METODE MENGAJAR NABI Telaah Metode Menga (1)

METODE MENGAJAR NABI:

Telaah Metode Mengajar Rasulullah SAW dan Implementasinya di Dunia

Pendidikan

Mohamad Samsudin 

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah pertama: untuk mengetahui bagaimana metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya kepada para sahabat; kedua, untuk mengetahui implementasi metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya di dunia pendidikan masa kini. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menggunakan penelitian yang bersifat library research dengan menggunakan bahan-bahan tertulis yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis, hermeneutik, dan ilmu pendidikan. Hal ini dilakukan mengingat penelitian ini berkenaan dengan metode mengajar dari seorang rasul yang hidup dalam kurun waktu dan keadaan tertentu. Oleh karena itu, penulis menganalisis metode mengajar Rasulullah SAW berdasarkan Hadits dan riwayat para sahabat, kemudian dilanjutkan dengan mengimplementasikan metode tersebut dengan pendidikan masa kini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rasulullah SAW adalah pendidik yang ideal. Dalam mendidik para sahabat, di samping menggunakan berbagai metode yang tepat, juga melakukan evaluasi, baik secara berkala maupun temporer. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam mendidik umat, karena disadari bahwa keberhasilan sebuah pembelajaran ditentukan oleh metode mengajar yang tepat dengan melalui evaluasi. Walaupun sistem pengukuran ( measurement ) yang dilakukan Rasulullah SAW tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia pendidikan modern, tetapi pengukuran kualitas para sahabat selalu dipantau dan diuji oleh beliau. Pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW merupakan pendidikan yang komprehensif. Walaupun dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai dibanding dengan pendidikan masa kini, beliau telah berhasil mencapai tujuan utama pendidikan serta mampu menciptakan generasi yang handal dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

PENDAHULUAN

Belajar mengajar adalah proses interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tersebut seorang guru tidak terlepas dari penggunaan metode mengajar. Sepandai apapun seorang guru dalam menguasai ilmu pengetahuan, tidak akan mencapai tujuan pembelajaran jika ia tidak cermat dalam menggunakan metode mengajar. Karena metode adalah jalan yang harus dilewati untuk mencapai tujuan. Tanpa metode mengajar, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap seorang siswa tidak akan berpindah dari guru kepada siswa. Ini artinya, metode adalah penghubung antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Banyak di antara guru merasa tidak berhasil dalam mengajar kemudian menyalahkan siswa karena kurangnya kecerdasan mereka dalam memahami pelajaran. Begitu pula sebaliknya banyak ketidakberhasilan siswa dalam belajar menyalahkan guru karena kurang kompetensi dalam menguasai materi ajar. Apabila ditelusuri dari aspek metode mengajar sebenarnya tidak dapat ditarik kesimpulan demikian. Tetapi bisa jadi terdapat kesalahan dalam menggunakan metode mengajar sehingga tujuan belajar dan mengajar tidak tercapai. Karena metode mengajar yang tidak tepat akan berakibat kurangnya motivasi belajar pada siswa sehingga

 Mohamad Samsudin, lahir di Kediri 18 Maret 1974. Lulus S1 dari STAI Darul Qalam Tangerang dan S2 dari Institut Ilmu Al- Qur‟an Jakarta. Sekarang sedang menempuh program doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini sebagai dosen tetap di STAI Nurul Iman Parung Bogor.

proses pembelajaran menjadi membosankan. 1 Di sinilah metode menempati posisi penting dalam pembelajaran.

Metode ( method) , secara harfiah berarti cara. Selain itu metode atau metodik berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua susunan kata, yaitu metha (melalui atau melewati), dan hodos berarti (jalan atau cara). Dengan demikian metode dapat berati cara atau jalan yang harus

dilalui untuk mencapai suatu tujuan. 2 Pakar pendidikan Elgar Bruce Wesley yang dikutip oleh Omar Muhammad at-Taumî as-Syaibânî memberikan arti metode sebagai rentetan kegiatan

terarah bagi pendidik yang menyebabkan timbulnya proses belajar pada anak didik, atau ia adalah proses yang pelaksanaannya sempurna menghasilkan proses belajar, atau ia adalah jalan yang

dengannya pelajaran jadi terkesan. 3 Dengan pengertian yang terakhir ini, metode berarti upaya untuk mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori atau

temuan. Sedangkan yang dimaksud dengan metode mengajar adalah cara yang digunakan dalam upaya mengajar. Kata “metode mengajar” di sini dapat diartikan secara luas menjadi metode pendidikan. Karena mengajar adalah salah satu bentuk mendidik.

Aminuddin Rasyad berpendapat bahwa faktor keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal (endogen) dan eksternal (eksogen). Faktor internal antara lain seperti minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa di waktu belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita, kebugaran jasmani, kepekaan alat indra, dan lain-lain. Adapun faktor eksternal seperti keadaan lingkungan belajar, cuaca, letak sekolah, interaksi sosial dengan teman sekolah, sarana prasarana, metode mengajar yang digunakan guru dalam menyajikan materi ajar,

dan lain-lain. 4 Menurut Muhaimin, faktor-faktor terpenting dalam meningkatkan mutu pendidikan di samping komponen-komponen lain adalah guru, kurikulum, metode, sarana-prasarana, dan

evaluasi. 5 Adapun menurut Veithzal Rivai beberapa faktor yang berperan dalam melaksanakan pendidikan yaitu: instruktur (guru), peserta (siswa), materi, metode, tujuan pendidikan, dan

lingkungan yang menunjang, efektivitas biaya, prinsip-prinsip pembelajaran, dan fasilitas yang sesuai. 6 Semua faktor tersebut merupakan komponen yang saling terkait satu sama lain dalam

menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pembelajaran faktor-faktor tersebut harus dapat diintegrasikan secara utuh demi mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam konteks Islam, salah satu misi sentral Nabi Muhammad SAWadalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang benar-benar utuh, tidak hanya secara jasmaniah tetapi juga secara batiniah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia itu dilaksanakan dalam keselarasan dengan tujuan misi profetis nabi, yakni untuk mendidik manusia, memimpin mereka ke jalan Allah SWT, dan mengajarkan kepada mereka untuk menegakkan masyarakat yang adil, sehat, harmonis, sejahtera secara material maupun spiritual. Nabi Muhammad SAWdiutus untuk mengembangkan kualitas kehidupan manusia, menyucikan moral mereka, dan membekali mereka

dengan bekal-bekal untuk menghadapi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. 7 Amanat

1 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar , (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. II, h. 86. 2

Ismail S.M., Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan , (Semarang: Rasail Media Group bekerja sama dengan LSIS [Lembaga Studi Islam dan Sosial], 2008),h. 7; Lihat pula Jasa Ungguh Muliawan, P en d i d ika n Isla m In t eg r a t if , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), h. 144-145.Lihat pula Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Deengan Pendekatan Baru, (Bandung :

Remaja Rosdakarya,2010),cet.XV. h. 198 3

Omar Muhammad at-Taumî as-Syaibânî, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung,(Jakarta: Bulan Bintang,1979), cet. I, h. 552

4 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran , (Jakarta: UHAMKA Press, 2006), Cet. V, h. 99.

5 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi , (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), cet. ke-1, h. 50

6 Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 12. 7 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta : PT. Logos

Wacana Ilmu, 1999) h. 5.

kenabian ini secara terus-menerus diemban oleh para sahabat Nabi sampai generasi berikutnya sebagai waratsatul anbiyâ‟ (pewaris para nabi).

Dalam menyampaikan risalahnya, Rasulullah SAW begitu piawai dan cermat. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberhasilannya dalam mengubah bangsa Arab bahkan umat manusia di dunia meninggalkan tradisi jahiliyah menuju umat yang beradab dan berkebudayaan. Kesuksesan Rasulullah SAW yang gemilang tersebut tidak terlepas dari peran metode yang digunakannya dalam mendidik umat manusia. Terbukti dengan Rasulullah SAW dalam menyampaikan penjelasan risalahnya disesuaikan dengan taraf berfikir umatnya. Sebagaimana hadis di bawah:

ع , ه بأ ْ ع , كلام ْب ْح ا ثدح , ْكب ا ثدح , ْح ْب د حم ا ثدح , د حم ْب دْ بع ا ثدح ،ة ثْ خ ا بْخأ ا لا ك ْ أ ا ْ مأ كل ك ءا بْ ْْا شاعم ا إ « : اا س هْ ع ب لا ع , ب س ْلا ْب د عس ْ ع , ْه لا ْ هلوقع ْدقب “Telah mengabarkan pada kami Khaitsamah ia berkata : telah menceritakan pada kami

„Ubaid Bin Muhammad, ia berkata memberitakan pada kami Muhammad Bin Yahya, telah menceritakan pada kami Bakr, ia berkata memberitakan pada kami Yahya Bin Malik, dari ayahnya, dari Az- Zuhri,dari Sa‟d Bin al-Musyyab dari Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Kami adalah golongan para nabi, seperti itulah aku diut us berbicara 8 dengan manusia sesuai dengan kadar akal mereka .”

Oleh karena itu, dalam menjelaskan sebuah masalah Rasulullah SAW pun tidak menyamaratakan antara sahabat satu dengan sahabat lainnya, terutama kepada kaum Arab Badui yang notabene pola berfikirnya masih primitif. Bahkan Rasulullah SAW berpesan dalam menerangkan sebuah ilmu haruslah melihat kepada siapa dan bagaimana ilmu tersebut diberikan.

Sebagai pendidik yang ideal, Rasulullah SAW mendidik para sahabat, di samping menggunakan berbagai metode yang tepat, juga melakukan evaluasi, baik secara berkala maupun temporer. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam mendidik umat, karena disadari bahwa keberhasilan sebuah pembelajaran akan dapat dilihat hanya dengan melalui evaluasi. Walaupun sistem pengukuran ( measurement ) yang dilakukan Rasulullah SAW tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia pendidikan modern, tetapi pengukuran kualitas para sahabat selalu dipantau dan diuji oleh beliau. Dengan demikian pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW merupakan pendidikan yang komprehensif. Walaupun dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai dibanding dengan pendidikan masa kini, beliau telah berhasil mencapai tujuan utama pendidikan serta mampu menciptakan generasi yang handal dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Dalam konteks kekinian pendidikan adalah sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Kedua pemetaan tersebut tidak terlepas dari permasalahan apabila dilihat dari realitas pendidikan itu sendiri. Begitu pula pendidikan nasional yang masih banyak memerlukan pembenahan, baik pada aspek internal maupun eksternal. Berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah menjadikan pendidikan sebagai jasa komoditas yang dapat diakses oleh masyarakat (pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja. Di sisi lain, kehidupan sosial yang berlandaskan sekularisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura-hura), permisivisme (serba boleh) dan materialistik ( money oriented ) sehingga mengakibatkan motif penyelenggara dan pengenyam pendidikan saat ini lebih bertujuan untuk mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka (yang tidak dikaitkan dengan tujuan membentuk akhlak mulia). Selain daripada itu, kehidupan politik yang oportunistik telah membentuk karakter politikus Machiavelis (melakukan segala cara demi mendapatkan keuntungan) di kalangan eksekutif dan legislatif termasuk dalam merumuskan kebijakan pendidikan di Indonesia.

8 Mizanul „Amal, bab Bayanu wadhoiifil Muta‟allim wal Mu‟allim fil „Ulum, Juz 1, h.53

Dalam kaitannya pendidikan sebagai suatu sistem, permasalahannya pun terus berkembang, seperti: 1). Keterbatasan eksesibilitas dan daya tampung; 2). Kerusakan sarana/prasarana ruang kelas; 3). Kekurangan jumlah tenaga guru; 4). Kinerja dan kesejahteraan guru belum optimal; 5). Proses pembelajaran yang konvensional; 6). Jumlah dan mutu buku yang belum memadai; 7). Otonomi pendidikan; 8). Keterbatasan anggaran; 9). Mutu SDM pengelola pendidikan; 10). Life skill yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan; 11). Pendidikan yang belum berbasis masyarakat dan lingkungan; dan 12). Kurangnya menjalin kemitraan dengan dunia industri. Permasalahan tersebut perlu mendapatkan solusi yang cepat apabila tidak ingin negara ini berkubang dalam keterpurukan mutu pendidikan. Ditambah lagi dengan pesatnya arus teknologi informasi, khususnya internet, yang ternyata mampu menggeser paradigma pendidikan. Selain itu, hal lain yang mempercepat pergeseran paradigma pendidikan adalah kompetisi bebas,

free trade 9 dan hilangnya monopoli. Beberapa konsekuensi logis percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang

sistem pendidikan konvensional yang selama ini berjalan antara lain adalah sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada lembaga pendidikan formal yang konvensional. Akan tetapi, sumber ilmu pengetahuan akan tersebar dimana-mana dan setiap orang dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan. Paradigma ini dikenal sebagai distributed intelligence

( 10 distributed knowledge ). Fungsi guru/dosen/lembaga pendidikan akhirnya beralih dari sebuah sumber pengetahuan menjadi mediator dari ilmu pengetahuan tersebut. Ilmu pengetahuan akan

terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran yang sifatnya konsensus bersama. Pemahaman akan sebuah konsep akan dilakukan secara bersama pula. Guru tidak lagi dapat memaksakan pandangan dan kehendaknya karena mungkin para murid memiliki pengetahuan yang lebih dari informasi yang mereka peroleh selama ini. Di sinilah peserta didik kehilangan figur panutan dan pembimbing dalam membentuk akhlak mulia.

Walaupun perbaikan di dunia pendidikan semakin nyata, baik dalam aspek manajemen, kurikulum, metode pembelajaran maupun sarana dan prasarananya tetapi output yang dihasilkan masih jauh dari yang diharapkan, terutama aspek moralitas. Gejala-gejala tersebut dapat ditemukan tatkala melihat perilaku kehidupan anak-anak usia remaja yang notabene kondisi mentalnya masih labil sehingga amat mudah menerima pengaruh dan mengikuti perubahan tanpa mengadakan penyaringan terlebih dahulu. Pada akhirnya mereka sering mengikuti pola-pola kehidupan yang dibawa oleh arus informasi dan teknologi secara membabi buta tanpa memperhitungkan dampak yang diakibatkannya. Dampak kemajuan ilmu pengetahuan sedikit demi sedikit mengarahkan mereka kepada sikap mengagungkan kecemerlangan rasio yang pada akhirnya merobek nilai idealisme-humanisme. Sikap materialistis yang mengarah kepada konsep hedonisme secara bertahap akan menghapus aspek-aspek etika religius dan mengikis dinding moralitas dan humanisme. Akibat dari semua itu akan muncul ragam demoralitas seperti: tawuran antar pelajar, seks bebas, kriminalisasi di berbagai lingkungan, kebohongan, korupsi, dan lain sebagainya. Dan yang lebih menyedihkan adalah apabila hal tersebut malah dijumpai di dunia pendidikan. Jika demikian kondisinya, pendidikan kita selama ini gagal menampilkan fungsi- fungsi sosialnya saat dituntut membantu menyelesaikan berbagai persoalan moralitas bangsa ini.

Dalam penelitian ini membahas mengenai metode mengajar yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya. Hal ini perlu dikaji dan diketahui kembali mengingat pentingnya metode mengajar dalam proses belajar mengajar. Di samping itu, keyakinan yang tak terbantahkan bahwa Rasulullah SAW adalah sosok pendidik yang ideal baik sebagai seorang rasul maupun pemimpin pemerintahan. Beliau adalah panutan umat manusia ( uswah al-hasanah ) dalam berbagai aspek kehidupan. Di sisi lain mengingat pendidikan tidak diartikan mengubah potensi dasar manusia tetapi mengkondisikan agar pemberdayaan potensi

9 Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 30-34. 10 Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 48.

dasar manusia dan masyarakat itu menjadi lebih mengalami peningkatan kualitas dan adaptif terhadap perkembangan lingkungan. Potensi yang perlu dikembangkan adalah potensi metodologik yang lebih bermakna dalam mempengaruhi kehidupan manusia. Hal inilah yang menjadikan penulis tertarik untuk mengkaji metode mengajar Rasulullah SAW dalam mendidik umat manusia, sekaligus menelusuri implementasinya dalam pendidikan masa kini

Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan dan mencermati latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan- pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya kepada para sahabat?

b. Bagaimana implementasi metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya di dunia pendidikan masa kini

Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan utama penelitian ini, sebagaimana yang dikemukakan dalam rumusan masalah sebelumnya adalah:

a. untuk mengetahui bagaimana metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya kepada para sahabat

b. untuk mengetahui implementasi metode Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalahnya di dunia pendidikan masa kini

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik. Teknik pengambilan data penulis memfokuskan pada penelitian kepustakaan ( library risearch) dengan sumber data dari bahan-bahan tertulis baik berupa kitab-kitab Hadis maupun buku-buku yang telah dipublikasikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis, hermeneutik, dan ilmu pendidikan. Hal ini dilakukan mengingat penelitian ini berkenaan dengan metode mengajar dari seorang rasul yang hidup dalam kurun waktu dan keadaan tertentu. Oleh karena itu, penulis menganalisis metode mengajar Rasulullah SAW berdasarkan Hadis dan riwayat para sahabat, kemudian dilanjutkan dengan mengimplementasikan metode tersebut dengan pendidikan masa kini. Melalui analisis filosofis akan dihasilkan inti gagasan, sedangkan melalui analisis hermeneutik dan ilmu pendidikan akan dihasilkan interpretasi-interpretasi yang ditimbulkan dari munculnya gagasan tersebut, serta kemungkinan menghubungkannya dengan situasi lain di masa sekarang, khususnya yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Langkah-langkah dalam analisis filosofis dilakukan dengan cara mencari hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lainnya, menentukan titik persamaan dan perbedaannya, menganalisis dan menarik kesimpulan. Sedangkan dalam analisis hermeneutik langkah-langkahnya adalah menentukan masalah yang dibahas, mencari interpretasi-interpretasi yang berhubungan dengan masalah secara tematik. Sementara dalam analisis ilmu pendidikan langkah-langkahnya adalah menentukan metode mengajar Rasulullah SAW dan interpretasinya dan mencari hubungan antara satu metode mengajar dengan metode mengajar lainnya, termasuk metode mengajar di dunia pendidikan masa kini.

KAJIAN TEORI

A. Hakekat Belajar Mengajar Dalam Islam

Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang diciptakan dengan sengaja oleh seorang guru guna membelajarkan anak didik. Kondisi inilah yang memunculkan interaksi alamiah antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwi tunggal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kegiatan belajar Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang diciptakan dengan sengaja oleh seorang guru guna membelajarkan anak didik. Kondisi inilah yang memunculkan interaksi alamiah antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwi tunggal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kegiatan belajar

Padahal perubahan secara fisik dan psikis adalah hakekat dari sebuah pembelajaran. 11 Aminuddin Rasyad mengutip beberapa pendapat pakar psikologi tentang definisi belajar

antara lain pendapat E.R. Hilgard dan D.G. Marquis yang menyatakan bahwa belajar adalah proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran dan sebagainya, sehingga terjadi perubahan dalam dirinya. Sedangakan pendapat James L. Mursell mengatakan bahwa belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri sendiri, dan memperoleh sendiri. Ini artinya belajar menurut Mursell adalah bertumpu

pada pengalaman. 12 Sementara dalam pandangan Islam proses mencari dan menyebarkan ilmu mendapat perhatian khusus dan derajat tinggi dalam kedudukannya.Hampir seluruh ayat Al-

Qur'an memberikan kandungan pendidikan, baik pendidikan yang berhubungan dengan aqîdah , syarî‟ah maupun mu‟âmalah. Di sisi lain, Allah SWT sangat memuji dan meletakkan ilmu serta

ahlinya di atas yang lain. Betapa tingginya derajat ahli ilmu sehingga Allah SWT merangkaikan persaksian-Nya bersama para malaikat 13 . Dalam surat Al-Mujâdilah ayat 11, Allah SWT berjanji

akan mengangkat derajat orang yang beriman dan ahli ilmu melebihi yang lainnya dengan beberapa derajat. Dalam ayat lain Allah SWT menerangkan bahwa barangsiapa yang diberi ilmu ( 14 hikmah ), maka ia telah diberikan kebaikan yang banyak. Dengan ilmu itulah manusia dibedakan

kualitasnya di sisi Tuhan dengan makhluk lain bahkan dengan malaikat sekalipun. Terbukti dengan Nabi Adam AS berhak dihormati oleh semua malaikat di langit karena ilmu yang telah

Allah SWT ajarkan kepadanya. 15 Bahkan menurut Allah SWT orang yang paling takut kepada- Nya adalah ulama (ahli ilmu), 16 karena dengan ilmu yang dimilikinya maka akan menambah

keimanan. Dengan keimanan yang mantap maka akan bertambah ketakwaan seseorang. Dengan demikian Islam memandang hakekat belajar mengajar tidak hanya perubahan fisik dan psikis semata, melainkan adanya perubahan aspek batiniah berupa keimanan dan ketakwaan yang terwujud nyata berupa tingkah laku yang baik (akhlak mulia). Hal ini menjadi penting karena hakekat penciptaan manusia tidak hanya sebagai „ abdullah (hamba Allah) saja melainkan juga sebagai khalifah fil ardh (pemimpin di muka bumi). Dengan menduduki kedua fungsi tersebut manusia menggapai derajat insan al kamil . Konsep insan kamil (manusia seutuhnya) dalam pandangan Islam dapat diformulasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan bertakwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sekitarnya secara baik, positif, dan konstruktif.

B. Kedudukan Metode Dalam Belajar Mengajar

Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi unsur-unsur manusiawi yaitu sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru harus berusaha mengatur lingkungan belajar yang nyaman dan tidak membosankan bagi anak didik. Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar.Kerangka berpikir itu, melahirkan pemahaman tentang kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan.Metode sebagai alat motivasi

11 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar , (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. II, h. 44.

12 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran , (Jakarta: UHAMKA Press, 2006), Cet. V, h. 28.

14 Lihat Q.S. Āli „Imrân [3]: 18 Lihat Q.S. Al-Baqarah [2]: 269. 15 Lihat Q.S. Al-Baqarah [2]: 31. 16 Lihat Q.S. Fâthir [35]: 28.

ekstrinsik merupakan salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar.

Penggunaan metode terkadang harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Guru harus menyesuaikan dengan kondisi, suasana kelas, jumlah siswa, dan guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu guru lebih mudah menentukan metode yang bagaimana yang dipilih guna menjunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Menurut Sardiman, motif ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi membangkitkan belajar seseorang, karena adanya perangsang dari luar. Dengan demikian penggunaan metode yang tepat dan bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat

motivasi ekstinsik dalam kegiatn belajar mengajar di sekolah. 17 Dalam kegiatan belajar mengajar, tidak semua anak didik mempu berkonsentrasi dalam

waktu yang relatif lama.Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam- macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Perbedaan daya serap tersebut mengharuskan guru untuk menentukan strategi pengajaran yang tepat. Guru harus juga memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien. Pemilihan metode yang tepat merupakan solusi terbaik karena metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan memberi arah ke mana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Jika guru tidak memiliki tujuan yang jelas maka proses belajar mengajar yang dilakukan hanya akan sia-sia saja dan tujuan dari kegiatan tersebut tidak akan tercapai. Metode adalah pelicin jalan pengajaran untuk menuju tujuan yang hendak dicapai.Ketika tujuan dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuannya. Oleh karena itu, antara metode dengan tujuan haruslah sejalan karena kegiatan belajar mengajar tidak akan ada artinya tanpa mengindahkan tujuan.

C. Prinsip-Prinsip Metode Mengajar

Metode mengajar dan proses belajar merupakan tujuan terakhir proses pembelajaran. Metode dengan proses belajar mengajar memiliki hubungan yang sangat erat dan dapat diukur hasilnya. Untuk memperoleh proses belajar yang baik dan hasil suatu metode mengajar, ada beberapa prinsip metode pembelajaran menurut Asy-Syaibani. Adapun prinsip-prinsip metode

pembelajaran tersebut adalah: 18

1. Menjaga motivasi pelajar dan kebutuhan, minat, dan keinginannya pada proses belajar, sebab menggerakkan motivasi yang terpendam ini dan menjaganya dalam pengalaman-pengalaman yang diajukan kepada pelajar dan juga berbagai aktivitas yang diminta pelajar melakukannya, dan juga metode dan peran guru dalam memelihara motivasi anak didik akan menjadikan pelajar ingin belajar lebih aktif.

2. Menjaga tujuan pelajar dan membantu anak didik untuk mengembangkan tujuan tersebut, karena seorang pelajar yang memiliki tujuan yang jelas dalam proses belajar mengajar akan menyukai dan mengusahakan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan tersebut. Peran guru sangat dibutuhkan untuk membantu anak didiknya yaitu menentukan tujuannya dalam belajar dan menjaga tujuan dalam proses pengajaran, serta membimbing anak didik supaya ia lebih suka kepada pelajaran.

3. Memelihara tahap kematangan yang dicapai oleh pelajar dan ketertarikan pelajar untuk belajar. Tahap kematangan jasmani, akal, dan emosi pelajar mulai dari yang telah mereka ketahui hingga yang belum diketahui, dari yang konkrit kepada yang abstrak, dari yang

17 AM Sardiman, Motivasi dan Interaksi Belajar Mengajar , (Jakarta: Rajawali Press, 1992), h. 90 18 Omar Muhammad al-Toumy Asy-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam ,Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1970), Cet. ke-1, h. 498-512.

sederhana kepada yang kompleks, dari yang umum kepada yang khas, dan dari yang mudah kepada yang susah.

4. Menjaga perbedaan-perbedaan perseorangan di antara pelajar-pelajar baik dalam segala bentuk pertumbuhan dan segi-segi kehidupan mereka lebih-lebih saat proses pengajaran belangsung. Oleh sebab itu, keberadaan guru sangat diharapkan pada situasi seperti ini, karena pelajar tetap pada tujuan pembelajaran yang diharapkan.

5. Mempersiapkan peluang partisipasi yang praktikal. Guru seharusnya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengkaitkan antara kajian teoritikal dan pelaksanaan pratikal supaya kedua segi tersebut saling melengkapi. Guru juga harus membimbing murid-muridnya untuk mengulangi apa yang telah dipelajari dan apa yang telah diperolehnya berupa pengetahuan, keterampilan-keterampilan, dan sikap secara berulang-ulang sehingga anak didik bukan hanya mampu dalam memahami pembelajaran tetapi bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

6. Memperhatikan pemahaman, hubungan, kepaduan dan kelanjutan pengalaman, pembaharuan, keaslian, dan kebebasan berpikir. Guru harus menekankan pentingnya pengetahuan tentang hubungan dan pertalian antara unsur-unsur pengalaman pengajaran yang satu dengan yang lainnya sebagai jalan untuk menuju tujuan pendidikan yang diinginkan.

7. Membuat proses pendidikan itu sebagai suatu proses yang mengembirakan dan menciptakan kesan yang baik pada diri pelajar. Guru seharusnya menciptakan situasi yang membuat anak didik merasa gembira, nyaman, dan tidak merasa terbebani dalam proses belajarnya sehingga hasil akhir yang diharapkan dari proses belajar mengajar akan tercapai dengan maksimal.

TEMUAN PENELITIAN

Dalam menyampaikan risalahnya, Rasulullah SAW selalu menggunakan metode sebagaimana seorang guru mengajarkan pelajaran kepada anak didiknya.Beliau menyapaikan risalah tidak “main pukul rata” mengingat pola pikir umatnya tidak sama. Hanya sistem dan metode yang berbeda-beda sesuai taraf hidup dan budaya masyarakat masing-masing yang dapat menyampaikan tujuan dari pemahaman risalah. Di kalangan manusia yang budaya modern, sistem dan metode pendidikan yang digunakan setara dengan kebutuhan atau tuntutan aspirasinya. Sistem dan metode tersebut diorentasikan kepada efektifitas dan efesiensi. Pada masyarakat primitif mempergunakan sistem dan cara yang sederhana sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka akan lebih mengena daripada penggunaan metode yang berbelit. Untuk itu penulis akan memaparkan terlebih dahulu sebagaian besar metode-metodeyang digunakan Rasulullah SAW. Adapun metode-metode yang digunakan Beliau adalah sebagai berikut:

Pertama ; metode ceramah. Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW setelah turun wahyu yang memerintahkan dakwah secara terang-terangan. Metode ini digunakan beliau terutama saat khutbah jumat untuk menerangkan berbagai permasalahan agama

maupun sosial. 19

19 Abuddin Nata menyamakan metode ceramah dengan khutbah , menurutnya, metode ceramah termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam penyampaian atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah ditentukan.

Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam , (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Cet. ke-1, h. 158. Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW berceramah saat menyampaikan wahyu kepada khalayak ramai, seperti riwayat di bawah ini:

َِ َْ َََْ ِْ ىَ وُم َْ ٍْ َ ُ ِْ ِ ِ َ ْا ِدْ َ َْ ٌ َِ اَنَ ثدَح َااَ ٍ ْ َح ُْ ُْ ََُ ٍد ِ َ ُْ ََُْ ُ اَنَ ثدَح وُ َ َ ْ اَف اً ْ َ ُ - م ه ىص - ِ ا ُاوُ َ اَ َد َ َ ِ َ ْ َا ََََِ ََِْْ ُ َُا َِِ ْ َاِ ْ ُ ا َا َااَ ََْ َُ اَ ِ انا َ ِم ْمُ َ ُ ْ َ َُِْ ٍَْ ِْ َ ُم َِ اَ ِ انا َ ِم ْمُ َ ُ ْ َ َُِْ ٍ َ ُا ِْ َِْ َِ اَ « َااَ َ ف ََ مَ َ ف َ ِم ْمُ َ ُ ْ َ َُِْ ٍمِااَ َِ اَ ِ انا َ ِم ْمُ َ ُ ْ َ َُِْ ٍااَنَم ِدْ َ َِ اَ ِ انا َ ِم ْمُ َ ُ ْ َ َُِْ ٍ َْ ِدْ َ َِ

Kedua ; metode diskusi.Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW bersama para sahabat terutama untuk mencari kata mufakat.Seperti dalam kasus penanganan tawanan perang Badar, beliau bermusyawarah dengan para sahabat.Umar ibn al-Khattab mengusulkan agar tawanan tersebut dibunuh saja, tetapi Abu Bakar as-Shiddîq berpendapat agar tawanan tersebut diberi kesempatan untuk menebus dirinya untuk menjadi sumber

kekuatan Islam.Kemudian Rasulullah SAW menerima pendapat Abu Bakar as- Shiddîq. 20

Ketiga ; metode eksperimen.Rasulullah SAW tidak melarang metode ini.Hal ini dapat dilihat dari penjelasan beliau ketika menyampaikan bahwa pohon kurma tidak perlu dikawinkan untuk membuahkannya dan ternyata bahwa informasi beliau tidak terbukti

di kalangan banyak sahabat. 21

“Dari Abî Hurairah, ia berkata, “Tatkala diturunkan ayat ini: “Dan pering atkanlah para kerabatmu yang terdekat (Q.S. Al- Syu‟ara: 214), maka Rasulullah Shallallâhu „Alaihi Wasallam memanggil orang -orang Quraisy. Setelah mereka berkumpul, Rasulullah SAW berbicara secara umum dan khusus.Dia bersabda, “Wahai Bani Ka‟ab Ibn Luaiy, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Murrah Ibn Ka‟ab, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani „Abdi Syams, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Hâsyim, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani „Abdul Muthalib, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari neraka! Karena aku tidak kuasa menolak sedikit pun siksaan Allah Subhânahu Wa Ta‟âlâ terhadap kalian. Aku hanya punya hubungan kekeluargaan dengan kalian yang akan aku sambung dengan sungguh- sungguh.”. Lihat AbûHusain Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî an- Naisâbûrî, Fath al- Mun‟im Syar

h Shahih Muslim , (Kairo: Dâr asy-Syurûq, 2002), Cet. ke-1, Juz II, Bâb Mâ Jâ‟a Fi Qaulihi Ta‟âlâ Wa Andzir „Asyîrataka al-Aqrabîn, h. 40. 20

Lihat Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits Tarbawi: Membangun Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah 21 , (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cet. ke-2, , h. 61. Metode eksperimen digunakan Rasulullah SAW terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kealaman. Adapun hal-hal yang berhubungan dengan agama maka tidak boleh menggunakan metode ini karena ajaran agama adalah ajaran yang bersifat pasti, tidak bersifat coba-coba.

َ َ َوَ وُ َ اَنَ ثدَح َااَ - َََْ ُ ُي ِدَح َََ ِْ ا ِ اَ َ اَ َ َ - ِ َدْ َْا ٍ ِماَ وُ َ َ ىِ َ لا ٍد ِ َ ُْ ََُْ ُ اَنَ ثدَح ِ ْ نا ِو ُ ُ ىَ َ ٍ ْوَ ِ - م ه ىص - ِ ا ِاوُ َ َ َم ُ ْ َ َم َااَ ِ َِ َْ َََْ ِْ ىَ وُم َْ ٍااَِ َْ ه ىص - ِ ا ُاوُ َ َااَ َ ف . ََُْ َف ىَلْ ُا ِ ََ ا َ وُ َ َْ ُ َ وُ ى َ ُ وُااَ َ ف . » ِ َاُ َ ُ َنْ َ اَم « َااَ َ ف َ ِاَ ِ - م ه ىص - ِ ا ُاوُ َ َِِْ ُأَف َ ِاَ ِ ُِِْ ُأَف َااَ . » اًئْ َا ُ وُ َ َ َ ف َ ِاَ ُِْ َُ اَم « - م اًئْ َا ِ ا َِ ْمُ ُ ْ ثدَح َِ ْ ِ َاَ ى لااِ ِ ُِ َُ َاَف انَ ُ ْنَ نَ اََِ ى ِ َف ُ وُ َ نْ َ ْ َ ف َ ِاَ ْمُهُ َ ْ نَ َ اَ ِْ « َااَ َ ف َ م م ُ . ََ َ ِ ا ىَ َ ََِْ ْ َا ى ِ َف ِِ ُ ُ َف

“Menceritakan kepada kami Qutaibah Ibn Sa‟îd al-Tsaqafî dan Abû Kâmil al-Jahdari - dan pada satu lafaz, Qutaibah berkata, “Menceritakan kepada kami Abû „Awânah, dari Simâk, dari Mûsâ ibn Thalhah, dari ayahnya , katanya, “Aku berjalan bersama-sama Rasulullah SAW, maka di tengah jalan kami bertemu dengan sekelompok orang yang sedang di atas pohon kurma. Beliau bertanya, Apa yang sedang kalian perbuat? ”Jawab mereka, “Kami sedang mencangkok pohon kurma.” Kata RasulullahSAW , “Menurut dugaanku, pekerjaan itu tidak ada gunanya.” Lalu mereka hentikan pekerjaan mereka.Tetapi kemudian dikabarkan orang kepada Beliau bahwa pekerjaan mereka itu berhasil baik.Maka bersabda Rasulullah SAW , “Jika pekerjaan itu ternyata bermanfaat bagi mereka, teruskanlah!Aku hanya menduga -duga.Maka janganlah diambil peduli dugaan-dugaan itu. Tetapi jika aku berbicara mengenai agama Allah, maka pegang teguhlah itu, karena aku sekali- kali tidak akan berdusta terhadap Allah.”. Lihat AbûHusain Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî an-Naisâbûrî, Fath al- Mun‟im Syarh Shahih Muslim, (Kairo: Dâr asy-Syurûq, 2002), Cet. ke-1, Juz IX, Bâb Wujûb Imtitsâl Mâ Qâlahu Syar‟an, h. 229.

Keempat 22 ; metode tanya jawab. Metode ini digunakan juga oleh Rasulullah Shallallâhu „Alaihi Wasall am , misalnya tanya jawab beliau dengan Malaikat Jibril „Alaihi

as-Salâm 23 saat mengajari tentang iman, Islam, dan ihsân . Kelima ; metode demonstrasi. Metode demonstrasi banyak diterapkan oleh

Rasulullah SAW terutama dalam menjelaskan masalah ibadah seperti, salat, cara berwudhu, manasik haji dan lain-lain. 24

Keenam ; metode keteladanan ( al-uswah al-hasanah ).Keteladanan Rasulullah SAW sering ditunjukkan beliau dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam hal akhlak. 25

22 Metode tanya jawab adalah suatu metode interaktif yang digunakan seorang guru dengan peserta didik dalam upaya merangsang perhatiannya terhadap materi yang diajarkan. Menurut Zakiah Daradjat,

metode ini merupakan salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Karena metode ini dapat memberi umpan balik terhadap peserta didik dalam merespon materi ajar sehingga masing-masing dari mereka dapat bertanya maupun menjawab tentang permasalahan yang sedang dibahas. Di sisi lain, metode ini dapat pula digunakan sebagai evaluasi pemahaman peserta didik. Lihat Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), Cet ke-2, h. 307-308.

23 Rasulullah SAW pernah menanyakan kepada para sahabat tentang fungsi shalat dalam menghapus dosa dan kesalahan, sebagaimana hadits di bawah ini:

ِدْ َ ِْ ََََ َِ َْ َم ِ َ ْ ِ ِْ ِد َُ َْ َد ِ َ َْ ِدْ َ َ دا َ ٍ ِ اَح َِ ُْ ِ َثدَح َااَ َ َ َِْ ُْ ُم ِ َ ْ ِ اَنَ ثدَح ، ْمُ ِدَحَ ِ اَ ِ ً َهَ َ ْوَا ْمُ ْ َ َ َ « ُاوُ َ - م ه ىص - ِ ا َاوُ َ َ َِ ُ َ ََْ َُ َِ َْ ِ َِْ ا َ ِاَ َف « َااَ . اًئْ َا ِ ِ َ َد ْ ِم ىِ ْ ُ َا . » ِ ِ َ َد ْ ِم ىِ ْ ُ َ ِاَ ُ ْلِم وُااَ ُاوُ َ اَم ، اً ََْ ٍ ْوَ ُ ِ ِف ََُِْ َ يا ا ُ . اَ اَ َْا اَِِ ُ ا وُ ََْ ، ِ ْ َْا ِ َوَ ا

“ Dari Abî Hurairah, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda,“Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat k alian?Apakah akan masih tersisa kotorannya? Mereka menjawab, “Tidak akan tersisa kotorannya sedikit pun. “Dia bersabda, “Begitulah perumpamaan sholat lima waktu, dengannya Allah SWT menghapus dosa- dosa.“(H.R. al-Bukhârî). Lihat Abû„Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm ibn al- Mughîrah ibn Bardzabah al-Bukhârî al- Ju‟fî, Shahih al-Bukhârî , ditahqiq oleh Syaikh Qâsimasy- Syammâ‟i ar- Rifâ‟î, Jld I (Beirut: Dâr al-Qalam, 1987), Cet. ke-1, Bâb ash-Shalawât al-Khams Kaffârah, h. 282.

24 Rasulullah SAW tak segan-segan mempraktikkan sendiri tata cara ibadah dengan disaksikan para sahabat, sebagaimana riwayat di bawah ini:

َِ ٌَُ َ اَ َااَ ِ َِ َْ َْ َ ِْ ِ َِْ ا ِدْ َ ِْ ِد ِ َ َْ ٍَ َْ ُمَ َْا اَنَ ثدَح ُ َ ْ ُا اَنَ ثدَح َااَ ُ َد اَنَ ثدَح ِ انُ اَ َُُْ اَمَ ِ ا َْا ِْ َ َ ُ ِا ٍ ِ اَ ُْ ُاَ َااَ َ ف . َ اَ ْا ِ ِصُ ْمَ َ ف ُ ْ َنْ َ ىِ َااَ َ ف ِ ا َْا ِْ ََُ َااَ َ ف - م ه ىص - ىِ ن ِا ُ ْ َ َ َف ، ُ ْ َ َف ُْ َََف اَ َ امَ َ ، ىَُ ْمَ َ ف ََْ امَأَف َََْ اَ َ ٍََ

ِْ َِ - م ه ىص - ِ نا َ َ َ َف . » َََ َ َِْ َ اَ اََِ « - م ه ىص - ِ نا

“Menceritakan kepada kami Ādam, ia berkata, memberitakan kepada kami Syu‟bah, memberitakan kepadaku al- Hakam, dari Dzarr, dari Sa‟îd Ibn „Abdurra h mân Ibn Abzâ, dari Ayahnya, ia berkata, “Telah datang Ammâr bin Yâsi r berkata kepada „Umar Ibn Khattab, “Tidaklah anda ingat seseorang kepada „Umar Ibn Khattab, lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku sedang junub, dan aku tidak menemukan air?” Maka berkata Ammâr Ibn Yâsir kepada „Umar Ibn Khattab, “Ketika saya dan Anda dalam s ebuah perjalanan.Adapun anda belum shalat, sedangkan saya berguling-guling di tanah kemudian saya shalat.Saya pun menceritakannya kepada Rasulullah SAW, kemudian Dia bersabda, “Sebenarnya Anda cukup begini.Rasulullah SAW memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya, kemudian mengusapkan keduanya pada wajah dan tapak tangan Beliau.”(H.R. al-Bukhârî). Lihat Abû„Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm ibn al- Mughîrah ibn Bardzabah al-Bukhârî al- Ju‟fî, Shahih al-Bukhârî , ditahqiq oleh Syaikh Qâsim asy- Syammâ‟I ar-

Rifâ‟î, Jld I (Beirut: Dâr al-Qalam, 1987), Cet. ke-1, Bâb al-Mutayammim Hâl yanfukhu fîhimâ , h. 211.

Ketujuh ; metode pembiasaan ( ta‟wîdiyah).Metode ini digunakan oleh Rasulullah SAW terutama dalam membiasakan ibadah yang bersifat rutinitas.Dengan metode ini beliau menjadikan dirinya sebagai prototype peribadatan, sehingga para sahabat terbiasa dalam

melaksanakannya dengan mencontoh langsung dari beliau. 26 Kedelapan ; nasehat ( mau‟idzah).Metode ini digunakan Rasulullah SAW dalam

upaya menyadarkan dan menggugah perasaan para sahabatnya. 27

25 Keteladanan, secara sederhana dapat dipahami sebagai sesuatu yang pantas untuk diikuti karena mempunyai nilai-nilai yang baik bagi kema nusiaan.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa “keteladanan” adalah perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru dan dicontoh. Lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Cet. ke-3, h. 1160. Dalam bahasa Arab, keteladanan disebut dengan “ uswah ”.Menurut ar-Raghîb al-Ashfahânî, keteladanan adalah suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia yang lain, apakah dalam hal kebaikan, keburukan, kejahatan, atau kemurtadan. Lihat ar-Raghîb al-Ashfahânî, Mu‟jam al -Mufradât Li Alfâdz Al- Qur‟ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 105. Sementara al- Qurthubi mengatakan bahwa “ uswah ” disebut juga dengan “ al - qudwah ” yang berarti meneladani semua perbuatan dan menjadikannya sebagai hiburan dalam segala kondisi.Lihat Abû Abdillâh Ahmad al-Anshârî al-Qurthubî, al- Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur'an , (Beirut: Libnan: Dâr al- „Ilmiyyah: 1993 M/1423 H.), Jld ke-7, h. 102.Dengan demikian, keteladanan ( uswah ) adalah sesuatu yang ditiru atau dicontoh dari sikap atau perilaku seseorang.Uswah dalam hal ini

adalah uswah al-hasanah 26 , keteladanan yang baik. Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW dalam mendidik para sahabat.Karena perbuatan sampai menjadi akhlak tidak mungkin terbentuk tanpa adanya kontinuitas dari pelakunya.Oleh karena itu Rasulullah SAW sangat menekankan kontinuitas amal walaupun kecil. Sebagaimana hadits di bawah ini:

َ َ َ ِااَ َْ ِ َِْ ا ِدْ َ ِْ ََََ َِ َْ ََُْ ِْ ىَ وُم َْ ُ اَ ْ َ ُ اَنَ ثدَح ِ ا ِدْ َ ُْ ِ ِ َ ْا ُدْ َ اَنَ ثدَح َحَ ََ ، َ نَْا َُ ْمُ َدَحَ َ ِ ْدُ ْ َا َْ وُ َ ْ َ ، وُ ِ اَ َ ُدىدَ « َااَ - م ه ىص - ِ ا َاوُ َ َ يا ا ُ َ َِْ ، ِ ا َِ اَهُمَ ْدَ ِااَ ْ َا

"Menceritakan kepada kami „Abdul „Azîz Ibn „Abdillâh, Menceritakan kepada kami Sulaimân dari Mûsâ Ibn Uqbah dari Abî Salamah Ibn Abdirrah mân dari „Āisyah , Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,“... Dan Sesungguhnya amal perbuatan yang paling dicintai Allah Subhânahu Wa Ta‟âlâ adalah yang paling kontiniu (rutin) walaupun sedikit.” (H.R. al-Bukhârî). Lihat Abû„Abdillâh Muhammad ibn Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm ibn al-Mughîrah ibn Bardzabah al-Bukhârî al- Ju‟fî, Shahih al-Bukhârî , ditahqiq oleh Syaikh Qâsim asy- Syammâ‟i ar-Rifâ‟î, Juz VIII (Beirut: Dâr al-Qalam, 1987), Cet. ke-1, Bâb al-Qashd wa al-Mudâwamah „alâ al- „Amal, h. 469. 27

Nasehat berasa l dari kata bahasa Arab “ Nashaha ” yang berarti murni, bersih, berkumpul, atau menambal. Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia , (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Cet. ke- 14, h. 1424. Nasehat adalah menganjurkan, memerintah atau melarang seseorang yang disertai dengan motivasi atau ancaman dalam rangka memurnikan atau menambal kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya. Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW dalam mendidik umat, walaupun metode ini tidak digunakan terlalu sering oleh Beliau karena dikhawatirkan akan timbul perasaan bosan pada hati sahabat. Hal ini diterangkan dalam hadits di bawah ini:

ُْ اَنَ ثدَح - ُ َا ُْ اَ - ََُ َِ ُْ اَنَ ثدَحَ ح ٍ وُ ْنَم َْ ٌ َِ َم ِ َ ْ ِ ُْ ُ ْ َ ُف اَ َ َ ْ َ ُااَ ْ ِ اَنَ ثدَحَ اِ ِ َِْ ا ِدْ َ اَ َ اَ ٌَُ ُ َا َااَ َ ف ٍ ََِ ِ ْوَ ُ اَ ُ ى َ ُ ِ ا ُدْ َ َ اَ َااَ ٍ ِا َ َِ ٍي ِ َا َْ ٍ وُ ْنَم َْ ٍ اَ ِ

َاوُ َ ِ . ْمُ ِمُ َْ َُِ ََ اِ ْمُ َثىدَحُ َْ ِ ُ َ نََْ اَم َااَ َ ف . ٍ ْوَ ُ اَنَ ْ ثدَح َ َ اَ ْدِدَوَاَ ِ ِهَ ْ َ َ َ َل ِدَح ُِ َ م م ُ . اَنْ َ َ ِ َم ا ََِ ََ ِ ا َا ِ ِ َلِ ْوَ ْااِ اَنُاوَ َ َ َ اَ - م ه ىص - ِ ا

“Menceritakan kepada kami Is hâq Ibn Ibrâhîm, memberitakan kepada kami Jarîr, dari Manshûr. Menceritakan kepada kami Ibn Abî „Umar, dan menceritakan kepada kami Ibn „Iyâd, dari Manshûr, dari Syaqîq, Abî Wâ‟il, ia berkata, “„Abdullâh biasanya mengajari kepada kami setiap hari Kamis. Maka berkata seseorang kepadanya, “Wahai Abû ‟Abdurra hmân, sesungguhnya kami menyukai pembicaraan Anda dan merasa senang menyaksikannya.Kalau tidak keberatan, kami ingin agar engkau mengajari kami tiap hari.Lalu „„Abdullâh berkata, “Tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian, kecuali takut membuat kalian jemu.Sesungguhnya Rasulullah SAW selalu memilih waktu yang tepat untuk memberikan nasehat kepada kami dalam beberapa hari karena takut kami akan merasa bosan. ” (H.R. Muslim). Lihat AbûHusain Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî an-Naisâbûrî, Fath al- Mun‟im Syar h Shahih Muslim , (Kairo: Dâr asy-Syurûq, 2002), Cet. ke-1, Juz X, Bâb al-Iqtishâd fi al- Mau‟izhah, h. 435.

Kesembilan ; metode kisah.Metode ini digunakan Rasulullah SAW dalam mendidik para sahabat agar mereka senantiasa mengambil pelajaran dan hikmah yang terkandung dalam sebuah kisah orang-orang terdahulu.

Kesepuluh 28 ; metode perumpamaan ( amtsâl ). Metode ini sering digunakan oleh Al- Qur'an dalam menjelaskan masalah, begitu pula Rasulullah SAW menggunakannya dalam

mendidik para sahabatnya. 29

30 Kesebelas 31 ; metode pemberian hadiah dan hukuman. Metode ini diharapkan untuk memberi semangat bagi yang giat dalam melaksanakan perintah Allah SWT serta memberi

28 Amtsâl jamak dari matsal . Matsal, mitsl dan matsil semakna dengan syabah, syibh dan syabih . Yang dimaksud adalah penyerupaan suatu keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu pengisah menyerupakan

sesuatu dengan aslinya. Sedangkan menurut terminologinya mempunyai tiga pengertian: 1). Menurut istilah ulama ahli adab (sastra), amtsâl berarti ucapan yang banyak mengumpamakan keadaan sesuatu diceritakan dengan sesuatu yang dituju; 2). Menurut istilah ulama ahli bayân , amtsâl adalah ungkapan majaz yang disamakan dengan asalnya karena adanya kesamaan (dalam ilmu balaghah disebut tasybih ); 3).Menurut ulama ahli tafsir , amtsâl yaitu menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik, yang mengena dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal . Lihat Syaikh Manna‟ Khalil al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an , Terj.Ainur Rafiq El Mazni, dari judul asli Mabahits fi Ulumil Qur‟an, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2010), Cet. V hal.352-354. 29