Persepsi Islam terhadap Peradaban print

KELOMPOK VI “Agama Islam”

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Dalam bukunya Al-Madkhal ila Dirasah al-Madzahib al-Fiqhiyah, Prof. Dr. Ali

Gomaa Muhammad menyatakan, “Peradaban Islam tidaklah mati, namun hanya
tertidur saja. Sesuatu yang tidur pasti akan bangun kembali.” Pernyataan ini
memberikan harapan besar kepada kita akan kebangkitan peradaban Islam. Akan tetapi
kebangkitan peradaban itu tentu saja membutuhkan proses yang lama. Peradaban Islam
seperti bagian dari sebuah roda yang selalu berputar. Jika dalam sejarahnya bagian roda
itu sempat berada di bawah, maka suatu saat nanti ia akan kembali berada di atas.
Pembicaraan tentang peradaban memang tidak akan ada habisnya, terkhusus
peradaban Islam. Topik peradaban secara umum selalu relevan untuk diperbincangkan
di sepanjang zaman. Ini tidak lain karena manusia selalu bersinggungan dengan
peradaban. Manusia adalah pelaku utama peradaban itu sendiri. Dan peradaban tanpa
manusia tidak akan pernah ada. Begitu juga dengan topik peradaban Islam yang
dianologikan seperti bagian dari roda yang berputar tadi, tidak akan pernah surut dari

perbincangan manusia.
Peradaban manusia terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
Perkembangan peradaban tersebut tidak saja terjadi dalam ranah fisiknya saja, namun
juga terjadi dalam ranah substansi. Sebagai contoh, pemahaman akan istilah peradaban
saja sampai mengalami fase-fase yang cukup signifikan. Terlebih lagi jika terjadi
persinggungan antara peradaban satu dengan yang lainnya.
Seiring dengan perjalanan hidup manusia yang sudah begitu panjang di muka bumi
ini, maka berbagai macam peradaban pun telah terbentuk. Banyak peradaban yang telah
mewarnai kehidupan manusia. Setiap peradaban tentu saja memiliki konsep tersendiri
yang nantinya akan membedakan peradaban tersebut dengan peradaban lainnya. Sama
halnya dengan peradaban lain, peradaban Islam juga memiliki konsep yang
menjadikannya tampil berbeda dengan peradaban-peradaban lainnya.
Konsep peradaban ini sangat dibutuhkan dalam upaya membangkitkan kembali
peradaban Islam. Untuk itulah tulisan ini mencoba sedikit memaparkan konsep
peradaban Islam, atau pandangan Islam terhadap peradaban itu sendiri.1

1

https://saripedia.wordpress.com/tag/konsep-peradaban-islam.(Diakses 07 November 2016, Pukul 21.20)


Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 1

KELOMPOK VI “Agama Islam”

1.2.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Apa Pengertian Peradaban?
Bagaiman Epistimologi dan Sumber Peradaban Islam?
Apa Pandangan Islam Tentang Peradaban?
Apa Faktor-Faktor yang Menjadikan Peradaban Islam`Unik`?
Apa Unsur-unsur Dalam Peradaban Islam?


1.3.

Tujuan Penulisan
Agar melalui pemaparan materi kelompok mengenai Persepsi Islam tentang

Peradaban sebagai mahasiswa dapat mengerti bagaimana Islam memposisikankan diri
dengan peradaban.
1.4.
Manfaat Penulisan
Sebagai mahasiswa dapat mengetahui bagaimana Islam melihat peradaban itu.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.

Pengertian Peradaban
Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah

"budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Di mana setiap manusia dapat
berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat,

Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 2

KELOMPOK VI “Agama Islam”

kebiasaan, kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang
merupakan sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang paling banyak
digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk
pertanian dan budaya kota.2 Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda.
Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode
kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan
kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan
kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan kesenian; ketiga, kemajuan politik atau
kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam
hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup
kemasyarakatan.3
2.2.

Epistimologi dan Sumber Peradaban Islam
Dalam epistimologi Islam, sumber pengetahuan utama adalah Allah, atau yang


dalam hal ini adalah wahyu. Pengetahuan yang bersumber dari Allah tersebut dapat
diperoleh melalui indera yang sehat, berita yang benar berdasarkan otoritas, akal sehat
dan hati. Indera yang sehat ini mencakup indera luar dan indera dalam. Akal sehat pada
dasarnya berfungsi untuk mengolah apa yang diterima oleh indera tadi. Apa yang
diterima oleh indera akan dinilai oleh akal sehat sesuai dengan tingkat kelogisannya.
Namun sebenarnya fungsi akal tidak sebatas sampai di situ saja. Akal sendiri sejatinya
adalah substansi spiritual yang inheran dengan organ spiritual yang biasa kita sebut
dengan hati, yang mana berfungsi sebagai penerima pengetahuan intuitif. Jadi, pada
intinya akal dan intuisi selalu berhubungan dan tidak ada dikotomi antara keduanya.
Meski terjadi perbedaan dalam cara memperoleh pengetahuan, namun pada
dasarnya semua pengetahuan itu berasal dari satu sumber, yaitu Allah. Dalam hal ini AlQur’an telah menjelaskan: “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman,
“Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” (QS. AlBaqarah: 31).
Sumber pengetahuan yang berasal dari Allah tadi ditransfer kepada manusia dalam
bentuk wahyu. Dalam Islam, wahyu Allah tertuang di dalam Al-Qur’an dan Hadits
2
3

https://id.wikipedia.org/wiki/Peradaban
http://mohammadadaf.blogspot.co.id/2012/03/pengertian-peradaban.html


Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 3

KELOMPOK VI “Agama Islam”

Rasul. Kedua sumber ini yang selanjutnya menjadi landasan utama dalam epistemologi
Islam sekaligus peradaban Islam. Kedua sumber ini banyak menginspirasikan lahirnya
ilmu-ilmu. Sebagai contoh, Allah berfirman: “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Mahamulia. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 1-5).
Dr. Abdul Halim Uwais menyebutkan bahwa peradaban Islam memiliki tiga sumber
utama, yaitu: Al-Qur’an, Sunnah dan Akidah Islam.
Dari asas di atas, terlihat bahwa dalam peradaban Islam tidak ada jurang pemisah
antara manusia yang menjadi unsur pembangun peradaban dengan Tuhan sebagai
sumber peradabannya. Sumber peradaban Islam sejalan dengan sumber pengetahuan
yang dibahas dalam epistemologi Islam. Selanjutnya, sumber ini juga menjadi cikal
bakal terbentuknya pandangan hidup Islam. Dari sini jugalah bermula segala kemajuan
peradaban Islam yang ditandai dengan berkembang pesatnya tradisi keilmuan.4
2.3.


Pandangan Islam tentang Peradaban
Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibnuu Khaldun adalah berkembangnya ilmu

pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optik, kedokteran,
dsb. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju
mundurnya ilmu pengetahuan. Jadi substansi peradaban yang terpenting dalam teori
Ibnu Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak mungkin hidup
tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban
atau suatu umran harus dimulai dari suatu “komunitas kecil” dan ketika komunitas itu
membesar maka akan lahir umran besar. Komunitas itu biasanya muncul di perkotaan
atau bahkan membentuk suatu kota. Dari kota itulah akan terbentuk masyarakat yang
memiliki berbagai kegiatan kehidupan yang timbul dari suatu sistem kemasyarakatan
dan akhirnya lahirlah suatu Negara. Kota Madinah, kota Cordova, kota Baghdad, kota
Samara, kota Cairo dan lain-lain adalah sedikit contoh dari kota yang berasal dari
komunitas yang kemudian melahirkan Negara.
Tanda-tanda lahir dan hidupnya suatu umran bagi Ibnu Khaldun di antaranya adalah
berkembanganya teknologi, (tekstil, pangan, dan papan / arsitektur), kegiatan eknomi,
4


https://saripedia.wordpress.com/tag/konsep-peradaban-islam.(Diakses 07 November 2016, Pukul 21.32)

Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 4

KELOMPOK VI “Agama Islam”

tumbuhnya praktek kedokteran, kesenian (kaligrafi, musik, sastra dsb). Di balik tandatanda lahirnya suatu peradaban itu terdapat komunitas yang aktif dan kreatif
menghasilkan ilmu pengetahuan. Namun, di balik faktor aktivitas dan kreativitas
masyarakat masih terdapat faktor lain yaitu agama, spiritualitas atau kepercayaan. Para
sarjana Muslim kontemporer umumnya menerima pendapat bahwa agama adalah asas
peradaban, menolak agama adalah kebiadaban.
Sayyid Qutb menyatakan bahwa keimanan adalah sumber peradaban. Meskipun
dalam peradaban Islam struktur organisasi dan bentuknya secara material berbeda-beda,
namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai asasinya adalah satu dan permanent. Prinsipprinsip itu adalah ketaqwaan kepada Tuhan (taqwa), keyakinan kepada keesaan Tuhan
(tauhid), supremasi kemanusiaan di atas segala sesuatu yang bersifat material,
pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari keinginan hewani,
penghormatan terhadap keluarga, menyadari fungsinya sebagai khalifah Allah di Bumi
berdasarkan petunjuk dan perintah-Nya (syariat).
Sejalan dengan Sayyid Qutb, Syeikh Muhammad Abduh menekankan bahwa agama
atau keyakinan adalah asas segala peradaban. Bangsa-bangsa purbakala seperti Yunani,

Mesir, India, dll, membangun peradaban mereka dari sebuah agama, keyakinan atau
kepercayaan. Arnold Toynbee juga mengakui bahwa kekuatan spiritual (batiniyah)
adalah kekuatan yang memungkinkan seseorang melahirkan manifestasi lahiriyah
(outward

manifestation)

yang

kemudian

disebut

sebagai

peradaban

itu.

Jika agama atau kepercayaan merupakan asas peradaban, dan jika agama serta

kepercayaan itu membentuk cara pandang seseorang terhadap sesuatu yang pada
gilirannya dapat mempengaruhi tindakan nyatanya atau manifestasi lahiriyahnya, maka
sejalan dengan teori modern bahwa pandangan hidup (worldview) merupakan asas bagi
setiap peradaban dunia.
Jika makna worldview adalah konsep nilai, motor bagi perubahan sosial, asas bagi
pemahaman realitas dan asas bagi aktivitas ilmiah, maka Islam mengandung itu semua.
Islam bahkan memiliki pandangan terhadap realitas fisik dan non fisik secara integral.
Ayat-ayat al-Qur’an jelas-jelas adalah konsep seminal yang memproyeksikan
pandangan Islam tentang alam semesta dan kehidupan yang disebut pandangan hidup
atau pandangan alam Islam (worldview, al-taÎawwur al-Islami, al-mabda al-Islami) itu.
Bukan hanya itu, konsep-konsep itu diberi medium pelaksanaannya yang berupa
Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 5

KELOMPOK VI “Agama Islam”

institusi yang disebut din, yang di dalamnya terkandung konsep peradaban (Tamaddun).
Oleh sebab itu dalam Islam worldview memiliki istilahnya sendiri. Bagi al-Mawdudi
worldview Islam adalah Islami Nahzariyat (Islamic Vision) yang berarti “pandangan
hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (syahadah) yang berimplikasi pada
keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia secara menyeluruh”.

Menurut Sayyid Qutb worldview Islam adalah al-tashawwur al-Islami, yang berarti
“akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim,
yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat dibalik itu.”
Worldview dalam istilah Shaykh Atif al-Zayn adalah al-Mabda’ al-Islami yang lebih
cenderung merupakan kesatuan iman dan akal dan karena itu ia mengartikan mabda’
sebagai aqidah fikriyyah yaitu kepercayaan yang berdasarkan pada akal. Sebab baginya
iman didahului dengan akal. Namun Shaykh Atif juga menggunakan kata-kata mabda
untuk ideologi non-Muslim. Ini berarti bahwa tidak selamanya berarti aqidah fikriyyah.
S.M.Naquib al-Attas mengartikan worldview Islam sebagai pandangan Islam tentang
realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakekat
wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total, maka
worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud (ru’yat al-Islam li al-wujud).
Jadi sebagaimana peradaban lainnya, substansi peradaban Islam adalah pokokpokok ajaran Islam yang tidak terbatas pada sistem kepercayaan, tata pikir, dan tata
nilai, tapi merupakan super-sistem yang meliputi keseluruhan pandangan tentang wujud,
terutamanya pandangan tentang Tuhan. Oleh sebab itu teologi (aqidah) dalam Islam
merupakan fondasi bagi tata pikir, tata nilai dan seluruh kegiatan kehidupan Muslim.
Itulah pandangan hidup Islam. Jika pandangan hidup itu berakumulasi dalam tata
pikiran seseorang ia akan memancar dalam keseluruhan kegiatan kehidupannya dan
akan menghasilkan etos kerja dan termanifestasikan dalam bentuk karya nyata. Dan jika
ia memancar dari pikiran masyarakat atau bangsa maka ia akan menghasilkan falsafah
hidup bangsa dan sistem kehidupan bangsa tersebut. Jadi substansi peradaban Islam
adalah pandangan hidup Islam. Namun elemen pandangan hidup yang terpenting adalah
pemikiran dan kepercayaan.
Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi
tiga elemen penting, yaitu :
o Kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi.
Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 6

KELOMPOK VI “Agama Islam”

o Kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer.
o Kesanggupan berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan
elemen asas suatu peradaban.
Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat
kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia ditentukan oleh ketinggian
pemikirannya. Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki
pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu
pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun suprastruktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana
penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran
adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup. Untuk
menjelaskan bagaimana pemikiran dalam peradaban Islam merupakan faktor terpenting
bagi tumbuh berkembangnya peradaban Islam, kita rujuk tradisi intelektual Islam.
Dalam Tradisi intelektual Islam, yakni bagaimanakah pandangan alam Islam itu
tumbuh dan berkembang dalam pikiran seseorang dan kemudian menjadi motor bagi
perubahan sosial umat Islam merupakan proses yang panjang. Secara historis tradisi
intelektual dalam Islam dimulai dari pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur’an yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, secara berturut-turut dari periode Makkah
awal, Makkah akhir dan periode Madinah. Kesemuanya itu menandai lahirnya
pandangan alam Islam. Di dalam al-Qur’an ini terkandung konsep-konsep seminal yang
kemudian dipahami, ditafsirkan dan dikembangkan oleh para sahabat, tabiin, tabi’ tabiin
dan para ulama yang datang kemudian.
Konsep ‘ilmu yang dalam al-Qur’an bersifat umum, misalnya dipahami dan
ditafsirkan para ulama sehingga memiliki berbagai definisi. Cikal bakal konsep Ilmu
pengetahuan dalam Islam adalah konsep-konsep kunci dalam wahyu yang ditafsirkan
kedalam berbagai bidang kehidupan dan akhirnya berakumulasi dalam bentuk
peradaban yang kokoh. Jadi Islam adalah suatu peradaban yang lahir dan tumbuh
berdasarkan teks wahyu yang didukung oleh tradisi intelektual.
Perlu dicatat bahwa tradisi intelektual dalam Islam juga memiliki medium
tranformasi dalam bentuk institusi pendidikan yang disebut al-Suffah dan komunitas
intelektualnya disebut Ashab al-Suffah. Di lembaga pendidikan pertama dalam Islam ini
kandungan wahyu dan hadith-hadith Nabi dikaji dalam kegiatan belajar mengajar yang
Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 7

KELOMPOK VI “Agama Islam”

efektif. Meski materinya masih sederhana tapi karena obyek kajiannya tetap berpusat
pada wahyu, yang betul-betul luas dan kompleks. Materi kajiannya tidak dapat
disamakan dengan materi diskusi spekulatif di Ionia, yang menurut orang Barat
merupakan tempat kelahiran tradisi intelektual Yunani dan bahkan kebudayaan Barat
(the cradle of western civilization). Yang jelas, Ashab al-Suffah, adalah gambaran
terbaik institusionalisasi kegiatan belajar-mengajar dalam Islam dan merupakan tonggak
awal tradisi intelektual dalam Islam. Hasil dari kegiatan ini adalah munculnya, katakan,
alumni-alumni yang menjadi pakar dalam hadith Nabi, seperti misalnya Abu Hurayrah,
Abu Dzarr al-Ghiffari, Salman al-Farisi, ‘Abd Allah Ibnu Mas’ud dan lain-lain.
Ribuan

hadith

telah

berhasil

direkam

oleh

anggota

sekolah

ini.

Kegiatan awal pengkajian wahyu dan hadith ini dilanjutkan oleh generasi berikutnya
dalam bentuk yang lain. Dan tidak lebih dari dua abad lamanya telah muncul ilmuwanilmuwan terkenal dalam berbagai bidang studi keagamaan, seperti misalnya Qadi
Surayh (w.80H/ 699M), Muhammad Ibnu al-hanafiyyah (w.81/700), Umar Ibnu ‘Abd
al-’Aziz (w.102/720) Wahb Ibnu Munabbih (w.110,114/719,723), Hasan al-Bashri
(w.110/728), Ja’far al-Sidiq (w.148/765), Abu Hanifah (w.150/767), Malik Ibnu Anas
(179/796), Abu Yusuf (w.182/799), al-Syafi’i (w.204/819), dan lain-lain.
Perlu dicatat bahwa kegiatan keilmuan tersebut di atas, secara epistemologis wujud
karena adanya pandangan alam (worldview), yaitu pandangan alam yang memiliki
konsep-konsep yang canggih yang menjadi asas epistemologi untuk aktivitas keilmuan
tersebut. Dengan adanya konsep yang canggih para ilmuwan anggota masyarakat yang
terlibat akhirnya dapat mengembangkan istilah-istilah teknis dan bahasa khusus untuk
itu. Bahkan konsep tersebut berkembang menjadi struktur konsep keilmuan atau
scientific conceptual scheme. Dari konsep ‘Ilm ini pula kemudian lahir berbagai disiplin
ilmu pengetahuan seperti Ilmu Fiqih, Tafsir, Hadith, Falak, Hisab, Mawarith, Kalam,
tasawwuf, dsb.
Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu pengetahuan dalam Islam dirasakan oleh
masyarakat Eropa pada zaman Bani Umayyah di Andalus Spanyol. Oliver Leaman
menggambarkan kondisi kehidupan intelektual di sana sebagai berikut : pada masa
peradaban agung [wujud] di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin mengetahui sesuatu
yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus. Di waktu itu banyak sekali problem dalam
literatur Latin yang masih belum terselesaikan, dan jika seseorang pergi ke Andalus
Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 8

KELOMPOK VI “Agama Islam”

maka sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu menyelesaikan masalah-masalah itu.
Jadi Islam di Spanyol mempunyai reputasi selama ratusan tahun dan menduduki puncak
tertinggi dalam pengetahuan filsafat, sains, tehnik dan matematika. Ia mirip seperti
posisi Amerika saat ini, dimana beberapa universtias penting berada.
Di zaman kekhalifahan Bani Umayyah, misalnya Muslim telah banyak
mentransmisikan pemikiran Yunani. Karya Aristotle, dan juga tiga buku terakhir
Plotinus Eneads, beberapa karya Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting
Hippocrates, Galen, Euclid, Ptolemy dan lain-lain sudah berada di tangan Muslim untuk
proses asimilasi. Puncak kegiatan transmisi terjadi pada era kekhalifahan Abbasiyyah.
Menurut Demitri Gutas proses transmisi (penterjemahan) di zaman Abbasiyah
didorong oleh motif sosial,politik dan intelektual. Ini berarti bahwa seluruh komponen
masyarakat dari elit penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini,
sehingga dampaknya secara kultural sangat besar.
Jadi Muslim tidak hanya menterjemahkan karya-karya Yunani tersebut. Mereka
mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya
dengan ajaran Islam. Jadi proses asimilasi terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh.
Artinya umat Islam mengadopsi pemikiran Yunani ketika peradaban Islam telah
mencapai kematangannya dengan pandangan hidupnya yang kuat. Di situ sains, filsafat
dan kedoketeran Yunani diadopsi sehingga masuk ke dalam lingkungan pandangan
hidup Islam. Produk dari proses ini adalah lahirnya pemikiran baru yang berbeda dari
pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani. Bandingkan
misalnya konsep jawhar para mutakallimun dengan konsep atom Democritus. Jadi, tidak
benar, kesimpulan Alfred Gullimaune yang menyatakan bahwa framework, ruang
lingkup dan materi Filsafat Arab dapat ditelusuri dari bidang-bidang dimana Filsafat
Yunani mendominasi sistem umat Islam.
Sejatinya pemikiran Yunani tidak dominan, sebab jika demikian maka Muslim tidak
mampu melakukan proses transmisi. Oleh karena itu Muslim lebih berani memodifikasi
pemikiran Yunani ketimbang masyarakat Kristen Barat Abad Pertengahan. Muslim
bahkan mampu mengharmonisasikan dengan Islam sehingga akal dan wahyu dapat
berjalan seiring sejalan dan pemikiran Yunani tidak lagi menampakkan wajah aslinya.
Berbeda dari Muslim, masyarakat Kristen Barat Abad Pertengahan yang mengaku
mengetahui karya-karya Yunani, ternyata tidak mampu mengharmoniskan filsafat, sains
Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 9

KELOMPOK VI “Agama Islam”

dengan agama. Kondisi ini kelihatannya yang mendorong para teolog Kristen
menggunakan tangan pemikir Muslim untuk memahami khazanah pemikiran Yunani.
Terpecahnya kalangan teologi Kristen ke dalam aliran Averoesm dan Avicennian
merupakan bukti bahwa Kristen memahami Yunani melalui pandangan hidup Muslim.
Jika benar asumsi orientalis selama ini bahwa pemikiran Muslim didominasi pemikiran
Yunani, maka wajah peradaban Islam di Spanyol mestinya adalah wajah Yunani. Tapi
realitanya, Spanyol adalah satu-satunya lingkungan kultural Muslim yang dominan,
padahal kawasan itu merupakan tempat pertemuan kebudayaan Kristen, Islam dan
Yahudi. Yang pasti karakteristik penting peradaban Islam baik ketika di Andalusia
maupun di Baghdad adalah semaraknya kegiatan keilmuan. Oleh karena itu dalam
menggambarkan peradaban Islam Ibnu Khaldun membahas secara panjang lebar ilmuilmu yang berkembang dan dikembangkan di kedua pusat kebudayaan Islam itu, seperti
misalnya ilmu bahasa dan agama, aritmatika, aljabar, ilmu hitung dagang (bussiness
arithmetic), ilmu hukum waris (fara’idh), geometri, mekanik, penelitian, optik,
astronomi, dan logika. Termasuk juga ilmu fisika, kedokteran, pertanian, metafisika,
ramalan, ilmu kimia dan sebagainya.
Namun, seperti yang diteorikan oleh Ibnu Khaldun di atas, pemikiran yang
berkembangan menjadi tradisi intelektual bukanlah satu-satunya faktor tumbuh
berkembangnya suatu peradaban. Kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan
politik dan militer serta kesanggupan berjuang untuk meningkatkan kehidupan
merupakan faktor lain yang mendukung tumbuhnya pemikiran dan peradaban. Selain itu
Ibnu Khaldun juga mensinyalir adan hubungan kausalitas antara peradaban dan sains.
Artinya semakin besar volume urbanisasi (’umran) semakin tumbuh pula peradaban dan
sains, demikian pula sebaliknya. Ilmu akan berkembang hanya dalam peradaban
(hadharah) menjadi besar yang penduduk perkotaannya meningkat.5
2.4.

Faktor-Faktor yang Menjadikan Peradaban Islam`Unik`
Marilah kita melakukan kajian tentang faktor-faktor yang lebih jauh menyebabkan

kemajuan peradaban Islam itu. Demikian juga kita kenali lebih dalam karakteristik
kemajuan peradaban Islam di masa lalu. Peradaban kita, peradaban Islam, merupakan

5

http://banihamzah.wordpress.com,2009/06/islam-sebagai-peradaban.(Diakses 07 November 2016, Pukul
20.32 Wita)

Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 10

KELOMPOK VI “Agama Islam”

matarantai dari peradaban-peradaban manusia yang didahului oleh perdaban-peradaban
dan akan disusul oleh peradaban-peradaban lain.
Faktor-Faktor yang Menjadikan Peradaban Islam `Unik` Yang paling menarik
perhatian terhadap peradaban adalah beberapa karakteristik yang membuat peradaban
menjadi unik antara lain:
1. Ber-asas Tauhid
Peradaban berpijak pada asas wahdaniah (ketunggalan) yang mutlak dalam
aqidah. Peradaban ini adalah peradaban pertama yang menyerukan bahwa Tuhan itu
satu dan tidak mempunyai sekutu dalam kekuasaan dan kerajaan-Nya. Hanya Dia
yang disembah dan hanya Dia yang dituju. Kalimat hanya kepada-Mu kami
menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan (Iyyaaka na`budu
wa iyyaaka nas ta`iin). Hanya Dia yang memuliakan dan menghinakan, yang
memberi dan mengaruniai. Tiada sesuatupun di langit dan di bumi kecuali berada
kekuasaan dan pengaturan-Nya. Ketinggian dalam memahami wahdaniah ini
mempunyai pengaruh besar dalam mengangkat martabat manusia, dalam
membebaskan rakyat jelata dari kezaliman raja, pejabat, bangsawan dan tokoh
agama. Tidak itu saja, tapi wahdaniah ini juga berpengaruh besar dalam meluruskan
hubungan antara peguasa dan rakyat, dalam mengarahkan pandangan hanya kepada
Allah semata sebagai pencipta mahkluk dan Robb adalah Islam yang hampir
membedakannya dari seluruh peradaban baik yang telah berlalu maupun yang akan
datang, yakni kebebasannya dari setiap fenomena paganisme (paham keberhalaan)
dalam aqidah, hukum, seni, puisi dan sastra. Inilah rahasia yang membuat peradaban
Islam berpaling dari penerjemahan mutiara-mutiara sastra Yunani yang paganis
(keberhalaan), dan ini pula yang menjadi rahasia mengapa peradaban Islam lemah
daam seni-seni pahat dan patung meskipun menonjol dalam seni seni-seni ukir dan
desain bangunan.
Islam yang menyatakan perang sengit terhadap paganisme (keberhalaan) dan
fenomena-fenomenanya yang tidak mengijinkan peradabannya disusupi dengan
fenomena-fenomena paganis dan sisa-sisanya terus ada jaman sejarah paling kuno,
seperti patung orang-orang besar, orang shalih, nabi maupun penakluk. Patungpatung itu termasuk fenomena paling menonjol dari peradaban-peradaban kuno dan
peradaban modern karena tidak satu pun dari peradaban-peradaban itu dalam aqidah
Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 11

KELOMPOK VI “Agama Islam”

wahdaniah (monotisme) mencapai batas yang telah dicapai oleh perdaban Islam.
Kesatuan dalam aqidah ini mencetak setiap asas dan sistem yang dibawa peradaban
kita. Ada kesatuan dalam risalah, kesatuan dalam perundang-undangan, kesatuan
dalam tujuan-tujuan umum, kesatuan dalam eksitensi universal manusia, dan
kesatuan dalam sarana-sarana penghidupan serta model pemikiran. Bahkan para
peneliti seni keislaman telah menyaksikan adanya kesatuan gaya dan rasa dalam
bentuknya yang beraneka macam. Sepotong gading Andalus, kain tenun Mesir,
benda keramik Syria dan benda logam Iran tampak memiliki gaya dan karakter yang
sama meskipun bentuk dan hiasannya berbeda.
2. Kosmopolitanisme
Peradaban Islam bervisi kosmopolitan. Qur`an telah menyatakan kesatuan jenis
manusia meskipun berbeda-beda asal-usul keturunan, tempat tinggal dan tanah
airnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Ta`ala: `Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. sesungguhnya orang yang paing mulia di antara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.`(Al Hujurat 13) Ketika menyatakan kesatuan
manusia yang kosmopolitan di atas jalan kebenaran, kebaikkan dan kemuliaan, AlQur`an telah menjadikan peradaban Islam sebagai simpul yang menghimpun semua
kejeniusan bangsa-bangsa dan potensi umat yang bernaung di bawah panji-panji
peradaban Islam. Setiap peradaban dapat membanggakan tokoh-tokoh jenius hanya
dari putera-puteranya yang satu ras dan satu umat tetapi peradaban Islam tidak
demikian.
Peradaban Islam dapat membanggakan tokoh-tokoh jenius pembangun istananya
dari semua umat dan bangsa. Abu hanifah, Malik, Syaf`i, Ahmad, Al Khalil,
sibawaih, Al Kindi, Al Ghazali, Al Farabi, Ibnu Rusyd dan tokoh-tokoh lain semisal
mereka adalah manusia dari kebangsaan yang berbeda-beda. Yang satu tinggal di
Asia, yang lainya di Afrika, dan yang lainnya lagi di Eropa. Namun tokkoh yang
berlainan asal-usul dan tanah airnya adalah lebih dikenal sebagai tokoh-tokoh jenius
Islam, ketimbang tokoh dari sebuah negara yang sempit atau bangsa tertentu. Lewat
Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 12

KELOMPOK VI “Agama Islam”

mereka, peradaban Islam mampu mempersembahkan produk pemikiran yang paling
mengagumkan. Bahkan yang lebih menarik lagi, umumnya mereka bukan
berkebangsaan Arab dan bukan berasal dari keturunan penduduk gurun pasir tanah
Jazirah Arabia. Mereka berasal dari negeri yang sangat jauh dari tanah Mekkah dan
Madinah, namun peradaban Islam telah menjadikan mereka hidup dalam sebuah
negara kosmopolitan, yaitu Khilafah Islamiyah. Peradaban Islam tidak mengenal
nation yang kecil dan terpecah-pecah. Sebaliknya, peradaban Islam menyatukan
umat manusia dari beragam latar belakang ras, bangsa, wilayah geografis, keturunan
dan beragam bahasa. Tanpa menghilangkan jati diri dan identitas masing-masing.
3. Berasas Pada Moral yang Agung
Peradaban kita menjadikan tempat pertama bagi prinsip-prinsip moral dalam
setiap sistem dan berbagai bidang kegiatannya. Peradaban kita tidak pernah lepas
dari prinsip-prinsip moral ini. Bahkan moral menjadi ciri khas peradaban Islam.
Islam tidak mengenal penjajahan dan eksplotiasi kekayaan suatu negeri, apalagi
menghina dan memperkosa wanita-wanita. Para penyebar Islam ke berbagai negeri
justru menjadi guru dalam bidang moral buat setiap negeri yang dimasukinya.
Peradaban Islam sungguh kontras peradaban Barat hari ini yang gencar mengekspor
free sex, lesbianisme, homoseksual, hedonisme dan dekadensi moral. Barat
mengatakan bahwa perilaku seks sejenis adalah hak asasi manusia dan
melegalkannya. Bahkan secara hukum telah meresmikan pasangan laki-laki menikah
sejenis untuk membentuk sebuah rumah tangga yang diakui secara hukum. Presiden
Amerika pernah mengumumkan bahwa lebih satu juta dari sekitar enam juta
pemuda Amerika yang harus mengikuti wajib militer tidak layak menjadi tentara
karena terkena spilis. Dan 30 sampai 40 ribu anak mati karena korban penyakit
kotor orang tuanya dalam setiap tahunnya. Pemerintahan militer Prancis terus
menerus kekurangan pemuda-pemuda yang laik menjadi sukarelawan dari segi
kesehatan badan. 75 ribu orang tentara yang terpaksa harus diberhentikan dan
dimasukkan ke rumah sakit karena mengidap penyakit kotor (spilis). Kasus kawin
cerai para selebriti dan gaya hidup selingkuh di negeri ini tidak lain dari pengaruh
gaya hidup barat. Zina dan seks ala binatang adalah diantara pernik-perniknya.
Peradaban barat telah melahirkan anak-anak yang tidak pernah tahu siapakah ayah
mereka, karena mereka lahir dari rahim wanita-wanita yang terbiasa berzina dengan
Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 13

KELOMPOK VI “Agama Islam”

sejumlah besar laki-laki. Dimana ibu mereka pun lupa dengan siapa saja pernah
berzina dan tidak pernah tahu secara pasti benih siapakah yang ada dalam perutnya.
Nauzu Billah... Dan wajar pula bila penyakit AIDS yang mematikan lahir di
peradaban mereka. Peradaban Islam mengajarkan persamaan derajat manusia.
Menghormati dan memuliakan wanita serta menempatkan pada posisi yang sangat
penting. Mengharamkan protitusi baik resmi maupun terselubung. Mengharamkan
zina dan perselingkuhan.
4. Menyatukan Agama dan Negara Umumnya
Peradaban yang dikenal manusia memisahkan antara agama dengan negara.
Seakan keduanya adalah dua sisi yang tidak bisa bertemu. Namun peradaban Islam
mampu menciptakan tatanan negara dengan berpijak pada prinsip-pinsip kebenaran
dan keadilan, bersandar pada agama dan aqidah tanpa menghambat kemajuan negara
dan kesinambungan peradaban. Dalam peradaban Islam bahkan agama merupakan
salah satu faktor terbesar kemajuan dalam bernegara. Maka, dari dinding masjid di
bagdad, Damaskus, Kairo, Cordoba, dan Granada memancarlah sinar-sinar ilmu ke
segenap penjuru dunia. Peradaban Islamlah satu-satunya peradaban yang tidak
memisahkan agama dari negara, sekaligus selamat dari setiap tragedi percampuran
antara keduanya sebagaimana yang dialami Eropa pada abad-abad pertengahan.
Kepala negara adalah khalifah dan amir bagi orang-orang mukmin, tetpi kekuasaan
disisinya adalah untuk kebenaran. Adapun pembuatan undang-undang diserahkan
kepada pakar-pakarnya Setiap kelompok ulama (ilmuwan) mempunyai spesialisai
sendiri-sendiri, dan semua sama di hadapan undang-undang keutamaan yang satu
atas yang lainnya ditentukan oleh taqwa dan pengabdian umum kepada manusia,
sebagaimana yang pernah di ucapkan Rasulullah Saw megenai keadilan dalam
perundang-undangan ini. Beliau berkata, `Demi Allah, andaikata Fatimah, putri
Muhammad mencuri, pasti Muhammad memotong tangannya.`(HR.Bukhari dan
Muslim) Rasulullah juga bersabda: `Semua makhluk adalah keluarga besar Allah,
maka orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi keluarga
besarNya.`(HR. Al Bazzar) Inilah agama yang menjadi alas pijak peradaban kita. Di
dalamnya tidak ada keistimewaan atau kekhususan untuk seorang pemimpin, tokoh
agama,

bangsawan

maupun

hartawan.

Perhatikanlah

firman Allah

yang

Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 14

KELOMPOK VI “Agama Islam”

diturunkanNya kepada Rasulullah Saw: “Katakanlah (Muhammad): Sesungguhnya
aku ini hanya seorang manusia seperti kamu” (Al Kahfi 110).
5. Toleransi Yang Mulia
Peradaban kita mempunyai toleransi keagamaan yang mengagumkan, yang tidak
pernah dikenal oleh peradaban lain yang juga berpijak kepada agama. Orang yang
tidak percaya kepada semua agama atau Tuhan tidak tampak aneh jika ia
memandang semua agama berdasarkan pengertian yang sama serta memperlakukan
pemeluk-pemeluknya dengan ukuran yang sejajar. Tetapi pemeluk agama yang
meyakini bahwa agamanya benar dan aqidahnya paling lurus dan syah, kemudian
dia diberi kesempatan untuk memanggul senjata, dan meduduki kursi pengadilan
dan kesempatan itu tidak membuatnya zalim atau menyimpang dari garis-garis
keadilan, atau tidak menjadikan dia memaksa manusia untuk mengikuti agamanya,
maka orang semacam ini sungguh sangat aneh ada dalam sejarah. Apalagi jika
dalam sejarah ada peradaban yang berpijak pada agama dan menegakkan fenomenafenomenanya di atas prinsip-prinsip agama itu, lalu ia pun dikenal sejarah sebagai
peradaban yang paling kuat toleransinya, keadilannya, kasih sayangnya dan
kemanusiaannya.
2.5.

Unsur-unsur Dalam Peradaban Islam
Setiap peradaban mengandung dua unsur yaitu unsur moral spiritual dan unsur

material. Mengenai unsur material, tidak di ragukan lagi. Setiap peradaban yang datang
kemudian mengungguli peradaban sebelumnya. Itu adalah sunnatullah dalam
perkembangan kehidupan dan sarana-sarananya. Sia-sia apabila kita menuntut
peradaban terdahulu dengan kemajuan yang dicapai peradaban berikutnya. Andai kata
ini boleh, maka tentu kita pun boleh pula mencemooh setiap peradaban yang
mendahului peradaban kita lantaran kemajuan yang diciptakan oleh peradaban kita
berupa sarana-sarana kehidupan dan fenomena-fenomena peradaban yang belum pernah
dikenal sama sekali oleh peradaban-peradaban terdahulu. Maka, unsur material dalam
peradaban-peradaban selamanya tidak bisa dijadikan dasar untuk saling mengakui
kelebihan dan keutamaan peradabannya diantara yang satu dengan yang lain.
Adapun unsur moral spiritual adalah unsur yang mengekalkan peradaban-peradaban
dan menjadi sarana untuk menaikkan risalah membahagiakan manusia dan
Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 15

KELOMPOK VI “Agama Islam”

menjauhkannya dari penderitaan dan momok yang menakkutkan. Di bidang ini
peradaban telah mengungguli setiap peradaban dan mencapai batas yang tak ada
bandingannya dalam masa sejarah manapun.
Peradaban tidak bisa dibandingkan satu dengan yang lainnya dari ukuran material
atau dengan hitungan jumlah dan luas, atau dengan kemewahan material dalam
penghidupan, makanan dan minuman, tetapi peradaban harus dibandingkan menurut
pengaruh-pengaruh yang ditinggalkannya dalam sejarah kemanusiaan. Dalam hal ini
kedudukan peradaban sama dengan kedudukan peperangan yang tidak bisa
dibandingkan satu sama lain berdasarkan luasnya medan atau hitungan jumlah.
Peperangan yang sangat menentukan dalam sejarah kuno dan pertengahan jika
dibandingkan dengan perang Dunia II dari segi jumlah pasukan dan sarana-sarana
perang tentu tak ada artinya. Namun, peperangan itu tetap dianggap mempunyai nilai
lebih dalam sejarah karena mempunyai pengaruh-pengaruh yang jauh. Dalam perang
Kani, dimana panglima Carthagi yang tersohor, Hannibal berhasil menghancurkan
pasukan Romawi, sampai sekarang masih merupakan salah satu pertempuran yang
diajarkan di sekolah-sekolah militer di Eropa. Pertempuran Khalid bin Walid dalam
penaklukan Irak dan Syria masih menjadi objek kajian dan kekaguman militer-militer
Barat, sedangkan bagi kita itu merupakan lembaran-lembaran emas dalam sejarah
penaklukan-penaklukan dalam peradaban kita. Berlalunya perang Kani, perang Badar,
perang Qadisiah atau perang Hittin tidak mengubah pandangan bahwa perang-perang itu
adalah perang-perang yang menentukan dalam sejarah.6
BAB 3
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Peradaban dalam Agama Islam tidaklah lepas dari perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi karena

peradaban itu ditandai dengan perkembangan

tersebut. Dalam peradaban Islam beragantung atau berkaitan dengan maju
mundurnya pengetahuan itu, sehingga mereka berkaitan. Peradaban dari keimanan,
6

http://afifulikhwan.blogspot.co.id/2011/11/islam-dan-peradaban.(Diakses 07 November 2016, Pukul 21.06
Wita)

Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 16

KELOMPOK VI “Agama Islam”

meskipun dalam peradaban Islam struktur organisasi dan bentuknya secara material
berbeda-beda. Berbagai negara pun membangun peradaban mereka dari sebuah
agama, keyakinan dan kepercayaan. Substansi peradaban Islam adalah pokok-pokok
ajaran Islam yang tidak terbatas pada sistem kepercayaan, tata piker dan tata nilai.
Tapi merupakan super-sistem yang meliputi keseluruhan pandangan tentang wujud
terutama pandangan tentang Tuhan. Peradaban Islam juga unik dan menarik
perhatian karena berbagai karakteristik, dengan berbagai asas yang dipahami dan
diyakini.
3.2.

Saran
Peradaban Islam mempunyai kaitan erat dengan perubahan dan perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, sehingga haruslah dipelajari dengan seksama
berbagai hal yang berkaitan dengan Peradaban tersebut. Mempelajari Peradaban
yang dipahami oleh Islam memanglah tidaklah mudah, sehingga harus dipelajari
lebih dalam lagi agar dapat dipahami
lebih serius lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Hamid Fahmy Zarkasyi, Membangun Peradaban Islam, Forum Ukhuwwah Islamiyah,
Yogyakarta, 2007.
Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam, Jakarta, t.p, t.t.
Sumber Internet:

Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 17

KELOMPOK VI “Agama Islam”

https://saripedia.wordpress.com/tag/konsep-peradaban-islam. (Diakses 07 November
2016, Pukul 21.20 Wita & 21.32 Wita).
http://banihamzah.wordpress.com,2009/06/islam-sebagai-peradaban. (Diakses 07
November 2016, Pukul 20.32 Wita).
http://afifulikhwan.blogspot.co.id/2011/11/islam-dan-peradaban. (Diakses 07
November 2016, Pukul 21.06 Wita).

Persepsi Islam Terhadap Peradaban | 18