Faktor risiko hipertensi, dislipidemia, merokok, Asam Urat, Obesitas, Diabetes Melitus, dan Riwayat Stroke Dalam Keluarga Pada Penderita Stroke

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE
II.1.1. Definisi
Stroke adalah suatu episode dari disfungsi neurologis yang
disebabkan oleh iskemik atau hemoragik, berlangsung selama > 24 jam
atau

meninggal,

tetapi

tidak

memiliki

bukti

yang


cukup

untuk

diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).
Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis disebabkan
infark fokal serebral, spinal, dan infark retinal. Dimana infark Sistem Saraf
Pusat (SSP) adalah kematian sel pada otak, medulla spinalis, atau sel
retina akibat iskemik, berdasarkan :


Patologi, pencitraan atau bukti objektif dari injury fokal iskemik pada
serebral, medula spinalis atau retina pada suatu distribusi vaskular
tertentu.



Atau bukti klinis dari injury fokal iskemik pada serebral, medulla
spinalis atau retina berdasarkan gejala yang bertahan ≥ 24 jam atau
meninggal dan etiologis lainnya telah di eksklusikan (Sacco dkk,

2013).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang

cepat yang disebabkan oleh kumpulan darah setempat pada parenkim
otak atau sistem ventrikular yang tidak disebabkan oleh trauma (Sacco
dkk, 2013).

8
Universitas Sumatera Utara

9

II.1.2. Epidemiologi
Penyakit serebrovaskular menduduki peringkat kedua penyebab
kematian di dunia, angka mortalitasnya meningkat tiap tahunnya sekitar
20% (Enders dkk, 2009). Pada tahun 2001 sampai 2011 sekitar 795.000
orang di Amerika Serikat menderita stroke setiap tahunnya dimana sekitar
610.000 adalah serangan pertama dan 185.000 stroke berulang dimana
stroke merupakan satu dari 20 penyebab kematian di Amerika Serikat
(Goldstein dkk, 2011; Mozaffarian dkk, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI) cabang Medan dari 562 pasien stroke pada 25
Rumah Sakit di Sumatera Utara, didapatkan kejadian stroke tidak berbeda
jauh antara perempuan dan laki-laki dimana kejadian pada perempuan
sebesar 296 orang (52,7%) dan laki-laki 266 orang (47,3%) dengan ratarata usia 59 tahun (20–95 tahun). Keluhan utama pasien terbanyak adalah
penurunan kesadaran berjumlah 198 kasus (35,3%), diikuti hemiparesis
sinistra 134 kasus (23,8%), dan hemiparesis dextra 133 kasus (23,7%).
Faktor risiko terbesar adalah hipertensi berjumlah 497 kasus (88,4%),
diikuti diabetes melitus 155 kasus (27,6%), penyakit jantung 98 kasus
(17,4%), dislipidemia 161 (28,6%), merokok 193 (34,3%). Berdasarkan
hasil Computed Tomography (CT) scan kepala infark berjumlah 302 kasus
(53,7%), hemoragik 152 kasus (27%), infark hemoragik 12 kasus (2,1%),
dan 96 (17,1%) tidak menjalani CT scan kepala (Rambe dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara

10

II.1.3. Faktor Risiko
Faktor- faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan / genetik
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,
low fruit diet.
3. Alkoholik
4. Obat – obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet,
obat kontrasepsi.
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes Mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatik, Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS), lupus
5. Gangguan ginjal

6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi, dan penyakit perdarahan

Universitas Sumatera Utara

11

8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain (Sjahrir, 2003).
II.1.4. Klasifikasi
Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap
jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosis
yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama.
A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1)

Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri


2)

Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subaraknoid

B. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
1)

Transient Ischemic Attack (TIA)

2)

Stroke in evolution

3)

Completed stroke


C. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1)

Sistem karotis

2)

Sistem vertebrobasiler

D. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu :
1)

Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)

2)

Total Anterior Circulation Infarct (TACI)

Universitas Sumatera Utara


12

3)

Lacunar Infarct (LACI)

4)

Posterior Circulation Infarct (POCI) (Misbach dan Jannis, 2011).

E. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti
Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST)
1)

Aterosklerosis Arteri Besar

2)

Kardioembolisme


3)

Oklusi Arteri Kecil

4)

Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan
a. Non-aterosklerosis Vaskulopati
• Non inflamasi
• Inflamasi non infeksi
• Infeksi
b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi

5)

Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan
(Sjahrir, 2003).

II.1.5. Patofisiologi
II.1.5.1. Patofisiologi Stroke Iskemik

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap, yaitu :
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah otak.
b. Pengurangan oksigen.
c. Kegagalan energi.
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion.

Universitas Sumatera Utara

13

Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion.
b. Spreading depression.
Tahap 3 : Inflamasi
Respon inflamatorik pada stroke iskemik akut mempunyai pengaruh
buruk yang memperberat bagi perkembangan infark serebri. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya perubahan kadar sitokin pada penderita
stroke


iskemik

akut.

Sitokin

adalah

mediator

peptida

molekuler,

merupakan protein atau glikoprotein yang dikeluarkan oleh suatu sel dan
mempengaruhi sel lain dalam suatu proses inflamasi, contohnya limfokin
dan interleukin [IL-1 beta, IL-6, IL-8, Tumor Necrosis Factor – alpha (TNFα)] yang merupakan sitokin pro inflamatorik. Adanya IL-8 tersebut
merupakan diskriminator terkuat yang membedakan kasus stroke dengan
non stroke. Produksi sitokin yang berlebihan mengakibatkan plugging
mikrovaskuler serebral dan pelepasan mediator vasokonstriktif endotel
sehingga memperberat penurunan aliran darah, juga mengakibatkan
eksaserbasi kerusakan Blood Brain Barrier (BBB) dan parenkim melalui
pelepasan enzim hidrolitik, proteolitik dan produksi radikal bebas yang
akan menambah neuron yang mati
Tahap 4 : Apoptosis (Sjahrir, 2003).
II.1.5.2. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Perdarahan

intraserebral

biasanya

timbul

karena

pecahnya

mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling
sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.

Universitas Sumatera Utara

14

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriol berdiameter 100 – 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma
tipe Bouchard (Caplan, 2009).
Perdarahan intraserebral sekunder (sekitar 12 sampai 22% dari
seluruh kejadian perdarahan intraserebral) disebabkan oleh penyebab lain
selain pecahnya pembuluh darah kecil, misalnya, aneurisma, malformasi
arteri-vena, transformasi hemoragik stroke iskemik, dan neoplasma
(Brouwser dan Goldstein, 2012).
II.1.6 Diagnosis Stroke
II.1.6.1. Pemeriksaan Klinis
Pengetahuan tentang neuroanatomi dan anatomi pembuluh darah
penting untuk diagnosis klinis stroke. Sebelum membedakan kejadian
stroke, dokter pertama kali harus bertanya apakah temuan disebabkan
oleh proses nonvaskular, seperti tumor otak, gangguan metabolisme,
infeksi, demielinisasi, keracunan, atau cedera traumatis yang menyerupai
stroke. Data yang berbeda digunakan untuk menjawab dua pertanyaan ini
sangat berbeda. Dalam menentukan mekanisme stroke pertanyaan
"what?" dan temuan klinis paling bermanfaat:
1. Ekologi : riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit sekarang, dan
riwayat penyakit keluarga.
2. Keberadaan dan sifat selama stroke atau Transient Ischemic Attack
(TIA)
3. Aktivitas dan onset stroke

Universitas Sumatera Utara

15

4. Temuan sementara dan progresif (apakah terjadinya stroke tiba-tiba
dengan defisit pada kejadian awal stroke? Apakah defisit makin
meningkat, memburuk, atau tetap sama setelah onset? Jika itu
memburuk, apakah ini terjadi secara bertahap, remitting, atau progresif ?
Apakah ada fluktuasi normal atau abnormal?)
5. Gejala seperti sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran
dapat menyertai (Caplan, 2009).
Defisit neurologis mencerminkan lokasi dan ukuran lesi pada
pasien dengan stroke iskemik dan perdarahan. Hemiplegia merupakan
tanda klasik pada semua penyakit serebrovaskular, apakah di bagian otak
atau batang otak, tetapi masih banyak manifestasi lain, termasuk
gangguan mental, numbness dan defisit sensoris, afasia, gangguan
lapang pandang, diplopia, dizziness, disartria, dan sebagainya (Ropper
dkk, 2014).
II.1.6.2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang penting adalah pemeriksaan foto
thoraks yang dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah ada
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
Selain

itu

dapat

mengidentifikasi

kelainan

paru

yang

potensial

mempengaruhi oksigenasi serebral dan dapat memperburuk prognosis
(Misbach dan Jannis, 2011).
Pemeriksaan kedua adalah CT scan dapat menunjukkan gambaran
dan lokalisasi bahkan perdarahan kecil, patogenesis infark hemoragik,

Universitas Sumatera Utara

16

perdarahan subaraknoi d, gumpalan di dalam dan sekitar aneurisma,
daerah infark yang mengalami nekrosis dan malformasi arteriovenous.
Magnetic resonance imaging (MRI) juga menunjukkan lesi. Selain itu,
menunjukkan aliran pada pembuluh darah, hemosiderin, dan pigmen besi,
serta perubahan-perubahan yang dihasilkan dari nekrosis iskemik dan
gliosis (Ropper dkk, 2014).
II.2. HIPERTENSI
II.2.1. Definisi
Hipertensi ditegakkan apabila terjadi peningkatan rata-rata dua
atau lebih tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang
disepakati, yaitu Tekanan Darah Diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg atau
Tekanan Darah Sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg (Chobanian dkk, 2004). Lebih
dari

90% hipertensi bersifat

sedangkan

5-10%

diketahui

idiopatik

(hipertensi

penyebabnya

esensial/primer),

(hipertensi

sekunder)

(Goldszmidt dan Caplan, 2009).
Penelitian yang dilakukan Sastri dkk (2013) pada pasien stroke
menurut faktor risiko hipertensi sebesar 82.80% pada pasien rawat inap di
Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan periode 1
Januari 2010 – 31 Juni 2012 dengan penderita berusia di atas 50 tahun
(81,25%) dan penderita yang berusia di bawah 50 tahun (18,75%).
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mochammad Bahrudin pada tahun
2009 di RSU Haji Surabaya, yang mana didapatkan kejadian tertinggi
stroke terjadi pada usia diatas 50 tahun (69,7%), dan sisanya terjadi pada

Universitas Sumatera Utara

17

usia dibawah 50 tahun, dengan puncaknya pada usia 51-60 tahun (Sastri
dkk, 2013).
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2
(Chobanian dkk, 2004).
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Normal

< 120

< 80

Prehipertensi

120-139

80-89

Hipertensi derajat 1

140-159

90-99

Hipertensi derajat 2

≥ 160

≥ 100

Dikutip dari : Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green. L.A.,
Izzo, J.L. 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health
Publication. U.S. pp 1-65.

Pada tahun 2013, The Eighth Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 8) telah mengeluarkan guideline terbaru mengenai
tatalaksana hipertensi atau tekanan darah tinggi. Dimana secara umum,
JNC 8 ini memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan target
tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang direkomendasikan,
tetapi definisi hipertensi dan prehipertensi tidak dijelaskan (Tabel 2)
(James dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara

18

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 8
REKOMENDASI
Rekomendasi 1

Rekomendasi 2

Rekomendasi 3

Rekomendasi 4

Rekomendasi 5

Rekomendasi 6

Rekomendasi 7

Rekomendasi 8

Rekomendasi 9

KRITERIA
Populasi umum berusia ≥ 60 tahun, memulai pengobatan
farmakologi apabila TDS ≥ 150 mmHg dan TDD ≥ 90
mmHg dan mencapai target terapi apabila TDS < 150
mmHg dan TDD < 90 mmHg. (Grade A).
Populasi umum berusia 40 batang
rokok per hari) (Agus dan Tjahyana, 2011). Sedangkan berdasarkan
waktunya menurut National Health Interview Survey (NHIS) tahun 2007
dapat dibagi menjadi current smoker adalah merokok > 100 batang
selama hidupnya, setiap harinya, atau beberapa hari. Former smoker
adalah seseorang yang merokok > 100 batang selama hidupnya, dan
sekarang sudah berhenti merokok. Never smoker adalah seseorang yang
tidak pernah merokok ≥ 100 batang selama hidupnya (Ponniah, 2008).
II.4.2. Rokok Terhadap Risiko Stroke
Penelitian yang dilakukan oleh Shah dan Cole (2010) yang
dilakukan pada seluruh etnis dan populasi menunjukkan sebuah
hubungan yang kuat antara merokok dan risiko stroke, dimana perokok
memiliki setidaknya dua sampai empat kali lipat terjadinya risiko stroke
dibandingkan dengan bukan perokok atau individu yang telah berhenti
merokok lebih dari 10 tahun sebelumnya.
Dalam satu studi Zhang dkk (2005) pada 526 kasus stroke yang
dilaporkan bahwa wanita yang tinggal bersama suami yang merokok
dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke dan prevalensi meningkat
dengan peningkatan intensitas dan durasi suami merokok. Suami
merokok 1-9 batang per hari adalah 1,28 (95% CI: 0,92-1,77), 10-19

Universitas Sumatera Utara

36

batang per hari 1,32 (95% CI: 1,01-1,72), dan ≥20 batang per hari 1,62
(95% CI: 1,28-2,05)
Berdasarkan penelitian cross sectional yang dilakukan pada 91
pasien stroke pada tahun 2013, terdiri dari 71 perokok aktif dan 41 pasien
yang berhenti merokok. Didapatkan insiden terjadinya stroke iskemik
(n=46) lebih besar daripada stroke hemoragik (n=42), hal ini disebabkan
rokok mengurangi aliran darah serebral, yang dapat meningkatkan risiko
pembentukan bekuan dan risiko stroke berikutnya melalui fenomena
perlambatan aliran atau stasis (Lahano dkk, 2014).
Selain

itu

karboksihemoglobinemia,

peningkatan

agregasi

trombosit, peningkatan kadar fibrinogen, berkurangnya kolesterol HDL,
dan efek toksik langsung dari senyawa seperti 1,3-butadiena, dapat
mempercepat

aterosklerosis

dalam

hewan

model.

Paparan

asap

tembakau pada percobaan juga telah dikaitkan dengan perkembangan
aterosklerosis yang diukur dengan ultrasound model B pada dinding arteri
karotis, juga pada kerusakan awal arteri pada dilatasi endotelium arteri
brakialis. Pada akhirnya, patogenesis terjadinya stroke meningkat pada
populasi yang terpapar asap rokok disertai dengan proses aterogenesis
(Shah dan Cole, 2010).
II.5. ASAM URAT
II.5.1. Definisi
Asam urat adalah produk akhir degradasi nukleotida purin, yang
diproduksi melalui metabolisme purin, dimana konsentrasi intraseluler dari

Universitas Sumatera Utara

37

5-phosphoribosyl-1-pyrophosphate (PRPP) menjadi determinan mayor
biosintesis asam urat (Fauci dkk, 2009).
Kadarnya normal bila dalam rentang 2,5-8 mg/dl pada pria dan 1,56,0 mg/dl pada wanita (Kratz dkk, 2004). Belum ada kadar yang diterima
secara universal, namun biasanya didefinisikan sebagai hiperurisemia bila
kadar asam urat > 6,8 mg/dL (Kim dkk, 2009).
II.5.2. Asam Urat Terhadap Risiko Stroke
Dalam penelitian prospektif selama 12-15 tahun pada 5700 laki-laki
dan perempuan dari populasi umum dengan menyingkirkan faktor risiko
diabetes

melitus

dan

penyakit

kardiovaskular,

dalam

87

µmol/L

peningkatan serum asam urat secara signifikan berhubungan dengan
peningkatan

stroke

iskemik

(31%)

pada

laki-laki,

menyebabkan

peningkatan risiko kematian pada laki-laki (11%) dan perempuan (16%).
Hal

ini

disebabkan

serum

asam

urat

memilik

dampak

yang

membahayakan dalam fungsi platelet dan menyebakan disfungsi endotel
(Storhaug dkk, 2013).
Menurut Vannorsdall dkk (2008) peningkatan serum asam urat
berhubungan dengan stroke iskemik disebabkan oleh kegagalan tonus
vaskular dan disfungsi endotel yang menyebabkan terbentuknya iskemik
pada akhirnya cairan serebropinal melewati blood brain bariier dan
menyebabkan edema.
Penelitian

oleh

Chen

dkk

(2009)

pada

pasien

penyakit

kardiovaskular dan stroke iskemik dengan rata-rata usia ± 51,5-11,5
tahun. Hiperurisemia (kadar asam urat > 7 mg / dl) terlihat dalam 24.4%

Universitas Sumatera Utara

38

dari peserta, dengan dominasi laki-laki (39,7% pria, wanita 11.3%). kadar
asam urat serum meningkat seiring pertambahan usia pada wanita tetapi
tidak pada pria. Kadar asam urat meningkat pada 81.3% laki-laki antara 5
dan 9 mg/dl, tetapi kebanyakan wanita (88.8%) memiliki kadar asam urat
< 7 mg / dl.
Zhang dkk (2010) melakukan penelitian tentang hubungan antara
kadar asam urat dengan outcome klinis pada 585 pasien stroke dewasa
muda di Cina. Didapatkan bahwa kadar asam urat yang rendah lebih
banyak dijumpai pada pasien stroke derajat berat (p=0,02). Pasien
dengan infark serebri yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh
darah kecil memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi (p=0,01) dan skor
mRS yang lebih rendah (p 200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kedua
adalah pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik. Ketiga adalah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO).

Universitas Sumatera Utara

44

Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik
dibanding

dengan

pemeriksaan

glukosa

plasma

puasa,

namun

pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang – ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus. Pemeriksaan Hemoglobin A1c
(HbA1c) juga telah direkomendasikan oleh ADA pada tahun 2011 sebagai
salah satu kriteria dalam mendiagnosis diabetes melitus. Kadar HbA1c ≥
6,5 % yang pemeriksaannya dilakukan pada sarana laboratorium yang
telah distandarisasi menjadi salah satu kriteria dalam mendiagnosis
diabetes melitus (Suyono dkk, 2011).
Tabel 6. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus
KRITERIA
1

2

3

*

KETERANGAN
Gejala klasik diabetes + Kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200
mg/dL (11,1 mmol/L)
 Keterangan : glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir
Gejala klasik diabetes + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL
(7,0 mmol/L)
 Keterangan : Puasa diartikan penderita tidak mendapat
kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Ka