Peran Kelas Menengah Dalam Politik Indon

Peran Kelas Menengah Dalam Politik Indonesia : Sebuah Catatan
Singkat1
Oleh
Wasisto Raharjo Jati2

A. Pendahuluan
Pergulatan kelas menengah dalam politik secara historis dapat ditelusuri dalam ketiga
prinsip penting yakni “no taxation without representation” dan juga “no bourgeoisie no
democracy”. Kedua prinsip tersebut mengindikasikan adanya peran penting kelas menenga

dalam upaya menegakkkan demokrasi dalam sistem politik suatu negara. Pada prinsip pertama
yakni “no taxation without representation” ini berpijak pada masyarakat pada masa postRevolusi Industri Inggris yang memunculkan revolusi parlementarianisme Inggris yang semula
hanya House of Lords (majelis tinggi), kemudian memunculkan adanya House of Commons
(majelis rendah) dalam sistem parlemen Inggris pada tahun 1909. Kondisi tersebut dipengaruhi
adanya kenaikan pajak yang tinggi tapi hasilnya tidak dirasakan secara merata oleh publik.
Kelas-kelas masyarakat yang tergabung dalam Lords seperti halnya bangsawan, raja, dan juga
rohaniawan merupakan kelas yang diutungkan (previlieged) karena dispensasi pajak,
sementara bagi publik wajib pajak adalah kelas yang tertindas (neglected) melalui kompensasi
pembayaran pajak yang tinggi. Kelompok kelas menengah Inggris diwakili oleh kalangan
buruh, borjuasi, ksatria, dan intelektual yang menuntut adanya representasi politik lebih dalam
parlemen. Hal itulah yang memicu kelas menengah sebagai wajib pajak tersebut (budget

society) bersikeras membentuk parlemen tandingan (House of Commons) sebagai antitesis dari
House of Lords tersebut yang kemudian berintegrasi pada sistem parlemen Inggris. Sejak itulah

kemudian, House of Commons memiliki kewenangan lebih besar daripada House of Lords
dalam perumusan kebijakan negara, pemilihan perdana menteri, dan masalah anggaran.
Adapun prinsip kedua yakni “no bourgeoisie no democracy” merupakan prinsip yang
melihat bahwa demokrasi akan tidak akan tumbuh bilamana tidak diikuti dengan tumbuhnya
borjuasi. Premis tersebut sebenarya adalah narasi panjang dari sebuah transformasi masyarakat
yang semula dari sistem feodalisme menuju industrialisasi dan monarki menuju demokrasi.
1

Disampaikan pada Forum Diskusi Mahasiswa Pascasarjana FISIP UI, 8 Oktober 2016, di Kukusan Resto, pukul
15.30-selesai
2
Staf Peneliti di Pusat Penelitian Politik – LIPI. Email : wasisto.raharjo.jati@gmail.com dan WA : 08222 1496
786.

Kondisi tersebut menciptakan adanya transformasi masyarakat bernama kelas menengah yang
hadir dalam periode transisi tersebut (Mas’oed, 2003 ). Demokrasi menjad pilihan penting
untuk mengembalikan lagi kedaulatan rakyat atas negara karena sistem monarki absolut

dianggap sebagai tirani dan despotis dan pola pemikiran tradisionalis justru menjadi
pengekang, harus diubah menjadi pemikiran rasional yang merupakan ekspresi kebebasan.
Dua narasi historis tersebut merupakan pijakan penting dalam membingkai peran kelas
menengah dalam politik kontemporer. Mereka adalah kelas masyarakat yang tumbuh dari masa
transisi yang kemudian menempatkan diri sebagai sebagai agen (intermediary agent) antara
negara dan masyarakat. Berbagai transisi politik yang terjadi di berbagai negara misalnya saja
gerakan solidarnosch, gerakan people power, gerakan velvet revolution, dan lain sebagainya
itu menempatkan kelas menengah sebagai aktor utama inisiatornya. Mereka berpijak pada
solidaritas sebagai masyarakat sipil yang berjuang untuk mendapatkan adanya partisipasi,
representasi, dan artikulasi kepentingan politik. Maka lalu bagaimana dalam konteks
pengalaman Indonesia ?, posisi kelas menengah Indonesia hampir selalu muncul dalam
berbagai macam diskursus politik di berbagai produk akademik. Namun yang menjadi
pertanyaan penting adalah berbagai macam wacana tersebut belum berhasila secara utuh
memberikan narasi penting dalam melihat peta politik kelas menengah Indonesia secara garis
besar.
Maka, tulisan ini akan membahas secara singkat dan ringkas dalam membahas peran politik
kelas menengah Indonesia dalam konstelasi politik kontemporer.
B. Nilai dan Prinsip Politik Kelas Menengah
Representasi dan Partisipasi, kedua prinsip itulah yang sebenarnya menjadi inti
mendasar dari sikap politik kelas menengah. Representasi berkaitan erat dengan upaya

perwakilan arus kepentingan yang tidak terlihat (unseen) menjadi terlihat. Partisipasi adalah
saluran keterlibatan aktif dan pasif kelas menengah dalam konstelasi politik. Kedua hal tersebut
berkelindan satu sama lain dan bahkan menjadi identitas politik kelas menengah. Nalar politik
kelas menengah sebenarnya dihadapkan pada pola pikir biner antara tradisional / rasional,
permisif / ekspresif, dan juga patrimonial / liberal dengan bertumpu pada satu pijakan (base)
yang menjadi titik tolak. Pola pikir tersebut sebenarnya muncul dari adanya peningkatan
pendapatan ekonomi yang dialami oleh kelas menengah paska industrialisasi. Konteks money
talks menjadi basis material penting kelas menengah dalam melakukan advokasi dan artikulasi

kepentingan politik. Bahwa infrastuktur politik yang kuat akan mempengaruhi suprastruktur

politik secara langsung. Base sebagai indikator perubahan politik menjadi penting dalam
membingkai kelas menengah karena ada beberapa alasan sebagai berikut yakni 1) kelas
menengah pada dasarnya kelas masyarakat yang reflektif, mereka akan mencoba melihat masa
lalunya sebagai refleksi untuk melihat masa depan. Pola pikir linier tersebut mengharuskan
kelas menengah memiliki titik mula (point of return) dan juga titik asal (point of departure)
untuk mengukur capaian status sosial. Kelas menengah adalah kelas masyarakat yang dibentuk
secara by design dan by achievement. Oleh karena itulah, base menjadi semcam kesadaran
reflektif sebagai kelas. 2) kelas menengah adalah kelompok masyarakat in between, bukan
sebagai kelas penguasa dan bukan pula kelas masyarakat biasa. Mereka membutuhkan base

sebagai bentuk dasar solidaritas sebagai sebuah kelas.
Pada era transisi monarki menuju demokrasi yang menjadi pijakannya adalah tirani dan
pemerintahan despotis. Kondisi itulah yang menjadi titik refleksi politis kelas menengah untuk
melakukan perubahan sosial dan politik kekuasaan. Hal itulah yang berujung pada proses
pembagian kekuasaan dan munculnya partai dan media sebagai fomalisasi representasi
tersebut.
Adapun pada perubahan masa kini, terjadi tansformasi cukup signifikan dalam sikap dan
prinsip kelas menengah dalam berpolitik. Hal tersebut didasari pada fakta yakni 1) munculnya
representasi populer dari masyarakat bawah dengan membentuk adanya masyarakat berjejaring
(networking society). 2) konteks perubahan dari government to governance yang membingkai

penguatan kelas menengah sebagai masyarakat sipil, 3) perubahan paradigma gerakan yang
semula berbasiskan pada old social movement / collective action menuju new social movement
/ connective action. Transformasi nilai dan prinsip politik kelas menengah tersebut dapat

dianalisis dalam tabulasi berikut ini.
No

Parameter
Nilai

dan
Base
Prinsip Politik Kelas Politik
Menengah lama

Sosial Parameter Nilai Makna Politik
dan
Prinsip
Politik
Kelas
Menengah baru
dan Pemerintahan
Advokasi dan 1) Berburu
Tirani
/ Artikulasi
Kekuasaan
Despotis
(power
seeking)
menjadi

Berbagi
Kekuasaan
(power
sharing)

1

Representasi
Partisipasi

2

Old Social Movement

3.

Collective Action

Kemiskinan


New
Social 2) Ketimpangan
Movement
dan
Marjinalisasi
Ekonomi
menjasi
Rekognisi
dan Afirmasi
Kepentingan
Perubahan
Connective
3) Gerakan
platform
Action
Politik bukan
Internet
dari
lagi berbasis
semula Web 1.0

massa tapi
menuju Web 2.0
jaringan.

C. Peran Kelas Menengah dalam Politik Indonesia
Sebelum berbicara peran politik, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai posisi dan
kondisi kelas menengah Indonesia yakni ; 1) terminologi “kelas menengah” (middle class)
muncul belakangan, sebelumnya dikenal sebagai “golongan menengah” (functional groups)
Hal tersebut sebenarnya menujukkan bahwa kelas menengah Indonesia itu adalah masyarakat
yang dibentuk oleh negara dalam rangka membantu untuk mengembangkan ekonomi negara.
2) Dikarenakan dibentuk secara by incident dan by design sejalan dengan trend ekonomi, nalar
politik yang dikembangkan oleh kelas menengah Indonesia dibentuk memiki sifat rasional /
pragmatis dan dependen / resisten. 3) kelas menengah Indonesia berupaya untuk menjadi
controller daripada agen intermediary seperrti Barat. 4) kelas menengah Indonesia lebih

berupaya untuk mengejar keuntungan materi dan status sosial daripada melakukan perubahan
sosial. 5) Kesadaran politik kelas menengah Indonesia masih bersifat temporer, emosional, dan
juga afeksi. Selain itu masih sekedar by issue dalam melihat konstelasi politik.
Kelima poin itulah yang menjadi premis penting dalam melihat kelas menengah berperan
dalam politik indonesia hari ini. Dalam hal ini terdapat dua peran politik penting yang diemban

oleh kelas menengah Indonesia yang dapat dijelaskan dalam dua istilah penting yakni kelas
menengah dalam pemerintahan (inside of the government) dan juga kelas menengah luar
pemerintahan (outside of the government).
C.1. Peran Kelas Menengah dalam Pemerintahan
Kelas menengah dalam pemerintahan ini sebenarnya merupakan kelanjutan kelas
menengah yang terbentuk pada era Presiden Soeharto (Tanter & Young, 1998). Mereka adalah
kelas meengah yang tergantung pada negara dan berupaya menjaga status quo terhadap

stabilitas ekonomi dan stabilitas politik. Kelas menengah ini berperan secara teknis daripada
politis karena keterampilan mereka digunakan oleh negara. Segmen kelompok kelas menengah
ini adalah penguasaha,eksekutif muda, maupu golongan fungsional lainnya sebagai tulang
punggung negara. Pada umumnya, mereka lebih berupaya mengejar status sosial dan gaya
hidup daripada urusan perubahan sosial politik. Hal itulah yang kemudian menegasikan
kelompok ini sebagai kelompok kelas menengah eksklusif.
C.2. Kelas Menengah Luar Pemerintahan
Kelompok kelas menengah ini lahir dari akar resistensi panjang terhadap rezim
otoritarianisme dan kini adalah korupsi. Hal itulah menegaskan mereka adalah kelompok kelas
menengah yang sifatnya aktivis-reaktif. Rasionalitas yang mereka kedepankan adalah
membuat perubahan sosial sesuai dengan terjadi realitanya sekarang yang menyentuh afeksi
dan emosi. Oleh karena itulah, yang menjadikan kelas menengah ini termasuk pada kategori

swing voters dalam politik Indonesia

D. Kesimpulan
Perbincangan mengenai kelas menengah Indonesia sampailah pada preposisi penting yakni
sebaiknya dimana posisi kelas menengah dalam politik Indonesia. Dikarenakan sangat
kompleks, membaca kemaun politik kelas menengah ini tidaklah mudah. Hal itulah yang
kadang menyulitkan untuk melihat aspirasi mereka secara kolektif.
Agenda penting kelas menengah ke depan adalah merumuskan standing position nya
sebagai salah satu aktor politik Indonesia. Sejauh mana mereka bisa berkontribusi aktif dalam
demokrasi ke depan.

DAFTAR PUSTAKA.
Mas’oed, Mochtar. 2003. Negara Kapital & Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tanter, Richard & Young. 1998. Politik Kelas Menengah Indonesia. Jakarta : LP3ES