Strategi Peningkatan Konsumsi Obat Tradisional di Kota Medan

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Tradisional
Pengobatan tradisional dan obat tradisional telah menyatu dengan masyarakat,
digunakan dalam mengatasi masalah kesehatan. Kemampuan masyarakat untuk
mengobati sendiri, mengenai gejala penyakit dan memelihara kesehatan perlu
ditingkatkan dalam rangka menjaga kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Untuk ini obat tradisional dan jamu merupakan potensi yang besar karena sudah
dikenal masyarakat, mudah diperoleh, harga relatif murah serta merupakan bagian
dari sosial budaya masyarakat (Agoes dan Jacob, 1996).
Menurut Rukmana (2004) sejak jaman nenek moyang sampai sekarang,
masyarakat banyak menggunakan obat-obatan tradisional yang ternyata mujarab.
Bahkan, saat ini pertumbuhan industri obat tradisional (jamu) semakin meningkat
pesat. Berkembangnya teknologi (modern) menyebabkan seduhan jamu yang
pahit telah diganti dengan pil yang tanpa rasa pahit dan lebih praktis. Jamu dan
obat tradisional merupakan salah satu aset nasional sebagai sarana kesehatan
rakyat turun-temurun.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, obat tradisional adalah obat atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian, atau campuran dari
bahan-bahan tersebut yang secara turuntemurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang ber laku di
masyarakat.

10
Universitas Sumatera Utara

11

Tumbuhan obat adalah tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai
bahan obat tradisional atau jamu, tanaman atau bagian tanaman yang digunakan
sebagai bahan pemula bahan baku obat. Maksudnya yaitu tanaman obat
tradisional digunakan sebagai bahan untuk membuat obat (Siswanto,1997).
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM RI, 2005: 4-6), menyebut obat
tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine) adalah obat tradisional yang
berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut.
Jamu disajikan dalam bentuk serbuk seduhan, pil atau cairan,
mengandung dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10

macam, bahkan bisa lebih. Jamu harus memenuhi persyaratan
keamanan dan standar mutu, tetapi tidak memerlukan pembuktian
ilmiah sampai uji klinis, cukup dengan bukti empiris. Kriteria yang
harus dipenuhi dalam suatu sediaan jamu adalah: aman, klaim khas iat
dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi persyaratan mutu.
2. Obat herbal terstandar (Standarized Based Herbal Medicine) merupakan
obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan
alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses pembuatan
obat herbal terstandar membutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan
lebih mahal dari jamu. Pembuktian ilmiah merupakan penunjang obat
herbal berstandar berupa penelitian praklinis yang meliputi standarisasi
kandungan senyawa berkhasiat dalam bahan penyusun, standarisasi
pembuatan ekstrak yang higienis serta uji toksisitas maupun kronis.

11
Universitas Sumatera Utara

12

3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine) merupakan obat

tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses
pembuatan fitofarmaka telah terstandarisasi yang didukung oleh bukti
ilmiah sampai uji klinis pada manusia. Pembuatannya diperlukan
peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak
sedikit.
2.1.1 Kebijakan Obat Tradisional
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan (2007) KOTRANAS adalah dokumen
resmi yang berisi pernyataan komitmen semua pihak yang menetapkan tujuan dan
sasaran nasional di bidang obat tradisional beserta prioritas, strategi dan peran
berbagai pihak dalam penerapan komponen - komponen pokok kebijakan untuk
pencapaian tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang kesehatan.
Adapun Tujuan KOTRANAS adalah :
1. Mendorong pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan tradisional
secara berkelanjutan (sustainable use) untuk digunakan sebagai obat
tradisional dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan.
2. Menjamin pengelolaan potensi alam Indonesia secara lintas sektor agar
mempunyai daya saing tinggi sebagai sumber ekonomi masyarakat dan
devisa negara yang berkelanjutan.
3. Tersedianya obat tradisional yang terjamin mutu, khasiat dan
keamanannya, teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas baik

untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal.

12
Universitas Sumatera Utara

13

4. Menjadikan obat tradisional sebagai komoditi unggul yang memberikan
multi manfaat yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat,
memberikan peluang kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan.
Obat tradisional pada KOTRANAS mencakup bahan atau ramuan bahan
tumbuhan, hewan, mineral termasuk biota laut atau sediaan galenik yang telah
digunakan secara turun temurun maupun yang telah melalui uji pra-klinik/klinik
seperti

obat

herbal

terstandar


dan

fitofarmaka,

untuk

menjembatani

pengembangan obat tradisional kearah pemanfaatannya dalam pelayanan
kesehatan formal dan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia.
KOTRANAS adalah kebijakan tentang obat tradisional secara me nyeluruh dari
hulu ke hilir, meliputi budidaya dan konservasi sumber daya obat, keamanan dan
khasiat obat tradisional, mutu, aksesibilitas, penggunaan yang tepat, pengawasan,
penelitian dan pengembangan, industrialisasi dan komersialisasi, dokumentasi dan
database, pemgembangan sumber daya manusia serta pemantauan dan evaluasi.
2.1.2 Manfaat Jamu
Adapun manfaat dari jamu, yaitu (Yuliarti, 2008):
a. Menjaga kebugaran tubuh
Berbagai jenis memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran tubuh termasuk

menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang menganggu
kebugaran tubuh misalkan lemah, letih, lesu.
b. Menjaga kecantikan
Selain menjaga kebugaran, beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga dan
meningkatkan kecantikan. Beberapa hal yang termasuk di sini diantaranya

13
Universitas Sumatera Utara

14

menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan
bau badan serta bau mulut dan sebagainya.
c. Mencegah penyakit
Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat
mencegah gangguan – gangguan kesehatan ringan misalnya influenza, mabuk
perjalanan, dan mencegah cacat pada janin.
d. Mengobati penyakit
Manfaat jamu yang paling dikenal di masyarakat adalah untuk mengobati
penyakit. Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobat berbagai jenis

penyakit misalnya asam urat, asma, batu ginjal, bronchitis, demam berdarah,
hipertensi, influenza, kanker, gangguan kolesterol, lever, luka, malaria,
peradangan, rematik, TBC, tifus, tumor dan usus buntu.
2.2 Usaha Kecil Obat Tradisional
Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha yang
membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan
efervesen ( Depkes RI, 2012).
2.3 Jamu
Defenisi jamu atau obat tradisional berdasarkan Undang – Undang Kesehatan RI
no. 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galerik) atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun – temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman.
Sesuai dengan keputusan Kepala Badan POM no. HK.00.005.41.1384 tahun 2005,
obat tradisional dilarang menggunakan :

14
Universitas Sumatera Utara

15


1. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat
2. Narkotika atau psikotropika
3. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
2.3.1 Jamu dan Kesehatan
Menurut Hermanto (2007), jamu bisa dimanfaatkan untuk obat luar dan obat
dalam yang harus diminum. Obat luar bisa dioles, direndam, atau ditempel. Image
jamu biasanya bau yang tidak enak dan rasanya pahit. Khasiat jamu dipercaya
sejak jaman dahulu. Selanjutnya, seiring dengan berjalannya waktu, negara
Indonesia

dijajah

Belanda.

Sehingga

masuklah


budaya

barat

yang

memperkenalkan obat medis yang praktis, kecil, tidak berbau dan tinggal telan.
2.3.2 Jenis Jamu
Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No. 00.05.4.2411 tahun 2004,
berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian
khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu
(POM,2004) :
1. Jamu
Merupakan obat tradisional warisan nenek moyang. Di pasaran , bisa dijumpai
dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam bentuk segar
rebusan sebagaimana dijajakan para penjual jamu gendong (Yuliarti, 2008).
Beberapa contoh jamu gendong menurut Lewi (2008) :
a. Jamu Kunir Asam
Jamu kunir asam digunakan untuk menyegarkan tubuh atau dapat
membuat tubuh menjadi dingin. Manfaat lain untuk menghindarkan dari


15
Universitas Sumatera Utara

16

panas dalam atau sariawan serta membuat perut menjadi dingin. Bahan
yang digunakan yaitu kunyit, gula.
b. Jamu beras kencur
Jamu beras kencur dipercaya dapat menghilangkan pegal – pegal pada
tubuh. Selain itu dapat merangsang nafsu makan sehingga selera makan
meningkat dan tubuh menjadi lebih sehat. Bahan baku yang digunakan
beras dan kencur.
c. Jamu Pahitan
Jamu pahitan dimanfaatkan untuk gatal – gatal dan kencing manis.
Manfaat lainnya untuk menghilangkan bau badan, menurunkan kolesterol,
perut kembung, jerawat, pegal, dan pusing. Bahan baku yang digunakan
yaitu sambiloto.
Menurut Yuliarti (2008), demi alasan kepraktisan, kini jamu juga diproduksi
dalam bentuk kapsul dan dalam bentuk pil siap minum. Pada umumnya jamu

dalam kelompok ini diracik berdasarkan resep leluhur, yang belum diteliti secara
ilmiah. Khasiat dan keamanannya dikenal secara empiris atau berdasarkan
pengalaman secara turun temurun.
2.3.3 Legislasi Jamu atau Obat Tradisional di Indonesia
Jamu atau obat tradisional yang beredar di Indonesia mempunyai sertifikat
berjenjang, yaitu (Hermanto, 2007) :
1. Sertifikat TR (tradisional), untuk obat yang menggunakan bahan baku
yang diakui berkhasiat obat secara turun temurun. Sertifikat TR ini hanya
boleh mencantumkan khasiat ramuan satu macam saja dengan kata standar
“Secara tradisional digunakan untuk pengobatan ….”

16
Universitas Sumatera Utara

17

2. Sertifikat Obat Herbal Terstandar apabila sebuah ramuan suda h
diujicobakan kepada hewan percobaan, atau dilakukan uji praklinis.
3. Sertifikat Fitofarmaka untuk obat yang sudah dilakukan uji klinis.
2.3.4 Syarat Pembuatan Jamu/Obat Tradisional
Terhadap jamu/obat tradisional, pemerintah belum mengeluarkan persyaratan
yang mantap, namun dalam pembinaan jamu, pemerintah telah mengeluarkan
beberapa petunjuk yakni sebagai berikut (Santosa, 2006) :
1. Kadar air tidak lebih dari 10%. Ini untuk mencegah berkembang biaknya
bakteri, kapang dan khamir (ragi).
2. Jumlah kapang dan khamir tidak lebih dari 10.000.
3. Jumlah bakteri nompatogen tidak lebih dari 1.000.000.
4. Bebas dari bakteri pathogen seperti Salmonella.
5. Jamu yang berbentuk pil atau tablet, daya hancur tidak lebih dari 15 menit
(menurut Farmakope Indonesia). Toleransi sampai 45 menit.
6. Tidak boleh tercemar atau diselundupi bahan kimia berkhasiat.
Selain itu, pembuatan jamu tradisional juga memerlukan bahan tambahan berupa
pengawet yang tidak lebih dari 0,1 %.
Pengawet yang diperbolehkan (Depkes R.I, 1994) :
1. Metil p – hidroksi benzoate (Nipagin)
2. Propil p – hidroksi benzoat (Nipasol)
3. Asam sorbet atau garamnya
4. Garam natrium benzoate dalam suasana asam
5. Pengawet lain yang disetujui

17
Universitas Sumatera Utara

18

2.4 CPOTB
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional dengan tujuan untuk menjamin
produk yang dihasilkan agar dapat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung
dari bahan awal, proses produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan
personalia yang menangani (Depkes, 1991).
Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan
sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu
hendaklah dibangun, dimantapkan, dan diterapkan sehingga kebijakan yang
ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian penerapan
CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia agar
dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri
maupun internasional (BPOM, 2015).
2.5 Pedoman Untuk Mengonsumsi Jamu Tradisional
Sebagai pedoman bagi masyarakat yang ingin membeli atau mengonsumsi obat
tradisional,

Pemerintah

telah

menetapkan

Permenkes

RI

no

246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan
pendaftaran obat tradisional yaitu :
Pada pembungkus, wadah atau etiket brosur obat tradisional Indonesia harus
dicantumkan kata “JAMU” yang terletak dalam lingkaran dan ditempatkan pada
bagian atas sebelah kiri.

18
Universitas Sumatera Utara

19

Kata “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dan ukuran huruf sekurang –
kurangnya tinggi lima millimeter dan tebal setengah millimeter dicetak dengan
warna hitam diatas warna putih atau warna lain yang menyolok.
Lambang daun harus jelas dengan ukuran sekurang – kurangnya lebar 10
milimeter dan tinggi 10 milimeter, warna hitam diatas dasar putih atau warna lain
yang menyolok dengan bentuk dan rupa.
Penandaan yang tercantum pada pembungkus, wadah, dan brosur harus berisi
informasi tentang :
a. Nama obat tradisional atau nama dagang
b. Komposisi
c. Bobot, isi atau jumlah oba tiap wadah
d. Dosis pemakaian
e. Khasiat atau kegunaan
f.

Kontra indikasi (bila ada)

g. Kadaluwarsa
h. Nomor pendaftaran
i.

Nomor kode produksi

j.

Nama industri atau alamat sekurang – kurangnya nama kota dan kata
“INDONESIA” (Depkes R.I, 1990)

2.6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Obat Tradisional
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi konsumsi obat tradisional (jamu)
terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor
yang dapat dikendalikan oleh pelaku usaha. Faktor internal adalah sebagai berikut
:

19
Universitas Sumatera Utara

20

a. Ketersediaan Bahan Baku Obat Tradisional
Produksi produk obat tradisional targantung dengan bahan baku herbal
yang notabone-nya tergantung dari alam, maka ketersediaan bahan baku,
menjadi

perhatian

penting

untuk

menjaga

ketersediaan

yang

berkesinambungan; dibudidayakan secara baik sehingga kualitas simplisia
yang dihasilkan seragam dan bermutu baik. Banyak bahan baku herbal
yang masih sulit untuk didapatkan; menurut Amzu dan Haryanto (1991)
dalam Yuliani (2001), ada 41 jenis tumbuhan obat langka yang perlu
dilestarikan, di antaranya purwoceng (Pimpinella pruatjan), kayu angin
(Usnea

misaminensis), pulasari (Alyxia reinwardtii), pasak

bumi

(Eurycoma longifolia), dan kayu repat (Parameria barbata). Sehingga,
dengan menjaga kesinambungan bahan baku, produksi obat tradisional
dapat terjaga ketersediaannya.
b. Ketersediaan Tenaga Kerja yang Sesuai dengan Kualifikasinya
Menurut Badan Pengawasan Obat Tradisional (2005) bahwa tenaga kerja
hendaklah mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta tersedia dalam
jumlah yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu
menangani tugas yang dibebankan kepadanya. Jumlah dan kualitas tenaga
kerja yang kurang memadai cenderung mempengaruhi kualitas obat
tradisional. Jumlah tenaga kerja yang terbatas mengakibatkan tugas
dilakukan secara tidak cermat dengan segala akibatnya. Disamping itu
kekurangan tenaga kerja mengakibatkan sering dilakukan kerja lembur
yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator

20
Universitas Sumatera Utara

21

maupun supervisor. Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan personil
hendaklah sesuai dengan persyaratan kualifikasi yang tertera pada uraian
tugas masing- masing tenaga kerja.
c. Ketersediaan Bangunan, Mesin dan Alat Produksi
Aspek bangunan mempunyai dua sub aspek, yaitu bangunan dan ruangan.
Pada sub aspek bangunan, secara ideal industri kecil obat tradisional yang
baik dan sehat hendaknya berada di lokasi yang bebas dari pencemaran.
Bangunan pabrik juga hendaknya memenuhi persyaratan sanitasi dan
higiene dengan cara-cara tertentu. Bangunan hendaknya memiliki
rancangan, ukuran, dan konstruksi yang memenuhi syarat dan peraturan
yang berlaku. Bangunan industri obat tradisional hendaklah memiliki
ruangan-ruangan pembuatan yang rancang bangun dan luasnya sesuai
dengan bentuk, sifat, dan jumlah produk yang dibuat, jenis, dan jumlah
peralatan yang digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi
ruangan (BPOM, 2005). Antar ruangan hendaklah dilakukan penyekatan
sesuai dengan fungsi khusus masing- masing ruangan guna mencegah
terjadinya

tercampurnya

bahan

maupun

kemungkinan

terjadinya

kontaminasi silang antar bahan serta mencegah resiko terlewatnya salah
satu langkah dalam proses produksi.
d. Proses Produksi Obat Tradisional
Menurut WHO (2007) proses produksi merupakan salah satu tahapan
kunci dimana kontrol kualitas disyaratkan untuk menjamin kualitas obat
bahan alam yang diproduksi. Good Manufacturing Practice (GMP)
merupakan satu dari alat paling penting untuk mengukurnya. Setiap

21
Universitas Sumatera Utara

22

produsen obat tradisional dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan
memproduksi obat tradisional, wajib berpedoman pada CPOTB. Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional dengan tujuan untuk
menjamin produk yang dihasilkan agar dapat senantiasa memenuhi
persyaratan

mutu

yang

telah

ditentukan

sesuai dengan

tujuan

penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses
produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia yang
menangani (Depkes, 1991). Tujuan umum diterapkannya CPOTB agar
melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan
obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan meningkatkan
nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional Indonesia dalam era
pasar bebas (BPOM RI, 2005). Dengan begitu dapat meningkatkan
konsumsi masyarakat terhadap penggunaan obat tradisional (jamu).
e. Pemasaran Obat Tradisional
Menurut Kotler (2009) pemasaran adalah suatu proses sosial dimana
individu atau kelompok dapat mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan

menciptakan penawaran dan secara bebas

mempertukarkan produk atau jasa yang bernilai satu sama lain. Pemasaran
juga merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pengusaha untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dengan kualitas yang baik,
untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, serta penjualan
yang memperoleh laba.

22
Universitas Sumatera Utara

23

Pemasaran pada industri kecil obat tradisional umumnya menggunakan
pemasaran langsung, yaitu proses jual beli berlangsung langsung dari
produsen ke pelanggan (direct-to-customers bussines). Komunikasi terjadi
langsung antara pelaku usaha dengan konsumen baik untuk memperoleh
respon dan tanggapan langsung dari konsumen mengenai efek dari khasiat
jamu yang dikonsumsi. Keuntungan pemasaran ini bisa berinteraksi
langsung dengan target pasar sehingga bisa tahu responnya secara
langsung terhadap produk/jasa yg ditawarkan, serta dapat mengetahui
kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut dari respon pasar
(mengetahui "consumer insight").
f.

Pengetahuan Pelaku Usaha
Menurut Hidayat (2007) pengetahuan adalah adalah suatu proses dengan
menggunakan pancaindra yang dilakukan seseorang terhadap objek
tertentu dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan. Hal penting
yang harus dimiliki oleh seorang pelaku usaha obat tradisional dalam
menjalankan usahanya adalah kemampuan dalam meracik jamu dan tidak
hanya itu, pelaku usaha obat tradisional juga harus benar – benar
memahami mengenai khasiat dari jamu yang diproduksinya. Pengetahuan
tersebut dapat diperoleh pelaku usaha berdasarkan pengalaman sendiri dan
juga informasi dari konsumen mengenai kemanjuran dari jamu yang
dikonsumsi oleh konsumennya.

g. Kelengkapan Informasi pada Kemasan
Menurut Bearden (2001) pada sebuah kemasan bisa dijumpai adanya label
berupa cetakan tulisan, gambar, dan grafik yang merupakan informasi

23
Universitas Sumatera Utara

24

produk. Kemasan memuat komponen dasar yaitu label yang merupakan
deskripsi informasi produk yang tercetak pada kemasan tersebut.
Kejelasan dan kelengkapan informasi produk pada label ke masan obat
tradisional (jamu) merupakan suatu kesempatan baik yang diberikan
produsen bagi konsumen dalam rangka mengkomunikasikan pengeta huan
poduknya secara menyeluruh dan dapat mempengaruhi konsumen dalam
meningkatkan konsumsi terhadap jamu.
h. Jumlah dan Variasi Obat Tradisional
Menurut BBPOM (2015) dalam rencana strategis bahwa semakin
bertambahnya jumlah penduduk di kota Medan, maka permintaan terhadap
obat juga akan semakin meningkat sehingga penawaran dari obat juga
akan meningkat. Potensi pasar yang besar seharusnya membuat para
produsen obat termasuk obat tradisional di kota Medan semakin
meningkatkan jumlah dan variasi obat tradisional.
Sedangkan untuk faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pelaku usaha adalah
sebagai berikut :
a. Ketepatan Konsumen dalam Penggunaan Obat Tradisional
Menurut Katno (2008) bahwa dibanding obat modern, memang obat
tradisional memiliki beberapa kelebihan antara lain efek sampingnya
relative kecil jika digunakan secara tepat. Obat tradisional akan bermafaat
dan aman jika digunakan dengan mempertimbangkan sekurang –
kurangnya enam aspek ketepatan, yaitu tepat takaran, tepat waktu dan cara
penggunaan, tepat pemilihan bahan dan telaah informasi serta sesuai
dengan indikasi penyakit tertentu.

24
Universitas Sumatera Utara

25

b. Kualitas Obat Tradisional
Obat bahan alam termasuk jamu yang diproduksi oleh industri obat bahan
alam (IOT) maupun industri kecil obat bahan alam (IKOT) mempunyai
persyaratan yang sama yaitu aman untuk digunakan, berkhasiat atau
bermanfaat dan bermutu baik (Lestari, 2007). Hal yang menjadi penilaian
konsumen dalam mengonsumsi obat tradisional dengan memperhatikan
efek samping dari obat tradisional, respon yang cepat terhadap
penyembuhan dan khasiat yang diperoleh konsumen setelah mengonsumsi
obat tradisional.
c. Ketersediaan Obat Tradisional
Menurut Mullins dan Walker (2010) salah satu kategori yang dievaluasi
oleh konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembeliaan adalah
ketersediaan.
Dalam upaya mengembangkan obat tradisional, ketersediaan bahan baku,
ketersediaan obat dalam jenis dan jumlah yang cukup, keterjaminan
kebenaran khasiat, mutu dan keabsahan obat yang beredar, serta
perlindungan

masyarakat

merugikan/membahayakan

dari penyalahgunaan
masyarakat

obat

merupakan

yang

dapat

faktor

yang

menentukan keberhasilan pengembangan (Yuliani, 2001).
d. Kepercayaan Konsumen dalam Penggunaan Obat Tradisional
Kepercayaan

konsumen

menurut

Mowen

(2002)

adalah

semua

pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang
dibuat konsumen tentang objek, atribut, dan manfaatnya. Membangun
kepercayaan konsumen dalam hubungan jangka panjang adalah suatu

25
Universitas Sumatera Utara

26

faktor yang penting untuk menciptakan loyalitas pelanggan. Kepercayaan
ini tidak begitu saja dapat diakui oleh pihak lain/ mitra bisnis, melainkan
harus dibangun mulai dari awal dan dapat dibuktikan.
Menurut Prasaranphanich (2007), ketika konsumen mempercayai sebuah
perusahaan, mereka akan lebih suka melakukan pembelian ulang dan
membagi informasi pribadi yang berharga kepada perusahaan tersebut.
e. Peran Balai Besar Pengawasan Obat Tradisional
Badan

POM

berperan

dalam

membina

industri

maupun

importer/distributor secara komprehensif mulai dari pembuatan, peredaran
serta distribusi, agar masyarakat terhindar dari penggunaan obat tradisional
yang berisiko bagi pemeliharaan kesehatan. Pengawasan yang dilakukan
oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar yaitu dengan evaluasi
produk pada saat pendaftaran, inspeksi sarana produksi sampai kepada
pengawasan produk di peredaran. Oleh karena itu peran balai besar
pengawasan obat dan makanan sangat berpengaruh terhadap keamanan
mutu produk obat tradisional yang akan dikonsumsi konsumen.
f.

Peran Pengusaha Gabungan Pengusaha Jamu
Gabungan pengusaha jamu merupakan wadah pengusaha jamu dan obat
tradisional Indonesia yang mempunyai visi menjadikan jamu sebagai
produk unggulan bangsa dan misi gabungan pengusaha jamu adalah
mengembangkan usaha jamu melalui peningkatan mutu produk dan
kualitas obat tradisional. Melalui wadah tersebut para pelaku usaha dapat
bertukar pikiran apabila ada terdapat permasalahan dalam menjalankan

26
Universitas Sumatera Utara

27

usaha jamu termasuk bagaimana cara meningkatkan kesadaran masyarakat
mengonsumsi obat tradisional (BPOM, 2015).
g. Pendapatan
Menurut teori dan fakta, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar
pula konsumsi masyarakat terhadap obat yang memiliki standar dan
kualitas. Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan pada masyarakat
kota Medan bahwa sebagian besar penduduk masih banyak yang
mengonsumsi obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Jumlah
konsumen obat modern adalah sebanyak 91,40 % sedangkan obat
tradisional hanya sebanyak 24,33 %.
Menurut Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pendapatan akan
mempengaruhi banyaknya barang yang akan dikonsumsi. Dengan
bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan saja
bertambah akan tetapi kualitas barang juga akan menjadi perhatian.
h. Bahaya Obat Modern atau Obat Kimia
Bahaya mengkonsumsi obat kimia sangatlah penting karena efek yang di
timbulkan dari obat kimia ini berdampak buruk bagi kesehatan tubuh
secara jangka panjang . Obat yang mengandung kimia tidak baik untuk
tubuh jika secara terus menerus mengkonsumsi obat kimia maka akan
banyak faktor resiko penyakit yang lebih parah. Semakin rutin
mengkonsumsi obat kimia , maka resisten tubuh dan penyakit akan lebih
kebal untuk melawan pengobatan yang di berikan .
Obat kimia memang memiliki efek yang sangat cepat, namun obat kimia
hanya sebagai penghilang rasa seketika dan pada suatu saat penyakit

27
Universitas Sumatera Utara

28

tersebut akan kambuh lagi, dengan kata lain hanya menekan gejala yang
timbul tanpa menjangkau penyebab dari penyakit tersebut.
2.7. Landasan Teori
Strategi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Alat analisis yang cocok
untuk merumuskan strategi tersebut adalah analisis SWOT. Dimana analisis
SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuata n (strength)
dan peluang (opportunity), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (threat ) (Rangkuti, 2003).
Menurut Rangkuti (2008), analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisis situasi
dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberikan gambaran). Analisis ini
menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan, yang kemudian
dikelompokkan menurut kontribusinya masing- masing.
Untuk merumuskan strategi yang tepat dibutuhkan faktor- faktor strategis internal
dan eksternal. Faktor strategis internal merupakan suatu kondisi yang ada di
dalam perusahaan dan dapat dikendalikan oleh perusahaan. Faktor strategis
eksternal merupakan suatu kondisi di luar perusahaan dan tidak dapat dikontrol
oleh perusahaan.
Faktor strategis internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Kekuatan adalah
unsur-unsur yang dapat diunggulkan oleh perusahaan tersebut seperti halnya
keunggulan dalam produk yang dapat diandalkan, memiliki keterampilan dan
berbeda dengan produk lain, sehingga dapat membuat lebih kuat dari para
pesaingnya. Kelemahan adalah kekurangan atau keterbatasan dalam hal
sumberdaya yang ada pada perusahaan baik itu ketrampilan atau kemampuan
yang menjadi pengahalang bagi kinerja organisasi. Keterbatasan atau kekurangan

28
Universitas Sumatera Utara

29

dalam sumberdaya, ketrampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat
kinerja efektif perusahaan (Rangkuti, 2008).
Faktor strategis eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. Peluang adalah
berbagai hal dalam situasi yang mungkin menguntungkan bagi suatu perusahaan,
serta kecenderungan-kecenderungan yang merupakan salah satu sumber peluang.
Ancaman adalah faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan dalam
perusahaan jika tidak diatasi maka akan menjadi hambatan bagi perusahaan yang
bersangkutan baik masa sekarang maupun yang akan datang (Rangkuti, 2008).
Proses strategi terdiri dari tiga tahapan yaitu :
a. Perumusan strategi
Perumusan strategi adalah mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi
peluang dan ancaman (faktor eksternal) perusahaan, menetapkan kekuatan dan
kelemahan (faktor internal), menetapkan tujuan jangka panjang, menghasilkan
strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan.
b. Implementasi strategi
Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan
tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan
sumberdaya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan.
Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung
strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha
pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem
informasi dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi.

29
Universitas Sumatera Utara

30

c. Evaluasi strategi
Evaluasi strategi merupakan tahap akhir dalam manajemen strategi. Tiga macam
aktivitas dasar untuk mengevaluasi strategi adalah: (1) meninjau faktor- faktor
eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi sekarang, (2) mengukur
prestasi, dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi strategi diperlukan karena
keberhasilan hari ini tidak menjamin keberhasilan di masa depan (David, 2006).
Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi. Analisis ini meliputi pemaksimalkan kekuatan (Strength)
dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan
strategis selalu berkaitan dengan pemanfaatan dan peningkatan konsumsi obat
tradisional itu sendiri. Dengan demikian, konsumen sebagai perencana strategis
(strategic planner) harus menganalisis faktor- faktor yang menjadi kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi yang ada saat ini. Proses
penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu:
1. Tahap pengumpulan data.
2. Tahap analisis.
3. Tahap pengambilan keputusan.
Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan
pengumpulan data, tetapi juga suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis.
Data dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal yang diperoleh
dari dalam dan luar kegiatan konsumen dalam mengonsumsi obat tradisional,
model yang dapat digunakan dalam tahap ini yaitu:

30
Universitas Sumatera Utara

31

a. Matriks faktor strategi eksternal.
b. Matriks faktor strategi internal.
c. Matriks posisi.
Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
Menurut Glueck dan Jauch (1997), lingkungan internal adalah proses dimana
perencanaan strategi mengkaji faktor internal perusahaan untuk menentukan
dimana perusahaan memiliki kekuatan dan kelemahan yang berarti sehingga dapat
mengelola peluang secara efektif dan menghadapi ancama n yang terdapat dalam
lingkungan. Sedangkan menurut Pearce dan Robinson Jr, dalam Kotler (2005),
analisis lingkungan internal adalah pengertian mengenai pencocokan kekuatan
dan kelemahan internal dengan peluang dan ancaman eksternal.
Hasil dari analisis lingkungan internal akan menghasilkan kekuatan dan
kelemahan perusahaan.Kekuatan atau keunggulan perusahaan itu meliputi
keunggulan pemasaran, keunggulan sumberdaya manusia, keunggulan keuangan,
keunggulan operasi dan keunggulan organisasi dan manajemen
Lingkungan eksternal terdiri atas unsur-unsur yang berada di luar organisasi,
dimana unsur-unsur ini tidak dapat dikendalikan dan diketahui terlebih dahulu
oleh manajer. Disamping itu juga akan mempengaruhi manajer dalam
pengambilan keputusan yang akan dibuat. Unsur-unsur lingkungan eksternal
organisasi contohnya yaitu perubahan ekonomi, peraturan pemerintah, perilaku
konsumen atau masyarakat, perkembangan teknologi, politik dan lain sebagainya.
2.8. Kerangka Pemikiran
Obat tradisional merupakan alternatif kesehatan yang dapat dikonsumsi
masyarakat dari berbagai macam penyakit yang ada saat sekarang ini.

31
Universitas Sumatera Utara

32

Pemanfaatan dan peningkatan konsumsi tanaman obat didukung dengan besarnya
potensi kekayaan sumber daya alam Indonesia sebagai sumber bahan baku yang
dapat diolah menjadi obat tradisional. Oleh karena itu, diperlukan penentuan
alternatif strategi dalam peningkatan konsumsi obat tradisional dengan
menggunakan analisis SWOT, dimana didalam analisis SWOT tersebut dapat
diidentifikasi faktor

internal,

yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan

(weakness)dan faktor eksternal, yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threat)

dalam suatu usaha tanaman obat tradisional.
Setelah dilakukan analisis faktor internal dan eksternal dengan menggunakan
SWOT, berdasarkan hasil skoring dan pembobotan serta dibuat dalam matriks
posisi dan matriks SWOT, maka kita dapat menentukan strategi peningkatan apa
yang cocok dan bisa diterapkan untuk meningkatkan konsumsi obat tradisional
didaerah penelitian.
Untuk mempermudah pemahaman kerangka pemikiran peneliti, berikut disajikan
skema kerangka pemikiran.

32
Universitas Sumatera Utara

33

Obat Tradisional (Jamu Tradisional)

Faktor – Faktor SWOT

Internal

1. Ketersediaan bahan baku
2. Ketersediaan tenaga kerja
3. Ketersediaan fasilitas, mesin dan
alat produksi
4. Proses produksi
5. Jaringan Pemasaran
6. Pengetahuan pelaku usaha
7. Kelengkapan
informasi
pada
kemasan
8. Jumlah dan variasi obat tradisional

Kekuatan
(Strength)

Eksternal

1. Ketepatan
konsumen
dalam
penggunaan obat tradisional
2. Kualitas obat tradisional
3. Ketersediaan obat tradisional
4. Kepercayaan konsumen obat
tradisional
5. Peran BBPOM
6. Peran gabungan pengusaha jamu
7. Rasa obat tradisional
8. Pendapatan konsumen
9. Bahaya obat modern/kimia

Kelemahan
(Weakness)

Peluang
(Opportunity)

Ancaman
(Threats)

Strategi Peningkatan Konsumsi Obat Tradisional
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

33
Universitas Sumatera Utara