Penambahan Nilai Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri pada Skor Grace Sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskuler Mayor Pada Pasien Infark Miokardium Akut Non Elevasi Segmen ST
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infark Miokardium Non Elevasi Segmen ST
SKA adalah suatu definisi operasional yang menggambarkan spektrum
kondisi terjadinya iskemia dan atau infark miokardium yang disebabkan penurunan
aliran darah koroner yang bersifat tiba-tiba (Amsterdam, 2014)
Berdasarkan pedoman tatalaksana SKA yang dikeluarkan oleh PERKI
tahun 2015 diagnosis SKANEST yang terdiri dari IMANEST dan APTS ditegakkan
jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa adanya elevasi segmen ST yang
persisten pada dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi
dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar,
gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan. IMANEST dan
APTS dibedakan berdasarkan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang
lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan
biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi
IMANEST. Pada APTS marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada
SKA, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit
melebihi nilai normal atas (Irmalita, 2015).
Berdasarkan pedoman tatalaksana SKA oleh PERKI tahun 2015 depresi
segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥ 0,05 mV di sadapan
V1-V3 dan ≥ 0,1 mV di sadapan lainnya. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 0,2
mV mempunyai spesifisitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua perubahan
EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG diagnostik dikategorikan sebagai
perubahan EKG nondiagnostik (Irmalita, 2015).
Pasien dengan IMANEST memiliki mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan APTS. Pasien dengan APTS memiliki risiko kematian jangka
pendek sebesar 1,5-2,0% sedangkan pasien dengan IMANEST dan IMAEST
memiliki risiko yang hampir sama yakni 3-5% (Braunwald E 2012).
Universitas Sumatera Utara
7
2.2. Stratifikasi Risiko Pasien IMANEST
SKANEST memiliki spektrum klinis dan risiko yang amat lebar maka
proses stratifikasi risiko harus dilakukan sesegera mungkin. Stratifikasi risiko awal
memiliki peranan penting dalam menentukan prognosis dan strategi pengobatan
yang akan dilakukan (Hamm, 2011; Akkerhuis, 2001). Stratifikasi risiko adalah
suatu proses berkelanjutan hingga pasien dipulangkan dari rumah sakit dan proses
ini dapat mengubah berbagai strategi pengobatan setiap waktunya. Bahkan setelah
pasien dipulangkan, pasien masih dapat berada dalam risiko tinggi untuk terjadinya
KKvM (Hamm, 2011).
Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi untuk
SKA. Beberapa stratifikasi risiko yang paling sering digunakan adalah skor TIMI
dan GRACE. Skor TIMI dihasilkan dari penelitian TIMI 11b dan divalidasi pada
beberapa percobaan seperti TACTICS-TIMI 18. Kekurangan dari skor TIMI adalah
ketidakmampuannya untuk mendiskriminasi risiko secara lebih rinci. Skor GRACE
merupakan skor paling mutakhir namun lebih rumit dan membutuhkan penggunaan
aplikasi komputer dalam penghitungannya. Satu skor lagi yang tidak terlalu
terkenal adalah skor PURSUIT (Platelet glycoprotein IIb/IIIa in Unstable angina:
Receptor Suppression Using Integrilin Therapy). Pada suatu penelitian oleh
Goncalves dkk yang meneliti penggunaan skor GRACE, TIMI, dan PURSUIT pada
populasi yang sama di suatu pusat kesehatan pada 460 pasien. Hasilnya terlihat
bahwa skor GRACE merupakan yang terbaik dalam menilai risiko kematian atau
infark miokardium dalam 1 tahun (De Araujo Goncalves, 2005). Hal ini sejalan
dengan penelitian Aragam dkk yang melihat bahwa daya diskriminasi skor GRACE
lebih baik dibandingkan TIMI (Aragam, 2009). Perbandingan variabel yang
digunakan dari ketiga skor di atas dapat dilihat pada tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2.1. Perbandingan tiga sistem skor pada SKANEST (Chandra, 2012)
Variabel
Usia
Jenis kelamin
Faktor resiko
konvensional
Angina
TIMI
≥65 tahun
Tidak
dipertimbangkan
≥3 faktor resiko
GRACE
Resiko meningkat
pada usia 40-80
Tidak
dipertimbangkan
≥1 episode angina
saat istirahat
dalam 24 jam
Penggunaan
aspirin 1 minggu
sebelum SKA
Frekuensi denyut
jantung
Tekanan darah
sistolik
PURSUIT
Resiko meningkat
pada usia 50-80
Laki-laki
meningkat 1.0
Tergantung
klasifikasi CCS
√
Henti jantung saat
tiba di RS
Perubahan EKG
√
Kelas killip
Enzim jantung
√
Kreatinin serum
Angiografi
√
koroner
Keterangan :
√: termasuk dalam variabel penilaian
Skor meningkat
pada 70-220
Peningkatan TD
menurunkan
resiko
√
√
√
√
√
√
√
2.2.1. Skor GRACE pada IMANEST
Skor GRACE adalah sistem skor yang direkomendasikan oleh pedoman
tatalaksana oleh ESC yang diaplikasikan pada saat pasien masuk dan pulang.
Klasifikasi GRACE ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat perawatan di
rumah sakit dan dalam 6 bulan, 1 tahun, dan 3 tahun setelah keluar dari rumah sakit
(Granger, 2003; Elbarouni, 2009). Skor GRACE dan klasifikasinya dapat dilihat
pada tabel 2.2. dan 2.3.
Universitas Sumatera Utara
9
Tabel 2.2. Skor GRACE untuk SKANEST (Granger, 2003)
Prediktor
Usia dalam tahun
3%
Prediktor Kematian 6 bulan
Skor
Risiko
≤88
Rendah (118
Tinggi (>8%)
2.2.2 Penentuan Risiko Pasien IMANEST
Selain stratifikasi risiko yang telah disebutkan di atas, pada pedoman
tatalaksana oleh ESC yang diadopsi oleh PERKI pasien juga dibagi dalam beberapa
kelompok risiko, yaitu risiko sangat tinggi dan risiko tinggi (Hamm, 2011).
Penentuan risiko ini berperan dalam penentuan perlu atau tidaknya dilakukan
strategi invasif seperti terlihat pada tabel 2.4..
Tabel 2.4. Kriteria stratifikasi risiko sangat tinggi dan tinggi untuk strategi invasif
berdasarkan pedoman tatalaksana ESC 2011 (Hamm, 2011)
Kelompok Risiko
Risiko Sangat Tinggi
Risiko Tinggi
Primer
Sekunder
Kriteria
Angina refrakter
Gagal jantung akut
Aritmia ventrikel mengancam jiwa
Keadaan hemodinamik tidak stabil
Kenaikan atau penurunan troponin yang relevan
Perubahan gelombang T atau segmen ST yang
dinamis (simptomatik maupun tanpa gejala)
Diabetes mellitus
Insufisiensi ginjal (eGFR 140 dan FEVK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infark Miokardium Non Elevasi Segmen ST
SKA adalah suatu definisi operasional yang menggambarkan spektrum
kondisi terjadinya iskemia dan atau infark miokardium yang disebabkan penurunan
aliran darah koroner yang bersifat tiba-tiba (Amsterdam, 2014)
Berdasarkan pedoman tatalaksana SKA yang dikeluarkan oleh PERKI
tahun 2015 diagnosis SKANEST yang terdiri dari IMANEST dan APTS ditegakkan
jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa adanya elevasi segmen ST yang
persisten pada dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi
dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar,
gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan. IMANEST dan
APTS dibedakan berdasarkan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang
lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan
biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi
IMANEST. Pada APTS marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada
SKA, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit
melebihi nilai normal atas (Irmalita, 2015).
Berdasarkan pedoman tatalaksana SKA oleh PERKI tahun 2015 depresi
segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥ 0,05 mV di sadapan
V1-V3 dan ≥ 0,1 mV di sadapan lainnya. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 0,2
mV mempunyai spesifisitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua perubahan
EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG diagnostik dikategorikan sebagai
perubahan EKG nondiagnostik (Irmalita, 2015).
Pasien dengan IMANEST memiliki mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan APTS. Pasien dengan APTS memiliki risiko kematian jangka
pendek sebesar 1,5-2,0% sedangkan pasien dengan IMANEST dan IMAEST
memiliki risiko yang hampir sama yakni 3-5% (Braunwald E 2012).
Universitas Sumatera Utara
7
2.2. Stratifikasi Risiko Pasien IMANEST
SKANEST memiliki spektrum klinis dan risiko yang amat lebar maka
proses stratifikasi risiko harus dilakukan sesegera mungkin. Stratifikasi risiko awal
memiliki peranan penting dalam menentukan prognosis dan strategi pengobatan
yang akan dilakukan (Hamm, 2011; Akkerhuis, 2001). Stratifikasi risiko adalah
suatu proses berkelanjutan hingga pasien dipulangkan dari rumah sakit dan proses
ini dapat mengubah berbagai strategi pengobatan setiap waktunya. Bahkan setelah
pasien dipulangkan, pasien masih dapat berada dalam risiko tinggi untuk terjadinya
KKvM (Hamm, 2011).
Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi untuk
SKA. Beberapa stratifikasi risiko yang paling sering digunakan adalah skor TIMI
dan GRACE. Skor TIMI dihasilkan dari penelitian TIMI 11b dan divalidasi pada
beberapa percobaan seperti TACTICS-TIMI 18. Kekurangan dari skor TIMI adalah
ketidakmampuannya untuk mendiskriminasi risiko secara lebih rinci. Skor GRACE
merupakan skor paling mutakhir namun lebih rumit dan membutuhkan penggunaan
aplikasi komputer dalam penghitungannya. Satu skor lagi yang tidak terlalu
terkenal adalah skor PURSUIT (Platelet glycoprotein IIb/IIIa in Unstable angina:
Receptor Suppression Using Integrilin Therapy). Pada suatu penelitian oleh
Goncalves dkk yang meneliti penggunaan skor GRACE, TIMI, dan PURSUIT pada
populasi yang sama di suatu pusat kesehatan pada 460 pasien. Hasilnya terlihat
bahwa skor GRACE merupakan yang terbaik dalam menilai risiko kematian atau
infark miokardium dalam 1 tahun (De Araujo Goncalves, 2005). Hal ini sejalan
dengan penelitian Aragam dkk yang melihat bahwa daya diskriminasi skor GRACE
lebih baik dibandingkan TIMI (Aragam, 2009). Perbandingan variabel yang
digunakan dari ketiga skor di atas dapat dilihat pada tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2.1. Perbandingan tiga sistem skor pada SKANEST (Chandra, 2012)
Variabel
Usia
Jenis kelamin
Faktor resiko
konvensional
Angina
TIMI
≥65 tahun
Tidak
dipertimbangkan
≥3 faktor resiko
GRACE
Resiko meningkat
pada usia 40-80
Tidak
dipertimbangkan
≥1 episode angina
saat istirahat
dalam 24 jam
Penggunaan
aspirin 1 minggu
sebelum SKA
Frekuensi denyut
jantung
Tekanan darah
sistolik
PURSUIT
Resiko meningkat
pada usia 50-80
Laki-laki
meningkat 1.0
Tergantung
klasifikasi CCS
√
Henti jantung saat
tiba di RS
Perubahan EKG
√
Kelas killip
Enzim jantung
√
Kreatinin serum
Angiografi
√
koroner
Keterangan :
√: termasuk dalam variabel penilaian
Skor meningkat
pada 70-220
Peningkatan TD
menurunkan
resiko
√
√
√
√
√
√
√
2.2.1. Skor GRACE pada IMANEST
Skor GRACE adalah sistem skor yang direkomendasikan oleh pedoman
tatalaksana oleh ESC yang diaplikasikan pada saat pasien masuk dan pulang.
Klasifikasi GRACE ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat perawatan di
rumah sakit dan dalam 6 bulan, 1 tahun, dan 3 tahun setelah keluar dari rumah sakit
(Granger, 2003; Elbarouni, 2009). Skor GRACE dan klasifikasinya dapat dilihat
pada tabel 2.2. dan 2.3.
Universitas Sumatera Utara
9
Tabel 2.2. Skor GRACE untuk SKANEST (Granger, 2003)
Prediktor
Usia dalam tahun
3%
Prediktor Kematian 6 bulan
Skor
Risiko
≤88
Rendah (118
Tinggi (>8%)
2.2.2 Penentuan Risiko Pasien IMANEST
Selain stratifikasi risiko yang telah disebutkan di atas, pada pedoman
tatalaksana oleh ESC yang diadopsi oleh PERKI pasien juga dibagi dalam beberapa
kelompok risiko, yaitu risiko sangat tinggi dan risiko tinggi (Hamm, 2011).
Penentuan risiko ini berperan dalam penentuan perlu atau tidaknya dilakukan
strategi invasif seperti terlihat pada tabel 2.4..
Tabel 2.4. Kriteria stratifikasi risiko sangat tinggi dan tinggi untuk strategi invasif
berdasarkan pedoman tatalaksana ESC 2011 (Hamm, 2011)
Kelompok Risiko
Risiko Sangat Tinggi
Risiko Tinggi
Primer
Sekunder
Kriteria
Angina refrakter
Gagal jantung akut
Aritmia ventrikel mengancam jiwa
Keadaan hemodinamik tidak stabil
Kenaikan atau penurunan troponin yang relevan
Perubahan gelombang T atau segmen ST yang
dinamis (simptomatik maupun tanpa gejala)
Diabetes mellitus
Insufisiensi ginjal (eGFR 140 dan FEVK