Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit (Studi Kasus : Terminal Pinang Baris Medan)

13

BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1

Pengertian Terminal
Terminal merupakan salah satu fasilitas yang menunjang pergerakan manusia

dan barang dari satu tempat ketempat lain. Sebagai fasilitas umum, terminal harus
dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Terminal penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antarmoda
transportasi serta mengatur kedatangan dan keberangkatan kendaraan umum. Fungsi
terminal menurut Ditjen Perhubungan Darat, 1995 dapat ditinjau dari 3 (tiga) unsur
yaitu: penumpang, pemerintah, dan operator bus. Fungsi terminal bagi penumpang
adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan perpindahan dari satu moda atau
kendaraan yang satu ke moda atau kendaraan yang lain, tempat tersedianya fasilitasfasilitas dan informasi (peralatan, teluk, ruang tunggu, papan informasi, toilet, toko,
loket, dll), serta fasilitas parkir bagi kendaraan pribadi. Fungsi terminal bagi
pemerintah antara lain adalah dari segi perencanaan dan manajemen lalu lintas untuk

menata lalu lintas dan menghindari kemacetan, sebagai sumber pemungutan retribusi
dan sebagai pengendali arus kendaraan umum. Fungsi terminal bagi operator bus
adalah untuk pengaturan pelayanan operator bus, penyediaan fasilitas istirahat,
informasi arah bus, dan fasilitas pangkalan.
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1995, terminal angkutan
penumpang merupakan salah satu bagian dari sistem transportasi, tempat kendaraan
13

Universitas Sumatera Utara

14

umum mengambil dan menurunkan penumpang dari satu moda ke moda transportasi
lainnya, juga merupakan prasarana angkutan penumpang dan menjadi unsur ruang
yang mempunyai peran penting bagi efisiensi kehidupan wilayah. Keputusan Menteri
Perhubungan No. 31 Tahun 1995 tentang Prasarana Lalulintas Jalan mengatakan
bahwa terminal penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra/atau antar-moda
transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan penumpang umum.
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 dan Keputusan Menteri Perhubungan No.

31 Tahun 1995 menyatakan bahwa penentuan lokasi terminal penumpang dan barang
dilakukan dengan mempertimbangkan rencana kebutuhan lokasi simpul yang
merupakan bagian dari rencana umum tata ruang, kepadatan lalu lintas dan kapasitas
jalan di sekitar terminal, keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antarmoda, kondisi topografi lokasi terminal, dan kelestarian lingkungan (Oktara, Tetriana
Vivi. 2008).
Tujuan diadakannya tempat perhentian sesuai dengan peraturan Dirjen
Perhubungan darat adalah untuk:
1. Menjamin kelancaran dan ketertiban lalu lintas;
2. Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum;
3. Kepastian

keselamatan

untuk

menaikkan

danlatau

menurunkan


penumpang; dan
4. Kemudahan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan
umum atau bus.

Universitas Sumatera Utara

15

Secara umum pemberhentian angkutan umum dapat dikelompokkan menjadi
3 (tiga) kategori, yaitu:
1. Perhentian di ujung rute (terminal)
Terminal adalah tempat dimana angkutan umum harus memulai atau
memutar untuk mengakhiri perjalannya. Pada lokasi perhentian ini
penumpang harus mengakhiri perjalanannya atau sebaliknya penumpang
memulai perjalanannya.
2. Perhentian terletak di sepanjang rute
Perhentian harus disediakan dengan jarak dan jumlah yang memadai, agar
penumpang diberi kemudahan untuk akses dan juga agar kecepatan
angkutan umum dapat dijaga pada batas yang wajar.

3. Perhentian pada titik dimana dua atau lebih lintasan bertemu
Pada perhentian ini, penumpang dapat bertukar angkutan dengan lintasan
rute lainnya. Pergantian angkutan umum pada titik tersebut dapat disebut
transfer (Aprianto, totok, 2006).
Adapun persyaratan umum yang harus dimiliki oleh tempat perhentian adalah
sebagai berikut:
a.

Berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;

b.

Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat pada fasilitas pejalan kaki;

c.

Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman;

d.


Dilengkapi dengan rambu petunjuk; dan

e.

Tidak mengganggu kelancaran arus lalulintas.

Universitas Sumatera Utara

16

2.1.1

Tipe dan fungsi terminal
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 31/1995, Terminal

penumpang berdasarkan fungsi pelayanannya dibagi menjadi:
1. Terminal Penumpang Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan
pedesaan.
2. Terminal Penumpang Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk

angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan
pedesaan.
3. Terminal Penumpang Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan pedesaan.

2.1.2

Pendekatan terminal bus
Terminal Bus adalah tempat sekumpulan bus mengakhiri dan mengawali

lintasan operasionalnya. Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka pada
bangunan terminal penumpang dapat mengakhiri perjalanannya, atau memulai
perjalananya atau juga dapat menyambung perjalanannya dengan mengganti lintasan
bus lainnya. Di lain pihak, bagi pengemudi bus, maka bangunan terminal adalah
tempat untuk memulai perjalanannya, mengakhiri perjalannya dan juga sebagai
tempat bagi kendaraan beristirahat sejenak, yang selanjutnya dapat digunakan juga
kesempatan tersebut untuk perawatan ringan ataupun pengecekan mesin.

Universitas Sumatera Utara


17

Jika kita amati suatu sistem terminal bus, maka kita akan melihat pada sistem tersebut
terdapat sekumpulan komponen yang saling berinteraksi satu dengan lainnya
(Ardiansyah, Ferry Wisnu, 2005).Komponen-komponen yang dimaksud meliputi:
1. Bus
Dari lintasan rutenya, bus datang di terminal, kemudian menurunkan
penumpang penumpangnya. Setelah menunggu beberapa lama (tergantung
pada jadwal), selanjutnya bus menaikkan penumpangnya kemudian pergi
kembali menelusuri lintasan rutenya. Terkadang, dengan alasan tertentu,
bus terpaksa harus diperbaiki atau dilakukan perawalan kecil, seperti
mengganti ban, mengganti busi ataupun penyetelan mesin. Untuk bus-bus
yang harus berangkat dari terminal di pagi hari, maka bus harus menginap
di tempat penyimpanan khusus.
2. Penumpang
Untuk penumpang, kegiatan di terminal dimulai dengan datangnya
penumpang, baik datang dengan bus ataupun datang dengan sarana
lainnya. Sesampainya diterminal, maka penumpang turun dari bus. Jika
ingin meneruskan perjalannya maka penumpang tersebut harus berganti
bus dengan lintasan rute yang sesuai dengan arah perjalanannya.

Sedangkan jika penumpang ingin mengakhiri perjalanannya dengan
berjalan kaki atau dengan menggunakan kendaraan lain, maka dia keluar
dari terminal. Jika dia ingin berpindah pada lintasan rute yang lain, dia
harus membeli tiket dan menunggu kedatangan bus yang diperlukannya.

Universitas Sumatera Utara

18

Setelah itu, ketika bus yang dinanti datang, dia naik ke dalam bus dan
akhimya bus meninggalkan terminal.
3. Kiss & Ride
Bagi calon penumpang yang diantar dengan kendaraan oleh orang lain,
maka ketika sampai di terminal, dia segera turun untuk segera membeli
tiket sesuai dengan lintasan, rute dan arah yang dituju. Selanjutnya dia
menuju ke platform di mana bus yang dimaksud berada, dan menunggu
beberapa saat sampai bus dimaksud datang Selanjutnya dia naik ke bus
dan bersama bus pergi dari terminal.
4. Park & Ride


Bagi calon penumpang yang menggunakan kendaraan pribadi ke terminal,
maka pada saat di terminal dia memarkir kendaraannya dan masuk ke
terminal untuk membeli tiket, sesuai dengan lintasan rute dan tujuannya.
Selanjutnya dia menuju ke platform di mana bus yang dimaksud berada,
dan menunggu beberapa saat sampai bus dimaksud datang. Kemudian dia
naik ke bus dan bersama bus pergi dari terminal.
5. Pejalan Kaki
Bagi seorang pejalan kaki yang ingin menggunakan bus untuk
perjalannnya, dia harus datang ke terminal dengan berjalan kaki.
Sesampainya di terminal dia membeli tiket, sesuai dengan lintasan rute
dan tujuannya. Selanjutnya dia menuju ke platform di mana bus yang

Universitas Sumatera Utara

19

dimaksud berada, dan menunggu beberapa saat sampai bus dimaksud
datang. Kemudian dia naik ke bus dan bersama bus pergi dari terminal.
Jika kesemua komponen di atas memang diakomodasi dalam sebuah terminal maka
mekanisme yang ada secara keseluruhan (Gambar 2.1). Tapi perlu diingat bahwa

suatu terminal tidak selamanya berfungsi untuk mengantisipasi kelima komponen di
atas. Pada beberapa kasus, hanya dua atau tiga komponen saja yang dilayani,
misalnya pada terminal kecil di mana hanya menampung komponen bus, penumpang
dan kiss & ride.
Bis

Penumpang

KISS &RIDE

PARK & RIDE

Pejalan kaki

Datang

Datang

Datang


Datang

Datang

Penumpang
Turun

Penumpang
Turun

Perawatan

Penumpang
Turun

Ganti Bis

Ngetem

Parkir

Beli Tiket

Menunggu

Penyimpanan
Penumpang
Naik

Pemberangkatan

Gambar 2.1 Mekanisme yang terjadi diTerminal bus
(http://kamiharibasuki.blogspot.com/)

Universitas Sumatera Utara

20

Tempat berhenti di perlukan keberadaannya disepanjang rute angkutan umum
agar gangguan terhadap lalu lintas dapat diminimalkan, oleh sebab itu tempat
pemberhentian angkutan umum harus diatur tempatannya sesuai dengan kebutuhan.
Pemberhentian memiliki 2 karakter, yakni pemberhentian permanen dan
pemberhentian sejenak. Kegiatan berhenti secara permanen mengambarkan lokasi
pemberhentian sebagai sebuah destinasi. Sedangkan kegiatan berhenti sejenak
menggambarkan lokasi perhentian sebagai sebuah peralihan atau perlintasan (transit).
Ketika pergerakan tengah berlangsung, maka timbul simpul perpindahan dibeberapa
tempat.

2.2

Transit Orientasi Development (TOD)

Transit Oriented Development merupakan restruktur konsep pembangunan

yang berpusat pada fasilitas transit, yang sebenarnya telah dikenal sejak awal abad
ke-20 berupa konsep pengembangan terpadu pada stasiun kereta api dan Bus Rapid
Transit sebagai fasilitas publik transportasi massal. Yang kemudian coba di

rekonstruksi menjadi sebuah teori oleh Calthrope.
Konsep Transit Oriented Development (TOD) pada akhir 1980-an, dan
sementara yang lain telah mempromosikan konsep serupa dan berkontribusi pada
konsep desain, TOD menjadi bagian dari perencanaan modern ketika buku "The Next
American Metropolis" diterbitkan oleh Peter Calthrope pada tahun 1993. TOD telah

didefinisikan secara umum sebagai "komunitas mixed use yang mendorong orang
untuk tinggal dekat layanan transit dan untuk mengurangi ketergantungan mereka

Universitas Sumatera Utara

21

mengemudi." Calthorpe melihatnya sebagai neo-panduan tradisional desain
masyarakat yang berkelanjutan. Diluar definisi bentuk yang dibangun, itu juga teori
desain sebuah komunitas yang menjanjikan untuk mengatasi berbagai masalah sosial.
Konsep TOD mengintegrasikan jaringan transportasi dengan pusat-pusat
aktivitas masyarakat perkotaan sehingga lebih mudah terjangkau dan mengurangi
penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Percampuran fungsi ini dikombinasikan
dengan keseluruhan ruang-ruang publik seperti plaza, berbentuk seperti sebuah
kompleks kawasan yang compact, dimana warganya dapat hidup, bekerja, dan
bersantai pada ruang-ruang pedestrian dan menawarkan variasi pilihan aktivitas
dengan akses yang nyaman.
Konsep TOD berfokus pada percampuran fungsi pada lahan, seperti hunian,
perkantoran, perdagangan, fasilitas publik dan hiburan dengan jarak-jarak yang
nyaman untuk berjalan (tidak lebih dari 600 meter atau 5-10 menit berjalan) yang
terintegrasi dengan titik transit, misalnya stasiun kereta api atau stasiun bus,
(Calthrope, 1993) (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Ilustrasi konsep dasar pengembangan berorientasi transit (TOD)
(The Next American Metropolis, Calthrope, 1993)

Universitas Sumatera Utara

22

Pada beberapa lokasi, jarak berjalan yang nyaman ini dipengaruhi sekali oleh
topografi, iklim, dan kondisikondisi fisik alam lainnya. Untuk itu, ukuran kawasan
TOD ini menjadi sangat relatif, busa lebih besar ataupun lebih kecil tergantung
kondisi di lingkungan sekitarnya. Konsep TOD dapat diterapkan pada wilayah
metropolitan kota yang sudah berkembang maupun daerah pinggiran kota, khususnya
daerah yang belum dikembangkan undeveloped, maupun daerah yang potensial untuk
dikembangkan kembali redevelopment. Pemilihan dan penempatan fungsi-fungsinya
harus memperhatikan kesesuaian dengan lingkungan di sekitar kawasan.

2.2.1

Prinsip transit oriented development
Sebagai strategi untuk mencapai tujuan dari konsep TOD yakni member

alternatif bagi pertumbuhan pembangunan kota, sub urban dan lingkungan ekologis
disekitarnya maka dirumuskan 7 prinsip urban desain dalam transit oriented
development, yaitu:

a. Mengorganisasi pertumbuhan pada level regional menjadi lebih kompak
dan mendukung fungsi transit.
b. Menempatkan fungsi komersial, pemukiman, pekerjaan dan fungsi umum
dalam jangkauan berjalan kaki dari fungsi transit.
c. Menciptakan jaringan jalan yang ramah terhadap pejalan kaki yang secara
langsung menghubungkan destinasi.
d. Menyediakan campuran jenis, segmen dan tipe pemukiman.
e. Melestarikan ekologi dan menciptakan ruang terbuka berkualitas tinggi.

Universitas Sumatera Utara

23

f. Menjadikan ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan.
g. Mendorong adanya pembangunan yang bersifat mengisi infill dan
pembangunan kembali redevelopment pada area transit.

2.2.2

Struktur transit oriented development
Prinsip-prinsip yang telah dijabarkan sebelumnya akan berimplikasi pada

desain struktur TOD. Lebih detail struktur TOD dan daerah sekitarnya

terbagi

menjadi area-area sebagai berikut:
1) Fungsi publik public uses. Area fungsi publik dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan bagi lingkungan kerja dan pemukiman didalam
TOD dan kawasan disekitarnya. Lokasinya berada pada jarak yang
terdekat dengan titik transit pada jangkauan 5 menit berjalan kaki.
2) Pusat area

komersial core commercial

area . Adanya

pusat area

komersial sangat penting dalam TOD. Area ini berada pada lokasi
jangkauan 5 menit berjalan kaki. Ukuran dan lokasi sesuai dengan kondisi
pasar, kedekatan dengan titik transit dan pentahapan pengembangan.
Fasilitas yang ada umumnya berupa retail, perkantoran,supermarket,
restoran servis dan hiburan.
3) Area pemukiman residential area . Area pemukiman termasuk pemukiman
yang berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersial
dan titik transit. Kepadatan area pemukiman harus sejalan dengan variasi

Universitas Sumatera Utara

24

tipe

pemukiman,

termasuk

single-family

housing,

townhouse,

condominium dan apartement.

4) Area sekunder. Setiap TOD memiliki area yang berdekatan dengannya,
termasuk area diseberang kawasan yang dipisahkan oleh jalan arteri.
Area ini berjarak lebih dari 1 (satu) mil dari pusat area komersial.
Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa jalan/akses langsung
dan

jalur sepeda menuju titik transit dan area komersial dengan

seminimal

mungkin terbelah oleh jalan arteri. Area

densitas yang lebih rendah dengan fungsi

ini

memiliki

single-family

housing,

sekolah umum, taman dengan komunitas yang besar, fungsi pembangkit
perkantoran dengan intensitas rendah dan area parkir.
5) Fungsi-fungsi lainnya, yakni fungsi-fungsi yang secara ekstensif
bergantung pada kendaraan bermotor, truk atau intensitas perkantoran
yang rendah yang berada diluar kawasan TOD dan area sekunder (Tabel
2.1).
Tabel 2.1 Karakter setiap area dalam transit oriented development
Area
Public
uses

Gambar

Lokasi

Karakter

Fasilitas

Berada pada
pusat
area TOD.

Ukuran dan pilihan
bergantung pada
jenis TOD. Fungsi
pendukung
lingkungan. Titik
fokal dengan
visibilitas tinggi.
Dekat dengan
taman dan plaza

Taman kota
Plaza
Fasilitas umum :
perpustakaan,
kantor
polisi, pemadam
kebakaran,
kantor
pemerintah dll

Universitas Sumatera Utara

25

Tabel 2.1 (Lanjutan)
Area

Gambar

Lokasi

Karakter

Fasilitas

core
commerci
al
area

Area yang
paling
dekat
dengan
fungsi
transit.

Ukuran dan lokasi
sesuai
pasar, keterdekatan
dengan
transit, dan
pentahapan
pengembangan.
Dilengkapi oleh
ruang hijau

Retail,
perkantoran,
supermarket,
restoran, servis
Hiburan, industri
ringan

resident
area

Berada pada
lokasi diluar
core
commercial
area.
Jangkauan
10
menit menit
berjalan
kaki

Menyediakan
beragam tipe
hunian tipe, harga,
maupun
densitas.

Sgl family
housing,
townhouse/Soho
Apartment,

Secondary
area

Berada
diluar area
TOD

Jangkauan 20
menit berjalan
kaki diseberang
arteri. Auto
oriented
Kepadatan lebih
rendah
Memiliki banyak
jalan
menuju area transit

Sekolah umum
Single family
housing

Dekat atau jauh
dari jalan tol
berdasarkan jenis
fungsinya.
daerah dekat transit
mendukung fungsi
transit

Rural residential,
industrial uses,
travel
commercial
complexes.

fungsifungsi

Universitas Sumatera Utara

26

2.2.3

Tipologi transit oriented development
Tipologi TOD berbeda-beda berdasarkan lokasi penerapan dan jenis

pengembangannya. Berdasarkan konteks lokasinya TOD dapat dikembangkan baik
pada daerah metropolitan maupun pada daerah yang belum berkembang dan sedang
mengalami urbanisasi selama lokasi tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan
kembali redevelopment, re-use and renewal. Sehingga terdapat dua model
pengembangan dalam TOD, yaitu:
1) Neighborhood TOD, merupakan TOD yang berlokasi pada jalur bus
feeder dengan jarak jangkauan 10 menit berjalan (tidak lebih dari 3 mil)

dari titik transit. Neighborhood TOD harus berada pada lingkungan
hunian dengan densitas menengah, fasilitas umum, servis, retail dan
rekreasi. Hunian dan pertokoan lokal harus disesuaikan dengan konteks
lingkungan dan tingkat pelayanan transit. Konsep ini juga membantu
pengembangan hunian bagi masyarakat menengah kebawah, dengan
dimungkinkannya pencampuran variasi hunian.
2) Urban TOD, merupakan TOD dengan skala pelayanan kota berada pada
jalur sirkulasi utama kota seperti halte bus antar kota dan stasiun kereta
api baik light rail maupun heavy rail. Urban TOD harus dikembangan
bersama fungsi komersial yang memiliki intensitas tinggi, blok
perkantoran dan hunian dengan densitas menengah tinggi. Setiap TOD
pada kota, memiliki karakter tersendiri sesuai dengan karakter
lingkungannya. Pola pengembangan dengan urban TOD ini cocok untuk

Universitas Sumatera Utara

27

kawasan perkantoran, hunian, komersial yang memiliki densitas tinggi
karena memungkinkan akses langsung ketitik transit tanpa harus
melakukan pergantian dengan moda lain. Satu urban TOD dengan yang
lainnya berada dalam radius ½ sampai 1 mil untuk memenuhi kriteria
persyaratan area transit (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Urban TOD (kiri) dan Neighborhood TOD (kanan)
(The Next American Metropolis, Calthrope, 1993)
Perbedaan fungsi Neighborhood TOD dan Urban TOD, terdiri atas fungsi publik,
pusat perkantoran dan permukiman (Tabel 2.2).
Tabel 2.2 Perbedaan fungsi Neighborhood TOD dan Urban TOD
Fungsi

Neighborhood TOD

Urban TOD

Publik

10% - 15%

5% - 15%

Pusat Perkantoran

10% - 40%

30% - 70%

Permukiman

30% - 80%

20% - 60%

Pada perjalanannya, tipologi TOD, baik urban maupun neighborhood TOD
berkembang seiring bertambahnya pelajaran yang dapat diambil pada kasus-kasus
penerapannya. Berdasarkan peruntukan lahan, fungsi dan perannya yang berbeda

Universitas Sumatera Utara

28

dalam sistem regional, tipologi urban TOD menjadi urban downtown dan Urban
neighborhood. Urban downtown muncul sebagai pusat pemerintahan dan pusat

budaya dibanding sekedar persinggahan aktivitas bekerja. Sedangkan urban
neighborhood merupakan lingkungan historis yang umumnya mengelilingi pusat kota
downtown dan menyokong kehidupannya.

Karena itu keduanya memiliki densitas, ukuran dan jenis pelayanan transit
yang berbeda. Dalam mengaplikasikan jenis tipologi tersebut harus dipahami bahwa
pada dasarnya TOD adalah tentang menciptakan sinergi antara komunitas dan
kawasan regional, antara pekerjaan dan pemukiman, antara tingkat kepadatan dan
tingkat pelayanan transit, antara manusia dan kualitas komunitas yang aktif dan
dalam tingkat umur, tingkat pendapatan masyarakat yang berbeda. Berkaitan dengan
tipologi yang diatas, mengaitkan fungsi transit dikawasan urban dan pengembangan
disekitarnya dengan mengkategorikan area pengembangan berbasis transit area
development berdasarkan karakter, land use, jenis fasilitas transit dan pendekatan

pengembangan

yang

dikehendaki.

Maka

tipologi

urban

downtown

yang

dikategorikan dibagi kembali menjadi urban mixed use, dan speciality urban. Urban
mixed use diidentifikasi dengan adanya campuran land use dan berganda dengan

dominasi lingkungan struktur dan memiliki ketinggian lebih dari 3 lantai dan dilayani
beragam mode transportasi dalam sebuah jaringan. Speciality urban diidentifikasi
dengan adanya land use tematik, bercampur dan berganda. Kedua tipologi ini
memiliki kecenderungan terhadap fungsi yang berbeda (Tabel 2.3).

Universitas Sumatera Utara

29

Tabel 2.3 Karakter Urban Downtown dan Urban Neighborhood
Tipologi
Urban
downtown

Densitas
Minimal 60
unit/acre

Fungsi
Terspesialisasi sebagai sebuah
distrik dengan fungsi dan
kegunaan yang berbeda

Jenis Transit
Dilayani oleh beberapa
jenis transit.
Merupakan titik transit
utama

Urban
Neighbor
hood

Minimal 20
unit/acre

Permukiman kepadatan sedang
hingga tinggi. Perbelanjaan
pada jalur utama Sekolah dan
taman
terintegrasi dengan area
permukiman Jalan didesain
dengan beragam fungsi

Perpanjangan dari grid
jalan dari pusat kota.
Dilayani oleh street car
ataupun kereta. Berada
pada jarak 5-10 menit
berjalan kaki

2.2.4

Keuntungan Transit Oriented Development
Beberapa pihak masih meragukan keuntungan dari diterapkannya TOD dalam

pemecahan permasalahan sprawl dan kemacetan (Hajar Suwantoro, 2009). Hal ini
dikarenakan pelaksanaan TOD masih belum dapat diaplikasikan secara menyeluruh
dalam sebuah skala regional. Dengan demikian manfaat yang dapat dirasakan dari
TOD adalah manfaat-manfaat yang bersifat jangka pendek seperti perbaikan
lingkungan dan komunitas. Perbaikan berupa berkurangnya pola sprawl dan
kemacetan dinilai belum dapat dirasakan. Namun, jika TOD dilihat sebagai sebuah
langkah awal dalam sebuah upaya jangka panjang yang bersifat menyeluruh dalam
skala regional, maka berbagai studi telah membuktikan manfaat dari prinsip-prinsip
TOD bagi kota.

Diantara manfaat yang dibuktikan melalui studi-studi tersebut

adalah:

Universitas Sumatera Utara

30

1) Penurunan penggunaan mobil dan mengurangi pengeluaran keluarga
untuk akses. Penelitian untuk memprediksikan hubungan penggunaan
mobil serta densitas pengeluaran rumah tangga untuk transportasi telah
diadakan oleh tim gabungan dari Center of Neighborhood Technology,the
Natural Resources Defense Concil dan the Surface Transportation Policy
Project. Penelitian tersebut membuktikan bahwa perbedaan pada tingkat

densitas dan transit dapat menjelaskan perbedaaan tingkat penggunaan
kendaraan per rumah tangga yang signifikan yakni variasi 3:1 pada tingkat
pendapatan yang sama dan jumlah anggota rumah tangga yang sama.
2) Peningkatan pejalan kaki dan pengguna transit. Sebuah penelitian telah
dilakukan Dittmar dan Poticha terhadap data perjalanan menuju lokasi
kerja di kawasan-kawasan TOD yakni empat suburban center di
Arlington County, dua urban station di San Francisco, dan tiga urban
stations

di Chicago. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat

pejalanan kaki dan penggunaan transit pada setiap area stasiun dengan
kawasan TOD jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat pejalan kaki pada
kawasan-kawasan lain di kota-kota tersebut secara keseluruhan.
3) Menghidupkan kembali kawasan pusat kota dan meningkatkan instensitas
serta densitas pembangunan disekitar area transit. Sebagai contoh adalah
keberhasilan pemerintah Arlington County dalam meningkatkan densitas
dan nilai komersial area suburban Arlington Country khususnya koridor

Universitas Sumatera Utara

31

Rosslyn-Ballston yang secara terus menerus mulai ditinggalkan 36.4%
penduduknya tersebut.
4) Meningkatkan penjualan properti di sekitar transit. Pada kasus yang sama,
tingkat penjualan properti pada proyek ini pada Februari 2003 mencapai
US$ 166 juta, yakni rekor nilai tertinggi di Amerika selama beberapa
tahun.
5) Meningkatkan kesempatan bagi berbagai kegiatan dan fungsi di sekitar
transit. Beberapa variasi fungsi muncul dengan aktifnya kegitan transit
contohnya penitipan anak di Tamien Station di San Jose, rental dan parkir
sepeda di Long Beach, Car Sharing Program and Rental di berbagai kota
di Eropa dan Amerika seperti Chicago, Seattle, dan San Francisco.

2.3

Studi Banding Tema Sejenis
Studi banding tematik yang diambil mengenai kawasan-kawasan yang

dikembangkan berdasar konsep TOD, yaitu kawasan Fruitvale, Oakland, California
dan Roppongi Hills, Tokyo, Jepang.

2.3.1

Fruitvale Village, Oakland, California

Fruitvale Village berada di Oakland, California. Proyek Fruitvale Transit
Village adalah hasil dari kemitraan berbasis luas di antara organisasi publik, swasta,
dan

nirlaba

bekerja

sama

untuk

merevitalisasi

masyarakat

menggunakan

pengembangan berorientasi transit (Gambar 2.4).

Universitas Sumatera Utara

32

Gambar 2.4 Lokasi Fruitvale Village, terhadap Oakland City
(www.google earth.com)
Pembangunan berorientasi transit adalah konsep perencanaan yang berusaha
untuk menggunakan stasiun angkutan massal sebagai blok bangunan untuk
revitalisasi ekonomi dan perbaikan lingkungan. Pembangunan mixed-use berdekatan
dengan Fruitvale Bay Area Rapid Transit District station (BART) di Oakland,
California. Fruitvale, salah satu dari tujuh distrik masyarakat Oakland, adalah
masyarakat berpenghasilan rendah. Studi kasus ini berfokus pada penggabungan
prinsip-prinsip keadilan lingkungan ke dalam perencanaan dan desain Fruitvale
Transit Village (Gambar 2.5).

Universitas Sumatera Utara

33

Gambar 2.5 Kawasan Fruitvale Village yang sudah direvitalisai (merah) dan
kawasan rencana pembangunan tahap 2 (biru)
(http://switchboard.nrdc.org/ )
Kawasan

Fruitvale

adalah

sebuah

kawasan

yang dikenal memiliki

karakteristik khusus karena penghuninya didominasi oleh etnis latin (amerika
selatan). Fruitvale Transit Village adalah pusat dari kawasan ini, yang dirancang
sebagai area komersial dan perkantoran yang melayani penduduk Fruitvale dengan
menciptakan lingkungan yang pedestrian-friendly (Gambar 2.6).

Universitas Sumatera Utara

34

Gambar 2.6 Kawasan Fruitvale Village yang sudah direvitalisasi
(http://urbanplacesandspaces.blogspot.com)
Pembangunan mencakup 47 unit apartemen dan 257.000 ft2 (±23.800 m2)
ruang komersial. Fasilitas-fasilitas lain yang tersedia antara lain perpustakaan, klinik
kesehatan, child development facility, community resource center , pusat lansia,
pedestrian

plaza yang

total

luasnya

114.000

ft,

retail

seluas

40.000 ft,

perkantoran seluas 24.000 ft, community service seluas 40.000 ft2 dan fasilitas
parkir sebanyak 150 unit, (Gambar 2.7).

Universitas Sumatera Utara

35

Gambar 2.7 Zoning fungsi perlantai
(http://libweb.lib.buffalo.edu/bruner/type/project.asp)
Rencana Tahap 2 (diuraikan dalam warna biru pada Gambar 2.6) sedang
dilakukan. Sementara ini difokuskan sebagai area parkir kendaraan. Tujuannya adalah

Universitas Sumatera Utara

36

untuk memperluas pada apa yang saat ini ada sambil terus membangun yang sudah
ada,selanjutnya menyatukan komponen perumahan dengan sektor ritel dan komersial.
Kawasan TOD Fruitvale adalah kawasan mixed-use yang berfokus pada
stasiun BART dan area komersial yang terkonsentrasi di International blvd.
International blvd adalah koridor komersial yang terdiri dari dua hingga empat lantai
bangunan

retail

yang

melayani

kawasan

ini.

Fruitvale

Transit

Village

menghubungkan stasiun BART dengan koridor komersial yang sudah ada
sebelumnya yaitu retail di sepanjang jalan International blvd. Letak stasiun BART
pada kawasan Fruitvale (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Posisi stasiun BART pada kawasan Fruitvale
(http://www.protectcoyotehills.org/facts_housing.html)

Universitas Sumatera Utara

37

Beberapa lahan parkir menghadap 12th street di perbatasan distrik, yang
menghasilkan lalu lintas pedestrian dari lahan parkir ini menuju stasiun BART
melalui Fruitvale Village. Alur pedestrian dalam kawasan ini dimulai dari stasiun
BART melalui plaza pedestrian Fruitvale Village dan jalan Avenida de laFuente
(dimana jalan-jalan tersebut tidak dilalui mobil) kemudian terbagi ke arah berlawanan
di International blvd pada Gambar 2.9.

Avenida de laFuente street

12th street

Gambar 2.9 Avenida de laFuente street (area bebas kendaraan)
(http://libweb.lib.buffalo.edu)
Kawasan ini memiliki struktur yang jelas antara stasiun transit, area komersial
mixed-use dan kawasan existing. Pengorientasian dalam kawasan ini juga mudah
karena sekuens dari transit menuju area existing sangat sederhana berupa jalan lurus
path dan membelah area komersial mixed-use. Pembagian distrik terstruktur dengan

Universitas Sumatera Utara

38

jelas dengan karakteristik yang identik pada masing-masing distrik. Selain itu
Fruitvale Transit Village berperan sebagai simpul node utama di kawasan ini.

Selain itu terdapat sejumlah besar lalu lintas pedestrian sepanjang 12th street
dari/ke stasiun BART dari lahan parkir atau area residensial. Berikut ini suasana area
bebas kendaran pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Suasana areal bebas kendaraaan khusus pedestrian,Fruitvale Village
(http://www.fta.dot.gov/13747_10995.html)
Berdasarkan analisa pada contoh kasus TOD Fruitvale Transit Village, dapat
disimpulkan, sebagai berikut:
1. Area pengembangan kawasan TOD pada Fruitvale Transit Village
dilakukan pada lahan redevelopable. Area pengembangan TOD pada

Universitas Sumatera Utara

39

Fruitvale

Transit

Village relatif

kecil. Berdasar teori TOD dapat

dikembangkan dalam jarak radius ¼ mile dari stasiun transit.
2. Berdasar perhitungan, kawasan TOD dapat mencakup area seluas 124
acre. Kawasan Fruitvale Transit Village memiliki luas pembangunan 16
acre, jauh lebih kecil dari pada luas yang dimungkinkan. Hal ini dapat
dipahami karena program pengembangan TOD di kawasan ini berjalan di
atas daerah eksisting yang sebelumnya sudah memiliki kepadatan
pemukiman dan fungsi-fungsi lainnya.
3. Pembangunan berorientasi transit pada kawasan ini disebabkan karena
kawasan Fruitvale dilalui oleh BART yang memiliki 44 stasiun di empat
kabupaten San Fransisco dan salah satu stasiun terletak pada Kawasan
Fruitvale Transit Village.

4. Berdasarkan analisa zona-zona yang terletak pada kawasan dibagi 3
bagian, yaitu: Stasiun BART, area pembangunan tahap 1 dan
pembangunan tahap 2 yang sedang berlangsung. Pada kawasan dapat
terlihat jelas antara stasiun transit, area komersial mixed-use dan kawasan
existing, dan Fruitvale

Transit Village berperan sebagai simpul node

utama di kawasan ini.
5. Beberapa jalan utama pada kawasan ini bebas kendaraan sehingga
menciptakan area pedestrian yang nyaman dan ramah lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

40

2.3.2

Roppongi Hills, Tokyo, Jepang
Kondisi perkotaan Tokyo yang dipenuhi dengan jalan-jalan kecil, hunian

berkepadatan rendah yang berbentuk sprawl, serta sedikit sekali taman atau ruang
terbuka publik tidak menyediakan kualitas urban yang baik bagi warganya. Apalagi,
orientasi cityscape yang mengarah ke horizontal tidak mencerminkan sebuah kota
yang memiliki reputasi internasional (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Tata guna lahan Roppongi Hills di Tokyo, Jepang
(http://www.mori.co.jp/)

Universitas Sumatera Utara

41

Terletak di barat daya Roppongi Station di jalur kereta bawah tanah Hibiya,
Roppongi Hills adalah proyek pembangunan kembali sektor swasta terbesar di
Jepang. Dengan luas sekitar 11,6 hektar dan total luas lantai sekitar 760.000 m2,
berdasarkan konsep "pusat peradaban Tokyo" (Gambar 2.12).

Gambar 2.12 Jenis-jenis fungsi kawasan Roppongi Hills di Tokyo, Jepang
(Roppongi Hills www.jerde.com)

Roppongi Hills mengintegrasikan fungsi-fungsi dalam berbagai kebutuhan,

mulai dari perkantoran, museum berkelas internasional, menara hunian, hotel
berbintang, pusat sinema, pusat pertokoan, sebuah stasiun subway, dan restoran,
yang semuanya terhubung melalui jalur pedestrian yang nyaman. Kawasan ini

Universitas Sumatera Utara

42

menyatukan fungsi publik, komersial dan aktifitas dalam berbagai level bangunan
(Gambar 2.13).

Gambar 2.13 Fungsi-fungsi bangunan pada kawasan Roppongi Hills
(http://mice.academyhills.com/)
Kawasan ini sangat baik dalam merumuskan visinya yakni sebagai Art And
Intelligent City. Penerapan mixed use dapat dilihat dari beragamnya jenis komersial,

publik, dan hunian. Kawasan ini menyatukan fungsi publik, komersial, dan
aktifitas dalam berbagai level bangunan. Penggunaan hasil karya seni dalam
rancangan bangunan dan lansekap pun menghasilkan pengalaman yang menarik
di seluruh kawasan. Usaha penciptaan sense of place pada kawasan ini diawali dari
perumusan visinya sebagai art and intelligent city (Gambar 2.14).

Universitas Sumatera Utara

43

Gambar 2.14 Posisi subway pada kawasan Roppongi Hills
(http://academyhills.com/)
Roppongi Hills mudah diakses melalui angkutan umum dengan jalur kereta Hibiya
dan Oedo lines berhenti di stasiun Roppongi dan keluar melalui Metro Hat pada
Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Metro Hat building
(http://bartman905.wordpress.com)
Kawasan ini berorientasi pedestrian melalui penyediaan koneksi antar
bangunan dengan menggunakan jalur pedestrian yang menarik, lebar dan nyaman,

Universitas Sumatera Utara

44

serta penyediaan ruang terbuka yang sangat optimal. Beberapa suasana kawasan
Roppongi Hills pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16 Suasana Kawasan Roppongi Hills
(http://www.jerde.com)
Pada kawasan Roppongi Hills terdapat sculpture berbentuk laba-laba dengan
tinggi 10 meter dan berada tepat di depan mori tower seperti yang terlihat pada
Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Sculpture pada kawasan Roppongi Hills
(http://www.architectmagazine.com/)

Universitas Sumatera Utara

45

Tabel proporsi fungsi pada Ropppongi Hills dibandingkan dengan proporsi
fungsi pada urban TOD (Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Proporsi fungsi pada Ropppongi Hills
dibandingkan dengan proporsi fungsi pada urban TOD

No

1

2

Fungsi

Komesrsial

Residensial

Fasilitas

Luas lantai
(m2)

Retail

30.000

Office

380.000

Restaurants

15.000

Residential

140.000

31.00

20-60

6.300

1.00

5-15

Total luas lantai bangunan

624300

100.00

100

Berdasarkan analisa pada contoh

kasus

Hotels

3

Proporsi dari
Proporsi
luas
pada
bangunan total
TOD
(%)
(%)
68.00
30-70

Publik

Cultural space

53.000

TOD

Ropppongi Hills dapat

disimpulkan, sebagai berikut:
1.

Area pengembangan kawasan TOD pada Ropppongi Hills dilakukan pada
lahan redevelopable. Area yang menjadi daerah pengembangan seluas 11,6
hektar dan total luas lantai sekitar 760.000 m2.

2.

Area pengembangan kawasan TOD pada Ropppongi Hills menitik beratkan
pada konsep vertikal building dengan fungsi utama sebagai pusat kebudayaan
kota Tokyo serta fungsi-fungsi pendukung seperti perkantoran, museum

Universitas Sumatera Utara

46

berkelas internasional, menara hunian, hotel berbintang, pusat sinema, pusat
pertokoan, sebuah stasiun subway, dan restoran.
3.

Keberadaan stasiun subway yang menjadi lokasi transit bagi para penduduk
berada pada kawasan Roppongi Hills, dimana penggunaan kendaraan massal
masuk melalui stasiun roppongi dan keluar melalui bangunan Metro Hat.

4.

Kawasan ini mengutamakan pejalan kaki pada seluruh kawasan, sehingga
antar bangunan dengan berbagai fungsi di akses menggunakan jalur pedestrian
yang menarik, lebar dan nyaman, serta penyediaan ruang terbuka yang sangat
optimal.

2.3.3

D-Cube City, Seoul, Korea
D-Cube City berlokasi dekat distrik Yeouido, tepat di sebelah selatan Sungai

Hangang didominasi zona industri, digunakan untuk menjadi rumah bagi pabrik
pengolahan batubara besar yang dimiliki oleh Daesung.
Client

: Daesung Industrial Co, Ltd

Arsitek Lokal, Menara Apartemen

: SAMOO Architects & Engineers

Arsitek Lanskap

: Oikos

Desainer Water Fiture

:Fluidity

D-Cube City adalah mega-kompleks yang mencakup, department store, ruang
kantor, tempat parkir pusat seni, garasi parkir, teater, hotel, restoran, taman hiburan,
dan rumah pribadi.

Universitas Sumatera Utara

47

Berbatasan langsung dan terhubung ke Stasiun Shindorim, proyek ini menjadi
contoh global pembangunan berkelanjutan, berorientasi transit mengakibatkan
regenerasi perkotaan dan kemajuan sosial. Posisi stasiun transit pada kawasan DCube city (Gambar 2.18).

Gambar 2.18 Posisi stasiun transit pada kawasan D-Cube city
(http://www.dcubecity.com)
Transformasi inovatif kawasan menjadi mixed-use distrik publik mewakili
keberhasilan besar dari pengembangan lahan di Korea dan diharapkan menjadi katalis
untuk pertumbuhan berkelanjutan dan evolusi kawasan menjadi area perkotaan yang
hidup (Gambar 2.19).

Universitas Sumatera Utara

48

Gambar 2.19 Zoning Landscape D-Cube City
(www.oikosdesign.nl)
Dimaksudkan untuk merumuskan ko-eksistensi alam dan budaya dalam
lingkungan perkotaan yang sangat padat, desain vertikal berseni D-Cube City
menggabungkan elemen mengingatkan lukisan lanskap tradisional Korea yakni
pegunungan dan sungai yang tak berujung. Di antara proyek desain yang penting
adalah membangun bentuk organik di Korea yang berbentuk seperti lentera Asia yang
membuat kesan hangat, cahaya bersinar tersaring melalui cladding eksterior pada
malam hari untuk menarik pengunjung ke dalam proyek. Ada juga jalur luar mendaki
melalui bangunan lentera menuju puncak kompleks ritel yang memiliki karakter
seperti sebuah kota bukit Italia dan dieksekusi dalam arsitektur modern kontemporer

Universitas Sumatera Utara

49

Keunikan untuk Seoul, desain D-Cube City menjalin ekspresi alami untuk
menciptakan sebuah oase perkotaan yang mengubah masa lalu industri kabupaten. DCube City menggunakan hiburan, komponen lanskap budaya untuk mendorong

aktivitas pejalan kaki, sambil terus meningkatkan pola sirkulasi sekitarnya. Sebagai
ikon landmark baru untuk distrik, kantor bertingkat tinggi dan menara hotel ini
dirancang untuk melambangkan energi tumbuh ke arah langit dan kebangkitan daerah
sebagai pusat utama dari Seoul, dan mengeksrepsikan cerobong asap tambang
batubara yang dulu berada di kawasan tersebut (Gambar 2.20).

Gambar 2.20 D Cube City site map
(http://www.dcubecity.com)
Daesung D-Cube City, yang terletak di ibukota padat Seoul, Korea,
menetapkan standar baru dalam mixed-use transit oriented development terhubung ke
jalur metro kota tersibuk. Kebudayaan baru dan tujuan komersial adalah salah satu
perkembangan kota terintegrasi penuh dari jenisnya, terdiri dari lebih dari 300.000
meter persegi kantor highrise dan hotel, ritel komersial multi-level, hiburan dan
kompleks budaya, dan lebih dari enam hektar lanskap umum, taman dan plaza.

Universitas Sumatera Utara

50

D-Cube City muncul sebagai kehidupan utama kota Seoul , bekerja, bermain,
dan tujuan untuk menetap ,distrik yang berorientasi pejalan kaki yang otentik dan
bersemangat dengan enam tingkat 80.000 m2 kompleks ritel dan gedung pertunjukan
besar di atapnya sebagai pusat. 42 lantai landmark office dan menara hotel muncul
dari distrik komersial, sedangkan sebuah taman publik baru menghubungkan proyek
menuju ke Stasiun Shindorim. Dua menara apartemen yang berdekatan berlantai 50
melengkapi kompleks perkotaan yang baru (Gambar 2.21).

Location : 360-51 Sindorim-dong, Guro-gu, Seoul
Contruction Overview
a. Site Area
: 16.853 m
b. Gross floor area : 229.922m
c. Parking space
: 2.556 vehicles
d. Building usage : Hotel (17FL), Offices (17FL), New department store
(8FL), Musical Theater (7FL to 13 FL), Outdoor Garden
Gambar 2.21 D-Cube Guide
(http://www.dcubecity.com)

Universitas Sumatera Utara

51

Kota D-Cube menarik jutaan pengunjung setiap tahunnya, sehingga menjadi
salah satu tujuan paling banyak dikunjungi di Seoul. Suasana kawasan D-Cube city
pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Suasana Kawasan D-Cube City
(www.Jerde.com)
Sampai saat ini, Jerde telah memimpin desain pada lebih dari 25 proyek di
seluruh wilayah, termasuk Kota dan D3 Star City (2008) di Seoul, Changwon City 7
(2008); Color Square Stadium Mall di Daegu (2011); Habjung di Seoul, dijadwalkan
selesai pada tahun 2012, dan Eunpyung Kota Baru, dijadwalkan selesai pada 2014
(Gambar 2.23).

Universitas Sumatera Utara

52

Gambar 2.23 Tampak, potongan Kawasan D-Cube City
(Arch Daily)
Tabel proporsi fungsi pada D-Cube City dibandingkan dengan proporsi fungsi
pada urban TOD (Tabel 2.5).
Tabel 2.5 Proporsi fungsi pada D-Cube City
dibandingkan dengan proporsi fungsi pada urban TOD

No

1

2

Fungsi

Komersial

Residensial

Fasilitas

Retail/Entertaiment

Luas
lantai
(m2)
74.507

Office

27.801

Residential

89.735

Proporsi dari Proporsi
luas
pada
bangunan total
TOD
(%)
(%)
40.69
30-70

47.58

20-60

Universitas Sumatera Utara

53

Tabel 2.5 (Lanjutan)
No

Fungsi

Fasilitas

Hotels

3

Publik

Proporsi dari
luas
bangunan total
(%)

Proporsi
pada
TOD
(%)

11.84

5-15

100.00

100

29.909

Open space

5.958

Civic space

23.831

Total luas lantai bangunan

2.4

Luas
lantai
(m2)

251390

Temuan Studi Banding Kasus dan Literatur
Melalui kajian studi banding kasus yang diuraikan berdasarkan prinsip

perancangan TOD didapat beberapa hal yang dapat dipelajari sehingga menjadi
pertimbangan dalam pengembangan dan perancangan sebuah kawasan TOD, yaitu:
1. Hubungan antara area transit dan kawasan mixed-use:
Hubungan area transit dan kawasan mixed-use pada Fruitvale village,
dihubung kan oleh fruitvale bay area rapid transit distrik station (BART).
Kawasan TOD fruitvale merupakan kawasan mixed-use yang berfokus
pada stasiun BART dan International blvd/ koridor komersial, sehingga
pada kawasan dapat terlihat jelas antara stasiun transit, area komersial
mixed-use dan kawasan eksisting. Fruitvale village sendiri adalah pusat

kawasan di Oakland, California. Sedangkan pada studi kasus roppongi
hills, keberadaan stasiun subway yang menjadi lokasi transit bagi para

penduduk berada pada kawasan itu sendiri, hanya saja penggunaan
kendaraan massal masuk melalui stasiun roppongi dan keluar melalui

Universitas Sumatera Utara

54

bangunan pada yang kawasan yang disebut metro hat. Sama hal nya
dengan kawasan roppongi hills, D-Cube City memiliki konsep yang
sebagian besar mirip hanya saja posisi stasiun transit berada di luar
kawasan mixed-use. Berikut penjelasan secara lebih jelas dalam Table 2.6.
Tabel 2.6 Hubungan antara area transit dan kawasan mixed-use
No
1

Studi Kasus

Hubungan antara area transit dan kawasan mixed-use

Fruitvale Village

Area komersial dan kawasan eksisting di hubungkan oleh
stasiun BART

2

Roppongi Hills

Jalur kendaraan dan jalur pedestrian terpisah, dihubung
kan oleh suatu bangunan yang disebut Metro hat

3

D-Cube City

Jalur kendaraan dan jalur pedestrian terpisah, pusat transit
berada di luar kawasan di bagian jalan arteri.

2. Percampuran Fungsi:
Percampuran fungsi pada ketiga studi kasus telah terakomodasi dengan
baik. Namun proporsi masing-masing fungsi pada tiap studi kasus
berbeda-beda, Pada studi kasus Fruitvale Village proporsi fungsi terbesar
terdapat pada resendesial, karena kawasan tersebut berada pada kawasan
tingkat ekonomi menengah kebawah (Tabel 2.7).
Tabel 2.7 Proporsi Percampuran Fungsi pada Studi Kasus
No

Studi Kasus

Komersial

Resendesial

Publik

2

Roppongi Hills

68.00 %

31.00%

1.00%

3

D-Cube City

40.69%

47.58%

11.84%

Universitas Sumatera Utara

55

3. Percampuran Hunian:
Percampuran kepadatan hunian pada masing-masing studi kasus
diterapkan berbeda-beda. Pada studi kasus Fruitvale Village kepadatan
hunian terletak pada fungsi apartemen, publik dan komersil. Sedangkan
pada Roppongi Hills terdapat tipologi hunian hotel dan service
apartments. Berbeda dengan kawasan D-Cube City sebagai ikon landmark

baru bagi warga Seoul, kantor bertingkat tinggi dan menara hotel ini
dirancang untuk melambangkan energi tumbuh ke arah langit dan
kebangkitan daerah sebagai pusat utama dari Seoul.
4. Jalan dan Sistem Sirkulasi:
Pada ketiga studi kasus, jaringan jalan sudah terakomodasi dengan baik,
akses menuju pusat transit, area pusat komersial, hunian, dan fungsifungsi publik juga mudah dan jelas. Selain itu, seluruh jaringan jalan pada
studi kasus juga ramah terhadap pejalan kaki pedestrian friendly, ditandai
dengan adanya peneduh pada trotoar, jalur masuk menuju bangunan dan
parkir (Gambar 2.24).

Gambar 2.24 Sistem sirkulasi pada kawasan D-Cube City
(www.Jerde.com)

Universitas Sumatera Utara

56

5. Jalur Pejalan Kaki.
Jalur pejalan kaki pada ketiga studi kasus sudah terakomodasi dengan
baik, dari ketiga studi kasus kawasan TOD dirancang khusu bagi pejalan
kaki, sehingga tidak ada jalur kendaraan bermotor yang masuk dalam
kawasan mixed-use. Berikut suasan pedestrian bagi pejalan kaki pada
studi kasus Fruitvale village dan Roppongi Hills pada Gambar 2.25.

Gambar 2.25 Suasana pedestrian friendly pada studi kasus TOD
(www.Jerde.com & http://www.fta.dot.gov/13747_10995)

Berdasarkan studi literatur dan beberapa contoh studi kasus yang di bahas,
maka dapat disimpulkan kriteria-kriteria perencanaan TOD terhadap teori Kevin
Lynch. 1981 dan Shirvani Hamid 1985 (Tabel 2.8).

Universitas Sumatera Utara

57

Tabel 2.8 Kriteria perencanaan TOD berdasarkan kajian teori dan studi kasus
N
o
1

Komponen
Penataan
Land Use

Variabel

Prinsip

Densitas

Densitas urban TOD antara land
use komersial :hunian : public
maksimal = 70 :20:10

Jenis Land Use

Mempromosikan aktivitas pagi
hingga
malam
hari
dan
meningkatkan keamanan
a. Menempatkan
fungsi
komersial,
permukiman,
pekerjaan, dan fungsi umum
dalam jangkauan berjalan kaki
dari fungsi transit
b. Melibatkan orientasi kegiatan
berjalan kaki pada daerah
komersial, area sekunder, dan
area publik lainnya pada jarak
10 menit berjalan kaki

Lokasi

Konfigurasi

Indikator

Sumber
Teori
Kepadatan hunian pada Urban TOD Calthorpe,
sebaiknya minimal 12 unit/acre (30 unit/ha)
1993
dan rata-rata 15 unit/acre (37,5 unit/ha). Dan
pada urban downtown rata-rata 60 unit/acre.
yang harus dihubungkan dengan peraturan
setempat
Mixed use pada setiap area pengembangan Calthorpe,
dengan jenis fungsi berdasarkan analisis
1993
pasar dan analisis tapak
a.Core area berada pada jangkauan 5 menit Calthorpe,
berjalan kaki (380 m)
1993
b.Area publik berada pada jangkauan 5
menit berjalan kaki (380 m)
c.Pemukiman area berada pada jangkauan
10 menit berjalan kaki (760 m)
d.Area sekunder berada pada jangkauan
lebih dari 10 menit berjalan kaki
e.bangunan institusional dan bangunan
komunitas lingkungan harus diletakkan
ditempat yang mudah dilihat berdekatan
dengan perhentian transit.

Mengintegrasikan
peruntukan konfigurasi land use sesuai dengan Calthorpe,
secara mutual berkesesuaian dan kompetensi kawasan yang ditentukan dan
1993
mendukung satu sama lain
potensi yang telah ada berdasarkan analisis
57

Universitas Sumatera Utara

58

Tabel 2.8 (Lanjutan)
N
o

Komponen
Penataan

Variabel

Prinsip

Indikator

Sumber
Teori

pasar, tapak dan taksonomi intermodal
Luasan

2

Tata Massa
Bangunan

Luas masing - masing peruntukan Ukuran area transit sebagai pusat area Calthorpe,
mendukung fungsi transit
komersial paling sedikit 10 % dari total
1993
daerah perancangan modul TOD yang ada.

Skala
ruang Mendekatkan bangunan ke jalur
dan GSB
pejalan kaki / jalan pada batas
garis sempadan bangunan (GSB).
Jarak GSB bangunan dari jalan
merefleksikan karakter tertentu
kawasan
dan
menciptakan
lingkungan berskala akrab.
Intensitas

Bangunan
parkir

Fasade

Skala ruang tinggi banding lebar minimal
1:1. GSB pada area komersial umumnya
adalah 0 disesuaikan dengan kebutuhan
pejalan kaki. Dapat disiasati melalui
penggunaan arcade.

Griffin,
2004

Jumlah lantai di area komersial boleh
melewati
KLB/FAR
standar
akibat
penambahan intensitas, dengan penambahan
lantai untuk fungsi rumah susun. Intensitas
fungsi hunian dapat menggunakan TDR
(Transfer of Development Right) .
Disesuaikan aturan KLB rata-rata ditambah
penambahan intensitas
Disarankan parkir on street, Menempatkan basement pada area yang jauh
parkir dalam bangunan parkir dari aliran air
atau basement

Griffin,
2004

Muka

Griffin,

a. Intensitas mendukung fungsi
transit
b. Intensitas
retail
dan
perkantoran diterapkan dengan
tepat untuk mendapatkan lahan
optimal

bangunan

menciptakan Fasade bervariasi. Jendela dan pintu masuk

Griffin,
2004

58

Universitas Sumatera Utara

59

Tabel 2.8 (Lanjutan)
N
o

Komponen
Penataan

Variabel

Tipologi
Orientasi

3

Sirkulasi
dan Parkir

Prinsip

Indikator

Sumber
Teori
2004

lingkungan yang akrab

bangunan komersial berskala pejalan kaki
fasade tidak terputus oleh jalur parkir mobil.

Menyediakan
berbagai
tipe
densitas hunian
Pintu masuk bangunan komersial
harus berorientasi ke plaza, taman
atau jalur pejalan kaki. Orientasi
jangan menuju ruang dalam blok
bangunan atau lot parkir.

Menyediakan berbagai tipe densitas Sesuai
analisa pasar
Akses masuk, bukaan, teras, beranda atau
balkon ke arah taman, arkade atau jalur
sirkulasi

Griffin,
2004
Griffin,
2004

yang fungsi retail di lantai dasar, perkantoran,
dalam komersial lain, dan hunian di lantai atas

Griffin,
2004

Konfigurasi
fungsi

Menempatkan
fungsi
mengaktifkan interaksi
pergerakan

Lokasi Transit

Lokasi
jalur
transit harus Lokasi titik transit menjadi pusat dari area Calthorpe,
ditentukan secara terintegrasi komersial dekat dengan ruang terbuka publik
1993
dengan kepadatan lokasi dan
kualitas pengembangan suatu
kawasan

Tipe moda

Menyediakan, menyambungkan a. Pemisahan
jalur
dengan
yang Calthorpe,
titik transit dan memisahkan jalur
memanfaatkan level underground dan
1993
dari moda-moda transportasi yang
upperground
berbeda. Meminimalkan adanya b. Penggabungan titik transit dengan
konflik pada area crossing
bangunan dan jalur pejalan kaki
c. Jalur kendaraan berupa drop off bangunan
59

Universitas Sumatera Utara

60

Tabel 2.8 (Lanjutan)
N
o

Komponen
Penataan

Variabel

Prinsip

Indikator

Sumber
Teori

parkir dan basement
d. Jalur sepeda, adanya jalur sepeda yang
terpadu dengan keseluruhan desain TOD
Akses masuk

Akses
masuk
jelas
memudahkan pencapaian

Parkir

a. Memudahkan pencapaian
b. Mendukung fungsi transit

dan a.