Pemanfaatan Blotong Tebu Untuk Mengurangi Pemakaian Semen Pada Pembuatan Batako

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perkembangan industri yang sangat pesat secara universal, di samping
menghasilkan

produk

yang

mempengaruhi

perekonomian

global

juga

menghasilkan produk samping yang sangat mempengaruhi keseimbangan
lingkungan.Di dalam kurun waktu seperempat abad terakhir, pengaruh industri
terhadap lingkungan tidak hanya berasal dari produk sampingnya, tetapi produk

industri itu sendiri telah berkembang sedemikian pesatnya sehingga menjadi
limbah pengganggu lingkungan (Wiryowidagto, 1994).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi
limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara umum, limbah
adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan
prosesproduksi, baik pada skala rumahtangga, industri, pertambangan, dan
sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat.Di
antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan
dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
Semakin meningkat kegiatan manusia, semakin banyak pula limbah yang
dihasilkan. Oleh karena itu, perlu peraturan yang mengikat secara hukum terkait
dengan limbah dan pengelolaannya. UU No 32 Tahun 2009 sudah memuat aturan
segala sesuatu yang terkait limbah tersebut. Aturan itu menyangkut apa yang
diperbolehkan, dilarang dan sanksi hukumnya. UU no 32/2009 inimerupakan
penyempurnaan dari UU sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun 1997 tentang

1
Universitas Sumatera Utara


2

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu, sudah ada UU
yang lebih khusus lagi yaitu UU no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
(Soenarno, 2011).
Salah satu segi positif dari sistem tanam paksa (1830-1970) adalah
perkembangan industri gula yang cepat sekali di Indonesia. Terlepas dari beban
penderitaan yang dipikul oleh rakyat, selama kira-kira empat puluh tahun,
produksi gula di Indonesia meningkat dari kurang dari 25.000 pikul per tahun
menjadi lebih dari 225.000 pikul per tahun. Pada penutup abad ke 19, produksi
gula di Indonesia telah mencapai 900.000 pikul lebih. Menjelang tahun 1980,
jumlah pabrik gula di Indonesia ada sebanyak 61 buah, 5 buah diantaranya di luar
Jawa. Luas areal perkebunan tebu pada waktu itu sudah mencapai ±100.000
hektar dengan produksi tahunan rata-rata sebesar 0,8 juta ton.
Dengan semakin berkembangnya sistem TRI berdasarkan Instruksi
Presiden nomor 9/1975 yang pelaksanaannya diatur dengan SK. Menteri Pertanian
nomor 022/Badan Pengendali Bimas/1975, maka sampai saat ini luas areal
perkebunan tebu telah mencapai hampir 250.000 hektar dengan produksi rata-rata
tahunan sebesar 1,6 juta ton (Adikoesoemo dan Baktir, 2005).
Pabrik gula merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah, baik

limbah padat, gas, maupun limbah cair. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula
ini menjadi salah satu permasalahan karena dapat memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan. Dibandingkan dengan limbah padat dan gas, limbah cair
lebih menjadi sorotan karena limbah cair ini akan dibuang ke sungai yang airnya
sering dimanfaatkan oleh masyarakat. Limbah yang dihasilkan dari proses

Universitas Sumatera Utara

3

produksi gula kristal dibagi menjadi limbah padat (abu, blotong, dan ampas),
limbah cair (limbah cair berat dan limbah cair ringan), dan gas (gas dari
pembakaran listrik dan dari genset listrik). Setiap jenis limbah ini ditangani
dengan cara yang berbeda (Vilandri, 2010).
Blotong merupakan salah satu limbah padat yang berasal dari Pabrik Gula.
Limbah ini berasal dari unit proses pemurnian nira, tepatnya pada penapisan nira
dengan proses sulfasi. Pengolahan limbah blotong selama ini kurang mendapat
perhatian sehingga pemanfaatannya dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pada umumnya blotong digunakan untuk bahan bakar, dari pembakaran tersebut
masih mengandung gas-gas berbahaya karena blotong dari proses sulfitasi masih

mengandung belerang (Elykurniati, 2009).
Bahan utama pada pembuatan batako yaitu semen, pasir dan air. Dapat
juga menggunakan bahan tambahan lain untuk mengurangi pemakaian semen
sebagai campurannya, seperti blotong tebu. Blotong tebu merupakan limbah dari
hasil pemurnian nira tebu.
Dalam proses pengolahan tebu menjadi gula menghasilkan limbah padat,
limbah cair dan limbah gas. Limbah padat berupa blotong dan ampas tebu.Limbah
blotong

dihasilkan

dari

pemurnian

gula,

ampas

dihasilkan


dari

pengepresan.Limbah padat lainnya yaitu abu ketel yang berasal dari pembakaran
ampas abu ketel di ketel uap (boiler). Blotong inilah yang akan digunakan sebagai
bahan tambahan pada pembuatan batako.
Dari uraian diatas perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pembuatan
Batako dengan Menggunakan Bahan Baku Blotong Tebu” yang diharapkan dapat

Universitas Sumatera Utara

4

mengurangi limbah blotong yang dihasilkan oleh pabrik gula dan batako blotong
tebu dapat bersaing di pasaran.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat batako dari limbah blotong tebu
dan pemberian kadar blotong pada batako terhadap tekstur, kuat tekan dan daya
serap air.
Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang
merupakansyarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai batako dengan bahan baku limbah blotong
tebu.
3. Bagi masyarakat, untuk membantu masyarakat dalam pengembangan dan
pengolahan batako dengan memanfaatkan limbah industri.

Universitas Sumatera Utara