Pengawasan Berbasis Insentif terhadap Ke

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
DIREKTORAT PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN
PEMILIHAN MAHASISWA BERPRESTASI 2014

PENGAWASAN BERBASIS INSENTIF TERHADAP
KEBIJAKAN PASAR, PELAKU USAHA, DAN ALIRAN KAPITAL
DALAM KERANGKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

(INCENTIVE-BASED WATCH OVER
MARKET POLICY, ENTERPRISES, AND CAPITAL FLOWS
WITHIN THE 2015 ASEAN ECONOMIC COMMUNITY FRAMEWORK)

RAVIO PATRA ASRI
170210110019

UNIVERSITAS PADJADJARAN
JAWA BARAT
MARET 2014

LEMBAR PENGESAHAN


Judul Karya Ilmiah

: Pengawasan Berbasis Insentif terhadap Kebijakan
Pasar, Pelaku Usaha, dan Aliran Kapital dalam
Kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

Nama Mahasiswa

: Ravio Patra Asri

Nomor Induk Mahasiswa

: 170210110019

Nomor Telepon

: 081-266-759-296

Nama Dosen Pendamping


: H. Hadiyanto A. Rachim, S. Sos, M. I. Kom

Nomor Induk Dosen Nasional : 0023126703
Nomor Telepon

: 081-221-71-460

Sumedang, 24 Maret 2014
Dosen Pendamping

Mahasiswa

H. Hadiyanto A. Rachim, S. Sos, M. I. Kom

Ravio Patra Asri

NIDN 0023126703

NIM 170210110019


Wakil Rektor Bidang
Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Prof. Dr. H. Engkus Suwarno, M. S
NIP 196311171988101001

ii

KATA PENGANTAR

Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) Nasional merupakan ajang yang
sangat ditunggu-tunggu oleh mahasiswa dari seluruh Indonesia. Mengusung tema
“Indonesia yang Mandiri” dalam pelaksanaannya, pemilihan Mawapres tahun ini
tentunya akan diwarnai oleh banyak karya ilmiah hasil pemikiran mahasiswamahasiswa terbaik dari kampusnya masing-masing.
Sebagai seorang penstudi Hubungan Internasional, saya merasa tertantang
untuk mengangkat topik “Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.” Meskipun
pedoman pemilihan tidak mewajibkan peserta untuk menulis sesuai bidang
ilmunya, pemikiran dan gagasan yang saya usung rasanya akan lebih signifikan
apabila berangkat dari landasan keilmuan sesuai kompetensi ilmiah saya.
Visi integrasi kawasan Asia Tenggara yang terwujud dalam cetak biru

Masyarakat ASEAN merupakan momentum yang dapat menjadi tantangan besar
sekaligus kesempatan emas. Satu-satunya kunci untuk memeroleh kesuksesan dari
momentum ini adalah dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin agar tidak
kalah dalam kompetisi yang sangat ketat tanpa adanya hambatan (trade barriers).
Oleh karena itulah, pelaksanaan perdagangan bebas dalam Masyarakat Ekonomi
ASEAN perlu dikawal melalui pengawasan pasar terhadap kebijakan publik,
pelaku usaha, dan penanaman modal dalam rangka mencapai keuntungan yang
optimal. Semoga tulisan ini dapat menjadi literatur pendukung dalam memahami
Masyarakat Ekonomi ASEAN sekaligus dalam merumuskan kebijakan dalam
meningkatkan daya saing Indonesia baik di tingkat kawasan maupun global.
Jawa Barat, 24 Maret 2014

Ravio Patra Asri

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vi
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. vii

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ......................................................................................................1
2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
3. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 2
4. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 3
5. Metode Penelitian ................................................................................................. 3

TELAAH PUSTAKA
1. Neoliberalisme ......................................................................................................5
2. Integrasi Ekonomi ................................................................................................ 6
3. Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) ........................ 7
4. Keterhubungan ASEAN (ASEAN Connectivity) ................................................. 9

PEMBAHASAN
1. Mekanisme Integrasi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN ............................... 11

2. Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN .................................................. 13
3. Pengawasan Berbasis Insentif .............................................................................. 15
a. Pengawasan terhadap Kebijakan Pasar (Market Policy Watch) ...................... 16
b. Pengawasan terhadap Pelaku Usaha (Enterprises Watch) ...............................17
c. Pengawasan terhadap Aliran Kapital (Capital Flows Watch) ......................... 18

iv

PENUTUP
1 Simpulan ............................................................................................................... 19
2 Rekomendasi ........................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 21

v

DAFTAR GAMBAR

Kerangka Gagasan .................................................................................................... 4
Pertumbuhan Ekonomi ASEAN ............................................................................... 8

Empat Pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN .............................................................. 9
Skema ASEAN Connectivity .................................................................................... 10
Skema Pengawasan Berbasis Insentif dalam Integrasi Ekonomi .............................. 15
Rekomendasi bagi Pemerintah, Pelaku Usaha, dan Pemilik Kapital ........................ 20

vi

DAFTAR GRAFIK

Perdagangan Antarnegara Anggota ASEAN ............................................................ 8
Persentase Eliminasi Tarif Perdagangan Negara Anggota ASEAN ......................... 11

vii

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kerjasama antaranggota ASEAN diawali oleh penandatanganan Deklarasi
Bangkok 1967 oleh lima negara: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand. Meskipun kerjasama antarnegara anggota ASEAN ditopang oleh tiga

pilar—politik-keamanan, ekonomi, dan sosiokultural—yang komprehensif,
kerjasama ekonomi merupakan yang paling pesat perkembangannya.
Perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)
sebagai tujuan akhir dari integrasi ekonomi tertuang dalam Visi ASEAN 2020.
Dengan tajuk “one vision, one identity, one community,” integrasi ekonomi
diharapkan dapat mewujudkan cita-cita ASEAN sebagai basis produksi dan pasar
tunggal (single market and production base) yang mengedepankan diversitas
sebagai keunggulannya (ASEAN Secretariat 2004, h. 1). Bukan hanya untuk
mencapai hasil yang optimal dalam kegiatan ekonomi di kawasan, integrasi juga
dirancang sebagai kiat bagi ASEAN untuk menjadi kekuatan yang jauh lebih
signifikan dalam perekonomian global.
Strategi negara-negara anggota ASEAN dalam mempersiapkan diri
menyambut integrasi ekonomi setidaknya terdiri atas dua tahap: pertama, proses
integrasi di dalam kawasan dengan tujuan mempererat kerjasama antarnegara
anggota dan kedua, proses aktualisasi kapabilitas ekonomi masing-masing negara
anggota dengan tujuan meningkatkan daya saing ekonomi ASEAN.
Dalam kerangka kerjasama Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan mulai
berlaku penuh pada tahun 2015 mendatang ini, banyak perubahan yang akan
berdampak terhadap perekonomian setiap negara anggota. Penghilangan berbagai
hambatan perdagangan (trade barriers), misalnya, akan berdampak pada

munculnya arus barang, jasa, kapital, dan tenaga kerja yang begitu bebas.

2

Sebagai negara dengan potensi yang besar, Indonesia diprediksi akan
menjadi kekuatan ekonomi terkuat ke-7 di dunia pada tahun 2030 (McKinsey &
Company, 2007). Meskipun belum bisa dibuktikan nilai kebenarannya, prediksi
ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kapabilitas ekonomi yang mumpuni.
Meskipun Indonesia merupakan salah satu aktor kunci dalam perekonomian
kawasan, tanpa persiapan matang dan langkah jitu, Masyarakat Ekonomi ASEAN
hanya akan menjadi bumerang bagi Indonesia..

2. Rumusan Masalah
Berbagai dinamika yang akan ditimbulkan oleh integrasi ekonomi melalui
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dapat menjadi kesempatan emas bagi
Indonesia untuk memeroleh keuntungan lebih dari perdagangan di tingkat
kawasan, namun juga bisa menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi
akibat rendahnya daya saing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berikut
adalah pertanyaan yang menjadi orientasi rumusan masalah dalam tulisan ini:
 Bagaimanakah mekanisme integrasi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN?


 Dampak apa yang ditimbulkan integrasi melalui Masyarakat Ekonomi
ASEAN terhadap perekonomian Indonesia?

 Langkah apa yang harus diambil Indonesia dalam menghadapi tantangan
dari integrasi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum yang ingin dicapai dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk
merumuskan suatu gagasan yang layak menjadi rekomendasi bagi para pembuat
kebijakan dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Rekomendasi
pun dirumuskan menggunakan orientasi yang komprehensif; mempertimbangkan
aspek kebijakan, pelaku usaha, dan penanaman modal.

3

4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan ditimbulkan dari tulisan ini di antaranya adalah
tumbuhnya kesadaran dalam masyarakat Indonesia bahwa integrasi ekonomi
dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 tidak dapat dihindari dan harus

dihadapi dengan persiapan yang matang. Integrasi ini ditunjang oleh rancangan
program ASEAN Connectivity (ASEAN Secretariat 2010, h. 10—30) yang
menekankan keterhubungan fisik (physical), keterhubungan antarorang (peopleto-people), keterhubungan institusional (institutional), dan mobilisasi sumberdaya

(resource mobilization). Hanya keseriusan dan kemampuan mengonversi
tantangan menjadi kesempatanlah yang akan menentukan apakah Masyarakat
Ekonomi ASEAN akan menjadi batu pijakan (stepping stone) bagi kemajuan
ekonomi Indonesia atau malah menjadi titik balik yang membawa kemunduran
karena gagal bersaing dalam pasar bebas.

5. Metode Penelitian
Studi kepustakaan yang dilakukan dalam proses perumusan gagasan karya ilmiah
ini bersifat sistematis dengan mempertimbangkan tiga aspek utama: kebijakan
pasar, pelaku usaha, dan penanaman modal. Berikut adalah alur penelitian yang
ditempuh dalam penyusunan karya ilmiah ini:
 Perumusan masalah melalui kerangka pemikiran (Lampiran 1) yang
menggambarkan analisis dan sintesis masalah hingga menjadi gagasan;

 Pengumpulan data dan fakta pendukung yang dapat membantu menjelaskan
masalah dan gagasan yang diangkat secara sistematis;

 Verifikasi data dan fakta yang dikumpulkan dengan melakukan pengujian
terhadap teori dan konsep terkait yang diterima oleh komunitas ilmiah;

 Analisis konseptual yang rasional terhadap argumentasi sekenaan dengan
masalah yang diangkat untuk kemudian disintesis menjadi gagasan; dan

 Penulisan karya ilmiah secara sistematis, kritis, dan solutif.

4

Dalam mengembangkan gagasan sekenaan dengan topik yang diangkat,
terdapat kerangka pemikiran yang penyusunannya berlandaskan teori, konsep, dan
aspek-aspek praktis dari Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kerangka pemikiran ini
menjadi pijakan dasar dalam merumuskan masalah dan solusi terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang menjadi fokus penelitian.

Kebijakan
Pasar (Market
Policy)

Insentif
melalui
Pengawasan
yang Proaktif
dan
Akomodatif

Pelaku Usaha
(Enterprises)

Aliran Kapital
(Capital Flows)

Kerangka Gagasan

Peningkatan
Daya Saing
dan Daya
Tahan
Ekonomi
Nasional

TELAAH PUSTAKA

1. Neoliberalisme
Paham

neoliberalisme

dalam

kerangka

teoritis

Hubungan

Internasional

merupakan sebuah redefinisi dari paham liberalisme klasik. Intisari dari paham ini
adalah penghapusan berbagai hambatan dalam perdagangan yang diyakini
menghalangi potensi pasar suatu negara untuk mencapai hasil optimal.
Singkatnya,

neoliberalisme

menekankan

pada

liberalisasi

pasar

melalui

penghapusan berbagai hambatan terutama yang bersifat regulatif dari pemerintah
(Thorsen & Lie 2009, h. 2—3). Dengan kata lain, ide neoliberalisme berotasi pada
tiga pokok pikiran: liberalisasi pasar, deregulasi, dan privatisasi.
Pemikir neoliberalis percaya bahwa penghapusan hambatan perdagangan
akan menciptakan kondisi pasar ideal yang sangat menguntungkan bagi
masyarakat. Keyakinan ini didasari pada asumsi bahwa liberalisasi perdagangan
global dan optimalisasi investasi akan meningkatkan standar hidup masyarakat.
Bukan hanya dalam menopang, namun juga mewujudkan efisiensi pembangunan.
Melalui penelaahan lebih lanjut, dapat diasumsikan bahwa neoliberalisme
mengehendaki keterlibatan minimal pemerintah dalam kegiatan perekonomian.
Friedrich Hayek, seorang ekonom Inggris yang dikenal sebagai salah satu pemikir
neoliberalis paling awal, dalam apendiks dari karyanya The Constitution of
Liberty (1960) yang berjudul ‘Why I Am Not Conservative,’ menyampaikan

gagasan bahwa pasar bebas (free markets) harus diterapkan agar pasar mampu
benar-benar memenuhi kebutuhan individual. Untuk mencapai hal ini, menurut
Hayek, pemerintah harus menarik diri dari mengintervensi mekanisme pasar.
Gagasan Hayek yang sangat bertentangan dengan pemikiran John Maynard
Keynes ketika itu banyak menimbulkan kontroversi; terutama dengan banyaknya
negara Eropa yang tetap saja berhasil mencapai kesejahteraan (welfare states)

6

meskipun terus menerapkan pasar yang diregulasi (regulated markets). Pun
sebenarnya Hayek sendiri bukannya menentang keberadaan pemerintah. Menurut
Hayek, pemerintah sangatlah esensial namun hanya untuk menjaga keteraturan—
to maintain the rule of law—dengan intervensi seminim mungkin.

Pemikiran neoliberalisme sangat relevan dengan topik Masyarakat Ekonomi
ASEAN yang salah satu kiatnya adalah penghapusan regulasi pasar untuk
menciptakan sebuah pasar bebas. Dalam mendukung tujuan ini, ASEAN telah
menyiapkan seperangkat mekanisme pasar (The ASEAN Secretariat 2004, h. 1)
seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework Agreement on
Services (AFAS), dan ASEAN Investment Area (AIA). Mekanisme ini

dimaksudkan untuk mengakselerasi integrasi ekonomi kawasan di sektor-sektor
utama, memfasilitasi pergerakan pelaku bisnis dan tenaga kerja, serta memperkuat
mekanisme institusional ASEAN yang di dalamnya termasuk mekanisme
penyelesaian sengketa (dispute settlement) yang mengikat secara hukum.

2. Integrasi Ekonomi
Proses integrasi ekonomi secara umum meliputi penghapusan berbagai hambatan
(barriers) di dalam pasar yang menjadi tempat berlangsung perdagangan
antarnegara. Penghapusan hambatan perdagangan ini secara teknis dilakukan
dengan cara menciptakan perdagangan bebas yang dicirikan oleh ketiadaan
berbagai instrumen kebijakan, norma, maupun prosedur yang menimbulkan
ketidakleluasaan bagi para pelaku ekonomi untuk berbisnis.
Penghapusan instrumen seperti bea dan cukai perdagangan (tariffs) maupun
hambatan lain yang bersifat nontariff dalam konseptualisasi kasar tentu akan
berdampak pada penekanan biaya distribusi produksi ekonomi sehingga pada
akhirnya menekan harga barang dan jasa yang ditawarkan. Harga yang lebih
rendah diyakini akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga juga ikut
menopang peningkatan produktivitas ekonomi. Kondisi ini akan menciptakan
kompetisi pasar dengan daya saing dan daya tahan yang tinggi.

7

Menurut Edward D. Mansfield dan Helen V. Milner (2005, h. 333), terdapat
tujuh tahapan integrasi ekonomi, yaitu: 1. Preferential Trading Area (PTA); 2.
Free Trade Area (FTA); 3. Customs Union; 4. Common Market; 5. Economic
Union; 6. Economic and Monetary Union; dan 7. Complete Economic Integration.

Ketujuh tahapan ini merepresentasikan tingkat integrasi yang berbeda; dengan
preferential trading area sebagai yang terendah. Ketika telah mencapai complete
economic integration, maka integrasi telah mencapai tahapan optimal.

Skema preferential trading area dapat berlangsung dalam kerangka
kerjasama bilateral maupun multilateral. PTA multilateral misalnya adalah
Melanesian Spearhead Group (1988) yang terdiri atas Fiji, Papua Nugini,

Kepulauan Solomon, serta Kaledonia Baru; sementara PTA bilateral misalnya
kerjasama India dan Afghanistan. Biasanya, PTA dicirikan oleh integrasi ekonomi
yang diikuti dengan pengurangan, bukan penghapusan, tarif perdagangan.
Ketika kerjasama yang terjalin melalui PTA meluas pada pembebasan
regulasi pasar, maka PTA akan bertransformasi menjadi sebuah FTA; seperti yang
terjadi dalam kerangka kerjasama antara blok ekonomi ASEAN dengan Cina
melalui perjanjian ASEAN-China Free Trade Area ; begitu seterusnya hingga
mencapai integrasi ekonomi menyeluruh di mana tidak ada lagi hambatan baik
tarif, nontarif, bahkan regulasi politis sekalipun. Integrasi komprehensif inilah
yang menjadi tujuan akhir dari proses integrasi kawasan ASEAN; dengan tiga
pilar, yaitu politik dan keamanan, ekonomi, serta sosial dan budaya.

3. Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)
Dari tiga pilar kerjasama kawasan yang diusung oleh negara-negara anggotanya,
kerjasama di bidang ekonomi merupakan yang paling signifikan kemajuannya
bagi ASEAN. Melalui kerangka Masyarakat Ekonomi yang telah ditetapkan akan
mulai dilaksanakan pada tahun 2015 mendatang, negara-negara anggota ASEAN
mengharapkan kemajuan ekonomi yang masif dari integrasi yang dilakukan.
Harapan ini pun sangat mungkin terkabul; bercermin pada pertumbuhan ekonomi

8

Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Filipina (Pannenungi, 2011) yang melampaui
rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota Kerjasama Ekonomi AsiaPasifik (Asia-Pacific Economi Cooperation; APEC) sebesar 2.83 persen.

Pertumbuhan Ekonomi ASEAN (MLXchange, 2013)
Kerjasama ekonomi antarnegara anggota ASEAN pada awalnya berupa
sebuah skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang bertujuan
menciptakan pergerakan barang yang bebas (free flow of goods) di dalam
kawasan.

ASEAN

mencanangkan

peningkatan

kerjasama

menjadi

area

perdagangan bebas yang dinamai ASEAN Free Trade Area (AFTA); ditandai
oleh penandatanganan perjanjian pada 28 Januari 1992 di Singapura oleh
ASEAN-6 (ASEAN Secretariat, 1992) dengan empat anggota lainnya dikenakan
peraturan yang sama hanya saja dengan tenggang waktu yang lebih lama.

Perdagangan Antarnegara Anggota ASEAN [Juta USD] (ASEAN Secretariat, 2004)

9

Kerjasama dalam Masyarakat Ekonomi telah mendorong negara-negara
anggota ASEAN untuk terus secara bertahap mereduksi kewajiban impor (di
antara satu sama lain; dengan target penghapusan sama sekali pada 2015. Sebagai
salah satu langkah utama dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang optimal
(ASEAN Secretariat, 2008), negara-negara anggota pun telah menyepakati upaya
bersama peningkatan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Empat Pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN (Frontier Strategy Group, 2013)
Saat ini, kerjasama negara-negara anggota ASEAN memiliki empat pilar
(Departemen Perdagangan RI 2009, h. 10) atau tujuan utama, yaitu untuk
menjadikan ASEAN sebagai: 1. Pasar tunggal dan Basis produksi (single market
and production base); 2. Kawasan ekonomi berdaya saing tinggi (highly
competitive economic region); 3. Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang

merata (equitable economic development); serta 4. Kawasan yang terintegrasi
penuh dengan ekonomi global (full integration into the global economy).

4. Keterhubungan ASEAN (ASEAN Connectivity)
Dalam rangka mendukung proses integrasi kawasan di Asia Tenggara, negaranegara anggota ASEAN menyusun sebuah visi bersama yang disebut ASEAN
Connectivity. Dalam master plan-nya (ASEAN Secretariat 2010, h. 2), dijelaskan

10

bahwa untuk menjadi kawasan yang memiliki ketahanan dan daya saing tinggi,
negara-negara anggota ASEAN haruslah saling terhubung demi mendukung
tercapainya integrasi kawasan yang menyeluruh.
Melalui hal ini, ASEAN berharap untuk mempersempit jarak pembangunan
(narrowing development gaps) antarnegara anggotanya. Untuk itu, terdapat tiga
objektif yang membangun sinergi antara ASEAN Community dengan ASEAN
Connectivity (ASEAN Secretariat 2010, h. 2—7), yaitu: 1. Peningkatan peraturan

dan pelaksanaan good governance; 2. Peningkatan integrasi dan daya saing
ekonomi; serta 3. Peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup (livelihood).
Menurut Master Plan on ASEAN Connectivity (ASEAN Secretariat 2010),
terdapat tiga jenis keterhubungan yang digariskan harus dicapai oleh ASEAN,
yaitu keterhubungan fisik (physical connectivity), keterhubungan antarorang
(people-to-people connectivity), dan keterhubungan institusional (institutional
connectivity) yang ditunjang oleh mobilisasi sumber daya.

Keterhubungan Fisik (Physical Connectivity) melalui
Integrasi Transportasi, Fasilitas, Teknologi Informasi
Komunikasi, Energi, dan Zona Ekonomi Khusus

Keterhubungan Antarorang
(People-to-People Connectivity)
melalui Pariwisata, Pendidikan,
dan Kebudayaan

Keterhubungan Institusional
(Institutional Connectivity) melalui
Liberalisasi Perdagangan,
Penanaman Modal, Pembangunan
Kapasitas, dan Landasan Kerjasama
Legal-Institusional

Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilization) melalui
Dialog Kemitraan, Privatisasi, dan Integrasi Perbankan

Skema ASEAN Connectivity (ASEAN Secretariat 2010, h. 4)

PEMBAHASAN

1. Mekanisme Integrasi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
Melalui ketentuan CEPT, negara-negara anggota ASEAN telah berangsur-angsur
melakukan reduksi terhadap tarif perdagangan masing-masing (ASEAN
Secretariat 2004, h. 16—17). Brunei Darussalam, Indonesia, Filipina, Malaysia,
Singapura,

dan

Thailand—dikenal

sebagai

ASEAN-6—sudah

mampu

menurunkan tarif dari 99 persen barang yang diatur oleh CEPT. Sementara empat
negara lainnya—Kamboja, Laos, Myanmar, dan Viet Nam; dikenal sebagai
CLMV—masih berada pada kisaran 66 persen.

Persentase Eliminasi Tarif Perdagangan Negara ASEAN

Di samping upaya berkala penghapusan tarif, hambatan nontarif pun telah
mulai dihilangkan. Agar penghapusan hambatan tidak sampai menurunkan
kualitas barang dan jasa yang ada di pasar, maka mekanisme ini dilengkapi
dengan harmonisasi Nontariff Measures sesuai dengan standar masing-masing
negara. Pun penghapusan ini tidak serta merta membuat pasar bebas ASEAN

12

menjadi pasar yang menerima semua barang dan jasa tanpa ada pengaturan sama
sekali. Total nilai ekspor negara anggota ASEAN secara akumulatif pun juga ikut
menunjukkan tren yang positif dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan ekonomi yang positif di kawasan Asia Tenggara menunjukkan
bahwa negara-negara anggota ASEAN telah berhasil membangun sistem
perekonomian dengan daya tahan (resilience) dan daya saing (competitiveness)
yang stabil. Terbukti, pada saat krisis finansial global pecah tahun 2008 silam,
negara-negara ASEAN tidak begitu merasakan dampak yang signifikan. Bahkan,
menurut Yung Chul Park (2011, h. 3—4), negara-negara seperti Indonesia dan
Malaysia sama sekali tidak terpengaruh oleh krisis global.
Daya tahan ASEAN setidaknya dapat diatributkan pada dua faktor. Pertama,
kerjasama perdagangan di dalam kawasan yang stabil sehingga ketidakstabilan
perdagangan global tidak begitu memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi negara
di

dalam

kawasan.

Kedua,

integrasi

ekonomi

yang terus

digalakkan

menumbuhkan kepercayaan para pemilik modal untuk terus berinvestasi di
kawasan Asia Tenggara.
Meskipun begitu, jelang dibukanya arus pergerakan barang, jasa, dan orang
yang bebas bersamaan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015
mendatang, Indonesia perlu waspada karena negara-negara anggota dengan
jumlah penduduk yang lebih sedikit—terutama Malaysia, Singapura, dan
Thailand—telah mengincar berbagai sektor ekonomi strategis di Indonesia yang
belum tereksplorasi. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh masih rendahnya
jumlah tenaga kerja dengan keahlian mumpuni di dalam negeri.
Mekanisme integrasi dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN
menggariskan bahwa kerjasama meliputi pembangunan sumber daya manusia dan
pembangunan kapasitas, pengakuan atas kemampuan profesional, diskusi intensif
dalam kebijakan finansial dan makroekonomi, keterhubungan infrastruktur dan
komunikasi, pemanfaatan teknologi dalam perdagangan, integrasi industri
strategis kawasan, serta peningkatan keterlibatan sektor privat (Technical
Education and Skills Development Authority 2010, h. 1). Fokus-fokus ini
menunjukkan bahwa prinsip integrasi yang diusung adalah competence-based.

13

Permasalahannya, hingga saat ini, upaya pemerintah dalam mempromosikan
integrasi ekonomi kepada setiap lapisan masyarakat sangat jauh dari optimal.
Masih banyak orang, bahkan kaum terpelajar sekalipun, yang masih belum paham
betul bagaimana mekanisme kerjasama dalam kerangka Masyarakat Ekonomi
ASEAN bekerja. Apabila tidak cepat ditanggulangi, maka Indonesia akan dengan
mudah dipacu oleh negara-negara dengan kemampuan dan sumber daya manusia
lebih mumpuni seperti Singapura, misalnya, dan akhirnya kehilangan pasar di
dalam negeri sendiri. Dengan kata lain, meskipun berorientasi pada peningkatan
daya tahan dan daya saing kawasan, Indonesia harus tetap fokus pada peningkatan
dan aktualisasi kompetensi sumber daya manusia nasional sehingga mampu
menghadapi persaingan yang semakin ketat baik di pasar kawasan sebagai aktor
tunggal maupun di pasar global sebagai aktor kolektif bersama ASEAN.

2. Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
Salah satu dampak langsung paling nyata bagi pasar domestik ketika integrasi
ekonomi telah memasuki tahapan final adalah terciptanya persaingan yang amat
ketat. Produk-produk lokal dengan harga pada kisaran normal akan menghadapi
kompetisi yang berat dengan produk-produk impor yang juga akan mampu
mematok harga pada kisaran selaiknya produk lokal; atau bahkan lebih murah.
Kompetisi harga ini akan terjadi karena adanya penghapusan tarif bagi produkproduk impor dari negara sesama anggota ASEAN.
Pun begitu, sebenarnya kondisi ini juga merupakan kesempatan emas bagi
pemerintah untuk memacu para produsen lokal untuk terus meningkatkan mutu
produksi. Jika ini yang terjadi, maka ekonomi pun akan menjadi sehat karena
pasar dipenuhi oleh pasokan barang dan jasa yang berlomba pada dimensi
kualitas; bukan harga. Sementara untuk masalah kuantitas, sesuai dengan hukum
dasar ekonomi, akan selalu dipengaruhi oleh permintaan (demand) di pasar.
Pemerintah sendiri akan kesulitan untuk mengontrol kuantitas produk impor yang

14

masuk karena mekanisme kerjasama dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN bukan
hanya bersifat penghapusan hambatan tarif, namun juga hambatan nontarif.
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada tahun 2013, neraca perdagangan
Indonesia mencapai defisit 2,31 miliar dolar AS (Aria, 2013). Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah belum berhasil merumuskan langkah jitu dalam
memanfaatkan momentum kerjasama intrakawasan yang akan segera mencapai
klimaksnya ini. Bagi masyarakat, tentu pertanyaan yang muncul adalah apakah
benar penghapusan tarif perdagangan akan menguntungkan atau malah menjadi
blunder besar terhadap sistem perekonomian nasional.
Sebagai pemilik pasar terbesar, Indonesia memang sepatutnya berpikir
panjang dalam merumuskan kebijakan terkait perdagangan intrakawasan.
Meskipun menyadari bahwa untuk menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi
ASEAN membutuhkan keseriusan serta kesiapan, pemerintah agaknya belum
cukup serius dalam merancang kebijakan publik yang benar-benar tepat sasaran
untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Menurut Fathur Anas, peneliti di Developing Countries Studies Center
Jakarta (2013), terdapat lima keunggulan yang menunjukkan kesiapan Indonesia
dalam menghadapi integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Lima
keunggulan ini adalah: 1. Jumlah penduduk yang mencapai 39 persen dari total
penduduk ASEAN; 2. Kekayaan sumber daya alam; 3. Pengalaman krusial dalam
menghadapi berbagai krisis finansial, terutama krisis moneter 1997—1998; 4.
Status sebagai anggota forum kerjasama kekuatan ekonomi dunia G-20; serta 5.
Tren pertumbuhan ekonomi yang positif dari tahun ke tahun.
Akan tetapi, seunggul apapun Indonesia di atas kertas, tidak akan ada
signifikansinya apabila tidak ada tindakan nyata dari pemerintah untuk
meningkatkan daya saing pasar nasional. Pertumbuhan ekonomi yang positif pun
bukanlah sebuah tolak ukur yang dapat diandalkan; terutama mengingat negaranegara anggota ASEAN yang lain jauh lebih serius dan telaten dalam
mempersiapkan sistem perekonomiannya. Inipun baru sekadar memperhitungkan

15

faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung (direct factors), belum temasuk
faktor-faktor lain seperti pertahanan maritim, stabilitas politik dalam negeri,
hingga keberadaan sistem intrusif di dalam kawasan yang sudah pasti berpengaruh
terhadap hasil yang diraup Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

3. Pengawasan Berbasis Insentif
Berbagai data dan fakta di lapangan menunjukkan adanya kelengahan pemerintah
dalam menggalang persiapan segenap elemen bangsa menghadapi integrasi
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Bukannya menumbuhkan kepercayaan
(confidence) masyarakat, malah semakin sering terdengar suara sumbang dari
kelompok-kelompok yang mengecam pemerintah sebagai agen neoliberalisme
yang menggadaikan potensi dan kekayaan bangsa. Padahal, jika integrasi ekonomi
diikuti dengan serangkaian rencana kerja (action plan) yang tepat sasaran, akan
tercipta momentum bagi Indonesia untuk mencapai klimaks perekonomian.

Kebijakan Pasar melalui Pembuatan Kebijakan (Policy Decision
Making) berdasarkan Aspirasi Pasar, Penghapusan Pajak Berganda,
dan Kemudahan Birokrasi untuk menjamin Koherensi dan
Harmonisasi Integrasi Kawasan pada Tataran Kebijakan

Pengawasan Berbasis Insentif (Incentive-Based Watch) dengan
Pendekatan Proaktif dan Akomodatif serta Orientasi Daya Tahan
dan Daya Saing Pasar (Market Resilience and Competitiveness)

Aliran Kapital (Capital Flows) melalui Pengawasan
Penanaman Modal, Pemerataan Persebaran
Kapital, Penciptaan Iklim Investasi yang Kondusif,
dan Optimalisasi Foreign Direct Investment untuk
menjaminPergerakan Kapital yang Bebas
(Free Flows of Capital and Investment)

Pelaku Usaha (Enterprises) melalui Pembangunan
Kapasitas, Pemberian Bantuan Modal dan Kredit
terutama bagi Industri Kreatif dan UMKM serta
Pemberdayaan KPPU untuk menjamin Kompetisi
Pasar yang Sehat dan Perlindungan Konsumen

Skema Pengawasan Berbasis Insentif dalam Integrasi Ekonomi

16

Meskipun sebenarnya sudah terdapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), tugasnya terbatas hanya untuk mencegah terjadinya monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat (Republik Indonesia, 1999). Fungsi ini tentunya
tidak cukup untuk menghadapi kompleksitas Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Gagasan yang menjadi sintesis dari analisis terhadap data empiris dan teori
dalam tulisan ini adalah penerapan fungsi pengawasan berbasis insentif terhadap
pasar (incentive-based market watch). Pengawasan berbasis insentif maksudnya
adalah sistem pengawasan di mana pemerintah berorientasi pada insentif untuk
memacu peningkatan daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Insentif dapat
diejawantahkan dalam tiga kiat: proaktif dan akomodatif. Proaktif berarti bahwa
pemerintah harus aktif turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data riil
mengenai problematika di dalam pasar. Akomodatif berarti pemerintah harus
selalu siap sedia menyediakan layanan prima bagi setiap pelaku ekonomi. Dengan
adanya fungsi pengawasan ini, diharapkan bahwa Indonesia mampu mengonversi
tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN menjadi peluang emas.

a. Pengawasan terhadap Kebijakan Pasar (Market Policy Watch)
Pengawasan pada tingkatan kebijakan pasar berorientasi pada perumusan
regulasi yang ikut mendukung peningkatan daya saing dan daya tahan pasar
nasional. Bentuk pengawasan pada tingkatan ini pada dasarnya adalah untuk
mengakomodasi aspirasi masyarakat dan merumuskan kebutuhannya menjadi
perangkat kebijakan formal. Regulasi di sini tentunya juga harus terdiri atas
elemen-elemen yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pasar bebas.
Dalam tatanan pembuatan kebijakan, kebutuhan akan pengawasan terhadap
kebijakan pasar bertujuan untuk menciptakan persaingan yang sehat. Regulasi
yang dirumuskan pemerintah, meskipun berada dalam kerangka kerja integrasi
ekonomi, harus tetap memerhatikan kemampuan perekonomian nasional dalam
menghadapi persaingan yang terlalu ketat. Di samping itu, pengawasan terhadap

17

kebijakan pasar penting dilakukan agar tercipta regulasi yang mendorong alur
bebas barang namun tetap berorientasi pada peningkatan kualitas produksi.
Melalui pendekatan yang proaktif, pemerintah dapat merumuskan kebijakan
yang tepat guna dan tepat sasaran dalam rangka mendukung peningkatan daya
saing dan daya tahan pasar nasional. Objektif ini dapat dicapai dengan cara terus
memberikan insentif positif bagi pasar sehingga terjadi peningkatan kualitas yang
konstan, misalnya, dengan menjamin kemudahan birokrasi serta menggalakkan
penghapusan pajak ganda (double taxation) terhadap berbagai barang dan jasa.
Pengawasan terhadap kebijakan pasar ini dapat dilakukan dengan cara
pembentukan satuan kerja yang bertugas untuk langsung terjun ke pasar. Tugas
dari satuan kerja ini adalah mengumpulkan aspirasi dari setiap aktor di dalam
pasar—produsen, buruh, konsumen, tenaga kerja, distributor, pemilik modal—dan
memformulasikannya ke dalam kebijakan yang bersifat akomodatif. Dengan kata
lain, pemerintah harus bertindak sigap dan tanggap, bukan lagi hanya menunggu
kebutuhan akan suatu kebijakan. Akan tetapi, tentunya kebijakan atau regulasi
yang dirumuskan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip integrasi
ekonomi melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN.

b. Pengawasan terhadap Pelaku Usaha (Enterprises Watch)
Pada tingkatan pelaku usaha, pengawasan dapat diwujudkan dalam dua
ragam utama: bantuan modal dan pembangunan kapasitas. Bantuan modal
terutama

harus

ditujukan

dalam

pengembangan

budaya

wirausaha

(entrepreneurship) yang membantu pengadaan lapangan kerja serta unit-unit
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pun fokus pada UMKM ini tidak
luput dari perhatian para pemimpin kawasan (ASEAN Secretariat, 2008).
Pengawasan berupa pembangunan kapasitas (capacity building) berorientasi
pada peningkatan daya saing sumber daya manusia serta sistem perekonomian
nasional. Ketika negara-negara anggota ASEAN telah memulai berbagai program

18

riil dalam melengkapi tenaga kerjanya dengan berbagai keahlian dan kompetensi.
Sementara dari dalam negeri, hampir tidak ada upaya mempersiapkan tenaga kerja
ahli (skilled labor ) untuk menghadapi persaingan ketat dari negara-negara maju
lain di kawasan terutama Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Alih-alih,
jika tidak ada perubahan sikap dari pemerintah, maka yang akan terjadi bisa saja
adalah dikuasainya pos-pos perekonomian strategis, baik di tingkatan makro
maupun mikro, oleh tenaga kerja dari negara-negara tetangga.

c. Pengawasan terhadap Aliran Kapital (Capital Flows Watch)
Pengawasan terhadap aliran kapital selaras dengan pilar Masyarakat
Ekonomi ASEAN untuk menciptakan free flow of capital and investment namun
harus dijalankan dengan penghayatan pada visi ASEAN sebagai kawasan dengan
equitable economic development. Hal ini pun sejalan dengan misi untuk

mempersempit jarak pembangunan (to narrow development gaps).
Setidaknya, terdapat dua kiat dalam pelaksanaan pengawasan terhadap
aliran kapital. Pertama, pengawasan terhadap penanaman modal asing untuk
sektor minyak dan gas bumi (migas) maupun nonmigas karena porsinya yang
sangat besar dalam peta penerimaan negara. Kedua, pengawasan terhadap
penanaman modal asing untuk sektor industri kreatif dan UMKM agar tercipta
sistem perekonomian dengan diversifikasi produk yang berdaya saing tinggi.
Apabila dua hal ini dilaksanakan dengan baik, kompetisi pasar seketat
apapun semestinya tidak menjadi masalah karena produksi nasional telah
dibangun berlandaskan orientasi kualitas, bukan kuantitas. Iklim investasi yang
kondusif dan menjanjikan bagi pemilik modal merupakan kunci agar pengawasan
terhadap penanaman modal ini menghasilkan keluaran yang positif; yang mana
manifestasinya sangat bergantung pada kepercayaan pasar terhadap pemerintah
serta stabilitas politik dan keamanan di dalam negeri. Jika tidak, bukanlah sesuatu
yang mengherankan ketika nanti Indonesia hanya menjadi peserta penghibur
dalam panggung Masyarakat Ekonomi ASEAN.

PENUTUP

1. Simpulan
Integrasi ekonomi merupakan tren kerjasama kawasan dan global yang sangat
prevalen saat ini. Jika Uni Eropa telah memulai proses integrasi sejak lama
diawali dengan European Coal and Steel Community, beberapa kerjasama baru
berkembang dalam beberapa dekade terakhir, termasuk Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Visi integrasi komprehensif yang diusung—bersama dengan pilar politik
dan keamanan serta sosial dan budaya—menunjukkan bahwa negara-negara
anggota ASEAN serius dalam mewujudkan integrasi kawasan. Akan tetapi, hanya
kurang dari setahun jelang titik puncak dari integrasi Masyarakat Ekonomi
ASEAN, sulit untuk mengatakan bahwa pemerintah Indonesia, khususnya, sudah
mengerahkan segala kiat yang ada untuk mempersiapkan diri.
Melalui analisis berbasis data dan fakta di lapangan, dirumuskanlah suatu
gagasan berupa fungsi pengawasan berbasis insentif terhadap tiga elemen utama
perekonomian dalam skema integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN mendatang.
Tiga elemen ini adalah kebijakan pasar (market policy), pelaku usaha
(enterprises), dan aliran kapital (capital flows). Dengan orientasi pada penciptaan
stabilitas ekonomi dan iklim penanaman modal yang kondusif, diharapkan
gagasan ini dapat menjadi kunci kesuksesan Indonesia dalam menghadang
tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

2. Rekomendasi
Sejalan dengan gagasan fungsi pengawasan pasar terhadap tiga elemen—
kebijakan, pelaku usaha, dan aliran kapital—yang telah dielaborasi dalam tulisan
ini, berikut merupakan model rekomendasi yang dapat dirumuskan:

20

Merumuskan kebijakan berdasarkan aspirasi pasar dengan orientasi pada peningkatan
Pemerintah daya saing dan daya tahan dengan menjamin pergerakan yang bebas bagi barang, jasa,
dan tenaga kerja untuk menjadi bagian dari global supply networks

Pelaku
Usaha

Pemilik
Kapital

Optimalisasi bantuan berupa modal, kredit, serta pembangunan kapasitas dengan
fokus yang lebih besar pada pengembangan sektor industri kreatif dan UMKM untuk
meningkatkan perlindungan konsumen dan daya saing pelaku usaha nasional

Pemerataan persebaran kapital di semua sektor, yaitu Minyak dan Gas Bumi (Migas),
Nonmigas, Industri Kreatif, dan UMKM; sejalan dengan pilar Masyarakat Ekonomi
ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang kompetitif dengan equitable development.

Rekomendasi bagi Pemerintah, Pelaku Usaha, dan Pemilik Kapital

Kepada pemerintah, rekomendasi berupa desakan untuk meningkatkan daya
tahan dan daya saing pasar nasional. Pemerintah dapat membentuk satuan kejra
khusus yang mengumpulkan aspirasi langsung dari para aktor di dalam pasar dan
memformulasikan kebijakan berdasarkan aspirasi yang diterima; didukung dengan
pengawasan untuk mencegah terjadinya monopoli dan persaingan tidak sehat.
Kepada pelaku usaha (enterprises), rekomendasi berupa optimalisasi
bantuan dan insentif yang berupa modal, kredit usaha, serta pembangunan
kapasitas untuk menciptakan daya saing pasar yang tinggi. Pengembangan juga
harus lebih difokuskan pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta
industri kreatif dengan memberikan berbagai kemudahan dan akomodasi.
Kepada pemilik kapital (capital holders), rekomendasi berupa penekanan
pada pentingnya penanaman modal di sektor-sektor selain Minyak dan Gas Bumi
(Migas); terutama industri kreatif dan UMKM melalui eksplorasi dan optimalisasi
industri potensial yang terintegrasi ke dalam jaringan produksi barang, jasa, dan
kapital di dalam maupun di luar kawasan.■

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Fathur (2013) Menakar Kesiapan Indonesia Hadapi AEC 2015 [WWW]
Liputan 6. Diakses dari: http://news.liputan6.com/read/566007/menakar-

kesiapan-indonesia-hadapi-aec-2015 [22/03/2014].
Archarya, Amitav dan Stubbs, Richard (2006) Theorizing Southeast Asian
Relations: An Introduction. The Pacific Review, 19 (2), h. 125—134.
Aria, Pingit (2013) Defisit Neraca Perdagangan Catat Rekor Terbesar [WWW]
Tempo. Diakses dari: http://www.tempo.co/read/news/2013/09/02/09250943

6/Defisit-Neraca-Perdagangan-Catat-Rekor-Terbesar [22/03/2014]
ASEAN Secretariat, The (1992) Agreement on the Common Effective Preferential
Tariff (CEPT) Scheme for the ASEAN Free Trade Area Singapore, 28
January 1992 [WWW] ASEAN. Diakses dari: http://www.asean.org/news/ite
m/agreement-on-the-common-effective-preferential-tariff-cept-scheme-forthe-asean-free-trade-area-singapore-28-january-1992 [22/03/2014].
—— (2004) Economic Integration and Cooperation . Jakarta: The ASEAN
Secretariat.
—— (2008) Small and Medium Enterprises [WWW] ASEAN. Diakses dari: http:
//www.asean.org/communities/asean-economic-community/category/smalland-medium-enterprises [22/03/2014].
—— (2010) Master Plan on ASEAN Connectivity. Jakarta: The ASEAN
Secretariat.
—— (2012) ASEAN Connectivity: Project Information Sheets . Jakarta: The
ASEAN Secretariat.

22

Austria, Myrna S. (2004) ASEAN Free Trade Area: Lessons Learned and the
Challenges Ahead. Manila: De La Salle University.

Bourdieu, Pierre (1998) Utopia of Endless Exploitation: The Essence of
Neoliberalism [WWW] Le Monde Diplomatique. Diakses dari: http://monde
diplo.com/1998/12/08bourdieu [22/03/2014].
Colson, Rob (ed.) (2013) The Politics Book. New York: DK Publishing.
Departemen Perdagangan RI (2009) Menuju ASEAN Economic Community 2015 .
Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional.
Frontier Strategy Group (2013) Understanding the ASEAN Economic Community
[WWW] Emerging Markets Insights. Diakses dari: http://blog.frontierstrate
gygroup.com/2013/03/eating-the-behemoth-one-bite-at-a-time-understandin
g-the-asean-economic-community [22/03/2014].
Harman, Chris (2007) Theorising Neoliberalim [WWW] International Socialism.
Diakses dari: http:// isj.org.uk/index.php4?id=399&issue=117 [22/03/2014].
Hayek, Friedrich (1960) The Constitution of Liberty. Illinois: University of
Chicago Press.
Kleinberg, Katja B. dan Fordham, Benjamin O. (2010) Trade and Foreign Policy
Attitudes. Journal of Conflict Resolution, 54 (5), h. 687—714.
Mankiw, N. Gregory (2008) Principles of Microeconomics. Ohio: South-Western
Cengage Learning.
Mansfield, Edward D. dan Milner, Helen V. (2005) The New Wave of
Regionalism. Dalam: Diehl, Paul F., The Politics of Global Governance:
International Organizations in an Interdependent World . Boulder: Lynne

Rienner Publishers.
McKinsey & Company (2010) YLI Foundation [WWW] Young Leaders for
Indonesia . Diakses dari: http://yli.or.id/about/yli-foundation [22/03/2014].

23

Melanesian Spearhead Group (1988) Trade Agreement among the Melanesian
Spearhead Group Countries. Port Vila: Melanesian Spearhead Group.

MLXchange (2013) 2015 ASEAN Integration: How It can Help the Philippines’
Real Estate Industry [WWW] MLXchange. Diakses dari: http://www.mlx
change.com.ph/publications/News/4/2015-asean-integration%3a-how-itcan-help-the-philippine-real-estate-industry.html [22/03/2014].
Panennungi, Maddaremmeng A. (2011) ASEAN Economies: Past and Future
[WWW] The Jakarta Post. Diakses dari: http://www.thejakartapost.com/
news/2011/05/11/asean-economies-past-and-future.html [22/03/2014].
Park, Yung Chul (2011) The Global Financial Crisis: Decoupling of East Asia—
Myth or Reality? ADBI Working Paper Series, No. 289. Tokyo: Asian
Development Bank Institute.
Republik Indonesia (1999) Undang-Undang No. 5 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sutch, Peter dan Elias, Juanita (2007) Reconfiguring World Politics. Dalam:
International Relations: The Basics. Oxon: Routledge, h. 132—155.

Technical Education and Skills Development Authority (2010) Labor Market
Intelligence Report: Moving Towards One Vision One Identity One
Community — ASEAN Vision 2015. Metro Manila: Office of the Deputy

Director General for Sectoral TVET Planning Office.
Thorsen, Dag Einar dan Lie, Amund (2009) What Is Neoliberalism? Oslo:
University of Oslo Department of Political Science.
Weatherbee, Donald E. (2009) International Relations in Southeast Asia: The
Struggle for Autonomy. Plymouth: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.