.

It can be concluded that the ethanol extract of leaves andong dose 100 mg / kg, a dose of 200 mg / kg bw and the dose of 400 mg / kg BW showed a diuretic effect.The higher dose used EEDA will be diuretic.

Keywords: Crude leaf carriage, percolation condensed extract, test the diuretic, furosemide AAS instrument


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menjaga kelancaran pengeluaran air seni adalah tindakan yang benar dan di anjurkan dalam dunia kesehatan. Air seni merupakan campuran air dengan senyawa-senyawa polar yang harus dikeluarkan oleh tubuh. Pengeluaran air seni yang tidak lancar pada kandung kemih atau ginjal dalam waktu yang lama akan menimbulkan pengkristalan dari zat-zat yang akan di buang. Zat-zat tersebut adalah kalsium karbonat, kalsium urat, kalsium oksalat, dan kalsium lemak (Permadi, 2006).

Dalam dunia medis sudah banyak obat kimia yang diproduksi sebagai peluruh air seni atau diuretika. Bukan hanya obat kimia saja yang berfungsi sebagai peluruh air seni atau diuretika. Banyak tanaman yang sudah lama dikenal oleh nenek moyang kita yang digunakan sebagai peluruh air seni (Permadi, 2006).

Furosemida merupakan kelompok diuretika kuat yang telah teruji secara ilmiah. Sebagai diureika kuat furosemida merupakan yang paling sering di gunakan di Indonesia, yaitu sekitar 60% di bandingkan degan diuretika kuat lainnya. Hal ini terjadi karena mula kerja, waktu paruh dan waktu kerja relatif singkat, sehingga efek diuretiknya cepat timbul dan sangat cocok digunakan untuk keadaan akut, namun pemakaian furosemida sangat disayangkan, karena dapat menimbulkan efek samping gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, terutama ion natrium dan kalium. Kedua ion ini banyak dieksresikan, sehingga


(19)

bisa menimbulkan hiponatremia dan hipokalemia (Muttscler E, 1991). Furosemid yang digunakan dalam penelitian ini adalah furosemid Generik yang di produksi oleh pabrik Kimia Farma @40 mg.

Dewasa ini, penelitian dan pengembangan tumbuhan obat, baik didalam maupun di luar negeri berkembang pesat. Penelitian yang berkembang, terutama pada segi farmakologi maupun fitokimianya berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris. Hasil penelitian tersebut, tentunya lebih memantapkan para pengguna tumbuhan obat akan khasiat maupun penggunaannya (Dalimartha, 2006).

Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional sangat bermamfaat bagi kesehatan. Penggunaanya lebih mudah dijangkau masyarakat baik harga maupun ketersediaannya dan tidak terlalu menimbulkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat sebagai obat tradisional adalah tumbuhan daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) yang berkhasiat diuretika (peluruh air seni). Dimana kandungan kimia yang terkandung didalam daunnya adalah tanin, saponin, flavonoid, polifenol, steroida, kalsium oksalat, dan zat besi (Dalimartha, 2006).

Menurut pengalaman yang di peroleh dari masyarakat desa Munte, Karo bahwa daun andong hijau dapat di gunakan sebagai obat sakit pinggang dan memperlancar buang air kecil. Penggunaan secara tradisional menurut penduduk


(20)

setempat yaitu dengan merebus daun segar 15-30 g lalu diminum airnya (Dalimartha, 2006).

Berdasarkan literatur dan pemaparan diatas maka menarik untuk diuji efek farmakologi dari daun andong hijau sebagai obat diuretika dan mengangkatnya sebagai data klinis.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasaalahan sebagai berikut:

a. bagaimana karakterisasi dari daun andong.

b. golongan apa sajakah yang terdapat dalam daun andong.

c. apakah ekstrak etanol daun andong (EEDA) mempunyai efek diuretika terhadap tikus putih jantan.

d. apakah ada kesetaraan antara EEDA dengan furosemid sebagai diuretika.

1.3 Hipotesis

a. diduga karakterisasi simplisia daun andong hijau dapat dilakukan.

b. diduga dapat diketahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam daun andong hijau

c. diduga ekstrak etanol daun andong hijau mempunyai efek diuretika terhadap tikus putih jantan.

d. diduga terdapat kesetaraan antara EEDAH dengan furosemid sebagai diuretika.

1.4 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang diuraikan di atas, dapat dirumuskan tujuan penelitian adalah untuk:


(21)

a. melakukan karakterisasi simplisia daun andong hijau.

b. menganalisis golongan senyawa kimia yang terdapat didalam daun andong hijau .

c. membuktikan efek diuretika EEDAH terhadap tikus jantan.

d. mengetahui kesetaraan antara EEDAH dengan furosemid sebagai diuretika.

1.5 Manfaat Penelitian

a. sebagai sumber informasi mengenai karakterisasi simplisia daun andong hijau. b. sebagai sumber informasi mengenai golongan senyawa kimia daun andong

hijau.

c. sebagai sumber informasi mengenai efek diuretika dari ekstrak etanol daun andong hijau.


(22)

1.6 Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan kerangka konsep pada Gambar berikut ini : Variable Bebas Variabel Terikat Parameter

Rata-rata Vol. Urin (ml) Vol. Total (ml) Na+ (mcg) K+ (mcg) 6 x = 3,86 23,2 115,34 374,15 6 x = 4,58 27,5 119,21 466,31 6 x = 5,06 30,4 194,76 487,77 6 x = 3,06 18,4 94,82 368,73 6 x = 5,68 34,1 254,97 550,84 Cordyline fruticosa.

Goepp

Karakterisasi Simplisia

- Penetapan Kadar Air

- Kadar Sari Yang Larut Dalam Air - Kadar Sari Larut

Dalam Etanol-Kloroform - Kadar Abu Total - Kadar Abu Yang

Tidak Larut Dalam Asam - Makroskopik - Mikroskopik 100 mg/kgbb EEDAH 80% 200 mg/kgbb 400 mg/kgbb

CMC 5 mg

Furosemid 3,6 mg/kg bb


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Andong

Tanaman andong termasuk suku bawang-bawangan biasa di tanam sebagai tanaman hias di pekarangan, taman, atau kuburan. Biasa juga dipakai sebagai tanaman pagar atau pembatas di perkebunan teh. Andong berasal dari Asia Timur dan biasa di temukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1.900 m dpl (Dalimartha, 2006).

2.1.1 Sinonim

Sinonim dari tumbuhan Andong (Cordyline fruticosa. Goepp) adalah : Cordyline fruticosa Backer, Cordyline terminalis Planch., Cordyline terminalis

(L) Kunth., Asparagus terminalis L., Dracaena terminalis Rich., Taetsia fruticosa Merr., Convallaria fruticosa L (Dalimartha, 2006).

2.1.2. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Monocotyledoneae Bangsa : Liliales

Suku : Agavaceae Marga : Cordyline


(24)

2.1.3. Nama Daerah

Melayu: andong, juwang. Sumatera: bak juang, lak-lak (Ac), kalinjuhang, linjuhang, katunggal (Bt), anjiluang, linjuwang (Mk) anderuang (Lp), renjuang, sabang, sawang (Dy). Jawa: hanjuang ( sunda), andong, ending (Jawa), kayu urip ( Madura),. Nusa Tenggara: andong, ending, handwang (Bali). Kalimantan: renjuang, sabang (Dayak). Sulawesi: tabongo (Gr), Panili, siri (Ms), panyaureng. Maluku: ai buru (Sr), weluga, wersingin, werusisi (Ab), pitako (Am). Irian: katopari, ngasi, jasir (Dalimartha, 2006).

2.1.4 Morfologi Tanaman

Tumbuhan ini termasuk perdu tegak dengan tinggi 2-4 m, jarang bercabang, batang bulat, keras, bekas daun rontok berbentuk cincin. Daun tunggal dengan warna hijau ada juga yang berwarna merah kecoklatan. Letak daun tersebar pada batang, terutama berkumpul di ujung batang. Helaian dan panjang berbentuk lanset dengan panjang 20-60 cm dan lebar 5-13 cm. Ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, dan tangkai daunnya berbentuk talang. Bunga majemuk berbentuk malai, keluar dari ketiak daun, panjang sekitar 30 cm, berwarna dadu, hijau keunguan, atau kuning muda. Buah buni berbentuk seperti bola dengan warna merah mengilap. Biji hitam mengilap. Daun muda yang berwarna hijau bias dimakan sebagai sayuran. Bila menanak nasi dengan bungkusan daun andong yang tua akan memberikan rasa sedap. Perbanyakan dengan stek atau pesahan tunas (Dalimartha,2006).


(25)

2.1.5 Sifat dan Khasiat

Rasa andong manis, tawar, dan bersifat sejuk. Berkhasiat sebagai penyejuk darah, menghentikan perdarahan (hemostatis), dan meghancurkan darah beku pada memar (Dalimartha,2006).

2.1.6 Kandungan kimia

Tanaman andong (Cordyline fruticosa. Goepp) mengandung saponin, tannin, flavonoid, polifenol, steroida, polisakarida, kalsium oksalat, dan zat besi (Dalimartha,2006).

2.2 Uraian Kimia

2.2.1 Triterpenoida dan Steroida

Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik

yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang agak rumit, kebanyakan berupa alcohol, aldehisa atau asam karboksilat. Triterpenoida dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa yaitu triterpen, steroida, saponin dan glikosida jantung ( Harbone, 1987).

Berbagai macam aktivitas fisiologi dari triterpenoida yang merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah du gunakan untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Stereoida adalah triterpen yang kerangka dasarnya system cincin siklopentana peridropenantrena ditunjukkan pada gambar.

Aktivitas biologis dari dari steroida antara lain sebagai hormone reproduksi pada manusia (estradiol, progesterone, testosterone), hormone


(26)

pengganti kulit pada serangga (ekdison), menginduksi reproduksi seksual pada jamur air (antheridiol), kardiotonik (digitoksin), prekusor vitamin D (ergosterol), oral kontrasepsi, (estrogen dan progestin semisintetik) dan obat antiinflamasi (kortikosteroida) (Tyler et al., 1976).

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat di golongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, dan flavonoida, dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia maka akan mempermudah pemisahan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Berdasarkan atas sifatnya ekstrak dikelompokkan sebagai berikut ( Voigt, 1995):

1. Ekstrak encer (Extractum tenue). Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang.

2. Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang.

3. Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digososk.

4. Ekstrak cair ( Extractum fluidum). Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang satu bagian) ekstrak cair.


(27)

Beberpa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, yaitu: 1. Maserasi

Maserasi berasal dari kata ”macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari (Syamsuni, 2006). Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulanagn penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi berasal dari kata ”perkolare” yang artinya penetesan (Voigt, 1995). Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya selama 3 jam. Maserasi ini penting terutama pada serbuk simplisia yang keras dan mengandung bahan yang mudah mengembang. Bila serbuk simplisia tersebut langsung dialiri dengan penyari, maka cairan penyari tidak dapat menembus keseluruh sel dengan sempurna (Depkes, 1979; Ditjen POM, 2000).


(28)

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Ditjen POM, 2000). Dengan cara ini perolehan bahan aktif agak lebih banyak meskipun pada saat pendinginannya pada suhu kamar bahan ekstraktif dalam skala besar mengendap (Voigt, 1995).

6. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur teukur 96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit)( Ditjen POM, 2000; Syamsuni, 2006).

7. Dekok

Dekok adalah perebusan simplisia halus dicampur dengan air bersuhu kamar atau dengan air bersuhu > 900C sambil diaduk berulang-ulang dalam pemanasan air selama 30 menit. Perbedaannya dengan infus, rebusan disari


(29)

panas-panas(Voigt, 1995). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.4 Diuretika

Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah. Sehingga darah mengalami filtrasi, dimana semua komponennya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel darah. Setiap ginjal mengandung lebih kurang satu juta filter kecil ini (glomeruli), dan setiap 50 menit (ca 5 liter telah dimurnikan dengan melewati saringan tersebut). Fungsi peting yang lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan tubuh (Tjay dan Rahardja, 2002).

Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretik bukan ”obat ginjal”, artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal, demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika diperlukan dialisis, tidak akan dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa diuretika pada awal pengobatan justru memperkecil ekskresi zat-zat penting urin dengan mengurangi laju filtrasi glomerulus sehingga akan memperburuk insufisiensi ginjal (Mutschler, 1991).

Dengan demikian obat yang dapat digunakan secara terapetik hanyalah yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi gerakan air dan elektrolit dalam organisme. Pengaruh terhadap proses transport hanya seakan-akan saja khas terhadap ginjal. Karena konsentrasi diuretika pada saat melewati nefron meningkat dengan hebat, maka efeknya pada ginjal (efek diuretika) dibandingkan


(30)

efek pada organ lain lebih dominan. Jika pada peningkatan ekskresi air terjadi juga peningkatan garam-garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (diuretika dalam arti sempit) (Mutschler,1991).

2.4.1 Furosemida

Furosemida termasuk dalam golongan diuretic erat Henle. Kerja diuretic golongan ini adalah selektif menghambat reabsorsinya dari NaCl pada cabang menaik yang tebal dari jerat Henle (Katzung, 2001). Diuretik jerat Henle tipe furosemida sangat bermanfaat, jika diperlukan kerja yang cepat dan intensif, seperti misalnya pada udem paru-paru (Mutschler, 1991).

2.5. Mekanisme Kerja Diuretika

Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reaksopsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat diuretika biasanya bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yakni:

1. Tubuli proksimal

Garam reabsorbsi secara aktif (70%), antara lain Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Reabsorbsi berlangsung secara proporsional sehingga susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmosis (manitol, sorbitol) bekerja disini dengan merintangi reabsorpsi air dan natrium (Tjay dan Rahardja, 2002).

2. Lengkungan Henle

Di bagian menaik lengkungan Henle ini 2,5% dari semua Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan


(31)

(furosemid, bumetamida, etakrinat) bekerja dengan merintangi transport Cl- dan demikian reabsorpsi Na+, pengeluaran K+ dan air diperbanyak (Tjay dan Rahardja, 2002).

3. Tubuli Distal

Di bagian pertama tubuli ini, Na+ direabsorpsi secara aktif tanpa air hingga difiltrat menjadi lebih cair dan hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini. Dibagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorid dan triamteren) bekerja disini (Tjay dan Rahardja, 2002).

4. Saluran pengumpul

Hormon antidiuretik ADH (vasopressin) hipofise bertitik kerja di sini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagian air dari sel-sel saluran ini (Tjay dan Rahardja, 2002).

Diuretik selain memperbanyak pengeluaran air juga dapat menambah pengeluaran elektrolit. Maka diuretik dapat menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit dan air. Secara umum diuretik dapat di bagi menjadi dua golongan besar yaitu diuretik osmotik dan penghambat transport elektrolit di tubuli ginjal. (Ganong, 1989).


(32)

Gambar 1. Diagram nefron yang membentuk bagian tubulus renalis

2.6 Mekanisme Pembentukan Urin

Darah yang mengalir ke ginjal di filtrasi di glomeruli.dalam filtrasi ini lebih kurang 13% cairan saja yang dapat melalui glomeruli dan masuk ke dalam tubulus proksimal. Sewaktu filtrat glomerulus menuruni tubulus, maka volumenya berkurang dan komposisinya diubah oleh proses reabsorbsi tubulus (penyingkiran air dan solut dari cairan tubulus) dfalam bentuk urin yang memasuki pelviss renalis. Dari pelvis renalis, urin berjalan dalam vesica urinaria dan dikeluarkan ke dunia luar oleh proses berkemih atau mikturisi (Ganong, 1989).


(33)

Gambar 2. Oragan-organ yang membentuk saluran urinari.

2.7. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu spektrofotometri serapan yang digunakan untuk mendeteksi uap atom logam.

Cara kerja alat ini berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (hallow cathode lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya

penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya.


(34)

Alat-alat Spektrofotometri Serapan Atom 1. Sumber sinar (Hollow Cathode Lamp)

Fungsi dari hollow cathode lamp adalah sebagai sumber energi radiasi. Energi radiasi merupakan karakterisasi dari elemen katoda dan neon. Ion-ion neon yang dipercepat mempengaruhi permukaan katoda yang menyebabkan atom-atom logam mendidih pada permukaan katoda. Banyak dari atom-atom di hyamburkan ke fase gas yakni tingkat petama tereksitasi.

2. Burner dan nyala

Nyala, burner dan nebulizer pada alat AAS menyebabkan kation-kation logam dalam larutan menghasilkan atom-atom logam. Alat AAS membuat penyerapan pada keadaan dasar.

3. Monokromator

Monokromator menghamburkan radiasi yang berasal dari nyala pada panjang gelombang tertentu ke detektor.

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas sinar dari sumber sinar. Intensitas sinar sebanding dengan jumlah atom dalam sampel.

5. Alat penunjuk (Readout Devic)

Alat penunjuk berupa recorder. Hasil diubah dalam absorbansi atau konsentrasi. Bagan alat spektrofotometri Serapan Atom dapat dilihat pada gambar (Basset et al., 1994).


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodelogi penelitian ini adalah metodelogi eksperimental (experimental reseacrch). Metodelogi penelitian ini meliputi determinasi tumbuhan,

pengumpulan sampel, pengolahan sampel, pemeriksaan makroskopik dan mikrokospik sampel, penetapan kadar air, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak dengan cara perkolasi, setelah itu diukur volume total urin tikus, menentukan kadar Natrium dan Kalium urin dengan alat AAS. Pengolahan data dilanjutkan secara statistik dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 dalam rancangan acak lengkap (RAL). Data numerik lebih dari dua

variable diuji dengan oneway Anava, serta dilanjutkan dengan anlisis Duncan α = 0,5 yaitu uji beda rata-rata perlakuan dengan kontrol (Hanafiah, 2005).

3.1 Alat – alat yang Digunakan

Alat-alat gelas, neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Metter takeda), neraca hewan (Presica, Geniweight GW–1500), alat penetapan kadar air (cara azotropi), mikroskop, objek glass, deck glass, perkolator, penguap vakum putar (Heidolph vv 2000), freeze dryer (Medulyo, Edwards), mortir dan stamfer, alat tikus metabolik (Metabolism Restrainer), seperangkat alat tikus modifikasi, oral sonde spuit 3 ml dan 10 ml (terumo), AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry), kertas saring whatman, aluminium foil, hotplate, dan waterbath.


(36)

3.2 Bahan – bahan yang Digunakan 3.2.1 Bahan Tumbuhan

Daun Andong (Cordyline fruticosa, Goepp).

3.2.2 Bahan Kimia

Etanol 96% (E. Merck), akuades ( lokal, dari laboratorium kimia kuantitatif), CMC (E.Merck), toluen (E.Merck), kloral hidrat (E.Merck), Pb (II) asetat (E.Merck), besi (III) (E.Merck), klorida (E.Merck), kalium iodida (E.Merck), iodium, α- naftol (E.Merck), asam nitrat ( E. Merck), bismuth nitrat (E.Merck), eter (E.Merck), kloroform (E.Merck), isopropanol (E.Merck), metanol (E.Merck), natrium sulfat anhidrat (E.Merck), etil asetat (E.Merck), serbuk seng (E.Merck), asam klorida (E.Merck), asam sulfat P (E.Merck), natrium klorida (E.Merck), kalium klorida (E.Merck), furosemid (Kimia Farma). Bahan – bahan yang tidak di sebutkan adalah pro analisis E.Merck.

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1 Asam Klorida 2 N

Sebanyak 72,93 g asam klorida (p) diencerkan dengan air suling sampai 1000 ml (Farmakope Indonesia, 1979).

3.3.2 Besi (III) Klorida 10 %

Sebanyak 10 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml (Farmakope Indonesia, 1979).

3.3.3 Timbal (II) Asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,7 g dilarutkan dalam aquadest bebas CO2 hingga 100 ml (Farmakope Indonesia, 1979).


(37)

3.3.4 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α- naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).

3.3.5 Pereaksi Meyer

Sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air. Larutan dikocok dan ditambahkan air suling hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).

3.3.6 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambahkan 2 g Iodium sambil diaduk sambil larut, lalu ditambah air suling hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia,1978).

3.3.7 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismuth nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan Kalium Iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).

3.3.8 Natrium Klorida 0,9%

Sebanyak 0,9 g natrium klorida dilarutkan dalam air suling 100 ml (Farmakope Indonesia, 1979).

3.3.9 Natrium Klorida 0,0113 N

Natrium klorida sebanyak 665,0 mg (setelah dioven pada T 1100 C selama 2 jam) dilarutkan dalam air suling 100 ml di dalam labu ukur 1000 ml, lalu ditambahkan air suling sampai pada garis tanda (Basset et al., 1994).


(38)

3.3.10 Perak Nitrat 0,0141 N

Perak nitrat sebanyak 2,395 g dilarutkan dalam air suling 100 ml, di dalam

labu ukur 1000 ml, lalu di tambahkan air suling sampai pada garis tanda (Basset et al., 1994).

3.3.11 Kalium Kromat 5%

Sebanyak 5 g kalium kromat dilarutkan dalam air suling 100 ml (Basset et al., 1994).

3.3.12 Larutan Induk Kalium

Sebanyak 1,907 g kalium klorida dilarutkan dalam air suling 100 ml di dalam labu ukur 1000ml, lalu di tambahkan air suling sampai pada tanda tara (Basset et al, 1994).

3.3.13 Larutan Induk Natrium

Sebanyak 2,054 g (setelah di oven pada T 1100 C selama 2 jam) natrium

klorida dilarutkan dalam air suling 100 ml di dalam labu ukur 1000 ml, lalu di tambah kan air suling samapi tanda tara ( Basset et al., 1995).

3.4 Penyiapan Bahan

Penyiapan bahan meliputi determinasi tumbuhan , pengumpulan bahan, pengolahan sampel, pemeriksaan makroskopik dan mikrokospik sampel.

3.4.1 Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA Universitas Sumatra Utara.

3.4.2 Pengumpulan Sampel

Sampel yang digunakan adalah daun andong hijau yang diambil dari Perkuburan Jln. Katamso, Kampung Baru. Pengambilannya dilakukan secara


(39)

perfosif yaitu mengambil daun tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain.

3.4.3 Pengolahan Sampel

Daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) yang baru dipetik, dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air bersih, ditiriskan lalu ditimbang. Kemudian daun-daun tersebut dikeringkan di lemari pengering pada suhu kamar atau diangin-anginkan terhindar dari pengaruh sinar matahari, setelah kering simplisia di timbang dan di peroleh 1249 g simplisia kering dari 14 kg daun basah. Setelah itu, simplisia di serbuk menggunakan blender dan di ayak.

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol

Pembuatan ekstrak daun andong dilakukan dengan cara perkolasi

menggunakan pelarut etanol 80%.

Sebanyak 300 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam bejana tertutup dan direndam dengan cairan penyari etanol 80%, direndam sekurang-kurangnya selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator, sampel tiap kali ditekan dengan hati–hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat kira-kira 1cm atau lebih cairan penyari, perkolator ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan biarkan menetes dengan kecepatan 20-60 tetes/menit, cairan penyari ditambahkan dari atas dengan menggunakan corong pisah dengan kecepatan aliran sama dengan perkolator, sehingga selalu terdapat kira-kira 1 cm atau lebih cairan penyari diatas simplisia, perkolasi dilakukan sampai sempurna, diperoleh ekstrak etanol daun andong hijau 3 Liter, kemudian diuapkan dengan menggunakan vakum panas hingga diperoleh ekstrak kental


(40)

etanol. Ekstrak yang diperoleh dikeringkan pada Freeze dryer. (Ditjen POM DepKes RI, 1974). Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 33,450 g.

3.6 Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik simplisia.

3.6.1 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena). Alat meliput i labu alas 500 ml, alat penampung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, pendingin, tabung penyambung, pemanas (WHO, 1992).

Cara Penetapan :

Ke dalam labu alas bulat di masukkan 200 ml Toluen dan 2 ml air suling, di destilasi selama 2 jam, biarkan mendingin selama 30 menit, di dinginkan dan volumen air pada tabung penerima di baca. Selanjutnya ke dalam labu di masukkan 5 g serbuk simplisia yang telah di timbang seksama, lalu di panaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah Toluen mendidih kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik hingga sebagian air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan di naikkan 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling bagian dalam pendinginan di bilas dengan Toluen. Destilasi di lanjutkan selama 2 menit, kemudian tabung penerima di biarkan dingin sampai suhu kamar, setelah air dan Toluen memisah sempurna volumen dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volumen air yang di baca sesuai kandungan air yang terdapat dalam vahan yang di periksa. Kadar air dihitung dalam persen (Ditjen. POM, 1995).


(41)

3.6.2 Penetapan Kadar Abu Total

Zat ditimbang ± 2 g dengan seksama dan dimasukkan ke dalam krus porselin bertutup yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap (Ditjen POM, 2000).

3.6.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu dicuci dengan air panas. Kemudian residu dan kertas saring dipijarkan samapi diperoleh bobot tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya (Ditjen POM, 2000).

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam akuades samapi 1000 ml) dengan menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh bobot tetap (Depkes, 1995).

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dengan menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah


(42)

dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh bobot tetap (Depkes, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan Makroskopik Simplisia

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada daun andong (Cordyline fruticosa.Goepp) dengan mengamati morfologi luar.

3.6.7 Pemeriksaan Mikroskopik Simplisia

Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia daun andong dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian dilihat di bawah mikroskop.

3.7 Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia

Skrining fitokimia serbuk simplisia diawali dengan pemeriksaan organoleptis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan golongan alkaloida, glikosida, saponin, tannin, dan steroida/triterpenoida.

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida

Sebanyak 500 mg serbuk simplisia ditambahkan 10 ml asam klorida 2 N dipanaskan diatas penangas air selama 10 menit, didinginkan dan disaring, kemudian 3 tetes filtrat dipindahkan pada kaca arloji dan tambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardart terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid . Pada filtrat yang lain ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer akan terdapat endapan mengumpul berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan , maka serbuk tidak mengandung Alkaloid. Jika hanya terjadi kekeruhan, pemeriksaan dilanjutkan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml ammonia (p) dan 10 ml


(43)

campuran 3 bagian volume eter dan 1 bagian volume kloroform. Fase organik diambil dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat P, disaring. Filtrat diuapkan di atas penangas air, sisanya dilarutkan dalam sedikit asam klorida 2 N. Percobaan dilakukan dengan pereaksi Meyer , Bouchardart, dan Dragendorf. Serbuk mengandung Alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua pereaksi. (Materia Medika Indonesia,1978).

3.7.2 Pemeriksaan Glikosida

A. Larutan Percobaan

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96 % dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N lalu di refluks selama 1 jam,dinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml Timbal (II) asetat 0,4 M. Dikocok dan didiamkan selama 5 menit, disaring. Sari filtrat 3 kali , tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P, dan 2 bagian volume isopropanol P. Pada kumpulan sari tambahkan Natrium Sulfat anhidrat P, disaring dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50 ˚C. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol.

B. Percobaan Umum Terhadap Glikosida Cara percobaan:

a. Sebanyak 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air, sisa dilarutkan dalam 5 ml asam asetat anhidrat dan 10 tetes asam sulfat P akan terjadi warna biru atau hijau menunjukan adanya glikosida (Reaksi Liberman- Bouchard) b. Sebanyak 0,1 ml diuapkan diatas penangas air , pada sisa tambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish, kemudian tambahkan hati-hati asam sulfat P 2 ml ,


(44)

terbentuk cincin warna ungu pada batas cairan, menunjukan adanya ikatan gula (reaksi molish) (Materia Medika Indonesia,1978).

3.7.3 Pemeriksaan Flavonoida

Larutan percobaan : Sebanyak 0,5 g serbuk di sari dengan 10 ml metanol P, lalu di refluks selama 10 menit. Kemudian disaring panas-panas melalui kertas saring kecil berlipat. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air, setelah dingin ditambahkan dengan 5 ml eter minyak tanah P, kocok hati-hati dan diamkan. Ambil lapisan metanol, lalu diuapkan pada suhu 40˚C, sisanya dilarutkan dengan 5 ml etil asetat P, saring. Filtrat digunakan untuk uji Flavonoida dengan cara berikut :

a. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1 sampai 2 ml etanol 95 % P, lalu ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 tetes asam klorida P, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukan adanya flavonoida (glikosida-3-Flavonol).

b. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1 ml etanol 95 %, lalu ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes asam klorida P, jika terjadi warna merah jingga hingga merah ungu menunjukan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga menunjukan adanya flavon, klakon, dan auron (Materia Medika Indonesia, 1989).

3.7.4 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk dimasukkan dalam tabung pereaksi ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok kuat–kuat selama 10 detik, (jika yang diperiksa berupa sediaan cair, encerkan 1 ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml


(45)

air dan kocok kuat-kuat selama 10 menit), terbentuklah buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes Asam Klorida 2 N, buihnya tidak hilang (Materia Medika Indonesia, 1989).

3.7.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 500 mg serbuk simplisia, dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml air, dikocok–kocok dan disaring. Ambil sedikit filtratnya, kemudian diencerkan dengan air sampai hampir tidak berwarna. Teteskan tetes demi tetes dengan larutan feri klorida 10 % sampai terbentuk warna biru hitam / kehijauan (Farnsworth, 1996).

3.7.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sejumlah 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam kemudian disaring. Filtrat digunakan untuk reaksi berikut : 5 ml larutan eter diuapkan dalam cawan penguap kedalam sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat P. Reaksi steroida/triterpenoida positif bila terjadi warna ungu atau biru hijau (Harbone,1987).

3.8 Penyiapan Bahan Uji, Kontrol, dan Obat Pembanding

Ekstrak etanol daun andong hijau dibuat dalam bentuk suspensi (CMC 5 mg), dosis EEDA adalah 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb , 400mg/kgbb . Obat pembanding furosemid dosis 3,6 mg/kgbb dibuat dalam bentuk suspensi. Kontrol yang digunakan adalah suspensi CMC 5 mg.


(46)

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan kedalam lumpang yang berisi aquadest yang panas sebanyak 10 ml gerus cepat hingga diperoleh masa yang transparan. Kemudian setelah kembang digerus lalu diencerkan dengan sedikit air, kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, volumenya dicukupkan hingga 100 ml.

3.10 Pembuatan Suspensi Furosemid

Dalam lumpang yang berisi 40 mg furosemid yang telah digerus halus ditambahkan suspensi CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil terus digerus, kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, volumenya dicukupkan hingga 10 ml. Perhitungan pembuatan suspense furosemid dapat di lihat pada Lampiran 18, halaman 50.

3.11 Pembuatan Larutan Induk Dosis 100 mg/kgbb, dosis 200 mg/kgbb, dan dosis 400 mg/kgbb Suspensi Ekstrak Etanol Daun Andong

Dalam lumpang yang berisi ekstrak etanol daun andong hijau 1,0 g tambahkan suspensi CMC 0,5 % sedikit demi sedikit sambil terus digerus lalu masukkan kedalam labu tentukur 50 ml, kemudian dicukupkan volumenya hingga 50 ml. Perhitungan pembuatan suspensi ekstrak etanol pada dosis 100 mg/kgbb dapat di lihat pada Lampiran 19, halaman 51.

3.12 Persiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan didalam percobaan ini adalah tikus putih jantan yang sehat dengan berat badan antara 180g-220g sebanyak 30 ekor.. Beberapa hari sebelum percobaan dimulai dilakukan pra perlakuan untuk menentukan tikus yang memenuhi syarat untuk mengikuti perlakuan. Tikus yang


(47)

sehat ditandai dengan kenaikan berat badan yang teratur dan memperlihatkan gerakan yang lincah.

3.13 Prosedur Kerja Untuk Pengujian Farmakologi

Untuk pengujian farmakologi digunakan CMC 5 mg sebagai kontrol negatif, suspensi EEDAH dosis 100 mg/kgbb, dosis 200 mg/kgbb, dosis 400 mg/kgbb, suspensi Furosemid dengan dosis 3,6 mg/kgbb sebagai pembanding. Tikus dibagi dalam 5 kelompok dengan setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan.

Kelompok I : kontrol negatif (CMC 5 mg)

Kelompok II : kontrol positif ( Furosemid dosis 3,6 mg/kgbb)

Kelompok III : diberi suspensi bahan uji dengan dosis kecil 100 mg/kgbb Kelompok IV : diberi suspensi bahan uji dengan dosis sedang 200 mg/kgbb Kelompok V : diberi suspensi bahan uji dengan dosis sedang 400 mg/kgbb

Selanjutnya sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu hewan dipuasakan dari makan dan minum selama 18 jam. Kemudian masing-masing hewan uji bobot tubuhnya ditimbang. Selanjutnya hewan uji diletakkan didalam kandang metabolisme modifikasi yang terbuat dari silinder plastik yang dihubungkan dengan corong besar dan botol penampung dibawahnya urin yang dikeluarkan. Volume urin yang diekskresikan dicatat selama 6 jam. (Wattimena, 1993).

3.14 Penentuan Kadar Natrium dan Kalium dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)

Satu ml urin tikus diencerkan sampai 50 ml dengan aquabidest. Pada larutan ditambahkan 5 ml asam nitrat (p) dan beberapa batu didih. Didihkan


(48)

perlahan-lahan dan uapkan di hot plate pada temperatur 150 ˚C hingga volume sampai larutan menjadi 20 ml. Dan hingga larutan jernih-berwarna, kemudian di saring dengan kertas whatman 0,45 µm. Filtrat di pindahkan dalam labu ukur 100 mL bilas beker dengan bantuan 5 mL air suling, hasil cuciannya di masukan ke dalam labu ukur dan volume larutan ditepatkan menjadi 100 ml maka larutan siap untuk diukur (SNI, 2004). Dengan alat AAS untuk natrium pada panjang gelombang 589 nm dan kalium pada panjang gelombang 766,5 nm dan gas yang dipakai adalah gas asetilen dengan suhu nyala 1900-2200˚C.

3.15 Pengolahan Data

Data hasil pengukuran volume urin total tikus, kadar Natrium dan Kalium urin yang didapatkan, kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 dalam rancangan acak

lengkap (RAL). Data numeric lebih dari dua variable diuji dengan oneway Anava,

serta dilanjutkan dengan analisa Duncan α = 0,5 yaitu uji beda rata-rata perlakuan dengan kontrol (Bolton S, 1990: Hanafiah, 2005).


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan daun andong hijau (Cordyline fruticosa.

Goepp) untuk diuji efek diuretika yang sebelumnya telah dilakukan determinasi

tumbuhan Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi (FMIPA) Universitas Sumatra Utara. Hasil dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 32, gambar tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 2 hal 33.

Penyarian terhadap daun andong dilakukan secara perkolasi dengan pelarut etanol 80%, dimana diharapkan senyawa kimia yang terkandung didalamnya dapat tersari. Hasil pengumpulan sampel sebanyak 14 kg menghasilkan 1,249 kg simplisia kering dan dari 1 kg simplisia kering didapat 300 g serbuk simplisia diperoleh ekstrak etanol kental 33,45 g.

4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia

Standarisasi simplisia daun andong belum tercantum dalam monografi tumbuhan ( Materia Medika Indonesia). Hasil penetapan kadar air simplisia daun andong adalah 5,99%, jika dilihat dari standarisasi pemeriksaan kadar air diatas memenuhi persyaratan dalam MMI yaitu < 10%. Hasil karakterisasi simplisia dun andong yag didapat ini diharapkan sebagai acuan guna pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari produk. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun andong dapat dilihat pada tabel 1 berikut, contoh perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 42.


(50)

Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia Daun Andong

Penetapan kadar air dilakukan untuk memberi batasan atau rentang besarnya kandungan air didalam simplisia, karena tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat (cemaran bakteri) dan bahan aktifnya (penguraian secara kimia). Penetepan kadar sari larut dalam air dan etanol untuk mengetahui banyaknya senyawa polar yang larut dalam air etanol. Sedangkan penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut larut asam untuk mengetahui kandungan mineral yang ada pada simplisia, kadar abu total yang tinggi menunjukkan banyaknya kandungan zat anorganik seperti logam-logam yang dalam jumlah yang tinggi dapat membahayakan kesehatan.

4.2 Hasil Pengujian Farmakologi

Pada penelitian ini digunakan 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol, kelompok uji dan kelompok pembanding. Kelompok kontrol dilakukan untuk mengetahui volume total urin, kadar natrium urin dan kadar kalium urin. Kelompok uji yang terdiri dari 3 perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol dengan dosis yang berbeda yaitu dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb dan 400 mg/kgbb dilakukan untuk mengetahui kemampuan bahan uji dalam memberikan

No. Penetapan Kadar (%) Persyaratan MMI

1. Kadar air 5,99 -

2. Kadar abu total 6,81 -

3. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

1,46 -

4. Kadar sari yang larut dalam air 28,32 - 5. Kadar sari yang larut etanol 14,48 -


(51)

efek diuretika. Sedangkan kelompok pembanding yang menggunakan furosemid dengan dosis 3,6 mg/kgbb diperlukan untuk melihat pengaruh obat diuretika oral yang telah terbukti khasiatnya untuk meningkatan pengeluaran urin, natrium dan kalium. Penentuan kadar natrium dan kalium dalam urin menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (Atomic Absorbsion Spectrofotometer/AAS). Data volume urin total dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 : Data volume urin total ± SD pada pemberian EEDA dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, Furosemid 3,6 mg/kgbb dan Kontrol (CMC 5 mg) dengan pengulangan n=6.

Dari Tabel 3.1 didapat bahwa rata-rata jumlah volume urin total pada kontrol (CMC 5 mg) volume total dan SD adalah 3,06±0,39 ml, dosis 100 mg/kgbb volume total dan SD adalah 3,86±0,34 ml, dosis 200 mg/kgbb volume total dan SD adalah 4,58±1,33 ml, pada dosis 400 mg/kgbb volume total dan SD adalah 5,06±0,81 ml dan furosemid volume total dan SD adalah 5,68±0,96 ml. Berdasarkan data volume urin total yang dihasilkan maka dapat dikatakan bahwa furosemid memberikan efek diuretika yaitu peningkatan jumlah volume urin yang dikeluarkan oleh tubuh dibandingkan terhadap volume urin total dari kelompok

Hewan

Uji Kontrol (CMC 5 mg)

(ml) EEDA Furosemid 3,6 mg/kg BB (ml) Dosis 100 mg (ml) Dosis 200 mg (ml) Dosis 400 mg (ml) Klpk 1

3.2 4.0 6.3 5.8 4.4

Klpk 2

2.6 4.0 3.2 4.2 4.8

Klpk 3

3.6 3.5 5.4 5.6 6.5

Klpk 4

2.8 4.3 2.8 4.4 6.2

Klpk 5

3.4 3.4 4.9 4.4 6.8

Klpk 6

2.8 4.0 4.9 6.0 5.4

Jumlah

18.4 23.2 27.5 30.4 34.1


(52)

kontrol (CMC 5 mg). Dari Tabel 3.1 selanjutnya dilakukan uji Anava, rancangan acak lengkap (RAL) dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan untuk uji Duncan dapat disajikan pada table 3.3.

Table 3.2 Hasil Perhitungan SPSS dari Volume Urin ANAVA

Untuk uji anava masing-masing perlakuan memberikan nilai signifikansinya adalah 0,00 sehingga dapat dinyatakan bahwa perbedaan antara perlakuan adalah bermakna, untuk ini maka perlu dilanjutkan dengan uji beda rata-rata dari masing-masing perlakuan dengan uji Duncan. Uji Duncan dapat di sajikan pada Tabel 3.3.

Volume Urin

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. Between

Groups 25.038 4 6.260 8.553 .000

Within Groups 18.297 25 .732


(53)

3.3 Hasil Perhitungan SPSS dari Volume Urin DUNCAN

Homogeneous Subset

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa EEDA dosis 400 mg/kgbb yang menunjukkan kesetaraannya dengan furosemid dengan signifikasinya 0.337 yang lebih besar dari 0.05 (p>0,05). Jadi EEDAH dosis 400 mg/kgbb dapat dikatakan memberikan efek diuretika.

Volume Urin

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Duncana Kontrol (CMC 5 mg) 6 3.0667

EEDAH 100 mg/kgbb 6 3.8667 3.8667

EEDAH 200 mg/kgbb 6 4.5833 4.5833

EEDAH 400 mg/kgbb 6 5.0667 5.0667

Furosemid 3,6

mg/kgbb 6 5.6833

Sig. .118 .159 .337 .223

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.


(54)

Untuk kelompok kontrol didapatkan nilai yang setara dengan perlakuan EEDAH dosis 100 mg/kgbb dan untuk EEDAH 200 mg/kgbb setara dengan EEDAH dosis 400 mg/kgbb, sedangkan nilai EEDAH 400 mg/kgbb setara dengan furosemid dosis 3,6 mg/kgbb. Maka dapat dikatakan dosis EEDAH 100 mg/kgbb, EEDAH 200 mg/kgbb menunjukkan nilai yang berbeda dengan suspensi furosemid sebagai pembanding positif efek diuretika. Dan pada dosis 400 mg/kgbb menunjukkan efeknya sebagai diuretika yang setara efeknya dengan furosemid sebagai diuretika. Selain volume urin total yang di uji dalam menentukan diuretika dalam urin dari uji EEDAH, dilakukan pula uji penentuan kadar natrium dalam urin dengan menggunakan alat AAS datanya dapat di lihat pada Tabel 3.4.

Untuk dapat memperjelas penjelasan di atas dapat dilihat lebih lanjut pada gambar 3.1. 0 1 2 3 4 5 6

Volume Total Urin Tikus

Kontrol D 100 mg/kgbb D 200 mg/kgbb D 400 mg/kgbb Furosemid Perlakuan Nilai Rata-rata Volume Urin Tikus

3.06 ± 0.39 3.86 ± 0.34 4.58 ± 1.33 5.06 ± 0.81 5.68 ± 0.96


(55)

Tabel 3.4 : Data kadar natrium urin total ± SD pada pemberian EEDAH dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, kontrol (CMC mg) dan furosemid 3,6 mg/kgbb dengan pengulangan n=6

Dari Tabel 3.4 didapat bahwa rata-rata jumlah kadar natrium urin total pada kontrol (CMC 5 mg) adalah 15,80±10,86 mcg, EEDAH dosis 100 mcg adalah 19.22±11.08 mcg, EEDAH dosis 200 mcg adalah 19,86±6,60 mcg EEDAH pada dosis 400 mg adalah 32,44±22,48 mcg dan furosemid adalah 42,49±22,84 mcg,. Berdasarkan data kadar natrium urin total yang dihasilkan maka dapat dikatakan bahwa furosemid memberikan efek diuretika yaitu peningkatan jumlah volume urin yang dikeluarkan oleh tubuh dibandingkan terhadap kadar natrium urin total dari kelompok kontrol (CMC 5 mg). Dari Tabel 3.4 selanjutnya dilakukan uji Anava, rancangan acak lengkap (RAL) dapat dilihat pada table 3.5 untuk uji Duncan dapat disajikan pada table 3.6.

Hewan Uji Kontrol (CMC5 mg) (mcg) EEDAH Furosemid 3.6mg/kgbb (mcg) Dosis 100 mg (mcg) Dosis 200 mg (mcg) Dosis 400 mg (mcg)

Klpk 1 23.93 11.16 23.82 50.98 12.67

Klpk 2 32.44 40.54 26.81 14.23 56.59

Klpk 3 16.78 14.92 19.76 68.32 27.83

Klpk 4 7.78 12.77 7.63 11.99 62.18

Klpk 5 10.47 14.03 19.24 21.23 68.61

Klpk 6 3.42 21.92 21.95 27.92 27.09

Jumlah 94.82 115.34 119.21 194.76 254.97


(56)

3.5 Hasil Perhitungan SPSS dari Kadar Natrium Urin

Untuk uji anava masing-masing perlakuan memberikan nilai signifikansinya adalah 0,44 sehingga dapat dinyatakan bahwa perbedaan antara perlakuan adalah bermakna, untuk ini maka perlu dilanjutkan dengan uji beda rata-rata dari masing-masing perlakuan dengan uji Duncan.

3.6 Hasil Perhitungan SPSS dari Kadar Natrium Urin DUNCAN

Homogeneous Subset

Kadar Natrium

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana Kontrol (CMC 5 mg) 6 15.8033

EEDAH 100 mg/kgbb 6 19.2233

EEDAH 200 mg/kgbb 6 19.8683

EEDAH 400 mg/kgbb 6 32.4450 32.4450

Furosemid 3.6 mg/kgbb 6 42.4950

Sig. .115 .293

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa EEDAH dosis 400 mg/kgbb yang menunjujkkan kesamaannya dengan furosemid dengan signifikasinya 0,293 yang

ANAVA

Kadar Natrium

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3006.661 4 751.665 2.865 .044

Within Groups 6559.159 25 262.366


(57)

lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Jadi EEDAH dosis 400 mg/kgbb dapat dikatakan memberikan efek diuretika. Selain volume urin total yang di uji dalam menentukan diuretika dalam urin dari uji EEDAH, dilakukan pula uji penentuan kadar kalium dalam urin dengan menggunakan alat AAS datanya dapat di lihat pada Tabel 3.7.

Untuk kelompok kontrol didapatkan nilai yang setara dengan perlakuan EEDAH dosis 100 mg/kgbb dan untuk EEDAH 200 mg/kgbb setara dengan EEDAH dosis 400 mg/kgbb, sedangkan nilai EEDAH 400 mg/kgbb setara dengan furosemid dosis 3,6 mg/kgbb. Maka dapat dikatakan dosis EEDAH 100 mg/kgbb, EEDAH 200 mg/kgbb menunjukkan nilai yang berbeda dengan suspensi furosemid sebagai pembanding positif efek diuretika. Dan pada dosis 400 mg/kgbb menunjukkan efeknya sebagai diuretika yang setara efeknya dengan furosemid sebagai diuretika. Untuk memperjelas penjelasan di atas dapat dilihat lebih lanjut pada gambar 3.2.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Rata-rata Kadar Natrium Urin

Kontrol D 100 mg/kgbb D 200 mg/kgbb D 400 mg/kgbb Furosemid Perlakuan

Nilai Rata-rata Kadar Natrium Urin Total

15.80 ± 10.86 19.22 ± 11.08 19.86 ± 6.60 32.44 ± 22.48 42.49 ± 22.84


(58)

Tabel 3.7 : Data kadar kalium urin total ± SD pada pemberian EEDA dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, kontrol (CMC 5 mg), dan furosemid 3,6 mg/kg bb dengan pengulangan n=6.

Dari tabel 3.7 didapat bahwa rata-rata jumlah kadar kalium urin total pada kontrol (CMC 5 mg) volume total dan SD adalah 61,45±36,66 ml, dosis 100 mg/kgbb volume total dan SD adalah 62,35±26,10 ml, dosis 200 mg/kgbb volume total SD adalah 77,71±30,32 ml, pada dosis 400 mg/kgbb volume total dan SD adalah 81,29±27,92 ml dan furosemid (3,6 mg/kgbb) volume total dan SD adalah 91,80±30,60 ml. Berdasarkan data di atas kadar kalium urin yang dihasilkan maka dapat dikatakan bahwa furosemid memberikan efek diuresis yaitu peningkatan jumlah kadar kalium yang dikeluarkan oleh tubuh dibandingkan terhadap kadar kalium urin total dari kelompok kontrol (CMC 5 mg). Dari tabel 3.7 selanjutnya dilakukan dengan uji Anava rancangan acak lengkap (RAL) dapat dilihat pada Tabel 3.8. Hewan Uji Kontrol (CMC 5 mg) (mcg) EEDAH Furosemid 3.6mg/kgbb (mcg) Dosis 100 mg (mcg) Dosis 200 mg (mcg) Dosis 400 mg (mcg)

Klpk 1 71.96 52.42 45.29 65.22 77.11

Klpk 2 21.86 24.14 33.36 54.36 74.78

Klpk 3 125.44 70.18 90.72 85.98 137.20

Klpk 4 59.64 52.46 93.06 54.79 83.01

Klpk 5 59.03 72.85 100.98 106.99 57.54

Klpk 6 30.80 102.10 102.90 120.43 121.20

Jumlah 368.73 374.15 466.31 487.77 550.84


(59)

3.8 Hasil Perhitungan SPSS dari Kadar Kalium Urin ANAVA

Kadar Kalium

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4036.394 4 1009.098 1.082 .386

Within Groups 23310.189 25 932.408

Total 27346.582 29

Untuk uji anava masing-masing perlakuan tidak memberikan perbedaan yang bermakna, signifikansinya 0,386 yang masih lebih besar dari 0,05 (p>0,05) untuk ini maka tidak perlu dilakukan uji Duncan. Untuk dapat memperjelas penjelasan di atas dapat dilihat lebih lanjut pada gambar 3.3.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Rata-rata Kadar Kalium Urin

Kontrol D 100 mg/kgbb D 200 mg/kgbb D 400 mg/kgbb Furosemid Perlakuan

Nilai Rata-rata Kadar Kalium Urin Total

61.45 ± 36.66 62.96 ± 26.10 77.71 ± 30.32 81.29 ± 27.92 91.8 ± 30.60

Gambar 3.3 Diagram balok jumlah kadar kalium pada urin.

Gambar 3.3 lebih mempertegas dari data pada Tabel 3.7 dan merupakan cerminan dari hasil uji ANAVA rancangan acak lengkap (RAL) dan uji beda rata-rata Duncan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa EEDAH dosis 100 mg/kgbb,


(60)

yang sama dengan furosemid 3,6 mg/kgbb dan kontrol negatif (CMC 5 mg) dengan nilai signifikasinya 0,386 lebih besar dari dari 0,05 (p>0,05). Jadi dapat dikatakan bahwa kadar kalium di atas menunjukkan tidak terjadi hipokalemia yaitu mempertahankan sifat kalium pada urin tikus putih jantan. Jadi sifat atau efek diuretika yang kuat sama dengan efek furosemid sebagai diuretika kuat menunjukkan juga efek diuretika yang dapat menghasilkan hipokalemia.


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun andong hijau menunjukkan bahwa daun tunggal dengan warna hijau. Letak daun tersebar pada batang, terutama berkumpul di ujung batang. Helaian dan panjang berbentuk lanset dengan panjang 20-60 cm dan lebar 5-13 cm. Ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, dan tangkai daunnya berbentuk talang. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun andong hijau menunjukkan adanya kristal kalsium oksalat bentuk rapida. Berdasarkan hasil pemeriksaan karakteristik dari simplisia daun andong hijau diperoleh kadar air 5.99%, kadar sari larut dalam air 28,32%, kadar sari larut dalam etanol 14,48% kadar abu total 6,81%, kadar abu tidak larut dalam HCL 1,46%. Hasil pemeriksaan organoleptis EEDAH menunjukkan bahwa ekstrak berwarna hijau kuning, berbau aromatis, dan rasa tawar.

Hasil pengujian efek diuretika pada volume urin total dari suspensi ekstrak etanol andong hijau (EEDAH) menunjukkan bahwa dosis 100 mg/kgbb, dosis 200 mg/kgbb, dan dosis 400 mg/kgbb, mempunyai efek meningkatkan volume urin tikus putih jantan. Suspensi furosemid dosis 3,6 mg/kgbb . Menunjukkan bahwa furosemid memberikan efek diuretika yaitu peningkatan jumlah volume urin yang dikeluarkan oleh tubuh dibandingkan terhadap volume urin total dari pada kontrol negatif (CMC 5 mg). Pada kadar natrium urin total dari suspensi ekstrak etanol andong hijau (EEDAH) dosis 100 mg/kgbb, dosis 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb, kontrol negatif (CMC 5 mg) dan furosemid dosis 3,6 mg/kgbb.


(62)

Menunjukkan bahwa furosemid dan dosis 400 mg/kgbb memberikan efek yang sama sebagai diuretika yaitu peningkatan jumlah volume urin yang dikeluarkan oleh tubuh. Pada kadar kalium urin total dari suspensi ekstrak etanol andong hijau (EEDAH) dosis 100 mg/kgbb, dosis 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb, kelompok kontrol (CMC 5 mg), dan furosemid dosis 3,6 mg/kgbb. Menunjukkan bahwa furosemid dan dosis 400 mg/kgbb memberikan efek yang setara sebagai diuretika yaitu peningkatan jumlah kadar kalium yang dikeluarkan oleh tubuh.

4.2 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme kerja dan senyawa utama dari ekstrak etanol daun andong hijau yang menyebabkan diuresis dan diduga memiliki diuretika yang lebih baik dari furosemid.

2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai uji klinik dan uji praklinik, sehingga tanaman ini dapat di rekomendasikan untuk dijadikan obat fitofarmaka.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., et al. (1994). Kimia Analisis kuantitatif Anorganik ( Vogel’s Text Book Of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis – Reviced ; Diterjemahkan oleh : P. Hadyana dan Setiono, L. ). Edisi ke-4, Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.hal. 393-401, 856-942.

Bolton S, (1990). Pharmaceutical Statistics practical and clinical application. 2-nd edition, New York: Marcel Dekker inc, hlm 263-270,282.

Dalimartha, S. (2006). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia . Jilid IV . Jakarta: Penerbit Puspa Swara . Hal 4 – 6.

Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 5-7.

Depkes (a). (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1086-1087.

Depkes (b). (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 182-186, 325.

Depkes. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid VI . Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 518, 539, 549.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 10-17.

Farnsworth, N. R. (1996). Biological and Phytochemical Screening of plant. Journal of Pharmaceutical Science. Volume 55 number 3. Chicago : Reheis Chemical Company. Hal 4-5, 13-15, 19-29.

Ganiswara, S. (1995). Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 380 – 386.

Guyton, AC. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal

Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan ke-2, Bandung : Penerbit ITB. Hal 147.

Hanafiah K.A, (2005). Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Ed revisi ke 10, Jakarta: rajagrafindo Persada, hlm 74-78.

Mutscler, E, (1991). Dinamika Obat: Buku ajar farmakologi dan toksikologi. Edisi V. Bandung: Penerbit ITB. Hal 565.


(64)

Permadi, A (2006). Tanaman Obat Pelancar Air Seni . Cetakan 1 . Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal 3.

SNI, (2004). Air dan Air Limbah: Cara Uji Kalsium (Ca) dengan metode titrimetri. Bagian 13: Badan Standardisasi Nasional. Hal: 4.

Tjay & Rahardja. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Cetakan Kedua. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Hal. 488,489, dan 450.

Voigt, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Cetakan pertama. Penerjemah: Soendani Noerono S. Yogyakarta: UGM Press. Hal 157-222.


(65)

Lampiran 1. Determinasi Tumbuhan Andong Hijau (Cordyline fruticosa. Goepp)


(66)

(67)

Lampiran 3. Simplisia dan Serbuk Daun Andong Hijau

Simplisia Daun Andong Hijau


(68)

Lampiran 4. Hewan Percobaan


(69)

Lampiran 5. Mikroskopis penampang sayatan melintang daun Andong Hijau (Cordyline fruticosa. Goepp) dengan perbesaran 10x40

Keterangan :

1. Epidermis Atas

2. Jaringan Bunga Karang/ Spons 3. Berkas Pembuluh

4. Epidermis Bawah 5. Stomata

6. Kristal Kalsium Oksalat Bentuk Rapida 7. Kolenkim

8. Seludang Berkas

9. Jaringan Tiang / palisade 10.Kutikula

10

1

9

2

3 8

6 5

4


(70)

Lampiran 6. Mikroskopis penampang sayatan membujur atas daun Andong Hijau (Cordyline fruticosa. Goepp) dengan perbesaran 10x40

Keterangan :

1. Stomata Tipe Parasitik 1


(71)

Lampiran 7. Mikroskopis penampang sayatan membujur bawah daun Andong Hijau (Cordyline fruticosa. Goepp) dengan perbesaran 10x40

Keterangan :

1. Sel Tetangga

2. Stomata Tipe Parasitik 3. Celah Stoma

4. Sel Penutup 3

2 1


(72)

Lampiran 8. Mikroskopis serbuk daun Andong Hijau (Cordyline

fruticosa.Goepp) dengan perbesaran 10x40

Keterangan :

1. Stomata Tipe Parasitik 2. Kristal oksalat bentuk rapida 1

2


(73)

Lampiran 9. Hasil Skrining Golongan Senyawa Kimia Daun Andong Hijau

No. Golongan

Senyawa

Pereaksi Hasil

1. Alkaloida Reaksi

Pengendapan a. Pereaksi Meyer b. Pereaksi Bouchardat c. Pereaksi Dragendorf - - -

2. Flavonoida - Serbuk Zn + HCl

(p)

- Serbuk Mg + HCl (p)\

+ +

3. Saponin Uji Busa +

4. Tanin Besi (III) Klorida

10%

+

5. Steroida /

Triterpen

Liebermann Burchard

+

6. Glikosida a. Asam asetat

anhidrat + H2SO4

(p)

b. Pereaksi Molish

- -

Keteranangan : + = Memberikan reaksi

- = Tidak Memberikan Reaksi (p) = Pekat


(74)

Lampiran 10. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Air Simplisia Daun Andong

Rumus Perhitungan Kadar air simplisia = Volume akhir – Volume awal

Kadar air simplisia

X 100 % Berat sampel

x 100% 1. Berat sampel 1 : 5,000 gram

Volume penjenuhan (V penj) : 1,9

Volume 1 (V1) : 2,2

% kadar air = x 100%

=

x 100% =6.0%

2. Berat sampel 1 : 5,007 gram Volume penjenuhan (V penj) : 2,2

Volume 1 (V1) : 2,5

% kadar air = x 100%

=

x 100% =5,99 %

3. Berat sampel 1 : 5,009 gram Volume penjenuhan (V penj) : 2,5

Volume 1 (V1) : 2,8

% kadar air = x 100%

=

x 100% =5,98 %

Kadar air rata – rata

=

=

5,99%

Kadar air sampel yang diperoleh adalah 5,99 % ( dengan demikian kadar air sampel memenuhi persyaratan kadar air simplisia yaitu < 10 % )


(1)

Lampiran 20 (sambungan) Perhitungan Kadar Kalium

Untuk konsentrasi : 2,474 mcg/ml

Pada konsentrasi : 2,474 mcg/ml

Dalam 5 ml = 2,474 mcg/ml x 5 ml

= 12,37 mcg/5ml

Dalam 100 ml =

x 12,37

mcg/5ml = 247,4 mcg/5 ml

Dalam 20 ml =

x 247,4 mcg/5 ml = 1237 mcg/20 ml

Dalam 55 ml =

x 1237 mcg/20 ml = 22,490 mcg/55 ml

Dalam 1 ml

=

x 22,490 mcg/55 ml = 22,490 mcg/ml

Dalam volume total = 3,2 ml x 22,490 mcg/ml = 71,96 mcg.


(2)

Lampiran 21. Tabel Hasil Penelitian

Kontrol (5 mg )

No BB Hewan

( g )

Dosis (mg) Volume Total Urin (ml) Kadar natrium (mcg) Kadar kalium (mcg)

1 170,3 5 3,2 23,93 71,96

2 192,7 5 2,6 32,44 21,86

3 170,8 5 3,6 16,78 125,44

4 175,5 5 2,8 7,78 59,64

5 157,6 5 3,4 10,47 59,03

6 161,3 5 2,8 3,42 30,8

Suspensi Furosemid (3,6 mg/kgbb)

1 150,6 0,542 4,4 12,67 77,08

2 155,5 0,559 4,8 56,59 74,78

3 176,2 0,643 6,5 27,83 135,15

4 160,3 0,577 6,2 62,18 83,01

5 152,5 0,549 6,8 68,61 57,54

6 163,2 0,587 5,4 27,09 121,20

E E

D dosis 100 A mg/kgbb H

1 163,1 16,31 4,0 11,16 52,43

2 158,6 15,86 4,0 40,54 24,14

3 163,7 16,37 3,5 14,92 70,17

4 177,4 17,74 4,3 12,77 52,46

5 169,4 16,94 3,4 14,03 72,85

6 171,8 17,18 4,0 21,92 102,11

E E

D dosis 200 A mg/kgbb H

E E

D dosis 400 A mg/kgbb H

1 167,7 33,54 6,3 23,82 45,29

2 164,2 32,84 3,2 26,81 33,34

3 154,7 30,94 5,4 19,76 90,72

4 164,5 32,9 2,8 7,63 93,04

5 173,3 34,6 4,9 19,24 100,98

6 162,9 32,58 4,9 21,95 102,9

1 158,8 63,52 5,8 50,98 16,29

2 157,1 15,71 4,2 14,23 54,34

3 150,3 60,12 5,6 68,32 85,96

4 154,5 61,8 4,4 11,99 54,79

5 155,7 62,28 4,4 21,23 106,99


(3)

Lampiran 22. Grafik Hasil Penelitian

Volume Total Urin Tikus

0 5 10 15 20 25 30 35

1 2 3 4 5 6 7

Perlakuan V ol u m e T ot

al Dosis 400 mg

Dosis 200 mg Dosis 100 mg Furosemid Kontrol

Grafik Volume Urin Total pada Pemberian EkstrakDaun Andong Hijau

dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb dan Furosemid 3,6 mg/kgbb.

Kadar Natrium Pada Urin Tikus

0 50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6

Perlakuan K ad ar N at r iu

m Dosis 400 mg

Dosis 200 mg Dosis 100 mg Furosemid Kontrol

Grafik Kadar Natrium urin total pada Pemberian Ekstrak Daun Andong

Hijau dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb dan Furosemid 3,6

mg/kgbb


(4)

Lampiran 22. (Lanjutan)

Kadar Kalium Pada Urin Tikus

0 100 200 300 400 500 600 700

1 2 3 4 5 6

Perlakuan

Kad

ar

Kal

iu

m Dosis 400 mg

Dosis 200 mg Dosis 100 mg Furosemid Kontrol

Grafik Kadar Kalium Urin Total pada Pemberian Ekstrak Daun Andong

Hijau dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb dan Furosemid 3,6

mg/kgbb.


(5)

Lampiran 25. Prosedur Kerja Perlakuan Terhadap Tikus

Dikondisikan selama 2 minggu

Dipuasakan selama ± 18 jam

Diberi ekstrak etanol daun andong hijau

(EEDAH) dengan dosis yang berbeda

Diukur volume urin

Dihitung kadar natrium dan kalium dengan

alat AAS

Tikus

Urin

Volume Urin

(ml)

Kadar Na dan K

(mcg)


(6)