Hubungan Pengetahuan dan Motivasi dengan Pencegahan Hipertensi Pada Usia 25-45 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Hipertensi

2.1.1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Penulisan tekanan darah didasarkan
pada dua fase setiap denyut jantung. Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukkan
fase darah sedang dipompa oleh jantung sedangkan nilai yang lebih rendah (diastolik)
menunjukkan fase darah kembli kedalam jantung (Dalimarta, 2008).
Sedangkan menurut Gunawan (2001) hipertensi didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah yang tingginya tergantung umur individu yang terkena.
Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu tergantung posisi tubuh, umur
dan tingkat stres yang dialami.
Secara umum hipertensi adalah tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi
140/90 mmHg. Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah
kedalam pembuluh nadi (saat jantung mengerut). Diastolik adalah tekanan darah pada

saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (Sutanto, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Klasifikasi Tekanan Darah
Menurut WHO didalam Guidelines (1999), batas tekanan darah yang masih
dianggap normal adalah 140/90 mmHg. Tekanan darah sama atau lebih dari 160/95
mmHg dinyatakan sebagai hipertensi (Lili Marliani dan Tantan S, 2007).
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut National Institute of Health (Lembaga
Kesehatan Nasional di Amerika)

Kategori
Normal
Perbatasan
Hipertensi stadium 1 (ringan)
Hipertensi stadium 2 (sedang)
Hipertensi stadium 3 (berat)

Tekanan Darah Sistolik
(mmHg)

< 130
130-139
140-159
160-179
≥ 180

Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
< 85
85-89
90-99
100-109
≥110

Sumber: Dalimartha, 2008

2.1.3. Faktor Risiko
Faktor risiko hipertensi adalah faktor-faktor yang bila semakin banyak
menyertai penderita dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Faktor ini ada yang
dapat dihindarkan atau diubah ada yang tidak dapat diubah (Budisetio, 2001).

Hipertensi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: Ras, usia, riwayat
keluarga, jenis kelamin, faktor resiko ini tidak dapat diubah, dan yang dapat diubah
seperti obesitas, merokok, alkohol, sress, faktor resiko tersebut dapat dilihat
(Budisetio, 2001).

Universitas Sumatera Utara

1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Penduduk Amerika Serikat yang berumur 18 tahun keatas menderita
hipertensi 34 % pada pria dan 31 % pada wanita yang berkulit hitam, sedangkan
wanita berkulit putih 25% , pria 24% yang mengidap hipertensi, sedangkan pada
orang hispanik terdapat 23% pria dan 22% wanita, pada keturunan Asia dan sukusuku di kepulauan Pasifik diketemukan hanya 10% pria dan 8 % wanita sedangkan
diantara orang Indian Amerika kira-kira 27% pria dan wanitanya menderita hipertensi
(Sheps, 2005).
Di Indonesia pria di daerah perkotaan lebih banyak mengalami kemungkinan
menderita hipertensi dibanding wanita. Secara umum wanita lebih banyak menderita
hipertensi dibanding pria. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat dipengaruhi oleh
faktor psikologis. Wanita sering mengadopsi perilaku tidak sehat seperti merokok dan
pola makan yang tidak seimbang sehingga kelebihan berat badan; depresi; dan

rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pria hipertensi lebih berkaitan dengan
pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran
(Sutanto, 2010).
b. Rasa atau Suku Bangsa
Di Amerika Serikat, kaum Negro Kota mempunyai prevalensi dua kali lebih
tinggi dari pada kelompok kulit putih dan lebih dari empat kali lipat morbidity rate
yang diakibatkan oleh hipertensi (Bustam, 2000).

Universitas Sumatera Utara

c.

Genetik atau Riwayat keluarga
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar

45 orang akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang
menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya. Faktor
keturunan memiliki peran yang besar terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut
terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada
kembar monozigot (berasal dari satu sel telur) dibanding heterozigot (berasal dari sel

telur yang berbeda) (Sutanto, 2010).
Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika seorang dari orang
tua kita menderita hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya, jika orang tua kita menderita hipertensi maka
kemungkinan kita mendapatkan hipetensi 60%, penelitian terhadap penderita
hipertensi dikalangan orang kembar dan anggota keluarga yang sama, menunjukan
pada kasus-kasus tertentu ada komponen keturunan yang berperan (Sheps, 2005).
2. Faktor resiko yang dapat diubah.
a. Obesitas
Obesitas adalah massa tubuh meningkat yang disebabkan oleh jaringan lemak
yang jumlahnya berlebihan. Pada orang- orang kegemukan sering terdapat hipertensi,
walau sebabnya belum jelas. Oleh sebab itu orang yang terlampau gemuk sebaiknya
berusaha untuk menurunkan berat badan (Sheps, 2005).
Berdasarkan penelitian, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
hipertensi. Telah dibuktikan bahwa pula bahwa faktor kegemukan mempunyai kaitan

Universitas Sumatera Utara

erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari. Bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih lanjut dibandingkan

dengan penderita hipertensi dengan berat badan normal. Pada orang yang menderita
obesitas, organ-organ tubuh dipaksa harus bekerja lebih berat, karena harus
membawa kelebihan berat badan yang tidak memberikan manfaat langsung. Karena
itu mereka merasa lebih cepat gerah (merasa panas) dan lebih cepat berkeringat untuk
menghilangkan kelebihan panas tersebut (Dalimartha, 2008).
WHO pada tahun 2002 telah merekomendasikan bahwa obesitas dapat diukur
dengan Body Mass Indeks (BMI) sebagai indikator kekurangan berat badan,
kelebihan berat badan atau obesitas BMI menggambarkan obesitas menyeluruh atan
general obesity yang paling akurat dapat dihitung dengan mudah: BMI = BB
(Kg)/TB2(m) (Depkes, RI, 2004).
Tabel 2.2. Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh
< 17, 00
17,0 – 18,4
18,5 – 25,0
25,0 – 27,0
> 27,0

Kategori
Kurus Sekali

Kurus
Normal
Gemuk
Gemuk Sekali

Sumber Depkes RI, 2004

b. Stres atau Ketegangan Jiwa
Stres bersifat fisik maupun mental menyebabkan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari, mengakibatkan jantung berdenyut lebih kuat dan cepat sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah akibat fungsi kelenjar tiroid tergangu dan produksi

Universitas Sumatera Utara

adrenalin meningkat sehingga otak memerlukan darah lebih banyak (Budisetio,
2001).
Hormon epinefrin (adrenalin) atau kortisol yang dilepas saat stres akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan menyempitkan pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan jantung. Besarnya peningkatan tekanan darah tergantung pada
beratnya stres dan sejauh mana kita dapat mengatasinya. Pengaruh stres yang akut

biasanya hanya sementara namun jika secara teratur menderita stres maka kenaikan
tekanan darah dalam jangka lama akan mengalami kerusakan jantung, arteri, otak,
ginjal, dan mata (Sheps, 2005).
c. Merokok
Rokok adalah salah satu kebiasaan yang identik dengan kebanyakan penyakit
tidak menular, termasuk terbukti hadir sebagai resiko pada penelitian di negaranegara kawasan Sub Sahara Afrika (Belue dkk, 2009).
Menurut WHO (2002), individu yang terus merokok cenderung meningkatkan
hipertensi, hal ini disebabkan adanya konsumsi kumulatif dari pengguna tembakau.
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, meskipun pada beberapa penelitian
didapatkan kelompok perokok dengan tekanan darah lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok yang tidak merokok (Susalit, dkk, 2001).
Nikotin dalam tembakau penyebab meningkatnya tekanan darah segera
setelah isapan pertama, seperti zat-zat kimia yang terdapat dalam asap rokok, nikotin
diserap dalam pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan kealiran
darah hanya dalam hitungan detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi

Universitas Sumatera Utara

terhadap nikotin dengan member sinyal pada adrenal untuk melepas epineprin.
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung

untuk bekerja lebih berat karena tekanan-tekanan yang lebih tinggi (Sheps, 2005).
d. Asupan garam
Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya
hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi adalah melalui peningkatan
volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh
peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada kondisi
keadaan sistem hemodinamik yang normal (Sutanto, 2010).
Natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Natrium
dan klorida adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi natrium yang berlebihan
menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya kembali, cairan intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume
cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya
hipertensi (Sutanto, 2010).
e. Konsumsi Alkohol
Alkohol dalam darah merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin) atau
hormon-hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyembabkan
penumpukan lebih banyak natrium dan air (Sheps, 2005).
Menurut Hendra Budiman, dari FK UNIKA Atmajaya, pada penelitian
epidemiologi dengan pendekatan cross sectional rata-rata tekanan darah meningkat


Universitas Sumatera Utara

bila intake alkohol diatas 3 gelas perhari. Pada penderita hipertensi yang konsumsi
alkoholnya tinggi, tekanan darah akan menurun dengan menurunnya konsumsi
alkohol. Puddey, salah satu pusat penelitian kesehatan di Australia, menemukan
penurunan tekanan darah yang bermakna pada peminum alkohol jenis standard beer
(5% alkohol) dan menggantikannya dengan swan spensial light (0,9 alkohol).
2.1.4. Etiologi
Berdasarkan etiologi ada dua penyebab hipertensi yaitu:
a. Hipertensi Primer (esensial)
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak atau belum
diketahui penyebabnya (terdapat kurang lebih 90% dari seluruh hipertensi).
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah (Sutanto, 2010).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan sebagai akibat dari
adanya penyakit lain. Sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah
penyakit ginjal. Sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Sutanto, 2010).

2.1.5. Gejala Hipertensi
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala, dimana
tekanan darah yang tinggi didalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke, gagal
jantung, serangan jantung dan gagal ginjal. Walaupun penyakit ini dianggap tidak

Universitas Sumatera Utara

memiliki gejala awal, sebenarnya ada beberapa gejala yang tidak terlalu tampak
sehingga sering tidak dihiraukan oleh penderita. Gejala-gejala tersebut mulai
dirasakan oleh para penderita hipertensi dengan tekanan darah lebih besar dari 140/90
mmHg. Gejala-gejala yang dirasakan penderita hipertensi antara lain sebagai berikut:
a.

Pusing

b.

Mudah marah

c.

Telinga berdengung

d.

Sukar tidur

e.

Sesak nafas

f.

Rasa berat di tengkuk

g.

Mudah lelah

h.

Mata berkunang-kunang

i.

Muka pucat

j.

Suhu tubuh rendah

k.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran

2.1.6. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui sistem
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan

Universitas Sumatera Utara

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion kepembuluh darah,
dimana dengan dilepasnya norepenefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi
sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi (Suddarth & Brunner, 2002).
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Konteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal. menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor yang kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh kortek adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Suddarth &
Brunner, 2002).
2.1.7. Komplikasi
Muttaqin A (2009) menyebutkan bahwa komplikasi hipertensi berkaitan
dengan tekanan darah yang sudah meningkat sebelumnya dengan konsekuensi

Universitas Sumatera Utara

perubahan dalam pembuluh darah dan jantung maupun dengan aterosklerosis yang
menyertai hipertensi dan dipercepat oleh hipertensi yang sudah lama diderita.
a.

Penyakit Jantung
Darah tinggi dapat menimbulkan penyakit jantung karena jantung harus

memompa darah lebih kuat untuk mengatasi tekanan yang harus dihadap pada
pemompaan jantung. Ada dua kelainan yang dapat terjadi pada jantung yaitu:
1) kelainan pembuluh darah jantung, yaitu timbulnya penyempitan pembuluh darah
jantung yang disebut dengan penyakit jantung koroner, 2) payah jantung, yaitu
penyakit jantung yang diakibatkan karena beban yang terlalu berat suatu waktu akan
mengalami kepayahan sehingga darah harus dipompakan oleh jantung terkumpul di
paru-paru dan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Penyakit ini disebut dengan
kelemahan jantung sisi kiri.
b.

Pecahnya Pembuluh Darah di Otak (Stroke)
Tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak dapat

menyebabkan terjadinya setengah lumpuh
c.

Gagal Ginjal
Kegagalan yang ditimbulkan terhadap ginjal adalah tergangguanya pekerjaan

pembuluh darah yang terdiri dari berjuta-juta pembuluh darah halus. Bila terjadi
kegagalan ginjal tidak dapat mengeluarkan zat-zat yang harus dikeluarkan oleh tubuh
misalnya ureum.

Universitas Sumatera Utara

d. Kelaianan Mata
Darah tinggi juga dapat menimbulkan kelainan pada mata berupa
penyempitan pembuluh darah mata atau berkumpulnya cairan di sekitar saraf mata.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan
e. Diabetes Militus
Diabetes melitus atau yang sering dikenal dengan penyakit kencing manis
merupakan gangguan pengolahan gula (glukosa) oleh tubuh karena kekurangan
insulin.
2.1.8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh
derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan
dengan terapi (Suddarth & Brunner, 2002).
Menurut Sutanto (2010) penatalaksaan hipertensi secara garis besar dibagi
menjadi dua jenis penatalaksanaan yaitu:
a. Penatalaksaan Non farmakologis atau perubahan gaya hidup
Penatalaksanaan non-farmakologis berupa perubahan gaya hidup yang
menghindari faktor resiko terhadap timbulnya suatu penyakit seperti merokok,
minum alkohol, konsumsi garam berlebihan, hiperlipidema, obesitas, olahraga yang
tidak teratur dan stres.

Universitas Sumatera Utara

b. Penatalaksanaan farmakologis atau obat-obatan.
Pada sebagian besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat
antihipertensi kemudian jika tidak ada kemajuan secara perlahan dosisnya dinaikkan
namun disesuaikan juga dengan umur, kebutuhan dan hasil pengobatan. Obat
antihipertensi yang dipilih harus mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24
jam dengan dosis sekali sehari.

2.2.

Perilaku

2.2.1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia baik yang dapat diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skinner (1938)
seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dri luar) (Notoatmodjo, 2007).
2.2.2. Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua:
a. Perilaku Tertutup
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

Universitas Sumatera Utara

b. Perilaku Terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.
2.2.3. Perilaku Kesehatan
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007) batasan perilaku kesehatan adalah
suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta
lingkungan.
Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu;
a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health maintenance)
Menurut Notoadmodjo (2007) perilaku pemeliharaan kesehatan adalah
perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar
tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan
terdiri dari tiga aspek yaitu:
1.

Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit

2.

Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat,
bahwa kesehatan sangat dinamis dan relatif.

3.

Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya

Universitas Sumatera Utara

makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau
pencarian pengobatan (Health seeking behavior). Perilaku pencarian dan penggunaan
sistem atau fasilitas kesehatan adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang
pada saat menderita penyakit atau perilaku ini di mulai dari mengobati sendiri
(Self/treatment) sampai pencarian pengobatan keluar negeri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi
kesehatannya
2.2.4. Aspek Perilaku Sehat
Menurut Notoatmojo (2005) juga menyebutkan beberapa aspek dari perilaku
sehat (healthy behavior) antara lain:
a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet), mencakup pola makan
sehari-hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh
baik menurut jumlahnya (kuantitas) maupun jenisnya (kualitas).
b. Olahraga teratur, mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti
frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olah raga. Kedua aspek ini
tergantung dari usia dan status kesehatan yang bersangkutan
c. Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol serta tidak menggunakan
narkoba.

Universitas Sumatera Utara

d. Istirahat yang cukup, berguna untuk menjaga kesehatan fisik dan mental.
Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan
kesehatannya.
e. Pengendalian atau manajemen stres, stres tidak dapat dihindari oleh siapapun
namun hanya dapat dilakukan adalah mengatasi, mengendalikan atau mengelola
stres tersebut agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan baik kesehatan
fisik maupun kesehatan mental (rohani).
f. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif untuk kesehatan, mencakup
keseluruhan tindakan atau perilaku seseorang agar dapat terhindar dari berbagai
macam penyakit dan masalah kesehatan termasuk perilaku untuk meningkatkan
kesehatan misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks serta
penyesuaian diri dengan lingkungan yang baik.

2.3.

Pencegahan

2.3.1. Tingkat Pencegahan
Dalam kesehatan masyarakat ada 5 (lima) tingkat pencegahan penyakit
menurut Leavell and Clark yaitu;
1. Peningkatan Kesehatan (health promotion)
Peningkatan kesehatan adalah aktivitas yang, dengan menekankan aspek positif,
membantu individu untuk untuk mengembangkan sumber-sumber yang akan
mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan dan memperbaiki kualitas
hidup (Suddarth & Brunner, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Tujuan peningkatan kesehatan adalah untuk berfokus pada potensi individu
terhadap kesejahteraan dan untuk mendorong sehingga mengubah kebiasaan
pribadi, gaya hidup, dan lingkungan dengan cara yang akan mengurangi resiko dan
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan (Suddarth & Brunner, 2002).
Peningkatan kesehatan meliputi; a) Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas
maupun kuantitas), b) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah, c)
Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misal untuk kalangan menengah ke atas
di negara berkembang terhadap resiko hipertensi, d) Olahraga secara teratur sesuai
kemampuan individu, e) Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan
mental dan sosial, dan f) Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang
bertanggung jawab.
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general and
specific protection) meliputi: a) Memberikan immunisasi pada golongan yang
rentan untuk mencegah penyakit, b) Isolasi terhadap penderita penyakit menular,
misal yang terkena flu burung,

c) Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di

tempat umum maupun tempat kerja, d) Perlindungan terhadap bahan-bahan yang
bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi. e) Pengendalian sumbersumber pencemaran.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early
diagnosis and prompt treatment) meliputi: a) Mencari kasus sedini mungkin,
b) Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan Misalnya

Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan darah, rontgent paru, c) Mencari semua orang yang telah
berhubungan dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi
agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan, d) Meningkatkan
keteraturan pengobatan terhadap penderita, e) Pemberian pengobatan yang tepat
pada setiap permulaan kasus.
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation) meliputi: a) Pengobatan dan
perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi,
b) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan, c) Perbaikan fasilitas kesehatan
sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih
intensif.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation) meliputi: a) Mengembangkan lembagalembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat, b) Menyadarkan
masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan dukungan moral
setidaknya

bagi

yang

bersangkutan

untuk

bertahan,

c)

Mengusahakan

perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat
mampu mempertahankan diri, d) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang
harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit (Entjang,
2000).
Sedangkan menurut WHO (1993) dalam Bustan (1997) upaya pencegahan
menjadi 3 bagian : primordial prevention (pencegahan awal) yaitu pada pre
patogenesis, primary prevention (pencegahan pertama) yaitu health promotion dan
general and specific protection , secondary prevention (pencegahan tingkat kedua)

Universitas Sumatera Utara

yaitu early diagnosis and prompt treatment dan tertiary prevention (pencegahan
tingkat ketiga) yaitu dissability limitation.
2.3.2. Pencegahan Hipertensi
a. Pencehahan Primer
Yang dimaksud dengan pencegahan primer hipertensi adalah pencegahan
yang dilakukan terhadap seseorang/masyarakat sebelum terkena hipertensi. Sasaran
pencegahan primer hipertensi adalah orang yang masih sehat agar tujuan
seseorang/masyarakat tersebut dapat terhindar dari hiperensi.
Pencegahan primer hipertensi adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi atau menghindari setiap perilaku yang memperbesar faktor resiko,
yaitu:
a. Menurunkan berat badan sampai ketingkat paling ideal bagi yang kelebihan
berat badan dan kegemukan
b. Menghindari minuman yang mengadung alkohol
c. Mengurangi/ membatasi asupan natrium/ garam
d. Menghindari rokok
e. Menguragi/menghindari makanan yang mengandung lemak-lemak dan
kolesterol yang tinggi.
2. Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu:
Melakukan olah raga secara teratur dan terkontrol seperti senam erobik, jalan
kaki, berlari, bersepeda dan lain-lain. America College of Sports Medicine (ACSM)

Universitas Sumatera Utara

pada tahun 2004) menyatakan bahwa hubungan olah raga dengan hipertensi, antara
lain sebagai berikut:
a. Individu yang kurang aktif olahraga mempunyai resiko menderita hipertensi 3050% lebih besar daripada individu yang aktif bergerak
b. Sesi olahraga rata-rata menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg. Pengaruh
penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung sampai 22 jam setelah
berolahraga
c. Pengaruh olahraga jangka panjang (4-6 bulan) menurun tekanan darah 7,4/5,8
mmHg tanpa obat hipertensi
d. Penurunan tekanan darah sebanyak 2 mmHg, baik sistolik maupun diastolik
mengurangi resiko terhadap stroke sampai 14-17% dan resiko terhadap
penyakit kardiovaskuler sampai 9%
e. Individu dengan kelebihan berat badan sangat dianjurkan untuk menurunkan
berat badannya dengan olahraga. Penurunan berat badan 4,5 kg dapat
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
b. Pencehahan Sekunder
Yang dimaksud dengan pencegahan sekunder hipertensi adalah pencegahan
yang dilakukan terhadap seseorang/ masyarakat yang memiliki faktor resiko terkena
hipertensi. sasaran pencegahan primer hipertensi adalah orang yang baru terkena
penyakit hipertensi melalui diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan
menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. pencegahan
bagi mereka yang menderita/terancam menderita hipertensi adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Pemerikasaan berkala
a. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah secara berkala merupakan cara
untuk mengetahui apakah kita menderita hipertensi atau tidak.
b. Mengontrol tekanan darah secara teratur sehingga tekanan darah dapat stabil
dan senormal mungkin dengan atau tanpa obat-obatan.
2. Pengobatan/perawatan
Penderita hipertensi yang tidak dirawat atau dapat membawa dampak parah
karenanya, pengobatan yang tepat waktu sangat penting dilakukan sehingga penyakit
hipertensi dapat segera dikendalikan
c. Pencegahan Tertier
Yang dimaksud dengan pencegahan tersier hipertensi adalah pencegahan yang
dilakukan terhadap seseorang/masyarakat yang telah terkena hipertensi. Sasaran
pencegahan tersier hipertensi adalah penderita hipertensi dengan tujuan mencegah
proses penyakit lebih lanjut yang mengarah pada kecacatan/kelumpuhan bahkan
kematian. Pencegahan tersier penyakit hipertensi adalah sebagai berikut.
1. Menurunkan tekanan darah ketingakat yang wajar sehingga kualitas hidup
penderita dapat dipertahankan
2. Mencegah komplikasi dari tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan
kerusakan pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke (kelumpuhan
organ badan) atau organ lain.
3. Memulihkan kerusakan target organ dengan obat anti hipertensi

Universitas Sumatera Utara

4. Mengobati penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, hipertiroid, kolesterol
tinggi, kelainan pada ginjal, penyakit jantung koroner dan sebagainya.
Dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta perubahanperubahan yang terjadi di setiap masa/fase, dapat diupayakan pencegahan apa yang
sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit dapat dihambat perkembangan penyakit
sehingga penyakit dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak terjadi lebih
berat, bahkan dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan
sesuai dengan perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga
upaya pencegahan dibagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.
Usaha pencegahan penyakit mendapat tempat yang utama, karena dengan usaha
pencegahan akan diperoleh hasil yang lebih baik, serta memerlukan biaya yang lebih
murah dibandingkan dengan usaha pengobatan dan rehabilitasi (Entjang, 2000).
2.3.3. Strategi Pencegahan
Pencegahan penyakit hipertensi dikembangkan melalui upaya-upaya yang
mendorong memfasilitasi diterbitkannya kebijakan yang mendukung upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit hipertensi.
Pencegahan penyakit hipertensi dilakukan melalui pengembangan kemitraan
antara pemerintah. masyarakat. organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi
termasuk dunia usaha dan swasta.

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Pengetahuan

2.4.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2005).
Menurut Benyamin Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005),
pengetahuan tercakup dalam domain atau ranah kognitif yang terdiri dari 6 tingkatan,
yakni:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini termasuk mengingat kembali atau recall sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek
yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan materi yang telah
dipelajarinya kedalam situasi yang nyata atau sebenarnya. Aplikasi disini dapat

Universitas Sumatera Utara

diartikan penggunnaan rumus, hukum, metode, prinsip kedalam konteks atau situasi
yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, dan mengelompokan.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sintesis ini merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formula-formula yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan kepada suatu
Kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.4.2. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang memegaruhi pengetahuan dalam
masyarakat antara lain:

Universitas Sumatera Utara

a. Sosial Ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan sosial. Bila
ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka pengetahuan akan tinggi juga.
b. Kultur (Budaya dan Agama).
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi yang baru akan sering sesuai atau tidak dengan budaya yang ada atau
agama yang dianut.
c. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal yang baru dan
akan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu.
Pendidikan yang tinggi maka pengalaman lebih luas. Sedangkan semakin tua umur
seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.
2.4.3. Indikator Tingkat Pengetahuan terhadap Kesehatan
Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi: penyebab penyakit,
gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan, atau kemana
mencari

pengobatan,

bagaimana

penularannya

dan

bagaimana

cara

pencegahannya termasuk imunisasi.

Universitas Sumatera Utara

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat,
meliputi: jenis-jenis makanan yang bergizi, manfaat makan yang bergizi bagi
kesehatannya, pentingnya olahraga bagi kesehatan, penyakit-penyakit atau
bahaya merokok, pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi dan sebagainya
bagi kesehatan.
c.

Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi; manfaat air bersih, caracara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat
dan sampah, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat akibat
polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

2.5.

Motivasi

2.5.1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move, secara umum
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku
tertentu. Oleh karena itu motivasi berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan
dan tujuan (Notoatmodjo, 2007).
Motivasi adalah tingkah laku yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Motivasi
ini menjadi proses yang dapat menjelaskan mengenai tingkah laku seseorang dalam
melaksanakan tugas tertentu (Hidayat, 2009).
Sedangkan menurut Terry G, 1986 (dalam Notoatmodjo, 2007) motivasi
adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan (perilaku).

Universitas Sumatera Utara

Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan atau keinginan yang harus
dipenuhi. Keinginan itu akan mendorong individu untuk melakukan suatu tidakan,
agar tujuan tercapai, misalnya rasa haus mendorong/memotivasi individu mencari
minuman, dengan tujuan agar rasa haus itu hilang. Tetapi setelah salah tujuan
tercapai, maka biasanya timbul keinginan/ kebutuhan lain, yang menimbulkan
motivasi baru, sehingga proses ini membentuk suatu lingkaran motivasi (Sarwono,
2007).
Dengan motivasi dapat membuat seseorang melakukan kegiatan secara aktif
dan penuh konsentrasi. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak
menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkan, baik dalam konteks belajar,
bekerja maupun dalam kehidupannya.
2.5.2. Pendekatan Motivasi
Menurut Feldman (2003), pendekatan kognitif ini menjelaskan, bahwa
motivasi adalah merupakan produk dan pikiran, harapan dan tujuan seseorang. Dalam
pendekatan ini dibedakan antara motif intrinsik atau motif yang berasal dari dalam
diri, dengan motif ekstriksik atau motif yang dari luar diri (Notoatmodjo, 2005).
Motif intrinsik akan mendorong kita untuk melakukan sesuatu aktivitas guna
memenuhi kesenangan kita dan bukan karena ingin mendapatkan pujian, misalnya
seorang bidan di desa yang dengan rela hati membantu masyarakat setempat
walaupun desa tempat tinggalnya adalah desa yang terpencil dan miskin.
Ia melakukan ini bukan karena ingin mendapat pujian atau penghargaan, namun

Universitas Sumatera Utara

karena ia memang senang menolong masyarakat di desa terpencil. Motif yang dari
luar diri, karena ia ingin memperoleh penghargaan sebagai bidan teladan.
Aliran internal ini menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang aktif
dalam menentukan dirinya, sehingga apa yang dilakukan lebih banyak berasal dari
dirinya. Sedangkan aliran teori sosial kognitif menggunakan istilah self regulation,
sebagai hal internal yang mengatur diri kita (Notoatmodjo, 2005).
2.5.3. Teori Motivasi
Istilah motivasi untuk menunjukan suatu pengertian melibatkan tiga
komponen yaitu:
a. Pemberian daya pada tingkah laku manusia (energizing)
b. Pemberi arah tingkah laku (directing)
c. Bagaimana tingkah laku dipertahankan (sustaining)
Daya dan kekuatan yang ada dalam diri manusia yang mendorong atau
menggerakan seseorang untuk bertingkah laku tertentu yang diarahkan pada suatu
tujuan. Daya tersebut memiliki intensitas tertentu yang sesuai dengan yang ingin
dicapai. Apabila sudah terarah pada tujuan, maka tingkah laku tersebut dapat
dipertahankan secara gigih agar tujuan tercapai (Hidayat, 2009).
2.5.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi
Agar dapat mengubah perilaku perlu memahami faktor yang berpengaruh
terhadap berlangsungnya atau berubahnya perilaku yakni:

Universitas Sumatera Utara

1. Pembelajaran
Proses belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam
tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, ketrampilan dan nilai-nilai) dengan aktifitas
kejiwaan sendiri. Hal ini dapat diartikan bahwa seseorang dapat dikatakan belajar
apabila di dalam dirinya terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang
tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Dalam proses
belajar itu sendiri tidak lepas dari latihan atau sama halnya dengan pembiasaan yang
merupakan penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan mengulang-ulang
aktifitas tertentu. Baik latihan maupun pembiasaan terutama terjadi dalam taraf
biologis tetapi apabila selanjutnya berkembang dalam taraf psikis maka kedua gejala
itu akan menjadi proses kesadaran sebagai proses ketidaksadaran yang bersifat
biologis yang disebut proses otomatisme sehingga proses tersebut menghasilkan
tindakan yang tanpa disadari, cepat dan tepat.
2. Sosial/emosional
Menurut Taylor (1995) perilaku sehat sangat efektif bila didukung oleh situasi
sosial yang baik. Keluarga, teman dekat, teman kerja dan lingkungan sekitar
merupakan komponen penting dari terbentuknya kebiasaan sehat. Bila lingkungan
mendukung kebiasaan sehat dan mengerti tentang hakekat kesehatan maka tidak sulit
bagi penderita sakit untuk melakukan terapi kesehatan. Begitu pula sebaliknya
perilaku sehat sulit terwujud ketika lingkungan tidak mendukung, sehingga dapat
diketahui bahwa faktor sosial dapat berfungsi sebagai terbentuknya perilaku sehat dan
tidak sehat. Selain faktor sosial, faktor emosi juga dapat berperan dalam terbentuknya

Universitas Sumatera Utara

perilaku sehat. Ketika seseorang mengalami tekanan jiwa atau permasalahan yang
rumit ada diantara mereka yang melampiaskan dengan kegiatan positif namun bahkan
ada pula yang melakukan kegiatan yang dapat menambah buruk keadaan.
3. Dorongan
Dorongan adalah suatu keadaan yang timbul sebagai hasil dari beberapa
kebutuhan biologis , seperti kebutuhan akan makanan, air, sek atau menghindari sakit.
Dasar dari konsep dorongan adalah homeostatis, yaitu kecenderungan untuk
mempertahankan /memelihara lingkungan internal yang konstan.

2.6.

Landasan Teori
Faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan preventif menurut Antonovsky,

A dan Kats 1970 (dalam Muzaham, 1995) terdiri dari 3 variabel yaitu motivasi
predisposisi, variabel kendala, dan variabel kondisi. Motivasi predisposisi merupakan
inti, dengan anggapan bahwa setiap perilaku ada motivasi, yakni untuk mencapai
suatu tujuan. Ada tiga tipe tujuan yang mendorong orang melakukan perilaku
pencegahan penyakit yaitu: 1) untuk meningkatkan derajat kesehatan atau
menghindari kemungkinan sakit; 2) untuk mendapatkan pesetujuan dari orang-orang
terdekat; dan 3) untuk memperoleh pengertian agar perilaku tertentu disetujui atau
diakui sendiri kemanfaatannya. Motivasi adalah untuk memperoleh pihak orangorang terdekat dan untuk memperoleh pengakuan sendiri tentang kemanfaatan suatu
perilaku, maka tindakan harus disesuaikan dengan keinginan kelompok atau
kenyakinan sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Variabel kendala ialah variabel yang merintangi orang yang telah termotivasi
untuk melakukan suatu perilaku kesehatan. Kendala bisa terjadi secara internal seperti
kekurangan pengetahuan tentang perilaku sehat, atau ketakutan untuk melakukan
tindakan tertentu; atau secara ekternal karena kekurangan sumber daya.
Variabel kondisi dapat memodifikasi variabel motivasi dan variabel kendala.
Variabel kondisi termasuk pengalaman kesehatan sebelumnya dan status sosial
ekonomi.

Variabel prediktor yakni variabel motivasi yang efektif serta variabel

kedala saling berinteraksi, keduanya juga saling berinteraksi dengan variabel kondisi.
Menurut Gunawan (2001) hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Pendekatan
tentang timbulnya penyakit digambarkan dengan menggunakan model jaring-jaring
sebab akibat (Multiple causation of disease atau web of causation) dikemukan oleh
Macmahon dan Pugh (1970) yang menjelaskan bahwa terjadinya penyakit peranan
faktor-faktor dalam menimbulkan suatu penyakit tidak pernah tergantung pada
sebuah faktor penyebab saja tetapi tergantung kepada sejumlah faktor dalam
rangkaian kausalitas sebelumnya. Dengan demikian terjadinya penyakit dapat dicegah
atau dihentikan dengan cara memotong mata rantai pada berbagai titik faktor-faktor
yang memudahkan terjadinya efek/ penyakit disebut promotor dan yang menghambat
terjadinya efek/penyakit disebut inhibitor.
Pencegahan terhadap hipertensi dikatagorikan 4 tingkatan yaitu;
1. Pencegahan primodial yaitu usaha pencegahan predisposisi terhadap hipertensi,
belum terlihat adanya faktor yang menjadi resiko hipertensi, contoh adanya

Universitas Sumatera Utara

peraturan pemeritah membuat peringatan pada rokok, dengan melakukan senam
kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi (Bustam, 1997).
2. Pencegahan primer adalah upaya pencegahan sebelum seorang penderita
terserang hipertensi, dilakukan pencegahan hipertensi melalui pendekatan,
seperti penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko hipertensi serta kiat agar
terhindar dari hipertensi dengan menghindari merokok, konsumsi alkohol,
obesitas, stress (Bustam, 1997).
3. Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi ditujukan kepada
penderita hipertensi yang sudah terserang agar tidak menjadi lebih berat.
Tujuan pencegahan sekunder ini ditekankan kepada pengobatan penderita
hipertensi mencegah penyakit hipertensi kronis (Bustam, 1997).
4. Pencegahan tersier yaitu pencegahan terjadinya komplikasi yang berat dan
menimbulkan kematian, contoh melakukan rehabilitasi. Pencegahan tersier ini
tidak ada hanya mengobati juga mencakup upaya timbulnya komplikasi
kardiovaskuler seperti infark jantung, stroke dan lain-lain, terapi diupayakan
dalam merestorasi jaringan yang sudah mengalami kelainan atau sel yang sudah
rusak akibat hipertensi, agar penderita kembali hidup dengan kualitas normal
(Entjang Indah, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Dari uraian diatas maka dapat digambarkan kerangka teori:
Variabel Predisposisi
Motivasi
- Meningkatkan
derajat
kesehatan/menghin
dari sakit
- Mendapat
persetujuan dari
orang-orang
terdedekat
- Memperoleh
pengertian agar
perilaku
disetujui/diakui
sendiri
kemanfaatannya

Variabel Kendala

Variabel Kondisi

1. Internal

- Pengalaman
kesehatan
sebelumnya
- Sosial ekonomi

- Kekurangan
pengetahuan
tentang perilaku
sehat
- Ketakutan
melakukan
tindakan
2. Eksternal
Kekurangan
SDM

Pencegahan penyakit

Status kesehatan

Gambar. 2.1 Diagram skema Variabel yang memengaruhi perilaku kesehatan
preventif menurut Antonovsky, A dan Kats 1970

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan landasan teori di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan

kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel Independen
Pengetahuan
Motivasi

Variabel Dependen
Pencegahan Hipertensi pada pria usia
25 – 45 tahun
1. Dilakukan
2. Tidak dilakukan

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara