Pembuatan Dan Karakterisasi Batako Ringan Yang Terbuat Dari Styrofoam-Semen

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN

YANG TERBUAT DARI STYROFOAM-SEMEN

TESIS

Oleh

TIURMA SIMBOLON

077026031/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN

YANG TERBUAT DARI STYROFOAM-SEMEN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

TIURMA SIMBOLON

077026031/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(3)

Judul Tesis : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN YANG TERBUAT DARI STYROFOAM-SEMEN

Nama Mahasiswa : Tiurma Simbolon

Nomor Pokok : 077026031

Program Studi : Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Timbangen Sembiring, M.Sc Drs. Ferdinan Sinuhaji, M.S Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 11 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc Anggota : 1. Drs. Ferdinan Sinuhaji, MS

2. Dra. Justinon, M.Si

3. Prof. Dr. Eddy marlianto, M.Sc 4. Dr. Ir. Reza Fadhilla, M.I.M


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan batako ringanyang terbuat dari Styrofoam-semen. Variasi rasio Styrofoam terhadap pasir adalah 100 : 0, 80 : 20, 60 : 40, 40 : 60, 20 : 80, dan 0 : 100 (dalam % volume), dan waktu pengerasan: 7, 14, 21 dan 28 hari. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, daya redam suara, dan analisa mikrostruktur. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa batako ringan dengan variasi komposisi terbaik adalah 80 % (volume) Styrofoam dan 20 % (volume) pasir, jumlah semen pada kondisi tetap (315 gr) dan waktu pengeringan selama 28 hari. Pada komposisi tersebut, batako ringan yang dihasilkan memiliki densitas 0,91 gr/cm3, penyerapan air = 10,4 %, kuat tekan = 2,8 MPa, kuat tarik = 0,21 MPa, dan kuat patah = 0,6 MPa. Ternyata batako ringan ini mampu merespon dengan baik menyerap suara pada frekuensi: 125, 270, 500, dan 1000 Hz, dengan koefisien penyerapan suara pada frekuensi tersebut masing-masing sekitar:18,41;33,88;14,29 dan 8,91 %. Berdasarkan analisa mikro struktur menunjukkan bahwa batako yang dihasilkan relatif berpori tidak merata dengan ukuran lebih kecil dari 50 μm.Distribusi partikel pada campuran batako yang dihasilkan tidak merata ditandai dengan adanya ukuran Styrofoam paling kecil pada ukuran sekitar 100 μm. sampai paling besar 2 mm yang tersusun dalam campuran semen dan pasir.


(6)

ABSTRACT

The fabrication of styrofoam for structural construction materials had been made with aggregate raw material based on styrofoam and sand, where cement is used as reinforce matrix. The variables in concrete styrofoam are: composition and time. The ratio styrofoam to sand are: 100 : 0, 80 : 20, 60 : 40, 40 : 60, 20 : 80, and 0 : 100 ( in % volume), and ageing time: 7, 14, 21 and 28 days. The parameter test are: Density, Water absorption, Compressive strength, Bending strength, Tensile strength, Sound absorption, and Microstructure analysis using scanning electron microscope (SEM). The obtained data indicates that the light weight concrete with the best composition variation is 80 % (volume) of styrofoam and 20 % (volume) of sand, the amount of cement is same in all variation (315 gr) and ageing time during 28 days. At those composition, light weight concrete has the following material characteristic: density = 0,91 gr/cm3, water absorption = 10,4%, compressive strength = 2,8 MPa, tensile strength = 0,21 MPa, and Bending strength = 0,6 MPa. In fact, this light weight concrete can absorb better sound absorption at frequency: 125, 270, 500 and 1000 Hz, with the coefficient of sound absorpsion at those frequencies are about:18,41;33,88;14,29;and 8,91%.Based on the SEM Photomicrograph indicate that the concrete have pores not homogen with pore size smaller than 50 µm. The particles distributions of concrete mixture as produced are not homogen which is distinguished with the existence of smallest styrofoam size at around 100 µm untul the bigges size at 2 mm which in cemen and sand

Keywords:, Styrofoam, Sand, Cement, Mixer, light weight concrete.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan karunia yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga tesis yang diberi judul “Pembuatan Dan Karakterisasi Batako Ringan Yang Terbuat Dari

Styrofoam-Semen” dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tesis ini

merupakan tugas akhir pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Ilmu Fisika.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara dan Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Prof.Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku koordinator Program Studi Magister Ilmu

Fisika dan Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Ferdinan Sinuhaji, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak mencurahkan ilmu dan buah pikirannya dengan penuh kesabaran selama membimbing penulis dalam melaksanakan tugas akhir, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Seluruh Staf Pengajar pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika USU, yang telah mencurahkan ilmunya selama masa perkuliahan.

Seluruh Staf Administrasi Sekolah Pascasarjana dan Bang Mulkan yang dengan penuh kesabaran memberikan pelayanan terbaik di Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika.


(8)

Terima kasih penulis sampaikan kepada suami tercinta D. Hutagalung yang telah banyak berkorban materi dan moril sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Terima kasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis Ayahanda N. Simbolon (†) teristimewa penulis sampaikan terima kasih kepada ibunda R. br. Sinaga yang telah banyak memberi dorongan dan berkorban materi dan moril kepada penulis selama perkuliahan.

Terima kasih kepada Abangda Bonar S.M. Simbolon, keluarga T. Sinaga/R. br.

Simbolon, Simon Simbolon, serta anak-anak penulis yang tersayang Adi, Ian, Melly, Lumi, dan Roy yang senantiasa memberi dorongan dengan penuh kesabaran

dan pengertian serta pengorbanan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak dan penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam tugas akhir ini. Kritik dan saran, penulis harapkan dari pembaca untuk perbaikan selanjutnya.

Medan, Juni 2009


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Tiurma Simbolon

2. Tempat/Tanggal Lahir : Belawan, 16 Juni 1978 3. Agama : Kristen Protestan

4. Suami : D. Hutagalung

5. Orang Tua

Ayah : Alm. N. Simbolon Ibu : R. br. Sinaga

6. Alamat : Jl. Melati XI Blok X No. 104 Perumnas Helvetia Medan 7. No. Telepon/HP : (061) 8468311 / 081370463222 8. Pendidikan

SD : Negeri No. 064021 Medan, tahun 1984-1990 SMP : Negeri 16 Medan, tahun 1990-1993

SMA : Negeri 17 Medan, tahun 1993-1996

S1-Fisika : Universitas Negeri Medan, tahun 1997-2002 S2-Fisika : Universitas Sumatera Utara, tahun 2007-2009

Medan, Juni 2009


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesa ... 3


(11)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batako ... 4

2.2 Batako Styrofoam ... 6

2.3 Semen Portland ... 7

2.4 Agregat ... 10

1 Agregat Biasa ... 11

2 Agregat Berat ... 11

3 Agregat Ringan ... 11

2.5 Pasir ... 12

2.6 Air ... 13

2.7 Karakterisasi Batako Styrofoam ... 13

2.7.1. Densitas (Density) ... 14

2.7.2 Penyerapan Air (Water Absorption)Batako Styrofoam 14 2.7.3. Kuat Tekan (Compressive Strength)... 15

2.7.4. Kuat Tarik (Tensile Strength) ... 15

2.7.5. Kuat Patah (Bending Strength) ... 15

2.7.6. Daya Redam Suara... 16


(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan Baku ... 18

3.3 Peralatan... 18

3.4 Variabel dan Parameter Penelitian ... 19

3.5 Preparasi Sampel batako styrofoam ... 19

3.6 Karakterisasi batako styrofoam ... 22

3.6.1 Densitas (Density) ... 23

3.6.2 Penyerapan Air (Water Absorption) ... 24

3.6.3 Kuat Tekan (Compressive Strength)... 25

3.6.4 Kuat Tarik (Tensile Strength) ... 26

3.6.5 Kuat Patah (Bending Strength) ... 26

3.6.6 Daya Redam Suara ... 28

3.6.7 Analisa Mikrostruktur dengan Meggunakan SEM ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Densitas (Density) ... 30

4.2 Penyerapan Air (Water Absorption) ... 33


(13)

4.4 Kuat Tarik (Tensile Strength) ... 37

4.5 Kuat Patah (Bending Strength) ... 39

4.6 Daya Redam Suara... 41

4.7 Analisa Mikrostruktur ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 47


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal 2.1. Komposisi Utama Semen Portland ... 8 2.2. Jenis Semen Portland Utama ... 9 3.1. Komposisi Pencampuran Bahan Baku Batako Ringan ... 20


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal 3.1. Diagram alir preparasi batako ringan berbasis styrofoam... 21 3.2. Prinsip penimbangan massa benda di dalam air ... 23 4.1. Hubungan densitas terhadap prosentase

penambahan styrofoam pada pembuatan batako ringan ... 31 4.2. Hubungan penyerapan air terhadap prosentase penambahan

styrofoam pada pembuatan batako ringan melalui proses

pengeringan alami : 7, 14 , 21, dan 28 hari ... 34 4.3. Hubungan antara kuat tekan terhadap penambahan

styrofoam (% volume) pada pembuatan batako ringan melalui proses pengeringan alami: 7, 14 , 21, dan 28 hari... 37 4.4. Hubungan kuat tarik terhadap prosentase penambahan

styrofoam pada pembuatan batako ringan melalui proses

pengeringan alami: 7, 14 , 21, dan 28 hari ... 38 4.5. Hubungan kuat patah terhadap prosentase penambahan

styrofoam pada pembuatan batako ringan melalui proses

pengeringan alami: 7, 14 , 21, dan 28 hari ... 40 4.6a. Hubungan tingkat penyerapan suara terhadap frekuensi


(16)

styrofoam dan waktu pengeringan 28 hari ... 51 4.6b. Hubungan koefisien absorpsi terhadap frekuensi untuk

batako ringan berpori, pada kompsisi 80% styrofoam dan

20% pasir, dikeringkan selama 28 hari ... 43 4.7a. Foto SEM dari batako ringan yang dikeringkan secara alami

selama 7 hari dengan komposisi 80% Styrofoam dan 20%

pasir (% volume) ... 44 4.7b. Foto SEM dari batako ringan yang dikeringkan secara alamai

selama 28 hari dengan komposisi 80% Styrofoam dan 20%


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Hal

1 Perhitungan untuk menentukan densitas... 50

2 Perhitungan untuk menentukan penyerapan air ... 54

3 Perhitungan untuk menentukan kuat tekan ... 58

4 Perhitungan untuk menentukan kuat tarik... 63

5 Perhitungan untuk menentukan kuat patah ... 67

6 Perhitungan untuk menentukan koefisien penyerapan suara .. 71


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Batako adalah bata beton yang berukuran hampir sama dari ukuran bata merah, dan terbuat dari campuran semen, pasir , dan agregat serta banyak digunakan untuk konstruksi dinding. Batako yang terbuat dari beton saat ini telah banyak dipergunakan dalam pembangunan rumah/gedung sebagai bahan pengganti bata merah yang bertujuan agar waktu konstruksinya dapat dipercepat. Karakteristik bata beton yang umum ada di pasaran adalah : memiliki densitas rata-rata > 2000 kg/m3, dengan kuat tekan bervariasi ari 3-5 MPa. Bila dilihat dari nilai densitas maka bata beton sekarang ini tergolong cukup berat, sehingga untuk satu bata berukuran 8 x 5 x 2 cm memiliki bobot sekitar 1500 - 1700 gram, sehingga untuk proses pemasangan sebagai konstruksi dinding memerlukan tenaga yang cukup kuat. Disamping itu karena materialnya cukup berat sehingga waktu instalasinya memakan waktu lama, serta bata beton berat ini tidak mampu untuk meredam panas dengan baik ( sebagai isolator), maupun tidak bagus meredam suara bila digunakan sebagai penyekat ruangan. Tetapi dilihat dari nilai kekuatan mekaniknya memang cukup memadai.

Beberapa usaha perbaikkan yang dilakukan antara lain dengan cara merekayasa material beton sehingga densitasnya cenderung berkurang hingga memiliki densitas bervariasi sekitar 700 – 1700 kg/m3. Dengan semakin ringan bata beton, maka akan semakin mudah mengangkatnya, semakin cepat instalasinya, dan


(19)

tidak mengeluarkan tenaga yang banyak dalam mengangkatnya. Keuntungan lain pengunaan bata beton ringan adalah karena sifatnya ringan sehingga daya redam terhadap rambatan panas maupun suara akan jauh lebih bagus, dan daya ketahanan api (firing resistance) akan lebih baik juga.

Ada beberapa teknik untuk menurunkan densitas batako ringan yaitu dengan cara batako ringan dibuat berpori cukup banyak (aerated concrete, foam concrete) atau dengan cara mengganti agregat batako ringan dengan agregat ringan, seperti misalnya : batu apung, serat alami, abu sekam, perlit, polystyrofoam. Agregat-agregat ringan tersebut memiliki densitas < 1 gr/cm3.

Dalam penelitian yang akan dilakukan ini mencoba menguasai teknologi pembuatan batako ringan dari campuran air, semen, pasir, dan styrofoam yaitu gabus putih yang banyak digunakan untuk bahan pengganjal pada pengepakan barang-barang elektronik, sehingga di harapkan dapat tercapai densitas < 1600 kg/m3 dengan kekuatan mekanik 3-5 MPa (menurut British Standard BS 6073 Part I, syarat kekuatan mekanik untuk Building Block adalah 2,5 – 5 MPa).

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah teknik pembuatan batako ringan dengan menggunakan agregat ringan styrofoam.


(20)

2. Bagaimanakah pengaruh rasio styrofoam terhadap semen dalam pembuatan batako ringan sehingga diperoleh batako lebih ringan dari batako yang diproduksi sekarang.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Pembuatan dan Karakterisasi dalam skala laboratorium dalam pembuatan batako ringan dengan menggunakan agregat ringan styrofoam.

2. Mengetahui pengaruh variasi perbandingan (ratio) styrofoam dan semen terhadap karakteristik batako ringan (densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, daya redam suara, dan SEM).

1.4. Hipotesis

Pemanfaatan styrofoam sebagai agregat dalam pembuatan beton dapat dihasilkan bata beton ringan dengan densitas < 1600 kg/m3 dan kuat patahnya 3 – 5 MPa. Perubahan ratio styrofoam dan semen akan memberikan pengaruh untuk meringankan karakteristik batako ringan secara signifikan.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi pengetahuan tentang pembuatan dan karakterisasi serta pemanfaatan styrofoam untuk pembuatan batako ringan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batako

Batako tergolong suatu komposit dengan matriks adalah perekat (semen) dan pengisinya (filler) adalah agregat ( batu kecil atau pasir). Pada batako proses penguatan ikatan antara agregat dari proses hidratasi semen, dalam proses reaksi tersebut akan terbentuk Calcium Silikat ( CS fasa), Calsium aluminat ( CA fasa) dan Calcium Alumina Silikat ( CAS fasa). Proses penguatan atau pengerasan pada beton sangat tergantung pada perbandingan ( ratio berat) air : styrofoam, normalnya bervariasi dari 0,8 – 1,2. Batako dikualifikasikan menjadi dua golongan yaitu batako normal dan batako ringan. Batako normal tergolong Batako yang memiliki densitas sekitar 2200 – 2400 kg / m3 dan kekuatannya tergantung komposisi campuran beton ( mix design ). Sedangkan untuk beton ringan adalah suatu Batako yang memiliki densitas < 1800 kg / m3, begitu juga kekuatannya biasanya disesuaikan pada penggunaan dan pencampuran bahan bakunya ( mix design ). Jenis dari Batako ringan ada dua golongan yaitu : Batako ringan berpori (aerated concrete) dan Batako ringan non aerated. Batako ringan berpori (aerated) adalah beton yang dibuat sehingga

strukturnya banyak terdapat pori – pori, beton semacam ini diproduksi dengan bahan baku dari campuran semen, pasir, gypsum, CaCO3 dan katalis almunium. Dengan


(22)

(reaksi eksotermal) sehingga timbul gelembung – gelembung H2O, CO2 dari reaksi

tersebut. Akhirnya gelembung tersebut akan menimbulkan jejak pori dalam badan beton yang sudah mengeras. Semakin banyak gas yang dihasilkan akan semakin banyak pori – pori terbentuk dan Batako akan semakin ringan. Berbeda dengan Batako Non Aerated, pada beton ini agar menjadi ringan dalam pembuatannya ditambahkan agregat ringan. Banyak kemungkinan agregat ringan yang digunakan antara lain adalah batu apung (Pumice), perlit, serat sintesis / alami, slag baja, dan lain – lain. Pembuatan Batako ringan berpori (aerated concrete) tentunya jauh lebih mahal karena menggunakan bahan – bahan kimia tambahan, dan mekanisme pengontrolan reaksi cukup sulit.

Batako Styrofoam ringan dibuat dari campuran air, semen, pasir dan Styrofoam yaitu gabus putih yang banyak digunakan untuk bahan pengganjal pada

pengepakkan barang-barang elektronik (Satyarno, 2004). Bahan Styrofoam ini sangat ringan dengan berat satuan yang hanya 15 kg/m3dibandingkan dengan berat satuan pasir atau tanah lihat untuk bata, yaitu sekitar 1500 kg/ m3sampai 1700 kg/ m3. Penggunaan tanah persawahan yang subur sebagai bahan pembuat batu bata secara tak terkendali sudah cukup merusak lingkungan. Pengalian yang terus menerus dan tak terkendali telah menyebabkan lubang-lubang pada areal persawahan yang diambil tanahnya untuk pembuatan batu bata. Pengambilan yang terus menerus ini dikhawatirkan akan merusak areal persawahan yang pada akhirnya akan menurunkan produksi beras.


(23)

2.2. Batako Styrofoam

Bahan batako Styrofoam ringan dibuat dari air, semen, pasir dan Styrofoam. Styrofoam atau expanded polystyrene dikenal sebagai gabus putih yang biasa

digunakan untuk membungkus barang-barang elektronik. Polystyrene sendiri dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH2), yang mempunyai gugus phenyl (enam cincin karbon) yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul. Penggabungan acak benzena mencegah molekul membentuk garis yang sangat lurus sebagai hasilnya polyester mempunyai bentuk yang tidak tetap, transparan dan dalam berbagai bentuk plastik. Polystyrene merupakan bahan yang baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu namun bersifat agak rapuh dan lunak pada suhu dibawah 100°C (Billmeyer, 1984). Polystyrene memiliki berat jenis sampai 1050 kg/ m3, kuat tarik sampai 40 MN/m2, modulus lentur sampai 3 GN/ m2, modulus geser sampai 0.99 GN/ m2, angka poisson 0.33 (Crawford, 1998).

Jika dibentuk granular Styrofoam atau expanded polystyrene maka berat satuannya menjadi sangat kecil yaitu hanya berkisar antara 13 – 16 kg/ m3. Penggunaan Styrofoam dalam batako ringan dapat dianggap sebagai udara yang terjebak. Namun keuntungan menggunakan Styrofoam dibandingkan menggunakan rongga udara dalam beton berongga adalah Styrofoam mempunyai kekuatan tarik. Dengan demikian selain akan membuat batako menjadi ringan, dapat juga bekerja sebagai serat yang meningkatkan kemampuan kekuatan dan khususnya daktilitas batako ringan. Kerapatan beton atau berat jenis batako ringan dengan campuran Styrofoam dapat diatur dengan mengontrol jumlah campuran Styrofoam dalam batako


(24)

ringan. Semakin banyak Styrofoam yang digunakan dalam batako maka akan dihasilkan batako ringan dengan berat jenis yang lebih kecil. Namun kuat tekan batako ringan yang diperoleh tentunya akan lebih rendah dan hal tersebut harus disesuaikan dengan kegunaannya seperti untuk struktur, struktur ringan atau hanya untuk dinding pemisah yang secara umum disebut non struktur (Satyarno, 2004).

Secara umum dibandingkan dengan bahan dinding yang biasa dipakai yaitu batu bata. Batako Styrofoam ringan mempunyai berbagai keunggulan dan keuntungan sebagai berikut.

1) Lebih mudah dalam hal pengangkutan dan pemasangan.

2) Karena berat batako yang ringan, proses pemasangan dinding akan lebih cepat sehingga dapat dilakukan efisiensi waktu pengerjaan.

3) Selain proses pemasangan yang cepat batako ringan juga dapat menghemat biaya struktur pemikul beban seperti fondasi, kolom, serta balok.

4) Sangat sesuai untuk perumahan di daerah tanah lunak, daerah rawan gempa dan bangunan tinggi.

5) Sifatnya yang lebih daktail karena Styrofoam adalah bahan yang compressible dan mempunyai kuat tarik.

6) Bahan Styrofoam mempunyai sifat isolasi dan akustik yang baik.

2.3 Semen Portland

Karena batako terbuat dari agregat yang diikat bersama oleh pasta semen yang mengeras maka kualitas semen sangat mempengaruhi kualitas batako, yang bila


(25)

semakin tebal tentu semakin kuat. Namun jika terlalu tebal juga tidak menjamin lekatan yang baik (Paul Nugraha, dkk., 2007).

Semen portland adalah material yang mengandung paling tidak 75 % kalsium silikat (3CaO.SiO2 dan 2CaO.SiO2), sisanya tidak kurang dari 5 % berupa Al silikat,

Al feri silikat, dan MgO (Hanenara, 2005; Taylor, 2009). Ratio mole antara CaO terhadap SiO2 tidak kurang dari 2. Pada tabel 2.1, ditunjukkan komposisi kimia

komponen yang ada di dalam semen portland.

Tabel 2.1 Komposisi Utama Semen Portland

Nama Kimia Rumus Kimia Singkatan % berat

Tricalcium Silicate 3CaO.SiO2 C3S 50

Dicalcium Silicate 2CaO.SiO2 C2S 25

Tricalcium Aluminate 3CaO.Al2O3 C3A 12

Tetracalcium Aluminoferrite 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8

Gypsum CaSO4.H2O CSH2 3,5

Sumber : Paul Nugraha, Antoni , 2007

Semen adalah bahan anorganik yang mengeras pada pencampuran dengan air atau larutan garam. Contoh khas adalah semen portland. Untuk menghasilkan semen portland, bahan berkapur dan lempung dibakar sampai meleleh sebagian untuk

membentuk klinker yang kemudian dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai.Ada banyak jenis semen portland dan mempunyai sifat berbeda-beda diperlihatkan pada Tabel 2.2 sebagai berikut:


(26)

Tabel 2.2 Jenis Semen Portland Utama

Semen (Tipe) Sifat-sifat Penggunaan utama

Semen penggunaan umum (Tipe I)

MgO, SO3, hilang pada

pembakaran. Kehalusan, pengesetan dan kekuatan secara berturut-turut juga ditentukan. Secara umum mempunyai sifat umum dari semen.

Digunakan secara luas sebagai semen umum untuk teknik sipil dan konstruksi arsitektur.

Semen pengeras pada panas sedang (Tipe II)

Ditentukan untuk mempunyai C3S

kurang dari 50% dan C3A kurang

dari 8%. Kalor hidrasi 70 kal/g atau kurang (7 hari) dan 80 kal/g atau kurang (28 hari) pada kondisi sedang. Peningkatan dari kekuatan jangka panjang diinginkan.

Secara umum dipakai untuk beton masif yang besar. Pekerjaan dasar untuk bendungan, jembatan besar, bangunan-bangunan besar. Semen berkekuatan tinggi awal (Tipe III)

Mengansdung C3S maksimumm

dan gipsum secukupnya untuk pengendalian pensetan. Kekuatan awal (1 hari, 3 hari) diintensifkan, ditentukan untuk mempunyai kekuatan diatas 40 kg/cm2 selama penekanan 1 hari dan diatas 90 kg/cm2 selama penekanan 3 hari.

Menggantikan semen penggunaan umum untuk pekerjayang mendesak. Cocok untuk pekerjaan dimusim dingin. Untuk konstruksi bangunan, pekerjaan pembuatan jalan, dan produk semen.


(27)

Semen panas rendah (Tipe IV)

Kalor hidrasi lebih rendah 10 kal/g dari pada semen pengeras pada panas sedang, ditentukan di bawah 60 kal/g (7 hari) dan di bawah 70 kal/g (28 hari) (ASTM). Memberikan kalor hidrasi minimum seperti semen untuk pekerjaan bendungan.

Sama dengan semen tipe II.

Semen tahan sulfat (Tipe V)

Ditentukan untuk mempunyai C3S

di bawah 50% dan C3S di bawah

5% (ASTM). Diusahakan agar kadar C3S minimum untuk

memperbesar ketahanan terhadap sulfat.

Dipakai untuk pekerjaan beton dalam tanah yang mengandung banyak sulfat dan berhubungan dengan air tanah. Pelapisan dari saluran aair dalam terowongan, dan lain-lain.

C3S: Larutan padat dari Ca3SiO5, C3A: Larutan padat dari Ca3Al2O6

Sumber : Tata Surdia,dkk, 1984

2.4. Agregat

Pembagian agregat sangat menolong dalam memperbaiki keawetan serta stabilitas volume dari beton ringan. Karakteristik fisik dari agregat dalam beberapa hal komposisi kimianya dapat mempengaruhi sifat-sifat batako ringan dalam keadaan


(28)

plastis maupun keadaan telah mengeras dengan hasil-hasil yang berbeda. Berikut ini merupakan jenis-jenis agregat :

1. Agregat Biasa

Jenis ini dapat digunakan untuk tujuan umum dan menghasilkan beton dengan massa jenis yang berkisar antara 2,3 gr/cm3 – 2,5 gr/cm3. Agregat ini seperti pasir dan kerikil yang dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dari batuan alluvial dan glasial. Pasir dan kerikil dapat juga diperoleh dengan cara menggali dari dasar sungai dan laut. Dalam penggunaan untuk beton ringan pasir yang digunakan berasal dari sungai dan harus dicuci untuk menghilangkan sifat kimia yang dapat mengakibatkan terjadinya pelapukkan.

2. Agregat Berat

Jenis ini dapat digunakan secara efektif dan ekonomis untuk jenis beton yang harus menahan radiasi, sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap sinar – X, Gamma dan Neutron. Evektifitas beton berat dengan massa jenis antara 4 gr/cm3-5gr/cm3 bergantung pada jenis agregatnya.

3. Agregat Ringan

Jenis ini dipakai untuk menghasilkan beton ringan dalam sebuah bangunan yang beratnya sendiri sangat menentukan. Agregat ringan digunakan dalam bermacam-macam produk batako berkisar antara bahan isolasi sampai pada batako bertulang atau batako ringan pra-tekan, sungguh pun penggunaanya yang paling banyak dalam pembuatan blok-blok beton pracetak. Batako ringan yang digunakan dengan agregat ringan mempunyai sifat tahan api yang baik. Agregat ini


(29)

mempunyai pori sangat banyak, sehingga daya serapnya jauh lebih besar dibandingkan dengan daya serap agregat lainnya. Oleh karena itu penakarannya harus dilakukan secara Volumetrik. Massa jenis agregat ringan berkisar antara 0,35 gr/cm3 - 0,85gr/cm3. Dalam penelitian ini menggunakan 2 jenis agregat yaitu agregat biasa (pasir) dan agregat ringan styrofoam.

2.5. Pasir

Agregat yang digunakan untuk pembuatan batako ringan ini adalah pasir yang lolos ayakan (Standard ASTM E 11-70) yang diameternya lebih kecil 5mm. adapun kegunaan pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada beton apabila sudah mengering. Karena dengan adanya pasir akan mengurangi penyusutan yang terjadi mulai dari percetakan hingga pengeringan.

Pasir ini memang sangat penting dalam pembuatan beton ringan, tapi apabila kadarnya terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mengering. Ini disebabkan daya rekat antara partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam jumlah yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya sebagai pengisi (Filler).

Pasir yang baik digunakan untuk pembuatan batako ringan berasal dari sungai dan untuk pasir dari laut harus dihindarkan karena dapat mengakibatkan perkaratan dan masih mengandung tanah lempung yang dapat membuat batako menjadi retak-retak.


(30)

2.6. Air

Air juga sangat berperan penting dalam proses pembuatan beton ringan yang kegunaanya untuk melunakkan campuran agar bersifat plastis. Air yang digunakan adalah air yang baik terhindar dari asam dan limbah. Air minum yang di kota relatif bebas dari bahan-bahan kimia atau bahan-bahan lainnya yang dapat merugikan beton ringan. Namun tidak demikian semua air yang dapat diminum itu baik digunakan untuk dipakai campuran beton ringan.

Di Beberapa daerah tertentu air minum mengandung banyak unsur-unsur kimia. Sebagai contoh air yang mengandung sedikit gula dan nitrat dapat digunakan untuk air minum. Demikian juga halnya, air hujan yang turun banyak mengandung gas-gas serta uap dari udara, karena udara terdiri dari komponen-komponen utama yaitu zat asam, oksigen, nitrogen, dan karbondioksida.

Jadi air harus dipilih agar tidak mengandung kotoran-kotoran yang dapat mempengaruhi mutu dari batako ringan.

2.7 Karakterisasi Batako Styrofoam

Batako ringan (aerated concrete) sering juga disebut batako berpori telah dibuat dari campuran: semen, pasir dan styrofoam. Campuran beton kemudian dicetak dan dikeringkan secara alami, dengan waktu pengeringan (ageing) selama: 7, 14, 21 dan 28 hari. Adapun karakteristik batako yang diukur meliputi: densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, daya redam suara, dan analisa mikrostrukturnya dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).


(31)

2.7.1. Densitas (Density)

Untuk pengukuran densitas batako menggunakan metoda Archimedes, besarnya nilai densitas batako dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut (Sijabat K,2007):

(

)

air

k g b s pc m m m m ρ ρ Χ − −

= (2.1)

Dimana : pc

ρ : Densitas (gr/cm3)

ms : massa sampel kering (gr)

mb : massa sampel setelah direndam air (gr)

mg : massa sampel digantung didalam air (gr)

mk : massa kawat penggantung (gr) ρA = Densitas air = 1 gr/cm3

2.7.2 Penyerapan air (Water Absorption) Batako Styrofoam

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Sijabat K,2007):

% 100 x M M M WA k k j

= (2.2)

Dimana :

WA = Water Absorption (%)

Mk = Massa benda di udara (gram)


(32)

2.7.3 Kuat Tekan (Compressive Strength)

Pengukuran kuat tekan (Compressive Strength) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Sijabat K,2007):

A F

=

σ (2.3)

Dimana :

) /

( 2

cm N Tekan Kuat

=

σ

F = Beban yang diberikan (kgf)

A = Luas penampang yang terkena penekanan gaya (cm2).

2.7.4. Kuat Tarik (Tensile Strength)

Pengukuran kuat tarik (Tensile Strength) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Sijabat K,2007):

A F

=

σ (2.4)

dimana:

) / (N cm2 Tekan

Kuat

=

σ

F = Gaya tarik (kgf) A = Luas penampang (cm2)

2.7.5. Kuat Patah (Bending Strength)

Pengukuran kuat patah (Bending Strength) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Sijabat K ,2007):


(33)

2

2 3

h b

PL

=

σ (2.5)

Dimana :

P = Beban maksimum yang diberikan (kgf) L = jarak kedua titik tumpu (cm)

b, h = lebar dan tinggi benda uji (cm).

2.7.6. Daya Redam Suara

Besarnya penyerapan suara atau daya redam suara dari batako ringan berpori perlu diukur, guna mengetahui sejauh mana aplikasi material tersebut dapat diterapkan. Level intensitas suara atau tingkat kenyaringan dari suatu material diukur dalam desible (dB).

Uji penyerapan suara dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Koefisien penyerapan suara,

i a I I

=

α (2.6)

dimana:

Ia = intensitas suara yang diserap, dB.

Ii = intensitas sumber suara yang datang, dB.

2.7.7. Analisa Mikrostruktur

Pengujian mikrostruktur dari batako ringan berpori dilakukan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat bentuk dan ukuran partikel

penyusunnya. Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elekteron yang banyak digunakan untuk analisa permukaan material. SEM juga dapat


(34)

digunakan untuk menganalisa data kristalografi, sehingga dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa. Prinsip kerja SEM menggunakan dua sinar elektron secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain adalah CRT (Cathode Ray Tube) memberi tampilan gambar.

SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas elektron di arahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini disebut dengan scanning. Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column (B) dan display console (A).

Electron column merupakan model electron beam scanning. Sedangkan

display console merupakan elektron skunder yang di dalamnya terdapat CRT.

Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya berdasar pada pemanfaatan arus.


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan yaitu pada bulan Desember 2008 s/d Maret 2009.

3.2. Bahan baku

Bahan baku yang dipergunakan untuk pembuatan batako ringan antara lain: 1. Semen type I (Portland cement)

2. Pasir 3. Styrofoam

4. Air

3.3. Peralatan

1. Timbangan 2. Alat-alat gelas

3. Wadah dan pengaduk

4. Cetakan beton ( mould steel) 5. Oven pengering (drying oven) 6. Universal Testing Machine (UTM )


(36)

7. Scanning Electron Microscope (SEM) 8. Ayakan

9. Speaker (sumber suara) 10. Signal generator 11. Oscilloscope 12. Sound level meter

3. 4. Variabel dan Parameter

Varibel penelitian ini antara lain:

1. Variasi komposisi styrofoam: 100, 80, 60, 40, 20, dan 0 % (volume).

2. Variasi waktu pengerasan beton (ageing time): 7, 14, 21 dan 28 hari, dilakukan pada kondisi normal atau alami.

Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, porositas, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, daya redam suara, dan analisa mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM).

3. 5. Preparasi sampel batako styrofoam

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan batako ringan terdiri dari: semen, pasir silika, dan styrofoam. Preparasi pembuatan sampel batako ringan dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:


(37)

Tabel 3. 1. Komposisi pencampuran bahan baku batako ringan Kode

Sampel

Semen (cm3)

Pasir Silika (% volume)

Styrofoam (% volume)

A 100 0 100

B 100 20 80

C 100 40 60

D 100 60 40

E 100 80 20

F 100 100 0

Cara menentukan komposisi pencampuran batako ringan berdasarkan volume rasio antara semen dan agregat, yaitu 1 : 4. Untuk volume semen 100 cm3 (315 gram), maka dibutuhkan sebanyak 400 cm3 agregat (pasir dan styrofoam). Jadi volume 400 cm3 dianggap 100 % volume, sehingga sudah memenuhi proporsi campuran agregat dalam batako sekitar 70 – 80% (Tri Mulyono, 2005). Diagram alir pada pembuatan batako ringan dapat dilihat pada Gambar 3.1. berikut ini :


(38)

Pengadukan

Pencetakan

Pengerasan

Pengujian

Semen Pasir

100 Mesh

Styrofoam

Penimbangan

FAS

(air : semen = 0,48)

Ageing alami (7,14,21,28)

Hasil

Kesimpulan

Sifat Fisis Sifat mekanik

- Kuat tekan - Kuat tarik - Kuat patah

- Densitas - Peny. air - Daya Redam Suara

SEM


(39)

Untuk pembuatan batako ringan, masing-masing bahan baku ditimbang sesuai dengan komposisi seperti Tabel 3. 1. Setelah ditimbang, ketiga bahan baku tersebut dicampur dalam suatu wadah plastik, dan diaduk hingga rata

menggunakan sendok semen. Tambahkan air, dimana jumlah air yang digunakan sesuai dengan perbandingan berat air : semen = 0,48 (fas = 0,48). Misalkan semen yang digunakan pada beton ringan sebanyak 100 gram, maka air yang diperlukan adalah = 0,48 x 100 gram = 48 gram.

Kemudian langkah selanjutnya adonan (pasta) diaduk hingga merata dan homogen. Selanjutnya adonan yang dihasilkan dituangkan dalam cetakan yang terbuat dari besi dengan ukuran: 16 x 4 x 4 cm. Bentuk sampel uji lainnya ada yang berupa selinder berukuran: diameter 2,7 cm dan tinggi 7 cm. Kemudian adonan dicetak, dan dikeringkan untuk proses pengerasan (ageing). Metoda yang dilakukan pada proses pengerasan (ageing) adalah secara alami (normal). Variasi waktu proses pengerasan (ageing) secara alami adalah: 7, 14, 21 dan 28 hari.

Setelah benda uji mengalami proses ageing, kemudian dilakukan pengujian yang meliputi: densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, daya redam suara, dan Mikrostrukturnya dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

3. 6. Karakterisasi Batako Styrofoam

Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, daya redam suara, dan Mikrostrukturnya dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

3. 6. 1. Densitas (Density)

Pengukuran densitas (bulk density) dari masing-masing komposisi batako ringan yang telah dibuat, diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes dengan


(40)

menggunakan neraca digital. Pada proses awal dilakukan penimbangan massa benda di udara (massa sampel kering) seperti halnya pada penimbangan biasa, sedangkan penimbangan massa benda di dalam air seperti diperlihatkan pada Gambar 3.2.

Metoda pengukuran densitas.

1. Sampel yang telah mengalami pengerasan (ageing), dikeringkan di dalam drying oven dengan suhu (105±5) oC, selama 1 jam.

2. Kemudian timbang massa sampel kering (batako ringan), ms dengan

menggunakan neraca digital.

3. Sampel yang telah ditimbang, kemudian direndam di dalam air selama 1 jam, bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji. Setelah proses penetrasi tercapai, seluruh permukaan sampel dilap dengan kain flanel dan dicatat massa sampel setelah direndam di dalam air, mb. 4. Gantung sampel, pastikan tepat pada posisi tengah dan tidak menyentuh

alas beker gelas yang berisi air, dimana massa sampel berikut penggantung di dalam air adalah m.

0, 01560

Sampel digantung di dalam air Aquades

Beaker Glass Timbangan


(41)

5. Selanjutnya sampel dilepas dari tali penggantung, dan catat massa tali penggantung, mk.

Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut diatas, maka nilai densitas batako ringan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.1).

3. 6. 2. Penyerapan Air (Water absorption)

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dari batako berpori yang telah dibuat, maka perlu dilakukan pengujian.

Prosedur pengukuran penyerapan air adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang telah dikeringkan di dalam drying oven dengan suhu (105±5)

o

C selama 1 jam, ditimbang massa dengan menggunakan neraca digital, disebut massa sampel kering.

2. Kemudian sampel direndam di dalam air selama 1 jam sampai massa sampel jenuh dan catat massanya.

Dengan menggunakan persamaan (2.2) maka nilai penyerapan air dari batako ringan dapat ditentukan.

3. 6. 3. Kuat Tekan (Compressive Strength)

Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing Mechine (UTM). Model cetakan untuk benda uji, dimensi benda uji berupa selinder,


(42)

dan foto pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal Testing Mechine (UTM) diperlihatkan pada lampiran 7.

Prosedur pengujian kuat tekan adalah sebagai berikut:

1. Sampel berbentuk selinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan. Dengan mengetahui diameternya maka luas penampang dapat dihitung, A = π(d2/4).

2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya (lihat lampiran 8), dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.

4. Apabila sampel telah pecah, arahkan switch kearah OF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton tersebut rusak.

Dengan menggunakan persamaan (2.3) maka nilai kuat tekan dari batako ringan dapat ditentukan.


(43)

Bentuk sampel uji adalah selinder dengan diameter 2,7 cm dan tinggi 7 cm. Prosedur pengujian kuat tarik adalah sebagai berikut:

a. Sampel berbentuk selinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian jepitkan sampel pada dudukan yang telah tersedia b. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak

kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. c. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian

gaya, dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.

d. Apabila sampel telah putus, arahkan switch kearah OFF maka motor penggerak akan berhenti. Catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat material beton ringan tersebut putus.

Dengan menggunakan persamaan (2.4) maka nilai kuat tarik dapat ditentukan.

3. 6. 5. Kuat Patah (Bending Strength)

Untuk mengetahui besarnya kuat patah dari batako ringan yang telah dibuat, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 348 – 2002. Alat yang digunakan untuk menguji kuat patah adalah Universal Testing Mechine (UTM). Model cetakan serta dimensi benda uji untuk kuat patah benda berbentuk balok, dan foto pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal Testing Mechine (UTM) diperlihatkan pada lampiran 7.


(44)

Prosedur pengujian kuat patah adalah sebagai berikut:

1. Sampel berbentuk balok diukur lebar dan tingginya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian atur jarak titik tumpu (span) sebesar 10 cm sebagai dudukan sampel (lihat lampiran 7).

2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya (lihat lampiran 8), dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.

4. Apabila sampel telah patah, arahkan switch kearah OF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton ringan tersebut patah.

Dengan menggunakan persamaan (2.5) maka nilai kuat patah dari batako ringan dapat ditentukan.

3. 6. 6. Daya Redam Suara

Pengukuran daya redam suara (daya serap suara) dari batako ringan perlu dilakukan agar dapat diketahui sejauh mana pemakaian dari material tersebut dapat diterapkan tentunya. Perangkat peralatan yang digunakan untuk mengukur daya


(45)

redam suara, diperlihatkan pada lampiran 7. Level intensitas suara atau disebut juga kenyaringan diukur dalam desible (dB).

Prosedur pengukuran intensitas suara membutuhkan peralatan: sinyal generator sebagai sumber sinyal sinus yang dapat diatur frekuensinya, speaker aktif sebagai sumber suara, osiloskop untuk mengukur frekuensi sinyal generator, dan sound level meter untuk mengukur level suara.

Hal yang pertama dilakukan adalah mengukur level sumber suara dengan menempatkan sound level meter diletakkan pada posisi tetap atau jarak tertentu terhadap speaker aktif. Atur frekuensi sinyal generator mulai dari frekuensi rendah hingga frekuensi 1600 Hz dan ukur level intensitas (dB) dari masing-masing frekuensi tersebut dengan menggunakan sound level meter.

Kemudian lakukan pengukuran level suara didalam kotak berukuran 24 x 24 x 24 cm3 terbuat dari batako ringan, untuk mengukur tingkat intensitas yang ditransmisikan. Tempatkan speaker aktif di dalam kotak tersebut. Dengan cara yang sama seperti mengukur level sumber suara, dan level intensitas (dB) dari masing-masing frekuensi tersebut. Artinya besar tingkat intensitas yang terukur merupakan besaran yang ditransmisikan oleh bahan tersebut.

Tingkat intensitas suara yang terserap dapat diukur dari selisih antara tingkat intensitas sumber suara dengan tingkat intensitas suara yang ditransmisikan Dengan mengetahui besarnya intensitas suara yang diserap (Ia) dan intensitas sumber suara


(46)

yang datang (Ii) maka koefisien absorpsi, α dari batako ringan dapat ditentukan

dengan menggunakan persamaan 2.6.

3. 6. 7. Analisa Mikrostruktur Dengan Menggunakan SEM

Analisa mikrostruktur dari batako ringan dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), guna untuk melihat bentuk dan ukuran

partikel penyusunnya, seperti diperlihatkan pada lampiran 7. Mekanisme alat ukur SEM dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Sampel diletakkan di dalam cawan, kemudian sampel tersebut dilapisi emas.

2. Sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kV sehingga sampel memancarkan elektron turunan (secondary electron) dan elektron terpantul (back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan detector scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar

CRT.

3. Pemotretan dilakukan setelah dilakukan pengesetan pada bagian tertentu, dari objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang dapat diidentifikasi.

BAB IV


(47)

Batako ringan (aerated concrete) sering juga disebut batako berpori, dibuat dari bahan baku campuran semen, pasir dan styrofoam. Perlakuan batako dilakukan dengan proses peringan secara alami (room temperature), dengan variasi waktu pengeringan (ageing) selama: 7, 14, 21, dan 28 hari. Untuk mengetahui karakteristik beton tersebut maka perlu dilakukan pengukuran atau pengujian besaran-besaran fisis dan mekanis, antara lain: densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, daya redam suara, dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM. Hasil-hasil pengujian secara lengkap yang meliputi pengujian fisis dan mekanis beton berpori masing-masing akan dibahas secara rinci sebagai berikut.

4. 1. Densitas (Density)

Hasil pengukuran densitas dari batako ringan dengan campuran bahan baku semen, pasir, dan styrofoam yang telah dibuat dan dikeringkan secara alami dengan variasi waktu pengeringan: 7, 14, 21, dan 28 hari seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1. Dari Gambar 4. 1, terlihat bahwa nilai densitas batako tanpa styrofoam (100% volume pasir) yang telah dikeringkan sebagai fungsi waktu (7, 14, 21, dan 28 hari) adalah berkisar antara 2,28 - 2,38 gr/cm3. Apabila dilihat dari nilai densitas yang dihasilkan, maka jenis batako ini dapat diklasifikasikan sebagai batako normal struktural, karena memiliki nilai densitas sebesar 2,4 gr/cm3.

Dilihat dari hasil yang diperoleh, berdasarkan variasi waktu pengeringan yaitu semakin lama waktu pengeringan maka tingkat kepadatan (solidifikasi) batako ringan semakin tinggi, karena selama proses pengeringan telah terjadi proses penyusutan


(48)

(shringkage) yang disertai dengan pelepasan air (hidratasi) yang terikat secara alami (perlahan-lahan). Proses kebalikan yang juga biasa dilakukan dalam proses fabrikasi dalam dunia industri adalah dengan cara pelepasan paksa dalam waktu yang relatif singkat (orde jam) yang dikenal dengan proses autoclave. Peristiwa pelepasan air yang

terikat biasanya dapat melalui rongga-rongga yang ada pada beton menuju kepermukaan, dan batako tersebut secara bertahap terhidrasi, sehingga terjadi ikatan yang lebih stabil.

0.3 0.8 1.3 1.8 2.3 2.8

0 20 40 60 80 100

Styrofoam (% volume)

D

e

n

s

it

as (

g

/cm

3

)

Gambar 4.1. Hubungan densitas terhadap prosentase penambahan styrofoam pada pembuatan batako ringan

Densitas batako normal: 2,4 gr/cm3

Densitas batako ringan struktur: 1,7 gr/cm3


(49)

Pada penambahan granule styrofoam sebesar 20% (volume) maka nilai densitas batako menjadi turun, yaitu: sekitar 1,65 – 1,76 gr/cm3, perubahan nilai densitas yang ditampilkan tersebut yaitu karena adanya faktor waktu pengeringan (ageing process) yang telah dilakukan (7 – 28 hari). Apabila dilihat dari nilai densitas yang diperoleh, dengan penambahan 20% (volume) styrofoam maka termasuk dalam klasifikasi batako ringan struktur (structural lightweight concretes) dengan densitas berkisar 1,4 – 1,8 gr/cm3 (Iman Satyarno, 2004).

Untuk penambahan jumlah styrofoam sebanyak 40% (volume), nilai densitas yang diperoleh adalah 1,46 – 1,58 gr/cm3 (dengan rentang waktu pengeringan 7 - 28 hari). Nilai densitas yang dihasilkan juga termasuk dalam kategori batako ringan struktur. Sedangkan untuk jumlah 60% (volume) styrofoam, nilai densitas yang diperoleh adalah 1,09 – 1,2 gr/cm3 (dengan waktu pengeringan 7 - 28 hari). Jadi pada penambahan 60% (volume) styrofoam dapat dikategorikan sebagai beton ringan dengan kekuatan menengah (moderate-strength lightweight concrete).

Untuk penambahan jumlah 80% (volume) styrofoam, nilai densitas yang diperoleh menjadi 0,79 - 0,91 g/cm3 (dengan waktu pengeringan 7 - 28 hari). Jenis batako ini termasuk dalam dua kategori, yaitu: batako ringan untuk pasangan batu (masonry concrete) dan batako ringan dengan kekuatan menengah (moderate-strength lightweight concrete). Sedangkan untuk 100% (volume) styrofoam, nilai

strength lighweight concrete). Sedangkan untuk 100% (volume) styrofoam,nilai densitas yang diperoleh sekitar 0,4 – 0,5 gr/cm3. Hasil penelitian sebelumnya (Satyarno, 2005), nilai densitas untuk beton dengan 100% styrofoam dan 250 kg/m3


(50)

semen dapat menghasilkan densitas sebesar 0,33 gr/cm3. Salah satu jenis yang sejenis dari produk batako styrofoam (foam concrete) yang telah dilakukan fabrikasi di Inggris dengan nilai densitas 0,7 gr/cm3 akan menghasilkan nilai kuat tekan 2,5 N/mm2, kuat tarik 0,25 N/mm2, dan kuat patah 0,44 N/mm2.

Menurut (Yanarta, 2008), batako berpori yang diklasifikasikan sebagai batako ringan adalah batako yang memiliki densitas 2/3 dari densitas batako normal. Nilai densitas batako ringan berpori yang dikeringkan secara alami (konvensional) adalah berkisar 0,741 gr/cm3 (Abbate, 2005). Dilihat dari nilai yang diperoleh maka batako tersebut dapat dikatogorikan sebagai beton ringan penahan panas (insulating concrete), namun demikian perlu juga dilihat dari besaran fisis lainnya.

4. 2. Penyerapan Air (Water Absorption)

Pada Gambar 4. 2, terlihat bahwa nilai penyerapan air dari batako ringan berbasis styrofoam, pasir, dan semen, yang dikeringkan secara alami (7, 14, 21 dan 28 hari), diperoleh berkisar antara: 7,6 – 41 %. Dari Gambar 4.2, batako yang dibuat tanpa styrofoam (100% volume pasir) dan dikeringkan sebagai fungsi waktu (7, 14, 21, dan 28 hari), maka nilai penyerapan air yang diperoleh adalah berkisar 29 – 41 %. Untuk penambahan 20% styrofoam dan dikeringkan selama: 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai penyerapan air yang dihasilkan 23 – 33,9 %. Pada penambahan 40% styrofoam dan dikeringkan secara konvensional sebagai fungsi waktu (7, 14, 21, dan

28 hari), diperoleh nilai penyerapan air yaitu 18 – 27 %. Penambahan 60% styrofoam dan dikeringkan sebagai fungsi waktu (7, 14, 21, dan 28 hari), diperoleh nilai penyerapan air sebesar 14 – 22,3 %. Sedangkan untuk penambahan 80% styrofoam


(51)

dan dikeringkan sebagai fungsi waktu (7, 14, 21, dan 28 hari), diperoleh nilai penyerapan air sekitar 10,4 – 18,3 %. Dan terakhir dengan total penambahan 100% styrofoam (tanpa pasir) dan dikeringkan dalam kurun waktu (7, 14, 21, dan 28 hari),

diperoleh nilai penyerapan air sebesar 7,6 – 15 %.

Batako styrofoam (foamed concrete) dengan nilai densitas 0,77 g/cm3 dan perendaman selama 10 hari (setelah sebelumnya dilakukan pengeringan konvensional) menghasilkan penyerapan air sebesar 13 %, untuk batako normal (dense concrete block) dengan perlakuan yang sama maka menghasilkan penyerapan

5 15 25 35 45 55

0 20 40 60 80 100

Styrofoam (% volume)

W

a

te

r

A

b

s

o

rp

ti

o

n

(

%

)

Gambar 4. 2. Hubungan penyerapan air terhadap prosentase penambahan styrofoam pada pembuatan batako ringan melalui proses pengeringan alami: 7, 14, 21, dan 28 hari

Penyerapan air batako normal: 50 %


(52)

air sebesar 50 % berat. Hasil pengamatan peneliti lain (Siporex Oy, 2000; William V

Abate, 2005), menunjukkan bahwa batako berpori untuk jenis beton ringan terdapat banyaknya pori antara 50 - 70 %. Ternyata gelembung-gelembung udara yang terperangkap di dalam batako atau yang ada di dalam styrofoam akan mengurangi volume batako dan membuat batako menjadi lebih ringan (Wijoseno, 2008). Dilihat dari hasil yang diperoleh menunjukkan adanya pola teratur yang menyatakan penambahan styrofoam dan fungsi waktu pengeringan, yang cenderung menurunkan nilai penyerapan air pada beton tersebut.

4. 3. Kuat Tekan (Compressive Strength)

Pada Gambar 4.3, terlihat bahwa kuat tekan dari batako ringan yang dikeringkan secara alami (7, 14, 21 dan 28 hari) adalah berkisar antara 0,32 – 12,72 MPa.

Dari gambar 4. 3, batako yang dibuat tanpa styrofoam (100% volume pasir) dan dikeringkan sebagai fungsi waktu (7, 14, 21, dan 28 hari), nilai kuat tekan yang dihasilkan adalah berkisar antara 10,40 – 12,72 MPa. batako ini dikategorikan sebagai batako ringan dengan kekuatan menengah (moderate-strength lightweight concrete), dengan interval kuat tekan 7 - 14 MPa (Iman 2004).

Untuk penambahan 20% styrofoam dan dikeringkan selama 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat tekan yang diperoleh adalah 8,3 – 10 MPa. Untuk penambahan 40% styrofoam dan dikeringkan selama 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat tekan yang dihasilkan 6,2 – 7,2 MPa.Sedangkan untuk jumlah penambahan styrofoam


(53)

60% yang dikeringkan dengan variasi waktu selama 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat tekan yang diperoleh menjadi turun menjadi 4 – 4,9 MPa. Dan untuk styrofoam 80% dan di keringkan selama 7, 14, 21,dan 28 hari, maka nilai kuat tekan yang dihasilkan menjadi lebih kecil, yaitu 1,88 – 2,80 MPa, maka klasifikasi jenis batako tersebut termasuk dalam kelas batako ringan penahan panas (low density concrete).

Terakhir pada penambahan 100% styrofoam (tanpa pasir) maka nilai kuat tekan yang diperoleh lebih turun lagi yaitu 0,32 – 0,48 MPa. Berdasarkan nilai yang diperoleh maka jenis batako ini dapat dikasifikasikan dalam batako berat jenis rendah (low density concrete), yaitu rentang kuat tekan 0,35 - 6,9 MPa (Iman Satyarno,

2004). Berdasarkan referensi (Yothin Ungkoon, 2007), nilai kuat tekan dari batako ringan berpori yang dikeringkan secara alami adalah sebesar 1,6 MPa. Nilai kuat tekan batako ringan struktural adalah berkisar 12,1 MPa (Carolyn Schierhorn,

2008). Jadi apabila yang diinginkan batako ringan dengan target densitas < 1gr/cm3 (asumsi 0,7gr/cm3) maka nilai kuat tekan yang ideal (memenuhi syarat) adalah pada nilai 2,5 Mpa. Dengan kata lain, hanya dapat digunakan untuk batako dengan penambahan maksimum styrofoam sampai 80% (volume).


(54)

4. 4. Kuat Tarik (Tensile Strength)

Dalam pengujian tarik terhadap batako ringan dengan variasi komposisi styrofoam: 100, 80, 60, 40, 20, dan 0 % (volume) dan waktu pengeringan 7, 14, 21 28

hari, diperlihatkan seperti pada Gambar dibawah ini .Dari Gambar 4.4, batako yang dibuat tanpa styrofoam (100% volume pasir) dan dikeringkan sebagai fungsi waktu (7, 14, 21, dan 28 hari), nilai kuat tarik yang diperodleh adalah antara 1,03 – 1,21 MPa.

Gambar 4. 3. Hubungan antara kuat tekan terhadap penambahan styrofoam (% volume) pada pembuatan batako ringan melalui proses pengeringan alami: 7, 14, 21 dan 28 hari.

.

Kuat tekan batako styrofoam: 2,5 MPa

0

3

6

9

12

15

0

20

40

60

80

100

Styrofoam (% volume)

Co

m

p

re

s

s

iv

e

S

tr

e

n

g

th

(MP

a

)

Kuat tekan batako normal: 12,1 MPa


(55)

Apabila diamati dari nilai pengujian yang diperoleh, maka batako tersebut termasuk dalam klasifikasi batako struktural (dengan densitas 1,8 gr/cm3) atau nilai kuat tarik sebesar 1 MPa. Untuk penambahan 20% styrofoam dan dikeringkan selama: 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat tarik yang diperoleh adalah 0,88 – 1,07 MPa. Untuk penambahan 40% styrofoam dan dikeringkan selama 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat tarik yang diperoleh yaitu 0,51 – 0,68 MPa.

Gambar 4.4. Hubungan kuat tarik terhadap prosentase penambahan styrofoam pada pembuatan batako ringan melalui proses pengeringan alami: 7, 14, 21 dan 28 hari

0.00 0.30 0.60 0.90 1.20 1.50

0 20 40 60 80 100

Styrofoam (% volume)

Te

ns

il

e

S

tr

e

ngt

h

(

M

P

a

)

Kuat tarik batako ringan struktur: 1 MPa


(56)

Apabila jumlah penambahan styrofoam 60% dan dikeringkan selama: 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat tarik mengalami penurunan menjadi: 0,29 – 0,44 MPa. Untuk komposisi styrofoam 80% dan dikeringkan selama 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat tekan menjadi lebih turun yaitu 0,09 – 0,21 MPa. Pada 100% styrofoam (tanpa pasir) maka nilai kuat tarik lebih turun lagi, menjadi 0,03 – 0,05

MPa. Ternyata dari hubungan ini terlihat bahwa penambahan styrofoam cenderung menurunkan kuat tarik batako tersebut dan sebaliknya fungsi waktu pengeringan cenderung meningkatkan nilai kuat tarik. Jadi apabila ditargetkan nilai densitas batako 0,7 gr/cm3, maka dibutuhkan nilai kuat tarik minimal adalah sebesar 0,25 MPa. Berdasarkan hal tersebut diatas, sebaiknya penambahan styrofoam tidak lebih dari 60 % (volume) atau dengan penambahan styrofoam maksimum 80 % (volume) dengan waktu pengeringan (ageing) 28 hari pada suhu kamar.

4. 5. Kuat Patah (Bending Strength)

Pada Gambar 4.5, terlihat bahwa nilai kuat patah dari batako ringan yang dikeringkan secara alami 7, 14, 21 dan 28 hari adalah antara 0,09 – 1,87 MPa. Dari Gambar 4. 5, batako yang dibuat tanpa styrofoam (100% volume pasir) dan dikeringkan sebagai fungsi waktu (7, 14, 21, dan 28 hari), nilai kuat patah yang diperoleh antara 1,63 – 1,87 MPa. Dari nilai yang diperoleh, maka batako tersebut termasuk dalam klasifikasi batako ringan struktur (densitas 1,8 gr/cm3) atau kuat patah sebesar 1,85 MPa. Pada penambahan 20% styrofoam dan dikeringkan selama 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat patah adalah: 1,36 – 1,60 MPa. Sedangkan untuk penambahan 40% styrofoam dan dikeringkan selama: 7, 14, 21, dan 28 hari,


(57)

maka nilai kuat patah menjadi: 1,21 – 1,45 MPa. Pada penambahan styrofoam 60% (volume) dan dikeringkan selama: 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat patah menjadi turun: 0,94 – 1,12 MPa.

Untuk styrofoam 80% (volume) dan dikeringkan selama: 7, 14, 21, dan 28 hari, maka nilai kuat patah turun menjadi: 0,41 – 0,6 MPa. Sedangkan pada 100% (volume) styrofoam (tanpa pasir) maka nilai kuat patah turun lagi menjadi: 0,09 – 0,12 MPa.

Untuk styrofoam 80% (volume) dan dikeringkan selama7,14,21, dan 28 hari, maka nilai kuat patah turun menjadi: 0,41 – 0,6 Mpa. Sedangkan pada 100% (volume) styroafoam (tanpa pasir) maka nilai kuat patah turun lagi menjadi: 0,09 – 0,12 Mpa.

Sedangkan menurut literatur (Yothin Ungkoon, 2007), kuat patah dari batako ringan berpori yang dikeringkan secara alami adalah sekitar 0,59 MPa. Apabila ditargetkan densitas 0,7 gr/cm3 maka dibutuhkan kuat patah sebesar 0,44 MPa, maka sebaiknya

0.0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0

0 20 40 60 80 100

Styrofoam (% volume)

Fl

e

x

ur

a

l S

tr

e

ngt

h

(

M

P

a

)

Gambar 4. 5. Hubungan kuat patah terhadap prosentase penambahan styrofoam pada pembuatan batako ringan melalui proses pengeringan alami: 7, 14, 21 dan 28 hari

Kuat patah batako styrofoam: 0,44 MPa


(58)

penambahan styrofoam tidak lebih dari 80 % (volume) dengan waktu pengeringan 28 hari.

4. 6. Daya Redam Suara

Pengujian daya redam suara dari batako ringan dilakukan dengan menggunakan signal generator dan mengacu pada JIS A 1405. Berdasarkan sifat mekanik dari batako ringan tersebut, maka salah satu komposisi yang dipilih adalah 80 % styrofoam dan 20 % pasir (persen volume) yang dikeringkan selama 28 hari. Pada Gambar 4.6a, ditunjukkan hasil pengukuran level intensitas suara dari batako ringan pada komposisi 80 % styrofoam dan 20 % pasir (persen volume) yang

25 50 75 100

100 1000 10000

Frekuensi (Hz)

Sound Le

v

e

l (

d

b)

Gambar 4. 6a. Hubungan tingkat penyerapan suara terhadap frekuensi pada batako ringan dengan penambahan 80% (volume) Styrofoam dan waktu pengeringan 28 hari.

Intensitas sumber suara


(59)

dikeringkan selama 28 hari.

Pada pengujian penyerapan suara yang dilakukan adalah pada rentang frekuensi pengukuran: 100 – 1600 Hz. Dari Gambar 4.6, tenyata level intensitas suara dari sumber yang datang adalah berkisar antara 54 – 93,2 dB dan level intensitas suara yang terserap sekitar 30,2 – 73,5 dB.

Pada Gambar 4.6b, ditunjukkan hubungan koefisien penyerapan suara terhadap frekuensi dari batako ringan dengan komposisi 80 % styrofoam dan 20 % pasir (% volume) yang dikeringkan selama 28 hari. Dari Gambar 4.6b, terlihat bahwa batako ringan dengan komposisi 80 % (volume) styrofoam yang dikeringkan selama 28 hari memiliki sifat penyerapan suara yang baik masing-masing pada frekuensi: 125, 270, 500, dan 1000 Hz dengan tingkat penyerapan sebesar: 18,41%, 33,88%, 14,29%, dan 8,91%.


(60)

Berdasarkan referensi (Wilbert F. Stoecker, 1982), bahwa orde besaran koefisien penyerapan, α untuk batako berkisar antara 0,01 – 0,05 dan bahan akustik sekitar 0,2 – 0,8 atau 2 – 8 %. Sedangkan berdasarkan laporan dari hasil penelitian lainnya, menyatakan bahwa koefisien absorpsi suara dari batako ringan berpori pada frekuensi 125 Hz adalah sebesar 0,36 atau 36 % dan pada frekuensi 500 Hz sebesar 0,31 atau 31 %.

4. 7. Analisa Mikrostruktur

Analisa mikrostruktur dari batako ringan berpori dilakukan dengan menggunakan metode Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat bentuk dan ukuran partikel penyusun pada skala mikro. Preparasi sampel dan pemotretanya Gambar 4.6b. Hubungan koefisien absorpsi terhadap frekuensi untuk batako ringan

berpori, pada komposisi 80 % styrofoam dan 20 % pasir, dikeringkan selama 28 hari

33.884

8.913 14.289

18.408

0 5 10 15 20 25 30 35

100 1000 10000

Frekuensi (Hz)

Ko

e

fi

s

ie

n

Ab

s

o

rp

s

i (

%


(61)

adalah dengan melapisi permukaan sampel yang telah dilakukan Poleshing terlebih dahulu dengan bahan emas dan selanjutnya difoto bagian-bagian yang diinginkan untuk pembesaran tertentu. Poleshing dilakukan dengan cara digosok permukaan supaya bagus.

Gambar 4.7a, Foto SEM dari batako ringan yang dikeringkan secara alami selama 7 hari dengan komposisi 80 % styrofoam dan 20 % pasir (% volume) Pada Gambar 4.7a, proses pengeringan masih berlangsung karena pelepasan air belum selesai ( 7 hari). Dari Gambar 4.7a terlihat bahwa batako ringan yang dibuat dengan komposisi 80 % styrofoam dan 20 % pasir (% volume), ditandai dengan butiran styrofoam yang berbentuk bulat, pori-pori (rongga-rongga) belum terlihat jelas.


(62)

Dari Gambar 4.7b, terlihat bahwa pada batako ringan yang dibuat dengan komposisi 80 % styrofoam dan 20 % pasir (% volume) masih terdapat rongga-ronga (pori) yang ditandai dengan warna hitam (gelap), sedangkan yang berbentuk bulat merupakan butiran styrofoam dan warna abu-abu merupakan campuran semen dan pasir. Rongga-ronga (pori) tidak terdistribusi merata (tidak homogen) dan ukuran pori relatif lebih kecil dari 50 μm. Ukuran partikel styrofoam paling kecil sekitar 100 μm dan bisa mencapai 2 mm.

Berdasarkan referensi (Yothin Ungkoon, 2007), menyatakan bahwa batako ringan yang dikeringkan secara alami (konvensional) mempunyai permukaan yang lebih kasar, ukuran pori lebih besar dengan jumlah lebih sedikit, dan pori terdistribusi tidak merata.

Gambar 4.7b. Foto SEM dari batako ringan yang dikeringkan secara alami selama 28 hari dengan komposisi: 80 % styrofoam dan 20 % pasir


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Batako ringan berbasis: styrofoam, pasir, dan semen telah berhasil dibuat, dengan variasi komposisi terbaik adalah 80 % (volume) styrofoam, dan 20 % (volume) pasir, dengan jumlah semen tetap sebesar 315 gram dan waktu pengeringan secara alami selama 28 hari.

2. Karakteristik dari batako ringan yang dihasilkan dari proses pengerasan selama 28 hari adalah sebagai berikut: densitas 0,91 gr/cm3, penyerapan air 10,4 %, kuat tekan 2,8 MPa, kuat tarik 0,21 MPa, dan kuat patah 0,6 MPa.

3. Batako ringan yang dihasilkan memiliki respon penyerapan suara paling baik pada frekuensi: 125, 270, 500, dan 1000 Hz, serta menghasilkan tingkat penyerapan suara pada masing-masing frekuensi tersebut sebesar: 18,41; 33,88; 14,29; dan 8,91%.

4. Batako yang dihasilkan relatif berpori dan tidak terdistribusi merata dengan ukuran pori lebih kecil dari 50 μm. Sedangkan ukuran styrofoam paling kecil sekitar 100 μm sampai paling besar 2 mm yang tersusun dalam campuran semen dan pasir.


(64)

5.2. Saran

Untuk melengkapi penelitian batako ringan yang dibuat sampai tahap komersialisasi, maka perlu kajian lebih lanjut tentang tekno-ekonomi.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

_____,

_____,

_____, Stroy-Beton

.

_____,

12.50.

Andrew R. Barron, Manufacture of Portland Cement, Version 1.3: Jun 21, 3:26 pm GMT-5, 2008

Bilmeyer, Jr, FW, 1984, Text Book of Polymer Science, Third Edition, John Wiley & Sons, Inc., Singapore.

Carolyn Schiehorn, 2008, Producing Structural Lightweight Concrete Block

Crawford, R.J., 1998, Plastic Enggineering, Third Edition.

Iman Satyarno., 2004, Panel Beton Styrofoam Ringan Untuk Dinding, Teknik Sipil FT UGM, Yogyakarta.

Me and Mine. Beton Spesial.

NRMCA, 2000, CIP 36- Structural light weight concrete

Nugraha Paul, 2007, Antoni. Teknologi Beton. Surabaya : Andi

Ramamurthy K., Narayanan N., 2000, Influence Of Composition And Curing On Drying Shrinkage Of Aerated Concrete


(66)

Satyarno Iman, 2004, LightWeight Styrofoam Concrete For Lighter And More Ductile Wall, Universitas Gajah Mada

Sijabat K,2007. Pembuatan Keramik Paduan Cordicrit Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya.Tesis,USU Medan

Siporex Oy,2000, Autoclaved aerated concrete block, RT Environmental Declaration 1(2) 23.23 House

Tri Mulyono, 2005, Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta

Tetuko Anggito P, Deni S.K, Muljadi, Perdamean S, 2008, Pengaruh Proses Aging Karakteristik Beton Geopolymer berbasis Fly Ash, Proseding Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia , Surabaya

William V. Abbate, 2005, Precast Autoclaved Aerated Concrete

Wilbert F. Stoecker, 1982, Referigerasi dan Pengkondisian Udara, Erlangga

Wijoseno. Beton Ringan.

10/04/2009. 10:30.

Yothin Ungkoon, 2007, Chadchart Sittipunt, Pichai Namprakai, Wanvisa Jetipattaranat,Kyo-Seon Kim, and Tawatchai Charinpanitku , Analysis of Microstructure and Properties of Autoclaved Aerated Concrete Wall Construction Materials , J. Ind. Eng. Chem., Vol. 13, No. 7, 1103-1108.


(67)

Lampiran 1. Perhitungan untuk menentukan densitas

Mengikuti persamaan. 2.1, perhitungan untuk menentukan densitas (Archimedes method) sampel 7 hari (0 % styrofoam) sebagai berikut:

(

)

air

k g b s pc m m m m ρ ρ Χ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ −

−(60.855 0.053 ) 287 . 105 425 . 101

= 2.28 gr/cm3

Mengikuti persamaan 2.1 perhitungan untuk menentukan densitas ( Arhimedes method ) Sampel 14 hari ( 0% Styrofoam) Sebagai berikut :

(

)

air

k g b s pc m m m m ρ ρ Χ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − = ) 053 . 0 077 , 62 ( 428 , 106 462 , 103

= 2,33 gr / cm3

Mengikuti persamaan 2.1 perhitungan untuk menentukan densitas ( Arhimedes method ) Sampel 21 hari ( 0% Styrofoam) Sebagai berikut :

(

)

air

k g b s pc m m m m ρ ρ Χ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − = ) 053 . 0 271 , 63 ( 901 , 107 452 , 105


(68)

Mengikuti persamaan 2.1 perhitungan untuk menentukan densitas ( Arhimedes method ) Sampel 28 hari ( 0% Styrofoam) Sebagai berikut :

(

)

air

k g b s pc m m m m ρ ρ Χ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − = ) 053 . 0 340 , 64 ( 343 , 109 233 , 107

= 2,38 gr / cm3


(69)

TABEL A. DATA PENGUKURAN DENSITAS 7 hari 14 hari Styrofoam (% volume) Massa Kering (ms) (g) Massa setelah setelah direndam (mb) (g) Massa digantung dalam air (mg)

(g)

Massa kawat penggantung (mk)

(g)

Densitas (g/cm3) Archimedes

0 103.462 106.428 62.077 0.053 2.33 20 101.523 120.231 60.914 0.053 1.71 40 100.444 126.295 60.267 0.053 1.52 60 98.768 145.093 59.261 0.053 1.15 80 98.152 174.311 58.891 0.053 0.85 100 97.222 274.329 58.333 0.053 0.45

Styrofoam (% volume) Massa Kering (ms) (g) Massa setelah setelah direndam (mb) (g) Massa digantung dalam air (mg)

(g)

Massa kawat penggantung (mk)

(g)

Densitas (g/cm3) Archimedes

0 101.425 105.287 60.855 0.053 2.28 20 100.912 121.653 60.547 0.053 1.65 40 99.433 127.712 59.660 0.053 1.46 60 98.056 148.740 58.834 0.053 1.09 80 97.162 181.234 58.297 0.053 0.79 100 96.052 297.708 57.631 0.053 0.40


(70)

21 hari Styrofoam (% volume) Massa Kering (ms) (g) Massa setelah setelah direndam (mb) (g) Massa digantung dalam air (mg)

(g) Massa kawat penggantung (mk) (g) Densitas (g/cm3) Archimedes

0 105.452 107.901 63.271 0.053 2.36 20 103.776 121.854 62.266 0.053 1.74 40 102.164 126.735 61.298 0.053 1.56 60 100.668 145.660 60.401 0.053 1.18 80 99.252 171.017 59.551 0.053 0.89 100 98.263 263.619 58.958 0.053 0.48

28 hari Styrofoam (% volume) Massa Kering (ms) (g) Massa setelah setelah direndam (mb) (g) Massa digantung dalam air (mg)

(g) Massa kawat penggantung (mk) (g) Densitas (g/cm3) Archimedes

0 107.233 109.343 64.340 0.053 2.38 20 105.322 122.982 63.193 0.053 1.76 40 104.214 128.434 62.528 0.053 1.58 60 103.256 147.947 61.954 0.053 1.20 80 100.223 170.216 60.134 0.053 0.91 100 99.266 258.039 59.560 0.053 0.50


(71)

Lampiran 2. Perhitungan untuk menentukan penyerapan air

Mengikuti Persamaan. 2.2, perhitungan untuk menentukan penyerapan air sampel 7 hari (0% Styrofoam) sebagai berikut :

% 100 x M M M WA k k j ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − = % 100 425 . 101 425 . 101 009 . 143 x WA ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = = 41.0%

Mengikuti Persamaan. 2.2, perhitungan untuk menentukan penyerapan air sampel 14 hari (0% Styrofoam) sebagai berikut :

% 100 x M M M WA k k j ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − = % 100 462 . 103 462 . 103 708 . 140 x WA ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = = 36,0%

Mengikuti Persamaan. 2.2, perhitungan untuk menentukan penyerapan air sampel 21 hari (0% Styrofoam) sebagai berikut :

% 100 x M M M WA k k j ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − =


(72)

% 100 452 . 105 452 . 105 197 . 139 x WA ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = = 32.0%

Mengikuti Persamaan. 2.2, perhitungan untuk menentukan penyerapan air sampel 28 hari (0% Styrofoam) sebagai berikut :

% 100 x M M M WA k k j ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − = % 100 233 . 107 233 . 107 331 . 138 x WA ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

= 29.0 %


(73)

TABEL. B. Data Pengukuran Penyerapan Air

7 hari

Styrofoam (% volume)

Massa Kering (gr)

Massa Basah (gr)

Penyerapan Air (%)

0 101.425 143.009 41.00

20 100.912 135.121 33.90 40 99.433 126.280 27.00 60 98.056 119.922 22.30 80 97.162 114.943 18.30 100 96.052 110.460 15.00

14 hari

Styrofoam (% volume)

Massa Kering (gr)

Massa Basah (gr)

Penyerapan Air (%)

0 103.462 140.708 36.00

20 101.523 131.980 30.00 40 100.444 124.551 24.00 60 98.768 118.028 19.50 80 98.152 114.053 16.20 100 97.222 108.791 11.90


(74)

21 hari

Styrofoam (% volume)

Massa Kering (gr)

Massa Basah (gr)

Penyerapan Air (%)

0 105.452 139.197 32.00

20 103.776 130.758 26.00 40 102.164 123.618 21.00 60 100.668 117.782 17.00 80 99.252 113.147 14.00 100 98.263 107.893 9.80

28 hari

Styrofoam (% volume)

Massa Kering (gr)

Massa Basah (gr)

Penyerapan Air (%)

0 107.233 138.331 29.00

20 105.322 129.546 23.00 40 104.214 122.973 18.00 60 103.256 117.712 14.00 80 100.223 110.646 10.40 100 99.266 106.810 7.60


(75)

Lampiran 3. Perhitungan untuk menentukan kuat tekan

Mengikuti persamaan. 2.3, perhitungan untuk menentukan kuat tekan sampel 7 hari (0 % styrofoam) sebagai berikut :

A F = σ Dimana:

A = Luas Penampang =

4 ) 51 . 27 ).( 14 . 3 ( 4

. 2 2

=

d π

= 594.09 mm2 F = Gaya = 6178.52 N

2 . 09 . 594 . 52 . 6178 mm N =

σ = 10.4 MPa

Mengikuti persamaan. 2.3, perhitungan untuk menentukan kuat tekan sampel 14 hari (0 % styrofoam) sebagai berikut :

A F = σ 4 ) 50 . 27 ).( 14 . 3 ( 4

. 2 2

=

= d

A π

= 593.66 mm2 F = 6827.05 N


(76)

A F = ∴σ 2 66 . 593 05 . 6827 mm Ν =

= 11,5 Mpa

Mengikuti persamaan. 2.3, perhitungan untuk menentukan kuat tekan sampel 21 hari (0 % styrofoam) sebagai berikut :

A F

=

σ

4 .d2 A

4 ) 52 . 27 )( 14 . 3 ( 2 =

= 594.52 mm2 . 60 . 7312 Ν = F A F = σ 2 52 . 594 60 . 7312 mm Ν =

= 12.3 MPa

Mengikuti persamaan. 2.3, perhitungan untuk menentukan kuat tekan sampel 28 hari (0 % styrofoam) sebagai berikut :

A F

=

σ

4 .d2 A

4 ) 50 . 27 )( 14 . 3 ( 2 =


(77)

= 593.66 mm2 . 31 . 7551 Ν

=

F

A F

=

σ 2

66 . 593

31 . 7551

mm

Ν =

= 12.72 MPa

Dengan perhitungan yang sama diperoleh tabel C Catatan : 1 MPa = 1 N / mm2


(78)

TABEL C. Data Pengukuran Kuat Tekan 7 hari Styrofoam (% volume) Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N) Kuat Tekan (MPa)

0 27.51 594.09 6178.52 10.40 20 27.50 593.66 4927.35 8.30 40 27.48 592.79 3675.32 6.20 60 27.47 592.36 2369.45 4.00 80 27.51 594.09 1116.89 1.88 100 27.48 592.79 189.69 0.32

14 hari Styrofoam (% volume) Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N) Kuat Tekan (MPa)

0 27.50 593.66 6827.05 11.50 20 27.50 593.66 5224.18 8.80 40 27.48 592.79 3853.15 6.50 60 27.47 592.36 2464.22 4.16 80 27.52 594.52 1200.93 2.02 100 27.52 594.52 219.97 0.37


(1)

TABEL F. Data Pengukuran Koefisien Penyerapan Suara

Penyerapan Suara pada 28 hari

βdatang/10 10βdatang/10 βserap/10 10β serap/10

Frekuensi (Hz) βdatang (db βserap (db Io (W/m2)

I datang

(W/m2)

I serap

(W/m2)

100 60.75 6.08 1.19E+06 35.50 3.55 3.55E+03 1.00E-12 1.19E-06 3.55E-09 2.99E-03 0.299

125 64.35 6.44 2.72E+06 57.00 5.70 5.01E+05 1.00E-12 2.72E-06 5.01E-07 1.84E-01 18.408

160 60.00 6.00 1.00E+06 39.60 3.96 9.12E+03 1.00E-12 1.00E-06 9.12E-09 9.12E-03 0.912

200 58.00 5.80 6.31E+05 40.10 4.01 1.02E+04 1.00E-12 6.31E-07 1.02E-08 1.62E-02 1.622

250 82.60 8.26 1.82E+08 64.25 6.43 2.66E+06 1.00E-12 1.82E-04 2.66E-06 1.46E-02 1.462

260 83.60 8.36 2.29E+08 64.90 6.49 3.09E+06 1.00E-12 2.29E-04 3.09E-06 1.35E-02 1.349

270 70.00 7.00 1.00E+07 65.30 6.53 3.39E+06 1.00E-12 1.00E-05 3.39E-06 3.39E-01 33.884

280 90.00 9.00 1.00E+09 63.80 6.38 2.40E+06 1.00E-12 1.00E-03 2.40E-06 2.40E-03 0.240

290 91.40 9.14 1.38E+09 61.50 6.15 1.41E+06 1.00E-12 1.38E-03 1.41E-06 1.02E-03 0.102

300 90.50 9.05 1.12E+09 65.50 6.55 3.55E+06 1.00E-12 1.12E-03 3.55E-06 3.16E-03 0.316

310 92.00 9.20 1.58E+09 62.30 6.23 1.70E+06 1.00E-12 1.58E-03 1.70E-06 1.07E-03 0.107


(2)

Tabel F Lanjutan

320 92.30 9.23 1.70E+09 68.00 6.80 6.31E+06 1.00E-12 1.70E-03 6.31E-06 3.72E-03 0.372

330 93.00 9.30 2.00E+09 67.00 6.70 5.01E+06 1.00E-12 2.00E-03 5.01E-06 2.51E-03 0.251

340 92.50 9.25 1.78E+09 66.00 6.60 3.98E+06 1.00E-12 1.78E-03 3.98E-06 2.24E-03 0.224

350 93.20 9.32 2.09E+09 64.30 6.43 2.69E+06 1.00E-12 2.09E-03 2.69E-06 1.29E-03 0.129

360 92.70 9.27 1.86E+09 63.20 6.32 2.09E+06 1.00E-12 1.86E-03 2.09E-06 1.12E-03 0.112

370 91.80 9.18 1.51E+09 62.60 6.26 1.82E+06 1.00E-12 1.51E-03 1.82E-06 1.20E-03 0.120

380 91.60 9.16 1.45E+09 62.00 6.20 1.58E+06 1.00E-12 1.45E-03 1.58E-06 1.10E-03 0.110

390 92.50 9.25 1.78E+09 62.70 6.27 1.86E+06 1.00E-12 1.78E-03 1.86E-06 1.05E-03 0.105

400 91.40 9.14 1.38E+09 63.25 6.33 2.11E+06 1.00E-12 1.38E-03 2.11E-06 1.53E-03 0.153

410 91.00 9.10 1.26E+09 63.50 6.35 2.24E+06 1.00E-12 1.26E-03 2.24E-06 1.78E-03 0.178

420 87.00 8.70 5.01E+08 60.05 6.01 1.01E+06 1.00E-12 5.01E-04 1.01E-06 2.02E-03 0.202

430 88.00 8.80 6.31E+08 64.10 6.41 2.57E+06 1.00E-12 6.31E-04 2.57E-06 4.07E-03 0.407

440 91.00 9.10 1.26E+09 65.00 6.50 3.16E+06 1.00E-12 1.26E-03 3.16E-06 2.51E-03 0.251

450 90.00 9.00 1.00E+09 68.20 6.82 6.61E+06 1.00E-12 1.00E-03 6.61E-06 6.61E-03 0.661

460 92.50 9.25 1.78E+09 71.70 7.17 1.48E+07 1.00E-12 1.78E-03 1.48E-05 8.32E-03 0.832


(3)

Tabel F Lanjutan

480 91.50 9.15 1.41E+09 67.00 6.70 5.01E+06 1.00E-12 1.41E-03 5.01E-06 3.55E-03 0.355

490 94.00 9.40 2.51E+09 72.00 7.20 1.58E+07 1.00E-12 2.51E-03 1.58E-05 6.31E-03 0.631

500 81.50 8.15 1.41E+08 73.05 7.31 2.02E+07 1.00E-12 1.41E-04 2.02E-05 1.43E-01 14.289

630 75.80 7.58 3.80E+07 45.90 4.59 3.89E+04 1.00E-12 3.80E-05 3.89E-08 1.02E-03 0.102

800 67.00 6.70 5.01E+06 42.60 4.26 1.82E+04 1.00E-12 5.01E-06 1.82E-08 3.63E-03 0.363

1000 83.50 8.35 2.24E+08 73.00 7.30 2.00E+07 1.00E-12 2.24E-04 2.00E-05 8.91E-02 8.913

1250 82.05 8.21 1.60E+08 56.25 5.63 4.22E+05 1.00E-12 1.60E-04 4.22E-07 2.63E-03 0.263


(4)

Lampiran 7. Foto pengujian, model cetakan, dan benda uji

Gambar 1. Kuat tekan, (a). Model cetakan dan (b). benda uji.

(a)

(b)

Gambar 2. Foto pengujian Kuat tekan

Gambar 3. Uji Tarik (Universal Testing Machine)

(a). Penempatan Sampel dan (b). Model Penjepit Sampel

(a)


(5)

Gambar 5. Pengujian kuat patah menggunakan Universal Testing Mechine (UTM).

Gambar 4. Kuat patah, (a). Model cetakan dan (b). Benda uji.


(6)

a).

b).

c). d).

Gambar 6. Perangkat pengukuran daya redam suara: a). Speaker, b). Sinyal

generator, c). Osiloskop, d). Sound level meter.